Keterkaitan Ekonomi Interregional ; Kajian Empiris Keterkaitan Pulau Sulawesi, Jawa Timur, Dan Kalimantan Timur

KETERKAITAN EKONOMI INTERREGIONAL ; KAJIAN
EMPIRIS KETERKAITAN PULAU SULAWESI JAWA TIMUR
DAN KALIMANTAN TIMUR

ARMAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Keterkaitan Ekonomi
Interregional ; Kajian Empiris Keterkaitan Pulau Sulawesi, Jawa Timur, dan
Kalimantan Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2015
Arman
NIM H162100121

RINGKASAN
ARMAN. Keterkaitan Ekonomi Interregional ; Kajian Empiris Keterkaitan Pulau
Sulawesi, Jawa Timur, dan Kalimantan Timur. Dibimbing oleh SETIA HADI,
NOER AZAM ACHSANI dan AKHMAD FAUZI.
Masalah ketidakmerataan pembangunan antar wilayah Pulau Sulawesi dengan
Jawa Timur dan Kalimantan Timur menjadi poin utama dalam penelitian ini.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pola keterkaitan ekonomi antar wilayah
Pulau Sulawesi (Sulawesi Lain), Sulawesi Selatan, Jawa Timur dan Kalimantan
Timur, menganalisis dampak Spillover dan Feedback antar wilayah, menganalisis
nilai tambah dan aliran nilai tambah (upah, pajak dan surplus usaha) di suatu
wilayah dan merumuskan kebijakan pembangunan antar wilayah. Lokasi
penelitian di Wilayah Sulawesi Lain (Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi
Tengah dan Sulawesi Tenggara), Sulawesi Selatan (Sulawesi Selatan dan
Sulawesi Barat), Jawa Timur dan Kalimantan Timur. Data yang digunakan adalah
Data IRIO Tahun 2005, selanjutnya data tersebut diprediksi ke Tahun 2011

dengan menggunakan teknik RAS.
Hasil analisis menunjukkan bahwa keterkaitan (hubungan) ekonomi
Sulawesi Lain Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan terhadap Jawa Timur
relatif tinggi. Hubungan ekonomi tersebut relatif lebih banyak memberikan
manfaat ekonomi kepada wilayah Jawa Timur. Wilayah Jawa Timur memberikan
pengaruh spillover yang kecil terhadap seluruh wilayah tetapi memperoleh
pengaruh feedback yang lebih besar. Wilayah Kalimantan Timur memberikan
pengaruh spillover yang lebih besar dibandingkan dengan wilayah Jawa Timur
(seperti halnya dengan wilayah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Lain).
Wilayah Sulawesi Selatan dianggap mampu menjadi jembatan ekonomi
terhadap wilayah lain karena memberikan pengaruh spillover yang paling besar
terhadap total wilayah. Peran Sulawesi Selatan sebagai jembatan ekonomi dalam
rangka mendorong pemerataan pembangunan ekonomi wilayah dan memperkuat
keterkaitan ekonomi antar Sulawesi Selatan dengan wilayah Sulawesi Lain,
Kalimantan Timur serta Kawasan Timur Indonesia.
Pergerakan arus modal diharapkan mampu meningkatkan investasi
pemerintah (melalui Dana Alokasi Khusus), investasi swasta serta ekspor hingga
100%. Sektor primer ditingkatkan outputnya untuk menjadi input antara industri
makanan dan minuman, industri pengolahan hasil laut, industri tekstil serta
industri kayu dan rotan. Skenario kebijakan wilayah Sulawesi Lain sama dengan

Sulawesi Selatan. Skenario kebijakan wilayah Jawa Timur lebih difokuskan pada
investasi industri manufaktur.
Hasil skenario kebijakan menunjukkan bahwa peran Sulawesi Selatan
jangka menengah) mempengaruhi struktur ekonomi (meskipun belum signifikan).
Kontribusi output Sulawesi Selatan meningkat dari 2,16% menjadi 2,48%.
Kontribusi peran Sulawesi Lain meningkat dari 2,27% menjadi 2,7%. Implikasi
kebijakan adalah (1) reformulasi instrumen DAK (Dana Alokasi Khusus) untuk
mengurangi ketimpangan antar wilayah melalui perubahan konsep dan
pengelompokan DAK (tidak hanya untuk infrastruktur) seperti perlunya DAK
untuk industri dan DAK untuk prioritas utama yaitu pendidikan, kesehatan dan
infrastruktur, (2) mendorong wilayah Sulawesi Selatan sebagai Jembatan ekonomi

terhadap wilayah lain terutama terhadap Kawasan Timur Indonesia, (3)
meningkatkan dan memperbaiki interkonektifitas antara wilayah Sulawesi Selatan
dengan Sulawesi Lain dalam rangka menciptakan economic lingkages antar
wilayah tersebut, (4) mendorong interregional capital movement ke wilayah
Sulawesi dan Kalimantan Timur dalam rangka pemerataan pembangunan antar
wilayah, (5) menciptakan keterkaitan sektor (hilirisasi industri) pertambangan
(Kaltim), perkebunan (Sulsel), industri besi (Sulain) di dalam dan antar wilayah
Kalimantan Timur dan (6) memperkuat ekonomi wilayah dari interregional

Linkage menuju Interregional Partnership
Kata kunci: Keterkaitan ekonomi, penghubung ekonomi dan spillover

SUMMARY
ARMAN. Inter-regional Economic Linkages; An Empirical Study on the
Economic Linkage of the Sulawesi Islands, East Java and East Kalimantan.
Under supervised by SETIA HADI, NOER AZAM ACHSANI and AKHMAD
FAUZI..
Uneven development problems among the regions of Sulawesi, East Java
and East Kalimantan was the main issue in this study. The purposes of this study
were to analyze the pattern of economic linkages among the regions of Sulawesi
(Sulawesi Other), South Sulawesi, East Java and East Kalimantan, to analyze the
spillover and the feedback effect among the regions; to analyze the value added
(wages, taxes and operating surplus) and its distribution in regions; and to
formulate the inter-regional development policy. The research was conducted in
the Region of Other Sulawesi (North Sulawesi, Gorontalo, Central Sulawesi and
Southeast Sulawesi), South Sulawesi (South Sulawesi and West Sulawesi), East
Java and East Kalimantan. The data was IRIO data of 2005, which was
subsequently predicted into the data of 2011 by using the RAS technique.
The results of analysis show that the level of economic linkages of the

Other Sulawesi, East Kalimantan and South Sulawesi against the East Java was
relatively high. The economic relationship provides more economic benefits to
the East Java. The East Java gives small spillover effect on to the region, but
receives higher feedback. East Kalimantan region influences a large spillover
effect on East Java (as well as the regions of Other Sulawesi and South Sulawesi).
The South Sulawesi region is considered to play as the economic bridge to
the other regions due to its greatest spillover effect against the total regions. The
South Sulawesi's role as an economic bridge in order to encourage an evenly
economic development of the region and to strengthen the economic relationship
between trhe South Sulawesi and Other Sulawesi, East Kalimantan and eastern
Indonesia.
The capital flows are expected to increase government investment
(through the Special Allocation Fund), private investment and exports up to
100%. The primary sector increased its output to be intermediate input such as
food and beverage industry, seafood processing industry, the textile industry as
well as industrial wood and rattan. Policy scenarios other Sulawesi region is the
same with the South Sulawesi while the East Java policy scenarios is more
focused on the manufacturing industry investments.
Results of policy scenarios show that the role of South Sulawesi (medium
term) affected the structure of the economy (though not significant). Contribution

the South Sulawesi output increased briefly from 2.16% to 2.48%. Contributions
of Other Sulawesi rose from 2.27% to 2.7%. The implications policy are (1)
reformulation of Special Allocation Fund(DAK) to reduce the inter-regional
economic gap through changing the concept and grouping the DAK (not only for
infrastructure), for instance the necessary of DAK go to industry and to priority
DAK for education health and infrastructure, (2 ) encourage South Sulawesi as an
economic bridge against the other regions, especially in the eastern region of
Indonesia, (3) to increase and improve interconnectivity between the South

Sulawesi and the Other Sulawesi in order to create the economic lingkages across
the region, (4) to support inter-regional capital flows into the region of Sulawesi
and East Kalimantan to equalize the distribution of development among regions,
(5) create a linkage sectors (downstream of mining industry in the East
Kalimantan, plantations (Sulawesi), iron industry (Sulain) within and among the
East Kalimantan region and (6) reinforce the economic regions from Interregional Linkage towards inter-regional Partnership.
Keywords: economic linkages, bridges economic and spillover

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KETERKAITAN EKONOMI INTERREGIONAL : KAJIAN
EMPIRIS KETERKAITAN PULAU SULAWESI JAWA TIMUR
DAN KALIMANTAN TIMUR

ARMAN

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaaan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji pada Ujian Tertutup: Prof Dr Ir Muhammad Firdaus, MS
Dr Slamet Sutomo, MS
Penguji pada Sidang Promosi: Prof Dr Ir Bambang Juanda, MS
Dr Slamet Sutomo, MS

PRAKATA
Alhamdulilah atas rahmat dan hidayah dari Allah SWT sehingga
penyelesaian disertasi penelitian dapat berjalan dengan lancar. Tema penelitian
Keterkaitan Ekonomi Interregional ; Kajian Empiris Keterkaitan Pulau Sulawesi
Jawa Timur dan Kalimantan Timur bermaksud untuk mendorong penguatan
keterkaitan ekonomi wilayah dan interregional capital movement.
Saya ingin menyampaikan terima kasih tak terhingga kepada komisi
pembimbing : Dr Setia Hadi (ketua), MS, Prof Dr Noer Azam Achsani (anggota)
dan Prof Dr Akmad Fauzi (anggota) yang telah membimbing sejak awal penelitian
hingga penulisan disertasi. Komisi pembimbing memberikan banyak ide, saran
dan kritik dan solusi dalam proses penelitian hingga penyusunan disertasi.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada
1. Prof Dr Bambang Juanda selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan
Wilayah dan Pembangunan Perdesaan (PWD)
2. Penguji Ujian Tertutup Prof Dr Muhammad Firdaus, MS dan Dr Slamet
Sutomo, MS serta Penguji luar komisi pada Sidang Promosi Doktor Prof
Dr Bambang Juanda dan Dr Slamet Sutomo
3. Rektor Universitas Trilogi atas kesempatan memberikan kesempatan
penyelesaian Disertasi
4. Ketua STMII tempat awal saya mengabdi sebagai staf pengajar yang telah
memberikan kesempatan melanjutkan program Strata 3 di PWD
5. Staf pengajar dan pegawai Fakultas Bioindustri Universitas Trilogi atas
motivasi dan dorongannya penyelesaian studi
6. Rekan-rekan mahasiswa PWD, terutama mahasiswa program Strata 3 dan
S2 angkatan 2010 atas kerjasama dan bantuan dalam menjalankan studi
7. Seluruh staf sekretariat PWD atas bantuan
8. Ibu dan bapak mertua RA Asnani dan Drs Giartama atas dorongan, doa
dan motivasi dalam menyelesaiakan studi
9. Kedua Orang tua saya Almarhum Hj Ramasiah dan H Amir, BA atas
bimbingan, kasih sayang dan doa yang tiada henti serta adik saya tercinta
Arni, MSi yang selalu memberikan motivasi dan Ibu ida

10. Istriku yang amat saya cintai Dian Indrayani Satyatama,STP.,MSi atas
berbagai pengorbanan, kasih sayang dan doanya, serta anakku yang amat
saya cintai dan banggakan Ardan Zuhair Ramadhan
11. Disertasi ini saya persembahkan kepada kedua orang tuaku, istriku dan
anakku tercinta
Terima kasih tidak terhingga kepada peneliti dan penulis yang menjadi
sumber dan inspirasi penelitian ini sehingga penulis mampu menformulasi sebuah
gagasan. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan hidayahnya dalam mencari
ilmu pengetahuan.

Bogor, Agustus 2015
Arman

i

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN


iii
vii
viii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Keguanaan Penelitian
Kebaharuan Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
3
7
7
7
9

2 TINJAUAN PUSTAKA
Perspektif ilmu Wilayah
Simetrik dan Asimetrik Wilayah
Aglomerasi Ekonomi
Keterkaitan Ekonomi Kasus Daerah
Keterkaitan dan Interaksi Ekonomi Beberapa Negara
Kebijakan Fiskal Sebagai Instrumen
Kebijakan Fiskal Daerah
Kebijakan Fiskal Negara Maju dan Berkembang
MP3EI, Pembangunan Sektor dan Wilayah

10
11
12
13
16
20
22
23
26

3 KERANGKA PIKIR
Kerangka Teoritis IO
Sistem Ekonomi Nasional
Tabungan dan Investasi
Transaksi Ekspor dan Impor
Peranan Pemerintah
Kekayaan Bersih
Kerangka Pikir

28
28
29
30
31
32
33

4 METODE
Teknik Pengambilan Data
Jenis Data dan Sumber Data
Estimasi Koefisien IO Tahun 2010 dengan RAS
Lokasi dan Waktu Penelitian
Gambaran Umum Analisis IO dan IRIO
Konsep Operasional IO
Output
Struktur Input
Input Antara
Input Primer
Nilai Tambah Bruto
Permintaan Akhir Wilayah
Struktur Perdagangan Wilayah
Matriks Pengganda Wilayah

38
38
39
42
43
48
48
48
49
49
49
50
51
51

ii

Analisis Deskriptif
Struktur Penawaran dan Permintaan Wilayah
Peranan Output Struktural
Struktur Nilai Tambah Bruto Sektoral
Struktur Permintaan Akhir Sektoral
Analisis Dampak
Analisis Dampak Output Wilayah
Analisis Dampak Nilai Tambah Bruto Wilayah
Analisis Dampak Kebutuhan Impor Wilayah
Analisis Dampak Kebutuhan Tenaga Kerja Wilayah
Keterkaitan Aktifitas dan Indeks Wilayah
Skenario dan Simulasi Kebijakan
5 GAMBARAN UMUM LOKASI
Kondisi Umum Wilayah dan Penduduk Tenaga Kerja
Potensi Sumberdaya Pertanian dan Holtikultura
Potensi Sumberdaya Perkebunan
Potensi Peternakan
Potensi Perikanan
Potensi Kehutanan
Potensi Pengembangan Industri
Ekspor Impor
6 HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Analisis Deskriptif dan Keterkaitan Wilayah
Struktur Permintaan Akhir
Struktur Output Wilayah
Indeks Kepekaan dan Daya Sebar Sulawesi Lain
Indeks Kepekaan dan Daya Sebar Sulawesi Selatan
Indeks Kepekaan dan Daya Sebar Jawa Timur
Indeks Kepekaan dan Daya Sebar Kalimantan Timur
Pengaruh Spillover, Feedback dan Interregional
Analisis Dampak Keterkaitan Langsung Kedepan (KLD)
Analisis Dampak Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Ke
Depan (KLTD)
Analisis Dampak Keterkaitan Langsung Ke Belakang (KLB)
Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Kebelakang (KLTB)
Nilai Pengganda Pajak Tak Langsung
Nilai Pengganda Upah
Nilai Pengganda Usaha
Analisis Skenario Simulasi Dampak Kebijakan Permintaan Akhir
Skenario Simulasi Agregat
7 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
Implikasi Kebijakan
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

53
53
54
54
55
55
55
56
56
56
57
59
61
63
64
66
67
67
68
70
71
77
83
87
89
92
95
97
105
109
113
118
145
148
151
153
162
165
167
167
168
174
244

iii

DAFTAR TABEL

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.

Nilai PDRB konstan (dalam juta) di masing-masing provinsi
periode Tahun 2009-2011
Kontribusi sektor terhadap total PDRB konstan (dalam persen)
pada masing-masing wilayah di Tahun 2010
Nilai PMDN dan PMA di masing-masing provinsi periode 20102011
Nilai interaksi ekonomi antar Sulawesi Lain, Sulawesi Selatan,
Jawa Timur, Kalimantan Timur (dalam juta (Rp)
Klasifikasi sektor yang akan di analisis
Research mapping tujuan, data dan metode penelitian
Struktur ekonomi antar daerah Tahun 2006-2010 (PDRB
Konstan)
Struktur Dasar IRIO Untuk Unit Analisis
Luas wilayah, kependudukan dan penduduk bekerja
Luas panen dan produksi padi di lokasi penelitian Tahun 2013
Luas areal dan produksi tanaman perkebunan
Produksi Perikanan Tangkap dan Budidaya
Potensi industri dari hasil nilai tambah dan output
Struktur permintaan antara berdasarkan kolom (outflow) Tahun
2005
Struktur permintaan antara berdasarkan kolom (outflow) Tahun
2011
Struktur permintaan antara berdasarkan baris(inflow) Tahun 2005
Struktur permintaan antara berdasarkan baris (inflow) Tahun 2011
Aliran barang antar wilayah dan internasional Tahun 2011
Struktur permintaan Tahun 2005 dan 2011 (Juta Rupah)
Struktur permintaan akhir wilayah Sulawesi Lain Tahun 2005
Struktur permintaan akhir wilayah Sulawesi Selatan Tahun 2005
Struktur permintaan akhir wilayah Jawa Timur Tahun 2005
Struktur permintaan akhir wilayah Kalimantan Timur Tahun 2005
Sektor yang menghasilkan output terbesar di Sulawesi Lain
Sektor yang menghasilkan output terbesar di Sulawesi Selatan
Sektor yang menghasilkan output terbesar di Jawa Timur
Sektor yang menghasilkan output terbesar di Kalimantan Timur
Indeks kepekaan aktifitas ekonomi di Sulawesi Lain
Daya sebar aktifitas ekonomi di Sulawesi Lain
Indeks kepekaan aktifitas ekonomi di Sulawesi Selatan
Daya sebar aktifitas ekonomi di Sulawesi Selatan
Indeks kepekaan aktifitas ekonomi di Jawa Timur
Daya sebar aktifitas ekonomi di Jawa Timur
Indeks kepekaan aktifitas ekonomi di Kalimantan Timur
Indeks daya sebar aktifitas ekonomi di Kalimantan Timur
Pengaruh interregional, spillover dan feedback di Sulawesi Lain
Pengaruh interregional, spillover dan feedback Sulawesi Selatan
Pengaruh interregional, spillover dan feedback Jawa Timur

1
4
5
6
38
39
39
45
61
63
65
67
69
65
72
74
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
92
93
95
96
97
99
101

iv

39. Pengaruh interregional, spillover dan feedback Kalimantan Timur
40. Keterkaitan langsung kedepan wilayah Sulawesi Lain 2005 dan
2011
41. Keterkaitan langsung kedepan wilayah Sulawesi Selatan 2005 dan
2011
42. Keterkaitan langsung kedepan wilayah Jawa Timur 2005 dan
2011
43. Keterkaitan langsung kedepan wilayah Kalimantan Timur 2005
dan 2011
44. Keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan wilayah
Sulawesi Lain 2005 dan 2011
45. Keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan wilayah
Sulawesi Selatan 2005 dan 2011
46. Keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan wilayah Jawa
Timur 2005
47. Keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan wilayah
Kalimantan Timur 2005 dan 2011
48. Keterkaitan langsung kebelakang di Sulawesi Lain Tahun 2005
49. Keterkaitan langsung kebelakang di Sulawesi Lain Tahun 2011
50. Keterkaitan langsung kebelakang di Sulawesi Selatan Tahun 2005
51. Keterkaitan langsung kebelakang di Sulawesi Selatan Tahun 2011
52. Keterkaitan langsung kebelakang di Jawa Timur Tahun 2005
53. Keterkaitan langsung kebelakang di Jawa Timur Tahun 2011
54. Keterkaitan langsung kebelakang di Kalimantan Timur Tahun
2005
55. Keterkaitan langsung kebelakang di Kalimantan Timur Tahun
2011
56. Keterkaitan langsung dan tidak langsung Kebelakang di Sulawesi
Lain Tahun 2005
57. Dampak sektor transportasi udara di Sulawesi Lain dan wilayah
lain jika permintaan akhir naik Tahun 2005
58. Dampak sektor industri dasar besi, baja & logam dasar bukan besi
di Sulawesi Lain dan wilayah lain jika permintaan akhir naik
Tahun 2005
59. Dampak sektor industri barang dari logam di Sulawesi Lain dan
wilayah lain jika permintaan akhir naik
60. Keterkaitan langsung dan tidak langsung Kebelakang di Sulawesi
Lain Tahun 2011
61. Dampak sektor listrik, gas dan air bersih di Sulawesi Lain dan
wilayah lain jika permintaan akhir naik Tahun 2011
62. Dampak sektor bangunan di Sulawesi Lain dan wilayah lain jika
permintaan akhir naik Tahun 2011
63. Dampak sektor transportasi udara di Sulawesi Lain dan wilayah
lain jika permintaan akhir naik Tahun 2011
64. Keterkaitan langsung dan tidak langsung Kebelakang di Sulawesi
Selatan terhadap daerah lain Tahun 2005
65. Dampak sektor Industri makanan dan minuman di Sulawesi
Selatan terhadap wilayah lain jika permintaan akhir naik

103
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
115
116
117
117
118
119
120

121
122
122
124
124
126
126
128

v

66. Dampak sektor Industri tekstil di Sulawesi Selatan terhadap
wilayah lain jika permintaan akhir naik
67. Dampak sektor transportasi udara di Sulawesi Selatan terhadap
wilayah lain jika permintaan akhir naik
68. Keterkaitan langsung dan tidak langsung Kebelakang di Sulawesi
Selatan terhadap daerah lain Tahun 2011
69. Dampak sektor industri makanan dan minuman di Sulawesi
Selatan terhadap wilayah lain jika permintaan akhir naik Tahun
2011
70. Dampak sektor industri tekstil di Sulawesi Selatan terhadap
wilayah lain jika permintaan akhir naik Tahun 2011
71. Keterkaitan langsung dan tidak langsung Kebelakang di Jawa
Timur Tahun 2005
72. Dampak sektor transportasi udara di Jawa Timur terhadap
wilayah lain jika permintaan akhir naik
73. Dampak sektor listrik gas dan air di Jawa Timur terhadap wilayah
lain jika permintaan akhir naik
74. Dampak sektor transportasi air di Jawa Timur terhadap wilayah
lain jika permintaan akhir naik
75. Keterkaitan langsung dan tidak langsung Kebelakang di Jawa
Timur terhadap daerah lain Tahun 2011
76. Dampak sektor industri kelapa sawit di Jawa Timur terhadap
wilayah lain jika permintaan akhir naik
77. Dampak sektor transportasi udara di Jawa Timur terhadap
wilayah lain jika permintaan akhir naik
78. Keterkaitan langsung dan tidak langsung Kebelakang di
Kalimantan Timur Tahun 2005
79. Dampak sektor industri makanan dan minuman di Kalimantan
Timur dan wilayah lain jika permintaan akhir naik Tahun 2005
80. Dampak sektor transportasi udara di kalimantan timur dan
wilayah lain jika permintaan akhir naik Tahun 2005
81. Dampak sektor listrik, gas dan air bersih di Kalimantan Timur
dan wilayah lain jika permintaan akhir naik Tahun 2005
82. Keterkaitan langsung dan tidak langsung Kebelakang di
Kalimantan Timur Tahun 2011
83. Nilai pengganda output pajak tak langsung di Sulawesi Lain
Tahun 2005 dan 2011
84. Nilai pengganda output pajak tak langsung di Sulawesi Selatan
Tahun 2005 dan 2011
85. Nilai pengganda output pajak tak langsung di Jawa Timur Tahun
2005 dan 2011
86. Nilai pengganda output pajak tak langsung di Kalimantan Timur
Tahun 2005 dan 2011
87. Nilai pengganda upah di Sulawesi Lain Tahun 2005 dan 2011
88. Nilai pengganda upah di Sulawesi Selatan Tahun 2005 dan 2011
89. Nilai pengganda upah di Jawa Timur Tahun 2005 dan 2011
90. Nilai pengganda upah di Kalimantan Timur Tahun 2005 dan 2011
91. Nilai pengganda upah di Sulawesi Lain Tahun 2005 dan 2011

129
130
131

133
133
134
136
136
137
137
139
140
140
142
143
143
144
145
146
147
147
148
149
150
150
151

vi

92. Nilai pengganda usaha di Sulawesi Selatan Tahun 2005 dan 2011
93. Nilai pengganda usaha di Jawa Timur Tahun 2005 dan 2011
94. Nilai pengganda usaha di Kalimantan Timur Tahun 2005 dan
2011
95. Peningkatan 20% konsumsi, peningkatan investasi pemerintah
dan swasta sektor tertentu serta ekspor tetap di Sulain Tahun 2011
96. Peningkatan 20% konsumsi, peningkatan investasi pemerintah
dan swasta sektor tertentu serta ekspor naik di Sulain Tahun 2011
97. Peningkatan 20% konsumsi, peningkatan investasi pemerintah
dan swasta sektor tertentu serta ekspor tetap di Sulsel Tahun 2011
98. Peningkatan 20% konsumsi, peningkatan investasi pemerintah
dan swasta sektor tertentu serta ekspor naik di Sulsel Tahun 2011
99. Peningkatan 20% konsumsi, peningkatan investasi pemerintah
dan swasta sektor tertentu serta ekspor tetap di Jatim Tahun 2011
100.Peningkatan 20% konsumsi, peningkatan investasi pemerintah
dan swasta sektor tertentu serta ekspor naik Jatim Tahun 2011
101.Peningkatan 20% konsumsi, peningkatan investasi pemerintah
dan swasta serta ekspor tetap di Kaltim Tahun 2011
102.Peningkatan 20% konsumsi, peningkatan investasi pemerintah
dan swasta serta ekspor tetap di Kaltim Tahun 2011
103.Peningkatan 20% konsumsi, peningkatan investasi pemerintah
dan swasta serta ekspor secara agregat Tahun 2011

152
152
153
154
155
156
157
159
160
161
161
162

DAFTAR GAMBAR

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.

Kurva leontif fungsi produksi
28
Aliran sederhana perekonomian
29
Aliran sederhana pola pendapatan dan pengeluaran
29
Aliran ekonomi adanya pengaruh tabungan dan investasi
30
Aliran ekonomi adanya pengaruh depresiasi
30
Aliran ekonomi dengan adanya rest of world
31
Aliran ekonomi adanya peran pemerintah
32
Aliran ekonomi dengan tambahan aset
33
Kerangka Pikir
37
Keterkaitan permintaan antara outflow (ekspor domestik) wilayah 2005 72
Keterkaitan permintaan antara outflow (ekspor domestik) wilayah 2011 73
Keterkaitan permintaan antara inflow (Impor domestik) wilayah 2005
75
Keterkaitan permintaan antara inflow (impor domestik) wilayah 2011
76
Sektor strategis dan tidak strategis di Sulawesi Lain
89
Sektor strategis dan tidak strategis di Sulawesi Selatan
91
Sektor strategis dan tidak strategis di Jawa Timur
94
Sektor strategis dan tidak strategis di Kalimantan Timur
97
Total interregional multiplier, spillover dan feedback di Sulawesi
Lain
99
19. Total interregional multiplier, spillover dan feedback di Sulawesi
Selatan
101

vii

20. Total interregional multiplier, spillover dan feedback di Jawa
Timur
21. Total interregional multiplier, spillover dan feedback di Kalimantan
Timur
22. Total pengganda keterkaitan sektor di Sulawesi Lain 2005
23. Total pengganda keterkaitan sektor di Sulawesi Lain 2011
24. Total pengganda keterkaitan sektor di Sulawesi Selatan 2005
25. Total pengganda keterkaitan sektor di Sulawesi Selatan 2011
26. Total pengganda keterkaitan sektor di Jawa Timur 2005
27. Total pengganda keterkaitan sektor di Jawa Timur 2011
28. Total pengganda keterkaitan sektor di Kalimantan Timur 2005
29. Total pengganda keterkaitan sektor di Kalimantan Timur 2011

103
105
120
123
127
132
135
138
141
145

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Input – Output permintaan antara daerah Asal Sulawesi
Tahun 2005
Input Sulawesi Lain (inflow) berasal dari Sulawesi Selatan
(outflow) Tahun 2005
Input Sulawesi Lain (inflow) berasal dari Jawa Timur
(outflow) Tahun 2005
Input Sulawesi Lain (inflow) berasal dari Kalimantan Timur
(outflow) Tahun 2005
Input Sulawesi Lain (inflow) berasal dari ROI (outflow)
Tahun 2005
Input output Sulawesi Selatan berasal dari daerah asal Tahun
2005
Input Sulawesi Selatan (inflow) berasal dari Sulawesi Lain
(outflow) Tahun 2005
Input Sulawesi Selatan (inflow) berasal dari Jawa Timur
(outflow) Tahun 2005
Input Sulawesi Selatan (inflow) berasal dari Kalimantan
Timur (outflow) Tahun 200
Input Sulawesi Selatan (inflow) berasal dari ROI (outflow)
Tahun 2005
Input output Jawa Timur berasal dari daerah asal Tahun 2005
Input Jawa Timur (inflow) berasal dari Sulawesi Lain
(outflow) Tahun 2005
Input Jawa Timur (inflow) berasal dari Sulawesi Selatan
(outflow) Tahun 2005
Input Jawa Timur (inflow) berasal dari Kalimantan Timur
(outflow) Tahun 2005
Input Jawa Timur (inflow) berasal dari ROI (outflow) Tahun
2005
Input output Kalimantan Timur berasal dari daerah asal

160
161
162
163
164
165
166
167
168
169
170
171
172
173
174
175

viii

17
18
19

20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41

Tahun 2005
Input output dimana input Kalimantan (inflow) berasal dari
Sulawesi Lain (outflow) Tahun 2005
Input Kalimantan (inflow) berasal dari Sulawesi Selatan
(outflow) Tahun 2005
Input Kalimantan (inflow) berasal dari Jawa Timur (outflow)
Tahun 2005
Input Kalimantan (inflow) berasal dari ROI (outflow) Tahun
2005
Input output ROI berasal dari daerah asal Tahun 2005
Input ROI (inflow) berasal dari Sulawesi Lain (outflow)
Tahun 2005
Input ROI (inflow) berasal dari Sulawesi Selatan (outflow)
Tahun 2005
Input ROI (inflow) berasal dari Jawa Timur (outflow) Tahun
2005
Input ROI (inflow) berasal dari Kalimantan Timur (outflow)
Tahun 2005
Input output Sulawesi Lain berasal dari daerah asal Tahun
2011
Input Sulawesi Lain (inflow) berasal dari Sulawesi Selatan
(outflow) Tahun 2011
Input Sulawesi Lain (inflow) berasal dari Jawa Timur
(outflow) Tahun 2011
Input Sulawesi Lain (inflow) berasal dari Kalimantan Timur
(outflow) Tahun 2011
Input Sulawesi Lain (inflow) berasal dari ROI (outflow)
Tahun 2011
Input output Sulawesi Selatan berasal dari daerah asal Tahun
2011
Input Sulawesi Selatan (inflow) berasal dari Sulawesi Lain
(outflow) Tahun 2011
Input Sulawesi Selatan (inflow) berasal dari Jawa Timur
(outflow) Tahun 2011
Input Sulawesi Selatan (inflow) berasal dari Kalimantan
Timur (outflow) Tahun 2011
Input Sulawesi Selatan (inflow) berasal dari ROI (outflow)
Tahun 2011
Input Jawa Timur berasal dari daerah asal Tahun 2011
Input Jawa Timur (inflow) berasal dari Sulawesi Lain
(outflow) Tahun 2011
Input Jawa Timur (inflow) berasal dari Sulawesi Selatan
(outflow) Tahun 2011
Input Jawa Timur (inflow) berasal dari Kalimantan Timur
(outflow) Tahun 2011
Input Jawa Timur (inflow) berasal dari ROI (outflow) Tahun
2011
Input output Kalimantan Timur berasal dari daerah asal

176
177
178
179
180
181
182
183
184
185
186
187
188
189
190
191
192
193
194
195
196
197
198
199
200

ix

42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65

Tahun 2011
Input Kalimantan Timur (inflow) berasal dari Sulawesi Lain
(outflow) Tahun 2011
Input Kalimantan Timur (inflow) berasal dari Sulawesi
Selatan (outflow) Tahun 2011
Input Kalimantan Timur (inflow) berasal dari Jawa Timur
(outflow) Tahun 2011
Input Kalimantan Timur (inflow) berasal dari ROI (outflow)
Tahun 2011
Input output ROI berasal dari daerah asal Tahun 2011
Input ROI (inflow) berasal dari Sulawesi Lain (outflow)
Tahun 2011
Input ROI (inflow) berasal dari Sulawesi Selatan (outflow)
Tahun 2011
Input ROI (inflow) berasal dari Jawa Timur (outflow) Tahun
2011
Input ROI (inflow) berasal dari Kalimantan Timur (outflow)
Tahun 2011
Total Keterkaitan langsung dan tidak langsung kebelakang
wilayah Sulawesi Lain 2005
Total Keterkaitan langsung dan tidak langsung kebelakang
wilayah Sulawesi Selatan 2005
Total Keterkaitan langsung dan tidak langsung kebelakang
wilayah Jawa Timur 2005
Total Keterkaitan langsung dan tidak langsung kebelakang
wilayah Kalimantan Timur 2005
Total Keterkaitan langsung dan tidak langsung kebelakang
wilayah ROI 2005
Total Keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan
wilayah Sulawesi Lain 2005
Total Keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan
wilayah Sulawesi Selatan2005
Total Keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan
wilayah Jawa Timur 2005
Total Keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan
wilayah Kalimantan Timur 2005
Total Keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan
wilayah ROI 2005
Total Keterkaitan langsung dan tidak langsung kebelakang
wilayah Sulawesi Lain 2011
Total Keterkaitan langsung dan tidak langsung kebelakang
wilayah Sulawesi Selatan 2011
Total Keterkaitan langsung dan tidak langsung kebelakang
wilayah Jawa Timur 2011
Total Keterkaitan langsung dan tidak langsung kebelakang
wilayah Kalimantan Timur 2011
Total Keterkaitan langsung dan tidak langsung kebelakang
wilayah ROI 2011

201
202
203
204
205
206
207
208
209
210
211
212
213
214
215
216
217
218
219
220
221
222
223
224

x

66
67
68
69
70

Total Keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan
wilayah Sulawesi Lain 2011
Total Keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan
wilayah Sulawesi Selatan 2011
Total Keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan
wilayah Jawa Timur 2011
Total Keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan
wilayah Kalimantan Timur 2011
Total Keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan
wilayah ROI 2011

225
226
227
228
229

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Potensi dan dugaan asimetrik pembangunan wilayah menjadi bagian yang
cukup penting dalam mengulas sejauh mana perkembangan wilayah koridor
ekonomi sulawesi akibat adanya interaksi dengan Jawa Timur dan Kalimantan
Timur. Dugaan awal asimetrik pembangunan tercermin pada produktifitas
ekonomi antar wilayah relatif cukup berbeda. Perbedaan produktifitas menjadi
dugaan awal untuk menilai bahwa pay off yang diterima salah satu wilayah tidak
memiliki nilai tambah yang cukup besar karena adanya capital flight dan
asimetrik pembangunan ekonomi. Indikasi tersebut dapat dilihat pada
produktifitas PDRB di masing-masing wilayah pada Tabel 1.
Penelitian ini menganalisis keterkaitan ekonomi antara wilayah
Koridor/Pulau Sulawesi (Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara
dan Gorontalo) dengan wilayah Sulawesi Selatan (termasuk Sulawesi Barat, Jawa
Timur dan Kalimantan Timur (Multi-regional). Wilayah mana yang mendapat
manfaat ekonomi merupakan salah satu bagian yang akan diestimasi dalam
penelitian ini. Sektor apa yang menjadi domain setiap wilayah dalam mendorong
nilai tambah terhadap aktifitas lainnya, menjadi bagian yang cukup menarik dan
kontekstual untuk dikaji dalam konfigurasi ekonomi wilayah.
Tabel 1. Nilai PDRB konstan (dalam milyar) di masing-masing provinsi periode
Tahun 2009-2013
No
1
2
3
4
5
6
7

Wilayah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Gorontalo
Kalimantan Timur
Jawa Timur

2009
47.326,08
10.768,57
17.149,62
16.207,59
2.710,73
105.564,94
320.861,00

2010
51.199,90
11.653,91
18.376,82
17.626,17
2.917,49
110.953,45
342.280,76

2011
55.093,74
12.698,12
19.735,47
19.230,92
3.141,45
115.489,85
366.983,28

2012
59.718,50
14.020,35
21.286,58
21.007,97
3.383,82
120.085,76
393.662,85

2013
64.284,43
15.040,86
22.872,16
22.979,40
3646.55
121.990,49
419.428,45

Sumber : BPS, 2014
Dari nilai PDRB (Tabel 1) tercermin bahwa Provinsi Jawa Timur jauh
lebih berkembang aktifitas ekonominya dari pada seluruh Provinsi di Sulawesi
dan Kalimantan Timur. Provinsi Sulawesi Selatan jauh lebih berkembang jika
dibandingkan dengan Provinsi lainnya di wilayah Sulawesi. Perkembangan
Provinsi Sulawesi Selatan nampaknya tidak memberikan pengaruh terhadap
provinsi lainya di pulau Sulawesi. Provinsi Sulawesi Selatan lebih mampu
berakselerasi dan cepat dalam merespon pembangunan ekonomi dari pada
Provinsi lainnya di Sulawesi. Fakta tersebut menjadi alasan mengapa Provinsi
Sulawesi Selatan terpisah unit analisisnya dengan Provinsi lain di pulau Sulawesi
dan menjadi satu bagian wilayah yang dianalisis keterkaitan sektor ekonomi
dengan wilayah lain. (Tabel 1) juga menujukkan bahwa asimetrik pembangunan
wilayah nampak terjadi. Pola pembangunan antar wilayah lebih banyak terpusat di
wilayah Jawa Timur.

2

Wilayah yang fokus pada aktifitas industri akan jauh lebih besar menerima
manfaat ekonomi dan perdagangan dari pada wilayah yang jauh dari pusat
pembangunan (LeSage dan Llano ,2007). Meskipun shadow price bahan baku dari
daerah asal ke daerah tujuan akan meningkat akibat pengaruh jarak, wilayah
industri (dalam hal ini Jawa Timur) akan tetap menerima manfaat yang lebih besar
karena mampu mengolah produk bernilai tambah tinggi dan memberikan efek
yang lebih besar pada aktifitas ekonomi lain seperti tenaga kerja, penerimaan
daerah dari sisi pajak, output produksi dan pendapatan masyarakat.
Hill, Resosudarmo dan Vidyattama (2008), Priyarsono dan Rustiadi (2010)
menyatakan bahwa ketimpangan antar wilayah terus berlangsung hingga saat ini.
Pulau Jawa masih sangat mendominasi aktifitas ekonomi (+60% dari total
kontribusi ekonomi nasional) sementara wilayah timur indonesia masih jauh
tertinggal (Koridor Kalimantan menyumbang +9 %, Sulawesi +4% terhadap
nasional). Ketimpangan ekonomi salah satunya disebabkan oleh sentralisasi
aktifitas ekonomi bernilai tambah tinggi di Pulau Jawa sedangkan wilayah timur
masih lebih banyak pada industri yang sederhana.
Fenomena industrialisasi dan asimetrik pembangunan juga mendorong
terjadinya backwash effect antar daerah dalam unit provinsi (khususnya di wilayah
perkotaan seperti Surabaya, Makassar, Balikpapan dan Kota Industri lainnya).
Myrdal (1970), menyatakan bahwa backwash effect yang terjadi di desa atau
suatu wilayah akibat ketimpangan pembangunan dan menjadi penghambat untuk
mencapai simetrik pembangunan. Sumberdaya yang berada di desa atau wilayah
tertentu secara massal dan bertahap terus terkuras oleh dampak industrialisasi di
kota (wilayah lain). Implikasinya desa menjadi daerah yang jauh tertinggal
dibanding kota. Fenomena backwash effect ditandai dengan sumberdaya manusia
yang terampil di desa (daerah terbelakang) untuk menuju kota (daerah maju).
Sumberdaya manusia dan tenaga terampil memilih bermigrasi ke kota (daerah
maju) karena kemampuan yang mereka miliki lebih terserap di kota daripada di
desa. Mereka yang memiliki kapasitas sumberdaya dan tenaga terampil lemah,
lebih memilih bertahan di desa. Jadilah desa sebagai wilayah yang dihuni
sumberdaya manusia yang lemah dan kurang terampil. Komposisi masyarakat
terampil selanjutnya menjadi cukup besar di kota sehingga rangsangan investasi
lebih menarik di wilayah perkotaan. Posisi perkotaan selanjutnya menjadi lokasi
yang dipilih untuk berinvestasi karena sumberdaya manusia lebih terjamin di kota
dari pada di desa. Kota selanjutnya menjadi tempat investasi beragam jenis
aktifitas ekonomi. Sumberdaya alam yang berada di desa mengalir langsung ke
kota untuk di olah agar bernilai ekonomis tinggi karena beragam teknologi
industri tersedia di kota. Untuk membangun industri yang lebih ekonomis maka
sistem jaringan jalan dan infrastruktur menjadi domain dasar untuk dikembangkan
di wilayah kota. Fenomena yang terus berlangsung ini mengakibatkan daerah
maju semakin berkembang sementara desa mengalami perlambatan.
Adanya kebijakan fiskal untuk mengurai disparitas pembangunan antar
wilayah tidak langsung berdampak secara keseluruhan terhadap pembangunan
wilayah. Aritenang (2008), menyatakan bahwa kebijakan desentralisasi
memberikan dampak terhadap penurunan level kemiskinan dan meningkatnya
pelayanan kesehatan serta human capital. Namun tidak ada fakta secara signifikan
yang menunjukkan bahwa peningkatan pendapatan dari bagi hasil yang diperoleh
daerah dan meningkatkan pendapatan daerah dari sisi pajak berdampak pada

3

berkurangnya kemiskinan dalam era desentralisasi. Keseluruhan hasil penelitian
menunjukkan bahwa disparitas antara provinsi di Indonesia masih sangat kuat
meskipun mengalami penurunan sejak Tahun 2002.
Tantangan ke depan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah adalah
mendorong pembangunan yang lebih simetrik antar wilayah agar setiap wilayah
mampu mandiri. Persoalan pembangunan yang cenderung tidak simetrik tercermin
dari segi ekonomi, sumberdaya manusia, infrastruktur dan aksesibilitas. Masalah
tersebut harus segera diatasi melalui transformasi pembangunan ekonomi dan
percepatan pembangunan ekonomi. Selanjutnya untuk meningkatkan efektifitas
dan efisiensi serta percepatan pembangunan wilayah dibutuhkan interkonektifitas
ekonomi antara wilayah melalui penguatan comparative adventage, industrialisasi
dan pembangunan infrastruktur (Menko perekonomian, 2011).
Berbagai studi menunjukkan pada saat pertumbuhan ekonomi nasional
tinggi tetapi masalah pemerataan antar wilayah tidak begitu menonjol. Tiap
wilayah mengalami pertumbuhan ekonomi, baik karena kekuatan sendiri maupun
subsidi pemerintah pusat. Pada saat laju pertumbuhan ekonomi nasional rendah,
dapat berlangsung keadaan yang menunjukkan terjadinya pertumbuhan ekonomi
di beberapa wilayah dengan mengorbankan pertumbuhan ekonomi wilayah lain.
Perekonomian dalam kondisi ini terjebak dalam zero sum (Azis, 1994). Meskipun
pertumbuhan ekonomi antar wilayah Pulau Sulawesi, Jawa Timur dan Kalimantan
Timur relatif hampir sama (6%-7%) namun ketimpangan ekonomi masih terus
berlangsung (karena manfaat ekonomi lebih banyak diperoleh wilayah tertentu).
Berdasarkan uraian tersebut maka perlu dilakukan penelitian keterkaitan
koridor ekonomi Sulawesi dengan wilayah Jawa Timur dan Kalimantan Timur
untuk menjawab berbagai persoalan asimetrik pembangunan antar wilayah.
Diperlukan analisis yang tepat agar menghasilkan berbagai rumusan kebijakan
simetrik pembangunan dan kerjasama antar wilayah. Sisi lain, mendorong kinerja
sektor agar memiliki keterkaitan kuat dengan sektor lainnya di wilayah tertentu.
Kerjasama antar wilayah yang perlu dipertimbangkan adalah kerjasama yang
memberikan pay-off yang optimal oleh masing-masing wilayah
Perumusan Masalah
Pemerintah telah menetapkan beberapa wilayah sebagai koridor ekonomi
berdasarkan kekhasan yang dimiliki oleh setiap wilayah. Koridor ekonomi
Sulawesi dicirikan sebagai aktifitas pertanian yang khas (terutama perkebunan dan
perikanan) sementara aktifitas lainnya sebagai pendukung. Wilayah Kalimantan
dicirikan dengan aktifitas pertambangan dan energi sementara aktifitas lainnya
sebagai pendukung. Provinsi Jawa Timur dicirikan sebagai aktifitas industrialisasi
dan perdagangan, aktifitas lainnya sebagai pendukung. Kontribusi sektor industri
pengelolahan (25,39%) dan perdagangan, hotel dan restoran (31,04%) cukup
dominan di Jawa Timur. Besarnya kontribusi sektor industri di Jawa Timur
mengindikasikan aktifitas ekonomi yang bernilai tambah tinggi cukup dominan.
Wilayah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Lain lebih dominan aktifitas pertanian,
dimana kontribusi terhadap PDRB di Sulawesi Selatan sebesar 26,97% dan
Sulawesi Lain sebesar 29,84%. Sektor pertanian di kedua wilayah tersebut belum
dijadikan instrumen dasar untuk mendorong sektor industri mengingat kontribusi

4

sektor industri masih kecil dari pada sektor pertanian terutama wilayah Sulawesi
Lain (7,55%).
Kalimantan Timur sangat dominan akitifitas pertambangan dengan
kontribusi sekitar 41,5%. Kontribusi pertambangan diduga tidak menopang
sektor industri karena kontribusi sektor pertambangan di daerah Kalimantan
Timur jauh lebih besar dari pada industri. Tambang batu bara sejatinya menjadi
bahan baku dasar untuk energi industri, tetapi industri di Kalimantan Timur masih
kecil sehingga batu bara lebih banyak orientasi ekspor daripada digunakan sebagai
bahan dasar energi industri di Kalimantan Timur. Akibatnya potensi tambang di
Kalimantan Timur lebih banyak faedah/manfaatnya bagi wilayah industri
(terutama di Jawa Timur). Secara rinci kontribusi tiap sektor tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2. Kontribusi sektor terhadap total PDRB konstan (dalam persen) pada
masing-masing wilayah di Tahun 2010
Sektor
Pertanian
Pertambangan
Industri pengolahan
Listrik dan air bersih
Bangunan
Perdagangan, Hotel& Restoran
Angkutan/komunikasi
Bank/keu/perum
Jasa

Jatim
15,00
2,27
25,39
1,36
3,21
31,04
7,33
5,45
8,97

Sul-Sel
26,97
8,77
13,42
1,03
5,66
16,99
9,02
7,31
10,81

Kal-Tim
6,58
41,56
27,65
0,33
3,91
8,89
5,76
3,23
2,09

Sul-lain
29,84
4,81
7,55
0,74
10,51
15,32
10,09
5,98
15,15

Sumber : BPS, 2012
Kekhasan yang dimiliki oleh daerah sangat nampak pada data Tabel 2,
dimana suatu daerah memiliki sektor yang unggul. Namun terdapat faktor
imperfect (kendala) yang dimiliki oleh setiap daerah dalam mendorong terjadinya
interaksi dan keterkaitan ekonomi. Hoover dan Giarratni (1999), kendala yang
dimiliki oleh sumberdaya alam adalah (1) imperfect factor mobility
(ketaksempurnaan mobilitas faktor produksi), (2) imperfect factor divisibility
(ketaksempurnaan pemisahan/pemilahan antar faktor produksi), dan (3)
imperfectmobility of goods and services (ketaksempurnaan mobilitas barang dan
jasa). Adanya berbagai ketaksempurnaan ini mempertegas pentingnya
pertimbangan kerjasama dalam mengolah berbagai sumberdaya, aktivitas dan
kinerja ekonomi dalam perencanaan pembangunan.
Adanya kendala tersebut, sisi lain merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan asimetrik pembangunan dan kebocoran wilayah. Capital flight
terjadi akibat nilai tambah yang sejatinya diterima wilayah asal tidak terjadi akibat
bahan dasar dari wilayah asal (tidak melalui pengolahan teknologi menjadi bahan
setengah jadi) langsung diekspor ke wilayah lain. Dampak nilai tambah sektor
wilayah asal tidak berpengaruh langsung atau sangat kecil terhadap sektor daerah
asal, produktifitas tenaga kerja dan output sektor lainnya. Potensi pendapatan
daerah asal dari hasil bahan baku dasar menjadi “hilang” karena dampaknya
terhadap aktifitas ekonomi terjadi di daerah tujuan. Sejatinya nilai tambah tersebut
dikembalikan ke daerah asal melalui pengolahan dan industrialisasi komoditas
unggulan. Pembangunan pusat-pusat pertumbuhan untuk memperkuat ekonomi
wilayah dari sisi supply dan demand akan meningkatkan nilai tambah wilayah.

5

Indikasi simetrik dan keterkaitan ekonomi yang lemah lainnya adalah
investasi pembangunan yang tidak terdistribusi secara adil di wilayah. Investasi
wilayah melalui Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal dalam
Negeri (PMDN) antar wilayah juga masih mencerminkan perbedaan yang cukup
signifikan. Investasi PMDN dan PMA sangat dominan di Provinsi Jawa Timur
dengan kisaran PMDN 13,33% pada Tahun 2010 dan 12,75% pada Tahun 2011,
serta PMA berkisar 10,9% pada Tahun 2010 dan 6,73% pada Tahun 2011.
Meskipun investasi di Jawa Timur cenderung menurun tapi persentasinya masih
jauh lebih dibandingkan dengan provinsi lainnya.
Tabel 3. Nilai PMDN dan PMA di masing-masing provinsi periode 2010-2011
No
1
2
3
4
5
6
7
8

Wilayah
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Kalimantan Timur
Jawa Timur
Indonesia

PMDN (%)
2010
2011
0,16
0,43
0,25
3,45
5,30
5,25
0,03
0,08
0,03
0,02
13,00
8,64
13,33
12,75
100
100

PMA(%)
2010
2011
1,39
1,13
0,85
1,90
2,72
0,46
0,08
0,09
0,005
0,06
6,74
3,09
10,90
6,73
100
100

Sumber ; BKPM, 2012
Wilayah yang rendah PMA dan PMDN cenderung lebih banyak
berorientasi ekspor bahan baku karena tidak memiliki investasi pengolahan bahan
baku menjadi barang bernilai tambah dan ekonomis. Sumberdaya yang menjadi
basis (comparative adventage) wilayah tersebut diekspor tanpa diolah lebih lanjut
di wilayah basis. Akibatnya nilai tambah yang sejatinya di peroleh wilayah basis
justru diperoleh wilayah lain yang mampu mengolah bahan baku tersebut bernilai
ekonomi yang tinggi. Nilai tambah yang tidak diperoleh wilayah basis
menyebabkan terjadi kebocoran wilayah.
Investasi dan sumberdaya terserap dan konsentrasi di perkotaan dan
wilayah tertentu sementara wilayah hinterland mengalami pengurasan
sumberdaya yang berlebihan. Tidak seimbangnya pembangunan menghasilkan
struktur hubungan antarwilayah yang membentuk suatu interaksi yang saling
memperlemah. Tidak seimbangnya pembangunan inter-regional, disamping
menyebabkan kapasitas pembangunan regional yang sub-optimal juga berpotensi
menihilkan pertumbuhan agregat makro (Rustiadi, et.al 2009).
Saefulhakim (2005) menyatakan bahwa pembangunan yang hanya
menekankan laju pertumbuhan ekonomi makro tanpa memperhatikan keterkaitan
ekonomi dan interaksi antar wilayah berpotensi menciptakan ketimpangan antar
wilayah dan kesenjangan pendapatan antar masyarakat. Wilayah yang maju pesat
secara agregat tidak lagi menjadi mitra yang sejajar dengan wilayah tetangga atau
sekitarnya melainkan meninggalkan wilayah mitra.
Pola interaksi dan keterkaitan ekonomi mencerminkan sejauh apa peran
dan posisi Provinsi Sulawesi (Sulawesi Selatan terpisah analisisnya) sebagai
koridor ekonomi dengan Jawa Timur, dan Kalimantan Timur. Apakah wilayah
tersebut hanya bisa berkembang jika ada rangsangan dari luar wilayah ataukah

6

suatu wilayah sudah mampu terkelola potensinya tetapi hanya sebatas ekspor,
tanpa ada pengelolahan nilai tambah, menjadi penting dikaji. Pola interaksi
sekaligus mencerminkan apakah posisi suatu wilayah (Pulau Sulawesi, Sulawesi
Selatan Jawa Timur dan Kalimantan Timur) kuat atau lemah dan timpang atau
simetrik dalam berinteraksi. Secara umum pola interaksi total agregat nilai
ekonomi antar wilayah di Sulawesi Lain, Kalimantan Timur dan Jawa Timur
tercermin pada Tabel 4.
Tabel 4. Nilai interaksi ekonomi antar Sulawesi Lain, Sulawesi Selatan, Jawa
Timur dan Kalimantan Timur (dalam juta (Rp)
Output
Sulain
Input
Sulain
Sulsel
Jatim
Kaltim
Jumlah

15.739.614,96
327.051,98
1.276.047,18
789.089,37
18.131.803,48

Sulsel

Jatim

150.136,09
547.168,96
9.629.013,95
723.974,09
644.840,81 312.765.695,73
807.951,48
601.159,53
31.231.942,33 314.637.998,31

Kaltim
213.685,71
467.574,70
1.445.336,26
91.593.288,98
93.719.885,63

Jumlah
16.650.605,71
31.147.614,70
316131.919,98
93.791.489,36
457.721.630

Sumber : Bappenas dan BPS, 2005 setelah diolah
Tabel 4 mencerminkan bahwa nilai perdagangan Sulawesi Lain jauh lebih
kecil ke Sulawesi Selatan dari pada Jawa Timur dan Kalimantan Timur.
Selanjutnya, nilai interaksi perdagangan Provinsi Sulawesi Selatan ke Provinsi
lain di Pulau Sulawesi jauh lebih kecil jika dibandingkan Nilai interaksi
perdagangan antar Sulawesi Selatan ke Jawa Timur dan Kalimantan Timur. Fakta
tersebut mencerminkan keterkaitan ekonomi Sulawesi Lain sangat kecil
dibandingan kedua wilayah lainnya. Interkonektiftas aktifitas ekonomi menjadi
backwash menuju Jawa Timur dan dalam Sulawesi Lain terjadi fenomena zero
sum game antara Sulawesi Selatan dengan Sulawesi Lain. Fakta tersebut menjadi
masalah karena pembangunan antar wilayah menjadi asimetrik dan beberapa
wilayah lain menjadi tertinggal.
Wilayah Sulawesi Lain nampaknya memiliki sektor yang masih sangat
tergantung dari luar karena besarnya nilai transaksi ekonomi yang berasal dari luar
wilayah (terutama dari Jawa Timur). Ada kecendrungan Sulawesi Lain tergolong
wilayah stimulusi-response atau self referencing. Wilayah tersebut masih perlu
dirangsang dari sisi internal untuk mengoptimalkan potensi sumberdayanya.
Berdasarkan penilaian tersebut maka Sulawesi Lain menjadi wilayah yang
cenderung mengelami kebocoran wilayah dan backwash effect.
Interaksi antar wilayah mendorong nilai tambah meningkat pada sektor
tertentu. Dampak nilai tambah bisa diperoleh dari output, tenaga kerja, pajak dan
peningkatan nilai tambah sektor tertentu. Nilai tambah suatu sektor (termasuk
sektor unggulan) memungkinkan diperoleh wilayah tujuan lebih besar dari pada
wilayah asal. Wilayah yang tidak memperoleh manfaat yang lebih dari hasil
interaksi akan mengalami gejala negative sum sehingga berpotensi semakin
timpang/tertinggal dengan wilayah lain. Pengembangan sektor unggulan dan
kerjasama antar wilayah menjadi signal pemerintah untuk menghindari gejala
negative dan zero sum. Berdasarkan uraian tersebut, pertanyaan masalah tercermin
pada poin – poin berikut ;

7

1. Bagaimana pola keterkaitan ekonomi (kuat atau lemah) antar wilayah
Pulau Sulawesi (Sulawesi Lain), Sulawesi Selatan, Jawa Timur, dan
Kalimantan Timur ?
2. Bagaimana pengaruh spillover dan feedback antar wilayah ?
3. Sektor apa yang memperoleh aliran nilai tambah (upah, pajak dan usaha)
setiap wilayah ?
4. Bagaimana dampak kebijakan pembangunan antar wilayah ?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian i