HARGA POKOK PRODUKSI, NILAI TAMBAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI MARNING DI KECAMATAN GEDONG TATAAN KABUPATEN PESAWARAN

(1)

ABSTRAK

HARGA POKOK PRODUKSI, NILAI TAMBAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI MARNING

DI KECAMATAN GEDONG TATAAN KABUPATEN PESAWARAN

Oleh

Dwi Rizky Agustina

Penelitian ini bertujuan untuk (1) menghitung harga pokok produksi, (2) menghitung proporsi nilai tambah, (3) identifikasi prospek pengembangan agroindustri marning jika diusahakan lebih lanjut. Penelitian ini dilakukan di Desa Karang Anyar Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran yang dipilih secara sengaja. Penelitian ini menggunakan metode sensus dalam menentukan sampel, dengan alat analisis metode variable costing, metode full costing, metode hayami, dan identifikasi faktor internal dan faktor eksternal. Responden berjumlah 27 pengolah marning. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya produksi agroindustri marning dengan metode variable costing adalah Rp9.634,76 dan metode full costing adalah Rp9.809,55. Harga pokok produksi tersebut merupakan jumlah biaya yang digunakan dalam memproduksi perkilogram marning. Nilai tambah yang dihasilkan oleh agroindustri marning adalah Rp3.715,88 per kilogram. Persentase imbalan tenaga kerja terhadap nilai tambah adalah 53,15 persen dan persentase keuntungan pemilik agroindustri marning adalah 46,85 persen dari nilai tambah. Agroindustri marning dalam penelitian ini memiliki prospek yang baik jika dilihat dari identifikasi terhadap ketersediaan bahan baku yang melimpah, ketersediaan tenaga kerja yang cukup, penawaran marning yang selalu tersedia, sedikit pesaing, daerah pemasaran produk yang cukup luas, dukungan yang baik dari masyarakat, dan dukungan pemerintah yang memadai.

Kata Kunci : agroindustri, harga pokok produksi, marning, nilai tambah, prospek pengembangan


(2)

ABSTRACT

THE COST OF PRODUCTION, ADDED VALUE, AND DEVELOPMENT

PROSPECTS OF MARNING AGROINDUSTRY IN GEDONG TATAAN

SUBDISTRICT PESAWARAN REGENCY

By

Dwi Rizky Agustina

The research aimed to (1) count the cost of production, (2) count the proportion of the added value, (3) identification of agroindustry development prospects marning if cultivated more.This research was conducted in Karang Anyar village Gedong Tataan Subdistrict Pesawaran Regency, research location determined by purposive. This research used census method in determined the sample, methods of data analysis using variable costing method, a full costing method, the method hayami, and identification of internal factors and external factors. Respondents totalled 27 marning home industry. The results showed that the production cost of marning agroindustry with variable costing method was Rp9,634.76 and the method of full costing was Rp9,809.55. The cost of production was amount of costs that used in produced perkilogram of marning. The added value by the marning agroindustry was Rp3,715.88 per kilogram. Percentage of labor remuneration to the added value was 53.15 percent and the percentage of owners marning agroindustry profits was 46.85 percent of the added value. Marning agroindustry has good prospects when views from the identification of the availability of abundant raw materials, enough labor availability, supply of marning which always available, little of competitors, region of product marketing which sufficient extensive, good support of community, and government’s support which adequate.

Keywords : added value, agroindustry, development prospects, marning, the cost of production.


(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 20 Agustus 1992 adalah putri kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Lukito ST dan Ibu Susilawati. Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar kelas 1 sampai kelas 5 di SD Taman Siswa Teluk Betung Bandar Lampung dan kelas 6 di SD Negeri 3 Sungai Langka pada tahun 2004, kemudian

menyelesaikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 26 Bandar Lampung pada tahun 2007, dan menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 16 Bandar Lampung pada tahun 2010. Penulis diterima di Universitas Lampung, Fakultas Pertanian, Jurusan Agribisnis pada tahun 2010 melalui jalur Ujian Mandiri (UM).

Penulis melakukan kegiatan Homestay di Kecamatan Adi Luwih Kabupaten Pringsewu pada tahun 2011, Praktik Umum (PU) di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung, dan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa

Waringinsari Timur Kabupaten Pringsewu pada tahun 2013. Penulis pernah menjadi Surveyor Konsumen periode Januari – Maret 2014 di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung.


(7)

SANWACANA

Bismillahirohmanirrohim,

Segala puji hanya kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada Muhammad Rasulullah SAW sebagai nabi terakhir pembawa Islam rahmat bagi semesta alam yang telah memberikan keteladan dalam setiap kehidupan.

Dalam penyelesaian skripsi yang berjudul “Harga Pokok Produksi, Nilai Tambah, dan Prospek Pengembangan Agroindustri Marning di Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran”, telah banyak pihak yang telah

memberikan sumbangsih, bantuan, nasehat, serta saran-saran yang membangun, karena itu dengan segenap kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga nilainya kepada :

1. Kedua orang tua tercinta, Bapak Lukito ST dan Ibu Susilawati atas do’a, kesabaran, nasehat, dan kasih sayang yang tak bertepi, serta kakakku Lusy Wulan Fariska, adikku Agung Budi Santoso, dan keponakan-keponakan ku Aliya Umma dan Muhammad Farhan Ramadhan, terimakasih atas dorongan semangat dan dukungan yang telah diberikan.

2. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S, sebagai Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.


(8)

4. Dr. Ir. Hanung Ismono, M.P., sebagai Dosen Pembimbing Utama, atas bimbingan, masukan, arahan, nasehat, dan segala bantuan yang telah diberikan.

5. Ir. Adia Nugraha, M.S., sebagai Dosen Pembimbing Kedua, atas bimbingan, masukan, arahan, nasehat, dan segala bantuan yang telah diberikan.

6. Ir. Suriaty Situmorang, M.Si., sebagai Dosen Pembahas, atas bimbingan, masukan, arahan, nasehat, dan segala bantuan yang telah diberikan.

7. Dr.Ir. Sudarma Widjaya, M.S., sebagai Dosen Pembimbing Akademik, atas bimbingan, masukan, arahan, nasehat, dan segala bantuan yang telah diberikan.

8. Seluruh Dosen Fakultas Pertanian, khususnya Jurusan Agribisnis Pertanian atas semua ilmu yang telah diberikan selama penulis menjadi mahasiswi di Universitas Lampung.

9. Karyawan di Jurusan Agribisnis Pertanian (Mba Iin, Mba Ayi, Mas Boim, Mas Bo, dan Mas Kardi) atas semua bantuan yang telah diberikan.

10.Sahabat seperjuangan yang selalu ada dalam suka maupun duka, Hani Fitria Anggraini, Aria Juwita, Sinta Dias Dewantary, Nidya Wanda, S.P., Rizky Ramdhani PN, Faizal Aulia Arbianto, dan Andhika Praditya, atas

kebersamaannya dalam mendengarkan keluh kesah dan berbagi canda tawa. 11.Bambang Tri Mulyadi, yang telah banyak membantu dalam penulisan skripsi

ini, selalu menemani dan meluangkan waktu dalam memberi dukungan, perhatian, dan semangat.


(9)

Neno S.P., Tania, Ita, Ludi Satria, S.P., Andini, Fitri, Ova, Marcel, Asih, Riza, Riyando, Danny Imam, Dani Pramaditya, Yondra, Reza, Kurnisa Ayi, S.P., dkk) yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

13.Seluruh kakak tingkat angkatan 2009, 2008, dan 2007 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih atas pengalaman yang pernah diberikan. 14.Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu

demi terselesainya skripsi ini.

Semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik dari yang terbaik dari atas segala bantuan yang telah diberikan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Akan tetapi sangat besar harapan Penulis bahwa skripsi yang sederhana ini dapat memberikan manfaat bagi yang membutuhkan, aamiin..

Bandar Lampung, Februari 2015


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 14

C. Kegunaan Penelitian ... 15

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 16

A. Tinjauan Pustaka ... 16

1. Marning Jagung ... 16

2. Konsep Agribisnis dan Agroindustri ... 17

3. Harga Pokok Produksi (HPP) ... 20

4. Nilai Tambah ... 25

5. Prospek Pengembangan ... 29

B. Kajian Penelitian Terdahulu ... 31

C. Kerangka Pemikiran ... 34

III. METODE PENELITIAN ... 38

A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional ... 38

B. Lokasi, Responden, dan Waktu Penelitian ... 43

C. Metode Pengumpulan Data ... 44

D. Metode Pengolahan dan Analisis Data... 45

1. Analisis Penentuan Harga Pokok Produksi (HPP)... . 46

2. Analisis Nilai Tambah Metode Hayami ... .. 49


(11)

B. Gambaran Umum Mengenai Industri... 57

C. Letak Geografis Daerah Penelitian ... 60

D. Potensi Demografi Daerah Penelitian ... 62

E. Potensi Ekonomi Daerah Penelitian ... 63

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 64

A. Keadaan Umum Responden ... 64

1.Umur Responden ... 64

2.Tingkat Pendidikan Responden... 65

3.Pengalaman Usaha ... 66

4.Jumlah Tanggungan Keluarga... 67

5.Suku/Etnis ... 68

B. Agroindustri Marning ... 68

1.Penyediaan Fasilitas Produksi Agroindustri Marning... 68

2.Proses Pembuatan Marning ... 77

3.Tata Letak Agroindustri Marning ... 83

4.Biaya Agroindustri Marning ... 84

5.Pendapatan Agroindustri Marning ... 87

6.Harga Pokok Produksi Marning ... 89

7.Analisis Nilai Tambah Agroindustri Marning ... 93

8.Identifikasi Prospek Pengembangan Agroindsurti Marning ... 98

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 110

A. Kesimpulan ... 110

B. Saran ... 111

DAFTAR PUSTAKA ... 112


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Lampung menurut

lapangan usaha di bidang pertanian atas dasar harga konstan 2000

tahun 2010 – 2012 ... 1

2. Kadar Kalori, Protein, dan Hidrat Arang Pada Bahan Makanan Mentah... 2

3. Pelaku UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) di Kabupaten Pesawaran ... 5

4. Banyaknya Unit Usaha Industri Kecil, Menengah dan Besar di Kabupaten Pesawaran Menurut Jenisnya Tahun 2011... 5

5. Banyaknya Tenaga Kerja Industri Kecil, Menengah dan Besar di Kabupaten Pesawaran Menurut Jenisnya Tahun 2011... 6

6. Banyaknya Industri Kerajinan Rakyat Jenis Industri Makanan Menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Gedong Tataan, 2011... 9

7. Industri Makanan di Desa Karang Anyar 2012 ... 44

8. Harga pokok produksi menggunakan variable costing... 47

9. Harga pokok produksi menggunakan full costing... 49

10. Tahapan Analisis Nilai Tambah Metode Hayami... 50

11. Banyaknya Perusahaan, Tenaga Kerja, Investasi, Dan Nilai Produksi Menurut Kode Industry Di Kabupaten Pesawaran, 2012 ... 58

12. Luas Lahan Berdasarkan Penggunaannya di Desa Karang Anyar, 2012 ... 61


(13)

15. Sebaran Umur Responden, 2014 ... 64

16. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan, 2014 ... 66

17. Sebaran Responden Berdasarkan Pengalaman Usaha, 2014 ... 67

18. Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga, 2014 ... 67

19. Kebutuhan Bahan Baku Responden ... 71

20. Jumlah HOK Berdasarkan Jenis Pekerjaan Produksi ... 74

21. Biaya Investasi Agroindustri Marning... 85

22. Biaya Variabel Agroindustri Marning... 86

23. Pendapatan Agroindustri Marning... 88

24. Harga Pokok Produksi Marning Di Desa Karang Anyar Dengan Metode Variabel Costing, 2014 ... 91

25. Harga Pokok Produksi Marning Di Desa Karang Anyar Dengan Metode Full Costing, 2014 ... 92

26. Analisis Nilai Tambah Agroindustri Marning Di Desa Karang Anyar, 2014 ... 95

27. Kebutuhan Bahan Baku Produksi Marning ... 99

28. Luas panen, Produksi, dan Produktivitas Jagung Menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Gedung Tataan,2012... 100

29. Jumlah Produksi Marning Per bulan ... 103

30. Identitas Responden Agroindustri Marning di Desa Karang Anyar ... 117

31. Data Modal Awal (Investasi Awal) Pengrajin marning ... 118

32. Data Investasi Agroindustri Marning ... 119

33. Data Biaya Penyusutan Peralatan Agroindustri Marning... 123


(14)

37. Data Pemakaian Tenaga Kerja Agroindustri Marning ... 135 38. Biaya transportasi, listrik, dan telepon agroindustri marning ... 138 39. Harga Pokok Produksi Agroindustri Marning

Dengan Metode Variabel Costing ... 139 40. Biaya Penyusutan Anuitas ... 140 41. Harga Pokok Produksi Agroindustri Marning

Dengan Metode Full Costing ... 141 42. Analisis Nilai Tambah Agroindustri Marning... 142


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Tahapan pembuatan marning jagung... 17 2. Bagan alir analisis harga pokok produksi, nilai tambah,

dan prospek pengembangan agroindustri marning di Desa

Karang Anyar Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran... 37 3. Bagan Alir Proses Pembuatan Jagung Menjadi Marning... 78 4. Tata Letak Agroindustri Marning... 84


(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Sektor pertanian bagi negara berkembang seperti Indonesia merupakan

landasan perekonomian yang penting, karena Indonesia memiliki sumber daya yang mendukung, serta hampir sebagian besar penduduk Indonesia bekerja sebagai petani. Berdasarkan hal tersebut, pemerintah sangat menaruh perhatian yang besar pada setiap upaya yang dilakukan guna memacu

perkembangan sektor pertanian. Tidak hanya di Indonesia, sektor pertanian di Provinsi Lampung memiliki peranan dalam menunjang perekonomian di Indonesia. Sektor pertanian memiliki kontribusi terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebesar 16.242.780 juta rupiah pada tahun 2012 dan angka tersebut selalu mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. PDRB di Provinsi Lampung pada sektor pertanian dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Lampung menurut lapangan usaha di bidang pertanian atas dasar harga konstan 2000 (Juta Rupiah) Tahun 2012

No Lapangan Usaha 2010 2011 2012

1 Tanaman Bahan makanan 7.060.767 7.485.660 7.709.773

2 Tanaman Perkebunan 3.684.782 3.708.425 3.920.741

3 Peternakan dan hasilnya 1.649.024 1.875.265 2.006.568

4 Kehutanan 155.822 155.227 165.470

5 Perikanan 2.301.005 2.363.004 2.440.227

Pertanian 14.851.400 15.587.581 16.242.780


(17)

Tabel 1 menunjukkan bahwa besarnya kontribusi dari subsektor pertanian terhadap PDRB Provinsi Lampung setiap tahunnya mengalami peningkatan. Dapat dilihat dari Tabel 1 bahwa subsektor tanaman bahan makanan

menyumbangkan nilai tertinggi dibandingkan dengan subsektor lainnya dan subsektor bahan makanan terus mengalami peningkatan selama 3 tahun

terakhir sehingga subsektor tanaman bahan makanan sangat perlu diperhatikan dan dikembangkan guna menunjang keberhasilan perekonomian di Provinsi Lampung (Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2013).

Jagung sebagai salah satu jenis tanaman pangan yang memiliki banyak manfaat antara lain untuk bahan baku utama industri pakan, industri pangan, dan konsumsi langsung. Komoditas jagung dikenal sebagai bahan makanan pokok substitusi beras, karena kadar kalori yang hampir menyamai beras. Selain itu juga, jagung merupakan sumber protein yang penting dalam menu masyarakat Indonesia. Kadar kalori, protein, dan hidrat arang pada jagung dapat dilihat dalam Tabel 2.

Tabel 2. Kadar Kalori, Protein, dan Hidrat Arang Pada Berbagai Bahan Makanan Mentah (Dalam 100 Gram)

Bahan Mentah Kalori (kal)

Protein (gram)

Karbohidrat (gram)

Beras/Padi 350 8 73

Jagung 320 8 63

Ubi kayu basah 136 1,2 32

Gaplek tepung 352 1,5 85

Ketela rambat 125 1,8 28

Kentang 85 2 19

Sagu 341 0 85

Cantel 304 9 58


(18)

Kandungan gizi utama jagung adalah pati (72-73%), dengan nisbah amilosa dan amilopektin 25-30% : 70-75%, namun pada jagung pulut (waxy maize) memiliki nisbah 0-7% : 93-100%. Kadar gula sederhana jagung (glukosa, fruktosa, dan sukrosa) berkisar antara 1-3%. Protein jagung (8-11%) terdiri atas lima fraksi, yaitu: albumin, globulin, prolamin, glutelin, dan nitrogen nonprotein. Asam lemak pada jagung meliputi asam lemak jenuh (palmitat dan stearat) serta asam lemak tidak jenuh, yaitu oleat (omega 9) dan linoleat (omega 6). Lemak jagung terkonsentrasi pada lembaga, sehingga dari sudut pandang gizi dan sifat fungsionalnya, jagung utuh lebih baik daripada jagung yang lembaganya telah dihilangkan (Suarni dan Widowati, 2008)

Langkah dalam meningkatkan kesejahteraan petani, sudah sejak lama dikenal kosep agroindustri, yang intinya merupakan upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi dan nilai tambah sektor pertanian. Pelaksanaannya melalui penerapan berbagai inovasi teknologi, sosial dan ekonomi. Jika pertumbuhan agroindustri terus dipacu, maka kontribusinya terhadap perekonomian nasional bisa makin dominan.

Pengembangan agroindustri yang berbasis pada masyarakat perdesaan merupakan salah satu contoh kegiatan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang dapat menjadi pilihan yang strategis dalam menanggulangi permasalahan ekonomi dan pengentasan kemiskinan di pedesaan. Sudah selayaknya agroindustri masa kini lebih berorientasi pada upaya untuk memacu pertumbuhan ekonomi sebagian besar penduduk, dengan kata lain menitik-beratkan pada aspek pemerataan. Menurut Menteri Koperasi dan


(19)

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Syarief Hasan (2014), pertumbuhan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) terus meningkat dari tahun ke tahun sehingga mampu mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan di Indonesia. Jumlah UMKM saat ini mencapai 56,5 juta unit, dan 98,9 persen adalah usaha mikro, sedangkan jumlah koperasi di Indonesia mencapai 200.808 unit.

Pertumbuhan agroindustri di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup meningkat setiap tahunnya. Terbukti dengan banyaknya produk bahan olahan hasil agroindustri yang tersebar di warung-warung maupun di pasar dan swalayan. Kesadaran masyarakat dalam memvariasikan makanan dalam berbagai bentuk ikut membantu mengembangkan pertumbuhan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Provinsi Lampung khususnya di Kabupaten Pesawaran. Tersedianya hasil bumi yang melimpah di Kabupaten Pesawaran dapat menjadi modal yang baik dalam agroindustri. Semakin banyaknya pertumbuhan UMKM di Kabupaten Pesawaran didukung karena adanya hasil bumi yang melimpah di kabupaten tersebut.

Kabupaten Pesawaran merupakan kabupaten yang baru berdiri di Provinsi Lampung, walaupun begitu perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) pada kabupaten ini tumbuh dengan cukup baik dalam mengembangkan perekonomian rakyat. Setiap kecamatan di kabupaten ini pun memiliki keunggulan kerajinan rakyat sendiri. Pelaku UMKM yang ada di Kabupaten Pesawaran banyak terdapat di Kecamatan Gedong Tataan,


(20)

karena hasil bumi yang dimiliki oleh kecamatan Gedong Tataan berpotensi baik untuk dikembangkan dan diolah.

Tabel 3. Pelaku UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) di Kabupaten Pesawaran per 31 Desember 2012

No Kecamatan Jumlah UMKM

1 Gedong Tataan 1044

2 Negeri Katon 218

3 Kedondong 643

4 Way Lima 148

5 Punduh Pedada 126

6 Padang Cermin 553

7 Tegineneng 342

Jumlah 3074

Sumber : Dinas Koperasi, Perindustrian, & Perdagangan Kabupaten Pesawaran, 2013

Tabel 3 menunjukkan terdapat 1044 pelaku UMKM yang tersebar di Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran. Hal ini menunjukkan bahwa kemajuan UMKM di Kabupaten Pesawaran khususnya di Kecamatan Gedung Tataan semakin baik. Data mengenai jumlah unit usaha industri kecil, menengah, dan besar dalam industri pengolahan di Kabupaten Pesawaran dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Banyaknya Unit Usaha Industri Kecil, Menengah dan Besar di Kabupaten Pesawaran Menurut Jenisnya tahun 2012

No Jenis Industri Kelompok Industri Jumlah

Kecil Menengah Besar

1 Agroindustri 2035 17 8 2060

2 Industri Pengolahan lain

989 21 4 1014

Jumlah 3024 38 12 3074

Sumber : Dinas Koperasi, Perindustrian, & Perdagangan Kabupaten Pesawaran, 2013


(21)

Agroindustri di Kabupaten Pesawaran secara keseluruhan telah diusahakan oleh sebanyak 2035 unit usaha industri atau sebesar 66,20 persen dari jumlah total industri di Kabupaten Pesawaran. Hal ini menunjukkan bahwa

agroindustri di kabupaten tersebut telah menjadi jenis industri yang banyak diusahakan pada kelompok industri kecil. Industri kecil tersebut hanya memerlukan investasi yang relatif lebih rendah di bandingkan dengan investasi yang digunakan pada kelompok industri menengah dan besar. Tingkat penyerapan tenaga kerja pada sektor industri pengolahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Banyaknya Tenaga Kerja Industri Kecil, Menengah dan Besar di Kabupaten Pesawaran Menurut Jenisnya Tahun 2012

No Jenis Industri Kelompok Industri Jumlah

Kecil Menengah Besar

1 Agroindustri 5.050 139 547 5.736

2 Industri Pengolahan lain

6.672 408 112 7.192

Jumlah 11.722 547 659 12.928

Sumber : Dinas Koperasi, Perindustrian, & Perdagangan Kabupaten Pesawaran, 2013

Tabel 5. menunjukkan bahwa agroindustri memiliki tingkat penyerapan tenaga kerja sebesar 44,36 persen dari jumlah keseluruhan tenaga kerja yang terserap di sektor industri pengolahan secara umum di Kabupaten Pesawaran. Hal tersebut merupakan hal yang cukup baik dalam hal penyerapan tenaga kerja.

Masyarakat semakin menyadari bahwa dengan adanya pengolahan terhadap tanaman pertanian dapat menambah nilai tambah terhadap tanaman pertanian tersebut yang menghasilkan nilai jual yang lebih tinggi di pasar dan adanya pengolahan tersebut juga dapat menyerap tenaga kerja di lingkungan sekitar


(22)

agroindustri. Jumlah tenaga kerja yang tersedia di pedesaan cukup banyak, karena rata-rata masyarakat di pedesaan banyak yang putus sekolah sehingga memiliki pendidikan yang rendah untuk bersaing mendapatkan pekerjaan yang layak.

Agroindustri skala mikro telah banyak diusahakan dan telah terbukti memberikan persentase laju pertumbuhan PDRB yang tinggi. Kontribusi penyerapan tenaga kerja dari agroindustri juga cukup besar di Kabupaten Pesawaran. Keadaan agroindustri di Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran yang baik secara umum didukung oleh ketersediaan bahan baku jagung di Provinsi Lampung yang cukup besar. Hal-hal tersebut merupakan alasan yang baik untuk mengembangkan usaha agroindustri jagung skala kecil di Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran.

Perkembangan agroindustri di Kabupaten Pesawaran membantu meningkatkan penghasilan masyarakatnya yang mayoritas adalah petani. Menurut

masyarakat di lokasi penelitian, Kecamatan Gedong Tataan merupakan salah satu kecamatan yang memiliki potensi sumber daya alam yang cukup

berlimpah untuk diolah. Gedong Tataan yang merupakan Ibu Kota dari Kabupaten Pesawaran, merupakan salah satu kecamatan yang memiliki banyak agroindustri yang terus berkembang.

Kecamatan Gedong Tataan memiliki pusat agroindustri makanan, dimana makanan yang telah diproduksi mampu bersaing di pasar. Desa Karang Anyar merupakan desa sentra agroindustri makanan yang terletak di Kecamatan Gedong Tataan. Desa Karang Anyar mampu menghasilkan volume olahan


(23)

makanan dari bahan baku pertanian yang lebih banyak dibandingkan dengan desa-desa lain yang merupakan desa pesaingnya.

Salah satu usaha pengolahan jagung adalah agroindustri marning. Marning adalah sejenis makanan ringan (snack) yang terbuat dari jagung dan dapat dikonsumsi setelah melalui proses pengolahan sederhana. Pengolahan sederhana tersebut antara lain perendaman, perebusan, pengeringan, dan penggorengan. Hasil olahan jagung tersebut tergolong ke dalam makanan khas tradisional Indonesia. Rasa dan bentuk marning jagung sangat familiar di masyarakat. Terdapat berbagai rasa marning yang di produksi oleh agroindustri marning di Desa Karang Anyar.

Secara ilmiah, marning dikenal sebagai makanan ringan yang tidak

membahayakan kesehatan tubuh. Hal tersebut disebabkan cemaran aflatoksin pada marning umumnya rendah diperkirakan karena efek perendaman dengan air kapur saat pengolahan yang dapat menurunkan kandungan aflatoksin cukup signifikan dari bahan dasar. Aflatoksin adalah zat yang bersifat toksik (meracuni tubuh) yang diakibatkan oleh kontaminasi kapang Aspergillus flavus yang banyak menyerang hasil pertanian kacang-kacangan, biji-bijian, serealia, bahkan bumbu-bumbu yang memiliki kadar air tinggi (> 12%). Aflatoksin yang sudah mencemari bahan pangan sulit untuk dihilangkan (Rahayu, 2009).

Adanya pengolahan dari jagung menjadi marning dalam berbagai rasa dan bentuk menghasilkan nilai tambah. Marning digemari oleh semua kalangan tanpa batas usia maupun batas status sosial. Semakin banyaknya masyarakat


(24)

yang menyukai marning, maka semakin meningkatnya permintaan terhadap marning yang menyebabkan semakin banyak pula pengolah marning. Banyaknya industri kerajinan rakyat jenis makanan di Kecamatan Gedong Tataan dapat dilihat pada Tabel 6 menurut desa/kelurahan.

Tabel 6. Banyaknya Industri Kerajinan Rakyat Jenis Industri Makanan Menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Gedong Tataan, 2012.

No Desa/Kelurahan Produsen

1 Padang Ratu 0

2 Cipadang 3

3 Pampangan 0

4 Waylayap 0

5 Sukadadi 0

6 Bogorejo 0

7 Sukaraja 6

8 Gedong Tataan 4

9 Kutoarjo 7

10 Karang Anyar 102

11 Bagelen 8

12 Kebagusan 5

13 Wiyono 10

14 Tamansari 8

15 Bernung 4

16 Sungai Langka 5

17 Negeri Sakti 15

18 Kurungannyawa 10

19 Sukabanjar 6

Jumlah 193

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2013

Tabel 6 menunjukkan Desa Karang Anyar memiliki 102 produsen makanan olahan, dimana jumlah tersebut lebih banyak dibandingkan desa lainnya. Banyaknya produsen makanan olahan di Desa Karang Anyar ini yang menyebabkan desa ini sebagai sentra agroindustri makanan di Kabupaten Pesawaran. Desa Karang Anyar merupakan salah satu desa tertinggal di Kecamatan Gedong Tataan. Sebagai desa tertinggal, Desa Karang Anyar


(25)

memiliki tingkat rumah tangga miskin sebanyak 42,95 persen dari total penduduk desa tersebut (Badan Pusat Statistik, 2013). Desa Karang Anyar memiliki potensi dalam pengembangan agroindustri meskipun dengan keadaannya sebagai desa tertinggal.

Desa Karang Anyar secara wilayah administratif memiliki cukup produksi jagung, akan tetapi desa bila ketersediaan jagung kurang memenuhi kebutuhan pengolah marning, maka pengolah marning dapat membeli jagung di

Kecamatan Negeri Katon yang berdekatan dengan Desa Karang Anyar. Kecamatan Negeri Katon merupakan daerah sebagai penghasil jagung terbesar kedua di Kabupaten Pesawaran (Badan Pusat Statistik, 2013). Agroindustri kecil marning di Desa Karang Anyar memiliki backward lingkages yang baik dalam artian bahwa agroindustri kecil marning di desa tersebut memiliki keterkaitan yang baik terhadap bahan baku.

Adanya agroindustri memberikan nilai tambah terhadap tanaman hasil

pertanian, sehingga hasil olahan dari agroindustri tersebut menciptakan harga jual yang tinggi di pasar. Istilah nilai tambah (added value) sebenarnya menggantikan istilah nilai yang ditambahkan pada suatu produk karena masuknya unsur pengolahan menjadi lebih baik. Nilai tambah merupakan perbedaan nilai suatu produk setelah dilakukan proses produksi dengan sebelum dilakukan proses produksi. Pengolahan jagung menjadi marning adalah untuk meningkatkan keawetan jagung sehingga layak untuk

dikonsumsi dan memanfaatkan jagung agar memperoleh nilai jual yang tinggi di pasaran.


(26)

Penentuan harga jual pada suatu agroindustri dalam memproduksi suatu produk harus tepat, karena akan berakibat fatal pada masalah keuangan dan akan mempengaruhi kontinuitas usaha tersebut apabila penentuan harga jual tidak tepat. Ketidaktepatan tersebut dapat menimbulkan resiko pada

agroindustri, misalnya kerugian yang terus menerus atau menimbunnya produk di gudang karena macetnya pemasaran. Untuk itu setiap agroindustri harus menetapkan harga jualnya secara tepat karena harga merupakan satu-satunya unsur bauran pemasaran yang memberikan pemasukan atau pendapatan bagi usaha tersebut.

Permasalahan yang dihadapi produsen dalam memproduksi marning yaitu harga jual marning terkadang berfluktuasi karena beberapa faktor. Fluktuasi harga jual marning disebabkan oleh harga bahan baku yang didapatkan dari petani, cuaca yang selalu berubah-ubah sehingga menyulitkan produsen dalam melakukan penjemuran bahan baku jagung dan harga bahan penolong seperti minyak, hal ini mempengaruhi penentuan harga jual marning. Marning yang dihasilkan di Desa Karang Anyar Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran memiliki permintaan yang baik dan cenderung tinggi di saat –saat tertentu seperti perayaan hari besar dan keagamaan sehingga memudahkan mereka untuk menjual hasil produksinya di pasaran.

Adanya perubahan harga jual kurang berpengaruh terhadap jumlah permintaan marning. Harga jual marning Desa Karang Anyar relatif murah jika

dibandingkan dengan daerah pesaingnya yaitu Desa Negeri Katon dan Kedondong, sehingga banyak konsumen yang lebih memilih membeli


(27)

marning di Desa Karang Anyar. Produsen marning bersaing dalam harga dan kualitas memproduksi marning. Alasan inilah yang menjadi pertimbangan produsen marning di Desa Karang Anyar dalam menentukan harga jual marning agar tetap memperoleh keuntungan dan tetap mampu bersaing memproduksi marning. Pentingnya perhitungan harga pokok produksi dalam menentukan harga jual merupakan salah satu komponen yang penting dalam penentuan laba usaha dan juga sebagai pedoman dalam menentukan harga jual produk.

Permasalahan lain yang dihadapi yaitu masih rendahnya tingkat pendidikan, skill yang belum memadai, teknologi yang masih rendah, dan terbatasnya modal yang digunakan oleh produsen dalam memproduksi marning. Pentingnya pendidikan yang mampu meningkatkan dan menghasilkan skill masih kurang disadari oleh masyarakat setempat. Teknologi yang rendah dan terbatasnya modal hanya akan memberikan sedikit peningkatan terhadap nilai tambah. Untuk itu perlu diketahui apakah nilai tambah yang dihasilkan sudah cukup memadai untuk memberikan keuntungan yang layak bagi masyarakat setempat. Nilai tambah dapat menunjukkan apakah agroindustri marning di Desa Karang Anyar dapat memberi keuntungan yang baik untuk pemilik agroindustri marning dalam kegiatan usahanya.

Konsekuensi logis dari hasil olahan yang baik akan menyebabkan total penerimaan yang lebih tinggi karena meningkatnya nilai tambah. Agroindustri pengolahan telah diakui sebagai salah satu usaha yang baik dalam meningkatkan nilai tambah produk hasil pertanian tersebut. Terdapat


(28)

berbagai jenis produk olahan jagung yang dapat dikembangkan di pedesaan mulai dari produk setengah jadi sampai dengan produk siap konsumsi. Salah satunya adalah usaha agroindustri marning.

Adanya kegiatan usaha pengolahan jagung menjadi marning yang mengubah bentuk dari produk primer menjadi produk baru yang lebih tinggi nilai ekonomisnya setelah melalui proses produksi, maka akan dapat memberikan nilai tambah karena dikeluarkannya biaya-biaya sehingga terbentuk harga baru yang lebih tinggi dan keuntungannya lebih besar bila dibandingkan tanpa melalui proses produksi. Tujuan pengolahan jagung itu sendiri adalah untuk meningkatkan keawetan jagung sehingga layak dikonsumsi dan memanfaatkan jagung agar memperoleh nilai jual yang tinggi di pasar. Untuk mengetahui besar nilai tambah yang diberikan marning pada jagung sebagai bahan baku maka diperlukan analisa nilai tambah sehingga bisa diketahui apakah usaha yang dijalankan tersebut efisien dan memberikan keuntungan.

Penjelasan tentang permasalahan tersebut menjadi latar belakang bahwa diperlukannya analisis mengenai berapa banyak nilai tambah dalam

memberikan kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja dan memberikan keuntungan untuk produsen marning di Desa Karang Anyar Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran. Dengan demikian, dapat diketahui bagaimana prospek pengembangan usaha untuk meramalkan perkembangan usaha agroindustri marning jika diusahakan lebih lanjut dalam rangka meningkatkan pendapatan sehingga selanjutnya diharapkan dapat memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat setempat.


(29)

Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat diperoleh permasalahan penelitian antara lain:

(1) Berapa harga pokok produksi (HPP) agroindustri marning di Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran ?

(2) Berapa proporsi nilai tambah yang akan diperoleh tenaga kerja dan produsen yang dihasilkan agroindustri marning di Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran?

(3)Bagaimana prospek pengembangan agroindustri marning di Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran. jika diusahakan lebih lanjut?

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka penelitian ini bertujuan untuk:

(1) Menghitungi harga pokok produksi agroindustri marning di Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran.

(2) Menghitung proporsi nilai tambah yang akan diperoleh produsen dan tenaga kerja agroindustri marning di Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran.

(3)Mengidentifikasi prospek pengembangan agroindustri marning di Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran jika diusahakan lebih lanjut.


(30)

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan : (1) Bagi Pemerintah

Sebagai salah satu bahan pertimbangan dan informasi dalam membuat keputusan dan kebijaksanaan dalam pengembangan agroindustri marning jagung.

(2) Bagi pengolah dan pengusaha

Sebagai bahan pertimbangan pola pengembangan yang tepat dalam upaya peningkatan kemampuan dan potensi yang dimiliki agroindustri marning jagung.

(3) Bagi peneliti lain

Sebagai bahan referensi bagi penelitian lain yang melakukan penelitian sejenis.


(31)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. Tinjauan Pustaka

1. Marning Jagung

Jagung pipilan kering dapat diolah menjadi jagung marning dan emping jagung. Olahan tersebut sangat digemari masyarakat sehingga dapat menjadi produk industri rumah tangga. Jagung marning adalah sejenis makanan ringan (snack) yang dikonsumsi setelah melalui proses

pengolahan sederhana. Pipilan jagung putih yang telah disortir direndam dengan air selama ± 15 jam, kemudian direbus selama ± 4 jam dengan air yang diberi soda dan air kapur, agar jagung cepat mengembang dan menjadi renyah setelah digoreng. Selanjutnya, jagung masak dicuci hingga lendir hilang dan bersih, ditiriskan, kemudian dijemur selama 2-3 hari, bergantung keadaan cuaca. Pembuatan jagung marning dan emping jagung disajikan pada Gambar 1.

Aroma dan rasa dapat dperbaiki dengan cara menambahkan bumbu masak seperti garam, cabai, bawang putih, bawang merah, dan merica (sesuai selera konsumen). Bumbu masak dihaluskan dan ditumis, kemudian


(32)

dicampurkan pada jagung yang sudah digoreng, diaduk hingga merata, dan dikemas dalam kantong plastik.

Gambar 1. Tahapan pembuatan marning jagung (Suarni, 2003)

2. Konsep Agribisnis dan Agroindustri

Agribisnis telah berkembang sehingga menarik perhatian banyak orang baik dari kalangan yang biasa mempelajari bidang pertanian atau bukan.

Pipilan jagung putih pulut

Marning Jagung Perendaman ± 5 jam

Perebusan dengan air + soda + air kapur ± 4 jam

Penirisan

Penjemuran 2-4 hari

Penggorengan (A)

Penghalusan bumbu masak dan penumisan (B)


(33)

Konsep agribisnis adalah konsep yang utuh mulai dari proses produksi, mengolah hasil, pemasaran dan aktivitas lain yang berkaitan dengan pertanian (Soekartawi, 1997). Agribisnis adalah kegiatan ekonomi yang berhulu pada bidang pertanian yang mencakup semua kegiatan mulai dari pengadaan dan penyaluran sarana produksi, hingga pada tataniaga produk pertanian yang dihasilkan dari usahatani. Agribisnis dapat dibagi menjadi tiga sektor yang saling tergantung secara ekonomis, yaitu sektor masukan (input), produksi (farm), dan sektor keluaran (output) (Downey dan Erickson, 1989). Berdasarkan pengertian tersebut dapat ditarik

kesimpulan bahwa konsep agribisnis merupakan suatu kegiatan ekonomi yang dimulai dari hulu hingga ke hilir yang mencakup pengolahan hingga tataniaga dari suatu produk.

Saragih (1998) mengklasifikasikan sistem agribisnis ke dalam empat subsistem, yaitu:

a. Subsistem Agribisnis Hulu

Subsistem agribisnis hulu disebut juga subsistem faktor input(input factor subsystem). Kegiatan subsistem ini berhubungan dengan pengadaan sarana produksi pertanian.

b. Subsistem Usahatani

Kegiatan subsistem ini adalah melakukan usahatani atau budidaya pertanian dalam arti luas yaitu menghasilkan berbagai macam komoditas primer atau bahan mentah sebagaimana telah dikemukan dalam pengertian agribisnis.


(34)

c. Subsistem Agribisnis Hilir

Subsistem agribisnis hilir terdiri atas dua macam kegiatan, yaitu pengolahan komoditas primer dan pemasaran komoditas primer atau produk olahan. Kegiatan ini sering juga disebut agroindustri.

d. Subsistem Jasa Layanan Pendukung

Subsistem jasa layanan pendukung atau kelembagaan penunjang agribisnis adalah semua jenis kegiatan yang berfungsi mendukung dan melayani serta mengembangkan kegiatan ketiga subsistem agribisnis yang lain. Lembaga-lembaga yang terlibat dalam kegiatan ini adalah penyuluhan, konsultan, keuangan, dan penelitian.

Hubungan antara satu subsistem dengan subsistem yang lain sangat erat dan saling tergantung sehingga gangguan pada salah satu subsistem dapat menyebabkan terganggunya keseluruhan subsistem. Pemahaman

hubungan-hubungan ini (backward lingkage, forward lingkage) dan peranan lembaga penunjangnya (bank, koperasi, peraturan pemerintah, angkutan, pasar dan lain-lain) sangat penting. Demikian pula dengan siapa pelaku dalam tiap subsistem (inside lingkage, outside lingkage) dan

teknologi yang digunakan (mekanis, biologis, kimia, padat modal, atau padat karya).

Agroindustri merupakan subsistem agribisnis yang memproses dan

mentransfor-masikan bahan-bahan hasil pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan menjadi barang-barang setengah jadi ataupun barang-barang jadi yang langsung dapat dikonsumsi. Dalam kerangka


(35)

pembangunan pertanian, agroindustri merupakan penggerak utama perkembangan sektor pertanian, dalam masa yang akan datang posisi pertanian akan menjadi sektor andalan dalam pembangunan nasional sehingga peranan agroindustri akan semakin besar. Sebagai penggerak utama perkembangan sektor pertanian, diharapkan agroindustridapat memainkan peranan penting dalam kegiatan pembangunan daerah baik dalam pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi maupun stabilitas nasional sehingga mampu mewujudkan sektor pertanian yang tangguh, maju dan efisien melalui pengembangan agroindustri.

Agroindustri mampu meningkatkan devisa negara, mampu meningkatkan perekonomian dan menyerap tenaga kerja bagi pelaku agribisnis dan mampu mendorong munculnya industri lain. Ciri penting dari agroindustri adalah kegiatannya tidak tergantung pada mesin, memiliki manajemen usaha yang modern. Skala usaha yang optimal dan efisien serta mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi (Soekartawi, 2000).

3. Harga Pokok Produksi (HPP)

Harga pokok produksi adalah aktiva atau jasa yang dikorbankan atau diserahkan dalam proses produksi (Supriyono, 2002). Harga pokok produksi digunakan sebagai penentu harga jual, maka perhitungan harga pokok produksi penting dilakukan. Harga pokok produksi yang

dihasilkan suatu perusahaan meliputi semua biaya dan pengorbanan yang perlu dikeluarkan dan dilakukan untuk menghasilkan produk. Secara garis


(36)

besar unsur-unsur harga pokok produksi digolongkan menjadi tiga yaitu biaya bahan baku, upah tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik : a. Biaya bahan baku

Biaya bahan merupakan salah satu elemen penting dari biaya produksi. Elemen yang dapat mempengaruhi biaya bahan baku adalah sebagai berikut :

(1) Harga faktur termasuk biaya angkut dari setiap satuan yang dibeli (2) Biaya pemesanan, yaitu biaya yang terjadi dalam rangka

melaksanakan kegiatan pemesanan bahan, terdiri dari biaya pemesanan tetap dan variabel.

a) Biaya pemesanan tetap, yaitu biaya pemesanan yang besarnya tetap sama dalam periode tertentu tidak dipengaruhi frekuensi pemesanan.

b) Biaya pemesanan variabel, yaitu biaya pemesanan yang jumlah totalnya berubah-ubah secara proporsional dengan frekuensi pemesanan. Semakin tinggi frekuensi pemesanan berakibat total biaya pemesanan variabel jumlahnya tinggi.

(3) Biaya penyimpanan, yaitu biaya yang terjadi dalam rangka melaksanakan kegiatan penyimpanan bahan, terdiri dari biaya penyimpanan tetap dan variabel.

a) Biaya penyimpanan tetap, yaitu biaya penyimpanan bahan yang jumlah totalnya tidak dipengaruhi jumlah atau besarnya bahan yang disimpan digudang.


(37)

b) Biaya penyimpanan variabel, yaitu biaya penyimpanan bahan yang jumlah totalnya berubah-ubah secara proporsional dengan jumlah atau besarnya bahan yang disimpan.

b. Biaya tenaga kerja

Biaya tenaga kerja adalah semua balas yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan. Biaya tenaga kerja dalam pertanian terdiri dari biaya tenaga kerja dalam keluarga dan biasa tenaga kerja di luar keluarga. Direct Labor Cost adalah upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja yang langsung terlibat pada proses pengolahan barang dagangan. Dikatakan Direct Labor Cost hanya jika besarnya upah yang dibayarkan tergantung pada jumlah output produk yang

dihasilkan. Termasuk ke dalam kelompok tenaga kerja langsung adalah

tenaga kerja yang dibayar berdasarkan: “Upah Satuan” atau “Upah Harian/Jam”.

Upah yang dibayarkan berdasarkan jumlah jam kerja, maka biasanya perusahaan telah menentukan jumlah (satuan) yang harus dihasilkan untuk tenggang waktu tertentu (per jam atau perhari). Pada akhir perhitungan, dapat diketahui berapa upah tenaga kerja langsung yang akan di bebankan untuk satu unit produk, dan total upah tenaga kerja langsung untuk akumulasi produk yang dihasilkan.

c. Biaya overhead pabrik

Biaya overhead pabrik meliputi semua biaya produksi selain biaya tenaga kerja dan biaya bahan baku. Biaya overhead dikelompokkan


(38)

atas dasar tingkah laku perubahannya terhadap volume aktivitas yaitu biaya tetap dan biaya variabel (Mulyadi, 1991).

Biaya-biaya produksi yang termasuk dalam biaya overhead pabrik dikelompokkan menjadi beberapa golongan berikut :

a) Biaya bahan penolong

b) Biaya reparasi dan pemeliharaan c) Biaya tenaga kerja tidak langsung

d) Biaya yang timbul akibat penilain terhadap aktiva tetap e) Biaya yang timbul akibat berlalunya waktu

f) Biaya overhead pabrik lain yang secara langsung memerlukan pengeluaran uang tunai.

Contoh biaya overhead pabrik adalah : a) Sewa (Rental Cost)

b) Penyusutan Mesin & Peralatan (Depreciation on Machineries & Equipment)

c) Penyusutan Bangunan Pabrik (Factory’s Building Depreciation) d) Listrik, Air untuk pabrik (Factory’s Utilities)

e) Pemeliharaan Pabrik & mesin (Factory & Machineries Maintenance)

f) Pengemasan (Packaging/Bottling & labor cost-nya) g) Gudang (Warehousing Cost)

h) Sample produksi (Pre-production sampling) i) Ongkos kirim (Inbound & Outbound deliveries).


(39)

Metode Penyusutan Anuitas

Menurut Ibrahim (2009), anuitas adalah suatu rangkaian pembayaran dengan jumlah yang sama besar pada setiap interval. Besar kecilnya jumlah pembayaran pada setiap interval tergantung pada jumlah

pinjaman, jangka waktu, dan tingkat bunga. Tingkat bunga pada setiap interval tergantung pada interval bunga majemuk yang dilakukan, bisa terjadi pada setiap bulan, setiap kuartal, setiap 6 bulan, maupun setiap tahun.

Metode anuitas sebenarnya identik dengan perhitungan annuity yang didasarkan pada nilai aset atau original cost sebagai present value. Mengatasi harga, baik sebagai akibat kenaikan inflasi maupun sebagai perubahan teknologi disediakan dana cadangan sebesar 11,51% dari nilai aset pada setiap tahun. Sebaliknya, dengan menggunakan metode penyisihan dana (singking fund method), sebenarnya sama dengan melakukan deposito di bank pada setiap tahun, dan pada akhir umur ekonomis aset dana ini digunakan sebagai dana untuk membeli aset baru (Ibrahim, 2009). Menentukan nilai aset yang disusut perlu dihitung present value dari scrap value dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

P = S (1+i)-n ………..(1) Keterangan: P = Present value

S = Scrap value

i = Interest rate (tingkat bunga) n = Jangka waktu


(40)

Selanjutnya dihitung nilai aset yang disusut dengan rumus sebagai berikut:

An = B – P ………….(2) Keterangan: An = Nilai aset yang disusut

B = Harga beli aset (original cost) P = Present value

Nilai aset tersebut digunakan untuk menghitung penyusutan per tahun dengan rumus sebagai berikut:

R = An i

(1 – (1 + i)-n ……….(3)

Keterangan: R = Annuity (jumlah penyusutan per tahun) An = Nilai aset yang disusut

i = Interest rate (tingkat bunga) n = Jangka waktu

4. Nilai Tambah

Nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan dalam suatu proses produksi. Melalui industrialisasi pertanian diharapkan selain mampu meningkatkan nilai tambah (value added) juga akan meningkatkan permintaan terhadap komoditas pertanian sebagai bahan baku industri pengolahan hasil pertanian (Nurmedika, 2013). Pengertian nilai tambah (value added) adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena

mengalami proses pengolahan, pengangkutan ataupun penyimpanan dalam suatu produksi. Proses pengolahan nilai tambah dapat didefinisikan


(41)

sebagai selisih antara nilai produk dengan nilai biaya bahan baku dan input lainnya, tidak termasuk tenaga kerja (Slamet, 2005)

Nilai tambah didefinisikan sebagai suatu pengembangan nilai yang terjadi karena adanya input tambahan yang diperlukan dalam suatu komoditi. Input tambahan ialah perlakuan-perlakuan dan jasa-jasa yang

menyebabkan bertambahnya kegunaan (utility) dari komoditi tersebut. Nilai tambah dapat diketahui dari nilai produk dikurangi nilai bahan baku dan bahan penunjang yang diperlukan dalam proses produksi, dengan kata lain, nilai tambah merupakan jumlah nilai jasa terhadap modal tetap, tenaga kerja, dan keterampilan manajemen pengolah. Nilai tambah merupakan penerimaan upah kerja ditambah dengan keuntungan pemilik modal, atau nilai produk dikurangi dengan pengeluaran bahan baku dan bahan tambahan lainnya (Maharani, 2013).

Hayami (1987) menyatakan bahwa nilai tambah adalah selisih antara komoditas yang mendapat perlakuan pada tahap tertentu dengan nilai korbanan yang digunakan selama proses berlangsung. Sumber -sumber dari nilai tambah tersebut adalah dari pemanfaatan faktor – faktor seperti tenaga kerja, modal, sumberdaya manusia dan manajemen. Metode analisis nilai tambah Hayami lebih cocok digunakan untuk menghitung nilai tambah dalam subsistem pengolahan karena menghasilkan keluaran sebagai berikut :

a) Perkiraan nilai tambah (Rp)


(42)

c) Imbalan terhadap jasa tenaga kerja (Rp)

d) Imbalan modal dan manajemen atau keuntungan yang diterima petani (Rp)

Konsep pendukung dalam analisis nilai tambah metode hayami pada subsistem pengolahan adalah :

a) Faktor Konversional, menunjukkan banyaknya keluaran (output) yang dapat dihasilkan dari satu satuan masukan (input)

b) Koefisien tenaga kerja langsung, menunjukkan banyaknya tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk mengolah satu satuan masukan. c) Nilai keluaran, menunjukkan nilai keluaran yang dihasilkan dari satu

satuan masukan.

Analisis nilai tambah berfungsi sebagai salah satu indicator dalam keberhasilan sektor agribisnis. Kegunaan dari menganalisis nilai tambah adalah untuk mengetahui :

a) Besar nilai tambah yang akan terjadi akibat perlakuan tertentu yang diberikan pada komoditas pertanian.

b) Distribusi imbalan yang diterima pemilik dan tenaga kerja.

c) Besarnya kesempatan kerja yang diciptakan dari kegiatan pengolahan bahan baku menjadi produk jadi.

d) Besar peluang serta potensi yang dapat diperoleh dari suatu system komoditas di suatu wilayah tertentu dari penerapan teknologi pada satu atau beberapa subsistem didalam system komoditas (Maharani, 2013).


(43)

Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tambah pada sistem pengolahan adalah faktor teknis dan nonteknis. Faktor teknis terdiri dari unsur kualitas (mutu) produk, penerapan teknologi, kapasitas produk, penggunaan unsur tenaga kerja, jumlah bahan baku, dan masukan penyerta. Faktor ini mempengaruhi harga jual produk, sedangkan produk nonteknis (faktor pasar) meliputi harga jual output, upah tenaga kerja, harga bahan baku, informasi pasar, modal investasi teknologi, dan nilai masukan lainnya. Faktor nonteknis ini dapat mempengaruhi faktor konversi (banyaknya produk yang dapat dihasilkan dari satu satuan bahan baku) dan biaya produksi.

Kegiatan hasil telah dilakukan khususnya bagi petani yang mempunyai fasilitas pengolahan hasil (lantai jemur, penggilingan, tempat

penyimpanan, keterampilan dalam mengolah hasil, mesin pengolah, dan lain-lain). Sering ditemukan bahwa hanya petani yang mempunyai fasilitas pengolahan hasil dan sense of business yang melakukan kegiatan pengolahan hasil pertanian.

Bagi pengusaha yang berskala besar, kegiatan pengolahan hasil dijadikan kegiatan utama dalam mata bisnisnya. Hal ini disebabkan, dengan pengolahan yang baik maka nilai tambah barang pertanian menjadi meningkat karena barang tersebut mampu menerobos pasar, baik pasar domestik maupun pasar luar negeri.

Konsekuensi logis dari hasil olahan yang lebih baik akan meyebabkan total penerimaan yang lebih tinggi. Jika keadaan memungkinkan, maka


(44)

sebaiknya petani mengolah sendiri hasil pertaniannya untuk mendapatkan kualitas hasil yang lebih baik yang harganya lebih tinggi dan akhirnya juga akan mendatangkan total penerimaan atau total keuntungan yang lebih besar.

5. Prospek Pengembangan

Suprapto (2006) menjelaskan bahwa dalam kerangka pembangunan pertanian, agroindustri merupakan penggerak utama perkembangan sektor pertanian, terlebih dalam masa yang akan datang posisi pertanian

merupakan sektor andalan dalam pembangunan nasional sehingga peranan agroindustri akan semakin besar. Dengan kata lain, dalam upaya

mewujudkan sektor pertanian yang tangguh, maju dan efisien sehingga mampu menjadi leading sector dalam pembangunan nasional, harus ditunjang melalui pengembangan agroindustri, menuju agroindustri yang tangguh, maju serta efisien.

Strategi pengembangan agroindustri yang dapat ditempuh harus disesuaikan dengan karakteristik dan permasalahan agroindustri yang bersangkutan. Secara umum permasalahan yang dihadapi dalam

pengembangan agroindustri adalah: (a) sifat produk pertanian yang mudah rusak dan bulky sehingga diperlukan teknologi pengemasan dan

transportasi yang mampu mengatasi masalah tersebut, (b) sebagian besar produk pertanian bersifat musiman dan sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim sehingga aspek kontinuitas produksi agroindustri menjadi tidak terjamin, (c) kualitas produk pertanian dan agroindustri yang dihasilkan


(45)

pada umumnya masih rendah sehingga mengalami kesulitan dalam persaingan pasar baik didalam negeri maupun di pasar internasional dan (d) sebagian besar industri berskala kecil dengan teknologi yang rendah.

Efek multiplier yang ditimbulkan dari pengembangan agroindustri meliputi semua industri dari hulu sampai pada industri hilir, sebab karakteristik dari agroindustri yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan industri lainnya. Agroindustri pengolahan hasil pertanian,

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (a) dapat meningkatkan nilai tambah, (b) menghasilkan produk yang dapat dipasarkan atau digunakan atau dimakan, (c) meningkatkan daya saing dan (d) menambah pendapatan dan keuntungan produsen.

Secara umum agar pengembangan agroindustri dapat berjalan dengan baik, maka diperlukan beberapa pra-syarat, sebagai pra-kondisi bagi

pengembangannya. Menurut Mosher (1997), maka apa yang

dimaksudkannya sebagai syarat pokok dan syarat pelancar, merupakan salah satu syarat keharusan bagi pengembangan agroindustri di suatu wilayah. Syarat pokok pembangunan pertanian meliputi: (1) adanya pasar untuk hasil-hasil usahatani, (2) teknologi yang senantiasa berkembang, (3) tersedianya bahan-bahan dan alat-alat produksi secara lokal, (3) adanya perangsang produksi bagi petani, dan (5) tersedianya pengangkutan yang lancar dan kontinyu. Adapun syarat pelancar pembangunan pertanian meliputi: (1) pendidikan pembangunan, (2) kredit produksi, (3) kegiatan


(46)

gotong royong petani, (4) perbaikan dan perluasan tanah pertanian, dan (5) perencanaan nasional pembangunan pertanian.

Syarat keharusan kedua, dalam pengembangan agroindustri, harus saling mengait dan mendukung dalam satu alur agribisnis. Agroindustri harus dipandang sebagai suatu sistem yang saling mengait, mulai dari arus bahan baku pertanian sampai ke prosesing dan kemudian ke konsumen.

Keterkaitan ini perlu didukung oleh kelembagaan, dalam bentuk tata aturan dan organisasi yang beroperasi dan berinteraksi dalam mata rantai

agribisnis. Keterkaitan ini mampu memberikan nilai tambah terhadap produk pertanian yang dihasilkan petani (Suprapto, 2011).

Syarat keharusan ketiga pengembangan agroindustri harus dapat menyiasati tiga karakteristik utama dari produk pertanian, yaitu bersifat musiman (seasonality), mudah rusak (perishabelity), dan beragam (variability) kualitasnya. Komponen biaya bahan baku umumnya merupakan komponen terbesar dalam agroindustri, sehingga pengadaan bahan baku sangat

menentukan keberlanjutan agroindustri. Selain itu pengembangan

agroindustri harus dapat memperpanjang kesegaran produk yang dihasilkan petani, dan dapat dikembangkan pada bahan baku yang beragam kualitasnya (Jamal, 2011)

B. Kajian Penelitian Terdahulu

Berdasarkan hasil penelitian Dwinta Diana Laisa (2013) tentang analisis harga pokok produksi dan strategi pengembangan industri pengolahan ikan teri nasi


(47)

kering di Pulau Pasaran Kecamatan Teluk Betung Barat Kota Bandar Lampung, menggunakan metode variable costing Harga Pokok Produksi (HPP) yang diperoleh pada industri pengolahan ikan teri nasi pada musim angin Barat adalah Rp 43.330,15, pada musim angin Normal adalah Rp 34.269,58 dan harga pokok produksi pada musim angin Timur adalah Rp31.180,36. Strategi prioritas industri pengolahan ikan teri nasikering di Pulau Pasaran yaitu: (a) mengadopsi teknologi yang lebih modern (b)

mengadakan pelatihan untuk menghasilkan tenaga kerja yang berkualitas dan (c) membuat pembukuan untuk memaksimalkan penggunaan modal.

Penelitian lain yang menggunakan analisis metode variablecosting dalam memperhitungkan harga pokok produksi adalah penelitian Amalia A.A Lambajang (2013) tentang analisis perhitungan biaya produksi menggunakan metode variable costing PT. Tropica Cocoprima yang memberikan hasil Rp 29.943 untuk perhitungan metode full costing dan Rp 4.599 untuk perhitungan variablecosting. Hasil perhitungan biaya produksi dengan menggunakan metode variable costing, dapat membantu perusahaan dalam menghitung biaya produksi dimana metode variablecosting memisahkan antara biaya-biaya produksi dan non produksi yaitu biaya-biaya tetap, biaya-biaya semi variabel dan variabel. Dimana biaya yang dihasilkan dapat mengurangi biaya produksi yang ada dalam perusahaan tersebut, dan menghasilkan laba yang tinggi dibandingkan dengan metode full costing yang digunakan perusahaan.

Analisis nilai tambah dengan metode Hayami digunakan dalam penelitian Imelda Castarica Sagala (2013) tentang kinerja usaha agroindustri kelanting di


(48)

Desa Karang Anyar Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran memberikan hasil nilai tambah sebesar Rp 1.184,02 per kilogram bahan baku ubi kayu atau sebesar 34,57 persen yang diperoleh dari hasil pengolahan ubi kayu menjadi kelanting. Penelitian Zulkifli (2012) analisis pendapatan dan nilai tambah pada agroindustri keripik ubi di Kecamatan Tanah Luas Kabupaten Aceh Utara dengan metode hayami menghasilkan nilai tambah yang dinikmati pengusaha dari agroindustri sebesar Rp 5.495,00 per kilogram bahan baku yang dimanfaatkan. Nilai tambah ini merupakan keuntungan yang didapatkan oleh agroindustri keripik ubi kayu dalam 1 kilogram penggunaan bahan baku.

Hasil penelitian Muhamad Syafril (2004) tentang prospek pengembangan usaha pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut Desa Muara Bengalon, menggunakan metode analisis finansial dengan perhitungan 4 kriteria investasi yaitu Net Present

Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C),

dan Pay Back Period. Secara financial usaha penangkapan di laut dan

pertambakan udang windu memiliki prospek yang layak dikembangkan oleh masyarakat sebagai mata pencahariannya. Nilai keuntungan investasi yang dihasilkan usaha pertambakan IRR = 21% ; NPV = Rp 10.553.415,- ; Net B/C = 1.27 ; Pay Back Period = 2 tahun 6 bulan. Sedangkan keuntungan yang diperoleh usaha penangkapan di laut IRR = 71% ; NPV = Rp 17.985.061,- ; Net B/C = 2.64 ; Pay Back Period = 1 tahun 4 bulan.


(49)

C. Kerangka Pemikiran

Agroindustri marning merupakan kegiatan penanganan hasil pengolahan jagung. Pengembangan agroindustri sektor pertanian khususnya pengolahan jagung menjadi marning memegang peranan yang strategis dalam rangka memperluas lapangan kerja dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat khususnya pelaku agroindustri marning, mendorong pertumbuhan agroindustri serta menghasilkan devisa negara.

Agroindustri marning menggunakan bahan baku yang bersumber dari jagung. Pengolahan jagung hasil panen warga menjadi produk olahan marning

merupakan salah satu cara untuk mengurangi resiko kerugian akibat jagung mudah mengalami proses pembusukan, terlebih lagi pada saat ikan hasil tangkapan nelayan melimpah bila belum terjual. Jagung diolah menjadi marning sesuai dengan kebutuhan untuk dijual secara komersial. Pengolahan yang dimaksud meliputi pengolahan berupa proses pengawetan melalui penggorengan, pengemasan, penyimpanan, dan distribusi.

Salah satu daerah sentra agroindustri di Kabupaten Pesawaran adalah Desa Karang Anyar. Salah satu produk unggulan daerah tersebut adalah marning, dimana banyak penduduknya yang bermata pencaharian sebagai pengolah marning baik sebagai pekerja maupun pengolah. Desa Karang Anyar

memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan usahanya karena produksi marning yang cukup tinggi di daerah tersebut. Produksi marning tinggi

disertai dengan kualitas yang baik mampu meningkatkan harga jual dari marning.


(50)

Perkembangan agroindustri marning jagung juga tidak terlepas dari hambatan-hambatan yang dapat mengganggu jalannya keberlangsungan usaha.

Ancaman tersebut adalah pengolah marning sering kali tidak dapat

meningkatkan harga jual karena dipengaruhi oleh kondisi pasar, kualitas dan konsumen sehingga tidak memungkinkan untuk menaikkan harga jual, meskipun dengan biaya produksi yang terus melonjak. Selama ini untuk mendukung keberlangsungan industri pengolahan tersebut, pengolah harus menggunakan bahan jagung dengan jumlah dan mutu yang tepat, sehingga dapat mengolah dan menjual dengan harga jual yang sesuai dengan mutu dan keinginan konsumen.

Proses produksi yang membutuhkan bahan baku berupa jagung, bahan penolong (minyak goreng, kapur, garam, dll), dan tenaga kerja baik dalam keluarga maupun luar keluarga seluruhnya membutuhkan biaya produksi dalam menghasilkan marning. Penentuan harga jual atau harga keluaran ditentukan dari hasil proses produksi tersebut. Penentuan yang harus tepat agar besarnya nilai penerimaan menguntungkan produsen.

Berdasarkan hal tersebut, maka dengan adanya harga pokok produksi (HPP) pengolah dapat mengetahui berapa harga jual produk yang tidak merugikan usaha mereka, atau dengan kata lain dapat menguntungkan. Harga jual produk lebih tinggi dari harga pokok produksi maka pengolah marning jagung

memperoleh laba. Sebaliknya, harga jual produk yang lebih rendah dari harga pokok produksi mengakibatkan agroindustri mengalami kerugian. Harga pokok produksi digunakan sebagai penentu harga jual. Pada dasarnya harga


(51)

pokok produksi yang dihasilkan suatu agroindustri meliputi semua biaya dan pengorbanan yang perlu dikeluarkan dan dilakukan untuk menghasilkan produk. Hasil penjualan marning di pasar setelah penentuan harga jual produk, memberikan penerimaan hasil jual marning. Pendapatan pengolah marning dapat dilihat dari jumlah penerimaan yang diperoleh dikurangi dengan biaya-biaya produksi yang dihitung dalam perhitungan harga pokok produksi. Besarnya pendapatan yang diperoleh oleh pengolah, dapat menentukan keberlanjutan agroindustri marning yang dapat menentukan apakah prospek pengembangan usaha agroindustri marning baik bila diusahakan lebih lanjut.

Agroindustri marning menentukan harga jual dengan menggunakan harga pokok produksi (HPP) untuk mengindentifikasi laba atau rugi suatu industri pengolahan dengan metode variable costing dan full costing. Sebagai langkah awal dalam pengembangan agroindustri marning, diperlukan analisis

mengenai nilai tambah berkaitan dengan aspek-aspek yang dibutuhkan dalam pengembangan usaha sesuai jenis dan kapasitas produksi usaha. Nilai tambah akan dianalisis dengan metode Hayami. Sedangkan untuk prospek

pengembangan agroindustri dapat di identifikasi dengan data kuantitatif yang diperoleh dari lokasi penelitian dan di jelaskan secara kualitatif. Dengan demikian dapat diketahui prospek pengembangan usaha pengolahan jagung menjadi marning jika diusahakan lebih lanjut. Untuk lebih jelasnya, bagan alir analisis Harga Pokok Produksi (HPP) dan prospek pengembangan agroindustri marning jagung di Kecamatan Gedung Tataan Kabupaten Pesawaran dapat dilihat pada Gambar 2.


(52)

Gambar 2. Bagan alir analisis harga pokok produksi, nilai tambah, dan prospek pengembangan agroindustri marning di Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran

Proses Produksi Agroindustri Marning Masukan

Bahan Baku (jagung) Bahan Penolong Tenaga Kerja

Keluaran Marning Jagung

Biaya Produksi

Harga Pokok

Produksi (HPP) Penerimaan

Pendapatan Nilai Tambah (Metode Hayami)

Harga Output Harga

Input

Prospek Pengembangan


(53)

III. METODE PENELITIAN

A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional

Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan untuk memperoleh dan menganalisis data yang berhubungan dengan tujuan penelitian.

Agribisnis adalah suatu konsep atau sistem pertanian modern dan

dikembangkan secara menyeluruh dalam suatu sistem karena saling berkait satu dengan lainnya (input, farming, dan output).

Pengolah adalah seseorang atau keluarga yang melakukan pengolahan bahan mentah (jagung) menjadi bahan jadi yaitu marning.

Agroindustri pengolahan jagung adalah adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan pengolahan jagung menjadi marning.

Tujuan adalah suatu rencana terarah dan spesifik yang ingin dicapai oleh suatu lembaga atau organisasi dalam rentang waktu tertentu.

Produksi marning adalah jumlah marning yang dihasilkan dalam setiap periode dan diukur dalam satuan kilogram (kg).


(54)

Bahan baku adalah bahan yang digunakan untuk proses produksi dalam membentuk suatu barang produksi, yaitu marning dan diukur dalam satuan kilogram (kg).

Hasil produksi marning (output) adalah produksi total marning yang diperoleh selama satu kali proses produksi, yang diukur dalam satuan kilogram (kg).

Jumlah tenaga kerja adalah banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan dalam satuan periode pengolahan marning yang diukur dengan Hari Orang Kerja (HOK) yang setara dengan delapan jam setiap hari.

Biaya bahan pendukung adalah jumlah biaya yang dikeluarkan dalam membeli bahan-bahan yang diperlukan seperti garam, kapur sirih, plastik kemasan, royco dan minyak goreng dengan satuan yang digunakan adalah rupiah (Rp).

Biaya produksi adalah seluruh biaya pemakaian faktor-faktor produksi yang dikeluarkan dalam industri pengolahan marning dan diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya operasional sebagai biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Pendapatan adalah nilai sejumlah uang yang diterima pengolah marning yang merupakan hasil pengurangan antara penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan, diukur dalam satuan rupiah (Rp).


(55)

Penerimaan adalah pendapatan yang diperoleh pengolah marning, yaitu jumlah produksi marning yang dihasilkan dikalikan dengan harga yang berlaku, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Harga pokok penjualan adalah jumlah biaya seharusnya untuk memproduksi suatu barang ditambah biaya lainnya hingga barang tersebut berada di pasar, dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).

Harga Pokok Produksi (HPP) adalah aktiva atau jasa yang dikorbankan atau diserahkan dalam proses produksi, yang digunakan sebagai penentu harga jual. Total biaya yang dikeluarkan dalam memproduksi di bagi dengan jumlah produksi marning yang dihasilkan dalam per bulan, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan dalam usahatani yang besar kecilnya tidak tergantung dari hasil yang diperoleh, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan dalam usahatani yang selama memproduksi selalu berubah sebanding dengan berubahnya output yang dihasilkan, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya overhead pabrik (BOP) adalah semua biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja, terdiri dari biaya overhead pabrik variabel dan biaya overhead tetap, diukur dalam satuan rupiah (Rp).


(56)

Biaya overhead pabrik (BOP) variabel adalah biaya yang besar kecilnya tergantung dari sedikit atau banyaknya produk yang akan dihasilkan. Semakin besar produk yang ingin dihasilkan, biaya variabel akan semakin tinggi dan sebaliknya, contohnya biaya penolong, biaya transportasi, biaya listrik, biaya telepon, dan lain-lain, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya overhead pabrik (BOP) tetap adalah biaya yang umumnya tidak berubah jumlahnya walaupun ada perubahan volume produksi. Biaya tetap tidak terpengaruh oleh perubahan-perubahan dalam aktivitas operasi sampai pada kondisi tertentu, contohnya biaya penyusutan, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Nilai tambah adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan ataupun penyimpanan dalam suatu produksi. Merupakan selisih nilai output marning dengan nilai bahan baku utama jagung dan sumbangan input lainnya, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Faktor konversi adalah banyaknya output yang dapat dihasilkan dalam satu satuan input, atau banyaknya produk marning yang dihasilkan dari satu kilogram jagung. Hasil produksi di bagi dengan jumlah bahan baku yang digunakan.

Harga output adalah harga jual marning per kilogram. Ditentukan dengan menghitung harga pokok produksi dengan variable costing maupun full costing dan diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg)


(57)

Upah tenaga kerja adalah upah rata-rata yang diterima tenaga kerja langsung untuk mengolah produk dan diukur dalam satuan rupiah per-Hari Orang Kerja (Rp/HOK).

Harga bahan baku adalah harga beli jagung per kilogram dan diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).

Sumbangan input lain adalah biaya pemakaian input lain (bahan pendukung) untuk menghasilkan per kilogram marning dan diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Nilai produk menunjukkan nilai output marning yang dihasilkan dari per kilogram jagung yang digunakan. Hasil kali faktor konversi dengan harga produk marning perkilogram, dan diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Rasio nilai tambah menunjukkan persentase yang dihasilkan dari hasil bagi nilai tambah terhadap nilai produk. Hasil dari nilai tambah di bagi dengan nilai produk (output).

Pangsa tenaga kerja menunjukkan persentase pendapatan yang diperoleh tenaga kerja dari nilai tambah, merupakan hasil bagi dari imbalan tenaga kerja terhadap nilai tambah, diukur dalam satuan persen (%).

Keuntungan adalah selisih antara harga penjualan dengan biaya produksi, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Tingkat keuntungan menunjukkan persentase keuntungan yang diperoleh oleh pengolah terhadap nilai tambah, diukur dalam satuan persen (%).


(58)

Marjin adalah selisih antara nilai output dengan bahan baku atau besarnya kontribusi pemilik faktor-faktor produksi selain bahan baku yang digunakan dalam proses produksi.

Pendapatan tenaga kerja dalam perhitungan nilai tambah adalah persentase pendapatan tenaga kerja langsung terhadap marjin dan diukur dalam satuan persen (%).

Persentase sumbangan input lain dalam perhitungan nilai tambah adalah persentase sumbangan input lain terhadap marjin dan diukur dalam satuan persen (%).

Proporsi nilai tambah adalah nilai keseimbangan yang diperoleh karena

adanya nilai tambah suatu produk agroindustri dan diukur dalam satuan persen (%).

Keuntungan pemilik adalah persentase keuntungan pemilik pengolahan terhadap marjin dan diukur dalam satuan persen (%).

Prospek adalah kondisi yang akan dihadapi oleh suatu usaha dimasa yang akan datang baik kecendrungan untuk meningkatkan atau menutup.

B. Lokasi Penelitian, Responden dan Waktu Penelitian

Penelitian berlokasi di Desa Karang Anyar Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran. Penentuan tempat dilakukan secara sengaja

(purposive) dengan pertimbangan bahwa lokasi penelitian merupakan desa sentra industri mikro makanan ringan dengan jumlah industri kerajinan rakyat


(59)

jenis makanan terbanyak jika dibandingkan dengan 18 desa atau kelurahan lainnya di Kecamatan Gedong Tataan.

Terdapat 27 pengolah marning di Desa Karang Anyar, jadi responden dalam penelitian ini terdiri dari 27 pengolah marning. Apabila subjek penelitian kurang dari 100 lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi (Arikunto, 2002). Sehingga penelitian ini adalah

penelitian populasi dengan metode sensus. Jumlah industri makanan yang terdapat pada desa Karang Anyar dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Industri Makanan di Desa Karang Anyar 2012

No Jenis Industri Makanan Jumlah

1 Kelanting 29

2 Marning 27

3 Keripik Singkong 19

4 Untir-untir 9

5 Roti Gabling 7

6 Tape 17

Sumber : Kantor Desa Karang Anyar, 2013

Waktu penelitian dilakukan dari Bulan Januari 2013 sampai dengan Bulan Februari 2015. Waktu pengambilan data dilaksanakan pada Bulan Juni 2014 sampai dengan Bulan Agustus 2014 di Desa Karang Anyar Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran.

C. Metode Pengumpulan Data

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sensus yaitu seluruh data diperoleh dari agroindustri pengolahan marning di Desa


(60)

Karang Anyar. Metode sensus merupakan penelitian yang dilakukan untuk keseluruhan anggota populasi (Arikunto, 2002).

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan pihak

agroindustri pengolahan marning menggunakan kuesioner dan pengamatan serta pencatatan langsung tentang keadaan di lapangan misalnya keadaan agroindustri pengolahan, untuk mendapatkan data dalam mengidentifikasi prospek pengembangan menggunakan metode recall atau responden

diharapkan dapat mengingat kembali tentang data beberapa bulan yang lalu. Data sekunder diperoleh dari instansi pemerintah dan literatur yang

berhubungan dengan penelitian ini, seperti Badan Pusat Statistik, Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Penanaman Modal Kabupaten Pesawaran, Pemerintah Kecamatan Gedong Tataan, dan Desa Karang Anyar serta lembaga/instansi lain yang dapat menyediakan informasi yang berkaitan.

D. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif (deskriptif) dan analisis kuantitatif (statistik). Analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif digunakan untuk mengidentifikasi prospek

pengembangan agroindustri marning jagung. Analisis kuantitatif untuk menganalisis Harga Pokok Produksi (HPP) dan nilai tambah agroindustri marning jagung di Desa Karang Anyar. Metode pengolahan data dilakukan dengan metode tabulasi dan komputerisasi (Microsoft Excell).


(61)

1. Analisis penentuan Harga Pokok Produksi (HPP) agroindustri pengolahan marning jagung dengan menggunakan biaya produksi

Biaya produksi adalah semua pengeluaran yang dilakukan untuk

memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan-bahan mentah yang akan digunakan untuk menciptakan barang-barang yang diinginkan.

Penggolongan terhadap biaya produksi dilakukan berdasarkan sifatnya terdiri dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost) (Lasena, 2013).

Terdapat dua kelompok biaya dalam proses pembuatan produk, yaitu biaya produksi dan biaya nonproduksi. Biaya produksi merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pengolahan bahan baku menjadi produk,

sedangkan biaya nonproduksi merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan nonproduksi, seperti kegiatan pemasaran dan kegiatan administrasi dan umum. Biaya produksi membentuk harga pokok produksi, yang digunakan untuk menghitung harga pokok produk jadi. Biaya nonproduksi ditambahkan pada harga pokok produksi untuk menghitung total harga pokok produk.

Metode pada penentuan harga pokok produksi adalah dengan cara memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi. Dalam memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok

produksi, terdapat dua pendekatan yaitu full costing dan variable costing. Full costing adalah metode penentuan harga pokok produksi yang


(62)

produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik, baik yang berperilaku variabel maupun tetap. Variable costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku variabel ke dalam harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik (Mulyadi, 1991).

Penentuan harga pokok produksi pada penelitian ini menggunakan metode variable costing dan metode full costing. Dengan demikian harga pokok produksi menurut metode variable costing terdiri dari unsur biaya produksi seperti yang disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Harga pokok produksi menggunakan variable costing

Jumlah Produksi per bulan xxx (A)

a. Biaya Bahan Baku per bulan xxx (B)

b. Biaya Tenaga Kerja per bulan xxx (C)

c. BOP Variabel

Biaya Pendukung per bulan Biaya Listrik per bulan

Biaya Proses Produksi Lainnya (telepon, asuransi, insentif tenaga kerja,

perlengkapan, dan pemeliharaan pabrik) per bulan

xxx (D) xxx (E) xxx (F)

Jumlah BOP Variabel (D+E+F) xxx (G) Total Harga Pokok Produksi (B+C+G)

Harga Pokok Produksi per kg (H/A)

xxx (H) xxx (I) Sumber : Mulyadi, 1991

Menurut Ibrahim (2009), menentukan nilai aset yang disusut perlu dihitung present value dari scrap value dengan menggunakan rumus sebagai berikut:


(63)

Keterangan: P = Present value i = Interest rate (tingkat bunga) S = Scrap value n = Jangka waktu

Selanjutnya dihitung nilai aset yang disusut dengan rumus sebagai berikut: An = B – P ………(2)

Keterangan: An = Nilai aset yang disusut P = Present value

B = Harga beli aset (original cost)

Nilai aset tersebut digunakan untuk menghitung penyusutan per tahun dengan rumus sebagai berikut:

R = An i

(1 – (1 + i)-n …………(3) Keterangan: R = Annuity (jumlah penyusutan per tahun)

An = Nilai aset yang disusut i = Interest rate (tingkat bunga) n = Jangka waktu

Hasil perhitungan jumlah nilai penyusutan peralatan dan penyusutan anuitas dimasukkan ke perhitungan harga pokok produksi sebagai biaya tetap dengan menggunakan metode full costing, sehingga dapat terlihat hasil perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan metode variable costing dan full costing. Harga pokok produksi menurut metode full costing terdiri dari unsur biaya produksi seperti yang disajikan pada Tabel 9.


(1)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Harga pokok produksi (HPP) pada agroindustri marning berdasarkan analisis metode variable costing adalah Rp 9.634,76 dan metode full costing adalah sebesar Rp 9.809,55. HPP tersebut merupakan jumlah biaya produksi yang dikeluarkan untuk menghasilkan perkilogram marning.

2. Nilai tambah yang dihasilkan oleh agroindustri marning adalah Rp 3.715,88 per kilogram. Persentase imbalan tenaga kerja terhadap nilai tambah adalah sebesar 53,15 persen, sedangkan persentase keuntungan untuk pemilik agroindustri marning adalah sebesar 46,85 persen dari nilai produk.

3. Agroindustri marning di Desa Karang Anyar dinilai sebagai usaha yang memiliki prospek yang baik jika dilihat dari identifikasi terhadap


(2)

cukup, penawaran marning yang selalu tersedia, daerah pemasaran produk yang cukup luas, pesaing yang sedikit, dukungan masyarakat yang baik, dan dukungan pemerintah yang memadai.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat diberikan adalah :

1. Bagi pelaku usaha agroindustri, sebaiknya pemilik agroindustri dapat menjaga kestabilan jumlah produksi, harga jual produk, dan terus meningkatkan jumlah produksinya agar tidak mengalami kerugian. Selanjutnya pemilik agroindustri dapat meluaskan pemasarannya ke daerah luar kota agar produk marning di Desa Karang Anyar semakin berkembang dan terkenal.

2. Bagi instansi terkait, sebaiknya memperhatikan agroindustri marning yang rendah penggunaan teknologi namun masih dapat menopang kehidupan rumah tangga masyarakat. Sebab pada kenyataannya, karena keterbatasan modal dan pengetahuan belum semua masyarakat dapat mengakses teknologi dengan mudah. Perhatian tersebut dapat dilakukan dengan cara pemberian bantuan modal dan pelatihan mengenai kegiatan produksi yang efektif dan efisien.

3. Bagi peneliti lain, sebaiknya melakukan penelitian mengenai analisis lainnya di dalam agroindustri marning ini, karena masih banyak hal yang dapat di jadikan penelitian dalam agroindustri marning.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Aksi Agraris Kanisius. 1993. Teknik Bercocok Tanam Jagung. Kanisius. Yogyakarta.

Arikunto S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2013. Gedong Tataan Dalam Angka. Lampung. Badan Pusat Statistik. 2013. Lampung Dalam Angka. Lampung. Badan Pusat Statistik. 2013. Pesawaran Dalam Angka. Lampung.

Dinas Koperasi, Perindustrian, & Perdagangan Kabupaten Pesawaran. 2013. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Kabupaten Pesawaran. Lampung Downey WD dan Erickson SP. 1987. Manajemen Agribisnis. Erlangga. Jakarta. Fitria M, Affandi MI, dan Nugraha A. 2013. Analisis Finansial Dan Sensitivitas Agroindustri Emping Melinjo Skala Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah (UMKM). Jurnal Ilmu-ilmu Agribisnis Volume 1 Nomor 2 tahun 2013. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Hasan S. 2014. Jumlah koperasi dan UMKM terus meningkat.

http://www.antaranews.com/berita/416949/menkop-jumlah-koperasi-dan-umkm-terus-meningkat. Di akses pada tanggal 20 Agustus 2014.

Hayami Y, Kagawoe T, Morooka Y, Siregar M. 1987. Agricultural Marketing and Processing In Up Land Java: A Perspective from A Sunda Village. The CGPRT Centre. Bogor


(4)

Jamal, Erizal, Maesti M. 2011. Prospek, Peluang dan Potensi, serta Kendala Pengembangan Agroindustri Kalimantan Selatan dalam Perspektif Kerangka Pembangunan Pertanian. Seminar dan Lokakarya Nasional dalam rangka Lustrum ke-10 Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat. http://agrowindistry.blogspot.com/2011/07/prospek peluang-dan-potensi-serta_07.html. Di akses pada tanggal 7 Maret 2014.

Laisa DD, Sayekti WD, dan Nugraha A. 2013. Analisis Harga Pokok Produksi Dan Strategi Pengembangan Pengolahan Ikan Teri Nasi Kering Di Pulau Pasaran Kecamatan Teluk Betung Barat Kota Bandar Lampung. Jurnal Ilmu-ilmu Agribisnis Volume 1 Nomor 2 tahun 2013. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. Lambajang AAA. 2013. Analisis Perhitungan Biaya Produksi Menggunakan

Metode Variabel Costing PT. Tropica Cocoprima. Jurnal Ekonomi Manajemen dan Bisnis Akuntansi Volume 1 Nomor 3 tahun 2013,

halaman 673-683. Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sam Ratulangi Manado. Manado.

Lasena SR. 2013. Analisis Penentuan Harga Pokok Produksi Pada PT. Dimembe Nyiur Agripro. Jurnal Riset Ekonomi Manajemen Bisnis dan Akuntansi. Volume 1, Nomor 3, Tahun 2013, halaman 585-592. Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sam Ratulangi Manado. Manado.

Maharani CND. 2013. Analisis Nilai Tambah Dan Kelayakan Usaha Pengolahan Limbah Padat Ubi Kayu (Onggok) Di Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur. Skripsi. Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian,

Universitas Lampung.

Manulang. 1984. Manajemen Personalia. Ghalia Indonesia. Jakarta. Mosher AT. 1997. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. Yasa Guna.

Jakarta

Mulyadi. 1991. Akuntansi Biaya. Edisi 5. Universitas Gadjah Mada. Aditya Media. Yogyakarta.

Nurmedika, Marhawati M, dan Alam MN. 2013. Analisis Pendapatan Dan Nilai Tambah Keripik Nangka Pada Industri Rumah Tangga Tiara Di Kota Palu, Jurnal Agrotekbis, Vol. 1, No.3, hal 267-273. Universitas Tadulako. Palu. Rahayu ES. 2008. Keamanan Pangan Akibat Kontaminasi Mikroorganisme Dan

Mikotoksin (Presentasi mengenai kerjasama bidang ABG dan Aflatoxin Forum Indonesia ; Masalah Keamanan Produk Industri Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dan Industri Rumah Tangga).

http://upload.ugm.ac.id/376KEAMANANPANGANAKIBATKONTAMI NASIMIKROORGANISMEDANMIKOTOKSIN. Diakses pada tanggal 11 Februari 2015.


(5)

Sagala IC, Affandi MI, dan Ibnu M. 2013. Kinerja Usaha Agroindustri Kelanting Di Desa Karang Anyar Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran. Jurnal Ilmu-ilmu Agribisnis Volume 1 Nomor 1 Tahun 2013. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Saragih B. 1998. Agribisnis : Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian, Kumpulan Pemikiran. Editor Tungkot Sipayung, dkk. Yayasan Mulia Persada. Jakarta.

Slamet UU. 2005. Nilai Tambah dan Balas Jasa Faktor Produksi Pengolahan Hasil-Hasil Pertanian. Bulletin Penelitian No. 08 Tahun 2005.

http://research.mercubuana.ac.id/proceeding/FAKTOR-PRODUKSIPENGOLAHAN-HASIL-HASIL-PERTANIAN.pdf. Diakses pada tanggal 26 Januari 2014.

Soekartawi. 1997. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Rajawali Pers. Jakarta. Soekartawi. 2000. Pengantar Agroindustri. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Suarni. 2003. Jagung pulut: Pemanfaatan dan pengolahan sebagai panganlokal

potensial di Sulawesi Selatan.

http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/ind/bjagung/tiganol.pdf. Diakses pada tanggal 07 Februari 2014.

Suarni dan Widowati S. 2008. Struktur, Komposisi, dan Nutrisi Jagung. http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/ind/bjagung/tiganol.pdf. Diakses pada tanggal 11 Februari 2015.

Sucianrianisaidul. 2012. Manajemen Keuangan.

http://sucianrianisaidul.wordpress.com/pendidikan/manajemen-keuangan/#respond. Diakses pada tanggal 26 Mei 2014.

Suprapto. 2006. Karakteristik, Penerapan dan Pengembangan Agroindustri Hasil Pertanian Di Indonesia.

http://research.mercubuana.ac.id/proceeding/PENERAPAN_DAN_PENG EMBANGAN_AGROINDUSTRIAL.pdf. Diakses pada tanggal 7 Maret 2014.

Suprapto. 2011. Karakteristik, penerapan, dan pengembangan agroindustri hasil pertanian di Indonesia. Staf Pengajar Fakultas Manajemen Agribisnis Universitas Mercu Buana.

http://research.mercubuana.ac.id/proceeding/PENERAPAN_DAN_PENGE MBANGAN_AGROINDUSTRIAL.pdf. Diakses pada tanggal 7 Maret 2014.


(6)

Supriadi H. 2005. Potensi, Kendala, dan Peluang Pengembangan Agroindustri Berbasis Pangan Lokal Ubikayu. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Jawa Timur.

Supriyono. 2002. Manejemen Biaya: Suatu Reformasi Pengelolaan Bisnis. BPFE Yogyakarta. Yogyakarta.

Syafril M. 2004. Prospek Pengembangan Usaha Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir Dan Laut Desa Muara Bengalon. Jurnal Ekonomi Pertanian dan

Pembangunan Volume 1 Nomor 2 Tahun 2004, halaman 26-32. Jurusan Sosek Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mualwarman. Samarinda.

Zulkifli. 2012. Analisis Pendapatan Dan Nilai Tambah Pada Agroindustri Keripik Ubi Di Kecamatan Tanah Luas Kabupaten Aceh Utara. Skripsi. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian, Universitas Malikussaleh. Aceh Utara.