PENGARUH PERSENTASE PEMBERIAN RANSUM PADA SIANG DAN MALAM HARI TERHADAP BOBOT HIDUP, BOBOT KARKAS, DAN BOBOT GIBLET AYAM JANTAN TIPE MEDIUM DI KANDANG PANGGUNG

(1)

PENGARUH PERSENTASE PEMBERIAN RANSUM PADA SIANG DAN MALAM HARI TERHADAP BOBOT HIDUP, BOBOT KARKAS, DAN

BOBOT GIBLET AYAM JANTAN TIPE MEDIUM DI KANDANG PANGGUNG

Oleh

Cintia Agustin Patria(1), Khaira Nova(2), Nining Purwaningsih(2)

ABSTRAK

Suhu udara dalam kandang yang berbeda antara siang dan malam merupakan faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ayam jantan tipe medium.

Apabila ayam jantan tipe medium dipelihara pada lingkungan yang nyaman, tidak stres, ayam bisa tumbuh dan berkembang dengan optimal, sehingga berpengaruh terhadap peningkatan bobot hidup, bobot karkas, dan bobot giblet.

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengetahui pengaruh persentase pemberian ransum pada siang dan malam hari di kandang panggung terhadap bobot hidup, bobot karkas, dan bobot giblet ayam jantan tipe medium; (2) mengetahui level terbaik persentase pemberian ransum pada siang dan malam hari di kandang panggung terhadap bobot hidup, bobot karkas, dan bobot giblet ayam jantan tipe medium.

Penelitian dilaksanakan pada 28 November 2011--16 Januari 2012, di kandang panggung milik Rama Jaya Farm di Karang Anyar, Lampung Selatan. Ayam jantan tipe medium strain MB 502 yang digunakan sebanyak 288 ekor umur 3 minggu dengan rata-rata bobot awal 109,97±10,30 g/ekor dan dipelihara pada petak ukuran 1x1x1m sebanyak 18 petak di kandang panggung. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Langkap (RAL), terdiri atas 3 perlakuan dengan ulangan sebanyak 6 kali. Perlakuan yang diterapkan R1: pemberian ransum 30% siang dan 70% malam, R2: pemberian ransum 50% siang dan 50% malam, dan R3: pemberian ransum 70% siang dan 30% malam. Data yang diperoleh dianalisis ragam pada taraf 5% dan uji lanjut menggunakan uji Duncan jika ada peubah yang nyata.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase pemberian ransum siang dan malam berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap bobot hidup, bobot karkas, dan bobot giblet serta tidak ada level terbaik persentase pemberian ransum siang dan malam yang berpengaruh terhadap bobot hidup, bobot karkas, dan bobot giblet.

1. Alumni Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung 2. Dosen Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung


(2)

PENGARUH PERSENTASE PEMBERIAN RANSUM PADA SIANG DAN MALAM HARI TERHADAP BOBOT HIDUP, BOBOT KARKAS, DAN

BOBOT GIBLET AYAM JANTAN TIPE MEDIUM DI KANDANG PANGGUNG

(Skripsi)

Oleh

Cintia Agustin Patria

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(3)

PENGARUH PERSENTASE PEMBERIAN RANSUM PADA SIANG DAN MALAM HARI TERHADAP BOBOT HIDUP, BOBOT KARKAS, DAN

BOBOT GIBLET AYAM JANTAN TIPE MEDIUM DI KANDANG PANGGUNG

Oleh

Cintia Agustin Patria

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PETERNAKAN

pada

Jurusan Peternakan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

C. Kegunaan Penelitian ... 4

D. Kerangka Pemikiran ... 4

E. Hipotesis ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Ayam Jantan Tipe Medium ... 8

B. Kandang Panggung ... 9

C. Suhu dan Konsumsi Ransum ... 11

D. Metabolisme Basal ... 12

E. Bobot Hidup Unggas ... 14

F. Karkas... ... 15

G. Giblet... ... 18

a. Gizzard ... 19

b. Hati... ... 20


(6)

III. METODE PENELITIAN ... 22

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 22

B. Bahan Penelitian ... 22

a. Ayam ... 22

b. Kandang ... 22

c. Ransum ... 23

d. Air minum ... 24

e. Vaksin, antibiotik, dan vitamin ... 24

C. Alat Penelitian ... 25

D. Rancangan Perlakuan ... 26

E. Rancangan Percobaan ... 26

F. Pelaksanaan Penelitian ... 27

a. Persiapan kandang ... 27

b. Tahap pelaksanaan ... 27

G. Peubah yang Diukur . ... 29

a. Bobot hidup ... 29

b. Bobot karkas ... 29

c. Bobot giblet ... 30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 31

A. Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Hidup Ayam Jantan Tipe Medium ... 31

B. Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Karkas Ayam Jantan Tipe Medium ... 33

C. Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Giblet Ayam Jantan Tipe Medium ... 35

V. SIMPULAN DAN SARAN... 38

A. Simpulan... 38

B. Saran ... ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39


(7)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2002. Meningkatkan Produktivitas Ayam Ras Petelur. PT. Agro Media Pustaka. Depok.

Abubakar, Triyantini, dan H. Setiyanto. 1991. “Kualitas fisik karkas broiler”. Prosiding Seminar Pengembangan Peternakan dalam Menunjang

Pembangunan Ekonomi Nasional. Fakultas Pertanian. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto : 847-853

Akoso, T. 1998. Kesehatan Unggas Panduan Bagi Petugas TeknisPenyuluhan dan Peternak. Cetakan ke-4. Kanisius. Yogyakarta.

Aksi Agraris Kanisius. 2003. Beternak Ayam Pedaging. Cetakan ke-18. Kanisius. Jakarta.

Aliyani, A. 2002. “Persentase Berat Karkas dan Organ dalam Ayam Broiler yang Diberi Tepung Daun Talas (Colocasia esculenta (L.) Schoot) dalam

Ransumnya”. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Amrullah, I.K. 2003. Nutrisi Ayam Broiler. Cetakan ke-1. Lembaga Satu Gunung Budi. Bogor.

Anggorodi, R. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Cetakan ke-4. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakrata.

Balai Riset dan Standarisasi Industri. 2012. Data Hasil Analisis Kalori. Laboratorium Analisis. Lampung.

Blakely, J. dan D.H. Bade. 1998. Ilmu Peternakan. Cetakan ke-3. Diterjemahkan oleh Srigandono, B. Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta.

Cahyono, B. 2004. Cara Meningkatkan Budidaya Ayam Ras Pedaging. Cetakan ke-1. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta.

Daryanti. 1982. “Perbandingan Komposisi Tubuh Antara Ayam Jantan Petelur Dekalb dan Harco Dengan Ayam Jantan Broiler”. Karya Ilmiah. Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(8)

40 Ensminger. 1980. Feed Nutrition Complete. The Ensminger Publishing

Company. Clovis. California.

Fadillah, R. 2004. Ayam Broiler Komersial. Cetakan ke-2. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Farrel, D.J. 1979. “Pengaruh Dari Suhu Tinggi terhadap Kemampuan Biologis Dari Unggas”. Laporan Seminar Ilmu dan Industri Perunggasan I. Pusat Penelitian dan Pengembangan Ternak. Ciawi. Bogor.

Fati, N. 1991. ”Pengaruh Beda Ketinggian Tempat dan Luas Kandang terhadap Laju Pertumbuhan Ayam Broiler”. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Andalas. Padang.

Gunawan dan D.T.H, Sihombing. 2004. “Pengaruh suhu lingkungan tinggi terhadap kondisi fisiologis dan produktivitas ayam buras”. BPTP Bengkulu dan Fakultas Peternakan IPB, Kampus Darmaga, Bogor. Wartazoa 14:1. Herawati, D. 1991. “Persentase Karkas, Potongan Komersial, Giblet dan Lemak Abdominal Ayam Broiler Pada Berbagai Tingkat Pemberian Multigerm”. Skripsi. Jurusan Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ismoyowati, dan T. Widiyastuti. 2003. “Kandungan lemak dan kolesterol daging bagian dada dan paha berbagai unggas lokal”. Animal production. Vol 5 (2) 79--82.

Jull, M. A. 1979. Poultry Husbundry. 3rd ed. Mc Graw Hill Publishing Company. New york. Toronto. London.

Kurtini, T., K. Nova, dan D. Septinova. 2011. Produksi Ternak Unggas. Buku Ajar. Anugrah Utama Raharja (Aura). Bandar Lampung.

Kurtini, T. dan Riyanti. 1996. “Pengaruh Berbagai Tingkat Pemberian Jumlah Ransum Komersial terhadap Penampilan Anak Ayam Kampung”. Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar lampung. Marjuman, E., 1995. ”Pengaruh Suhu Kandang dan Imbangan Kalori-Protein Ransum terhadap Laju Metabolisme Basal, Pertumbuhan, Efisiensi

Penggunaan Ransum, dan Deposisi Lemak pada AyamBroiler”. Disertasi Fakultas Petemakan. Universitas Padjadjaran. Bandung.

Medion. 2012. http://ayamkampung.org/artikel/penyakit-pernapasan-yang-tak- pernah-tuntas-.html. Diakses pada 15 Mei 2012.

Ministery of Agriculture Indonesia, 1998. “Processing Poultry”. International Course on Poultry Husbandry. International Traning Center Ciawi. Bogor.


(9)

Morran, E.T. dan H.L. Orr. 1994. “Respon of broiler strains differing in body fat to inadaquate methionine”. Poultry Science. 72:1116-1126.

Mountney. 1983. Poultry Product Teknology. 2nd ed. The Avi publishing Company. Inc. Wesport.

Murtidjo, B. A. 1992. Mengelola Ayam Buras. Cetakan ke-9. Penerbit Kanisisus. Yogyakarta

________. 2001. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Cetakan ke-12. Penerbit Kanisisus. Yogyakarta

North, M.O. dan D.D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th ed. Avi PublishingCompany Inc. Van Norstrand Reinhold. New York.

Nova, K., T. Kurtini, dan Riyanti. 2002. Manajemen Usaha Ternak Unggas. Buku Ajar. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Nurjanah, T. 2011. “Pengaruh Pemberian Beberapa Ransum Komersial terhadap Bobot Karkas, Giblet, dan Lemak Abdominal Ayam Jantan Tipe Medium Umur 0-8 Minggu”. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung Parakkasi, A. 1998. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Cetakan Ke- 1. Angkasa. Bandung.

Parnell, E. D. 1987. Poultry Production. John Wiley and Son, Inc. New York. Payne. 1970. Cattle Production in The Tropic. Longman Group. London. Purba, D.K. 1990. “Perbandingan Karkas dan Nonkarkas pada Ayam Jantan Kampung, Petelur, dan Broiler Umur 6 Minggu”. Karya ilmiah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Purbasari, P. 1992. “Pengaruh Temperatur dan Pemberian Vitamin C dalam Ransum terhadap Persentase Karkas, Giblet dan Lemak Abdominal Ayam Broiler”. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rahmadiani, W. 2010. “Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Bobot Giblet dan Panjang Usus Ayam Jantan Tipe Medium”. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Rama Jaya. 2008. Kebutuhan Konsumsi Ransum Ayam jantan Tipe Medium per Ekor. PT. Rama Jaya Farm. Lampung.

Rao, R,S.V., D. Nagalashmi, and V.R. Redy. 2002. “Feeding to minimize heat stress”. Poultry International. 41: 42--46.


(10)

42 Rasyaf, M. 2011. PanduanBeternak Ayam Pedaging. Cetakan ke-4. Penebar Swadaya. Jakarta.

Riyanti. 1995. “Pengaruh berbagai imbangan energi protein ransum terhadap performans ayam jantan petelur tipe medium”. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan. Balai Penelitian Ternak. Ciawi. Bogor. Schaible. 1980. Poultry Feed and Nutrition. Dept. of Poultry Sci. Michigan State University, East Lansing. Michigan.

Servatus, J. 2004. Sukses Beternak Ayam Ras Petelur. Cetakan ke-1. PT Agromedia Pustaka. Tanggerang

Siregar, A.P., M. Sabrani, dan S. Pramu. 1992. Teknik Beternak Ayam Pedaging di Indonesia. Cetakan ke-2. Margie Group. Jakarta.

________. 1980. Teknik Beternak Ayam Ras di Indonesa. Margie Group. Jakarta.

Siswanto, P. 2004. ”Pengaruh Persentase Pemberian Ransum pada Siang dan Malam Hari terhadap Persentase Karkas, Giblet dan Lemak Abdominal Broiler pada Frekuensi Pemberian Ransum Empat Kali”. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung.

Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan ke-2. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Steel, R.G.D. dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Diterjemahkan oleh Sumantri, B. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Sudaryani, T. dan H. Santosa. 2003. Pembibitan Ayam Ras. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suprijatna, E., U. Atmomarsono, dan K. Ruhyat. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Cetakan ke-1. Penebar Swadaya. Jakarta.

Syamsi, F.N. 2011. “Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Bobot Hidup, Bobot Karkas dan Bobot Lemak Abdominal Ayam Jantan Tipe Medium di Kandang Panggung”. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung

Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S.

Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Edisi ke-6. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Wahju, J. 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan ke-3. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.


(11)

Yahya, A. 2003. “Pengaruh Saccharomyces cereviciae dalam Ransum terhadap Pertumbuhan Broiler”. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Yousef, M. K. 1985. “Stress Physiology in Livestock : Basic Principles”. Vol 1.


(12)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya protein hewani untuk memenuhi kebutuhan gizi, permintaan masyarakat akan produk-produk peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan sebagai sumber bahan pangan utama dan dikonsumsi oleh masyarakat pada umumnya terdiri atas tiga komoditas yaitu daging, susu, dan telur. Bahan pangan hewani merupakan sumber protein yang berguna untuk kecerdasan, memelihara stamina tubuh, mempercepat regenerasi sel, dan berperan untuk membentuk masyarakat yang sehat, cerdas dan berkualitas.

Salah satu jenis ternak yang dapat memenuhi kebutuhan protein hewani adalah ayam jantan tipe medium. Ayam jantan tipe medium berasal dari hasil samping usaha penetasan ayam tipe medium. Ayam jantan tipe medium di penetasan merupakan hasil yang tidak diharapkan, karena hanya ayam betina yang dipasarkan untuk diambil produksi telurnya.

Ayam jantan tipe medium mempunyai potensi untuk digunakan sebagai penghasil daging. Hal ini karena ayam jantan tipe medium memiliki kadar lemaknya lebih rendah dibandingkan dengan broiler. Daryanti (1982) menyatakan bahwa


(13)

2,36% dan 3,30%. Persentase lemak ini masih rendah daripada persentase lemak

broiler umur 6 minggu yaitu 6,65%.

Pertumbuhan ayam jantan tipe medium dipengaruhi oleh dua faktor yaitu genetik 30% dan lingkungan 70%. Salah satu keadaan lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ayam jantan tipe medium adalah suhu udara dalam kandang yang berbeda antara siang dan malam. Menurut Aksi Agraris

Kanisius/AAK (2003), perbedaan suhu antara siang dan malam hari cukup tinggi, yaitu berkisar antara 3 dan 50C dengan kisaran suhu harian 26--320C.

Masalah yang dihadapi ayam pada umur awal adalah keterbatasan lingkungan dan manajemen pemeliharaan. Ayam seringkali menderita akibat suhu tinggi,

kelembaban rendah dan ventilasi yang jelek. Suhu dan kelembaban udara yang tinggi pada siang akan menyebabkan konsumsi air minum meningkat, nafsu makan menurun sehingga konsumsi ransum rendah dan konversi ransum kurang baik. Sebaliknya, suhu dan kelembaban udara yang rendah pada malam akan menyebabkan konsumsi air minum menurun, nafsu makan meningkat sehingga konsumsi ransum tinggi dan konversi ransum menjadi lebih baik.

Untuk mencegah terjadinya pemborosan ransum sebagai akibat dari belum adanya persentase pemberian ransum pada siang dan malam bagi ayam jantan tipe

medium di lapangan, perlu dilakukan pemberian ransum sesuai dengan suhu lingkungan. Pada sore hari dan sepanjang malam sampai menjelang pagi hari merupakan suhu harian rendah. Ayam akan merasa nyaman dan akan makan lebih banyak dibandingkan dengan makan pada saat suhu menjelang tengah hari hingga sore hari.


(14)

3 Salah satu cara menciptakan suhu yang nyaman bagi ternak dapat menggunakan kandang panggung. Menurut Fadillah (2004), kandang panggung mempunyai ventilasi yang berfungsi lebih baik karena udara bisa masuk dari bawah dan samping kandang. Apabila ayam jantan tipe medium dipelihara pada lingkungan yang nyaman, tidak stres, tersedia ransum yang berkualitas dan air minum yang bersih dan ad libitum, ayam bisa tumbuh, berkembang dan berproduksi dengan optimal, sehingga berpengaruh terhadap peningkatan bobot hidup, bobot karkas, dan bobot giblet.

Berkaitan dengan hal tersebut, manajemen pemeliharaan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan suatu usaha produksi peternakan. Untuk mendapatkan hasil yang baik, yang paling utama adalah menciptakan kondisi dan tempat yang

nyaman untuk hidup ayam jantan tipe medium.

Berdasarkan uraian di atas, penulis bermaksud melakukan penelitian tentang pengaruh persentase pemberian ransum pada siang dan malam hari terhadap bobot hidup, bobot karkas, dan bobot giblet pada ayam jantan tipe medium di kandang panggung.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

(1) mengetahui pengaruh persentase pemberian ransum pada siang dan malam hari terhadap bobot hidup, bobot karkas, dan bobot giblet ayam jantan tipe medium di kandang panggung;


(15)

(2) mengetahui level terbaik persentase pemberian ransum pada siang dan malam hari terhadap bobot hidup, bobot karkas, dan bobot giblet ayam jantan tipe medium di kandang panggung.

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi penting kepada peternak tentang pengaruh persentase pemberian ransum pada siang dan malam hari terhadap bobot hidup, bobot karkas, dan bobot giblet ayam jantan tipe medium di kandang panggung serta sebagai pengetahuan tentang persentase pemberian ransum yang terbaik dalam upaya untuk meningkatkan produksi ayam jantan tipe medium.

D. Kerangka Pemikiran

Ayam jantan tipe medium adalah hasil sampingan dari usaha penetasan ayam tipe medium yang dikembangkan sebagai ternak penghasil daging. Pemanfaatan ayam jantan tipe medium sebagai ternak penghasil daging didasarkan oleh beberapa hal, antara lain pertumbuhan dan bobot hidupnya yang lebih tinggi dibandingkan dengan ayam betina petelur (Wahju, 1992).

Setiap peternak menginginkan ternak yang dibudidayakannya memiliki laju pertumbuhan yang tinggi, bebas dari penyakit dan memiliki harga yang tinggi di pasar. Faktor utama yang harus diperhatikan oleh peternak yaitu faktor

lingkungan yang terdiri dari iklim dan ransum sehingga akan berpengaruh terhadap laju pertumbuhan.


(16)

5 Iklim dapat memengaruhi produktivitas ternak secara langsung dan tidak

langsung. Dampak pengaruh langsung iklim bagi ternak yaitu terjadinya stres panas atau dingin, sehingga ternak tidak nyaman dan berakibat pada penurunan produksi dan reproduksi ternak. Menurut Payne (1970), Indonesia termasuk dalam iklim tropis dengan suhu udara tinggi 270C dan curah hujan tinggi

2.032--3.048 mm.

Menurut Yahya (2003), suhu di Kota Bandar Lampung yang merupakan tempat penelitian berkisar antara 28,18 dan 30,140C pada siang hari dan 24,61--26,730C

pada malam hari. Suhu yang nyaman untuk ayam ialah 25--280C (Medion, 2012).

Suhu pada siang hari yang cukup tinggi, ayam akan mengonsumsi ransum lebih sedikit sehingga proses pencernaan berlangsung secara tidak maksimal dan metabolisme ikut terganggu sejalan dengan itu laju pertumbuhan akan terhambat. Upaya untuk mengatasi konsumsi ransum yang rendah pada siang hari dapat dilakukan pemberian ransum pada malam hari karena suhu pada malam hari relatif lebih rendah daripada siang. Pada malam hari saat lingkungan sejuk, ayam mendapatkan kesempatan untuk mengonsumsi ransum, sehingga pencernaan akan berjalan lancar.

Respon ayam jantan tipe medium akibat cekaman panas menyebabkan konsumsi ransum menurun karena ternak akan mempertahankan suhu tubuh dan akan mengimbangi penguapan tubuh sehingga ayam akan mengonsumsi air minum lebih banyak akhirnya tembolok akan penuh dengan air. Rendahnya asupan konsumsi ransum menyebabkan konsumsi protein dari ransum menjadi lebih rendah. Hal ini akan mengakibatkan laju pertumbuhan terhambat.


(17)

Laju pertumbuhan yang terhambat akan memengaruhi perkembangan jaringan tubuh, organ tubuh, dan bobot hidup dan berpengaruh terhadap kualitas karkas. Persentase bobot karkas mempunyai hubungan yang erat dengan bobot hidup

broiler. Semakin tinggi bobot hidup, semakin tinggi bobot karkas yang dihasilkan (Daryanti, 1982). Bobot karkas sangat ditentukan oleh bagian tubuh ayam seperti daging, tulang, dan lemak. Peningkatan bobot hidup akan diikuti dengan

peningkatan bobot karkas yang dihasilkan.

Parakkasi (1998) menyatakan bahwa pencapaian bobot karkas sangat berkaitan erat dengan bobot potong dan pertambahan berat tubuh. Semakin besar bobot potong dan pertambahan berat tubuh maka bobot karkas akan semakin meningkat dan pertambahan berat lemak abdominal pun akan meningkat.

Proses pelepasan panas khususnya saat ayam berada pada suhu lingkungan tinggi dilakukan dengan melakukan panting. Panting merupakan cara untuk

menetralkan suhu dalam tubuh yaitu dengan membuka mulutnya terus menerus atau terengah-engah (AAK, 2003). Hal ini disebabkan oleh ayam yang tidak memiliki kelenjar keringat untuk pengeluaran panas. Ayam bernapas

membutuhkan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Supaya kebutuhan oksigen selalu terpenuhi, ventilasi kandang harus baik.

Menurut Abidin (2002), kandang panggung merupakan bentuk kandang yang paling banyak dibangun untuk mengatasi suhu yang panas. Keunggulan kandang panggung adalah ventilasinya berfungsi lebih baik dibandingkan dengan kandang postal (litter). Oleh karena itu, pergerakan (sirkulasi) udara di dalam kandang


(18)

7 menjadi lebih baik. Dengan demikian, suhu di dalam kandang relatif lebih rendah dan ayam merasa lebih nyaman.

Pada umumnya pemeliharaan ayam jantan tipe medium di Lampung belum terlalu memperhatikan persentase pemberian ransum pada siang dan malam. Peternak hanya memberikan ransum secara ad libitum tanpa adanya patokan khusus untuk ayam jantan tipe medium, sehingga mengakibatkan pemborosan dalam pemberian ransum. Oleh sebab itu, diperlukan informasi tentang persentase pemberian ransum pada siang dan malam yang optimum untuk memenuhi nutrisi secara kualitas dan kuantitas serta mencapai pertumbuhan yang optimal sehingga akan berpengaruh terhadap bobot hidup, bobot karkas, danbobot giblet ayam jantan tipe medium.

E. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah

(1) ada pengaruh persentase pemberian ransum pada siang dan malam hari terhadap bobot hidup, bobot karkas, dan bobot giblet ayam jantan tipe medium di kandang panggung;

(2) terdapat level terbaik persentase pemberian ransum pada siang dan malam hari terhadap bobot hidup, bobot karkas, dan bobot giblet ayam jantan tipe medium di kandang panggung.


(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Ayam Jantan Tipe Medium

Berdasarkan bobot tubuh yang dicapai oleh ayam, maka dikenal tiga tipe ayam yaitu ayam tipe ringan (diantaranya Babcock, Hyline, dan Kimber); tipe medium (diantaranya Dekalb, Kimbrown, dan Hyline B11); dan tipe berat (diantaranya

Hubbard, Starbro, dan Jabro). Tipe ringan mempunyai bobot tubuh dewasa tidak lebih dari 1.880 g; tipe medium tidak lebih dari 2.500 g; dan tipe berat tidak lebih dari 3.500 g (Wahju, 1992).

Ayam jantan tipe medium atau disebut juga ayam tipe dwiguna selain sebagai ternak penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging. Pada usaha pembibitan, peluang untuk menghasilkan ayam betina dan ayam jantan setiap kali penetasan 50%. Ayam yang biasa digunakan sebagai penghasil telur adalah ayam betina, sedangkan ayam yang digunakan sebagai ternak

penghasil daging adalah ayam jantan. Dengan demikian, kemungkinan anak ayam jantan tipe medium sebagai ternak penghasil daging cukup besar (Riyanti, 1995).

Pemanfaatan ayam jantan tipe medium sebagai ternak penghasil daging

didasarkan oleh beberapa hal, antara lain pertumbuhan dan bobot hidupnya yang lebih tinggi dibandingkan dengan ayam betina petelur dan harga day old chick


(20)

9 (DOC) ayam jantan tipe medium lebih murah dibandingkan dengan DOC ayam pedaging (Wahju, 1992).

Penelitian Daryanti (1982) yang dilakukan pada ayam petelur jantan Harco dan

Decalb menyatakan bahwa persentase lemak ayam petelur jantan Harco pada umur enam minggu adalah 2,36%; sedangkan ayam petelur jantan Decalb 3,39%. Persentase lemak ini masih lebih rendah daripada persentase lemak broiler, yaitu 6,65 %. Menurut Ismoyowati dan Widiyastuti (2003), rataan kandungan lemak daging dada ayam kampung yaitu 1,18%.

Pemberian ransum untuk ayam tipe medium umumnya dilakukan secara

ad libitum, terutama fase pertumbuhan, sedangkan pada fase remaja mulai dibatasi baik dengan cara membatasi jumlah pemberian maupun dengan cara kualitatif. Hal ini bertujuan untuk menghemat biaya ransum (Kurtini dan Riyanti, 1996).

B. Kandang Panggung

Kandang berfungsi untuk melindungi ternak ayam dari pengaruh buruk iklim, seperti hujan, panas matahari, atau gangguan-gangguan lainnya. Kandang yang nyaman dan memenuhi syarat-syarat perkandangan akan memberikan dampak positif karena ternak menjadi tenang dan tidak stres. Selanjutnya, ternak akan memberikan imbalan produksi yang lebih baik bagi peternak pemelihara (Sudaryani dan Santosa, 2003).

Menurut Rasyaf (2011), keuntungan sistem kandang panggung antara lain kandang bersih, tidak berbau, kecil kemungkinan tertular kuman penyakit dari


(21)

kotoran, mudah dalam pemberian ransum dan minum, serta mudah dalam pemasukan dan pengeluaran ayam.

Menurut Fadillah (2004), kandang panggung mempunyai ventilasi yang berfungsi lebih baik karena udara bisa masuk dari bawah dan samping kandang, sedangkan kekurangan kandang panggung menurut Suprijatna, dkk. (2005) adalah tingginya biaya peralatan dan perlengkapan, tenaga dan waktu untuk pengelolaan

meningkat, ayam mudah terluka, dan telapak kaki mengeras (bubulen).

Menurut Murtidjo (1992), pada kandang panggung dinding yang terbuka terbuat dari anyaman kawat, sehingga memungkinkan terjadinya pertukaran udara dalam kandang. Biasanya dilengkapi dengan tirai dari plastik atau goni untuk

menghalangi angin langsung dan mempertahankan suhu udara pada malam hari. Suprijatna, dkk. (2005) menyatakan bahwa kandang panggung merupakan kandang yang lantainya menggunakan bahan berupa bilah bambu yang disusun memanjang sehingga lantai kandang bersih. Lantai kandang panggung harus berlubang atau menggunakan sistem slat yang terbuat dari bambu dan kayu. Jarak antara slat 2,5 cm. Hal ini bertujuan agar udara bisa masuk dari sela-sela lantai tersebut.

Menurut Servatus (2004), kandang yang sering digunakan dan banyak diminati oleh peternak adalah kandang bentuk panggung dengan tipe kandang terbuka (open house). Kelebihan dari kandang panggung diantaranya adalah:

efisien dalam pemakaian sekam; sirkulasi udara lebih sehat dan lancar; bahan-bahan yang dipergunakan terjangkau ketersediaannya; lebih cocok diterapkan di daerah yang cendrung kondisi suhu dan kelembabannya tinggi; mengurangi


(22)

11 kadar amoniak (NH3) dan bau; performan ayam lebih stabil dan pertumbuhan ayam lebih cepat besar.

C. Suhu dan Konsumsi Ransum

Menurut Rao, dkk. (2002), suhu tubuh unggas meningkat setelah mengonsumsi ransum disebabkan oleh proses thermogenik dari pencernaan dan metabolisme. Pada pemberian ransum pada pagi hari, pengaruh thermogenik bersamaan dengan peningkatan suhu lingkungan akan memperparah unggas akibat stres panas. Pengaruh thermogenik berakhir setelah 8--10 jam pada suhu 35°C, dibandingkan hanya 2 jam pada suhu 20°C. Produksi panas metabolik 20--70% lebih rendah pada ayam yang lapar dibandingkan dengan ayam setelah diberi makan.

Suhu lingkungan kandang yang lebih tinggi menyebabkan ayam mengurangi konsumsi ransumnya agar produksi panas dalam tubuhnya tidak berlebih dan akan meningkatkan konsumsi air minum sebagai upaya dalam mengurangi tekanan panas. Marjuman (1995) menyatakan bahwa terjadi penurunan konsumsi ransum sebesar 1,7% pada setiap kenaikan suhu sebesar 1°C. Fati (1991) mengatakan bahwa bila suhu tinggi, ayam akan mengonsumsi air lebih banyak, akibatnya nafsu makan menurun, dan berakibat pada penurunan konsumsi energi.

Disamping terjadinya penurunan konsumsi energi sebagai akibat dari penurunan konsumsi ransum, penggunaan energi sudah tidak efisien lagi. Hal ini disebabkan oleh sejumlah energi yang seharusnya digunakan untuk pertumbuhan, terpaksa digunakan untuk aktifitas fisiologis tubuh karena suhu yang tinggi. Sebaliknya


(23)

pada suhu rendah ayam akan makan dengan frekuensi lebih banyak sehingga konversi ransum akan lebih baik (Amrullah, 2003).

Suhu harian minimum dan maksimum sangat berbeda di daerah tropis. Sore hari dan sepanjang malam hingga pagi hari merupakan suhu harian rendah. Musim dan wilayah tertentu haruslah diperhatikan agar tidak memberikan ransum terlalu banyak pada pagi hari jika tengah hari jauh lebih panas dari biasanya (Amrullah, 2003).

Farrel (1979) menyatakan bahwa suhu lingkungan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi konsumsi ransum. Bila suhu tinggi, unggas akan

mengonsumsi air lebih banyak akibatnya nafsu makan menurun.

Menurut Amrullah (2003), ransum yang diberikan pada pagi hari sampai pukul 14.00 rata-rata sebanyak 12,5--20,0% dan sisa ransum sebanyak 80,0--87,5% diberikan setelah pukul 14.00 sampai malam hari. Dengan demikian, persentase pemberian ransum pada siang dan malam hari akan berbeda.

D. Metabolisme Basal

Menurut Murtidjo (1992), energi diperlukan untuk semua kegiatan fisiologis dan produksi ayam termasuk aktivitas pernapasan, sirkulasi darah, pencernaan makanan, dan sebagainya. Kebutuhan energi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain bobot tubuh, suhu lingkungan, aktivitas, dan status fisiologis ayam. Total energi yang tercerna dari ransum yang dikonsumsi, porsi yang digunakan


(24)

13 untuk hidup pokok cukup besar, meliputi keperluan metabolisme basal dan

aktivitas lainya seperti makan dan minum.

Laju metabolisme basal adalah energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi fisiologis normal pada saat istirahat (Farrel, 1979). Pada saat suhu tinggi terjadi peningkatan kerja jantung, pernapasan, dan sirkulasi darah. Hal ini menyebabkan kebutuhan energi meningkat yang diikuti oleh peningkatan metabolisme basal. Menurut Fuller dan Rendon (1977) dalam Gunawan dan Sihombing (2004), meningkatnya laju metabolisme basal disebabkan karena bertambahnya penggunaan energi akibat bertambahnya frekuensi pernafasan, kerja jantung serta bertambahnya sirkulasi darah.

Hewan berdarah panas (homoiterm) akan selalu mempertahankan suhu tubuhnya agar selalu konstan. Cara yang dilakukan yaitu dengan menggantikan panas yang hilang ke lingkungan. Heat increment merupakan proses terjadinya kenaikan produksi panas tubuh yang terjadi setelah ternak mengonsumsi ransum. Dengan adanya heat increment sebagai akibat pencernaan makanan dan metabolisme zat-zat makanan, akan menimbulkan beban panas bagi ayam dan akhirnya aktifitas metabolisme menjadi berkurang. Berkurangnya aktifitas metabolisme karena suhu lingkungan yang tinggi, dapat berpengaruh terhadap menurunnya aktifitas makan dan minum Fuller dan Rendon (1977) dalam Gunawan dan Sihombing (2004).

Menurut Farrel (1979), pada malam hari saat suhu lingkungan rendah, aktivitas dari kelenjar tiroid dapat menghasilkan tiroksin secara maksimal. Fungsi utama hormon tiroksin untuk meningkatkan metabolisme dan penyerapan zat-zat nutrisi


(25)

yang akan meningkatkan absorpsi makanan di usus, dengan demikian laju pertumbuhan akan meningkat. Pada siang hari suhu lingkungan tinggi, kelenjar tiroid tidak menghasilkan tiroksin secara maksimal yang akan menurunkan laju pertumbuhan.

E. Bobot Hidup Unggas

Menurut Soeparno (1998), bobot hidup adalah bobot yang didapat dengan cara penimbangan bobot ayam setelah dipuasakan selam 6 jam. Bobot hidup perlu diperhatikan karena berpengaruh terhadap bobot karkas sehingga kualitas dan kuantitas dari ransum yang dikonsumsi perlu diperhatikan juga. Tujuan utama pemberian ransum adalah untuk menghasilkan pertumbuhan yang paling cepat sedapat mungkin dengan jumlah ransum yang paling sedikit, serta hasil akhir yang memuaskan dalam jangka waktu ekonomis yang pendek (Blakely dan Bade, 1998).

Bobot hidup erat kaitannya dengan pertumbuhan. Pertumbuhan yang baik akan menghasilkan bobot hidup yang tinggi. North dan Bell (1990) menyatakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi bobot hidup ayam adalah pakan (nutrisi),

genetik, jenis kelamin, suhu, dan tata laksana. Menurut Aliyani (2002), faktor genetik dan lingkungan juga memengaruhi laju pertumbuhan komposisi tubuh yang meliputi distribusi bobot, komposisi kimia, dan komponen karkas. Hal yang sama dinyatakan bahwa bobot hidup dipengaruhi oleh konsumsi ransum, kualitas ransum, lama pemeliharaan, dan aktivitas. Hasil penelitian Syamsi (2011),


(26)

rata-15 rata bobot hidup ayam jantan tipe medium pada umur panen 7 minggu adalah 655,00 dan 716,66 g/ekor.

F. Karkas

Hasil pemotongan ternak terdiri dari dua bagian yaitu karkas dan nonkarkas. Karkas merupakan hasil utama pemotongan ternak pedaging yang mempunyai nilai ekonomis yang lebih tinggi daripada nonkarkas (Soeparno, 1998). Menurut AAK (2003), karkas adalah hasil pemotongan ayam yang telah dibuang darah, bulu, kepala dan leher, kaki, serta isi perut, dan isi rongga dada.

Menurut Blakely dan Bade (1998), karkas merupakan hasil sesungguhnya dari produksi ternak potong, kualitas karkas telah ditetapkan oleh USDA, yaitu terdiri atas kelas atau grade A, B, dan C. Kualitas karkas didasarkan pada konformasi, perdagingan, tingkat perlemakan di bawah kulit, bebas dari bulu-bulu halus, tidak ada tulang yang patah, dan bebas dari kerusakan lainya.

Kualitas karkas sangat ditentukan oleh ransum yang diberikan pada ternak. Hal ini berkaitan dengan tersedianya zat-zat makanan yang dibutuhkan untuk

menyusun komponen-komponen karkas diantaranya protein, lemak, air, mineral dan vitamin (Anggorodi, 1995).

Karkas terdiri atas tulang, daging, dan lemak yang terbentuk dari nutrisi hasil pencernaan bahan makanan yang tidak terbuang. Karkas siap masak memiliki bobot dua pertiga dari bobot hidup, karena bagian bulu, kaki, leher, kepala, dan isi perut dipisahkan dari karkas (Rasyaf, 2011). Selain dipengaruhi oleh bobot hidup,


(27)

bobot karkas juga dipengaruhi oleh kandungan nutrisi ransum. Salah satu zat makanan yang sangat memengaruhi pertumbuhan jaringan pembentukan karkas adalah protein (Soeparno, 1998).

Persentase karkas ayam pedaging dan lokal meningkat selama masa pertumbuhan, bertambahnya umur, dan bobot hidup (Soeparno, 1998). Semakin tinggi bobot hidup maka produksi karkas semakin meningkat. Bobot hidup rendah

menghasilkan bobot karkas rendah karena komponen utama karkas adalah tulang dan otot (Purba, 1990).

Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum pemotongan, antara lain genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, dan ransum serta proses setelah pemotongan (Abubakar, dkk., 1991). Menurut Soeparno (1998), umur, jenis kelamin, bobot hidup, dan tingkat kepadatan kandang juga

memengaruhi komposisi karkas. Produksi karkas erat hubungannya dengan bobot hidup. Penurunan bobot karkas dapat disebabkan oleh bobot hidup yang

menurun.

Ensminger (1980) menjelaskan bahwa persentase karkas yaitu jumlah

perbandingan bobot karkas dan bobot tubuh akhir dikalikan 100%. Bertambahnya bobot hidup ayam pedaging akan mengakibatkan bobot karkas meningkat dan persentase karkas akan meningkat pula. Bobot karkas normal adalah 60--75 % dari bobot tubuh (Siregar, dkk.,1992).

Menurut Morran dan Orr (1994), persentase karkas ayam jantan lebih besar dibandingkan ayam betina. Ayam betina lebih banyak menghasilkan kulit dan


(28)

17 lemak abdomen daripada jantan. Persentase karkas broiler meningkat selama masa pertumbuhan seiring dengan bertambahnya umur dan bobot hidup serta dipengaruhi oleh bobot saluran pencernaan (Soeparno, 1998).

Hasil penelitian Syamsi (2011) menunjukkan bahwa bobot karkas ayam jantan tipe medium pada umur panen 7 minggu adalah 517,5 g/ekor dari bobot hidup 716 g/ekor dengan kepadatan kandang 16 ekor/m2, sedangkan menurut Nurjanah

(2011), ayam jantan tipe medium pada umur panen 8 minggu bobot karkas berkisar antara 585,42 dan 588,75 g/ekor dengan bobot hidup 962,50--971,67 g/ekor. Siswanto (2004) menyatakan bahwa pada umur pemanenan 6 minggu,

broiler memiliki bobot hidup 1.950--2.105 g/ekor dengan persentase karkas sebesar 71,78--74,11%.

Menurut Siregar (1980), karkas yang baik berbentuk padat dan tidak kurus, tidak terdapat kerusakan kulit ataupun dagingnya. Sedangkan karkas yang kurang baik mempunyai daging yang kurang padat pada bagian dada sehingga kelihatan panjang dan kurus.

Persentase karkas merupakan faktor terpenting untuk menilai produksi ternak, karena produksi erat hubungannya dengan bobot hidup, dimana semakin bertambah bobot hidupnya, maka produksi karkasnya akan semakin meningkat (Murtidjo, 2001).


(29)

G. Giblet

Giblet terdiri atas jantung, hati, dan gizzard, biasanya dimasukkan dalam karkas yang tergolong jaringan tubuh yang lebih awal terbentuk, serta berperan penting dalam menunjang kehidupan awal pertumbuhan (Soeparno,1998). Bobot giblet

meningkat dengan meningkatnya bobot karkas, walaupun persentase terhadap bobot hidup ayam akan menurun (Rasyaf, 2011).

Menurut Mountney (1983), giblet tergolong jaringan tubuh yang lebih dulu terbentuk dan sangat penting dalam menunjang kehidupan awal pada masa pertumbuhan. Persentase giblet berkisar antara 3,9 dan 5,1 % dari bobot hidup. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap bobot giblet adalah strain, besar ayam, jenis kelamin dan umur.

Sidney dan Orr (1964) dalam Purbasari (1992) menyatakan bahwa persentase

giblet berbeda antara jantan dan betina. Persentase giblet pada ayam betina lebih tinggi dari pada ayam jantan pada umur 8,5 minggu. Giblet adalah hasil ikutan yang dapat dimakan dan memiliki nilai ekonomis.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Syamsi (2011), bobot giblet ayam jantan tipe medium dengan umur panen 7 minggu adalah 32,90 g/ekor, sedangkan menurut Nurjanah (2011), ayam jantan tipe medium pada umur panen 8 minggu bobot giblet berkisar antara 42,52 dan 43,85 g/ekor. Siswanto (2004) menyatakan bahwa pada umur pemanenan 6 minggu broiler memiliki persentase 3,65--4,22%.


(30)

19 a. Gizzard

Menurut Parnel (1987), gizzard terbentuk dari otot-otot yang kuat dimana dalam proses pencernaan terjadi pencernaan secara kimiawi dan mekanik. Fungsi utama

gizzard adalah menggiling dan menghancurkan makanan sebelum masuk ke usus yang dilakukan dengan cara memecah ikatan hemiselulosa secara fisik (Jull, 1979).

Gizzard terletak antara proventrikulus dengan batas atas usus halus. Gizzard

mempunyai dua pasang otot yang kuat dan sebuah mukosa (North dan Bell, 1990). Menurut Tilman, dkk. (1998), gizzard mempunyai otot-otot kuat yang selalu berkontraksi untuk menghancurkan makanan. Gizzard biasanya mengandung bahan penghalus seperti batu kecil dan pasir. Selanjutnya ditambahkan oleh Akoso (1998) bahwa ukuran gizzard dipengaruhi oleh aktivitasnya. Aktivitas otot gizzard akan terjadi apabila makanan masuk ke dalamnya.

Menurut Crawley, dkk. (1980) dalam Herawati (1991), persentase gizzard akan menurun dengan bertambahnya bobot hidup, lebih lanjut dijelaskan bahwa persentase gizzardbroiler umur enam minggu sebesar 3,21% dari bobot hidup.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Purba (1990), bobot gizzard ayam jantan tipe medium berada diantara bobot gizzard ayam kampung jantan dan

broiler jantan yaitu 12,27; 14,45; dan 24,04 g, berturut-turut untuk ayam kampung, ayam jantan tipe medium dan broiler.


(31)

b. Hati

Hati merupakan jaringan yang bewarna cokelat kemerahan yang terdiri atas dua gelambir yang besar terletak diantara duodenum dan gizzard (Jull, 1979). Hati terdiri atas dua bilik besar, diantara duodenum dan usus halus (North dan Bell, 1990). Salah satu fungsi bilik hati mensekresikan cairan empedu ke dalam

duodenum untuk membantu proses pencernaan.

Sekresi yang dihasilkan hati untuk pencernaan adalah cairan empedu melalui kantong empedu dan ductus pancreaticus. Cairan empedu bersifat basa dan berguna untuk menetralisir keasaman dan racun dalam ransum serta

mengemulsikan lemak agar dapat diabsropsi (Jull, 1979). Menurut Soeparno (1998), kadar lemak ransum memengaruhi bobot hati. Kadar lemak ransum yang cukup tinggi menyebabkan bobot hati tinggi karena hasil metabolisme lemak yang disimpan dalam hati cukup banyak.

Hasil penelitian Purba (1990) menunjukkan bahwa persentase hati pada ayam jantan tipe medium lebih rendah dibandingkan dengan ayam kampung jantan, sedangkan dengan broiler jantan lebih tinggi yaitu 2,27; 1,89; 1,71 g, berturut-turut untuk ayam kampung, ayam jantan tipe medium, dan broiler.

c. Jantung

Jantung berfungsi sebagi alat pemompa darah ke seluruh tubuh serta membantu paru-paru dalam pertukaran oksigen dan karbon dioksida agar metabolisme tubuh berjalan dengan baik. Jantung terletak di rongga dada (thorak) agak ke kiri dan


(32)

21 sejajar dengan garis axis tubuh serta dilapisi oleh kandung perikardium,

mempunyai empat ruang yakni dua atrium dan dua ventrikel bagian kanan dan kiri yang berfungsi agar darah tidak tercampur (Jull, 1979).

Menurut North dan Bell (1990), jantung ayam berdetak dengan laju 300 denyut per menit. Laju jantung dipengaruhi oleh faktor -faktor seperti ukuran tubuh, umur dan suhu lingkungan. Besar jantung bervarisi antara unggas dan tergantung dari besar tubuh unggas tersebut. Unggas yang mempunyai ukuran tubuh lebih kecil mempunyai laju yang lebih tinggi dibandingkan dengan unggas yang mempunyai ukuran tubuh besar.

Hasil penelitian yang dilakukan Purba (1990) menunjukkan bahwa bobot jantung ayam jantan tipe medium, ayam kampung dan broiler jantan berturut-turut yaitu 3,01; 3,39; dan 9,00 g. Purba (1990) mengatakan bahwa bangsa dapat

memengaruhi proporsi dari jantung dan juga nutrisi yang diberikan pada saat pemeliharaan yaitu bobot jantung untuk ayam kampung 6,1 g dengan persentase 0,62%, itik 13,99 g dengan persentase 1,26%, dan broiler 10,88 g dengan persentase 0,83%.


(33)

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada 28 November 2011--16 Januari 2012 selama 7 minggu, di kandang panggung milik Rama Jaya Farm, Karang Anyar, Lampung Selatan.

B. Bahan Penelitian

a. Ayam

Ayam yang digunakan pada penelitian ini adalah ayam jantan tipe medium strain

MB 502 umur 3 minggu sebanyak 288 ekor dengan kepadatan kandang 16 ekor/m2. Rata-rata bobot awal 109,97±10,30 g/ekor dengan koefisien

keragamannya 9,4%. Untuk karkas diambil ayam umur 7 minggu. Rata-rata bobot panen 771,94±20,25 g/ekor dengan koefisien keragamannya 2,6%.

b. Kandang

Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang panggung, sebanyak 18 petak dan setiap petak berukuran 1x1x1 m.


(34)

23 c. Ransum

Ransum yang digunakan pada penelitian ini adalah ransum komersial BBR1 (Bestfeed) yang diproduksi PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk yang diberikan pada umur 1--49 hari. Kandungan nutrisi ransum disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan nutrisi ransum berdasarkan analisis proksimat

Kandungan nutrisi BBR-1 (Bestfeed) (%)

Air 8,97

Protein 21,70

Lemak 8,69

Serat kasar 2,00

Abu 4,76

BETN 53,88

Gross energi (kkal/kg)* 3.965,08

Energi metabolis (kkal/kg)** 3.172,06

Sumber : Hasil analisis Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak,

Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung (2012). * Hasil analisis Balai Riset dan Standarisasi Industri Bandar Lampung

(2012).

** Hasil perhitungan 80% dari nilai Gross energi (Schaible, 1980).

Persentase pemberian ransum pada siang dan malam didasarkan pada konsumsi ransum ayam jantan tipe medium yang di pelihara di Rama Jaya Farm disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kebutuhan konsumsi ransum ayam jantan tipe medium di Rama Jaya Farm

Minggu Konsumsi ransum

(g/ekor/hari)

1 12

2 19

3 25

4 31

5 37

6 7

42 47 Sumber : Rama Jaya Farm (2008)


(35)

Berdasarkan Tabel 2 maka perlakuan R1= 30% siang : 70% malam; R2 = 50% siang : 50% malam; dan R3 70% siang : 30% malam dari ad libitum dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Perlakuan pemberian ransum berdasarkan konsumsi ransum ayam jantan tipe medium di Rama Jaya Farm

Minggu ke-

Perlakuan

R1 R2 R3

30% siang 70% malam 50% siang 50% malam 70% siang 30% malam ---(g/ekor/hari)---

3 7,50 17,50 12,50 12,50 17,50 7,50

4 9,30 21,70 15,50 15,50 21,70 9,30

5 11,10 25,90 18,50 18,50 25,90 11,10

6 12,60 29,40 21,00 21,00 29,40 12,60

7 14,10 32,90 23,50 23,50 32,90 14,10

d. Air minum

Air minum yang digunakan dalam penelitian berupa air sumur yang diberikan secara ad libitum.

e. Vaksin, antibiotik, dan vitamin

Vaksin yang diberikan adalah Medivac ND-IB (tetes mata) + ND-AI Kill Medion H5N1 0,2 cc, Gumboro MB, Gumboro MB + susu skim 80 g, Medivac ND-IB +

susu skim 60 g, ND Lasota + susu skim 100 g. Antibiotik yang diberikan adalah

Spira fluq. Vitamin yang diberikan adalah Strong fit, Multicarnitol, dan Catalys


(36)

25 C. Alat Penelitian

(1) tempat ransum baki (chick feeder tray) diameter 35 cm sebanyak 18 buah yang digunakan untuk ayam umur 1--14 hari;

(2) tempat ransum gantung (hanging feeder) diameter 25 cm sebanyak 18 buah yang digunakan untuk ayam berumur 15--49 hari;

(3) tempat air minum berbentuk tabung diameter 10,5 cm sebanyak 18 buah; (4) timbangan elektrik merek Boego dengan ketelitian 0,001 g yang digunakan

untuk menimbang ransum pada minggu 3--7, karkas, dan giblet; (5) timbangan kapasitas 2 kg dengan ketelitian 20 g merek use for family

sebanyak 1 buah yang digunakan untuk menimbang day old chick (DOC), bobot tubuh ayam umur 1--7 minggu, bobot hidup, dan vitamin;

(6) timbangan kapasitas 5 kg ketelitian 100 g merek Cariba sebanyak 1 buah yang digunakan untuk menimbang ransum pada minggu 1--2;

(7) tirai yang terbuat dari plastik sebanyak 6 buah;

(8) brooder berupa gasolex dengan bahan bakar gasbeserta perlengkapannya; (9) lingkar pembatas (chick guard);

(10) bambu untuk membuat sekat-sekat pada kandang; (11) ember sebanyak 4 buah, bak air sebanyak 3 buah; (12) hand sprayer sebanyak 2 buah;

(13) termohigrometer, 1 buah; (14) termometer1 buah;

(15) alat bersih-bersih dan alat tulis; (16) kompor untuk memanaskan air; (17) panci untuk merebus air panas;


(37)

(18) nampan sebagai tempat karkas;

(19) pisau untuk membedah dan memisahkan organ dalam ayam;

(20) karung atau plastik sebagai alas pada waktu pemrosesan karkas dan tempat ransum yang disimpan;

D. Rancangan Perlakuan

Penelitian ini terdiri atas 3 perlakuan yaitu :

R1 : pemberian ransum 30% siang dan 70% malam R2 : pemberian ransum 50% siang dan 50% malam R3 : pemberian ransum 70% siang dan 30% malam

E. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan pada penelitian ini menggunakan metode rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 6 ulangan. Data yang dihasilkan dianalisis dengan analisis ragam. Sebelum dianalisis ragam, data diuji terlebih dahulu dengan uji normalitas, homogenitas, dan aditivitas. Apabila dari analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan terhadap persentase pemberian ransum siang dan malam nyata pada taraf 5%, maka analisis dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel dan Torrie, 1993).


(38)

27 F. Pelaksanaan Penelitian

a. Persiapan kandang

Kandang dibersihkan 1 minggu sebelum DOC datang, kemudian didesinfeksi menggunakan desinfektan. Tahapannya meliputi :

(1) membuat petak kandang dari bambu dengan ukuran 1 m2 sebanyak 18 petak;

(2) mencuci lantai kandang dengan menggunakan air dan sikat; (3) mengapur dinding, tiang, kandang dan lantai kandang; (4) memasang tirai dan petak;

(5) menyemprot kandang dengan desinfektan;

(6) mencuci peralatan kandang (chick feeder tray dan tempat minum); (7) setelah kandang kering, lantai kandang kemudian ditaburi dengan sekam

setebal 5--7 cm.

b. Tahap pelaksanaan

Untuk mendapatkan bobot awal tubuh 288 ekor DOC ayam jantan tipe medium ditimbang terlebih dahulu menggunakan timbangan kapasitas 2 kg, kemudian dimasukkan ke dalam area brooding dan diberi strong fit 0,05 %. Ayam

diletakkan di area brooding sampai umur 14 hari. Setelah itu, pada umur 15 hari, secara acak ayam jantan tipe medium dengan bobot seragam ditempatkan pada unit kandang yang telah diberi nomor sesuai dengan pengacakan perlakuan dan ulangan.

Pemberian ransum dilakukan sesuai dengan perlakuan persentase pemberian ransum dari kebutuhan ransum perhari. Frekuensi pemberian sebanyak 4 kali


(39)

dengan pembagian 2 kali siang dan 2 kali malam. Siang hari dimulai pada pukul 06.00 WIB sampai 18.00 WIB sedangkan malam hari dimulai pukul 18.00 WIB sampai 06.00 WIB. Ransum diberikan setiap 6 jam sekali yaitu pada pukul 06.00 WIB, pukul 12.00 WIB, pukul 18.00 WIB dan pukul 24.00 WIB. Penimbangan sisa ransum dilakukan setiap hari pada pukul 06.00 WIB dan pukul 18.00 WIB.

Air minum diberikan secara ad libitum atau tidak terbatas. Pemberian air minum pada pukul 06.00 WIB dan 18.00 WIB. Untuk mengetahui konsumsi air minum per hari nya dilakukan pengukuran sisa air minum setiap hari yaitu pada pukul 06.00 WIB dan 18.00 WIB.

Mengukur suhu dan kelembaban kandang setiap hari, yaitu pada pukul 06.00, 12.00, 18.00 dan 24.00 WIB. Suhu (°C) dan kelembaban (%) lingkungan kandang diukur menggunakan termohigrometer yang diletakkan pada bagian tengah kandang yang digantung sejajar dengan tinggi petak-petak kandang.

Program vaksinasi yang dilakukan adalah (1) vaksinasi Medivac ND-IB saat ayam berumur 5 hari melalui tetes mata dengan dosis 0,2 cc/ekor; (2) vaksinasi ND-AI Kill Medion H5N1 saat ayam berumur 5 hari melalui suntik bawah kulit

(Subcutan) dengan dosis 0,2 cc/ekor; (3) vaksinasi Gumboro MB saat ayam berumur 16 hari melalui cekok mulut dengan dosis 0,2 cc/ekor; (4) vaksinasi

Medivac ND –IB + susu skim 60 gsaat ayam umur 20 hari melalui air minum; (5) vaksinasi Gumboro MB + susu skim 80 g saat ayam umur 28 hari melalui air minum; (6) vaksinasi ND Lasota + susu skim 100 g saat umur 43 hari melalui air minum. Panen dilakukan setelah ayam berumur 7 minggu.


(40)

29 Setelah ayam berumur 7 minggu, ayam jantan tipe medium dipuasakan 6 jam lalu ditimbang bobot hidupnya. Tujuan pemuasaan adalah untuk mempermudah pengolahan, mencegah karkas dan giblet tercemar feses. Untuk pengambilan sampel diambil 10% dari jumlah ayam per petak. Menurut Nova, dkk. (2002), pengambilan sampel 10% telah mewakili populasi. Setiap petak kandang di ambil sampel sebanyak 2 ekor. Jumlah ayam yang dipotong adalah 36 ekor.

Pemotongan dilakukan dengan metode kosher yaitu dengan memotong vena jugularis, arteri karotis, esofagus, dan trachea. Pengeluaran darah dilakukan selama 2 menit, kemudian ayam dicelupkan ke dalam air panas (65--800C) selama

5--30 detik (Soeparno, 1998). Pembersihan bulu dilakukan dengan tangan, organ dalam dan isi saluran pencernaan dikeluarkan kemudian dibersihkan, dilanjutkan dengan penimbangan bobot karkas dan giblet yang terdiri atas hati, jantung, dan

gizzard.

G. Peubah yang Diukur

a. Bobot hidup

Untuk mengetahui bobot hidup (g/ekor) dilakukan penimbangan ayam percobaan setelah dipuasakan selama 6 jam (Soeparno, 1998).

b. Bobot karkas

Bobot karkas (g) ditimbang berdasarkan ayam tanpa darah, bulu, kepala sampai batas pangkal leher, kaki sampai batas lutut, dan organ dalam (Ministery of


(41)

c. Bobot giblet

Bobot giblet (g) ditimbang berdasarkan bobot hati, jantung, dan gizzard yang telah dibersihkan dari kotoran (Kurtini, dkk., 2011).


(42)

Judul Penelitian : PENGARUH PERSENTASE PEMBERIAN RANSUM PADA SIANG DAN MALAM HARI TERHADAP BOBOT HIDUP, BOBOT KARKAS, DAN BOBOT GIBLET AYAM

JANTAN TIPE MEDIUM DI KANDANG PANGGUNG

Nama : Cintia Agustin Patria

NPM : 0814061006

Jurusan/Program Studi : Peternakan

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI, 1. Komisi Pembimbing

Ir. Khaira Nova, M.P. NIP 19611018 198603 2 001

Ir. Nining Purwaningsih NIP 19570726 198603 2 001

2. Ketua Jurusan Peternakan

Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S. NIP 19610307 198503 1 006


(43)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Ir. Khaira Nova, M.P. ...

Sekretaris : Ir. Nining Purwaningsih ...

Penguji

Bukan Pembimbing : Veronica Wanniatie, S.Pt., M.Si. ...

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 19610826 198702 1 001


(44)

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Sebuah harapan berakar keyakinan dari perpaduan hati yang

memiliki keteguhan. Walaupun didera oleh cobaan dan membutuhkan

perjuangan panjang demi cita-cita yang tak mengenal kata usai.

Setitik harapan itu telah kuraih, namun sejuta harapan masih

kuimpikan dan ingin kugapai.

Karya mungil ini ku persembahkan untuk seluruh orang-orang yang

telah membantu dan memberikan inspirasi dalam kehidupanku.

Papa, Mama, tercinta yang tak kenal lelah dalam memperjuangkan

anak-anaknya. Yang selalu

mendo’akanku

, memberiku harapan,

kebahagiaan, cinta dan kasih sayangnya

dengan ikhlas tanpa pamrih.

Untuk keluarga besar dan sahabat-sahabatku. Kalian adalah

lapisan-lapisan pelangi terindah yang pernah

diciptakan Allah SWT.

Almamater tercinta...


(45)

Bukanlah suatu aib jika kamu

gagal dalam suatu usaha, yang

merupakan aib adalah jika kamu

tidak bangkit dari kegagalan itu

(Ali bin Abu Thalib)

Mintalah kalian kepada Allah dari

anugerahnya. Sesungguhnya Allah

senang untuk diminta

(H.R. Tirmidji dan Abu Nu’aim)

Apa yang dari sisimu akan

lenyap, dan apa yang ada di sisi

Allah adalah kekal. Dan

sesungguhnya kami akan memberi

balasan kepada orang-orang yang

sabar dengan pahala yang lebih

baik dari apa yang telah mereka

kerjakan”.


(46)

Suatu permasalahan akan menjadi

berkah apabila kita selalu

bersyukur dengan apa yang telah

diberikan-Nya

(Cintia)


(47)

RIWAYAT HIDUP

Cintia Agustin Patria lahir di Bandar Lampung pada 19 Agustus 1990, sebagai putri pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Armen Patria dan Ibu Mainiar, S.Pd.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak R.A. Daya Kedaton pada 1996; Sekolah Dasar Negeri 1 Labuhan Ratu pada 2002; Sekolah Menengah Pertama Negeri 8 Bandar Lampung pada 2005; Sekolah Menengah Atas Al – Azhar 3 Way Halim pada 2008.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur PKAB (Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat) pada 2008. Pada Juli sampai Agustus 2011 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kelurahan Ganjar Asri, Kecamatan Metro Barat, Kota Metro. Pada Januari sampai Februari 2012 penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di Desa Kibang, Kecamatan Metro Kibang, Kabupaten Lampung Timur.

Selama masa studi, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Peternakan (HIMAPET) Fakultas Pertanian sebagai Sekretaris Bidang Pendidikan dan Pelatihan periode 2009/2010 dan pernah menjadi Duta Mahasiswa Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian periode 2010/2011.


(48)

SANWACANA

Alhamdulillahirobbil ‘aalamiin, rasa syukur yang sangat besar ku haturkan kepada Allah SWT, atas berkat, rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Ibu Ir. Khaira Nova, M.P.--selaku Pembimbing Utama--atas ketulusan hati, kesabarannya dalam membimbing penulis dan memberikan motivasi terbaik, arahan, serta ilmu yang diberikan selama masa studi dan penyusunan skripsi; 2. Ibu Ir. Nining Purwaningsih.--selaku Pembimbing Anggota--atas bimbingan,

kesabaran, arahan, nasehat, dan perhatiannya selama penyusunan skripsi; 3. Ibu Veronica Wanniatie, S.Pt., M.Si.--selaku Pembahas--atas bimbingan,

saran, dan perbaikannya;

4. Bapak Ir. Syahrio Tantalo, M.P.--selaku Pembimbing Akademik--atas

persetujuan dan bimbingan yang diberikan kepada penulis selama masa studi; 5. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S.--selaku Ketua Jurusan Peternakan--atas

izin untuk melaksanakan penelitian;

6. Bapak Ir. Arif Qisthon, M.Si.--selaku Sekretaris Jurusan Peternakan--atas izin dan bimbingannya dalam pengoreksian skripsi ini;


(49)

7. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S.--selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung--atas izin yang telah diberikan;

8. Seluruh Bapak/Ibu dosen Jurusan Peternakan--atas bimbingan, motivasi, nasehat, dan saran yang diberikan selama masa studi;

9. Mas Feri, Mbak Erni, dan Mas Agus--atas bantuan, fasilitas selama kuliah, selama penelitian, dan penyusunan skripsi;

10.Papa, Mama, Adek ku M. Rafsanzani Patria, beserta keluarga besarku--atas kasih sayang, nasehat, dan do'a yang selalu tercurah tiada henti bagi penulis; 11.PT. Rama Jaya, Bapak Petrus (kepala kandang), Mas Yuli, Mas Usman yang

telah memberikan izin dan bantuannya;

12.Putri Narisa NS dan Triyan Suradi S, sahabat seperjuangan saat penelitian atas kerjasama, dorongan semangat, dan rasa persaudaraan yang diberikan;

13.Mariska, Dwi A, Nidia, Ari, Zul, Fazar, Mbak Yuni, dan seluruh teman-teman angkatan ’08, ‘09, ‘10 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas do’a, kenangan, motivasi, bantuan, dan kebersamaannya.

Akhir kata, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan di masa mendatang. Semoga semua yang diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dan rahmat dari Allah SWT, dan penulis berharap karya ini dapat bermanfaat. Amin.

Bandar lampung, Juni 2012 Penulis


(50)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :

(1) perlakuan persentase pemberian ransum pada siang dan malam hari

menghasilkan pengaruh tidak nyata terhadap bobot hidup, bobot karkas, dan bobot giblet ayam jantan tipe medium umur 7 minggu;

(2) tidak ada persentase terbaik yang berpengaruh terhadap bobot hidup, bobot karkas, dan bobot giblet ayam jantan tipe medium umur 7 minggu.

B. SARAN

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh pemberian ransum siang dan malam hari yang dilakukan pada musim kemarau.


(1)

Bukanlah suatu aib jika kamu

gagal dalam suatu usaha, yang

merupakan aib adalah jika kamu

tidak bangkit dari kegagalan itu

(Ali bin Abu Thalib)

Mintalah kalian kepada Allah dari

anugerahnya. Sesungguhnya Allah

senang untuk diminta

(H.R. Tirmidji dan Abu Nu’aim)

Apa yang dari sisimu akan

lenyap, dan apa yang ada di sisi

Allah adalah kekal. Dan

sesungguhnya kami akan memberi

balasan kepada orang-orang yang

sabar dengan pahala yang lebih

baik dari apa yang telah mereka

kerjakan”.


(2)

Suatu permasalahan akan menjadi

berkah apabila kita selalu

bersyukur dengan apa yang telah

diberikan-Nya

(Cintia)


(3)

RIWAYAT HIDUP

Cintia Agustin Patria lahir di Bandar Lampung pada 19 Agustus 1990, sebagai putri pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Armen Patria dan Ibu Mainiar, S.Pd.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak R.A. Daya Kedaton pada 1996; Sekolah Dasar Negeri 1 Labuhan Ratu pada 2002; Sekolah Menengah Pertama Negeri 8 Bandar Lampung pada 2005; Sekolah Menengah Atas Al – Azhar 3 Way Halim pada 2008.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur PKAB (Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat) pada 2008. Pada Juli sampai Agustus 2011 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kelurahan Ganjar Asri, Kecamatan Metro Barat, Kota Metro. Pada Januari sampai Februari 2012 penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di Desa Kibang, Kecamatan Metro Kibang, Kabupaten Lampung Timur.

Selama masa studi, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Peternakan (HIMAPET) Fakultas Pertanian sebagai Sekretaris Bidang Pendidikan dan Pelatihan periode 2009/2010 dan pernah menjadi Duta Mahasiswa Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian periode 2010/2011.


(4)

SANWACANA

Alhamdulillahirobbil ‘aalamiin, rasa syukur yang sangat besar ku haturkan kepada Allah SWT, atas berkat, rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Ibu Ir. Khaira Nova, M.P.--selaku Pembimbing Utama--atas ketulusan hati, kesabarannya dalam membimbing penulis dan memberikan motivasi terbaik, arahan, serta ilmu yang diberikan selama masa studi dan penyusunan skripsi; 2. Ibu Ir. Nining Purwaningsih.--selaku Pembimbing Anggota--atas bimbingan,

kesabaran, arahan, nasehat, dan perhatiannya selama penyusunan skripsi; 3. Ibu Veronica Wanniatie, S.Pt., M.Si.--selaku Pembahas--atas bimbingan,

saran, dan perbaikannya;

4. Bapak Ir. Syahrio Tantalo, M.P.--selaku Pembimbing Akademik--atas

persetujuan dan bimbingan yang diberikan kepada penulis selama masa studi; 5. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S.--selaku Ketua Jurusan Peternakan--atas

izin untuk melaksanakan penelitian;

6. Bapak Ir. Arif Qisthon, M.Si.--selaku Sekretaris Jurusan Peternakan--atas izin dan bimbingannya dalam pengoreksian skripsi ini;


(5)

7. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S.--selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung--atas izin yang telah diberikan;

8. Seluruh Bapak/Ibu dosen Jurusan Peternakan--atas bimbingan, motivasi, nasehat, dan saran yang diberikan selama masa studi;

9. Mas Feri, Mbak Erni, dan Mas Agus--atas bantuan, fasilitas selama kuliah, selama penelitian, dan penyusunan skripsi;

10.Papa, Mama, Adek ku M. Rafsanzani Patria, beserta keluarga besarku--atas kasih sayang, nasehat, dan do'a yang selalu tercurah tiada henti bagi penulis; 11.PT. Rama Jaya, Bapak Petrus (kepala kandang), Mas Yuli, Mas Usman yang

telah memberikan izin dan bantuannya;

12.Putri Narisa NS dan Triyan Suradi S, sahabat seperjuangan saat penelitian atas kerjasama, dorongan semangat, dan rasa persaudaraan yang diberikan;

13.Mariska, Dwi A, Nidia, Ari, Zul, Fazar, Mbak Yuni, dan seluruh teman-teman angkatan ’08, ‘09, ‘10 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas do’a, kenangan, motivasi, bantuan, dan kebersamaannya.

Akhir kata, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan di masa mendatang. Semoga semua yang diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dan rahmat dari Allah SWT, dan penulis berharap karya ini dapat bermanfaat. Amin.

Bandar lampung, Juni 2012 Penulis


(6)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :

(1) perlakuan persentase pemberian ransum pada siang dan malam hari

menghasilkan pengaruh tidak nyata terhadap bobot hidup, bobot karkas, dan bobot giblet ayam jantan tipe medium umur 7 minggu;

(2) tidak ada persentase terbaik yang berpengaruh terhadap bobot hidup, bobot karkas, dan bobot giblet ayam jantan tipe medium umur 7 minggu.

B. SARAN

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh pemberian ransum siang dan malam hari yang dilakukan pada musim kemarau.