BAHASA JOKOWI PADA DEBAT CALON PRESIDEN 2014-2019 DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (Kajian Sosiolinguistik)

(1)

ABSTRAK

BAHASA JOKOWI PADA DEBAT CALON PRESIDEN 2014-2019 DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (Kajian Sosiolinguistik)

Oleh

ANGGUN SETIANA

Jokowi merupakan sosok yang baru-baru ini mendapat banyak sorotan media nasional maupun internasional karena dianggap presiden pertama Indonesia yang tidak berasal dari kalangan elit politik atau militer.Penelitian ini mengkaji bahasa Jokowi pada debat calon presiden 2014-2019 dan implikasinya dalam pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas. Peneliti mengkaji bahasa Jokowi secara objektif dengan menggunakan pendekatan sosiolinguistik. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, yakni dengan memaparkan keadaan objek penelitian beradasarkan fakta-fakta yang tampil sebagaimana adanya. Sumber data dalam penelitian ini berupa bahasa Jokowi saat debat calon presiden 2014-2019 yaitu putaran pertama, kedua, ketiga, dan kelima yang menghadirkan tokoh Jokowi sebagai peserta debat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada debat calon presiden 2014-2019, Jokowi menggunakan gaya bahasa, variasi bahasa, pilihan kata, serta alih kode dan campur kode. Jokowi lebih dominan menggunakan gaya bahasa repetisi. Selanjutnya, Jokowi menggunakan variasi bahasa yaitu ragam resmi, ragam usaha, ragam akrab, sosiolek, dan idiolek. Kemudian, Jokowipun menggunakan pilihan kata yaitu, kata populer, kata umum, kata khusus, kata asing, kata serapan, kata konkrit, kata abstrak, kata ilmiah, konotasi,dan jargon. Pada debat tersebut, Jokowi juga melakukan alih kode berupa pengalihan ragam serta bahasa dan campur kode yaitu penggunaan kata asing dan daerah.

Penelitian mengenai penggunaan bahasa Jokowi pada debat calon presiden 2014-2019 dapat diimplikasikan pada pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas. Penelitian tersebut dapat diimplikasikan pada kurikulum KTSP yaitu, kelas X semester ganjil dengan standar kompetensi berbicara dengan kode 2, mendengarkan dengan kode 9, dan menulis dengan kode 12.


(2)

BAHASA JOKOWI PADA DEBAT CALON PRESIDEN 2014-2019 DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (Kajian Sosiolinguistik)

Oleh Anggun Setiana

1113041006

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

pada

Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG


(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bumi Kencana, Seputih Agung, Lampung Tengah pada 16 Juni 1993. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara, putri pasangan Katimun dan Titin Sulastri.

Penulis memulai pendidikan pada tahun 1999 di SD Negeri 1 Bumi Kencana yang diselesaikan pada tahun 2005, kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Seputih Agung dan selesai pada tahun 2008, dan melanjutkan sekolah di SMA Negeri 1 Seputih Agung yang diselesaikan pada tahun 2011. Pada tahun 2011 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung, melalui jalur SMPTN Tertulis. Penulis tergabung ke dalam Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni (HMJPBS) sebagai anggota bidang sosmas.


(7)

PERSEMBAHAN

Alhamdulilah dengan penuh rasa syukur atas nikmat yang diberi Allah Subhanahuwataala. Dengan penuh rasa kasih sayang dan cinta kupersembahkan karya ini kepada:

1. dua malaikat hidup, Ibu dan Bapak yang selalu memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya, terimakasih atas doa dan pengorbanan demi terwujudnya keberhasilanku;

2. adik semata wayang, Devi Fitriani yang selalu memberikan dukungan, doa, dan motivasi;

3. sahabat dan teman-teman yang selalu memberikan pelajaran berharga, dukungan, dan doa; dan


(8)

MOTO

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan) kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang

lain, dan hanya kepada Tuhan-mulah hendaknya kamu berharap. (Quran Surat Asy-Syarh: 6-8)


(9)

SANWACANA

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT,karena karunia dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Bahasa Jokowi pada Debat Calon Presiden 2014-2019 dan Implikasinya dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas (Kajian Sosiolinguistik). Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikanpada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Dalam penulisan skripsi ini banyak menerima bimbingan, bantuan, serta dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih setulus-tulusnya kepada pihak berikut ini.

1. Dr. Munaris, M.Pd., pembimbing I, yang telah membantu dan membimbing penulis, serta memberikan motivasi, saran, dan nasihat yang berharga bagi penulis.

2. Dr. Muhammad Fuad, M.Hum.,pembimbing II, yang telah membantu, membimbing dan mengarahkan penulis, serta memberikan motivasi, saran, dan nasihat yang berharga bagi penulis.

3. Dr. Karomani, M.Si., penguji bukan pembimbing, yang telah memberikan kritik, saran, dan nasihat kepada penulis.

4. Dr. Edi Suyanto, M.Pd., pembimbing akademik.

5. Dr. Mulyanto Widodo, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni. 6. Drs. Kahfie Nazaruddin, M.Hum., Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa


(10)

7. Dr. H. Bujang Rahman, M.Si. Dekan FKIP Universitas Lampung.

8. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesiayang telah memberi penulis berbagai ilmu yang bermanfaat.

9. Pengurus Bidik Misi Universitas Lampung.

10. Orang tua tercinta, Ibu Titin Sulastri dan Bapak Katimun yang selalumemberikankasihsayang, doa, materi,serta tak henti memberikan dukungan dan motivasiuntuk menyelesaikan studi.

11. Adik semata wayang, Devi Fitriani,yangselaludapat diajak bekerja sama dan memberikan keceriaan,semangat,sertamotivasi.

12. Sepupu yang lucu, Ghaza, Zahira, Kholif, dan Ridho, yang selalu menghibur dengan keceriaan.

13. Eyang Kakung Markuat dan Eyang Putri Wijiati, yang selalu memberikan semangat dan doa dalam setiap langkah.

14. Ami Rusmianto, S. E., M.Si., Ami Rusmiadi, Ami Rosten Nawawi, Amah Rusma Junika, Amah Yuyun, Bude Wiwin, dan Pakde Jianto yang memberikan dukungan dalam menjalankan studi.

15. Keluarga besar yang senantiasa menantikan kelulusanku dengan memberikan, doa, dukungan, dan motivasi.

16. Beni Stevanus yang selalu mendampingi, memberikan motivasi, serta doa. 17. Orang tua kedua bagiku, Ibu Maryati dan Bapak Seh Sihusodo, yang

memberikan motivasi dan doa dalam menjalankan studi.

18. Sahabat-sahabat seperjuangan yang luar biasa, Ayu Mayasari, Ridha Adilla, Budi Risnawati, Mira Salviani, Tika Febi Astuti, Cita Dani Apriyanti, Soviera Vitaloka, Devi Novitasari, Qonita Afriyani, Anaria Gunani,


(11)

Murniati, Sabrina Aulia Rahma, dan Fitri Nursilawati,yang selalu memberikan pelajaran berharga, nasihat, dukungan, kritik dan saran, serta motivasi.

19. Sahabat-sahabat SMA yang luar biasa, semoga silaturahmi tetap terjaga. 20. Teman-teman Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

angkatan 2011dan adik-adik angkatan 2012, terima kasih atas persahabatan, doa, serta kebersamaan selama ini.

21. Teman-teman KKN/PPL sertakepala sekolah, guru, dan siswa SMA N 1 Batu Brak di Pekon Balak, Kecamatan Batu Brak, Kabupaten Lampung Barat.

22. Semua Pihak yang terlibat dalam penulisan dan penyelesaian skripsi ini.

Semoga Allah swt. selalu memberikan balasan yang lebih besar untuk Bapak, Ibu dan rekan-rekan semua. Hanya ucapan terimakasih dan doa yang bisa penulis berikan. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk kemajuan pendidikan, khususnya Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Amin.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Bandarlampung, Mei 2015 Penulis,


(12)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ... i

ABSTRAK ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

MOTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

SANWACANA ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTARLAMPIRAN ... xii

DAFTAR SINGKATAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Manfaat Penelitian ... 11

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahasa ... 12

2.2 Sosiolinguistik ... 16

2.2.1 Variasi Bahasa ... 20

2.2.1.1 Variasi Bahasa dari Segi Penutur ... 22

2.2.1.2 Variasi Bahasa dari Segi Pemakaian ... 25

2.2.1.3 Variasi Bahasa dari Segi Keformalan ... 26

2.2.1.4 Variasi Bahasa dari Segi Sarana ... 27

2.2.2Gaya Bahasa ... 27

2.2.3Diksi ... 29

2.2.4 Alih Kode ... 33

2.2.5 Campur Kode ... 34

2.3Implikasi Bahasa Jokowi dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas ... 35

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 38

3.2 Sumber Data ... 38

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 39


(13)

x BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil ... 44 4.2 Pembahasan ... 45 4.2.1 Gaya BahasaJokowi saat

Debat Calon Presiden 2014-2019... 46 4.2.2 Variasi BahasaJokowi saat

Debat Calon Presiden 2014-2019... 52 4.2.3Pilihan Kata atau Diksi Jokowi saat

Debat Calon Presiden 2014-2019... 57 4.2.4 Alih Kode dan Campur Kode Jokowi saat

Debat Calon Presiden 2014-2019... 63 4.2.5Implikasi Bahasa Jokowi dalam Pembelajaran

Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas ... .65 BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ... 74 5.2 Saran ... 75 DAFTAR PUSTAKA


(14)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Instrumen Penelitian ... 78 Lampiran 2 Instrumen Analisis Data ... 103 Lampiran 3 Analisis Debat Calon Presiden ... 115 Lampiran 4Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

SMA/MA Kurikulum KTSP ... 165 Lampiran 5 Silabus Mata Pelajaran Bahasa Indonesia


(15)

xiii

DAFTAR SINGKATAN

GB/Rep = Gaya Bahasa Repetisi GB/Met = Gaya Bahasa Metafora GB/Hip = Gaya Bahasa Hiperbola GB/Per = Gaya Bahasa Personifikasi


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penggunaan bahasa dapat menunjukkan si pemakai bahasa. Itu artinya bahasa bisa menjadi cerminan pribadi si pemakai bahasa (pembicara) tersebut. Bahasa sangat menarik dan berbeda setiap pembicaranya. Bahasa yang digunakan oleh orang yang terkenal cenderung lebih sering diperhatikan.Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Fungsi utama bahasa dalam kehidupan sosial adalah sebagai alat komunikasi. Di dalam komunikasi, satu maksud atau satu fungsi dapat dituturkan dengan berbagai bentuk tuturan. Dengan kata lain, setiap komunikasi manusia saling menyampaikan informasi yang dapat berupa pikiran, gagasan, maksud, perasaan, maupun emosi secara langsung. Berbagai tujuan yang ingin dicapai dalam situasi-situasi, seperti proses perkuliahan, belajar mengajar, percakapan, debat, dan lain sebagainya, dapat diperoleh dengan menggunakan bahasa. Pada proses komunikasi itu tentu bahasa digunakan untuk menyampaikan argumen, membujuk, meminta, berjanji, dan lain sebagainya.

Manusia merupakan makhluk yang memiliki keinginan untuk menyatu dengan sesamanya. Manusia menggunakan pikiran, naluri, perasaan, dan keinginan, memberi reaksi dan interaksi pada lingkungannya. Interaksi sosial terbentuk


(17)

2

karena dipengaruhi oleh tindakan sosial, kontak sosial, dan komunikasi sosial. Aspek-aspek tersebut merupakan kajian dari sosiolinguistik.

Sosiolinguistik merupakan ilmu antar disiplin antara sosiologi dan linguistik, dua bidang ilmu empiris yang mempunyai kaitan yang sangat erat. Sosiologi itu sendiri adalah kajian yang objektif yang ilmiah mengenai manusia di dalam masyarakat, mengenai lembaga-lembaga, dan proses sosial yang ada di dalam masyarakat. Linguistik adalah ilmu yang mempelajari tentang bahasa, dengan demikian secara mudah dapat dikatakan bahwa sosiolinguitik adalah bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa itu di dalam masyarakat (Chaer, 1995: 2-3). Senada dengan pernyataan tersebut, Fishman (dalam Kartomihardjo, 1988: 3) menyebutkan bahwa secara singkat sosiolingustik mempelajari hubungan antara pembicara dan pendengar, variasi bahasa yang digunakan dalam waktu tertentu, berikut hal yang dibicarakan di dalam interaksi sosial itu.

Mengapa peneliti memilih tokoh Joko Widodo yang sering disebut dengan Jokowi? Ini karena tokoh Jokowi dikenal banyak orang dan dapat dikatakan sedang naik daun. Tidak hanya itu, Jokowi memiliki beberapa kekhasan. Kekhasan tersebut tidak hanya pada gaya berpakainnya, gaya kepemimpinannya, melainkan juga pada gaya bicaranya. Gaya bicara Jokowi sangat kental dengan bahasa daerahnya, yaitu bahasa daerah Jawa. Jokowi juga memiliki kosakata khusus atau disebut dengan jargon yaitu aku rapopo. Jokowi juga merupakan seorang manusia biasa. Sudah tentu Jokowi juga memiliki kekurangan atau kelemahan dalam penggunaan bahasanya.


(18)

3

Pada 20 Oktober 2014, bangsa Indonesia memiliki pemimpin baru. Di gedung DPR/MPR Jakarta Selatan, Jokowi atau yang memiliki nama asli Joko Widodo ini secara resmi dilantik menjadi orang nomor satu di Indonesia. Jokowi menjadi presiden ke-7 Indonesia, melanjutkan pemerintahan dari presiden sebelumnya yaitu Susilo Bambang Yudhoyono. Pelantikan presiden tersebut menandai secara resmi dimulainya jabatan Joko Widodo sebagai presiden dan Jusuf Kalla sebagai wakil presiden Indonesia, yang telah memenangkan pemilihan umum pada 9 Juli 2014.

Jokowi merupakan sosok yang baru-baru ini mendapat banyak sorotan media nasional maupun internasional karena dianggap presiden pertama Indonesia yang tidak berasal dari kalangan elit politik atau militer. Selain itu, karena Jokowi memiliki gaya kepemimpinan yang unik serta populer di kalangan media sosial Indonesia terutama facebook dantwitter.Joko widodo atau lebih akrab dipanggil Jokowi adalah sosok yang berasal dari desa. Seorang anak dari pasangan suami-istri, yaitu pasangan Notomihardjo dan Sujiatmi. Pada 21 Juni 1961, Poliklinik Braya Minulyo, Solo menjadi saksi lahirnya sesosok bayi yang kini menjadi tokoh nasional dan digadang-gadang menjadi orang nomor satu di Indonesia (Budiraharso, 2014: 11).

Jokowi memulai belajar di lembaga pendidikan formal sebagaimana anak-anak zaman dahulu yang memulai belajar di taman kanak-kanak. Beliau disekolahkan di TK Ketelan, Banjarsari. Selanjutnya, beliau melanjutkan sekolah dasar di SD Negeri 1 Tirtoyoso, Solo. Setelah lulus sekolah dasar tahun 1974, beliau melanjutkan di SMP Negeri 1 Solo. Setelah lulus SMP, Jokowi bersekolah di SMA Negeri 6 Solo. Jokowi juga melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang


(19)

4

lebih tinggi yaitu di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Pada saat kuliah Jokowi mengambil jurusan Teknologi Kayu, Fakultas Kehutanan. Pilihan jurusan tersebut karena Jokowi sejak kecil memang sudah memiliki cita-cita ingin menjadi pengusaha kayu (Budiraharso, 2014: 15-16).

Apabila sebelumnya Jokowi lebih sering membantu sang ayah dalam menjalankan usaha sebagai tukang kayu, setelah mendapat gelar sarjana pada tahun 1985, beliau mulai menjajaki dunia kerja dengan menjadi seorang karyawan. Beliau mendapat kesempatan menjadi karyawan, BUMN yakni di PT Kertas Kraft Aceh, di Aceh. Beberapa tahun kemudian Jokowi memutuskan untuk kembali ke Solo dan bekerja di perusahaan kayu jati CV Roda Jati milik pamannya, Miyono. Setelah mendapatkan modal yang cukup dari hasil kerjanya, uang pemberian ibunya, serta tambahan modal dari pamannya, akhirnya Jokowi memutuskan untuk membuka usaha mebel.

Awalnya Jokowi hanya memiliki usaha mebel sederhana dengan menawarkan dagangannya dari pintu ke pintu. Tapi, tanpa disangka kerja keras Jokowi itu berbuah manis. Hasil mebel Jokowi akhirnya mampu menembus pasar dunia. Di balik kesuksesan Jokowi membangun usaha mebelnya sampai menembus pasar dunia, ada juga berbagai kisah pahit menggetirkan layaknya pengusaha-pengusaha lain. Beliau pernah ditipu konsumen, pernah juga perusahaannya berhenti beroperasi selama delapan bulan. Namun, perlahan tapi pasti, usahanya mulai bangkit dan terus berjaya. Pada tahun 1990 beliau merintis pendirian koperasi industri kecil di Solo. Beliau juga sempat menjadi ketua Bidang Pertambangan dan Energi Kamar Dagang dan Industri Surakarta selama periode1992-1996.


(20)

5

Selain itu, beliau juga ketua Asosiasi Mebel dan Industri Kerajinan Indonesia (Asmindo) Surakarta periode 2002-2007 (Budiraharso, 2014: 22-25).

Jokowi adalah pemula di dunia politik. Beliau terjun ke dunia politik karena mendapat dukungan rekannya untuk mencalonkan diri menjadi wali kota Solo. Untuk bisa mencalonkan diri menjadi wali kota Solo, beliau memerlukan partai sebagai kendaraan politiknya. Akhirnya, Jokowi masuk ke dalam DPC PDIP Solo dan mencalonkan diri sebagai wali kota Solo dengan calon wakilnya, yaitu F.X. Hadi Rudyatmo (Budiraharso, 2014: 33). Berkat usahanya dalam berkampanye

door to door, Jokowi akhirnya menjadi wali kota Solo periode 2005-2010. Tidak

hanya itu, Jokowi juga mencalonkan diri untuk kembali menjadi wali kota Solo periode 2010-2015. Akhirnya, pada tanggal 28 Juli 2010 Jokowi dan F.X. Hadi Rudyatmo menjadi wali kota dan wakil wali kota Solo periode 2010-2015 (Budiraharso, 2014: 45). Kemudian tidak lama dari itu, Jokowi dicalonkan bersama Basuki Tjahja Purnama atau lebih dikenal dengan Ahok untuk menjadi gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta periode 2012-2017 (Budiraharso, 2014: 109). Setelah beberapa tahun menjadi gubernur DKI, dalam masa jabatannya yang belum selesai, Jokowi diajukan menjadi calon presiden dengan didampingi oleh Jusuf Kalla sebagai wakilnya untuk memimpin Indonesia periode 2014-2019.

Penelitian yang berkaitan dengan sosok pemimpin atau orang terkenal, biasanya meneliti mengenai hal yang berkaitan langsung dengan kehidupan pribadi atau hal yang membuat sosok tersebut menjadi terkenal. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, terlepas dari pro dan kontra yang ada mengenai Jokowi, peneliti mengkaji tokoh berdasarkan penggunaan bahasanya. Peneliti mengkajibahasa Jokowi yaitu pada debat calon presiden 2014-2019. Pengkajianbahasa Jokowi


(21)

6

secara objektif dan menggunakan pendekatan sosiolinguistik. Sehingga, peneliti menyajikan pembahasan mengenai penggunaan bahasaJokowi yang meliputi penggunaan gaya bahasa atau majas, variasi atau ragam bahasa, pilihan kata atau diksi, serta alih kode dan campur kode.

Penelitian mengenaipenggunaan bahasa Jokowi juga dapat diimplikasikan pada pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atasberdasarkan kurikulum KTSP yaitu, pada kelas X semester ganjil dengan standar kompetensi berbicara yaitu, 2. mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi melalui kegiatan berkenalan, berdiskusi, dan bercerita dengan kompetensi dasar yaitu, 2.1 memperkenalkan diri dan orang lain di dalam forum resmi dengan intonasi yang tepat; 2.2 mendiskusikan masalah (yang ditemukan dari berbagai berita, artikel, atau buku); 2.3 menceritakan berbagai pengalaman dengan pilihan kata dan ekspresi yang tepat.Selanjutnya, standar kompetensi mendengarkan 9. memahami informasi melalui tuturan, dengan kompetensi dasar yaitu, 9.1 menyimpulkan isi informasi yang disampaikan melalui tuturan langsung; dan 9.2 menyimpulkan isi informasi yang didengar melalui tuturan tidak langsung (rekaman atau teks yang dibacakan).Kemudian, standar kompetensi menulis 12. mengungkapkan informasi melalui penulisan paragraf dan teks pidato dengan kompetensi dasar yaitu, 12.1 menulis gagasan untuk mendukung suatu pendapat dalam bentuk paragraf argumentatif;12.2 menulis gagasan untuk meyakinkan atau mengajak pembaca bersikap atau melakukan sesuatu dalam bentuk paragraf persuasif; serta 12.3

menulishasil wawancara ke dalam beberapa paragraf dengan menggunakan ejaan yang tepat; dan terakhir yaitu, 12.4 menyusun teks pidato.


(22)

7

Selanjutnya, bahasa Jokowi dapat diimplikasikan pada pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas kelas XI semester ganjil yaitu, standar kompetensi menulis 4. mengungkapkan pengalaman dalam puisi, cerita pendek, dan drama, dengan kompetensi dasar 4.1 menulis puisi berdasarkan pengalaman atau pengamatan; 4.2 menulis cerita pendek berkenaan dengan kehidupan seseorang dengan sudut penceritaan orang ketiga; dan 4.3 menulis drama pendek berdasarkan cerita pendek atau novel. Kemudian, jika berdasarkan kurikulum 2013 bahasa Jokowi pada debat calon presiden 2014-2019 dapat diimplikasikan pada kelas XI semester ganjil dengan kompetensi dasar 4.2 memproduksi teks cerita pendek, yang koheren sesuai dengan karakteristik teks yang dibuat baik secara lisan maupun tulisan.

Menurut UU Nomor 42 Tahun 2008, dijelaskan bahwa tujuan debat calon pilpres adalah untuk mengefektifkan penyebarluasan visi, misi dan program pasangan calon yang bersifat edukatif dan inofatif. Esensi debat tentu tidak hanya sebatas retorika dan bujuk rayu, jauh dari itu debat calon presiden-wakil adalah strategi, taktik dan tahapanan untuk mengimplementasi secara praksis target dan rancangan pembangunan lima tahun kedepan mereka (repelita), karena rakyat berhak mengolah dan ikut larut dalam visi, misi, dan orientasi sendi-sendi ketatanegaraan dari para calon. Singkatnya, perdebatan dalam acara debat calon dimaksudkan untuk membantu rakyat mencari calon pemimpin terbaik mereka.

Pada penelitian ini, peneliti hanya mengkaji penggunaan bahasa oleh Jokowi selama debat calon presiden berlangsung. Debat calon presiden yang melibatkan Jokowi yaitu pada putaran pertama, kedua, ketiga, dan kelima, sedangkan pada putaran keempat Jokowi tidak terlibat dalam debat karena debat tersebut hanya


(23)

8

dilakukan oleh calon wakil presiden. Sehingga, pada debat putaran keempat, peneliti tidak melakukan pengkajian.

Penelitian sebelumnya mengenai tokoh politik dalam hal ini presiden yaitu

Presiden SBY dan Politik Pencitraan : Analisis Teks Pidato Presiden SBY dengan

Pendekatan Retorika AristotelesolehMarsefioS. Luhukay pada tahun 2007.

Penelitian tersebut mengenai Susilo Bambang Yudhoyono, sedangkan penelitian ini mengenai Joko Widodo. Kemudian, penelitian tersebut menganalisis teks pidato Susilo Bambang Yudhoyono menggunakan pendekatan retorika, sedangkan penelitian ini mengenai bahasa Joko Widodo selama debat calon presiden menggunakan pendekatan sosiolinguistik.

Kemudian, penelitian mengenai debat kandidat pernah diteliti oleh Zuraidah Nasution dengan judul penelitian Implikatur Percakapan dalam Acara Debat

Kandidat Calon Kepala Daerah DKI Jakarta pada tahun 2009. Penelitian tersebut

mengkaji implikatur percakapan yang dilakukan oleh Fauzi Bowo dan Prayitno sebagai kandidat kepala daerah DKI Jakarta. Penelitian tersebut mengkaji kebahasaan kandidat debat berdasarkan prinsip kerja sama dalam implikatur percakapan, sedangkan penelitian ini mengkaji bahasa kandidat debat yang meliputi gaya bahasa, variasi bahasa, pilihan kata, serta alih kode dan campur kode.

Penelitian mengenai aspek kebahasaan sebelumnya juga pernah diteliti oleh Yeni Sulistiyani dengan judul penelitian Analisis Puisi Orang Kecil Orang Besar Karya K.H.A. Mustofa BisriBerdasarkan Asek Kesastraan dan Aspek Kebahasaan


(24)

9

2012. Hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya tersebut adalah media yang digunakan dalam penelitian ini berupa data audio visual yaitu debat yang berlangsung di televisi dan diunduh dari situs youtube, sedangkan pada penelitian sebelumnya media yang digunakan berupa data tertulis yaitu puisi.

Penelitian mengenai debat kandidat sebelumnya juga pernah diteliti oleh Asha Astriani pada tahun 2014 dengan judul penelitian Pengaruh Acara Debat Kandidat di Televisi terhadap Opini Masyarakat (Studi pada Acara Debat Kandidat Pilgub Lampung di Metro TV terhadap Opini Masyarakat Pesawaran

RT 006/ RW 001 Kelurahan Rawa Laut Bandar Lampung). Penelitian tersebut

mengkaji pengaruh acara debat kandidat terhadap opini masyarakat, sedangkan penelitian ini memfokuskan penggunaan bahasa oleh kandidat debat dalam hal ini Jokowi sebagai calon presiden 2014-2019.

Berdasarkan pertimbangan di atas, penelitian ini penting untuk dilakukan karena penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Kemudian, penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi lain untuk melakukan penelitian mengenai seorang tokoh penting atau terkenal serta menjadi penelitian lanjutan dari penelitian sebelumnya yang serupa. Selain itu, penelitian ini juga mengkaji penggunaan bahasa tokoh penting yang sedang fenomenal dan populer di masyarakat saat ini.

1. 2 Rumusan Masalah

Ada beberapa hal yang dapat dikaji dari penggunaanbahasa Jokowi melalui kajian sosiolinguistik. Penggunaan bahasa yang dapat dikaji berupa penggunaan gaya


(25)

10

bahasa, pilihan kata (diksi), serta beberapa hal lain yang dapat dirumuskan menjadi permasalahan dalam penelitian berikut.

1) Apa gaya bahasayang dominan digunakan oleh Jokowi pada debat calon presiden 2014-2019?

2) Apa variasi bahasa yang dominan digunakan oleh Jokowi pada debat calon presiden 2014-2019?

3) Apa pilihan kata atau diksi yang dominan digunakan oleh Jokowi pada debat calon presiden 2014-2019?

4) Apakah Jokowi melakukan alih kode dan campur kode pada debat calon presiden 2014-2019?

5) Bagaimanaimplikasi penggunaan bahasa Jokowi dalampembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas?

1. 3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah pada penelitian di atas, penelitian ini bertujuan sebagai berikut.

1) Mendeskripsikan gaya bahasa yang digunakan oleh Jokowi pada debat calon presiden 2014-2019.

2) Mendeskripsikan variasi bahasa yang digunakan oleh Jokowi pada debat calon presiden 2014-2019.

3) Mendeskripsikan pilihan kata yang digunakan oleh Jokowi pada debat calon presiden 2014-2019.

4) Mengetahui penggunaan alih kode dan campur kode yang digunakan oleh Jokowi pada debat calon presiden 2014-2019.


(26)

11

5) Mengetahui implikasi penggunaan bahasa oleh Jokowi pada debat calon presiden 2014-2019 dalam pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1)Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi mahasiswa dan bidang keilmuan, yaitu memperkaya khazanah ilmu pengetahuan, terutama mengenai kajian sosiolinguistik aspek kebahasaan seorang tokoh, sertamenambah khazanah kebahasaan, khususnya sosiolinguistik bagi ahli bahasa.

2) Bagi pendidik, khususnya dosen, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu alternasi bahan pembelajaran memahami penggunaan bahasa seorang tokoh serta mampu mengkaji penggunaan bahasa tersebut.

1.5Ruang Lingkup Penelitian

Peneliti perlu membatasi ruang lingkup penelitian. Ruang lingkup tersebut sebagai berikut.

1)Subjek pada penelitian ini adalah Joko Widodo atau Jokowi.

2) Objek pada penelitian ini adalah penggunaan bahasa oleh Jokowi berupa gaya bahasa, variasi bahasa, pilihan kata,alih kode serta campur kode.

3) Penelitian mengkaji penggunaan bahasa oleh Jokowi saat debat calon presiden atau sebelum Jokowi menjadi Presiden Republik Indonesia.

4) Sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah video debat calon presiden 2014-2019.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Bahasa

Bahasa adalah milik manusia. Setiap anggota masyarakat terlihat dalam komunikasi linguistik, di satu pihak dia bertindak sebagai pembicara dan di pihak lain sebagai penyimak (Tarigan, 2009: 3).Anderson (dalam Tarigan, 2009: 3) menambahkan bahwa bahasa memiliki fungsi sebagai alat komunikasi. Fungsi bahasa yang paling penting adalah informasional (sebagai alat penyampai informasi). Sejalan dengan Anderson, Halliday dalam karyanya berjudul

Exploration in the Functions of Language (1973) menyatakan ada tujuh fungsi

bahasa (dalam Tarigan, 2009: 5) yaitu sebagai berikut.

(1)Fungsi Instrumental (TheInstrumental Function). Fungsi instrumental melayani pengelolaan lingkungan, menyebabkan peristiwa-peristiwa tertentu terjadi. (2) Fungsi Regulasi (The Regulatory Function). Fungsi regulasi bertindak untuk

mengatasi serta mengendalikan peristiwa-peristiwa. Fungsi regulasi bertindak untuk mengatur dan mengendalikan orang lain.

(3)Fungsi Representasional (TheRepresentational Function).Fungsi representasional adalah penggunaan bahasa untuk membuat pertanyaan-pertanyaan, menyampaikan fakta-fakta dan pengetahuan, menjelaskan


(28)

13

ataumelaporkan, dengan perkataan lain "menggambarkan" (to represent) realitas yang sebenarnya, seperti dilihat seseorang.

(4)Fungsi Interaksional (The InterctonalFunction). Fungsi interaksional bertugas untuk menjamin dan memantapkan ketahanan serta kelangsungan komunikasi sosial. Keberhasilan komunikasi interaksional ini menuntut pengetahuan secukupnya mengenai logat (slang), logat khusus (jargon), lelucon, cerita rakyat (folklore), adat istiadat dan budaya setempat, tata krama pergaulan, dan lain sebagainya.

(5)Fungsi Personal (The PersonalFunction). Fungsi personal memberi kesempatan pada seorang pembicara untuk mengekspresikan perasaan, emosi, pribadi, serta reaksi-reaksinya yang mendalam. Kepribadian seseorang biasanya ditandai oleh penggunaan fungsi personal bahasanya dalam berkomunikasi. Dalam hakikatnya bahasa personal ini jelas bahwa kesadaran, perasaan, dan budaya sama-sama berinteraksi dengan cara-cara yang belum diselidiki secara mendalam.

(6)Fungsi Heuristik (TheHeuristic Function). Fungsi heuristik melibatkan penggunaan bahasa untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan mempelajari seluk-beluk lingkungan. Fungsi heuristik seringkali disampaikan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang menuntut jawaban.

(7)Fungsi Imajinatif (The Imaginative Function). Fungsi imajinatif melayani penciptaan sistem-sistem atau gagasan-gagasan yang bersifat imajinatif. Mengisahkan cerita-cerita dongeng, membaca lelucon, atau menulis novel merupakan praktik penggunaan fungsi imajinatif bahasa. Melalui dimensi-dimensi imajinatif bahasa, kita bebas bertualang ke seberang dunia nyata untuk


(29)

14

menjelajahi puncak-puncak keluruhan dan keindahan bahasa itu sendiri, serta melalui bahasa kita dapat menciptakan mimpi-mimpi yang mustahil kalau memang yang kita inginkan seperti itu.

Berdasarkan fungsi tujuh bahasa menurut Halliday, Brown (dalam Tarigan, 2009: 7) mempertegas bahwa kita perlu memperhatikan ketujuhfungsibahasatersebut saling mengisi dan menunjang satu sama lain, bukan saling membedakan. Duranti (dalam Rusminto, 2012:53) menyimpulkan bahwa bahasa bukan hanya memiliki fungsi dalam situasi interaksi yang diciptakan, tetapi bahasa juga membentuk dan menciptakan situasi tertentu dalam interaksi yang sedang terjadi. Berbicara baik sebagai alat sosial maupun alat profesional pada dasarnya mempunyai tiga maksud, yaitu sebagai berikut.

(1)Memberitahukan atau melaporkan. (2) Menjamu atau menghibur.

(3) Membujuk, mengajak, mendesak, meyakinkan (Tarigan dalam Karomani, 2010: 3)

Ketiga maksud berbicara di atas, dalam kenyataannya sudah barang tentu tidak bersifat mutlak. Artinya, satu pembicara mungkin saja pada praktiknya merupakan gabungan dari ketiga maksud umum di atas. Meskipun tidak dapat dipilah-pilah secara mutlak maksud kegiatan berbicara di atas, kita dapat membedakannya dari segi aksentuasi (penekanannya) apakah untuk menghibur, untuk membujuk, atau untuk melaporkan. Keraf (dalam Karomani, 2010: 18) juga menambahkan bahwa tujuan umum berbicara dapat dibedakan menjadi lima bagian berikut.


(30)

15

(1)Mendorong

Tujuan berbicara dikatakan mendorong bila pembicara berusaha untuk memberi semangat, atau membangkitkan kegairahan atau menekan perasaan yang kurang baik, serta menunjukkan rasa hormat dan pengabdian. Reaksi-reaksi yang diharapkan dari pembicaraan ini memunculkan ilham atau membakar emosi para penyimak. Karena tujuan diarahkan untuk membujuk penyimak sesuai yang diinginkan pembicara maka pembicaraan itu bersifat persuasif.

(2)Meyakinkan

Apabila pembicara berusaha untuk mempengaruhi keyakinan atau sikap mental atau intelektual penyimak, maka komposisi itu bertujuan untuk meyakinkan. Alat yang esensial dari komposisi lisan semacam ini adalah argumentasi. Karena itu, komposisi lisan semacam ini biasanya disertai bukti-bukti, fakta-fakta, dan contoh-contoh yang kongkret. Dengan demikian reaksi yang diharapkan dari penyimak adalah timbulnya persesuaian pendapat ataubkeyakinan atau kepercayaan atas persoalan yang dibawakan. Karena itu pula pembicaraanpun pasti bersifat persuasif.

(3) Bertindak atau Berbuat

Tujuan berbicara ini menghendaki beberapa macam tindakan atau reaksi fisik sang penyimak. Rekasi atau tindakan yang diharapkan ini berbentuk seruan “ya” atau “tidak”, dapat pula berupa mengumpulkan uang, menandatangani petisi, membuat sebuah parade atau mengadakan demonstrasi pemboikotan, dan lain sebagainya.


(31)

16

(4) Memberitahukan

Tujuan berbicara ini adalah pembicara memberitahukan sesuatu kepada penyimak agar mereka dapat mengerti tentang sesuatu hal, atau memperluas bidang pengetahuan mereka. Reaksi yang diinginkan dari hal ini adalah para penyimak mendapat pemahaman yang diketahuinya. Jenis atau sifat pembicaraan ini adalah komposisi instrutif atau komposisi yang mengandung ajaran.

(5) Menyenangkan

Bila mempunyai maksud standar pembicara ingin menyenangkan orang lain yang mendengar pembicaraannya, atau menimbulkan suasana gembira pada suatu pertemuan, maka tujuan umum pembicaraan ini adalah untuk menyenangkan. Kesegaran atau keaslian memainkan peranan yang sangat penting. Humor adalah alat penting dalam meyajikan pembicaraan semacam ini. Reaksi-reaksi yang diharapkan dari penyajian semacam ini adalah menimbulkan minat dan kegembiraan di hati penyimaknya. Sebab itu, uraian semacam ini termasuk uraian yang bersifat rekreatif atau menimbulkan kegembiraan serta kesenangan penyimaknya.

2.2 Kajian Sosiolinguistik

Sosiolinguistik awalnya dikenal dengan istilah sosiologi bahasa. Namun sejak tahun 1960 hingga saat ini istilah yang lebih populer dipakai adalah sosiolinguistik (Pateda, 1987: 2). Istilah sosiolinguistik sebagai istilah yang dipergunakan oleh H. Curee dalam sebuah karangan yang dimuat dalam A

Various Language (Pateda, 1987: 2). Menurut Fishman (dalam Pateda, 1987: 2)

istilah sosiolinguistik dan sosiologi bahasa itu berbeda. Sosiolinguistik menurut Fishman lebih bersifat kualitatif, sedangkan sosiologi bahasa bersifat kuantitatif.


(32)

17

Artinya, jika sosiolinguistik mementingkan pemakaian bahasa oleh individu-individu dalam konteks sosialnya, maka sosiologi bahasa mementingkan keragaman bahasa sebagai akibat pelapisan sosial yang terdapat dalam masyarakat.

Maka timbul pertanyaan, apakah sosiolinguistik itu? Harimurti Kridalaksana (dalam Pateda, 1987: 2) mengatakan sosiolinguistik yaitu cabang linguistik yang berusaha untuk menjelaskan ciri variasi bahasa dan menetapkan korelasi ciri-ciri variasi bahasa tersebut dengan ciri-ciri-ciri-ciri sosial. Pendapat tersebut didukung oleh pernyataan Fishman bahwa sosiolinguistik lazim didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang ciri khas variasi bahasa, fungsi-fungsi variasi bahasa, dan pemakai bahasa karena ketiga unsur itu selalu berinteraksi, berubah, dan saling mengubah satu sama lain dalam satu masyarakat tutur (Chaer dan Agustina, 2010: 3).

Istilah sosiolinguistik juga banyak didefinisikan oleh para ahli bahasa. Rene Appel, Gerad Hubbert, dan Greus Meijer (dalam Chaer dan Agustina, 2010: 4) mendefinisikan sosiolinguistik sebagai kajian mengenai bahasa dan pemakaiannya dalam konteks sosial dan kebudayaan, sedangkan menurut G.E. Booij, J.G. Kerstens, dan H.J. Verkuyl (Chaer dan Agustina, 2010: 4) mengartikan bahwa sosiolinguistik merupakan subdisiplin ilmu bahasa yang mempelajari faktor-faktor sosial yang berperan dalam penggunaan bahasa dan pergaulan sosial.

C. Criper dan H.G. Widdowson (Chaer dan Agustina, 2010: 4) mengatakan bahwa sosiolinguistik adalah kajian bahasa dalam penggunaannya, dengan tujuan untuk meneliti bagaimana konvensi pemakaian bahasa berhubungan dengan aspek-aspek


(33)

18

lain dari tingkah laku sosial. Sedangkan Nancy Parrot Hickerson (Chaer dan Agustina, 2010: 4) menyatakan bahwa sosiolinguistik adalah pengembangan subbidang linguistik yang memfokuskan penelitian pada variasi ujaran, serta mengkajinya dalam suatu konteks sosial. Sosiolinguistik meneliti korelasi antara faktor-faktor sosial itu dengan variasi bahasa. Faktor-faktor sosial di sini adalah faktor umur, kelamin, agama, perhatian, dan pekerjaan. Sosiolinguistik ini adalah perpaduan antara sosiologi dan linguistik. Sosiolinguistik ini menekankan pada hubungan antara bahasa dan pemakaiannya.

Berdasarkan pendapat para ahli bahasa di atas, sosiolinguistik merupakan telaah berbagai macam bahasa dan variasinya yang terdapat di dalam suatu masyarakat, penggunaannya sesuai dengan berbagai faktor penentu, baik faktor kebahasaan maupun lainnya, serta berbagai bentuk bahasa yang hidup dan dipertahankan di dalam suatu masyarakat tertentu, bagaimana suatu bahasa disampaikan oleh pembicara sehingga dapat mengandung makna seperti yang dikehendaki yang mungkin dapat berbeda dengan makna yang disampaikan oleh kata-kata yang dipergunakan. Berdasarkan definisi yang dikemukakan para ahli tersebut, ranah sosiolinguistik dapat dibagi menjadi dua bagian sebagai berikut (Pateda, 1987: 5). (1) Mikro sosiolinguistik, yaitu yang berhubungan dengan kelompok kecil

misalya tegur sapa.

(2) Makro sosiolinguistik, yaitu yang berhubungan dengan masalah perilaku bahasa dan struktur sosial.

Sosiolinguistik merupakan ilmu yang empiris. Dikatakan empiris karena ilmu ini didasarkan pada kenyataan-kenyataan yang dapat kita lihat setiap hari. Untuk mengetahui hal tersebut kita dapat melakukannya dengan observasi atau


(34)

19

eksperimen. Sosiolinguistik juga dikatakan sebagai ilmu yang teoritis karena mengumpulkan dan mengatur gejala-gejala sosial berdasarkan teori, membuat penafsiran yang sistematis, dan memformulasikan gejala-gejala itu. Di dalam makna sosiolinguistik ada yang dapat digolongkan sebagai persoalan pokok dan yang tidak persoalan pokok (Pateda, 1987: 6).

(1) Persoalan Pokok Sosiolinguistik

Adapun yang termasuk ke dalam persoalan pokok sosiolinguistik yaitu 1) tentang profil sosiolinguistik, yaitu tentang bagaimana keanekaragaman bahasa mencerminkan keanekaragaman sosial yang biasanya bersifat statistik. 2) Dinamika sosiolinguistik yang diusahakan dengan mencari ciri-ciri terhadap berbagai jenis situasi sosiolinguistik yang mencakup bidang pemakaian (situasi yang menyebabkan adanya pengalihan pembicaraan), sikap bahasa (baik sikap terhadap bahasa itu sendiri maupun yang bukan bahasa ibu), serta proses-proses sosiolingusitik (pemeliharaan bahasa, pergantian bahasa).

(2) Persoalan Tidak Pokok Sosiolinguistik

Adapun yang termasuk di dalam persoalan tidak pokok sosiolinguistik adalah 1) masalah perubahan bahasa. 2) masalah bahasa anak dan 3) relativisme bahasa (misalnya pengaruh bahasa terhadap orientasi dunia dari pemakaiannya).

Selain sosiolinguistik, kajian bahasa tidak terlepas dari konteks yang melatarinya. Sperber dan Wilson (dalam Rusminto, 2012:53) menyatakan bahwa kajian terhadap penggunaan bahasa harus menggunakan konteks yang seutuh-utuhnya. Bahasa dan konteks merupakan dua hal yang saling berkaitan satu sama lain. Bahasa membutuhkan konteks tertentu dalam pemakaiannya, demikian juga


(35)

20

sebaliknya konteks baru bermakna jika terdapat bahasa di dalamnya (Rusminto, 2012:53).

Penggunaan bahasa berdasarkan kajian sosiolinguistik tidak hanya melibatkan bahasa saja, tetapi juga melibatkan kegiatan berbicara. Sosiolinguistik mengkaji bahasa juga berdasarkan hal-hal luar yang mempengaruhi bahasa dalam proses berbicara tersebut. Berikut beberapa hal yang dapat dikaji oleh peneliti mengenai penggunaan bahasa oleh Jokowi pada debat calon presiden 2014-2019.

2.2.1 Variasi Bahasa

Variasi bahasa merupakan istilah yang agak umum dan netral sifatnya. Istilah itu diasosiasikan dengan perbedaan-perbedaan dalam suatu bahasa yang timbul karena adanya perbedaan-perbedaan kelas sosial ekonomi, latar belakang pendidikan, profesi, ideologi dan cita-cita, agama, dan sebagainya, sedangkan dialek mengacu pada variasi yang ditimbulkan oleh adanya perbedaan daerah. Apabila variasi itu diasosiasikan dengan fungsinya di dalam masyarakat, seperti variasi yang digunakan di saat upacara pemakaman, pembagian warisan, santai di warung kopi, sebuah debat kandidat, dan sebagainya, istilah yang dipergunakan biasanya adalah register (Kartomihardjo, 1988: 61). Perbedaan-perbedaan itu menyangkut perbedaan dalam ucapan atau dalam sistem fonologi pada umumnya, dalam pilihan kata (diksi) dan sistem morfologi, serta dalam tata bahasa. Di dalam pergaulan sehari-hari istilah dialek sering diganti dengan logat. Sedangkan istilah aksen yang dipinjam dari bahasa Inggris mengacu kepada perbedaan ucapan. Variasi bahasa terdiri atas variasi bahasa baku dan variasi bahasa tidak baku (misal variasi bahasa daerah).


(36)

21

Variasi bahasa baku sebenarnya tidak lain daripada salah satu variasi atau dialek yang diakui oleh semua anggota berbagai kelompok masyarakat yang menggunakan variasi itu dalam situasi resmi yang pada umumnya melibatkan hubungan formal, suatu hubungan yang tidak mengenal kekerabatan. Oleh karena itu, bahasa baku atau variasi bahasa baku dipergunakan dalam interaksi formal antar instansi pemerintahan dan swasta, surat-surat resmi, upacara kenegaraan dan upacara yang diselenggarakan suatu instansi, serta dipergunakan dan diajarkan di sekolah dan perguruan tinggi. Bahasa baku dipergunakan dalam suasana kedinasan, resmi, formal dan menyangkut pejabat-pejabat di daerah maupun di pusat, oleh sebab itu, bahasa baku memiliki martabat yang paling tinggi jika dibandingkan dengan variasi bahasa lainnya. Pada perkembangannya bahasa baku juga paling banyak mendapat perhatian baik dari kalangan masyarakat pada umumnya maupun pemerintahan. Oleh karena itu, bahasa baku di banyak negara merupakan lambang kecanggihan, keterpelajaran, kesopanan, dan lain sebagainya (Kartomohardjo, 1988: 62). Variasi bahasa daerah atau dialek adalah variasi yang menggunakan latar belakang daerah geografis sebagai pangakal ciri perbedaan. Seperti halnya penanda ragam lainnya, dialek bisa juga dipergunakan sebagai penanda ragam untuk menyatakan status sosial para peserta interaksi, keakraban, dan keadaan kejiwaan mereka pada saat berinteraksi.

Kartomihardjo (1988: 71) menambahkan dialek biasanya digunakan di dalam interaksi di luar kedinasan. Semakin meluasnya penggunaan bahasa Indonesia baku dalam interaksi kedinasan, dialek bahasa Indonesia hampir tidak pernah digunakan di dalam situasi resmi, kecuali oleh orang-orang yang memang belum atau tidak dapat berbahasa Indonesia baku. Oleh karena itu dialek cenderung


(37)

22

dipergunakan untuk penanda keakraban. Sehubungan dengan pemakaian bahasa pada seseorang, Pateda ( 1987: 8) menambahkan bahwa kita berhadapan dengan apa yang disebut idiolek. Hanya pada idiolek kita melihat kenyataan psikis pemakaian bahasa karena dia sebagian dari pengetahuan pemakaian bahasa secara individual. Satuan bahasa seperti dialek dan bahasa hanya merupakan kumpulan dari idiolek-idiolek. Menurut Gorys Keraf (1984: 144) dialek merupakan ciri-ciri yang sama dalam tata bunyi, kosa kata, morfologi, dan sintaksis. Sedangkan idiolek ini diartikan sebagai ciri-ciri bahasa perseorangan. Menurut C.A. Ferguson dan J.D. Gumprez (Pateda, 1987: 52) bahwa variasi bahasa dapat dilihat dari berbagai aspek sebagai berikut.

2.2.1.1 Variasi Bahasa dari Segi Penutur

Variasi bahasa pertama yang kita lihat dari segi penuturnya adalah variasi bahasa yang disebut idiolek, yakni variasi bahasa yang bersifat perseorangan (Chaer, 1995: 82). Menurut konsep idiolek, setiap orang memiliki variasi bahasanya atau idioleknya masing-masing. Variasi bahasa idiolek ini berkenaan dengan warna suara, pilihan kata, gaya bahasa, susunan kalimat, dan sebagainya. Namun, yang paling dominan adalah warna suara itu, sehingga jika kita cukup akrab dengan seseorang, hanya dengan mendengar suara bicaranya tanpa melihat orangnya, kita dapat mengenalinya.

Variasi bahasa kedua berdasarkan penuturnya adalah yang disebut dialek, yakni variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berbeda pada satu tempat, wilayah, atau area tertentu. Dialek didasarkan pada wilayah atau tempat tinggal penutur, maka dialek ini lazim disebut dialek areal, dialek


(38)

23

mereka memiliki idioleknya masing-masing, memiliki kesamaan ciri yang menandai bahwa mereka berada satu dialek yang berbeda dengan kelompok penutur lain yang berada dalam dialeknya sendiri dengan ciri lain yang menandai dialeknya juga. Penggunaan istilah dialek dan bahasa dalam masyarakat umum memang seringkali bersifat ambigu. Secara linguistik jika masyarakat tutur saling mengerti, maka alat komunikasinya adalah dua dialek dari bahasa yang sama. Namun secara politis, meskipun dua masyarakat tutur bisa saling mengerti karena kedua alat komunikasi verbalnya mempunyai kesamaan sistem dan subsistem, tetapi keduanya dianggap sebagai dua bahasa yang berbeda. Bidang studi linguistik yang mempelajari dialek-dialek adalah dialektologi (Chaer, 1995: 84).

Variasi bahasa ketiga berdasarkan segi penutur adalah yang disebut kronolek atau dialek temporal, yakni variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok sosial pada masa tertentu. Umpamanya, variasi bahasa yang digunakan pada masa beberapa puluh tahun yang lalu, variasi bahasa yang digunakan pada masa itu jelas sudah berbeda dengan variasi bahasa yang digunakan pada masa kini. Perbedaan tersebut dapat berupa perbedaan segi lafal, ejaan, morfologi, maupun sintaksis. Perbedaan yang paling tampak biasanya dari segi leksikon, karena bidang ini mudah berubah akibat perubahan sosial budaya, ilmu pengetahuan, dan teknologi.

Variasi bahasa yang keempat berdasarkan segi penutur adalah sosiolek atau dialek

sosial, yakni variasi bahasa yang digunakan berkenaan dengan status, golongan,

dan kelas sosial penuturnya. Di dalam sosiolinguistik variasi bahasa ini menyangkut semua masalah pribadi penuturnya seperti usia, pendidikan, seks, pekerjaan, tingkat kebangsawanan, keadaan sosial ekonomi, dan sebagainya


(39)

24

(Chaer, 1995: 85). Umur, merupakan salah satu ciri penting dalam pemakaian variasi bahasa. Menurut para ahli, semakin tinggi umur seseorang maka semakin banyak kata yang dikuasai, semakin baik pemahamannya dalam struktur bahasa, serta semakin baik pengajarannya (Pateda,1987: 56-61).

Sehubungan dengan variasi bahasa berkenaan dengan tingkat, golongan, status, dan kelas ekonomi para penuturnya, biasanya disebut dengan akrolek, basilek,

vulgar, slang, kolokial, jargon, argon, dan ken (Chaer, 1995: 87-89). Akrolek

adalah variasi bahasa sosial yang dianggap lebih tinggi atau lebih bergengsi daripada variasi bahasa sosial lainnya. Misalnya, dialek Jakarta cenderung semakin bergengsi sebagai salah satu ciri kota metropolitan, sebab para remaja di daerah, dan yang pernah ke Jakarta, merasa bangga bisa berbicara dalam dialek Jakarta itu. Kemudian basilek, yakni variasi bahasa sosial yang dianggap kurang bergengsi, atau bahkan dianggap dipandang rendah. Selanjutnya, vulgar yaitu variasi bahasa sosial yang ciri-cirinya tampak pemakaian bahasa oleh mereka yang kurang terpelajar, atau dari kalangan mereka yang tidak berpendidikan, sedangkan slang yakni variasi bahasa sosial yang bersifat khusus atau rahasia. Artinya, hanya digunakan oleh kalangan tertentu yang sangat terbatas dan tidak boleh diketahui oleh kalangan di luar kelompok tersebut. Faktor kerahasiaan ini menyebabkan kosa kata yang digunakan dalam slang sering berubah, dalam hal ini disebut prokem. Selanjutnya, kolokial yakni variasi bahasa sosial yang digunakan dalam percakapan sehari-hari. Kolokial berarti percakapan, bukan bahasa tulis. Namun, dalam perkembangannya kolokial mulai digunakan dalam bahasa tulis. Contoh variasi bahasa kolokial yaitu dok (dokter), prof (profesor), let


(40)

25

Variasi bahasa sosial selanjutnya yakni jargon, yaitu variasi bahasa sosial yang digunakan secara terbatas oleh kelompok-kelompok sosial tertentu. Ungkapan tersebut sulit dipahami kelompok sosial lain namun tidak bersifat rahasia. Kemudian variasi bahasa argot, yaitu variasi bahasa sosial yang digunakan secara terbatas pada profesi-profesi tertentu dan bersifat rahasia. Letak kekhususan

argotyaitu pada kosa kata. Terakhir, variasi bahasa sosial ken, yaitu variasi bahasa

sosial yang bernada memelas, dibuat merengek-rengek, penuh dengan kepura-puraan dan biasanya digunakan oleh pengemis.

2.2.1.2 Variasi Bahasa dari Segi Pemakaian

Variasi bahasa yang berkenaaan dengan penggunaannya, pemakaian atau fungsinya disebut fungsiolek, ragam atau register(Nababan dalam Chaer, 1995: 89). Variasi bahasa ini biasanya dibicarakan berdasarkan bidang penggunaan, gaya, atau tingkat keformalan, dan sarana penggunaan. Variasi bahasa dari segi pemakaian ini adalah menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan atau bidang apa. Misalnya, bidang sastra, jurnalistik, militer, pertanian, pelayaran, perekonomian, perdagangan, pendidikan, dan kegiatan keilmuan.

Ragam bahasa sastra biasanya menekankan pada penggunaan bahasa yang estetis. Ragam bahasa jurnalistik juga memiliki ciri tertentu, yakni bersifat sederhana, komunkatif, dan ringkas. Ragam bahasa militer dikenal dengan cirinya yang ringkas dan bersifat tegas, sesuai dengan tugas dan kehidupan militer yang penuh disiplin dan instruksi. Ragam bahasa ilmiah juga dikenal dengan cirinya yang lugas, jelas, dan bebas dari keambiguan, serta segala metafora dan idiom. Variasi bahasa dalam fungsi ini disebut register. Pada pembicaraan tentang register ini


(41)

26

dikaitkan dengan dialek. Jika dialek berkenaan dengan bahasa itu digunakan oleh siapa, di mana, dan kapan, maka register berkenaan dengan masalah bahasa itu digunakan untuk kegiatan apa (Chaer, 1995: 91).

2.2.1.3 Variasi Bahasa dari Segi Keformalan

Berdasarkan tingkat keformalannya, Martin Joos (1967) dalam bukunya The Five

Clock membagi variasi bahasa atas lima macam gaya, yakni gaya atau ragam

beku, gaya atau ragam resmi, gaya atau ragam usaha, gaya atau ragam santai, dan gaya atau ragam akrab (Chaer, 1995: 92).

Ragam beku adalah variasi bahasa yang paling formal, yakni digunakan dalam situasi yang khidmat, upacara resmi, kitab undang-undang, akte notaris, dan surat keputusan. Kalimat-kalimat yang dimulai menggunakan kata bahwa, maka, hatta,

dan sesungguhnya menandai ragam beku dari variasi bahasa ini. Ragam resmi

atau formal adalah variasi bahasa yang digunakan dalam pidato kenegaraan, rapat dinas, surat menyurat dinas, ceramah keagamaan, buku-buku pelajaran, dan sebagainya. Ragam usaha atau ragam konsultatis adalah variasi bahasa yang lazim digunakan dalam pembicaraan di sekolah dan rapat atau pembicaraan yang berorientasi kepada hasil atau produksi. Ragam bahasa ini adalah variasi bahasa yang paling operasional. Ragam santai atau ragam kasual adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi tidak resmi untuk berbincang-bincang dengan keluarga, teman akrab, pada waktu santai, berolahraga, istirahat, berekreasi, atau sebagainya. Ragam bahasa ini sering menggunakan alegro, yakni bahasa yang dipendek-pendekkan, dipenuhi dengan unsur leksikal dialek, dan unsur daerah. Terakhir yaitu ragam akrab atau ragam intim, yakni variasi bahasa yang


(42)

27

digunakan oleh penutur yang hubungannya sudah akrab seperti anggota keluarga, teman, sahabat. Ragam bahasa ini ditandai dengan penggunaan kosa kata yang dipendek-pendekkan, terkadang dengan artikulasi yang tidak jelas (Chaer, 1995: 92-94).

2.2.1.4Variasi Bahasa dari Segi Sarana

Variasi bahasa dapat dilihat dari segi sarana atau jalur yang digunakan, dalam hal ini adalah ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis. Pada ragam bahasa lisan dibantu dengan unsur-unsur nonsegmental atau unsur nonlinguistik berupa nada, suara, gerak-gerik tangan, gelengan kepala, dan sejumlah gejala fisik lainnya.

2.2.2 Gaya Bahasa

Gaya bahasa mencakup arti kata, citra, perumpamaan, serta simbol dan alegori. Arti kata mencakup arti denotatif dan konotatif, alusi, parodi, dan sebagainya. Sedangkan perumpamaan mencakup simile, metafor, dan personifikasi. Selain itu gaya bahasa juga mencakup antitesis, hiperbola, dan paradoks. Pada umumnya gaya bahasa adalah semacam bahasa yang bermula dari bahasa yang biasa digunakan dalam gaya tradisional dan literal untuk menjelaskan orang atau objek (Minderop, 2005: 51). Berikut penjelasan mengenai beberapa jenis gaya bahasa. (1) Simile

Simile merupakan perbandingan langsung antara yang tidak selalu mirip secara esensial. Perbandingan yang menggunakan simile biasanya terdapat kata “seperti” atau “lakasana” dan “ketimbang atau daripada” (Minderop, 2005:52).


(43)

28

(2) Metafora

Metafora adalah suatu gaya bahasa yang membandingkan atau benda dengan benda lainnya secara langsung. Misalnya “kehidupan ini binatang lapar” dan “cintaku burung terbang yang berkelana ke segala penjuru”. Binatang lapar merupakan metafora kehidupan artinya kehidupan yang rakus dan ganas, sedangkan burung terbang merupakan metafora cinta yang berkelana ke mana saja (Mindererop, 2005: 53).

(3) Personifikasi

Personifikasi adalah suatu proses penggunaan karakteristik manusia untuk benda-benda non-manusia, termasuk abstraksi dan gagasan. Contohnya: bulan diibaratkan seorang wanita karena kecantikannya. Depersonifikasi merupakan lawan dari personifikasi (Mindererop, 2005:53).

(4) Ironi

Ironi adalah majas atau gaya bahasa yang menyatakan makna yang bertentangan

dengan maksud mengejek. Contoh: “Aduh bersihnya kamar ini, patung rokok dan

sobekan kertas bertebaran di lantai” (Tarigan, 2009: 87). (5) Hiperbola

Hiperbola adalah gaya bahasa atau majas berupa ungkapan yang melebih-lebihkan apa yang sebenarnya dimaksudkan : jumlahnya, ukurannya atau sifatnya. Contoh:

kurus kering tiada daya kekurangan pangan sebagai pengganti kelaparan;

tabungannya berjuta-juta, emasnya berkilo-kilo, rumahnya berpuluh-puluh,

sawahnya berhektar-hektar sebagai pengganti makna dia orang kaya (Tarigan,


(44)

29

(6) Litotes

Litotes adalah gaya bahasa atau majas berupa pernyataan mengenai sesuatu dengan cara menyangkal atau mengingkari kebalikannya. Contoh: Ellyas Pical

bukanlah petinju kampungan yang bisa dianggap enteng atau H.B. Jassin

bukanlah kritikus murahan (Tarigan, 2009: 91).

(7) Repetisi

Repetisi merupakan gaya bahasa yang menggunakan kata kunci yang terdapat pada awal kalimat untuk mencapai efek tertentu dalam penyampaian pengulangan, baik pengulangan frasa, klausa, maupun kalimat (KBBI offline 1.3).

2.2.3 Diksi

Diksi terdiri dari fonem, silabel, konjungsi atau penghubung, kata benda, kata kerja, infleksi, dan uterans(Keraf, 2002 : 87). Fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang dapat membedakan arti, sedangkan ilmu yang mempelajarinya disebut fonemik. Fonemik sendiri merupakan bagian dari fonologi. Fonologi ini khusus untuk mempelajari bunyi bahasa.Perubahan fonem ada bermacam-macam, yaitu alofon, asimilasi, desimilasi, diftongisasi, monoftongisasi, dan nasalisasi.

Silabel dalam bahasa Yunani disebut sullabe, merupakan satuan ritmis terkecil dalam suatu arus ujaran atau runtutan bunyi ujaran. Satu silabel biasanya meliputi satu vokal dan satu konsonan atau lebih. Silabel mempunyai puncak kenyaringan (sonoritas) yang utuh pada vokal.Konjungsi atau dikenal dengan kata sambung adalah kata atau ungkapan yang menghubungkan dua satuan bahasa yang sederajat. Kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa, serta kalimat dengan kalimat.Kata benda (nomina) adalah jenis kata yang dapat


(45)

30

diterangkan dengan kata lain, misalnya kata sifat.Kata kerja merupakan kata yang menggambarkan proses, perubahan atau keadaan yang bukan kata sifat.Menurut Parera (dalam Putrayasa, 2008:113) infleksi adalah perubahan bentuk atau proses morfologi. Kemudian yang terakhir adalah uterans. Uterans merupakan sub elemen dari fungsionalitas diksi dan mempengaruhi diksi berdasarkan kemampuan bahasa dengan kriteria penggunaan dan pemahaman yang jelas dan efektif. Pendapatlain mengenai diksi dikemukakanolehKeraf(1996:24)melalui www.eprints.uny.ac.id : 10)yang menurunkan tigakesimpulan utama mengenai diksi, antaralainsebagai berikut.

(1) Pilihankataataudiksimencakuppengertiankata-katamanayang dipakai untuk menyampaikangagasan, bagaimanamembentuk pengelompokkan kata-katayangtepat.

(2) Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuanmenemukanbentukyang sesuaiataucocokdengansituasidan nilai rasayangdimilikikelompok masyarakat pendengar.

(3) Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan penguasaan sejumlah besar kosakataatau perbendaharaan katabahasa.

Daribeberapapendapatdiatasdapatdisimpulkanbahwa diksiadalah pemilihandanpemakaiankataolehpengarang denganmempertimbangkan aspekmakna katayaitumaknadenotatifdanmakna konotatifsebabsebuah kata dapat menimbulkanberbagai pengertian. Macam-macam pemilihan kata (diksi) menurut Keraf (1996: 89-108 melalui www.eprints.uny.ac.id : 10-13 ) sebagai berikut.


(46)

31

(1)Denotasiadalahkonsepdasaryang didukung olehsuatukata(maknaitu menunjuk pada konsep, referen, atau ide). Denotasi juga merupakan batasankamusataudefinisiutamasuatukata,sebagailawandaripada

konotasiataumaknayangadakaitannyadenganitu.Denotasimengacu padamaknayangsebenarnya. Di bawah ini adalah contoh maknadenotasi.

Rumah itu luasnya250meter persegi.

Adaseribu orangyangmenghadiri pertemuan itu.

(2) Konotasiadalahsuatujenismaknakatayang mengandungartitambahan, imajinasiatau nilairasatertentu. Konotasimerupakan kesan-kesanatau asosiasi-asosiasi,danbiasanya bersifatemosionalyang ditimbulkanoleh sebuah kata disamping batasan kamusatau definisiutamanya. Konotasi mengacupada makna kiasatau makna bukansebenarnya.Berikut contohmakna konotasi.

Rumah itu luas sekali.

Banyak sekaliorangyangmenghadiri pertemuanitu.

(3) Kataabstrakadalahkatayang mempunyaireferenberupakonsep,kata abstraksukardigambarkankarena referensinya tidakdapatdiserapdengan pancaindera manusia.Kata-kataabstrakmerujukkepadakualitas(panas, dingin,baik,buruk), pertalian(kuantitas,jumlah,tingkatan), danpemikiran (kecurigaan,penetapan,kepercayaan).Kata-kataabstraksering dipakai untuk menjelaskanpikiranyangbersifat teknis dan khusus.

(4) Katakonkritadalahkatayangmenunjukpadasesuatuyangdapatdilihat

ataudiinderasecaralangsung olehsatuataulebihdaripancaindera.Kata- katakonkritmenunjukkepadabarangyang aktualdanspesifikdalam pengalaman. Katakonkritdigunakanuntukmenyajikan gambaran yang hidupdalampikiranpembacamelebihikata-katayanglain.Contohkata konkrit:


(47)

32

meja, kursi, rumah, mobildsb.

(5) Kata umum adalah katayangmempunyai cakupanruanglingkupyangluas, kata-kata umummenunjukkepada banyakhal,kepada himpunan,dan kepada keseluruhan.Contohkata umum:binatang,tumbuh-tumbuhan, penjahat, kendaraan.

(6) Kata khusus adalah kata-kata yang mengacu kepada pengarahan-pengarahanyang khususdankonkrit.Katakhususmemperlihatkankepada objekyang khusus.Contohkatakhusus:Yamaha,Nokia,kerapu,kakaktua, sedan. (7) Katailmiahadalah katayangdipakaiolehkaumterpelajar, terutama dalam tulisan-tulisanilmiah.Contohkata ilmiah:analogi,formasi,konservatif, fragmen, kontemporer.

(8) Katapopuleradalahkata-kata yangumumdipakaiolehsemualapisan masyarakat,baikolehkaumterpelajaratauoleh orang kebanyakan.Contoh kata popular: bukti, rasakecewa, maju,gelandangan.

(9) Jargon adalah kata-kata teknis atau rahasia dalam suatu bidang ilmu tertentu, dalam bidang seni, perdagangan, kumpulan rahasia, atau kelompok-kelompok khusus lainnya.Contoh jargon: sikon(situasi dan kondusi), prodankon(prodankontra), kep(kapten),dok(dokter),prof (professor).

(10)Kataslangadalahkata-katanonstandaryanginformal, yangdisusun

secarakhas,bertenagadanjenakayangdipakaidalampercakapan,kata

slang

jugamerupakankata-katayangtinggiataumurni.Contohkataslang:manatahan,eh ketemu lagi, unyu-unyu,cabi.


(48)

33

(11)Kataasingialahunsur-unsuryang berasaldaribahasaasingyang masih dipertahankan bentuk aslinya karena belum menyatu dengan bahasa aslinya. Contoh kataasing:computer, cyber, internet, go public.

(12)Kataserapanadalahkata daribahasa asingyangtelahdisesuaikandengan wujudatau struktur bahasaIndonesia. Contohkata serapan:ekologi, ekosistem, motivasi, musik, energi.

Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembaca. Menjadi seorang pembicara atau penulis perlu menguasai pilihan kata yang tepat serta kosa kata yang banyak.

2.2.4 Alih Kode

Alih kode menurut Apple (dalam Chaer, 1995: 141) adalah gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi. Berbeda dengan Apple yang mengatakan alih kode itu terjadi antarbahasa, Hymes (dalam Chaer, 1995: 142) menyatakan bahwa alih kode terjadi bukan hanya antarbahasa, tetapi juga terjadi antara ragam-ragam atau gaya-gaya yang terdapat dalam satu bahasa. Alih kode ini terjadi misalnya pada pengalihan penggunaan bahasa Indonesia ke bahasa Jawa atau sebaliknya, dan pengalihan ragam formal ke ragam tidak formal.

Pada berbagai kepustakaan lingusitik secara umum penyebab alih kode adalah (1) pembicara atau penutur, (2) pendengar atau lawan tutur, (3) perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga, (4) perubahan dari formal ke informal atau sebaliknya, serta (5) perubahan topik pembicaraan (Chaer, 1995: 143). Soewito


(49)

34

(dalam Chaer, 1995: 150) membedakan adanya dua macam alih kode, yaitu alih kode intern dan alih kode ekstern. Alih kode intern adalah alih kode yang berlangsung antarbahasa itu sendiri, seperti bahasa Indonesia ke bahas jawa, atau sebaliknya, sedangkan alih kode ekstern adalah alih kode yang terjadi antara bahasa itu sendiri (salah satu bahasa atau ragam yang ada dalam verbal repertoir masyarakat tuturnya) dengan bahasa asing.

2.2.5 Campur Kode

Pembicaraan mengenai alih kode biasanya diikuti dengan pembicaraan mengenai campur kode. Kedua peristiwa bahasa yang lazim terjadi di masyarakat ini mempunyai kesamaan yang besar, sehingga sukar dibedakan. Kesamaan antara alih kode dan campur kode adalah digunakannya dua bahasa atau lebih, atau dua varian dari sebuah bahasa dalam satu masyarakat tutur (Chaer, 1995: 151). Namun, yang jelas, jika dalam alih kode setiap bahasa atau ragam bahasa yang digunakan masih memiliki fungsi otonomi masing-masing, dilakukan dengan sadar, dan sengaja dengan sebab-sebab tertentu. Sedangkan campur kode adalah sebuah kode utama atau kode dasar yang digunakan dan memiliki fungsi keotonomiannya, sedangkan kode-kode lain yang terlibat dalam peristiwa tutur itu hanya berupa bagian-bagiannya saja, tanpa fungsi atau keotonomian sebagai sebuah kode. Seorang penutur yang menyelipkan bahasa-bahasa daerahnya dapat dikatakan melakukan campur kode. Akibatnya, muncul satu ragam bahasa yang kedaerah-daerahan.

Perbedaan antara alih kode dan campur kode coba dijelaskan oleh Thelander (dalam Chaer, 1995: 152) yakni bila di dalam suatu peristiwa tutur terjadi peralihan dari satu klausa suatu bahasa ke klausa bahasa lain maka peristiwa


(50)

35

tersebut adalah alih kode. Tetapi,jika di daftar suatu peristiwa tutur, klausa-klausa maupun frasa-frasa yang digunakan terdiri dari klausa dan frase campuran, dan masing-masing klausa atau frase itu tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri, maka peristiwa yang terjadi adalah campur kode.

2.3Implikasi Bahasa Jokowi pada Debat Calon Presiden 2014-2019 dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas

Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Manusia yang terlibat dalam sistem pengajaran terdiri dari siswa, guru, dan tenaga lainnya, misalnya tenaga laboratorium. Material, meliputi buku-buku, papan tulis dan kapur, fotografi, slide dan film, audio dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan, terdari dari ruangan kelas, perlengkapan audio visual, dan komputer. Prosedur, meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian, dan sebagainya (Hamalik, 1994: 57).

Rumusan di atas tersebut tidakterbatas dalam ruang saja. Sistem pembelajaran dapat dilaksanakan dengan cara membaca buku, belajar di kelas atau di sekolah. Pengajaran di sekolah juga diwarnai oleh organisasi dan interaksi antara berbagai komponen yang saling berkaitan untuk membelajarkan peserta didik, misalnya organisasi di dalam sekolah ataupun di luar sekolah, seperti kegiatan ekstrakulikuler dan pembelajaran tambahan di luar jam sekolah. Padapembelajaran bahasa Indonesia ada empat keterampilan berbahasa yang harus dimiliki yakni keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis (Tarigan, 1981: 1). Pembelajaran bahasa Indonesia tersebut tidak terbatas pada


(51)

36

buku. Sumber belajar yang dapat digunakan untuk mengembangkan keempat keterampilan bahasa tersebut dapat juga berupa media visual, audio visual, rekaman, media cetak, dan media elektronik.

Berkenaan dengan penelitian ini, peneliti mengaitkan penggunaan bahasa Jokowi pada debat calon presiden 2014-2019 sebagai salah satu media belajar yaitu, media audio visual yang berupa tayangan debat dalam forum resmi dan implikaisnya dalam pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas. Penelitian mengenai penggunaan bahasa Jokowi juga dapat diimplikasikan pada pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas berdasarkan kurikulum KTSP yaitu, pada kelas X semester ganjil dengan standar kompetensi berbicara yaitu, 2. mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi melalui kegiatan berkenalan, berdiskusi, dan bercerita dengan kompetensi dasar yaitu, 2.1 memperkenalkan diri dan orang lain di dalam forum resmi dengan intonasi yang tepat; 2.2 mendiskusikan masalah (yang ditemukan dari berbagai berita, artikel, atau buku); 2.3 menceritakan berbagai pengalaman dengan pilihan kata dan ekspresi yang tepat.Selanjutnya, standar kompetensi mendengarkan 9. memahami informasi melalui tuturan, dengan kompetensi dasar yaitu, 9.1 menyimpulkan isi informasi yang disampaikan melalui tuturan langsung; dan 9.2 menyimpulkan isi informasi yang didengar melalui tuturan tidak langsung (rekaman atau teks yang dibacakan).Kemudian, standar kompetensi menulis 12. mengungkapkan informasi melalui penulisan paragraf dan teks pidato dengan kompetensi dasar yaitu, 12.1 menulis gagasan untuk mendukung suatu pendapat dalam bentuk paragraf argumentatif;12.2 menulis gagasan untuk meyakinkan atau mengajak pembaca bersikap atau melakukan sesuatu dalam bentuk paragraf persuasif; serta


(52)

37

12.3menulishasil wawancara ke dalam beberapa paragraf dengan menggunakan ejaan yang tepat; dan terakhir yaitu, 12.4 menyusun teks pidato.

Selanjutnya, bahasa Jokowi dapat diimplikasikan pada pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas kelas XI semester ganjil yaitu, standar kompetensi menulis 4. mengungkapkan pengalaman dalam puisi, cerita pendek, dan drama, dengan kompetensi dasar 4.1 menulis puisi berdasarkan pengalaman atau pengamatan; 4.2 menulis cerita pendek berkenaan dengan kehidupan seseorang dengan sudut penceritaan orang ketiga; dan 4.3 menulis drama pendek berdasarkan cerita pendek atau novel. Kemudian, jika berdasarkan kurikulum 2013 bahasa Jokowi pada debat calon presiden 2014-2019 dapat diimplikasikan pada kelas XI semester ganjil dengan kompetensi dasar 4.2 memproduksi teks cerita pendek, yang koheren sesuai dengan karakteristik teks yang dibuat baik secara lisan maupun tulisan.


(53)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian deskriptif kualitatif. Metode penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk menyelidiki keadaan, kondisi atau hal-hal lain yang sudah disebutkan, yang hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan penelitian. Pada penelitian ini, peneliti bertindak sebagai pengamat dan hanya memotret apa yang terjadi pada objek atau wilayah yang diteliti, kemudian memaparkan apa yang terjadi dalam bentuk laporan penelitian (Arikunto, 2010: 3). Pada penelitian ini, metode deskriptif kualitatif digunakan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan mengenai kajian sosiolinguistik terhadap bahasa Jokowi pada debat calon presiden 2014-2019.

3.2 Data dan Sumber Data

Sumber data pada penelitian ini adalah bahasa Jokowi pada debat calon presiden 2014-2019 yang meliputi aspek sebagai berikut.

(1)Video debat capres 2014-2019 yang diunduh dari situs youtube.

(2) Video debat putaran pertama berdurasi 1 jam 49 menit 45detik, debat putaran kedua berdurasi 1 jam 28 menit 13 detik, debat putaran ketiga berdurasi 1 jam 36 menit 51 detik, dan debat kelima berdurasi 1 jam 53 menit 24 detik.


(54)

39

(3)Hasil pengkajian penggunaanbahasa Jokowi menggunakan pendekatan sosiolinguistik.

(4) Bahasa Jokowi yang dikaji berupa gaya bahasa, variasi bahasa, pilihan kata, serta alih kode dan campur kode oleh Jokowi hanya saat debat calon presiden 2014-2019.

(5) Berbagai sumber lain yang relevan.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik simak bebas libat cakap kemudian teknik catat. Teknik simak bebas merupakan teknik yang di dalamnya peneliti hanya bertindak sebagai pengamat, dan tidak terlibat dalam percakapan (Mahsun, 2005: 91-92). Penelitian ini objeknya kajiannya adalah video debat calon presiden 2014-2019 putaran pertama, kedua, ketiga, dan kelima, jadi peneliti menyimak dialog yang dilakukan oleh Jokowi dalam debat tersebut.

Selanjutnya, dalam proses menyimak tentu peneliti membutuhkan rekaman yang berupa catatan, maka dari itu dikembangkan teknik selanjutnya yaitu teknik catat. Catatan lapangan yang digunakan yaitu catatan deskkriptif dan reflektif. Catatan deskriptif merupakan uraian mengenai apa yang disimak, dilihat, dan dipikirkan selama proses pengumpulan data, sedangkan catatan reflektif merupakan interpretasi terhadap tuturan tersebut. Peneliti mencatat dialog yang memungkinkan terdapatnya aspek kebahasaan berupa gaya bahasa, variasi bahasa, alih kode, campur kode, dan pilihan kata atau diksi di dalamnya. Proses pengumpulan data ini dapat dilakukan berulang kali menonton video debat calon presiden 2014-2019 untuk mendapatkan hasil yang baik.


(55)

40

3.4Teknik Analisis Data

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis heuristik. Leech dalam Rusminto (2012: 97) menawarkan pemakaian analisis heuristik untuk menginterpretasi sebuah tuturan. Pada analisis heuristik, analisis berawal dari problema, dilengkapi proposisi, informasi latar belakang konteks, dan asumsi dasar bahwa penutur menaati prinsip-prinsip pragmatis, kemudian mitra tutur merumuskan hipotesis tujuan tuturan. Berdasarkan data yang tersedia hipotesis diuji kebenarannya, apabila hipotesis sesuai berarti pengujian berhasil. Namun, jika pengujian gagal karena hipotesis tidak sesuai dengan kenyataannya, peneliti memerlukan hipotesis yang baru yang untuk kemudian diuji lagi kebenarannya sampai diperoleh hipotesis yang berterima.

Gambar 3.1 Bagan Analisis Heuristik (Leech dalam Rusminto, 2012: 98)

Teknik analisis heuristik dalam penelitian ini digunakan untuk memaknai sebuah percakapan yang mengandung aspek kebahasaan berupa gaya bahasa, variasi

1. Problem

2. Hipotesis

3.Pemeriksaan

4.a. Pengujian Berhasil 4.b. Pengujian Gagal


(56)

41

bahasa, alih kode, campur kode, serta pilihan kata atau diksi. Pada analisis ini tuturan diinterpretasikan berdasarkan dugaan sementara oleh mitra tutur, setelah itu hipotesis yang ada haruslah hipotesis yang didukung oleh keadaan sekitarnya. Apabila hipotesis yang diuji gagal, maka dicari hipotesis baru yang sesuai, jika hipotesis tidak gagal maka hipotesis yang diberikan sudah sesuai. Selain itu, teknik heuristik dapat digunakan dalam menganalisis suatu konteks dalam pertuturan.

Gambar 3.2 Bagan Contoh Analisis Konteks dalam Debat Capres 2014-2019

\

II. Hipotesis 1. Jokowi menggunakan kata serapan. 2. Jokowi tidak menggunakan gaya bahasa.

1. Problem

“Kita tidak bisa, kita tidak bisa lagi berteori, kita tidak usah lagi menyampaikan hal-hal yang muluk-muluk”.

III.Pemeriksaan

1. Jokowi menggunakan kata “berteori”. Kata teori merupakan

pilihan kata atau diksi berupa kata serapan.

2. Jokowi melakukan pengulangan “kita tidak bisa” dan “lagi” dalam

satu kalimat. Pengulangan kata, frasa, klausa, atau kalimat, termasuk gaya bahasa repetisi.


(57)

42

Setelah ditelaah dengan analisis heuristik berdasarkan konteksnya, tuturan yang diungkapkan oleh Jokowi tersebut mengandung gaya bahasa repetisi, yaitu pengulangan pada kita tidak bisa dan lagi, serta pilihan kata atau diksi yakni kata serapanberupa kata berteori. Teknik analisis data dilakukan dengan tahap-tahap yang dijabarkan melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut.

(1)Menyimak video debat calon presiden 2014-2019 kemudian mencatat data yang memungkinkan merupakan aspek kebahasaan.

(2)Mengidentifikasi serta mengklasifikasikan tuturan-tuturan yang merupakan aspek kebahasaan berupa penggunaan jenis- jenis gaya bahasa, variasi bahasa, pilihan kata atau diksi, dan alih kode, campur kode.

(3)Mengkaji bahasa Jokowi menggunakan pendekatan sosiolinguistik, yakni analisis konteks.

(4)Data yang didapat dianalisis dengan menggunakan catatan deskriptif, catatan reflektif, dan analisis heuristik.

(5)Mengimplikasikan hasil kajian dengan pembelajaran bahasa Indonesia. Pengujian Hipotesis 1

Berhasil

Pengujian hipotesis 2 Gagal


(58)

43

(6)Berdasarkan hasil identifikasi dan klasifikasi data serta kaitannya dengan pembelajaran bahasa Indonesia, dilakukan kegiatan penarikan simpulan sementara.

(7)Memeriksa kembali data yang sudah dihimpun. (8)Menarik simpulan akhir penelitian.


(59)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data penelitian mengenai bahasa Jokowi pada debat calon presiden 2014-2019 (kajian sosiolinguistik), dikemukakan bahwa bahasa Jokowi pada debat calon presiden meliputi penggunaan gaya bahasa, variasi bahasa, pilihan kata, alih kode, dan campur kode. Simpulan tersebut dapat dirincikan sebagai berikut.

(1)Gaya bahasa yang dominan digunakan oleh Jokowi adalah repetisi. Selain repetisi, Jokowi juga menggunakan gaya bahasa hiperbola, metafora, dan personifikasi.

(2)Jokowi menggunakan variasi bahasa yaitu ragam resmi, ragam usaha, dan ragam akrab, sosiolek, idiolek, ragam sastra, serta ragam lisan.

(3)Jokowi menggunakan pilihan kata (diksi) yaitu, kata populer, kata umum, kata khusus, kata asing, kata serapan, kata konkrit, kata abstrak, kata ilmiah, konotasi, dan jargon pada saat menyampaikan substansi debatnya.

(4) Jokowi melakukan alih kode dan campur kode, berupa penggunaan bahasa asing dan bahasa daerah.

(5) Bahasa Jokowi pada debat calon presiden 2014-2019 dapat diimplikasikan pada pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas.


(60)

75

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah disajikan pada bagian terdahulu, dapat penulis sarankan hal-hal sebagai berikut.

(1) Bagi pengguna bahasa, sebaiknya menggunakan gaya bahasa, variasi bahasa, serta diksi yang tepat dalam melakukan percakapan. Penggunaan gaya bahasa, variasi bahasa, serta diksi yang tepat akan membuat komunikasi lebih hidup dan tidak monoton. Selain itu juga, penggunaan sikap tubuh yang tepat dalam berkomunikasi juga akan mendukung proses komunikasi.

(2) Bagi peneliti yang berminat dalam bidang kajian yang sama (kajian sosiolinguistik) hendaknya mencoba mengkaji penggunaan bahasa menggunakan subjek penelitian yang lain seperti pada tokoh lain, situasi yang berbeda, dan juga sumber yang berbeda.


(1)

Setelah ditelaah dengan analisis heuristik berdasarkan konteksnya, tuturan yang diungkapkan oleh Jokowi tersebut mengandung gaya bahasa repetisi, yaitu pengulangan pada kita tidak bisa dan lagi, serta pilihan kata atau diksi yakni kata serapanberupa kata berteori. Teknik analisis data dilakukan dengan tahap-tahap yang dijabarkan melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut.

(1)Menyimak video debat calon presiden 2014-2019 kemudian mencatat data yang memungkinkan merupakan aspek kebahasaan.

(2)Mengidentifikasi serta mengklasifikasikan tuturan-tuturan yang merupakan aspek kebahasaan berupa penggunaan jenis- jenis gaya bahasa, variasi bahasa, pilihan kata atau diksi, dan alih kode, campur kode.

(3)Mengkaji bahasa Jokowi menggunakan pendekatan sosiolinguistik, yakni analisis konteks.

(4)Data yang didapat dianalisis dengan menggunakan catatan deskriptif, catatan reflektif, dan analisis heuristik.

(5)Mengimplikasikan hasil kajian dengan pembelajaran bahasa Indonesia. Pengujian Hipotesis 1

Berhasil

Pengujian hipotesis 2 Gagal


(2)

43

(6)Berdasarkan hasil identifikasi dan klasifikasi data serta kaitannya dengan pembelajaran bahasa Indonesia, dilakukan kegiatan penarikan simpulan sementara.

(7)Memeriksa kembali data yang sudah dihimpun. (8)Menarik simpulan akhir penelitian.


(3)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data penelitian mengenai bahasa Jokowi pada debat calon presiden 2014-2019 (kajian sosiolinguistik), dikemukakan bahwa bahasa Jokowi pada debat calon presiden meliputi penggunaan gaya bahasa, variasi bahasa, pilihan kata, alih kode, dan campur kode. Simpulan tersebut dapat dirincikan sebagai berikut.

(1)Gaya bahasa yang dominan digunakan oleh Jokowi adalah repetisi. Selain repetisi, Jokowi juga menggunakan gaya bahasa hiperbola, metafora, dan personifikasi.

(2)Jokowi menggunakan variasi bahasa yaitu ragam resmi, ragam usaha, dan ragam akrab, sosiolek, idiolek, ragam sastra, serta ragam lisan.

(3)Jokowi menggunakan pilihan kata (diksi) yaitu, kata populer, kata umum, kata khusus, kata asing, kata serapan, kata konkrit, kata abstrak, kata ilmiah, konotasi, dan jargon pada saat menyampaikan substansi debatnya.

(4) Jokowi melakukan alih kode dan campur kode, berupa penggunaan bahasa asing dan bahasa daerah.

(5) Bahasa Jokowi pada debat calon presiden 2014-2019 dapat diimplikasikan pada pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas.


(4)

75

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah disajikan pada bagian terdahulu, dapat penulis sarankan hal-hal sebagai berikut.

(1) Bagi pengguna bahasa, sebaiknya menggunakan gaya bahasa, variasi bahasa, serta diksi yang tepat dalam melakukan percakapan. Penggunaan gaya bahasa, variasi bahasa, serta diksi yang tepat akan membuat komunikasi lebih hidup dan tidak monoton. Selain itu juga, penggunaan sikap tubuh yang tepat dalam berkomunikasi juga akan mendukung proses komunikasi.

(2) Bagi peneliti yang berminat dalam bidang kajian yang sama (kajian sosiolinguistik) hendaknya mencoba mengkaji penggunaan bahasa menggunakan subjek penelitian yang lain seperti pada tokoh lain, situasi yang berbeda, dan juga sumber yang berbeda.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Astriani, Asha. 2014. Pengaruh Acara Debat Kandidat di Televisi terhadap Opini Masyarakat (Studi pada Acara Debat Kandidat Pilgub Lampung di Metro TV terhadap Opini Masyarakat Pesawaran RT 006/ RW 001 Kelurahan Rawa Laut Bandar Lampung). Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Budiraharso, Sandy Aditya. 2014. Jokowi Orang Desa yang Luar Biasa: Pemimpin Super Unik dan Inspirasional. Yogyakarta: Niaga Swadaya. Chaer, Abdul dan Leonika Gustina. 1995. Sosiolinguistik : Perkenalan Awal.

Jakarta: PT Rineka Cipta.

_____. 2010. Sosiolinguistik : Perkenalan Awal (Edisi Revisi). Jakarta: PT Rineka Cipta.

Futikhah. 2010. Impilatur Percakapan dalam Transaksi Jual Beli di Koperasi Siswa SMA Negeri 1 Natar dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA. Bandarlampung: Universitas Lampung. Hamalik, Oemar. 1994. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Bumi Aksara. Karomani. 2010. Keterampilan Berbicara I. Jakarta: Matabaca Publishing.

Kartomihardjo, Soeseno. 1988. Bahasa Cermin Kehidupan Masyarakat. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Keraf, Gorys. 1984. LINGUISTIK BANDINGAN HISTORIS. Jakarta: Gramedia. _____ 1996. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia.

Luhukay, MarsefioS. 2007. Presiden SBY dan Politik Pencitraan : Analisis Teks Pidato Presiden SBY dengan Pendekatan Retorika Aristoteles. Surabaya: Universitas Airlangga.


(6)

Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan, Strategi, dan Tekniknya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Minderop, Albertine. 2005. Metode Karakterisasi Telaah Fiksi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Nasution, Zuraidah. 2009. Implikatur Percakapan dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah DKI Jakarta pada Tahun 2009. Sumatra Utara: Universitas Sumatra Utara.

Pateda, Mansoer. 1987. SOSIOLINGUISTIK. Bandung: Angkasa.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2010. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Bandung. Yrama Widya.

Rusminto, Nurlaksana E. 2012. Analisis Wacana: Sebuah Kajian Teoritis dan Praktis. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Sulistiyani, Yeni. 2012. Analisis Puisi Orang Kecil Orang Besar Karya K.H.A. Mustofa BisriBerdasarkan Asek Kesastraan dan Aspek Kebahasaan sebagai Bahan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMU. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa. Universitas Lampung. 2011. Format Penulisan Karya Ilmiah. Bandar Lampung :

Universitas Lampung.

Wijana, I Dewa Putu, dan Muhammad Romadi. 2011. SOSIOLINGUISTIK: Kajian Teori dan Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


Dokumen yang terkait

Eufemisme Dalam Bahasa Simalungun : Suatu Kajian Sosiolinguistik

3 50 1

PENANDA KOHESI SUBSTITUSI DALAM NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)

0 32 311

TINDAK ILOKUSI PADA DIALOG FILM SERDADU KUMBANG SUTRADARA ARI SIHASALE DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)

4 26 86

DEIKSIS DALAM NOVEL MIMPI ANAK PULAU KARYA ABIDAH EL KHALIEQY DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)

1 26 66

KAJIAN SOSIOLINGUISTIK PADA NAMA AKTIVITAS MASYARAKAT SOLO RAYA Kajian Sosiolinguistik Pada Nama Aktivitas Masyarakat Solo Raya Dan Implementasi Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia.

0 3 14

Aplikasi Analisis Deskrptif Atas Gaya Kepemimpinan Dua Calon Presiden Republik Indonesia 2014-2019.

0 1 10

ANALISIS MATERI TATA BAHASA DALAM BUKU PELAJARAN BAHASA INDONESIA UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS.

1 5 237

PEMAKAIAN BAHASA DALAM ACARA DEBAT CALON PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2014 DI METRO TV

0 0 16

VARIASI BAHASA PADA STIKER SEPEDA MOTOR DI KOTA MOJOKERTO SERTA RELEVANSI HASIL PENELITIAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (KAJIAN SOSIOLINGUISTIK) - Repository Universitas Islam Majapahit

0 3 10

Kajian Semiotika Peribahasa Bahasa dalam Bahasa Bajawa, Nilai Kepemimpinan dan Relevansinya dengan Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas - UNS Institutional Repository

0 0 16