ASPEK BIOLOGI IKAN ULUBATU (Barbichtys laevis) DARI WAY TULANG BAWANG

(1)

ASPEK BIOLOGI IKAN ULUBATU (Barbichthys laevis) DARI WAY TULANG BAWANG

Oleh

INDAH OCTARISTA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERIKANAN

Pada

Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas lampung

JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG


(2)

ABSTRAK

ASPEK BIOLOGI IKAN ULUBATU (Barbichtys laevis) DARI WAY TULANG BAWANG

Oleh

INDAH OCTARISTA

Ulubatu (Barbichthys laevis) adalah salah satu ikan family Cyprinidae yang ditemukan di Way Tulang Bawang. Penangkapan ikan yang tak terkendali di Way Tulang Bawang diperkirakan menyebabkan jumlah ulubatu semakin menurun setiap tahunnya. Penelitian dilakukan untuk mendapatkan data biologi perikanan berupa morfologi dan morfometri, nisbah kelamin, hubungan panjang dan berat, analisis isi lambung, faktor kondisi serta habitat alamiah ulubatu yang berasal dari Way Tulang Bawang dan Rawa Bawang sebagai data domestikasi ulubatu. Penelitan ini dilaksanakan pada April sampai September 2013 pada 4 stasiun di Way Tulang Bawang dan 1 stasiun di Rawa Bawang. Ulubatu memiliki bentuk tubuh pipih (compressed) dengan pola pertumbuhan allometrik positif dari Way Tulang Bawang dan allometrik negatif dari Rawa Bawang. Ulubatu termasuk fitoplanktivor dengan Synedra dan Pinnularia sebagai jenis fitoplankton terbanyak yang dikonsumsi melalui analisis isi lambung. Faktor kondisi Way Tulang Bawang dan Rawa Bawang berpengaruh terhadap pertumbuhan ulubatu.


(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR... xvii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Kerangka Pikir ... 2

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ulubatu (Barbichthys laevis) ... 5

2.2 Biologi Perikanan ... 7

2.3 Hubungan Berat dan Panjang ... 7

2.4 Faktor Kondsi ... 7

2.5 Kajian Isi Lambung ... 8

2.6 Way Tulang Bawang ... 8

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 10

3.2 Alat dan Bahan ... 10

3.3 Prosedur Penelitian ... 11

3.3.1 Penelitian Lapangan ... 11

3.3.2 Penelitian Laboratorium... 12

3.4 Parameter yang Diamati ... 12

3.4.1 Identifikasi ... 12

3.4.1.1 Morfologi ... 12

3.4.1.2 Morfometri ... 12

3.4.2 Biologi Perikanan... 13

3.4.2.1 Nisbah Kelamin ... 13

3.4.2.2 Hubungan Panjang dan Berat... 13

3.4.2.3 Kajian Isi Lambung... 14

3.5 Faktor Kondisi ... 15

3.6 Kondisi Lingkungan ... 16


(7)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Total Jumlah Ulubatu (Barbichthys laevis) ... 17

4.2 Identfikasi Ulubatu (Barbichthys laevis) ... 19

4.2.1 Morfologi ... 19

4.2.1.1 Bentuk dan Warna ... 19

4.2.1.2 Jenis Sisik Ulubatu (Barbichthys laevis) ... 20

4.2.1.3 Bentuk Operculum Ulubatu (Barbichthys laevis) ... 21

4.2.1.4 Perbedaan Kelamin Jantan dan Betina Ulubatu (Barbichthys laevis) ... 22

4.2.2 Morfometri ... 22

4.3 Biologi Perikanan ... 24

4.3.1 Nisbah Kelamin ... 24

4.3.2 Hubungan Panjang dan Berat ... 26

4.3.3 Kajian Isi Lambung ... 28

4.4 Faktor Kondisi ... 31

4.5 Kondisi Lingkungan dan Kualitas Air ... 32

4.6 Hasil Penelitian ... 34

V. KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan ... 37

5.2 Saran ... 38 DAFTAR PUSTAKA


(8)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Tulang Bawang memiliki dua sungai besar yaitu Way Tulang Bawang dan Way Mesuji, selain dua sungai besar tersebut terdapat juga sungai-sungai lainnya seperti Way Pidada, Way Kanan, Way Kiri. Sebagai sungai yang besar Way Tulang Bawang merupakan pusat perekonomian di daerah Tulang Bawang. Way Tulang Bawang sebagai sumber daya air yang ada di Kabupaten Tulang Bawang, disamping dipergunakan untuk budidaya perikanan, juga dijadikan sumber penting bagi pengairan di daerah pertanian, serta dijadikan prasarana transportasi maupun pariwisata. Menurut data dari BPS Kabupaten Tulang Bawang (2012) Way Tulang Bawang memiliki panjang sungai 14.423 km2.

Way Tulang Bawang sebagai sumber daya perikanan memiliki banyak spesies ikan yang hidup di dalamnya dan 91% spesies tersebut merupakan keluarga cyprinidae yang juga merupakan ikan konsumsi yang disukai masyarakat (Yudha, 2011). Banyaknya masyarakat yang menyukai ikan kelompok ini menyebabkan penangkapannya menjadi meningkat. Hal ini diperkirakan penyebabkan kerusakan habitat ikan dan berkurangnya keluarga cyprinidae di Way Tulang Bawang dari tahun ke tahun.

Salah satu keluarga cyprinidae yang cukup banyak ditemukan di Way Tulang Bawang adalah ulubatu (Barbichthys laevis ). Daerah penyebaran ulubatu meliputi Asia Tenggara yang meliputi hilir delta Mekong, semenanjung Malaysia,


(9)

2 Sumatera, Kalimantan, Jawa (Weber and Beaufort 1916; Robert 1989), lembah sungai Mekong yang melintasi negara-negara Laos, Thailand, Cambodia dan Vietnam, serta lembah sungai Chao Phraya di Thailand (Huckstorf and Freyhof 2011).

1.2Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian adalah untuk mendapatkan data biologi perikanan berupa morfologi dan morfometri, nisbah kelamin, hubungan panjang dan berat, analisis isi lambung, faktor kondisi serta kondisi lingkungan ulubatu yang berasal dari Way Tulang Bawang. Data biologi perikanan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar untuk konservasi dan budidaya.

1.3Kerangka pikir

Way Tulang Bawang merupakan aliran sungai yang besar dan saat ini masih terdapat kegiatan perikanan tangkap oleh nelayan tradisional yang menggantungkan perekonomiannya dari sungai ini. Banyaknya ikan yang hidup di Way Tulang Bawang membuat permintaan ikan lokal meningkat dan para nelayan yang mulanya menangkap menggunakan alat tangkap sederhana berupa jaring kini tidak sedikit yang beralih ke alat tangkap kimia dan listrik. Hal ini justru membuat populasi ikan berkurang, karena tidak hanya menangkap banyak ikan alat tangkap tersebut juga telah mengurangi makanan dan juga merusak habitat alami mereka. Penggunaan alat tangkap berbahaya secara terus menerus maka akan mengurangi stok ikan di Way Tulang Bawang dan menyababkan berkurangnya populasi ikan.


(10)

Ikan lokal keluarga Cyprinidae di Way Tulang Bawang yang masih ditemukan adalah ulubatu. Menurut Weber and Beaufort (1916) Lampung merupakan salah satu daerah penyebaran ulubatu di Sumatera. Namun apabila tidak segera dilakukan pembudidayaan lebih lanjut maka ulubatu juga akan semakin berkurang jumlahnya.

Upaya yang ditempuh untuk meningkatkan produksi dan menghindari kepunahan adalah dengan pembudidayaan. Persyaratan teknis budidaya ikan diawali dengan proses domestikasi yang selanjutnya diikuti dengan peningkatan efesiensi sistem budidaya (Yani, 1994), akan tetapi sebelum melakukan domestikasi diperlukan data dasar berupa data biologi perikanan yang meliputi identifikasi morfologi dan morfometri, nisbah kelamin, hubungan panjang dan berat, kajian isi lambung, faktor kondisi serta kondisi lingkungan. Perlunya mengungkap informasi mengenai biologi, ekologi dan pengembangbiakan dalam upaya domestikasi, maka dalam penelitian ini biologi perikanan ulubatu yang akan menjadi parameter pengamatan.


(11)

4 Gambar 1. Kerangka pemikiran

1.4Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi berupa data biologi perikanan ulubatu untuk kepentingan konservasi yaitu pelestarian dan perlindungan serta budidaya.

Ulubatu (Barbichthys laevis)  Jumlahnya berkurang di setiap musim  Ikan konsumsi yang diminati

 Masih kurangnya studi tentang ulubatu

Studi biologi perikanan ulubatu

~ Identifiikasi ~ Kajian isi lanbung ~ Nisbah kelamin ~ Kondisi lingkungan ~ Hubungan berat dan

panjang

Data dasar untuk konservasi dan budidaya

Way Tulang Bawang (Cakat Nyinyik, Ujung Gunung, Rawa

Bungur dan Pagar Dewa)


(12)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1Ulubatu (Barbichthys laevis)

Kerajaan : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Actinopterygii

Ordo : Cypriniformes

Famili : Cyprinidae

Genus : Barbichthys

Spesies : Barbichthys laevis (Froese and Pauly, 2012)

Gambar 2. Ulubatu (Barbichthys laevis) dari Way Tulang Bawang

Genus Barbichthys hanya memiliki satu spesies, yaitu Barbichthys laevis (Weber and Beaufort 1916; Robert 1989; Kottelat et al., 1993). Menurut Waber and Beaufort (1916) ulubatu memliki banyak nama daerah sesuai dengan lokasi ulubatu ditemukan. Nama-namanya adalah ikan mandulah, pantaulu (Indragiri, Riau), bentulu, mentulu (Jambi), bakong dan barakong (Sungai Bo, Jombang), wadon gunung (Malaysia), santran (Sunda) dan wader (Jawa).


(13)

6 Ulubatu mempunyai bentuk tubuh yang memanjang, warna punggung gelap dan bagian ventralnya berwarna keperakan. Sirip punggung berjar-jari keras dan terletak di muka atau bertepatan dengan sirip perut. Ulubatu memiliki pelebaran tulang bawah mata yang hampir menutupi seluruh pipi. Ulubatu dapat mencapai panjang total 350 mm (Weber and Beaufort, 1916; Kottelat et al., 1993). Di pertengahan sirip punggung terdapat garis hitam; demikian pula di bagian atas dan bawah sirip ekor terdapat garis hitam (Robert 1989; Kottelat et al., 1993). Pita hitam yang melintang di pertengahan sirip punggung mungkin menghilang pada spesimen yang besar (Kottelat et al., 1993).

Daerah penyebaran ulubatu meliputi Asia Tenggara yang meliputi Thailand, Semenanjung Malaysia, Sumatera, Kalimantan, Jawa, walaupun salah satu daerah penyebaran ulubatu di Kalimantan terdapat di Sungai Barito (Weber and Beaufort, 1916; Roberts 1989).

Ulubatu termasuk ikan bertulang sejati, yang biasanya mempunyai sepasang ovarium yang merupakan organ yang memanjang dan kompak yang terdapat dii dalam rongga perut, yang berisi oogonium, oosit dengan sel-sel folikel yang mengitarinya, jaringan penunjang atau stroma, jaringan pembuluh darah dan syaraf (Yani, 1994). Menurut Halls (2010), ulubatu tergolong ikan yang melakukan pemijahan di dataran banjir dan pada saat musim kemarau terdapat di sungai utama. Makanannya adalah alga dan fitoplankton. Ahmad and Othman (2010) menyatakan bahwa ulubatu dengan ukuran 120-200 mm telah menunjukkan ciri-ciri fisik ikan dewasa.


(14)

2.2Biologi Perikanan

Biologi perikanan adalah studi mengenai ikan sebagai sumberdaya yang dapat dipanen oleh manusia. Biasanya pengertian istilah biologi perikanan ditujukan kepada pengertian fisiologi, reproduksi, pertumbuhan, kebiasaan makanan, tingkah laku, dan sebagainya. Menurut Lisna (2011) mengatakan bahwa usaha budidaya sangat penting dilakukan karena perairan umum sebagai habitat alami ikan mudah terganggu dan terpengaruh oleh aktifitas manusia yang menyebabkan tekanan ekologis.

2.3Hubungan Panjang dan Berat

Hubungan pola pertumbuhan ikan dapat dilihat melalui hubungan panjang berat dengan suatu bentuk eksponensial. Hubungan panjang berat menurut Effendie (2002) diumuskan dengan W = aLb, yang mana a dan b adalah konstanta yang didapatkan dari perhitungan regresi. Sedangkan W adalah berat total (gram) dan L (mm) adalah panjang total. Apabila b lebih kecil dari 3 artinya pertumbuhan panjang lebih cepat daripada pertumbuhan beratnya (allometrik negatif), sebaliknya apabila b lebih besar dari 3 artinya pertumbuhan panjang lebih lambat daripada pertumbuhan beratnya (allometrik positif). Sedangkan apabila nilai b sama dengan 3 maka pertumbuhan panjang dan berat seimbang (isometrik).

2.4Faktor Kondisi

Salah satu derivat penting dari pertumbuhan ialah faktor kondisi. Menurut Effendie (2002) faktor kondisi ini menunjukkan keadaan baik dari ikan dilihat dari segi kapasitas fisik untuk survival dan reproduksi. Salah satu faktor meningkatnya faktor kondisi diakibatkan oleh perkembangan gonad yang akan


(15)

8 mencapai puncaknya sebelum pemijahan. Menurut Febianto (2007) menyatakan bahwa faktor kondisi adalah keadaan yang menyatakan kemontokan ikan dalam bentuk angka.

2.5Kajian Isi lambung

Makanan merupakan faktor yang sangat penting dalam pertumbuhan makhluk hidup. Menurut Susilowati (2000) untuk merangsang pertumbuhan optimal diperlukan jumlah dan mutu makanan dalam keadaan cukup serta sesuai dengan kondisi perairan.

2.6Way Tulang Bawang

Way Tulang Bawang merupakan salah satu sungai besar yang terletak di Provinsi Lampung dengan panjang 136 km dan anak-anak sungainya mengalir di bagian tengah dan selatan wilayah Kabupaten Tulang Bawang hingga bermuara di laut Jawa. Menurut hasil penelitian Noor et al.,(1994), ditemukan 88 spesies ikan dari 24 famili dari Way Tulang Bawang, ini membuktikan bahwa Way Tulang Bawang memiliki potensi sumberdaya ikan yang sangat besar. Selain itu Way Tulang Bawang juga berperan penting dalam menunjang kehidupan penduduk yang tinggal disekitarnya. Way Tulang Bawang dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari, irigasi pertanian, industri dan sebagai tempat mencari nafkah dengan menjadi nelayan.

Rawa banjiran adalah bagian dari perairan umum yang dicirikan tergenang atau kering pada waktu tertentu akibat adanya dinamika tinggi air yang berhubungan dengan sungai sekitarnya dan musim penghujan. Rawa banjiran merupakan suatu ekosistem unik. Ekosistem ini subur dan eksistensinya sangat dipengaruhi oleh


(16)

curah hujan. Menurut Mustakim (2008) daerah rawa banjiran merupakan salah satu tipe ekosistem yang produktif bagi perikanan air tawar karena adanya kelompok ikan yang beruaya pada musim penghujan untuk memijah, mencari makan dan dan pembesaran anak-anak ikan.

Way Tulang Bawang juga memiliki Rawa Bawang yang merupakan rawa banjiran yang volume airnya akan meningkat ketika curah hujan tinggi. Beberapa jenis ikan secara periodik beruaya dari rawa ke sungai atau sebaliknya. Pada waktu air sungai meluap menggenangi rawa di sekitarnya, beberapa jenis ikan melakukan migrasi ke rawa dan memijah di lokasi tersebut.


(17)

10 III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dimulai dari April hingga September 2013. Pengambilan sampel dilakukan di sepanjang Way Tulang Bawang dengan 4 titik yang berbeda yaitu Cakat Nyinyik (Selatan 4° 26’26,7” ; Timur 105° 15’59,3”), Ujung Gunung (Selatan 4° 27’28,7” ; Timur 105° 15’23,8”), Rawa Bungur (Selatan 4° 28’7,2” ; Timur 105° 14’29,6”) dan Pagar Dewa (Selatan 4° 26’55,6” ; Timur 105° 13’21”) serta pengambilan sampel dari Rawa Bawang (frekuensi pengambilan sampel ikan sebulan sekali).

Gambar 3.Lokasi-lokasi pengambilan sampel 3.2 Alat dan Bahan

Alat yang akan digunakan dalam penelitian adalah jangka sorong digital, alat bedah, alat tulis, mikroskop binokular, alat tangkap ikan (jaring insang dan sero), alat pengukur kualitas air, dan sedgwick refter.


(18)

Bahan yang akan digunakan adalah sampel ulubatu yang didapat dari Way Tulang Bawang dan Rawa Bawang

3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Penelitian Lapangan

1. Jaring yang digunakan pada Way Tulang Bawang berupa jaring insang dengan kerapatan mata jaring 0,5 inch; 1 inch; 1,5 inch dan 2 inch sepanjang 40 meter. Jaring di letakkan pada setiap stasiun penangkapan dengan posisi sejajar aliran arus sungai agar jaring tidak tersangkut oleh sampah yang terbawa arus sungai, sedangkan pada Rawa Bawang menggunakan sero yang diletakkan menetap pada pangkal mulut rawa dengan panjang 10 meter dan lebar 1,5 meter, serta kerapatan mata jaring sero 1 inch.

Gambar 4. Jaring insang (gill net) dan sero (surrounding net) yang digunakan pada pengambilan sampel (Informasidanteknologiperikanan.blogspot.com)

2. Pengambilan sampel di sepanjang Way Tulang Bawang dengan 4 titik yang berbeda dan 1 stasiun di Rawa Bawang.

3. Pembedahan ikan untuk mengambil usus, kemudian sampel dimasukkan ke dalam botol film dengan larutan alkohol.


(19)

12 3.3.2 Penelitian Laboratorium

1. Penomoran sampel.

2. Pengamatan sampel usus ikan untuk mengetahui kebiasaan makan ikan. Kemudian dilakukan identifikasi dari hasil pengamatan untuk mengetahui ikan ini tergolong dalam herbivora, karnivora atau omnivora.

3. Pencatatan hasil pengamatan.

3.4Parameter Yang Diamati 3.4.1 Identifikasi

3.4.1.1Morfologi

Mengidentifikasi dengan cara pengamatan bagian tubuh ikan.

3.4.1.2Morfometri

Mengidentifikasi dengan cara mengukur morfologi ikan menggunakan alat ukur jangka sorong.

Tabel 1. Parameter pengamatan morfologi dan morfometri

No. Parameter Morfologi Parameter Morfometri

1. 2. 3.

Bentuk tubuh Warna tubuh Bentuk opercullum

Panjang total Panjang baku Tinggi badan


(20)

3.4.2 Biologi Perikanan 3.4.2.1Nisbah Kelamin

Nisbah kelamin diukur dengan cara membandingkan jumlah ikan jantan dan ikan betina yang di dapat dari hasil tangkapan untuk mengetahui waktu mereka memijah.

S = B J

Keterangan : S = sex ratio J = jumlah jantan

B = jumlah betina (Alikodra, 1990).

Keseragaman sebaran nisbah kelamin dianalisis dengan uji “Chi –Square” X2 =

ei ei oi

(  )

Keterangan : X2 = nilai perubahan acak X2 yang sebaran penarikan contohnya mendekati sebaran Chi-Square.

oi = jumlah frekuensi ikan jantan dan betina ke-i yang diamati. ei = jumlah frekuensi harapan dar ikan jantan dan betina yaitu

frekuensi ikan betina dibagi dua (Ernawati, 2009).

3.4.2.2Hubungan Panjang dan Berat

Dilakukan dengan mengukur panjang dan berat. Hubungan atara panjang dan berat ikan dapat dirumuskan sebagai berikut :

W =

cL

n Keterangan : W : berat ikan

L : panjang ikan


(21)

14 Metode yang digunakan dalam pengamatan analisa hubungan panjang berat adalah :

1. Data panjang dan berat ikan yang didapatkan kemudian dan diurutkan data tersebut dari yang terkecil sampai yang terbesar.

2. Selisih dari nilai terendah dan tertinggi dari panjang dan berat masing-masing ikan yang diukur dicari dan dibuat logaritmanya.

3. Dari perbedaan panjang dan berat ikan yang didapat, ditentukan banyaknya kelas yang dikehendaki (berkisar 10-20 kelas).

4. Harga tengah logaritma untuk masing-masing kelas ditentukan dengan cara penambahkan logaritma harga terendah dengan ½ kali harga pada logaritma dari tiap-tiap kelas.

5. Setelah nilai dari masing-masing kelas didapat, dibuat tabel pengelompokkan ikan ke dalam kelas masing-masing untuk mencari nilai nX, nY, ∑XY dan lain-lain.

6. Hasil dari perhitungan kemudian dibuat dalam grafik yang menyatakan hubungan antara hubungan log tengah panjang dan log berat ikan empiris dan harapan. Untuk didapatkan hubungan yang sebenarnya dari hubungan panjang berat tersebut, maka angka-angka tersebut dirubah dalam bentuk antilognya. 7. Diambil kesimpulan dari hasil perhitungan dan grafik.

3.4.2.3Kajian Isi Lambung

Metode yang digunakan dalam pengamatan kajian isi lambung adalah : 1. Sampel usus dibersihkan menggunakan akuades.

2. Isi usus dikerik dan dipisahkan dari dinding usus.


(22)

4. Isi usus yang telah diencerkan kemudian diambil menggunakan pipet tetes dan dimasukkan ke dalam dimasukkan kedalam sedgwick rafter.

5. Pengamatan menggunakan sedgwick rafter dibagi menjadi 5 titik lapang pandang yang diamati dibawah mikroskop.

Dari hasil pengamatan dicatat jenis dan jumlah plankton yang ditemukan disetiap titik lapang pandang dengan menggunakan buku identifikasi.

Analisis kajian isi lambung juga menggunakan metode frekuensi kejadian dengan cara mencatat keberadaan suatu organisme pada setiap ikan. Metode ini tidak bisa memperlihatkan kuantitas makanan yang dimakan sehingga metode ini hanya dipakai ntuk melihat makanan secara fisik saja (Effendie, 2002).

FK = 100% I

Ni

Keterangan : FK = Frekuensi kejadian

Ni = Jumlah lambung berisi makanan ke-i I = Jumlah lambung yang berisi makanan. 3.5Faktor Kondisi

Berdasarkan Effendie (2002), nilai faktor kondisi dapat dihitung dengan rumus :

Kn = b

aL W

Keterangan :

Kn : faktor kondisi relatif W : bobot ikan (gram) L : panjang total ikan (mm) a,b : konstanta


(23)

16 3.6Kondisi Lingkungan

Kondisi lingkungan yang diamati terbagi menjadi 2, yaitu parameter fisika dan kimia. Parameter yang diamati tersaji pada tabel di bawah ini :

Tabel 2. Parameter fisika dan kimia kualitas air di Way Tulang Bawang

No. Parameter Alat ukur

1. Parameter Fisika  Kecerahan  Kedalaman  Suhu

 Kecepatan arus

Secchidisk

Bathymeter sounder Alat pengukur kualitas air

Current meter dengan pengukuran in situ.

2. Parameter Kimia

 pH

 Oksigen terlarut  Ortho-Fosfat

 Total bahan organik

Alat pengukur kualitas air Alat pengukur kualitas air

Spektrofotometer dengan metode Stanus Klorida

Buret

3.7 Analisis Data

Pada penelitian ini data biologi perikanan berupa identifikasi morfologi dan morfometri, nisbah kelamin, hubungan panjang dan berat, faktor kondisi, analisis isi lambung dan kondis lingkungan ulubatu akan dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan tabel dan gambar.


(24)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari penelitian aspek biologi ikan ulubatu (Barbichthys laevis) dari Way Tulang Bawang ini adalah :

1. Ulubatu memiliki bentuk tubuh compressed yaitu pipih memanjang dengan ukuran tinggi badan lebih tinggi dibandingkan dengan ukuran lebar badan. Ulubatu memiliki warna tubuh putih keperakan yang merupakan ciri khas warna dari ikan yang berada di alam dengan jenis sisik ctenoid yang memiliki ctenii (gerigi kecil) pada bagian posterior sisik.

2. Ulubatu memiliki tiga tulang pipi pada opercullumnya yang terlihat seperti lempengan yang berlapis. Ulubatu memiliki bentuk mulut yang unik yaitu bagian rahang atas lebih memanjang dibandingkan dengan bagian mulut rahang bawah.

3. Pola nisbah kelamin ulubatu dari Way Tulang Bawang dan Rawa Bawang tidak mengikuti pola 1 : 1 dikarenakan selama penelitian bukan merupakan waktu ulubatu untuk memijah.

4. Berdasarkan pengamatan hubungan panjang dan berat, ulubatu memiliki jenis pertumbuhan allometrik negatif dimana pertumbuhan panjang lebih dominan daripada pertumbuhan beratnya.

5. Pinnularia merupakan fitoplankton yang jumlahnya paling banyak di makan oleh ulubatu dari Way Tulang Bawang dengan nilai frekuensi kejadian 8%,


(25)

38 sedangkan Synedra merupakan fitoplankton yang jumlahnya paling banyak di makan oleh ulubatu dari Rawa Bawang dengan nilai frekuensi kejadian 12%. 6. Nilai faktor kondisi pada ulubatu dari Way Tulang Bawang dan Rawa Bawang

berpengaruh terhadap pertumbuhan ulubatu. 5.2. Saran

Saran yang diberikan adalah diperlukan penambahan waktu dalam pengamblan sampel di lapangan sebanyak dua kali dalam sebulan untuk mendapatkan data yang lebih akurat dan diharapkan adanya penelitian lanjutan tentang domestikasi ulubatu yang di dapat dari Way Tulang Bawang.


(26)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, A.K., Othman, M.S. 2010. Heavy metal concentration in sediments and fishes from Lake Chini, Pahang, Malaysia. J. Biol Sci 10(2):93-100.

Alikodra, H.S. 1990. Pengelolaan Satwa Liar Jilid 1. Bogor: Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan.

Bagenal, T.B. and E. Braum, 1968. Egg and Early Life History, dalam W.E. Ricker ed. Methods for Assessment of Fish Production in Fresh Water. Blackwell Scientific Publication, p 159-181.

Bond, C.E. 1979.Bology of fishes. W.B. Saunders Company,Philadelphina. 514p. BPS Kabupaten Tulang Bawang, 2010. Tulang Bawang Dalam Angka 2010.

Badan Statistik Tulang Bawang.

Effendie, M.I. 2002.Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. Elvyra, R. 2009. Kajian keragaman genetik dan biologi reproduksi ikan lais di

sungai Kampar Riau. Disertasi Program Studi Biologi Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ernawati, Y., Mukhlis, K.M., Ayu, Y.P.N. 2009. Biologi reproduksi kan betok (Anabas testudineus Bloch, 1792) di rawa banjiran Sungai Mahakam, Kalimantan Tmur. Jurnal Ikhtiologi Indonesia, Volume 9 No. 2 Desember 2009, hlm 113-127.

Febianto, S. 2007. Aspek Biologi Reproduksi Ikan Lidah Pasir (Cynoglossus lingua Hamilton-Buchanan 1822) di Perairan Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Skripsi Manajemen Sumbedaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Froese, R., Pauly, D. 2012. Barbichthys laevis(Valenciennes, 1842). http://www. fishbase.org/Summary/SpeciesSummary.php?ID=7993&genusname=Barb ichthys&speciesname=laevis. [22 Maret 2013].

Halls, A. 2010.Estimation of Annual Yield of Fish by Guild in the Lower Mekong Basin. Vientiane: Aqua Sulis Ltd. hlm 15.

Haryono. 2004. Komunitas ikan suku Cyprinidae di perairan sekitar Bukit Batikap kawasan Pegunungan Muller Kalimantan Tengah. J Iktiologi Indonesia 4(2): 79-84


(27)

Huckstorf, V, Freyhof J. 2011. Barbichthys laevis.IUCN Red List of Threatened Species. http://www.iucnredlist.org/apps/redlist/details/181277/0. [22 Maret 2013].

Iqbaal, B.A. 2008. Ikhtiologi Ikan dan aspek kehidupannya. Yayasan Citra Emulsi. Makassar.

Kottelat, M., Whitten, A.J., Kartikasari, S.N., Wirjoatmodjo, S. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi.Jakarta: Periplus Editions. hlm 48.

Lisna. 2011. Biologi Reproduksi Ikan Seluang (Rasbora aargyrotaenia Blkr) di Sungai Kumpeh Jambi. Program Pascasarjana Universitas Andalas, Padang. hlm 34-37

Makmur, S. Raharjo, M.F. dan Sukimin, S. 2003. Biologi Reproduksi Ikan Gabus (Channa Striata Bloch) di Daerah Banjiran Sungai Musi Sumatera Selatan.Jurnal Ikhtologi Indonesia, Volume 3, nomor 2. Hlm 57-62.

Mustakim, M. 2008. Kajian Kebiasaan Makanan dan Kaitannya Dengan Aspek Reproduksi Ikan Betok (Anabas testudineus Bloch) Pada Habitat Yang Berbeda di Lingkungan Danau Melintang Kutai Kartanegara Kalimantan Timur.Thesis Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Nagahama, Y. 1983. The functionalmorfology of teleost gonads, p. 223-275. N Hoar, W.S., D.J. Randall, E.M. Donaldson, (Ed). Fish Physiology. Vol. IX. part A, endorine tissues and hormones. Academic press, New York. Nikolsky, G.V. 1963. Theory of Fish Population Dynamic . as the Biological

Background of Rational Exploitation and the Management of Fishery Resources, translated by Bradley. Oliver and Boyd, 323 pp.

Noor, Y.R.., Giesen, E., Hanafia, W. dan Silvius, M.J. 1994. Reconnaissance survey of the western Tulang Bawang swamps, Lampung, Sumatera. Directorate General of Forest Protection and Nature Conservation and Asian Wetland BureauIndonesia. Jakarta.

Rahmatul, J.M. 2001. Beberapa Aspek Biologi Reproduksi Ikan Belanak (Mugil dussumieri) di Perairan Ujung Pangkah, Gresik, Jawa Timur. Skripsi Manajemen Sumbedaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Robert, T.R. 1989. The Freshwater Fish of Western Borneo (Kalimantan Barat, Indonesia).San Francisco. California. p 29-30.

Rumajar, T.P. 2001. Pendekatan Sistem Untuk Pengembangan Usaha Perikanan Ikan Karang Dengan Alat Tangkap Bubu di Perairan Tanjung Manimbaya Kab. Donggala, Sulawesi Tengah. Tesis Program Pascasarjana Universitas Brawijaya. hlm 29-32


(28)

Saanin, H. 1968.Kunci Indentifikasi Ikan. Bina Cipta Jakarta. 520 halaman.

Sofia, S.L. M.F.Raharjo. dan Subardja S.D. 2009. Biologi Reproduksi Ikan Pelangi (Glossolepis insicus Waber 1907) di Danau Sentani. Jurnal Ikhtologi Indonesia, Volume 9, nomor 1. Hlm 49-61.

Susilowati, R. 2000.Aspek Biologi Reproduksi, Makanan, dan Pola Pertumbuhan Ikan Biji Nangka (Upeneus moluccensis bleker.) di Perairan Teluk Labuan, Jawa Barat. Skripsi Manajemen Sumbedaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Weber, M., de Beaufort, F.F. 1916.The Fishes of the Indo-Asutralian Archipelago III. Ostariophysi: II Cyprinoidea, Apodes, Synbranchi. Leiden. EJ Brill. hlm 207-208.

Yani, A. 1994. Pola reproduksi ikan bentulu (Barbiclithys laevis) di Sungai Indragiri, Riau (Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana IPB. Bogor). hlm 1-115.

Yudha, I.G. 2011. Keanekaragaman jenis dan karakteristik ikan-ikan di perairan Way Tulang Bawang, Kabupaten Tulang Bawang. Di dalam: Ginting C, Hendri J, editor. Prosiding Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Lampung; Bandar Lampung, 21 September 2011. Bandar Lampung: Lembaga Penelitian Universitas Lampung. hlm 1-11.


(1)

3.6Kondisi Lingkungan

Kondisi lingkungan yang diamati terbagi menjadi 2, yaitu parameter fisika dan kimia. Parameter yang diamati tersaji pada tabel di bawah ini :

Tabel 2. Parameter fisika dan kimia kualitas air di Way Tulang Bawang

No. Parameter Alat ukur

1. Parameter Fisika  Kecerahan  Kedalaman  Suhu

 Kecepatan arus

Secchidisk

Bathymeter sounder Alat pengukur kualitas air

Current meter dengan pengukuran in situ.

2. Parameter Kimia  pH

 Oksigen terlarut  Ortho-Fosfat

 Total bahan organik

Alat pengukur kualitas air Alat pengukur kualitas air

Spektrofotometer dengan metode Stanus Klorida

Buret

3.7 Analisis Data

Pada penelitian ini data biologi perikanan berupa identifikasi morfologi dan morfometri, nisbah kelamin, hubungan panjang dan berat, faktor kondisi, analisis isi lambung dan kondis lingkungan ulubatu akan dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan tabel dan gambar.


(2)

37 V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari penelitian aspek biologi ikan ulubatu (Barbichthys laevis) dari Way Tulang Bawang ini adalah :

1. Ulubatu memiliki bentuk tubuh compressed yaitu pipih memanjang dengan ukuran tinggi badan lebih tinggi dibandingkan dengan ukuran lebar badan. Ulubatu memiliki warna tubuh putih keperakan yang merupakan ciri khas warna dari ikan yang berada di alam dengan jenis sisik ctenoid yang memiliki ctenii (gerigi kecil) pada bagian posterior sisik.

2. Ulubatu memiliki tiga tulang pipi pada opercullumnya yang terlihat seperti lempengan yang berlapis. Ulubatu memiliki bentuk mulut yang unik yaitu bagian rahang atas lebih memanjang dibandingkan dengan bagian mulut rahang bawah.

3. Pola nisbah kelamin ulubatu dari Way Tulang Bawang dan Rawa Bawang tidak mengikuti pola 1 : 1 dikarenakan selama penelitian bukan merupakan waktu ulubatu untuk memijah.

4. Berdasarkan pengamatan hubungan panjang dan berat, ulubatu memiliki jenis pertumbuhan allometrik negatif dimana pertumbuhan panjang lebih dominan daripada pertumbuhan beratnya.

5. Pinnularia merupakan fitoplankton yang jumlahnya paling banyak di makan oleh ulubatu dari Way Tulang Bawang dengan nilai frekuensi kejadian 8%,


(3)

sedangkan Synedra merupakan fitoplankton yang jumlahnya paling banyak di makan oleh ulubatu dari Rawa Bawang dengan nilai frekuensi kejadian 12%. 6. Nilai faktor kondisi pada ulubatu dari Way Tulang Bawang dan Rawa Bawang

berpengaruh terhadap pertumbuhan ulubatu. 5.2. Saran

Saran yang diberikan adalah diperlukan penambahan waktu dalam pengamblan sampel di lapangan sebanyak dua kali dalam sebulan untuk mendapatkan data yang lebih akurat dan diharapkan adanya penelitian lanjutan tentang domestikasi ulubatu yang di dapat dari Way Tulang Bawang.


(4)

38 DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, A.K., Othman, M.S. 2010. Heavy metal concentration in sediments and fishes from Lake Chini, Pahang, Malaysia. J. Biol Sci 10(2):93-100.

Alikodra, H.S. 1990. Pengelolaan Satwa Liar Jilid 1. Bogor: Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan.

Bagenal, T.B. and E. Braum, 1968. Egg and Early Life History, dalam W.E. Ricker ed. Methods for Assessment of Fish Production in Fresh Water. Blackwell Scientific Publication, p 159-181.

Bond, C.E. 1979.Bology of fishes. W.B. Saunders Company,Philadelphina. 514p. BPS Kabupaten Tulang Bawang, 2010. Tulang Bawang Dalam Angka 2010.

Badan Statistik Tulang Bawang.

Effendie, M.I. 2002.Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. Elvyra, R. 2009. Kajian keragaman genetik dan biologi reproduksi ikan lais di

sungai Kampar Riau. Disertasi Program Studi Biologi Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ernawati, Y., Mukhlis, K.M., Ayu, Y.P.N. 2009. Biologi reproduksi kan betok (Anabas testudineus Bloch, 1792) di rawa banjiran Sungai Mahakam, Kalimantan Tmur. Jurnal Ikhtiologi Indonesia, Volume 9 No. 2 Desember 2009, hlm 113-127.

Febianto, S. 2007. Aspek Biologi Reproduksi Ikan Lidah Pasir (Cynoglossus lingua Hamilton-Buchanan 1822) di Perairan Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Skripsi Manajemen Sumbedaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Froese, R., Pauly, D. 2012. Barbichthys laevis(Valenciennes, 1842). http://www. fishbase.org/Summary/SpeciesSummary.php?ID=7993&genusname=Barb ichthys&speciesname=laevis. [22 Maret 2013].

Halls, A. 2010.Estimation of Annual Yield of Fish by Guild in the Lower Mekong Basin. Vientiane: Aqua Sulis Ltd. hlm 15.

Haryono. 2004. Komunitas ikan suku Cyprinidae di perairan sekitar Bukit Batikap kawasan Pegunungan Muller Kalimantan Tengah. J Iktiologi Indonesia 4(2): 79-84


(5)

Huckstorf, V, Freyhof J. 2011. Barbichthys laevis.IUCN Red List of Threatened Species. http://www.iucnredlist.org/apps/redlist/details/181277/0. [22 Maret 2013].

Iqbaal, B.A. 2008. Ikhtiologi Ikan dan aspek kehidupannya. Yayasan Citra Emulsi. Makassar.

Kottelat, M., Whitten, A.J., Kartikasari, S.N., Wirjoatmodjo, S. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi.Jakarta: Periplus Editions. hlm 48. Lisna. 2011. Biologi Reproduksi Ikan Seluang (Rasbora aargyrotaenia Blkr) di

Sungai Kumpeh Jambi. Program Pascasarjana Universitas Andalas, Padang. hlm 34-37

Makmur, S. Raharjo, M.F. dan Sukimin, S. 2003. Biologi Reproduksi Ikan Gabus (Channa Striata Bloch) di Daerah Banjiran Sungai Musi Sumatera Selatan.Jurnal Ikhtologi Indonesia, Volume 3, nomor 2. Hlm 57-62.

Mustakim, M. 2008. Kajian Kebiasaan Makanan dan Kaitannya Dengan Aspek Reproduksi Ikan Betok (Anabas testudineus Bloch) Pada Habitat Yang Berbeda di Lingkungan Danau Melintang Kutai Kartanegara Kalimantan Timur.Thesis Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Nagahama, Y. 1983. The functionalmorfology of teleost gonads, p. 223-275. N Hoar, W.S., D.J. Randall, E.M. Donaldson, (Ed). Fish Physiology. Vol. IX. part A, endorine tissues and hormones. Academic press, New York. Nikolsky, G.V. 1963. Theory of Fish Population Dynamic . as the Biological

Background of Rational Exploitation and the Management of Fishery Resources, translated by Bradley. Oliver and Boyd, 323 pp.

Noor, Y.R.., Giesen, E., Hanafia, W. dan Silvius, M.J. 1994. Reconnaissance survey of the western Tulang Bawang swamps, Lampung, Sumatera. Directorate General of Forest Protection and Nature Conservation and Asian Wetland BureauIndonesia. Jakarta.

Rahmatul, J.M. 2001. Beberapa Aspek Biologi Reproduksi Ikan Belanak (Mugil dussumieri) di Perairan Ujung Pangkah, Gresik, Jawa Timur. Skripsi Manajemen Sumbedaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Robert, T.R. 1989. The Freshwater Fish of Western Borneo (Kalimantan Barat, Indonesia).San Francisco. California. p 29-30.

Rumajar, T.P. 2001. Pendekatan Sistem Untuk Pengembangan Usaha Perikanan Ikan Karang Dengan Alat Tangkap Bubu di Perairan Tanjung Manimbaya


(6)

Saanin, H. 1968.Kunci Indentifikasi Ikan. Bina Cipta Jakarta. 520 halaman.

Sofia, S.L. M.F.Raharjo. dan Subardja S.D. 2009. Biologi Reproduksi Ikan Pelangi (Glossolepis insicus Waber 1907) di Danau Sentani. Jurnal Ikhtologi Indonesia, Volume 9, nomor 1. Hlm 49-61.

Susilowati, R. 2000.Aspek Biologi Reproduksi, Makanan, dan Pola Pertumbuhan Ikan Biji Nangka (Upeneus moluccensis bleker.) di Perairan Teluk Labuan, Jawa Barat. Skripsi Manajemen Sumbedaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Weber, M., de Beaufort, F.F. 1916.The Fishes of the Indo-Asutralian Archipelago III. Ostariophysi: II Cyprinoidea, Apodes, Synbranchi. Leiden. EJ Brill. hlm 207-208.

Yani, A. 1994. Pola reproduksi ikan bentulu (Barbiclithys laevis) di Sungai Indragiri, Riau (Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana IPB. Bogor). hlm 1-115.

Yudha, I.G. 2011. Keanekaragaman jenis dan karakteristik ikan-ikan di perairan Way Tulang Bawang, Kabupaten Tulang Bawang. Di dalam: Ginting C, Hendri J, editor. Prosiding Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Lampung; Bandar Lampung, 21 September 2011. Bandar Lampung: Lembaga Penelitian Universitas Lampung. hlm 1-11.