KAJIAN BIOLOGI IKAN PALAU (Osteochilus vittatus) Di WAY TULANG BAWANG

(1)

KAJIAN BIOLOGI IKAN PALAU (Osteochilus vittatus) Di WAY TULANG BAWANG

Oleh

MEGAWATI WIJAYA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERIKANAN

Pada

Jurusan Budidaya Perairan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG


(2)

ABSTRAK

KAJIAN BIOLOGI IKAN PALAU (Osteochilus vittatus) Di WAY TULANG BAWANG

Oleh

MEGAWATI WIJAYA

Ikan palau (Osteochilus vittatus) merupakan family cyprinidae yang ditemukan di Way Tulang Bawang. Tingkat penangkapan ikan yang berlebihan dengan menggunakan alat tangkap yang berbahaya menyebabkan kerusakan habitat dan berkurangnya populasi ikan palau. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui biologi ikan palau di Way Tulang Bawang melalui nisbah kelamin, tingkat kematangan gonad, indeks kematangan gonad, fekunditas, hubungan panjang-berat, faktor kondisi dan kebiasaan makan ikan. Penelitian dilaksanakan pada bulan April-September 2013 pada 4 stasiun di Way Tulang Bawang dan Rawa Bawang Latak. Frekuensi pengambilan sampel ikan 1 kali dalam sebulan menggunakan jaring gill net dan surrounding net. Nisbah kelamin ikan jantan dan betina berdasarkan uji chi square menunjukkan berbeda nyata atau tidak seimbang. Tingkat kematangan gonad ditemukan pada bulan Agustus dan September, pada ikan betina menyebar pada TKG II, III dan IV sedangkan ikan jantan pada III dan IV. Indeks kematangan gonad ikan palau betina lebih tinggi dibandingkan ikan palau jantan. Fekunditas ikan palau berkisar antara 1.755-100.299 butir telur dengan kisaran panjang total 107-206 mm dan berat 20,3- 139,46 gram. Pertumbuhan ikan palau bersifat allometrik positif. Faktor kondisi ikan palau tidak berpengaruh terhadap berat tubuh ikan. Ikan palau merupakan ikan omnivora cenderung herbivora karena banyak ditemukan fitoplankton Bacillariophyceae, Chlorophyceae dan Cyanophyceae.

Kata kunci : Ikan nilem, ikan palau, biologi reproduksi, ekologi, gill net, surrounding net, Way Tulang Bawang.


(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xv

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 2

C. Kerangka Pemikiran ... 2

D. Manfaat Penelitian ... 5

II.TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Ikan palau ... 6

B. Way Tulang Bawang ... 7

C. Biologi Reproduksi dan Ekologi ... 8

III. METODELOGI A.Waktu dan Tempat ... 12

B. Alat dan Bahan ... 13

C.Prosedur Penelitian ... 13

1. Persiapan Penelitian ... 13

2. Pelaksanaan Penelitian... 13

a. Penelitian Lapangan ... 13

b. Penelitian Laboratorium ... 14

3. Parameter yang Diamati ... 15

a. Nisbah Kelamin ... 15

b. Tingkat Kematangan Gonad ... 15

c. Indeks Kematangan Gonad ... 16

d. Fekunditas ... 17

e. Hubungan Panjang-Berat Ikan ... 17

f. Faktor Kondisi ... 18

g.Kebiasaan Makan ... 18


(7)

xvi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Identifikasi Ikan palau ... 20

B. Hasil Tangkapan... 21

C. Nisbah Kelamin ... 23

D. Tingkat Kematangan Gonad ... 25

E. Indeks Kematangan Gonad ... 28

F. Fekunditas ... 29

G. Hubungan Panjang-Berat ... 31

H. Faktor Kondisi ... 32

I. Kebiasaan Makan ... 34

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 38

B. Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Way Tulang Bawang merupakan salah satu sungai yang mengalir dari bagian tengah dan selatan wilayah Tulang Bawang Provinsi Lampung (BPS Kabupaten Tulang Bawang, 2010). Sungai ini memiliki potensi sumberdaya hayati ikan air tawar yang cukup besar. Famili cyprinidae merupakan spesies ikan dalam jumlah besar di Way Tulang Bawang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Yudha (2011) bahwa hampir 91,98 % ikan di Way Tulang Bawang merupakan family cyprinidae. Salah satu ikan famili cyprinidae yang berada di Way Tulang Bawang adalah ikan palau (Osteochilus vittatus).

Palau bersifat benthopelagic berada diantara bagian tengah hingga dasar perairan. Ikan ini banyak ditemukan di perairan jernih seperti sungai, danau dan rawa. Kondisi ini sejalan dengan pernyataan Djuanda (1981) ikan famili cyprinidae biasanya hidup di perairan umum seperti sungai, danau dan rawa-rawa yang banyak ditumbuhi tanaman air dan memiliki kandungan pH yang rendah.

Palau banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar Way Tulang Bawang sebagai ikan konsumsi karena palau memiliki rasa daging yang enak, kenyal, gurih dan durinya tidak terlalu banyak. Pemanfaatan palau sebagai ikan konsumsi memberikan dampak pada tingkat penangkapan yang intensif.


(9)

2

Penggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti bom, penyetruman dan penggunaan bahan kimia dapat menyebabkan kerusakan habitat ikan dan berkurangnya palau di Way Tulang Bawang. Jika hal ini terus terjadi maka akan memberikan ancaman terhadap sumberdaya ikan ini. Oleh karena itu, sedini mungkin dilakukan upaya pengelolaan terhadap sumber daya palau dengan cara pembudidayaan. Dalam upaya pengelolaan sumber daya perikanan diperlukan informasi biologi ikan tersebut. Salah satu informasi biologi ikan yang penting adalah informasi mengenai biologi reproduksi dan ekologi ikan

B.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji parameter biologi reproduksi dan ekologi ikan palau di Way Tulang Bawang.

C.Kerangka Pemikiran

Wilayah Kabupaten Tulang Bawang merupakan daerah dataran yang dialiri oleh banyak sungai. Diantara ikan yang hidup di Way Tulang Bawang terdapat jenis ikan famili cyprinidae yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai ikan konsumsi. Pemanfaatan ikan famili cyprinidae yang semakin lama semakin meningkat tingkat konsumsinya, memberikan dampak pada tingkat penangkapan yang intensif dan meningkatnya penggunaan alat tangkap yang berbahaya. Hal ini dapat mengakibatkan kerusakan habitat alami ikan dan berkurangnya populasi ikan yang ada di Way Tulang Bawang.


(10)

Famili cyprinidae di Way Tulang Bawang yang masih banyak ditemukan adalah ikan palau sesuai dengan pernyataan Djajadiredja, et al., (1977) Pulau Sumatra merupakan salah satu daerah penyebaran palau. Tetapi pengelolaan palau di Pulau Sumatra belum optimal dan apabila tidak segera dilakukan pembudidayaan lebih lanjut maka palau akan semakin berkurang jumlahnya.

Tahapan penting dalam budidaya ikan-ikan lokal adalah domestikasi (adaptasi dalam lingkungan budidaya). Pada tahap awal domestikasi diperlukan potensi mengenai biologi reproduksi dan ekologi dari habitat ikan-ikan lokal sehingga dapat ditentukan karakter yang unggul untuk proses domestikasi.

Parameter biologi reproduksi yang diamati adalah nisbah kelamin, tingkat kematangan gonad, indeks kematangan gonad, fekunditas. Sedangkan parameter ekologi yang diamati adalah hubungan panjang-berat, faktor kondisi dan kebiasaan makan. Pengambilan data masing – masing parameter akan dilakukan pada beberapa titik stasiun yang sebelumnya telah dilakukan survei untuk mengetahui jumlah populasi palau kemudian dilakukan pengambilan sampel palau pada 4 titik stasiun di Way Tulang Bawang dan Rawa Bawang Latak.


(11)

4

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Way Tulang Bawang

Biologi reproduksi :  Nisbah kelamin

 Tingkat kematangan gonad  Indeks kematangan gonad  Fekunditas

Rawa Bawang Latak Ikan Palau (Osteochilus vittatus)

Way Tulang Bawang (Cakat Nyinyik, Ujung Gunung, Rawa Bungur dan Pagar Dewa)

Domestikasi ikan palau

Parameter yang diamati

Ekologi :  Faktor kondisi

 Hubungan panjang- berat  Kebiasaan makan

Eksploitasi


(12)

D.Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah dapat memberikan informasi berupa data biologi reproduksi dan ekologi palau yang terdapat di Way Tulang Bawang sebagai data awal domestikasi.


(13)

6 II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Klasifikasi dan Morfologi Palau

Kingdom : Animalia Filum : Chordata

Kelas : Octinopterygii Ordo : Cypriniformes

Famili : Cyprinidae Genus : Osteochilus

Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842)

Di Indonesia palau dikenal dengan nama nilem, lehat, magut, regis, milem, muntu, palung, pawas, puyau, asang, penopa, dan karper (Saanin,1984). Daerah penyebarannya meliputi : Malaysia, Thailand, Vietnam, kamboja, Indonesia (Pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi) (Djajadiredja, et al.,1977) Palau hidup di perairan umum seperti sungai, rawa dan danau. Ciri–ciri palau hampir serupa dengan ikan mas. Sirip punggung disokong oleh 3 jari – jari keras dan 12 – 18 jari – jari lunak. Sirip ekor berjagak dua, bentuknya simetris terdapat 16 jari-jari lunak. Jumlah tapis ingsang (gill rakers) 25 – 30 lembar, bentuk tubuh ikan palau lebih memanjang dengan sirip punggung relatif panjang (Rainboth, 1966).


(14)

Weber dan De Beaufort (1916) palau mempunyai ciri-ciri diantaranya memiliki badan yang pipih memanjang ke samping, panjang badan ikan palau 2,5 – 3 kali dari tinggi tubuhnya, ujung mulut runcing dengan moncong (rostral) terlipat, serta titik hitam besar pada ekornya (Gambar 2). Ikan ini termasuk kelompok omnivora, makanannya berupa fitoplankton, zooplankton, perifition dan algae (Rainboth, 1966). Ikan palau memakan fitoplankton dan zooplankton yang tergolong ke dalam kelas Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Desmidiaceae dan Cyanophyceae (Hardjamulia, 1979).

Gambar 2. Ikan palau (Osteochilus vittatus ) dari Way Tulang Bawang

B.Way Tulang Bawang

Masyarakat Tulang Bawang banyak yang menggantungkan hidupnya pada sumberdaya alam hayati berupa ikan. Salah satu sungai yang menyokong sumber daya alam hayati ikan air tawar adalah Way Tulang Bawang. Way Tulang Bawang memiliki panjang 136 km dan anak-anak sungai yang mengalir di bagian


(15)

8 Berdasarkan hasil penelitian Noor et al.,(1994) ia menemukan 88 jenis ikan di Way Tulang Bawang, hal ini membuktikan bahwa Way Tulang Bawang memiliki potensi sumberdaya ikan yang sangat besar.

Way Tulang Bawang memiliki rawa banjiran yaitu Rawa Bawang Latak yang masuk dari daerah Bujung Tenuk. Rawa banjiran adalah bagian dari perairan umum yang dicirikan tergenang pada saat sungai terjadi peningkatan volume air dan kering pada saat sungai mengalami penurunan volume air (surut). Peningkatan volume air terjadi pada saat musim penghujan. Meluapnya air sungai yang menggenangi rawa di sekitarnya mengakibatkan beberapa jenis ikan melakukan ruaya ke rawa. Hal ini dilakukan ikan untuk mencari makanan karena pada saat aliran air yang masuk ke rawa banjiran akan membawa tambahan bahan organik dari aliran sungai dan akhirnya akan melepaskan nutrien ke perairan yang mengakibatkan peningkatan produksi fitoplankton (de oliveira & calheiros, 2000).

C.Biologi Reproduksi dan Ekologi.

Reproduksi merupakan suatu tahapan penting pada siklus hidup untuk menjamin kelangsungan hidup suatu spesies. Biologi reproduksi memiliki pengaruh sangat besar terhadap faktor kondisi lingkungan alamiah ikan. Nikolsky (1963), reproduksi adalah mata rantai dalam siklus hidup yang berhubungan dengan mata rantai lainnya untuk menjamin berlangsungnya kehidupan. Beberapa aspek dalam reproduksi meliputi nisbah kelamin, tingkat kematangan gonad, indeks kematangan gonad dan fekunditas.


(16)

Nisbah kelamin adalah suatu cara untuk membandingkan antara jumlah ikan jantan dan betina dalam perairan. Nisbah kelamin dapat menentukan keseimbangan populasi dengan asumsi bahwa perbandingan ikan jantan dan betina dalam suatu populasi yang seimbang adalah 1:1 (Purwanto et al. 1986 in Susilawati 2000), atau setidaknya ikan betina lebih banyak untuk mempertahankan kelestarian populasi (Purwanto et al. 1986 in Sulistiono et al. 2001a). Selain itu, ikan betina lebih aktif mencari makanan untuk menutrisi tubuhnya agar perkembangan gonad dapat berkembang dengan baik dan menghasilkan telur yang baik pula (Nikolsky 1963).

Tingkat kematangan gonad merupakan perubahan kondisi perkembangan gonad yang dilihat secara kualitatif. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kematangan gonad adalah faktor internal dan eksternal. Faktor internal berupa perbedaan spesies, umur, ukuran, dan sifat-sifat fisiologis. Faktor eksternal berupa makanan, kondisi lingkungan (suhu dan arus), dan adanya individu yang berlainan jenis kelamin (Lagler 1977). Kematangan gonad ikan palau umumnya dicapai pada umur lebih dari satu tahun dengan bobot 100-150 gram, ikan betina mencapai tingkat kematangan gonad lebih lambat dari ikan jantan (Hardjamulia, 1979).

Indeks kematangan gonad merupakan perubahan kondisi perkembangan gonad yang dilihat secara kuantitatif. Effendie (1997) menyatakan bahwa sejalan dengan pertumbuhan gonad, maka gonad yang dihasilkan akan semakin bertambah besar hingga batas maksimum ketika terjadi pemijahan. Musim atau waktu pemijahan terjadi ketika nilai indeks kematangan gonad untuk kedua jenis kelamin mencapai


(17)

10 Fekunditas adalah jumlah telur yang terdapat dalam ovari ikan. Fekunditas terbagi menjadi 3 yaitu : fekunditas individu, fekunditas total dan fekunditas relatif (Nikolsky, 1963). Royce (1972) dalam Effendie (1997) menyatakan bahwa fekunditas total adalah jumlah telur yang dihasilkan ikan selama hidup, sedangkan fekunditas relatif adalah jumlah telur per satuan bobot atau panjang. Faktor-faktor yang mempengaruhi fekunditas adalah umur, makanan, lingkungan dan perbandingan induk betina dan jantan yang menjadi peran penting dalam mortalitas, factor genetic serta respon terhadap makanan (Effendie, 1997) .

Kebiasaan makanan ikan (food habits) adalah kuantitas dan kualitas makanan yang dimakan oleh ikan. Pakan alami merupakan faktor penentu jumlah populasi, pertumbuhan dan faktor kondisi ikan dalam suatu perairan. Beberapa faktor yang berhubungan dengan populasi yaitu jumlah dan kualitas pakan yang tersedia dan pakan mudah didapat (Effendi, 1997). Jenis-jenis pakan alami yang dimakan ikan sangat bermacam-macam, bergantung pada jenis ikan dan tingkat umurnya. Benih ikan yang baru mencari makan, pakan utamanya adalah plankton nabati (fitoplankton) namun sejalan dengan bertambah besarnya ikan berubah pula makanannya (Mudjiman, 1989).

Faktor kondisi adalah keadaan yang menyatakan kemontokan ikan secara kualitas, dimana perhitungannya nilai faktor kondisi didasarkan pada panjang dan berat tubuh ikan. Faktor kondisi sering disebut faktor K yang merupakan hal yang penting dari pertumbuhan ikan, karena faktor kondisi dapat digunakan untuk menganalisis populasi. Beragamnya faktor kondisi disebabkan oleh pengaruh makanan, umur, jenis kelamin dan kematangan gonad. (Effendie,2002).


(18)

Pola pertumbuhan ikan dapat diketahui dengan cara menggunakan parameter hubungan panjang dan berat. Berat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Hubungan panjang dengan berat hampir mengkuti hukum kubik yaitu bahwa berat ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya. Tetapi hubungan yang terdapat pada ikan sebenarnya tidak demikian karena bentuk dan panjang ikan berbeda-beda oleh karena itu hubungan panjang berat tidak selamanya mengikuti hukum kubik dalam suatu rumus yaitu : W = aLb, dimana W = berat ikan ; L = panjang total ikan ; dan a & b = konstanta. Apabila rumus umum ditransformasikan ke dalam logaritma maka akan didapat persamaan : log W = log a + b log L yaitu persamaan linier atau persamaan garis lurus. Dimana nilai a adalah nilai pangkat yang harus cocok dari panjang ikan agar sesuai dengan berat ikan sedangkan nilai b adalah titik potong garis persamaan dengan sumbu y. Ikan yang memiliki pola pertumbuhan isometrik (b=3), pertambahan panjangnya seimbang dengan pertambahan berat. Sebaliknya pada ikan dengan pola pertumbuhan allometrik

(b≠3), pertambahan panjang tidak seimbang dengan pertambahan berat (Effendie,


(19)

12 III. METODOLOGI

A.Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di perairan Way Tulang Bawang, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung selama 6 bulan dimulai dari bulan April 2013 hingga September 2013. Pengambilan sampel dilakukan di 4 titik stasiun sepanjang Way Tulang Bawang (Cakat Nyinyik, Ujung Gunung, Rawa Bungur, Pagar Dewa) dan Rawa Bawang Latak (Gambar 3). Pengukuran panjang total dan berat tubuh ikan serta analisis parameter biologi reproduksi dilakukan di Laboratorium Budidaya Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.


(20)

B.Alat dan Bahan

Alat yang akan digunakan dalam penelitian adalah penggaris (ketelitian 1 mm), alat bedah, kertas label, alat tulis, mikroskop binokular, alat tangkap jaring gill net dengan ukuran mata jaring 0,5”; 1”; 1,5”; 2”, surrounding net , GPS (global positioning system), pH meter, DO meter, termometer, botol film, sedgwick refter, cawan petri, jarum pentul, dan tisue.

Bahan yang akan digunakan adalah ikan palau yang di dapat dari Way Tulang Bawang, aquades, formalin dan larutan alkohol 70%.

C.Prosedur Penelitian 1. Persiapan penelitian

Persiapan yang dilakukan pada penelitian ini adalah :

a. Survey lokasi dilakukan dengan menentukan titik sampel.

b. Konsultasi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tulang Bawang.

2. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilakukan di 2 tempat yaitu penelitian yang dilakukan di lapangan dan penelitian yang dilakukan di Laboratorium Budidaya Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

a. Penelitian lapangan

Penelitian dilakukan dengan cara pengambilan sampel ikan di sepanjang titik stasiun menggunakan jaring.


(21)

14 Frekuensi pengambilan sampel ikan 1 kali dalam sebulan menggunakan jaring gill net yang ditebar selama 12 jam dengan posisi sejajar aliran arus sungai agar jaring tidak tersangkut oleh sampah yang terbawa arus sungai dan jaring surrounding net dengan tali pengerut dibagian bawah. Ikan yang tertangkap diukur panjang total dengan cara mengukur panjang ikan dari Jarak antara ujung bagian kepala terdepan dengan ujung sirip ekor yang paling belakang dan berat tubuh ikan dengan cara ditimbang pada timbangan digital. Setelah dilakukan pengukuran lalu ikan diawetkan menggunakan formalin.

b. Penelitian laboratorium

Metode yang dilakukan dalam pengamatan ikan di laboratorium adalah 1) Penomoran sampel

2) Ikan dibedah rongga perutnya kemudian gonad ikan diambil dan diawetkan dalam botol dengan larutan formalin.

3) Analisis aspek biologi reproduksi ikan meliputi ; nisbah kelamin, tingkat kematangan gonad, indeks kematangan gonad dan fekunditas. 4) Analisis aspek ekologi meliputi ; hubungan panjang-berat, faktor

kondisi, dan kebiasaan makan.


(22)

3. Parameter Yang Diamati a. Nisbah kelamin

Pengamatan nisbah kelamin ikan palau dengan cara membandingkan jumlah ikan jantan dan betina, dengan rumus ;

X

=

� �

Keterangan :

X = Nisbah kelamin

J = Jumlah ikan kelamin jantan (ekor) B = Jumlah ikan kelamin betina (ekor)

Selanjutnya dilakukan uji keseimbangan nisbah kelamin dengan menggunakan uji Chi square (α = 0,05)

b. Tingkat kematangan gonad

Tingkat kematangan gonad dapat dilihat dengan cara mengamati morfologi gonad ikan dan membandingkan pada literatur ciri morfologis gonad ikan. (Tabel 1).

Tabel 1. Ciri morfologis tingkat kematangan gonad (TKG) ikan belanak (Mugil dussumieri) menurut Cassie (1956) dalam Effende (2002).

TKG Jantan Betina

I Testis transparan, memanjang seperti benang, ditemukan menempel pada bagian bawah gelembung renang.

Bentuk gonad memanjang seperti benang, menempel pada bagian bawah gelembung renang. Butiran telur pada gonad belum nampak. II Warna testis nampak putih

seperti susu. Bentuknya lebih jelas dari tingkat I. Terlihat menutupi sebagian kecil dari rongga perut.

Gonad berwarna merah tua, permukaannya halus. Ukuran gonad semakin meningkat dan lebih besar daripada tingkat I dan terlihat menutupi sepertiga dari rongga perut. Butiran telur belum nampak


(23)

16 III Permukaan gonad nampak

bergerigi, warna semakin putih. Ukuran testis terlihat menutupi sepertiga dari rongga perut.

Sebagian besar gonad berwarna merah tua dan sisanya nampak berwarna merah muda. Gonad menutupi setengah dari rongga perut. Butiran telur yang halus mulai nampak pada bagian pangkal gonad. IV Testis semakin jelas,

permukaan testis semakin bergerigi. Testis terlihat pejal menutupi sebagian besar dari rongga perut.

Gonad menutupi hampir keseluruhan rongga perut. Seluruh gonad berwarna merah tua. Usus terdesak. Butiran telur semakin jelas.

V Sebagian testis mengkerut, berwarna putih seperti susu. Ukuran testis semakin kecil.

Gonad mengkerut. Terdapat sisa telur dari tingkat IV yang bercampur dengan butiran telur halus berwarna merah tua. Juga ditemukan butiran telur sisa pada saluran kelamin.

c. Indeks kematangan gonad

Indeks kematangan gonad dihitung dengan cara mengukur berat gonad ikan dan dibandingkan dengan berat tubuh ikan, dengan menggunakan rumus :

IKG

=

��

��

x 100

Keterangan ;

IKG = Indeks kematangan gonad Bg = Berat gonad ikan (gram)


(24)

d. Fekunditas

Fekunditas ikan ditentukan dengan metode grafimetrik yaitu suatu metode dengan cara mengukur berat gonad contoh ikan dibandingkan dengan berat gonad total, dihitung dengan rumus sebagai berikut :

F

=

x

N

Keterangan : F = fekunditas

G = berat gonad total (gram) g = berat gonad contoh (gram) N = jumlah telur contoh (butir)

e. Hubungan Panjang – berat

Hubungan panjang – berat ikan dinyatakan dalam bentuk rumus yang dikemukakan oleh Ricker (1970) :

W = aL

b

Keterangan :

W = Berat ikan (gram) L = Panjang total ikan (mm) a dan b konstanta


(25)

18 f. Faktor kondisi

Faktor kondisi di hitung dengan menggunakan rumus faktor kondisi relatif (Le Cren, 1951) :

K

n

=

Ŵ

Keterangan :

Kn = Faktor kondisi

W = Berat ikan (gram)

Ŵ= Berat ikan duga (mm) = Ŵ = aLb

g. Kebiasaan makan

Metode yang digunakan dalam pengamatan kebiasaan makan adalah : 1) Sampel usus dibersihkan menggunakan akuades.

2) Isi usus dikerik dan dipisahkan dari dinding usus.

3) Isi usus kemudian diencerkan menggunakan 1 cc akuades.

4) Isi usus yang telah diencerkan kemudian diambil menggunakan pipet tetes dan dimasukkan ke dalam dimasukkan ke dalam sedegwick rafter. 5) Pengamatan menggunakan sedgwick rafter dibagi menjadi 5 titik lapang

pandang yang diamati dibawah mikroskop.

6) Dari hasil pengamatan dicatat plankton yang ditemukan disetiap titik lapang pandang dengan menggunakan buku identifikasi.


(26)

Analisis kajian isi lambung menggunakan metode frekwensi kejadian. Metode frekuensi kejadian jenis makanan ditentukan dengan menggunakan persamaan:

��

=

��

� �

%

Keterangan:

Fk : Frekuensi Kejadian

Ni : Jumlah lambung yang berisi satu jenis makanan

I : Jumlah seluruh lambung yang berisi makan (Effendi 1979)

4. Analisis Data

Pada penelitian ini data biologi reproduksi berupa nisbah kelamin TKG, IKG, fekunditas dan data ekologi berupa hubungan panjang dan berat, faktor kondisi, kebiasaan makan dan faktor habitat alamiah palau yang akan dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan tabel dan gambar.


(27)

38

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari penelitian Kajian Biologi Ikan Palau (Osteochilus vittatus) di Way Tulang Bawang ini adalah :

1. Palau memiliki bentuk tubuh pipih lebih memanjang kesamping dengan sirip punggung relatif panjang, panjang badan ikan palau 2,5 – 3 kali dari tinggi tubuhnya, ujung mulut runcing dengan moncong (rostral) terlipat, pada bagian ekornya terdapat titik hitam besar dan memiliki jenis sisikctenoid.

2. Palau melakukan pemijahan pada saat terjadinya penurunan tinggi permukaan air dan pemjahan dilakukan pada sekitar pinggiran sungai dan rawa.

3. Berdasarkan pengamatan hubungan panjang-berat, palau memiliki pola pertumbuhan allometrik positif dimana pertumbuhan berat lebih dominan daripada pertumbuhan panjang tubuhnya

4. Berdasarkan hasil penelitian, pada bulan Agustus dan September palau banyak ditemukan pada TKG III dan IV menunjukkan bahwa ikan sudah mengalami matang gonad dan siap untuk memijah.

5. Berdasarkan hasil penelitian, palau merupakan omnivora cenderung herbivor karena banyak ditemukan fitoplankton Bacillariophyceae, Chlorophyceae dan Cyanophyceae.


(28)

B.Saran

Adapun saran yang diberikan dalam penelitian ini adalah :

1. Diharapkan adanya penelitian lebih lanjut tentang domestikasi palau di Way Tulang Bawang.

2. Apabila ada penelitian yang serupa disarankan dalam pengambilan sampel ikan di lapangan harus memperhatikan alat tangkap yang digunakan dan pengambilan sampel ikan sebanyak 2 kali dalam 1 bulan agar dapat mengetahui lebih detail tingkah laku ikan pada fase pertumbuhan, perkembangan gonad dan musim pemijahan.


(29)

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, R dan Tang, U.M. 2002. Fisiologi Hewan air. Unri Press. Pekanbaru. 213.

De Oliveira, M.D. & Calheiros, D.F., 2000. Flood pulse influence on phytoplankton communities of the south pantanal floodplain, brazil. Hydrobiologia, 427 : 101-112

B.A. Shinkafi, J.K. Ipinjolu and W.A. Hassan, 2011. Gonad Maturation Stages og Auchenoglanis occidentalis (Valenciennes 1840) in River Rima, North-Western Nigeria. Departemen of Forestry and Fisheries, Animal Science, Usmanu Danfodiyo University, P.M.B. 2345, Sakato, Negeria.

BPS Kabupaten Tulang Bawang. 2010. Tulang Bawang dalam Angka. 2010. Badan Statistik Tulang bawang

Cuvier, G. and A. Valenciennes 1842 (Aug.) [ref. 1009] Histoire naturelle des poissons. Tome seizième. Livre dix-huitième. Les Cyprinoïdes. v. 16: i-xx + 1-472, Pls. 456-487. [Valenciennes authored volume. i-xviii + 1-363 in Strasbourg edition.]

Djajadireja, R., S. Hatimah and Z. Arifin. 1977. Economical freshwater fish spesies of indonesia. Directorate general of fisheries, Jakarta. 96 p.

Effendie, M.I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. Elvyra, R. 2009. Kajian keragaman genetik dan biologi reproduksi ikan lais di

sungai Kampar Riau. Disertasi Program Studi Biologi Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ernawati, Yunizar, M. Mukhlis Kamal dan Noncy Ayu Y.P. 2009. Biologi Reproduksi Ikan Betok (Anabas testudineus Bloch, 1792) Di Rawa Banjiran Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Jurnal Ikhtologi Indonesia. Volume 9, nomor 2. Hal 113-127.


(30)

Iqbaal, B.A. 2008. Ikhtiologi kan dan aspek kehidupannya. Yayasan Citra Emulsi. Makassar.

Larger, K.F., J.E. Bardach and R.R. miller. 1977. Icthyyologi. John Wiley and Sons, Inc. 545 pp.

Le cren, E.D. 1951. The length-weight relationship and seasonal cycle in gonad weight and condition in the perch (perca fluviatilis). J. Anim. Ecol., 20: 201-219

Hardjamulia A. 1979. Budidaya Perikanan. Budidaya Ikan Mas (Cyprinus carpioL.), Ikan Tawes (Puntius javanicus), Ikan Nilem (Ostheochilus hasselti). Sekolah Ilmu Perikanan. SUPM. Bogor. Badan Pendidikan, Latihan dan Penyuluhan Pertanian. Dept. Pertanian. Hal 19. Harris GP. 1986.

Mudjiman, A. 1989. Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta. 190 hal.

Nikolsky, G.V. 1963. Theory of Fish Population Dynamic . as the Biological Background of Rational Exploitation and the Management of Fishery Resources, translated by Bradley. Oliver and Boyd, 323 pp.

Noor, Y.R., W. Giesen, E. W. Hanafia, dan M. J. Silvius. 1994. Reconnaissance survey of the western Tulang Bawang swamps, Lampung, Sumatera. Directorate General of Forest Protection and Nature Conservation and Asian Wetland Bureau – Indonesia. Jakarta.

Rainboth, W.J. FAO spesies identification field guide for fishery purpose. Fisheries of the Cambodian Mekong. Rome, FAO. 1996. 265p., 27 colour plates.

Ricker, W.E. 1970. IPB Handbook No.3: Methods fpr assesment of fish production in freswater. Second printing. International Biological Progaramme. Blackwell Scientic Publications. Oxford and Edinburgh London. 313 p

Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid I dan II. Bina Cipta. Bandung

Samuel, S. Adjie , dan Z. Nasution. 2002. Aspek Lingkungan dan Biologi Ikan di Danau Arang-arang, Propinsi Jambi. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Edisi Sumber Daya dan Penangkapan. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. 8(1): 1-8


(31)

Simanjuntak, CPH. 2007. Reproduksi Ikan Selais, Ompok hypophthalmus (BLEEKER) Berkaitan dengan Perubahan Hidromorfologi Perairan di Rawa Banjiran Sungai Kampar Kiri. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor: Bogor

Sudarso, J. 2007. Kajian Biologi Ikan Pari Batu/Mondol (Himantura gerrardi) Famili Dasyatidae yang Didaratkan di PPN Penjajab, Kecamatan Pemangkat, kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 12 1(2007);30-45

Sulistiono, Arwani, M., Aziz, K.A., 2001a. Pertumbuhan ikan belanak (Mugil dussumieri) di perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur. Jurnal Iktiologi Indonesia 1 (2), 39-47.

Sofia S.L. M.F.Raharjo. dan Subardja S.D. 2009. Biologi Reproduksi Ikan Pelangi (Glossolepis insicus Waber 1907) di Danau Sentani. Jurnal Ikhtologi Indonesia, Volume 9, nomor 1. Hal 49-61.

Syandri H. 2004. Penggunaan ikan nilem (Osteochilus hasselti CV) dan ikan tawes (Puntius javanicus) sebagai agen hayati pembersih perairan Danau Maninjau Sumatra Barat. Jurnal Nature Indonesia 6(2) : 87-90

Weber M, de Beaufort FF. 1916. The Fishes of the Indo-Asutralian Archipelago III. Ostariophysi: II Cyprinoidea, Apodes, Synbranchi. Leiden. EJ Brill. hlm 207-208.

Yudha, I.G. 2011. Keanekaragaman jenis dan karakteristik ikan-ikan di perairan Way Tulang Bawang, Kabupaten Tulang Bawang. Prosiding Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat UNILA - 21 September 2011. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Bandar Lampung


(1)

19 Analisis kajian isi lambung menggunakan metode frekwensi kejadian. Metode frekuensi kejadian jenis makanan ditentukan dengan menggunakan persamaan:

��

=

��

� �

%

Keterangan:

Fk : Frekuensi Kejadian

Ni : Jumlah lambung yang berisi satu jenis makanan

I : Jumlah seluruh lambung yang berisi makan (Effendi 1979)

4. Analisis Data

Pada penelitian ini data biologi reproduksi berupa nisbah kelamin TKG, IKG, fekunditas dan data ekologi berupa hubungan panjang dan berat, faktor kondisi, kebiasaan makan dan faktor habitat alamiah palau yang akan dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan tabel dan gambar.


(2)

38

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari penelitian Kajian Biologi Ikan Palau (Osteochilus

vittatus) diWay Tulang Bawang ini adalah :

1. Palau memiliki bentuk tubuh pipih lebih memanjang kesamping dengan sirip punggung relatif panjang, panjang badan ikan palau 2,5 – 3 kali dari tinggi tubuhnya, ujung mulut runcing dengan moncong (rostral) terlipat, pada bagian ekornya terdapat titik hitam besar dan memiliki jenis sisikctenoid.

2. Palau melakukan pemijahan pada saat terjadinya penurunan tinggi permukaan air dan pemjahan dilakukan pada sekitar pinggiran sungai dan rawa.

3. Berdasarkan pengamatan hubungan panjang-berat, palau memiliki pola pertumbuhan allometrik positif dimana pertumbuhan berat lebih dominan daripada pertumbuhan panjang tubuhnya

4. Berdasarkan hasil penelitian, pada bulan Agustus dan September palau banyak ditemukan pada TKG III dan IV menunjukkan bahwa ikan sudah mengalami matang gonad dan siap untuk memijah.

5. Berdasarkan hasil penelitian, palau merupakan omnivora cenderung herbivor karena banyak ditemukan fitoplankton Bacillariophyceae, Chlorophyceae dan Cyanophyceae.


(3)

39

B.Saran

Adapun saran yang diberikan dalam penelitian ini adalah :

1. Diharapkan adanya penelitian lebih lanjut tentang domestikasi palau di Way Tulang Bawang.

2. Apabila ada penelitian yang serupa disarankan dalam pengambilan sampel ikan di lapangan harus memperhatikan alat tangkap yang digunakan dan pengambilan sampel ikan sebanyak 2 kali dalam 1 bulan agar dapat mengetahui lebih detail tingkah laku ikan pada fase pertumbuhan, perkembangan gonad dan musim pemijahan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, R dan Tang, U.M. 2002. Fisiologi Hewan air. Unri Press. Pekanbaru. 213.

De Oliveira, M.D. & Calheiros, D.F., 2000. Flood pulse influence on

phytoplankton communities of the south pantanal floodplain, brazil.

Hydrobiologia, 427 : 101-112

B.A. Shinkafi, J.K. Ipinjolu and W.A. Hassan, 2011. Gonad Maturation Stages og Auchenoglanis occidentalis (Valenciennes 1840) in River Rima,

North-Western Nigeria. Departemen of Forestry and Fisheries, Animal Science,

Usmanu Danfodiyo University, P.M.B. 2345, Sakato, Negeria.

BPS Kabupaten Tulang Bawang. 2010. Tulang Bawang dalam Angka. 2010. Badan Statistik Tulang bawang

Cuvier, G. and A. Valenciennes 1842 (Aug.) [ref. 1009] Histoire naturelle des poissons. Tome seizième. Livre dix-huitième. Les Cyprinoïdes. v. 16: i-xx + 1-472, Pls. 456-487. [Valenciennes authored volume. i-xviii + 1-363 in Strasbourg edition.]

Djajadireja, R., S. Hatimah and Z. Arifin. 1977. Economical freshwater fish

spesies of indonesia. Directorate general of fisheries, Jakarta. 96 p.

Effendie, M.I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. Elvyra, R. 2009. Kajian keragaman genetik dan biologi reproduksi ikan lais di

sungai Kampar Riau. Disertasi Program Studi Biologi Institut Pertanian

Bogor. Bogor.

Ernawati, Yunizar, M. Mukhlis Kamal dan Noncy Ayu Y.P. 2009. Biologi Reproduksi Ikan Betok (Anabas testudineus Bloch, 1792) Di Rawa

Banjiran Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Jurnal Ikhtologi Indonesia.


(5)

Iqbaal, B.A. 2008. Ikhtiologi kan dan aspek kehidupannya. Yayasan Citra Emulsi. Makassar.

Larger, K.F., J.E. Bardach and R.R. miller. 1977. Icthyyologi. John Wiley and Sons, Inc. 545 pp.

Le cren, E.D. 1951. The length-weight relationship and seasonal cycle in gonad weight and condition in the perch (perca fluviatilis). J. Anim. Ecol., 20: 201-219

Hardjamulia A. 1979. Budidaya Perikanan. Budidaya Ikan Mas (Cyprinus

carpioL.), Ikan Tawes (Puntius javanicus), Ikan Nilem (Ostheochilus

hasselti). Sekolah Ilmu Perikanan. SUPM. Bogor. Badan Pendidikan,

Latihan dan Penyuluhan Pertanian. Dept. Pertanian. Hal 19. Harris GP. 1986.

Mudjiman, A. 1989. Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta. 190 hal.

Nikolsky, G.V. 1963. Theory of Fish Population Dynamic . as the Biological Background of Rational Exploitation and the Management of Fishery Resources, translated by Bradley. Oliver and Boyd, 323 pp.

Noor, Y.R., W. Giesen, E. W. Hanafia, dan M. J. Silvius. 1994. Reconnaissance

survey of the western Tulang Bawang swamps, Lampung, Sumatera.

Directorate General of Forest Protection and Nature Conservation and Asian Wetland Bureau – Indonesia. Jakarta.

Rainboth, W.J. FAO spesies identification field guide for fishery purpose. Fisheries of the Cambodian Mekong. Rome, FAO. 1996. 265p., 27 colour plates.

Ricker, W.E. 1970. IPB Handbook No.3: Methods fpr assesment of fish

production in freswater. Second printing. International Biological

Progaramme. Blackwell Scientic Publications. Oxford and Edinburgh London. 313 p

Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid I dan II. Bina Cipta. Bandung

Samuel, S. Adjie , dan Z. Nasution. 2002. Aspek Lingkungan dan Biologi Ikan di

Danau Arang-arang, Propinsi Jambi. Jurnal Penelitian Perikanan

Indonesia Edisi Sumber Daya dan Penangkapan. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. 8(1): 1-8


(6)

Simanjuntak, CPH. 2007. Reproduksi Ikan Selais, Ompok hypophthalmus (BLEEKER) Berkaitan dengan Perubahan Hidromorfologi Perairan di

Rawa Banjiran Sungai Kampar Kiri. Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan. Institut Pertanian Bogor: Bogor

Sudarso, J. 2007. Kajian Biologi Ikan Pari Batu/Mondol (Himantura gerrardi) Famili Dasyatidae yang Didaratkan di PPN Penjajab, Kecamatan

Pemangkat, kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Jurnal Perikanan dan

Kelautan. 12 1(2007);30-45

Sulistiono, Arwani, M., Aziz, K.A., 2001a. Pertumbuhan ikan belanak (Mugil

dussumieri) di perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur. Jurnal Iktiologi

Indonesia 1 (2), 39-47.

Sofia S.L. M.F.Raharjo. dan Subardja S.D. 2009. Biologi Reproduksi Ikan Pelangi

(Glossolepis insicus Waber 1907) di Danau Sentani. Jurnal Ikhtologi

Indonesia, Volume 9, nomor 1. Hal 49-61.

Syandri H. 2004. Penggunaan ikan nilem (Osteochilus hasselti CV) dan ikan tawes (Puntius javanicus) sebagai agen hayati pembersih perairan Danau

Maninjau Sumatra Barat. Jurnal Nature Indonesia 6(2) : 87-90

Weber M, de Beaufort FF. 1916. The Fishes of the Indo-Asutralian Archipelago III. Ostariophysi: II Cyprinoidea, Apodes, Synbranchi. Leiden. EJ Brill. hlm 207-208.

Yudha, I.G. 2011. Keanekaragaman jenis dan karakteristik ikan-ikan di perairan

Way Tulang Bawang, Kabupaten Tulang Bawang. Prosiding Seminar

Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat UNILA - 21 September 2011. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Bandar Lampung