ANALISIS NILAI TAMBAH, PENDAPATAN DAN HARGA POKOK PRODUKSI PADA KLASTER AGROINDUSTRI BERBASIS KEDELAI (TAHU DAN TEMPE) DI KECAMATAN METRO BARAT

(1)

ABSTRAK

ANALISIS NILAI TAMBAH, PENDAPATAN DAN HARGA POKOK PRODUKSI PADA KLASTER AGROINDUSTRI BERBASIS KEDELAI (TAHU DAN

TEMPE) DI KECAMATAN METRO BARAT Oleh

Ekalia Tiasarie1, M. Irfan Affandi2, dan Rabiatul Adawiyah2

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Menganalisis nilai tambah pada klaster agroindustri tahu dan tempe di Kecamatan Metro Barat. (2) Menganalisis pendapatan agroindustri tahu dan tempe di Kecamatan Metro Barat. (3) Menganalisis harga pokok produksi pada agroindustri tahu dan tempe di Kecamatan Metro Barat.

Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja, dengan penentuan responden menggunakan metode sensus. Data primer diperoleh dari kuisioner dan wawancara langsung kepada pengrajin. Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur, media cetak dan beberapa instansi seperti BPS dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Penelitian dilaksanakan pada Bulan Juli hingga Agustus 2010. Analisis yang dilakukan meliputi metode nilai tambah Hayami, dengan kriteria analisis : jika NT > 0, maka produk memberikan nilai tambah dan jika NT ≤ 0, maka produk tidak memberikan nilai tambah. Tujuan ke dua dan ke tiga penelitian dijawab dengan menggunakan perhitungan pendapatan dan harga pokok produksi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan per kilogram kedelai menjadi tempe adalah Rp 3.976,34 atau sebesar 35,41 persen dari nilai produk dan Rp 35,46 per kilogram kedelai menjadi tahu atau sebesar 35,46 persen dari nilai produk. (2) Pendapatan yang diterima oleh agroindustri tempe perbulan adalah sebesar Rp 1.807.478,44 dan Rp 3.774.558,46 untuk agroindustri tahu per bulan. Nilai rasio imbangan penerimaan dan biaya (R/C) pada agroindustri tempe adalah sebesar 1,24 dan nilai rasio imbangan penerimaan dan biaya pada agroindustri tahu adalah sebesar 1,22. (3) Harga pokok produksi tempe yang dihasilkan oleh agroindustri ini adalah Rp 4.502,83 dan Rp 8.039,63 untuk harga pokok produksi tahu.

Keterangan : 1

(Mahasiswa Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian) 2


(2)

ABSTRACT

ANALYSIS OF VALUE ADDED, INCOME AND COST OF PRODUCTIONS OF SOY-BASED AGROINDUSTRY CLUSTER (TOFU AND TEMPE) IN WEST

METRO DISTRICT By

Ekalia Tiasarie1, M. Irfan Affandi2, and Rabiatul Adawiyah2

The research were aimed to: (1) Analyze the value added of tofu and tempe

agroindustries cluster in West Metro District. (2) Analyze the revenue of tofu and tempe agroindustries in West Metro District. (3) Analyze the cost production or tafu and tempe agroindustries in West Metro District.

Location was choosen by purposive sampling and the method used was census. Primary data were collected by interviewing the respondents of tofu and tempe entrepreneurs. Secondary data were obtained from various literatures, printed media and some agencies such as the Central Bureau Statistic and The Industry and Trade Service. The data was collected in July to August 2010. Value added of tofu and tempe were using Hayami method with criteria of analysis: if NT> 0 means the product has value added, and if NT

≤ 0 means the product does not provide added value. The second and third objections

study answered by calculation of income and production costs.

The results showed that: (1) Value added of tempe is 3,976.34 rupiahs or 35,41 percent of product value, and 4.552,81 rupiahs of tofu or 35,46 percent of product value. (2) The revenues of tempe and tofu agroindustries were 1,807,478.44 rupiahs and 3.774.558,45 rupiahs per month. Ratio of revenue and expenditure (R/C) in tempe agroindustry is 1.24 and ratio of revenue and cost in tofu agroindustry is 1.22. (3) Cost of tempe and tofu productions were 4,502.83 rupiahs and 8.039,63 rupiahs respectively.


(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Strategi pembangunan pertanian yang berwawasan agribisnis dan agroindustri pada dasarnya menunjukkan arah bahwa pengembangan agribisnis merupakan suatu upaya sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong munculnya industri baru di sektor pertanian, menciptakan struktur perekonomian yang tangguh, efisien dan fleksibel, menciptakan nilai tambah, meningkatkan penerimaan devisa, menciptakan lapangan kerja dan memperbaiki pembagian pendapatan (Soekartawi, 2000).

Pengembangan sektor industri pengolahan (termasuk di dalamnya agroindustri) merupakan salah satu opsi yang perlu dipertimbangkan. Pengembangan sektor agroindustri memiliki beberapa sasaran, yaitu : (1) sebagai penggerak pembangunan sektor pertanian dengan menciptakan pasar permintaan input untuk produk

olahannya, (2)menciptakan lapangan kerja, (3) meningkatkan nilai tambah, (4) meningkatkan penerimaan devisa, dan (5) meningkatkan pemerataan pembagian pendapatan. Agroindustri pangan skala UKM berperan pula dalam peningkatan pendapatan rumah tangga petani dan pedesaan. Pendapatan petani terkait dengan keberlanjutan perannya sebagai pemasok bahan baku industri. Peningkatan pendapatan pengusaha agroindustri skala UKM terkait dengan keberlanjutan produksi dan jaringan pemasaran. Peningkatan pendapatan baik individu maupun terkait kelompok usaha tersebut akan mengurangi kemiskinan (Affandi, 2010).


(4)

Agroindustri merupakan industri berbasis sumber daya, agroindustri berpotensi dapat meningkatkan cadangan devisa serta penyediaan lapangan kerja. Hal ini dinilai strategis mengingat Indonesia merupakan satu dari sedikit negara di daerah tropis yang memiliki keragaman hayati (biodiversity) cukup besar. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki sumberdaya alam berupa lahan yang relatif cukup luas dan subur. Indonesia memiliki iklim, suhu dan kelembaban yang cocok untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman pangan pokok, maka hampir seluruh tanaman pangan pokok tersebut (biji-bijian, umbi-umbian dan kacang-kacangan asli Indonesia) dapat tumbuh dengan relatif baik. Salah satu jenis tanaman pangan yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar penduduk Indonesia adalah tanaman kedelai (Glysine max (L) Merril) (AAK, 1989).

Kedelai merupakan komoditas tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Kedelai juga merupakan tanaman palawija yang kaya akan protein yang memiliki arti penting dalam industri pangan dan pakan. Kedelai mampu

memperbaiki gizi masyarakat bila dimasukkan dalam pola konsumsi sehari-hari, karena mengandung kadar protein yang tinggi, vitamin dan mineral serta sumber lemak, baik dalam bentuk segar maupun olahan seperti: tempe, tahu, kecap, tauco, minuman sari/susu kedelai, dan sebagainya.

Kebutuhan akan kedelai di Indonesia sekitar 2,4 juta ton/tahun. Sekitar 70 – 80 persen atau sekitar 1,6 juta ton – 1,9 juta ton/tahun diantaranya yang diolah oleh pengrajin tahu tempe. Namun produksi dalam negeri tidak mampu memenuhi


(5)

Indonesia adalah kedelai impor yang harganya berfluktatif. Volume impor kedelai selama tahun 2002 – 2007 rata – rata mencapai 63, 94% dari total kebutuhan dalam negeri. Dengan kata lain, produksi dalam negeri hanya mampu memenuhi sekitar 36,06% dari total kebutuhan (litbang deptan, 2010). Perkembangan volume impor kedelai disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan impor dan ekspor kedelai di Indonesia 1970-2007 Tahun Volume Impor

(ton) Volume Ekspor (ton) Neraca (ton) 1970 1972 1974 1976 1978 1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2005 2006 2007 0 183 150 171.746 130.498 100.878 361 401.024 359.271 465.839 541.060 694.133 800.461 746.329 343.124 1.277.685 1.365.253 1.117.790 1.086.178 1.132.144 2.240.795 3.953 3.055 4.148 554 0 0 10 0 0 38 240 3.911 31 240 0 521 235 13 0 0 0 3.593 2.872 3.998 -171.192 -130.498 -100.878 -351 -401.024 -359.271 -465.801 -540.820 -690.222 -800.430 -746.089 -343.124 -1.277.164 -1.365.018 -.1.117.777 -1.086.178 -1.132.144 -2.240.795 Sumber : FAO, 2010.

Lampung merupakan propinsi yang perkembangan ekonominya sebagian besar didukung oleh sektor pertanian dan sektor industri pengolahan, maka Propinsi Lampung mempunyai potensi besar sebagai tempat berkembangnya industri


(6)

pengolahan berbahan baku produk pertanian yang dikenal dengan agroindustri berbasis sumberdaya alam. Salah satu hasil industri pengolahan yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan mempunyai peluang untuk dikembangkan adalah agroindustri tahu dan tempe. Produk pangan berupa tahu, tempe, dan kecap memerlukan kedelai dalam jumlah besar. Tahu dan tempe dikonsumsi minimal tiga kali atau lebih dalam satu minggu. Total produksi kedelai sekitar 80% adalah digunakan untuk memenuhi kebutuhan pembuatan tahu dan tempe, sedangkan sebagian lainnya diolah untuk kecap, susu kedelai, dan makanan ringan (litbang deptan, 2010). Tahu dan tempe merupakan sumber protein nabati yang cukup penting bagi masyarakat Indonesia. Komposisi zat gizi tahu dan tempe dari kedelai per 100 gram bahan yang dapat dimakan disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3.

Tabel 2. Komposisi zat gizi tempe per 100 gram bahan yang dapat dimakan

Zat Gizi Jumlah

Energi (kkal) Protein (gram) Lemak (gram) Hidrat arang (gram) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vit A (µg RE) Vitamin B(mg) Vitamin C (mg) Seng (mg)

149 18,3 4 12,7

129 154 10

6 0,2

0 1,5 Sumber : Indriani, Y. 2005

Tabel 2 menunjukkan bahwa tempe memiliki hampir semua kandungan gizi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Kandungan zat gizi dalam tempe yang yang cukup besar adalah energi, protein dan fosfor, yaitu masing – masing sebesar 149 kkal, 18,3


(7)

gr dan 154 mg. Hal ini menunjukkan bahwa tempe dapat memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap gizi masyarakat jika dimasukkan ke dalam pola konsumsi sehari - hari.

Tabel 3. Komposisi zat gizi tahu per 100 gram bahan yang dapat dimakan

Zat Gizi Jumlah

Energi (kkal) Protein (gram) Lemak (gram) Hidrat arang (gram) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vit A (µg RE) Vitamin B(mg) Vitamin C (mg) Seng (mg)

68 7,8 4,6 1,6 124

63 0 0 0,1

0 1,5 Sumber : Indriani, Y. 2005

Tabel 3 menunjukkan bahwa tahu merupakan salah satu bahan makanan yang dapat menyumbangkan zat gizi yang cukup besar bagi masyarakat. Kandungan zat gizi yang cukup besar dalam tahu adalah kalsium yaitu sebesar 124 mg, protein sebesar 7,8 gr dan energi sebesar 68 kkal. Hal tersebut menunjukkan bahwa tahu dapat dipilih sebagai salah satu makanan yang baik untuk dikonsumsi dalam pemenuhan gizi masyarakat.

Propinsi Lampung merupakan salah satu propinsi potensial untuk pengembangan klaster agroindustri di luar Jawa, terutama yang berbasis komoditas pertanian tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan. Klaster tersebut yang dikembangkan


(8)

antara lain klaster agroindustri skala UKM. Agroindustri di Propinsi Lampung yang berkembang dalam klaster memiliki kontribusi yang besar dalam PDRB (output/nilai tambah) dan penyerapan tenaga kerja (Affandi, 2010).

Penelitian Affandi (2009) menunjukkan bahwa Kota Metro merupakan lokasi klaster agroindustri makanan terbesar di Propinsi Lampung berdasarkan kontribusi output dan indeks aglomerasi. Agroindustri makanan tersebut tersebar hampir di seluruh Kecamatan Kota Metro. Industri makanan yang berkembang adalah industri tahu dan tempe, industri pengolahan ubi kayu dan lainnya. Penyebaran agroindustri tahu tempe di Kota Metro dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah industri tahu dan tempe per kecamatan di Kota Metro tahun 2008

Kecamatan Jumlah Industri (Buah) Metro Pusat

Metro Utara Metro Barat Metro Timur Metro Selatan

13 15 17 14 15

Jumlah 74

Sumber : Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kota Metro, 2008.

Tabel 4 menunjukkan bahwa Kota Metro memiliki pengrajin tahu dan tempe sebanyak 74 agroindustri. Kecamatan di Kota Metro yang memiliki paling banyak pengrajin tahu dan tempe adalah Kecamatan Metro Barat dengan jumlah 17

agroindustri tahu dan tempe, sedangkan Kecamatan Metro Pusat memiliki jumlah agroindustri tahu dan tempe yang paling rendah yaitu sebanyak 13 agroindustri. Jumlah industri yang terdapat di Kecamatan Metro barat dapat dilihat pada Tabel 5.


(9)

Tabel 5. Jumlah industri tahu dan tempe per kelurahan di Kecamatan Metro Barat tahun 2008

Kelurahan Jumlah Industri (Buah) Mulyojati

Mulyosari Ganjar Agung Ganjar Asri

0 5 7 5

Jumlah 17

Sumber : Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kota Metro, 2008

Tabel 5 menunjukkan bahwa dari keempat kelurahan di Kecamatan Metro Barat, Kelurahan Ganjar Agung memiliki usaha industri tahu dan tempe terbanyak yaitu sebesar 17 usaha industri tahu dan tempe.

Tahu dan tempe merupakan bahan pangan yang penting karena permintaannya tinggi di masyarakat. Agroindustri tahu dan tempe tersebut mampu memberikan nilai tambah terhadap komoditas kedelai, dan merupakan sumber penghasilan dan

meningkatkan pendapatan rumah tangga pada agroindustri itu sendiri. Di samping itu, dengan adanya agroindustri tahu dan tempe dapat menyerap tenaga kerja tanpa harus memiliki keterampilan yang khusus guna mengurangi pengangguran tenaga kerja. Kedelai yang digunakan pada umumnya adalah kedelai import (Amerika) yang harganya berfluktuatif , tergantung dari nilai tukar dollar terhadap rupiah, sekarang sekitar Rp. 8.000/Kg. Selain kedelai, komponen produksi tahu dan tempe yang lain adalah bahan bakar (minyak tanah/kayu), air dan listrik. Komponen produksi tersebut sudah mengalami kenaikan harga yang cukup signifikan, sedangkan harga jual tempe khususnya di berbagai pasar tradisional relatif tidak berubah atau sulit di naikkan.


(10)

Akibatnya banyak pengusaha/pengrajin tempe (terutama yang pemula) yang berimprovisasi pada tahapan proses pembuatan untuk menekan biaya produksi. Improvisasi yang dilakukan para pengrajin, terutama pengrajin baru antara lain dalam hal pemanasan. Untuk menghemat jumlah pemakaian bahan bakar, pengrajin hanya melakukan satu kali pemanasan dari normal dua kali pemanasan serta waktu

pemanasan diperpendek. Fenomena di atas menggambarkan bahwa pengrajin tempe pun tidak mendapat tambahan keuntungan dengan melakukan improvisasi tersebut, karena di satu sisi mereka hanya menjaga keseimbangan produksi akibat naiknya harga semua komponen produksi, terutama yang sangat terasa adalah harga kedelai, sedangkan di sisi yang lain harga jual tempe kedelai di pasar tradisional sulit dinaikkan karena karakter konsumen tahu dan tempe memang demikian.

B. Identifikasi Masalah

Pada dasarnya kriteria fisik untuk menentukan industri kecil didasarkan pada : (1) Investasi modal untuk mesin – mesin dan peralatan kurang dari Rp 70.000.000,00. (2) investasi pertenaga kerja Rp 635.000,00 dan (3) Pemilik usaha hanya warga negara indonesia. Industri kecil dibagi dalam lima kelompok yang terdiri dari kelompok pengolahan pangan, kelompok kulit/sandang, kelompok logam dan jasa angkutan, kelompok kimia serat dan kelompok bahan bangunan umum (Bachtiar, 2003).

Pengertian agroindustri sebagai komponen dari sistem agribisnis merupakan industri yang mengolah bahan baku dari hasil pertanian menjadi bahan setengah jadi atau barang jadi. Oleh karena itu agroindustri mempunyai peranan yang sangat penting karena pada umumnya mampu menghasilkan nilai tambah dari produk segar hasil


(11)

pertanian. Kemajuan teknologi agroindustri dewasa ini bahkan mampu mendorong ke arah diversifikasi produk untuk memenuhi kebutuhan manusia maupun pengguna lainnya atau meningkatkan pangsa pasar hasil olahan.

Jumlah penduduk yang terus meningkat memerlukan adanya usaha-usaha pemenuhan pangan demi menjaga kelangsungan hidup. Usaha-usaha pemenuhan pangan tersebut dilakukan dengan cara pengolahan produk – produk pertanian menjadi barang

setengah jadi atau barang jadi. Pengolahan tersebut akan memberikan nilai tambah terhadap produk yang dihasilkan sehingga aka menambah pendapatan rumah tangga yang mengusahakan industri pengolahan tersebut.

Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50 persen dari konsumsi kedelai Indonesia dilakukan dalam bentuk tempe, 40 persen tahu, dan 10 persen dalam bentuk produk lain (seperti tauco, kecap, dan lain-lain). Konsumsi tempe rata-rata per orang per tahun di Indonesia saat ini diduga sekitar 6,45 kg. Harga kacang kedelai di tingkat petani berfluktuasi Rp3.500 - Rp5.500/ Kg, sedangkan di pasaran (impor) berkisar Rp 8.000/ Kg. Kenaikan harga bahan baku kedelai sangat berdampak pada kestabilan ekonomi dan kestabilan proses pembuatan yang dilakukan oleh para pengrajin tahu dan tempe. Dampak secara tidak langsung bagi konsumen adalah semakin rendahnya kualitas tahu dan tempe yang dihasilkan, yang diikuti dengan semakin rendahnya kualitas dan kuantitas zat gizi yang diasup.

Upaya untuk meningkatkan nilai tambah kedelai di dalam negeri dapat dilakukan melalaui perbaikan bentuk makanan berbahan baku kedelai, makanan segar dengan


(12)

kualitas polong maupun biji yang seragam, menarik, kuantitas dan kualitas biji untuk bahan baku industri cukup memadai. Makanan berbahan baku skedelai seperti tahu dan tempe kaya akan protein, bergizi tinggi dan menyehatkan. Hal ini yang harus diinformasikan kepada masyarakat, bahwa produk olahan kedelai seperti tahu dan tempe ini adalah salah satu alternatif makananan yang penuh gizi dengan harga terjangkau.

Tahu dan tempe memiliki nilai ekonomis, budaya dan gizi yang cukup strategis, maka permasalahan harga bahan baku kedelai yang semakin tidak terjangkau, akan menjadi permasalahan jangka panjang yang cukup serius dan harus segera diatasi, karena banyaknya personal yang terlibat dalam industri ini. Disamping itu, tahu dan tempe dikelola secara tradisional, tanpa disadari sedang mengalami kondisi monoton pada sisi olahan. Hal tersebut terjadi karena seluruh perajin tempe mengelola produk secara tradisional tanpa mengikuti perkembangan zaman. Selain itu, rasa tahu dan tempe juga tidak jauh beda dengan tahu dan tempe lainnya sehingga produk ini tidak punya nilai tawar, dengan demikian persaingan produk makanan tradisional tersebut bukan dari sisi kualitas tetapi murni karena harga. Untuk itu produsen tahu dan tempe harus bersaing dan kualitas tempe yang diproduksi harus memiliki nilai lebih diantaranya rasa lebih gurih dan higienis.

Harga jual tahu dan tempe telah lama tidak mengalami peningkatan yang signifikan, harga jual tahu dan tempe tidak sering melonjak. Produsen tahu dan tempe tidak dapat meningkatkan harga jual tahu dan tempe karena kondisi pasar dan konsumen tidak memungkinkan untuk menaikkan harga jual, meskipun dengan biaya produksi


(13)

yang terus melonjak. Masalah tersebut menimbulkan pertanyaan apakah pengrajin tahu dan tempe tidak mengalami kerugian dengan harga jual yang tidak sering

meningkat. Banyak pengrajin tahu dan tempe yang tidak mengetahui bahwa tahu dan tempe juga memiliki harga pokok produksi sebagai penentuan harga jual produk. Dengan adanya harga pokok tersebut, maka pengrajin dapat mngetahui berapa harga jual produk yang tidak merugikan usaha mereka, atau dengan kata lain dapat

menguntungkan. Permasalahan lainnya adalah apakah agroindustri tahu dan tempe tersebut menguntungkan dengan harga jual yang berlaku saat ini dan memberikan nilai tambah dalam proses pengolahannya serta mampu memberikan kontribusi terhadap pendapatan agroindustri tahu dan tempe.

Kota Metro merupakan salah satu kota di Propinsi Lampung yang banyak

mengusahakan agroindustri berbasis komoditi kedelai yaitu industri tahu dan tempe, dan terbentuk klaster industri pengolahan makanan. Terbentuknya klaster di Kota Metro dapat dikarenakan kedekatan lokasi pengolahan dengan sumber bahan baku, dan hubungan kekerabatan (terdapat orangtua dan anak yang tinggal berdekatan dan memiliki usaha pengolahan yang sama). Kecamatan Metro Barat memiliki pengrajin tahu dan tempe terbanyak di Kota Metro memiliki potensi dalam hal memberi nilai tambah dan meningkatkan pendapatan. Berdasarkan pemaparan di atas dapat diperoleh permasalahan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana nilai tambah yang diciptakan dengan adanya klaster agroindustri pengolahan tahu dan tempe ?

2. Berapa besar pendapatan yang diperoleh klaster agroindustri pengolahan tahu dan tempe ?


(14)

3. Berapa besar harga pokok produksi pada klaster agroindustri tahu dan tempe ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yang akan dicapai :

1. Mengetahui nilai tambah pada klaster agroindustri pengolahan tahu dan tempe. 2. Mengetahui besarnya pendapatan klaster agroindustri pengolahan tahu dan tempe. 3. Mengetahui harga pokok produksi pada klaster agroindustri tahu dan tempe.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk:

1. Pengrajin tahu dan tempe, sebagai masukan dalam menetapkan langkah-langkah usaha rumah tangganya dalam meningkatkan pendapatan usahanya.


(15)

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Klaster agroindustri tempe dan tahu di Kecamatan Metro Barat adalah usaha yang

menguntungkan. Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan kedelai menjadi tempe adalah sebesar Rp. 3.976,34 per kilogram kedelai atau sebesar 35,41 persen dan nilai tambah menjadi tahu pada klaster agroindustri ini adalah sebesar Rp. 4.555,81 per kilogram kedelai atau sebesar 35,46 persen.

2. Pendapatan rata-rata klaster agroindustri tempe dan tahu per bulan di Kecamatan Metro Barat adalah Rp. 1.807.478,44 untuk klaster agroindustri tempe dan sebesar Rp3.774.558,45 untuk klaster agroindustri tahu.

3. Harga pokok produksi tempe dan tahu yang dihasilkan oleh pengrajin tempe adalah Rp. 4.502,83, dan Rp8.039,63 untuk agroindustri tahu.

B. Saran

1. Untuk meningkatkan pendapatan klaster agroindustri tahu dan tempe, pengrajin harus menggunakan seluruh bahan pendukung dalam proses produksi secara tepat.


(16)

2. Peneliti lain diharapkan dapat melanjutkan penelitian ini, untuk mengetahui apakah klaster agroindustri tahu dan tempe ini dapat lebih dikembangkan dan usaha –usaha yang harus dilakukan oleh pengrajin agar dapat meningkatkan pendapatan agroindustri ini.


(1)

pertanian. Kemajuan teknologi agroindustri dewasa ini bahkan mampu mendorong ke arah diversifikasi produk untuk memenuhi kebutuhan manusia maupun pengguna lainnya atau meningkatkan pangsa pasar hasil olahan.

Jumlah penduduk yang terus meningkat memerlukan adanya usaha-usaha pemenuhan pangan demi menjaga kelangsungan hidup. Usaha-usaha pemenuhan pangan tersebut dilakukan dengan cara pengolahan produk – produk pertanian menjadi barang

setengah jadi atau barang jadi. Pengolahan tersebut akan memberikan nilai tambah terhadap produk yang dihasilkan sehingga aka menambah pendapatan rumah tangga yang mengusahakan industri pengolahan tersebut.

Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50 persen dari konsumsi kedelai Indonesia dilakukan dalam bentuk tempe, 40 persen tahu, dan 10 persen dalam bentuk produk lain (seperti tauco, kecap, dan lain-lain). Konsumsi tempe rata-rata per orang per tahun di Indonesia saat ini diduga sekitar 6,45 kg. Harga kacang kedelai di tingkat petani berfluktuasi Rp3.500 - Rp5.500/ Kg, sedangkan di pasaran (impor) berkisar Rp 8.000/ Kg. Kenaikan harga bahan baku kedelai sangat berdampak pada kestabilan ekonomi dan kestabilan proses pembuatan yang dilakukan oleh para pengrajin tahu dan tempe. Dampak secara tidak langsung bagi konsumen adalah semakin rendahnya kualitas tahu dan tempe yang dihasilkan, yang diikuti dengan semakin rendahnya kualitas dan kuantitas zat gizi yang diasup.

Upaya untuk meningkatkan nilai tambah kedelai di dalam negeri dapat dilakukan melalaui perbaikan bentuk makanan berbahan baku kedelai, makanan segar dengan


(2)

kualitas polong maupun biji yang seragam, menarik, kuantitas dan kualitas biji untuk bahan baku industri cukup memadai. Makanan berbahan baku skedelai seperti tahu dan tempe kaya akan protein, bergizi tinggi dan menyehatkan. Hal ini yang harus diinformasikan kepada masyarakat, bahwa produk olahan kedelai seperti tahu dan tempe ini adalah salah satu alternatif makananan yang penuh gizi dengan harga terjangkau.

Tahu dan tempe memiliki nilai ekonomis, budaya dan gizi yang cukup strategis, maka permasalahan harga bahan baku kedelai yang semakin tidak terjangkau, akan menjadi permasalahan jangka panjang yang cukup serius dan harus segera diatasi, karena banyaknya personal yang terlibat dalam industri ini. Disamping itu, tahu dan tempe dikelola secara tradisional, tanpa disadari sedang mengalami kondisi monoton pada sisi olahan. Hal tersebut terjadi karena seluruh perajin tempe mengelola produk secara tradisional tanpa mengikuti perkembangan zaman. Selain itu, rasa tahu dan tempe juga tidak jauh beda dengan tahu dan tempe lainnya sehingga produk ini tidak punya nilai tawar, dengan demikian persaingan produk makanan tradisional tersebut bukan dari sisi kualitas tetapi murni karena harga. Untuk itu produsen tahu dan tempe harus bersaing dan kualitas tempe yang diproduksi harus memiliki nilai lebih diantaranya rasa lebih gurih dan higienis.

Harga jual tahu dan tempe telah lama tidak mengalami peningkatan yang signifikan, harga jual tahu dan tempe tidak sering melonjak. Produsen tahu dan tempe tidak dapat meningkatkan harga jual tahu dan tempe karena kondisi pasar dan konsumen tidak memungkinkan untuk menaikkan harga jual, meskipun dengan biaya produksi


(3)

yang terus melonjak. Masalah tersebut menimbulkan pertanyaan apakah pengrajin tahu dan tempe tidak mengalami kerugian dengan harga jual yang tidak sering

meningkat. Banyak pengrajin tahu dan tempe yang tidak mengetahui bahwa tahu dan tempe juga memiliki harga pokok produksi sebagai penentuan harga jual produk. Dengan adanya harga pokok tersebut, maka pengrajin dapat mngetahui berapa harga jual produk yang tidak merugikan usaha mereka, atau dengan kata lain dapat

menguntungkan. Permasalahan lainnya adalah apakah agroindustri tahu dan tempe tersebut menguntungkan dengan harga jual yang berlaku saat ini dan memberikan nilai tambah dalam proses pengolahannya serta mampu memberikan kontribusi terhadap pendapatan agroindustri tahu dan tempe.

Kota Metro merupakan salah satu kota di Propinsi Lampung yang banyak

mengusahakan agroindustri berbasis komoditi kedelai yaitu industri tahu dan tempe, dan terbentuk klaster industri pengolahan makanan. Terbentuknya klaster di Kota Metro dapat dikarenakan kedekatan lokasi pengolahan dengan sumber bahan baku, dan hubungan kekerabatan (terdapat orangtua dan anak yang tinggal berdekatan dan memiliki usaha pengolahan yang sama). Kecamatan Metro Barat memiliki pengrajin tahu dan tempe terbanyak di Kota Metro memiliki potensi dalam hal memberi nilai tambah dan meningkatkan pendapatan. Berdasarkan pemaparan di atas dapat diperoleh permasalahan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana nilai tambah yang diciptakan dengan adanya klaster agroindustri pengolahan tahu dan tempe ?

2. Berapa besar pendapatan yang diperoleh klaster agroindustri pengolahan tahu dan tempe ?


(4)

3. Berapa besar harga pokok produksi pada klaster agroindustri tahu dan tempe ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yang akan dicapai :

1. Mengetahui nilai tambah pada klaster agroindustri pengolahan tahu dan tempe. 2. Mengetahui besarnya pendapatan klaster agroindustri pengolahan tahu dan tempe. 3. Mengetahui harga pokok produksi pada klaster agroindustri tahu dan tempe.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk:

1. Pengrajin tahu dan tempe, sebagai masukan dalam menetapkan langkah-langkah usaha rumah tangganya dalam meningkatkan pendapatan usahanya.


(5)

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Klaster agroindustri tempe dan tahu di Kecamatan Metro Barat adalah usaha yang

menguntungkan. Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan kedelai menjadi tempe adalah sebesar Rp. 3.976,34 per kilogram kedelai atau sebesar 35,41 persen dan nilai tambah menjadi tahu pada klaster agroindustri ini adalah sebesar Rp. 4.555,81 per kilogram kedelai atau sebesar 35,46 persen.

2. Pendapatan rata-rata klaster agroindustri tempe dan tahu per bulan di Kecamatan Metro Barat adalah Rp. 1.807.478,44 untuk klaster agroindustri tempe dan sebesar Rp3.774.558,45 untuk klaster agroindustri tahu.

3. Harga pokok produksi tempe dan tahu yang dihasilkan oleh pengrajin tempe adalah Rp. 4.502,83, dan Rp8.039,63 untuk agroindustri tahu.

B. Saran

1. Untuk meningkatkan pendapatan klaster agroindustri tahu dan tempe, pengrajin harus menggunakan seluruh bahan pendukung dalam proses produksi secara tepat.


(6)

2. Peneliti lain diharapkan dapat melanjutkan penelitian ini, untuk mengetahui apakah klaster agroindustri tahu dan tempe ini dapat lebih dikembangkan dan usaha –usaha yang harus dilakukan oleh pengrajin agar dapat meningkatkan pendapatan agroindustri ini.