PEMANFAATAN SENYAWA EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (G. mangostana L.) SEBAGAI INHIBITOR KERAK KALSIUM KARBONAT (CaCO3) DENGAN MENGGUNAKAN METODE SEEDED EXPERIMENT

(1)

PEMANFAATAN SENYAWA EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SEBAGAI INHIBITOR KERAK KALSIUM KARBONAT (CaCO3) DENGAN MENGGUNAKAN METODE SEEDED

EXPERIMENT

(Skripsi)

Oleh MELY ANTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(2)

ABSTRACT

UTILIZATION OF COMPOUNDS MANGOOSTEEN PEEL FRUIT’S EXTRACT (G. mangostana L) AS INHIBITOR OF CALCIUM CARBONATE (CaCO3) WITH SEEDED METHOD EXPERIMENT

By

Mely Antika

In this research, it has been conducted the addition of inhibitor compounds mangosteen peel extract on the calcium carbonate (CaCO3) scale using the

addition of crystals seed (seeded experiment) at various concentrations of CaCO3

growth solutions from 0,075; 0,100 and 0,125 M and at various concentrations of inhibitors added were around 50, 150, and 250 ppm.

The results based on a qualitative analysis using optical microscopy and scanning electron microscopy (SEM) showed that the morphology of the surface of CaCO3

scale without inhibitor is bigger than the addition of inhibitors whereas quantitative analysis using a particle size analyzer (PSA) showed that the particle

size distribution of CaCO3 scale becomes smaller with the addition of inhibitor

which have different number based on mean is 0,958 µm and median is 0,331 µm. Based on a percentage (%) of inhibitor ability, the optimum concentration of inhibitor in inhibiting of scale formation CaCO3 in the growth solution of 0,100 M

is 150 ppm with the effectiveness of 30.78%.


(3)

ABSTRAK

PEMANFAATAN SENYAWA EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (G. mangostana L.) SEBAGAI INHIBITOR KERAK KALSIUM KARBONAT (CaCO3) DENGAN MENGGUNAKAN METODE SEEDED

EXPERIMENT

Oleh

Mely Antika

Dalam penelitian ini telah dilakukan penambahan inhibitor senyawa ekstrak kulit manggis pada kerak kalsium karbonat (CaCO3) menggunakan metode

penambahan bibit kristal (seeded experiment) pada konsentrasi larutan

pertumbuhan CaCO3 sebesar 0,075; 0,100; dan 0,125 M serta variasi inhibitor dari

0, 50, 150, dan 250 ppm.

Hasil penelitian berdasarkan analisis kualitatif menggunakan mikroskop optik dan

scanning electron microscopy (SEM) menunjukkan bahwa morfologi permukaan

kerak CaCO3 tanpa inhibitor lebih besar dibandingkan dengan penambahan

inhibitor sedangkan analisis kuantitatif menggunakan particle size analyzer (PSA)

menunjukkan bahwa distribusi ukuran partikel kerak CaCO3 menjadi lebih kecil

dengan adanya penambahan inhibitor dengan pergeseran berdasarkan nilai rata-rata yaitu sebesar 0,958 µm dan nilai tengah sebesar 0,331 µm. Berdasarkan persentase (%) kemampuan menghambat, konsentrasi optimum inhibitor dalam menghambat kerak CaCO3 0,100 M yaitu pada konsentrasi 150 ppm dengan

efektivitas sebesar 30,78% .


(4)

PEMANFAATAN SENYAWA EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (G. mangostana L.) SEBAGAI INHIBITOR KERAK KALSIUM KARBONAT (CaCO3) DENGAN MENGGUNAKAN METODE SEEDED

EXPERIMENT

Oleh Mely Antika

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA SAINS

Pada Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotagajah Kabupaten Lampung Tengah pada tanggal 14 Juni 1993, merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara dari pasangan

Bapak Suparman dan Ibu Ratmi. Penulis mulai

menjejakkan kaki dibangku sekolah untuk pertama kalinya di Taman Kanak-kanak pada tahun 1999. Menyelesaikan pendidikan di SD Negeri 01 Nambahrejo pada tahun 2005, SMP Negeri 02 Kotagajah pada tahun 2008, dan SMA Negeri 01 Kotagajah pada tahun 2011. Penulis terdaftar sebagai mahasiswi di Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada tahun 2011 melalui jalur ujian tertulis Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama menjadi mahasiswa kimia, penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia Dasar 1 Jurusan Teknik Hasil Pertanian F.Pertanian, praktikum Kimia Anorganik 2 Jurusan Kimia FMIPA. Penulis pernah mendapatkan beasiswa BBM pada tahun 2012 dan 2014. Penulis juga aktif dalam organisasi Himpunan

Mahasiswa Kimia (HIMAKI) FMIPA pada tahun 2011-2013 sebagai anggota Biro Kesekretariatan. Tahun 2014 penulis telah menyelesaikan praktik kerja lapangan yang berjudul Studi Penambahan Senyawa Ekstrak Kulit Manggis


(7)

(Garcinia mangostana L) Sebagai Inhibitor Pembentukan Kerak Kalsium

Karbonat (CaCO3) Dengan Metode Seeded Experiment di Laboratorim Kimia

Anorganik Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Penulis melaksanakan kegiatan KKN (Kuliah Kerja Nyata) di Pekon Mulang Maya Kecamatan Bengkunat Kabupaten Pesisir Barat Lampung Barat pada bulan Januari-Februari 2015.


(8)

Segala Puji dan Syukur Kepada Allah SWT Kupersembahkan Karya Kecilku ini

Teruntuk

Bapak dan mamaku tersayang

yang senantiasa memberikan kasih sayang,

perhatian, dukungan, kerja keras dan motivasi,

serta selalu mendoakan keberhasilanku

Seluruh keluarga besar dan ayuk dan kakak ku tercinta yang selalu mendoaakan

keberhasilanku

Prof Suharso dan seluruh Dosen Pengajar yang telah membimbingku sampai

menyelesaikan pendidikan sarjana selama 4 tahun ini

Sahabat dan teman-temanku yang selalu berbagi kebahagiaan


(9)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala bentuk rahmat, hidayah dan ridho-Nya yang tak bertepi. Shalawat serta salam teruntuk Nabi Muhammad SAW. Berbekal pengetahuan dan pengalaman yang telah diperoleh, penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul

’’Pemanfaatan Senyawa Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana L.) Sebagai Inhibitor Kerak Kalsium Karbonat (CaCO3) Dengan

Menggunakan Metode Seeded Experiment’’

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

Dengan segenap jiwa yang dilandasi dengan ketulusan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Suharso, Ph. D selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung, dan Dosen Pembimbing Utama penelitian yang telah bersedia membimbing penulis; memberikan saran dan kritik serta motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.


(10)

2. Bapak Dr. Suripto Dwi Yuwono, M.T. selaku Ketua Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampungdan selaku pembimbing akademik atas segala bimbingan dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis.

3. Ibu Prof. Dr. Buhani, M.Si selaku pembimbing kedua atas segala bimbingan, bantuan, saran, serta motivasinya yang sangat berarti bagi penulis selama penelitian hingga selesainya skripsi ini.

4. Bapak Prof. Sutopo Hadi, M.Sc., Ph.D selaku pembahas atas segala arahan, saran dan kritik, ilmu serta motivasinya dalam penulisan skripsi ini.

5. Seluruh Dosen Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung atas ilmu, bimbingan, dan perhatian yang telah diberikan kepada penulis.

6. Seluruh civitas akademik Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung yang telah memberikan bantuan serta dukungan kepada penulis.

7. Kedua Orang Tua Penulis Bapak dan mama tercinta yang telah memberikan limpahan kasih sayang kepada penulis. Bapak mama terimakasih banyak atas semua doa yang tak henti-hentinya, perjuangan, keringat, nasehat, semangat, motivasi, air mata, dukungan dan segalanya yang telah diberikan kepada penulis, semoga Allah SWT senantiasa memberikan kesehatan, menjaga dan melindungi kalian. Amin ya Allah

8. Untuk ayuk dan kakak ku terimakasih banyak atas segala doa, motivasi, dukungan, nasehat dan saran ayuk dan kakak selama ini. Aku sayang kalian semoga Allah selalu memberikan kesehatan dan kebahagiaan kepada kalian.


(11)

9. Seluruh keluarga besar Yetno Diharjo dan Marto Dinomo atas segala limpahan kasih sayang, doa restu, nasihat, dan saran kepada penulis.

10.Untuk Nico Mei Chandra yang selalu menemani penulis selama 4 tahun ini dan selaku partner penelitian. Terimakasih untuk kasih sayang, perhatian dan bantuan selama kuliah dan sampai menyelesaikan skripsi ini.

11.Keluarga besar bapak Zainal Sutan Mangkunat Sati atas limpahan doa restu nasehat dan saran yang telah diberikan kepada penulis.

12.Sahabat-sahabatku Ayu Kartika Wati Amd.Kep , Ariyanti, Nurhayati S.pd, Wike Kunny Amd.Komp, Adyta Nirmala Putri, Kartika Andini Putri tersayang yang selalu memberi motivasi, kasih sayang serta dukungan. 13.Seluruh teman-teman dari SMP 02 Kotagajah dan SMA 01 Kotagajah yang

masih selalu memberikan dukungan dan motivasi kalian.

14.Sahabat-sahabatku Ajeng AM, Cindy Moyna CLA, Yunia Hartina, dan Nira Dwi untuk doa, semangat, dukungan, kebersamaan dan kerjasamanya, semoga kita tetap menjadi sahabat;

15.Kawan-kawan seperjuangan 2011 (cheven) di laboratorium anorganik/fisik: Irkham Bariklana, Melli Novita W, Dewi Karlina, Nopitasari, Asti Nurul Aini S.Si, Rio Wicaksono, Dia Tamara, Eva Dewi NS, Fatma Maharani, Sanjaya Yudha G, Rina Wijayanti. Organik: Ridho Nahrowi S.Si, Jelita Siahaan S.Si, Miftahurrahman S.Si, Wagiran, Junaidi P, Yulia Ningsih N, Arik Irawan, Mirfat Salim A, M. Andri Nosya, Rio Febriansyah. Fisik : Endah Pratiwi S.Si, Lusi Meliyana S.Si, Ramos Vicher S.Si, Ivan Halomoan S.Si, M.Yusry

Ahmadani, Jelita PS, Vevi Aristiani, Umi Fadillah Analitik : Frederica G, Daniar Febriliani P, Fatimah Milasari, Ayu Fitriani, Mega Suci HP, Lewi Puji


(12)

L, Ari Susanto, Anggino S, Mardian Bagus. Biokimia : Ayu Berliana, Ana Febriani, Aprilia Isma D, Uswatun H, Febri Windi A, Aziez Nur, Pandegani P, J.Julianser Nicho. Untuk setiap dukungan, dan kebersamaan yang telah kita lalui semoga kita menjadi orang-orang yang sukses.

16.Teman-teman kostan Octa dan Nina untuk setiap kebersamaan yang telah dilewati;

17.Kakak-kakak dan adik-adikku di kosan ex “kak rina, mbak resti, mbak tri, mbk fullin, mbak dian, penty, vera, widia, ami, jay untuk setiap motivasi, semangat dan kebersamaan yang telah dilewati;

18.Kakak-kakakku di Kimia angkatan 2010 , Rahmat Kurniawan S.Si, Agung Supriyanto S.Si, Hanif Amrullah ZA S.Si, M. Nurul Fajri, Prasetyo Ersa, Ruli Prayitno S.Si, Putri Heriyani S.Si, Purnawati S.Si, Faradilla Syani S.Si, Rina Rachmawati S.Si, Chintya Gustianda S.Si, dan yang lainnya yang belum tersebutkan untuk setiap motivasi, saran, dukungan dan semangatnya. 19.Kakak-kakakku di Kimia angkatan 2009 , Yahya Ariyanta S.Si, Dani Agus

Setiawan S.Si, Khoirul Umam S.Si, M. Padli S.Si, Suparno, Kak Bowo, Kak Purna S.Si, Kak Dwi S.Si Nurjannah S.Si, Ruthmeta Megawati S.Si, Ni Luh Gede Rai Putri S.Si, Sherly Nurimani S.Si, Mbak Adel S.Si, Tyas Rosawinda S.Si, Resca Ridhatama S.Si, Fatma Timur S.Si, Mbak Kiki S.Si, Mbak Fani

S.Si, Mbak Juju’ S.Si, dan yang lainnya yang belum tersebutkan untuk setiap motivasi, saran, dukungan dan semangatnya.

20.Kakak kakakku di Lab Anorganik/Fisik, Fauziyah Mu’min Shidiq S.Si,


(13)

Silvi S.Si, Wynda Dwi Anggraini S.Si, Hapin Afiyani S.Si, Mbak Surtini, Mbak Lolita untuk setiap bantuan, kebersamaan dan semangatnya.

21.Adik-adikku di Anorganik, Siti Aisyah, Nila Amallin Nabillah, Tiand Reno, Anwar, Sukamto, Murni Fitria, Adi, Indri, Siti Nur Halimah, dan Indah untuk setiap bantuan, kebersamaan dan semangatnya.

22.Keluarga besar KKN Pesisir Barat Bapak Utansyah, Ibu El, Handi Irfan (Udo), Adek Tika, Adek Azka Mila, Dian Kurnia (Fisip), Rama Agustina (Fisip), Rizka(FP), Rizki Prasetya Nugraha (FH), Depta Ekki (Fisip), Robby Angger (FP), dan Made Jnanaparama A (FT) untuk setiap semangat doa dan kebersamaannya selama ini.

23.Adik-adik praktikan Kidasku-THP’2014 Mohammad Adnan Syarif, dan Marda Purnanda atas doa dan semangatnya.

24.Seluruh karyawan/karyawati Jurusan Kimia, Mba Nora, Pak Gani, Bunda (Instrument), Mba Liza (Zat), Uni Kidas, mbak Tri, Om Udin, Mas Nomo, Pa Man, atas bimbingan dan perhatian yang telah diberikan kepada penulis. 25.Kakak-kakak alumni Alm.Sukarni, Imam Akbar S.Si, Sony Sascori S.Si, Tomi

Sutrisno S.Si, Slamet Kosasih S.Si, Kak Andi Codet S.Si, Kak Heri S.Si, Kak Ishom S.Si, Kak Gunadi S.Si, Kak Rio S.Si, Kak Ruzky S.Si, Kak TB Didi S.Si, Kak Eko S.Si, Kak Idrus, S.Si, Kak Alan Amd, dan Kak Iqbal Amd. 26.Seluruh teman-teman kimia 2009-2015.

27.Seluruh Keluarga Besar di Lyric Karaoke Pak Edi, Pak Doan, Pak Ipul, Daeng, bang Anton, bang Andi, kak Feri, bang Novi, bang Andre, bang Noval, Eko, kak Ari, bang Dona, Mas Santo, Kak Irwan, Kak Ardi, Kak Aris,


(14)

Yanti, Dita, Rini, Echi, Maya, Zhi, Kak Febry, Ita, dan Kak Fitrah atas segala hiburan dan keceriaan selama ini.

28.Almamater tercinta

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amiin.

Bandar lampung, Oktober 2015 Penulis


(15)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 4

C. Manfaat Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Proses Pengendapan Senyawa Anorganik pada Peralatan Industri ... 5

B. Kerak ... 5

C. Kalsium Karbonat (CaCO3) ... 7

D. Faktor Pembentuk Kristal... 12

1. Kristalisasi ... 12

2. Kelarutan Endapan ... 13

3. Derajat Lewat-Jenuh (Supersaturasi) ... 15

E. Metode Pencegahan Terbentuknya Kerak CaCO3 1. Pengendalian pH ... 18

2. Pelunakan dan Pembebasan Mineral Air ... 19

3. Penggunaan Inhibitor Kerak ... 20

F. Tanaman Manggis dan Kandungan di Dalamnya ... 23

G.Asam Tanat ... 26

H. Analisis Menggunakan Metode Seeded Experiment,Scanning Electron Microscopy (SEM) dan Instrument Particle Size Analyzer (PSA) ... 27


(16)

ii

1. Seeded experiment ... 27

2. Instrumentasi SEM ... 27

3. Instrumentasi PSA (Sedigraf) ... 29

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 32

B. Alat dan Bahan ... 32

C. Prosedur Penelitian ... 33

1. Pembutan Ekstrak Kulit Manggis ... 33

2. Preparasi Bibit Kristal ... 34

3. Pengujian Ekstrak Kulit Manggis Sebagai Inhibitor dalam Pengendapan kristal CaCO3 dengan Metode Seedeed Experiment ... 34

a.Penentuan Laju Pertumbuhan CaCO3 Tanpa Inhibitor pada Konsentrasi Larutan Pertumbuhan yang Berbeda ... 34

b.Penentuan Laju Pertumbuhan CaCO3 dengan Penambahan Inhibitor pada Konsentrasi Larutan Pertumbuhan yang Berbeda ... 35

4. Analisis Data ... 36

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Ekstrak Kulit Manggis dengan Menggunakan Spektrofotometer Infra Merah (IR) ... 38

B. Penentuan Laju Pertumbuhan CaCO3 Tanpa Inhibitor pada Konsentrasi Larutan Pertumbuhan yang Berbeda dengan Metode Seeded Experiment ... 41

C. Penentuan Laju Pertumbuhan CaCO3 dengan Penambahan Inhibitor pada Konsentrasi Larutan Pertumbuhan yang Berbeda dengan Metode Seeded Experiment ... 43

1. Penentuan Laju Pertumbuhan Kristal CaCO3 dengan Variasi Konsentrasi Inhibitor pada Larutan Pertumbuhan 0,075 M... 43

2. Penentuan Laju Pertumbuhan Kristal CaCO3 dengan Variasi Konsentrasi Inhibitor pada Larutan Pertumbuhan 0,100 M... 46

3. Penentuan Laju Pertumbuhan Kristal CaCO3 dengan Variasi Konsentrasi Inhibitor pada Larutan Pertumbuhan 0,125 M ... 48

D. Perbandingan Kemampuan Beberapa Jenis Inhibitor dalam Meng- hambat Pembentukan Kerak ... . 51

E. Analisis Berdasarkan Penglihatan Secara Langsung dan Permukaan Kerak CaCO3 dengan Menggunakan Mikroskop Optik ... 53


(17)

iii

F. Analisis Distribusi Ukuran Partikel Kerak CaCO3 Menggunakan

PSA (Particle Size Analyzer) ... 55

G.Analisis Morfologi Permukaan Kerak CaCO3 dengan Menggunakan

SEM (Scanning Electron Microscopy) ... . 57

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ... 63 B. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Skema Umum Mekanisme Pembentukan Deposit Kerak Air ... 11

2. Tahapan Kristalisasi ... 11

3. Diagram Temperatur-Konsentrasi (Supersaturasi) ... 15

4. Reaksi Hidrolisis Polifosfat... 22

5. Kulit Buah Manggis ... 24

6. Struktur Asam Tanat ... 26

7. Skema Bagan SEM ... 29

8. Diagram Proses Fraksinasi Massa dalam Sedigraf ... 31

9. Diagram Alir Penelitian ... 37

10.Spektrum IR(A) Ekstrak Kulit Buah Manggis (B) Asam Tanat dari Biji Buah Pinang ... 39

11.Grafik Perbandingan Laju Pertumbuhan Kristal CaCO3 Dengan Variasi Konsentrasi Larutan Pertumbuhan Dan Tanpa Penambah- an Inhibitor ... 42

12.Grafik Laju Pertumbuhan Kristal CaCO3 Dengan Inhibitor Pada Konsentrasi Larutan Pertumbuhan 0,075 M ... 44

13.Grafik Laju Pertumbuhan Kristal CaCO3 Pada Konsentrasi Larutan Pertumbuhan 0,100 M ... 46


(19)

v

14.Grafik Laju Pertumbuhan Kristal CaCO3 Pada Konsentrasi Larutan

Pertumbuhan 0,125 M ... 48 15.Kerak CaCO3 (a) Tanpa Inhibitor dan (b) Dengan Penambahan

Inhibitor Ekstrak Kulit Buah Manggis ... 54 16.Morfologi Permukaan Kerak CaCO3 0,100 M Menggunakan

Mikroskop Optik (a) Tanpa dan (b) Dengan Konsentrasi Inhibitor 150 Ppm Pada Perbesaran 40 X ... 54 17.Grafik Distribusi Ukuran Partikel Kerak CaCO3 0,100 M dengan

Tanpa Inhibitor dan dengan Penambahan Inhibitor Ekstrak Kulit Manggis 150 ppm ... 56 18.Morfologi Kerak CaCO3 pada Konsentrasi 0,100 M (a) Tanpa

dan (b) dengan Penambahan Inhibitor 150 ppm pada

Perbesaran 1000 x ... 59 19.Morfologi Kerak CaCO3 pada Konsentrasi 0,100 M (a) Tanpa

(b) dan dengan penambahan inhibitor 150 ppm pada

Perbesaran 2000 x ... 60 20.Mekanisme Inhibitor Dalam Menghambat Laju Pertumbuhan

Kristal Dalam Larutan Pertumbuhan (○ =Inhibitor, = Bibit Kristal)... 62


(20)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Nilai Supersaturasi (s) pada Beberapa Tingkat Kesadahan

dan pH pada Suhu 25°C ... 9 2. Data % Efektivitas Inhibitor pada Larutan Pertumbuhan 0,075 M 45 3. Data % Efektivitas Inhibitor pada Larutan Pertumbuhan 0,100 M 47 4. Data % Efektivitas Inhibitor pada Larutan Pertumbuhan 0,125 M 49 5. Kondisi Optimum Berbagai Inhibitor Dalam Menghambat Pem-


(21)

(22)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengerakan (scaling) merupakan masalah serius yang biasanya terjadi di dalam

suatu kegiatan industri terutama pada alat-alat sepertipendingin, penukar panas, dan kondensor(Jamaialahmadi and Muller-Steinhagen, 2007). Kerak juga dapat terjadi pada industri perminyakan misalnya pada lubang sumur, rangkaian pompa dalam sumur, flow line, mulut pipa, separator, tangki, dan peralatan produksi

lainnya (Syahri dan Sugiharto, 2008). Yang dimaksud dengan pengerakan yaitu suatu proses alami yang terjadi karena adanya reaksi kimia antara kandungan-kandungan yang tidak dikehendaki yang terdapat dalam air. Kandungan yang dimaksudkan meliputi alkalin, kalsium, klorid, sulfat, nitrat, besi, seng, tembaga, phosphat, aluminium, dan lain-lain.

Pembentukan kerak pada dasarnya merupakan fenomena pengkristalan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti kondisi larutan lewat jenuh, laju alir, temperatur, dan kehadiran pengotor serta aditif (Muryanto dkk., 2012). Dengan adanya timbunan kerak di dalam pipa akan menghambat laju aliran yang

melewatinya sehingga aliran akan berkurang serta dapat menghambat perpindahan panas dan apabila tidak segera diatasi akan terjadi overheating yang dapat


(23)

2

menurunkan efisiensi. Selain itu, tekanan pada pipa menjadi semakin tinggi sehingga kemungkinan pipa akan pecah dan rusak. Timbunan kerak juga

memperkecil diameter pipa, sehingga untuk mempertahankan kecepatan transfer tetap seperti semula diperlukan tenaga pemompaan yang lebih besar. Sehingga masalah operasional dan teknis dengan adanya kerak akhirnya menjadi masalah finansial (Muryanto, 2002).

Menurut Suharso dkk (2010) akibat terbentuknya kerak tersebut telah menimbulkan dampak negatif seperti sumur pipa pada industri panas bumi pembangkit tenaga listrik hanya berumur 10 tahun, maka perusahaan harus membuat kembali sumur pipa dengan biaya 6-7 juta dolar per sumur atau setara dengan Rp 80-90 milyar. Akibatnya biaya dan kerugian yang ditimbulkan sangat besar untuk operasional biaya perawatan.

Terdapat beberapa metode pencegahan kerak seperti pengendalian pH, pembebasan mineral air, dan penggunaan inhibitor kerak. Pencegahan kerak dengan pengendalian pH yaitu dengan menggunakan asam sulfat dan asam klorida sangat berbahaya sehingga metode ini jarang digunakan. Sedangkan pencegahan kerak dengan cara pembebasan mineral air, pada skala industri kurang efisien karena memerlukan biaya yang sangat mahal. Metode yang paling efektif digunakan yaitu dengan penggunaan inhibitor kerak, karena pada metode ini digunakan bahan kimia dengan konsentrasi yang kecil dapat menghentikan atau mencegah terbentuknya kerak pada air (Halimatuddahliana, 2003). Penggunaan bahan kimia sebagai inhibitor kerak sangat menarik, karena dengan dosis yang


(24)

3

sangat rendah dapat mencegah terbentuknya kerak dalam periode yang lama (Cowan and Weintritt, 1976). Salah satu prinsip kerja dari scale inhibitor yaitu

pembentukkan senyawa kompleks (khelat) antara inhibitor kerak dengan unsur-unsur pembentuk kerak. Senyawa kompleks yang terbentuk akan larut dalam air sehingga menutup kemungkinan pertumbuhan kristal yang besar (Patton, 1981).

Menurut penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Shiddiq (2014), diketahui bahwa asam tanat (tannin) yang terdapat pada tanaman, seperti biji pinang dapat digunakan sebagai inhibitor pertumbuhan kerak kalsium karbonat. Pada penelitian ini digunakan kulit buah manggis (G. mangostana L), karena

diketahui bahwa tanin yang terkandung dalam kulit manggis yaitu sebanyak 16,8%. Selain tanin, kulit buah manggis juga banyak mengandung senyawa–

senyawa organik seperti xanthon, flavonoid, katekin, pektin, rosin, dan zat pewarna. Adanya kandungan tanin di dalam kulit buah manggis ini menjadikan kulit buah manggis kemungkinan dapat dipakai untuk menghambat pertumbuhan kerak CaCO3. Dalam kehidupan sehari-hari kulit buah manggis sering hanya

dibuang dan tidak bisa dimanfaatkan dengan maksimal. Disamping itu harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan inhibitor sintetik seperti tannin murni (Ngamsaeng and Wanapat, 2004).

Berdasarkan alasan tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk mencegah terbentuknya kerak yaitu kerak CaCO3 menggunakan ekstrak kulit buah manggis

sebagai inhibitor dengan menggunakan metode penambahan bibit kristal (seeded experiment) dengan variasi konsentrasi yang berbeda-beda.Penambahan bibit


(25)

4

kristal inilah yang akan mempermudah pertumbuhan kristal sehingga laju pertumbuhan akan semakin besar.

B. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :

1. Mempelajari pengaruh penambahan ekstrak kulit buah manggis sebagai inhibitor kerak CaCO3 pada konsentrasi yang berbeda.

2. Mengetahui keefektifan ekstrak kulit buah manggis sebagai inhibitor kerak CaCO3 menggunakan metode seeded experiment melalui analisis data serta

karakterisasi menggunakan SEM (Scanning Electron Microscopy) dan PSA

(Particle Size Analyzer).

C. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kemampuan dari ekstrak kulit buah manggis dalam menghambat pertumbuhan kerak CaCO3 yang selanjutnya dapat dikembangkan untuk memperoleh inhibitor

kerak yang lebih efektif serta dapat mencegah pembentukan kerak pada peralatan-peralatan industri sehingga dapat mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh pembentukan kerak tersebut.


(26)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Proses Pengendapan Senyawa Anorganik Pada Peralatan Industri

Proses pengendapan senyawa-senyawa anorganik biasa terjadi pada peralatan-peralatan industri yang melibatkan air garam seperti industri minyak dan gas, proses desalinasi dan ketel serta industri kimia. Hal ini disebabkan karena terdapatnya unsur-unsur anorganik pembentuk kerak seperti logam Ca dalam jumlah yang melebihi kelarutannya pada keadaan kesetimbangan.

Terakumulasinya endapan-endapan dari senyawa anorganik tersebut dapat menimbulkan masalah seperti kerak (Weijnen et al., 1983; Maley, 1999).

B. Kerak

Kerak adalah tumpukan keras dari bahan anorganik terutama pada permukaan perpindahan panas yang disebabkan oleh pengendapan partikel mineral dalam air (Bhatia, 2003 ). Kerak didefinisikan sebagai suatu deposit dari senyawa-senyawa anorganik yang terendapkan dan membentuk timbunan kristal pada permukaan suatu substansi (Kemmer, 1979). Kerak terbentuk karena tercapainya keadaan larutan lewat jenuh. Dalam keadaan larutan lewat jenuh beberapa molekul akan bergabung membentuk inti kristal, inti kristal ini akan terlarut kembali jika


(27)

6

ukurannya lebih kecil dari ukuran partikel kritis sementara itu kristal-kristal akan berkembang bila ukurannya lebih besar dari partikel kritis. Apabila ukuran inti kristal menjadi lebih besar dari inti kritis, maka pertumbuhan kristal akan dimulai dari kristal yang berukuran kecil membentuk kristal dengan ukuran yang lebih besar (penebalan lapisan kerak). Kristal-kristal yang terbentuk mempunyai

muatan ion lebih rendah dan cenderung untuk menggumpal sehingga terbentuklah kerak (Lestari, 2008; Hasson and Semiat, 2005).

Kerak juga dapat terbentuk karena campuran air yang digunakan tidak sesuai. Campuran air tersebut tidak sesuai saat air berinteraksi secara kimia dan mineralnya mengendap jika dicampurkan. Contoh tipe air yang tidak sesuai adalah air laut dengan konsentrasi SO42- tinggi dan konsentrasi Ca2+ rendah dan

air formasi dengan konsentrasi SO42- sangat rendah namun konsentrasi Ca2+

tinggi. Campuran air ini menyebabkan terbentuknya endapan CaSO4 (Badr and

Yassin, 2007).

Komponen khas kerak yang sering dijumpai adalah sebagai berikut (Lestari, 2008; Nunn, 1997) : (i) Kalsium sulfat (CaSO4), (ii) Kalsium karbonat (CaCO3: turunan

dari kalsium bikarbonat), (iii) Kalsium dan seng fosfat, (iv) Kalsium fosfat, sejumlah besar kalsium dan ortofosfat. Biasanya dikarenakan air terlalu sering dirawat, (v) Silika dengan konsentrasi tinggi, (vi) Besi dioksida, senyawa yang disebabkan oleh kurangnya kontrol korosi atau alami berasal dari besi yang teroksidasi, (vii) Besi fosfat, senyawa yang disebabkan karena pembentukkan lapisan film dari inhibitor fosfat, (viii) Mangan dioksida, mangan teroksidasi


(28)

7

tingkat tinggi, (ix) Magnesium silika, silika dan magnesium pada konsentrasi tinggi dengan pH tinggi, (x) Magnesium karbonat, magnesium dengan konsentrasi tinggi dan pH tinggi serta CO2 tinggi.

C. Kalsium Karbonat (CaCO3)

Kalsium karbonat (CaCO3) merupakan suatu zat padat putih, tak berbau, tak

berasa, terurai pada 825oC, tak beracun, larut dalam asam dengan melepas CO2,

dan dijumpai di alam sebagai kalsit, napal, aragonit, travertin, marmer, batu gamping, dan kapur, juga ditemukan bersama mineral dolomit (CaCO3.MgCO3).

Benar-benar tidak larut dalam air (hanya beberapa bagian per juta), kristalnya berwujud rombik/rombohedral dan dimanfaatkan sebagai obat penawar asam, dalam pasta gigi, cat putih, pembersih, bahan pengisi kertas, semen, kaca, plastik, dan sebagainya.

Kalsium karbonat (CaCO3) dibuat dari reaksi CaCl2 + Na2CO3 dalam air, atau

melewatkan CO2 melalui suspensi Ca(OH)2 dalam air yang murni. Kemudian

dihasilkan dengan metode Richard dan Honischmidt dengan cara larutan Ca(NO3)

diasamkan sedikit dengan HNO3. Lantas diperlakukan dengan Ca(OH)2 cair murni

yang sedikit berlebih untuk mengendapkan sebagian besar Fe(OH)3 dan Mg(OH)2.

Impuritas berupa garam-garam Ba, Sr, dan Mg dapat dihilangkan dengan cara merekristalisasi nitratnya berulang kali. Amonium karbonat yang dibutuhkan untuk mengendapkan karbonatnya bisa dimurnikan lewat destilasi dari air (Arsyad, 2001).


(29)

8

Kalsium karbonat (CaCO3) berupa endapan amorf putih terbentuk dari reaksi

antara ion kalsium (Ca2+) dalam bentuk CaCl2 dengan ion karbonat (CO32-) dalam

bentuk Na2CO3 (Svehla, 1990).

Ca2+ + CO

32- CaCO3

Karbonat dari kalsium tidak larut dalam air dan hasil kali kelarutannya menurun dengan naiknya ukuran Ca2+ (Cotton and Wilkinson, 1989).

Kelarutan CaCO3 yang sedikit dapat terbentuk jika larutan lewat jenuh dalam

tempat pengolahannya terjadi kesetimbangan kimia dengan lingkungannya pada tekanan dan temperatur yang sebenarnya. Kesetimbangan CaCO3 dapat diganggu

dengan pengurangan gas CO2 dari aliran selama proses produksi berlangsung, hal

ini akan mengakibatkan pengendapan sehingga terbentuk kerak. Pengendapan CaCO3 dapat dihasilkan dari reaksi sebagai berikut :

CO2 + 2 OH- CO32- + H2O

Ca(OH)2 Ca2+ + 2 OH-

Ca2+ + CO32- CaCO3 (Zhang et al., 2002)

Harga supersaturasi (s) dari suatu larutan merupakan fungsi dari hasil kali

kelarutan (Ksp) dan konsentrasi ion Ca2+ dan CO32- dalam larutan dijelaskan

dalam persamaan berikut ini :


(30)

9

Harga Ksp CaCO3 kalsit pada suhu 25°C adalah 8,710-9, sedangkan konsentrasi

(CO32-) dapat dihitung dengan persamaan berikut ini :

(CO32-) = 5,610-11 (HCO3-)/10-pH (Knez et al., 2005)

Pembentukan inti (nuklei) CaCO3 secara spontan dilarutan (homogenuos nucleation) membutuhkan harga supersaturasi s= kritis= 40 dan di permukaan

(deposit) s= kritis= 20, dimana presipitasi baru mulai terjadi pada pH 8,5 untuk

konsentrasi CaCO3 sebesar 400 ppm (Fathi et al., 2006). Harga supersaturasi (s)

dari model larutan CaCO3 merupakan fungsi konsentrasi CaCO3 terlarut dan pH

larutan seperti yang diberikan pada Tabel 2.1.

Tabel 1. Nilai supersaturasi (s) pada beberapa tingkat kesadahan dan pH pada

suhu 25°C (Fathi et al., 2006)

Kesadahan (ppm CaCO3)

Supersaturasi (s)

pH 5,7 pH 6,0 pH 7,0 pH 7,5 300 400 500 0,05 0,15 0,23 0,18 0,32 0,47 1,32 3,2 4,72 6,1 10,11 14,93

Presipitasi CaCO3 menggunakan larutan CaCO3 ini berjalan sangat lambat karena

terjadi pada supersaturasi rendah (pH 6-8). Para peneliti telah melakukan beberapa cara untuk mempercepat proses presipitasi CaCO3 yaitu dengan


(31)

10

N2 (Fathi et al., 2006). Larutan CaCO3 didapat dengan melarutkan CaCO3 bubuk

dalam air dan mengalirkan gelembung gas CO2. Larutan CaCO3 yang dihasilkan

bersifat asam (pH: 5,5- 6,5) dan akan meningkat mendekati pH iso-elektrik kalsit yaitu sekitar 8,4 seiring dengan meningkatnya kejenuhan larutan CaCO3.

Model larutan lain yang digunakan oleh banyak peneliti dalam mengamati presipitasi CaCO3 adalah dengan mencampurkan larutan Na2CO3 dan CaCl2

dengan reaksi sebagai berikut (Higashitani et al., 1993; Barret et al., 1998; Wang et al., 1997; Abdel-Aal et al., 2002; Chibowski et al.,2003; Saksono et al., 2006;

Saksono, 2008) :

Na2CO3 2Na+ + CO32-

CaCl2 Ca2+ + 2Cl-

Ca2+ + CO32- CaCO3

Proses pembentukan CaCO3 dengan model larutan ini berjalan cepat karena harga

supersaturasi (s) yang jauh lebih tinggi dibanding model larutan CaCO3.

Campuran larutan yang dihasilkan bersifat basa (pH: 10-11) dan akan menurun mendekati pH iso-elektrik kalist yaitu sekitar 8,4 seiring dengan meningkatnya jumlah CaCO3 yang terbentuk. Di dalam sistem larutan karbonat terdapat


(32)

11

Skema umum mekanisme pembentukan deposit kerak air ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Skema umum mekanisme pembentukan deposit kerak air (Salimin

dan Gunandjar, 2007).

Penjelasan sederhana pembentukkan kerak (kristalisasi) ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Tahapan kristalisasi (Zeiher et al., 2003).

Kristal

Kelompok Tumbuh

PADATAN

TERSUSPENSI AIR

MINERAL DAPAT LARUT PELARUT

LEWAT JENUH

PERTUMBUHAN KRISTAL

KERAK PENGENDAPAN DAN

PEMADATAN

Parameter yang mengontrol : waktu, suhu, tekanan, pH, faktor lingkungan, ukuran partikel, kecepatan pengadukan


(33)

12

D. Faktor Pembentuk Kristal

Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan, dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu laju pembentukkan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan kristal. Laju pembentukkan inti dapat dinyatakan dengan jumlah inti yang terbentuk dalam satuan waktu. Jika laju pembentukkan inti tinggi, maka banyak sekali kristal yang akan terbentuk yang terdiri dari partikel-partikel kecil. Laju pembentukkan inti bergantung pada derajat lewat jenuh dari suatu larutan. Semakin tinggi derajat lewat jenuhnya maka akan semakin besar kemungkinan untuk terbentuknya inti baru sehingga laju pembentukkan inti pun akan semakin meningkat. Laju pertumbuhan kristal juga merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi terbentuknya ukuran kristal selama pengendapan berlangsung. Semakin tinggi laju pertumbuhan maka kristal yang terbentuk akan semakin besar, dimana laju

pertumbuhan kristal juga dipengaruhi oleh derajat lewat jenuh dari suatu larutan (Svehla, 1990).

1. Kristalisasi

Menurut Brown (1978) kristalisasi adalah suatu proses pembentukkan kristal dari larutannya, dimana kristal yang dihasilkan dapat dipisahkan secara mekanik. Pertumbuhan kristal dapat terjadi bila konsentrasi suatu zat terlarut berada pada kadar larutan lewat jenuh pada suhu tertentu. Kondisi kelarutan lewat jenuh dapat diperoleh melalui proses pendinginan dengan larutan pekat panas, penguapan larutan encer, kombinasi proses penguapan dan pendinginan, dan dengan penambahan zat lain untuk menurunkan kelarutannya. Kristalisasi memiliki dua


(34)

13

tahap proses, yaitu tahap pembentukkan inti yang merupakan tahap mulai

terbentuknya zat padat baru, dan tahap pertumbuhan kristal yang merupakan tahap inti zat padat yang baru terbentuk mengalami pertumbuhan menjadi kristal yang lebih besar.

2. Kelarutan Endapan

Endapan adalah zat yang memisahkan diri sebagai suatu fase padat dari larutan. Endapan mungkin berupa kristal atau koloid, dan dapat dikeluarkan dari larutan dengan penyaringan atau pemusingan. Endapan terbentuk jika larutan menjadi terlalu jenuh dengan zat bersangkutan. Kelarutan (S) suatu endapan, menurut definisi adalah sama dengan konsentrasi molar dari larutan jenuhnya. Kelarutan juga bergantung berbagai kondisi, seperti temperatur, tekanan, konsentrasi, bahan-bahan lain dalam larutan itu dan pada komposisi pelarutnya.

Kelarutan juga bergantung pada sifat dan konsentrasi zat-zat lain, terutama ion-ion dalam campuran tersebut. Terdapat perbedaan yang besar antara efek dari ion-ion sejenis dan ion asing. Ion sejenis adalah suatu ion yang juga merupakan salah satu bahan endapan. Umumnya dapat dikatakan bahwa suatu endapan berkurang banyak sekali jika salah satu ion sejenis terdapat dalam jumlah berlebihan, meskipun efek ini mungkin diimbangi dengan pembentukkan suatu kompleks yang dapat larut dengan ion sejenis yang berlebihan itu. Dengan adanya ion asing, kelarutan endapan bertambah, tetapi pertambahan ini umumnya sedikit, kecuali


(35)

14

jika terjadi reaksi kimia (seperti pembentukkan kompleks atau reaksi asam-basa) antara endapan dan ion asing, pertambahan kelarutannya menjadi lebih besar.

Hasil kali kelarutan memungkinkan kita untuk menerangkan dan juga

memperkirakan reaksi-reaksi pengendapan. Hasil kali kelarutan dalam keadaan sebenarnya merupakan nilai akhir yang dicapai oleh hasil kali ion ketika kesetimbangan tercapai antara fase padat dari garam yang hanya sedikit larut dalam larutan itu. Jika hasil kali ion berbeda dengan hasil kali kelarutan, maka sistem itu akan berusaha menyesuaikan, sehingga hasil kali ion mencapai nilai hasil kali kelarutan. Jadi, jika hasil kali ion sengaja dibuat lebih besar dari hasil kali kelarutan, maka pengendapan garam larutan akan disesuaikan oleh sistem. Sebaliknya, jika hasil kali ion dibuat lebih kecil dari hasil kali kelarutan, maka kesetimbangan dalam sistem akan dicapai kembali dengan melarutnya sebagian garam padat ke dalam larutan. Hasil kali kelarutan menentukan keadaaan kesetimbangan, namun tidak dapat memberikan informasi mengenai laju saat kesetimbangan terjadi. Sesungguhnya, kelebihan zat pengendap yang terlalu banyak dapat mengakibatkan sebagian endapan melarut kembali, sebagai akibat bertambahnya efek garam atau akibat pembentukkan ion kompleks. Dalam hal ini hasil kali kelarutan dari CaCO3 pada temperatur ruang sebesar 8,7 x 10-9 mol/L


(36)

15

3. Derajat Lewat-Jenuh (Supersaturasi)

Larutan lewat jenuh adalah larutan yang mengandung zat terlarut lebih besar daripada yang dibutuhkan pada sistem kesetimbangan larutan jenuh. Kondisi kelarutan lewat jenuh dapat diperoleh melalui proses pendinginan larutan pekat panas, penguapan larutan encer, kombinasi proses penguapan dan pendinginan serta dengan penambahan zat lain untuk menurunkan kelarutannya. Diagram temperatur- konsentrasi dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram temperatur – konsentrasi (Alexeyev dalam Wafiroh, 1995).

Berdasarkan gambar tersebut, garis tebal menunjukkan kelarutan normal untuk zat terlarut dalam pelarut, sedangkan garis putus-putus menunjukkan kurva lewat jenuh, dimana posisinya dalam diagram bergantung pada zat-zat pengotor (Alexeyev dalam Wafiroh, 1995). Pada gambar di atas, kondisi kelarutan dibagi dalam tiga bagian yaitu daerah stabil, metastabil, dan daerah labil. Daerah stabil adalah daerah larutan yang tidak mengalami kristalisasi. Daerah yang

C B A

D E

Daerah metastabil Daerah labil

Daerah stabil

Temperatur

K

onsen

tra


(37)

16

memungkinkan terjadinya kristalisasi tidak spontan adalah daerah metastabil, sedangkan daerah labil adalah daerah yang memungkinkan terjadinya kristalisasi secara spontan.

Pada gambar diagram temperatur konsentrasi tersebut, jika suatu larutan yang terletak pada titik A didinginkan tanpa kehilangan volume pelarut (garis ABC), maka pembentukkan inti secara spontan tidak akan terjadi sampai kondisi C tercapai. Larutan lewat jenuh dapat juga tercapai dengan mengurangi sejumlah volume palarut dari pelarutnya dengan proses penguapan. Hal ini ditunjukkan dengan garis ADE, yaitu saat larutan di titik A diuapkan pada temperatur konstan (Wafiroh, 1995).

Menurut Lestari (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya kerak antara lain yaitu :

a. Kualitas Air

Pembentukkan kerak dipengaruhi oleh konsentrasi komponen-komponen pembentuk kerak (kesadahan kalsium, konsentrasi fosfat, pH, dan konsentrasi bahan penghambat kerak dalam air).

b. Temperatur Air

Pada umumnya komponen pembentuk kerak cenderung mengendap atau menempel sebagai kerak pada temperatur tinggi. Hal ini disebabkan karena kelarutannya menurun dengan naiknya temperatur. Laju pengerakan mulai


(38)

17

meningkat pada temperatur air 50 oC atau lebih dan kadang-kadang kerak terbentuk pada temperatur air diatas 60 oC.

c. Laju Alir Air

Laju pembentukkan kerak akan meningkat dengan turunnya laju alir sistem. Dalam kondisi tanpa pemakaian penghambat kerak, pada sistem dengan laju alir 0,6 m/detik maka laju pembentukkan kerak hanya seperlima dibanding pada laju alir air 0,2 m/detik.

Beberapa reaksi yang menunjukkan terbentuknya endapan (deposit) antara lain (Halimatuddahliana, 2003) :

1. CaCl2 + Na2SO4 CaSO4 + 2 NaCl

Kalsium sulfat terdapat dalam air terkontaminasi 2. BaCl2 + Na2SO4 BaSO4 + 2 NaCl

Barium sulfat terdapat dalam air terkontaminasi 3. Ca(HCO3)2 CaCO3 + CO2 + H2O

Kalsium karbonat terdapat dalam air terkontaminasi karena penurunan tekanan, panas dan agitasi (pengadukan).


(39)

18

Dibawah ini adalah tiga prinsip mekanisme pembentukkan kerak (Badr and Yassin, 2007) :

1. Campuran dua air garam yang tidak sesuai (umumnya air formasi mengandung banyak kation seperti kalsium, barium, dan stronsium,

bercampur dengan sulfat yang banyak terdapat dalam air laut, menghasilkan kerak sulfat seperti CaSO4).

Ca2+ (atau Sr2+ atau Ba2+) + SO42- CaSO4 (atau SrSO4 atau BaSO4)

2. Penurunan tekanan dan kenaikan temperatur air garam, yang akan menurunkan kelarutan garam (umumnya mineral yang paling banyak mengendap adalah kerak karbonat seperti CaCO3).

Ca(HCO3)2 CaCO3 + CO2 + H2O

3. Penguapan air garam, menghasilkan peningkatan konsentrasi garam melebihi batas kelarutan dan membentuk endapan garam.

E. Metode Pencegahan Terbentuknya Kerak CaCO3

Beberapa metode yang digunakan untuk mencegah terbentuknya kerak kalsium karbonat pada peralatan-peralatan industri adalah sebagai berikut :

1. Pengendalian pH

Pengendalian pH dengan penginjeksian asam (asam sulfat atau asam klorida) telah lama diterapkan untuk mencegah pertumbuhan kerak oleh garam-garam kalsium, garam logam bivalen dan garam fosfat (Lestaridkk.,2000). Asam sulfat yang


(40)

19

biasa digunakan pada metode ini akan bereaksi dengan ion karbonat yang ada di air menghasilkan H2O dan CO2 sehingga pembentukan kerak CaCO3 dapat

dicegah (Al-Deffeeri, 2006).

CaCO3 + 2H+ Ca2+ + H2O + CO2

Kelarutan bahan pembentuk kerak biasanya meningkat pada pH yang lebih rendah. Namun pada pH 6,5 atau kurang, dapat mengakibatkan korosi pada baja, karbon, tembaga, dan paduan tembaga dengan sangat cepat sehingga pH yang efektif untuk mencegah pengendapan kerak terdapat pada pH 7 sampai dengan 7,5.

Oleh karena itu, suatu sistem otomatis penginjeksian asam diperlukan untuk mengendalikan pH secara tepat. Selain itu, asam sulfat dan asam klorida mempunyai tingkat bahaya yang cukup tinggi dalam penanganannya, sehingga penghambatan kerak dengan hanya penginjeksian asam semakin jarang digunakan (Lestari dkk., 2004).

2. Pelunakan dan Pembebasan Mineral Air

Untuk mencegah terjadinya kerak pada air yang mengandung kesadahan tinggi (± 250 ppm CaCO3 perlu adanya pelunakan dengan menggunakan kapur dan soda

abu (pengolahan kapur dingin). Masalah kerak tidak akan dijumpai jika yang digunakan adalah air bebas mineral karena seluruh garam-garam terlarut dapat dihilangkan. Oleh karena itu, pemakaian air bebas mineral merupakan metode yang tepat untuk menghambat kerak di dalam suatu sistem dengan pembebanan


(41)

20

panas tinggi dimana pengolahan konvensional dengan bahan penghambat kerak tidak berhasil (Lestari dkk., 2004). Namun penggunaan air bebas mineral dalam industri-industri besar membutuhkan biaya yang cukup tinggi sehingga dapat menurunkan efisiensi kerja.

3. Penggunaan inhibitor kerak

Inhibitor kerak pada umumnya merupakan bahan kimia yang sengaja ditambahkan untuk mencegah atau menghentikan terbentuknya kerak bila ditambahkan dengan konsentrasi yang kecil ke dalam air (Halimatuddahliana, 2003). Prinsip kerja dari inhibitor kerak adalah pembentukan senyawa kompleks (khelat) antara inhibitor dengan unsur-unsur penyusun kerak. Senyawa kompleks yang terbentuk dapat larut dalam air sehingga menutup kemungkinan

pertumbuhan kristal yang besar dan mencegah kristal kerak untuk melekat pada permukaan pipa (Patton, 1981).

Biasanya, penggunaan bahan kimia tambahan untuk mencegah pembentukan kerak didukung dengan penggunaan bola-bola spons untuk membersihkan secara mekanis permukaan bagian dalam pipa.

Syarat yang harus dimiliki senyawa kimia sebagai inhibitor kerak adalah sebagai berikut:

a. Inhibitor kerak harus menunjukkan kestabilan termal yang cukup dan efektif untuk mencegah terbentuknya air sadah dari pembentukkan kerak.


(42)

21

b. Inhibitor kerak juga harus dapat merusak struktur kristal dan padatan tersuspensi lain yang mungkin akan terbentuk.

c. Selain itu, inhibitor kerak juga harus memiliki tingkat keamanan yang tinggi dalam penggunaannya sehingga tidak menimbulkan efek samping yang berbahaya bagi lingkungan sekitar (Al-Deffeeri, 2006).

Mekanisme kerja inhibitor kerak terbagi menjadi dua, yaitu :

a. Inhibitor kerak dapat teradsorpsi pada permukaan kristal kerak pada saat mulai terbentuk. Inhibitor merupakan kristal yang besar yang dapat menutupi kristal yang kecil dan menghalangi pertumbuhan selanjutnya.

b. Dalam banyak hal bahan kimia dapat dengan mudah mencegah menempelnya suatu partikel-partikel pada permukaan padatan (Suharso dkk., 2007).

Pada umumnya inhibitor kerak yang digunakan di ladang-ladang minyak atau pada peralatan industri dibagi menjadi dua macam yaitu inhibitor kerak anorganik dan inhibitor kerak organik. Senyawa anorganik fosfat yang umum digunakan sebagai inhibitor adalah kondesat fosfat dan dehidrat fosfat. Bahan-bahan kimia ini mengandung grup P-O-P dan cenderung untuk melekat pada permukaan kristal. Inhibitor kerak organik yang biasa digunakan adalah organofosfonat organofosfat ester dan polimer-polimer organik (Asnawati, 2001). Inhibitor kerak yang pernah digunakan yaitu polimer-polimer yang larut dalam air dan senyawa fosfonat.


(43)

22

Salah satu inhibitor kerak dari polimer-polimer yang larut dalam air adalah polifosfat. Polifosfat merupakan inhibitor kerak yang murah namun memiliki keefektifan yang terbatas. Keunggulan polifosfat sebagai inhibitor kerak CaCO3

antara lain karena kemampuannya untuk menyerap pada permukaan kristal yang mikroskopik, menghambat pertumbuhan kristal pada batas konsentrasi rendah dan strukturnya yang mampu merusak padatan tersuspensi. Hal ini dapat mencegah pertumbuhan kristal lebih lanjut, atau setidaknya memperlambat proses

pertumbuhan kerak. Namun, polifosfat yang memiliki kelemahan utama yaitu mudah terhidrolisis pada temperatur di atas 90°C menghasilkan ortofosfat. Reaksi hidrolisis polifosfat ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Reaksi hidrolisis polifosfat (Gill, 1999).

Reaksi tersebut merupakan reaksi hidrolisis polifosfat yang merupakan fungsi dari temperatur, pH, waktu, dan adanya ion-ion lain. Ortofosfat yang dihasilkan dapat menyebabkan menurunnya kemampuan untuk menghambat pertumbuhan kerak dan menyebabkan terbentuknya kerak baru dari presipitasi kalsium fosfat (Gill, 1999), sehingga penggunaan polifosfat sebagai inhibitor kerak hanya efektif pada temperatur rendah (Al-Deffeeri, 2006).

pH, temperatur, ion-ion lainnya, dan lain-lain.


(44)

23

Fosfonat merupakan inhibitor yang sangat baik bila dibandingkan dengan polifosfat. Namun fosfonat masih memiliki kelemahan yaitu struktur fosfonat yang monomerik sehingga tidak efektif jika digunakan sebagai dispersing agents

(Al-Deffeeri, 2006).

Penggunaan senyawa-senyawa anorganik (Zhang and Dawe, 2000), asam amino (Manoli et al., 2003), polimer-polimer yang larut dalam air seperti poliaspartat

(Donachy and Sikes, 1994; Jones et al., 2005), polifosfat dan senyawa-senyawa

lain seperti fosfonat, karboksilat (Al-Deffeeri, 2006), dan sulfonat telah diketahui sangat efektif sebagai inhibitor endapan CaCO3 (He et al., 1999; Choi et al.,

2001).

F. Tanaman Manggis dan Kandungan di dalamnya

Manggis (G. mangostana L) merupakan tumbuhan yang hidup di daerah tropis,

buahnya memiliki rasa, aroma dan kaya akan nutrisi. Kulit buah manggis ditunjukkan pada Gambar 5. Tumbuhan ini berasal dari Asia Tenggara yaitu Indonesia dan Malaysia kemudian penyebarannya hingga Myanmar, Kamboja, Thailand, dan Filipina (Sunarjono, 2008).

Penelitian terhadap buah manggis, kulit batang, daun maupun kulit buahnya dilaporkan memiliki khasiat antioksidan, antimalaria, antialergi, antitumor, antiviral, antibakteri (Chaverri et al., 2008), anti inflamasi (Chen et al., 2010) dan


(45)

24

obat tradisional untuk mengobati diare dan infeksi kulit (Nakatani et al., 2002). Senyawa xanton seperti α-mangostin memiliki aktivitas biologi sebagai

antibakteri terhadap Helicobacter pylori. Chen et al (2010) menyatakan bahwa 

-mangostin dapat digunakan sebagai antivirus termasuk virus HIV (human immunodeficiency virus).

Ekstrak kulit buah manggis mengandung 95% xanton, isoflavon, tannin dan flavonoid. ↓anton, α dan -mangostin merupakan senyawa yang paling banyak terdapat di dalam kulit buah manggis (Jinsart et al., 1992).

Gambar 5. Kulit buah manggis.

Klasifikasi Manggis :

 Kingdom : Plantae ( Tumbuhan )

 Subkingdom : Tracheobionta ( Tumbuhan berpembuluh )

 Super Divisio : Spermatophyta ( Dapat menghasilkan biji )


(46)

25

 Kelas : Magnoliopsida ( dikotil / tumbuhan berkeping dua )

 Sub Kelas : Dilleniidae

 Ordo : Theales

 Famili : Clusiaceae

 Genus : Garcinia

 Spesies : Garcinia mangostana

Salah satu bahan alam yang banyak mengandung senyawa tanin adalah kulit buah manggis (G. mangostana L). Selain tanin, kulit buah manggis juga banyak

mengandung senyawa– senyawa organik seperti xanthon, flavonoid, katekin, pektin, rosin, dan zat pewarna, sehingga sering dimanfaatkan untuk bahan pembuat cat anti karat. Banyaknya kandungan tanin di dalam kulit buah manggis ini menjadikan kulit buah manggis kemungkinan dapat dipakai untuk

menghambat laju reaksi korosi baja. Kemudian kulit buah manggis sering hanya dibuang dan tidak bisa dimanfaatkan dengan maksimal. Disamping itu harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan inhibitor sintetik seperti tanin murni. Tiga puluh persen bagian dari buah manggis yaitu buahnya dapat dimakan, dan sisanya adalah kulit yang tidak dapat dimakan, sehingga tidak termanfaatkan dan menjadi sampah (Sangkhapaitoon et al., 2008). Tanin yang terkandung dalam kulit


(47)

26

G. Asam Tanat

Asam tanat merupakan unsur dasar dalam zat warna kimia yang terdapat pada tanaman, seperti dalam kayu oak, walnut, mahogani, dan gambir. Asam tanat merupakan salah satu golongan tanin terhidrolisis dan termasuk asam lemah. Rumus kimia dari asam tanat adalah C41H32O26.. Pusat molekul dari asam tanat

adalah glukosa, dimana gugus hidroksil dari karboksilat terestrifikasi dengan gugus asam galat. Ikatan ester dari asam tanat mudah mengalami hidrolisis dengan bantuan katalis asam, basa, enzim, dan air panas. Hidrolisis total dari asam tanat akan menghasilkan karboksilat dan asam gallat. Struktur dari asam tanat ditunjukkan pada Gambar 6.


(48)

27

H. Analisis Menggunakan Seeded Experiment, SEM dan Instrumen PSA

Pada penelitian ini dilakukan beberapa analisis terhadap kristal CaCO3 yang

terbentuk. Analisis tersebut meliputi analisis seeded experiment, analisis

morfologi permukaan kristal CaCO3 menggunakan SEM, dan analisis distribusi

ukuran partikel menggunakan PSA. Analisis ini dilakukan agar dapat mengetahui seberapa efektif ekstrak kulit buah manggis dalam menghambat pembentukkan kerak CaCO3.

1. Seeded Experiment

Metode yang digunakan untuk mengetahui keefektifan inhibitor ekstrak kulit buah manggis dalam menghambat pembentukan kerak CaCO3 secara kuantitatif dapat

diketahui berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan metode seeded experiment, yaitu salah satu metode pembentukan kristal dengan cara

menambahkan bibit kristal kedalam larutan pertumbuhan. Penambahan bibit kristal (seeded experiment) dilakukan untuk mendorong terjadinya proses

kristalisasi dengan lebih cepat. Adanya area permukaan bibit kristal akan

mempermudah pertumbuhan kristal menjadi lebih besar. Semakin cepat terjadinya proses kristalisasi maka akan semakin cepat laju pertumbuhan inti kristal CaCO3

untuk membentuk kristal yang lebih besar.

2. Instrumentasi SEM

SEM adalah salah satu jenis mikroskop elektron yang dapat mengamati dan menganalisis karakteristik struktur mikro dari bahan padat yang konduktif


(49)

28

maupun yang nonkonduktif. Sistem pencahayaan pada SEM menggunakan radiasi

elektron yang mempunyai λ = 200 – 0,1 Å, daya pisah (resolusi) yang tinggi sekitar 5 nm sehingga dapat dicapai perbesaran hingga ± 100.000 kali dan menghasilkan gambar atau citra yang tampak seperti tiga dimensi karena mempunyai depth of field yang tinggi, sehingga SEM mampu menghasilkan

gambar atau citra yang lebih baik dibandingkan dengan hasil mikroskop optik. Aplikasi mikroskop elektron ini tidak hanya terbatas pada analisis logam dan paduan di bidang metalurgi, melainkan dapat diaplikasikan di berbagai bidang lain, seperti farmasi, pertanian, biologi, kedokteran, dan industri bahan

elektronika, komponen mesin serta pesawat terbang.

Pada prinsipnya mikroskop elektron dapat mengamati morfologi, struktur mikro, komposisi, dan distribusi unsur. Untuk menentukan komposisi unsur secara kualitatif dan kuantitatif perlu dirangkaikan satu perangkat alat EDS (Energy Dispersive X-ray Spectrometer) atau WDS (Wavelength Dispersive X-ray Spectrometer) (Handayani dkk., 1996). Skema bagan SEM ditunjukkan pada


(50)

29

Gambar 7. Skema bagan SEM (Gabriel, 1985).

3. Instrumentasi PSA (Sedigraf)

Metode sedigraf digunakan untuk menentukan distribusi ukuran partikel yang secara luassudah dipakai dalam berbagai aplikasi sejak tahun 1967. Instrumentasi ini sudah melalui pembuktian dalam kecepatan, kemampuan penanganan sampel, dan reduksi data dan presentasi sejak diperkenalkan. Dasar metode analisis, pengukuran partikel dengan mengukur kecepatan dan penentuan fraksinasi massa dengan kerelatifan absorbsi sinar-X pada energi yang rendah. Sedigraf

menggunakan sinar-X sebagai tanda horizontal tipis untuk mengukur konsentrasi partikel massa secara langsung dalam medium cairan. Ini dilakukan pada

pengukuran pertama intensitas massa, Imax dari garis dasar atau keterangan atau

informasi yang ditransmisikan sinar-X yang sudah diproyeksikan melalui medium cairan sebelum pengenalan sampel. Sebagai sirkulasi cairan yang berkelanjutan, sampel berupa padatan dimasukkan ke wadah cairan dan dicampur sampai


(51)

30

penyebaran aliran suspensi sampel berupa padatan homogen dan penyebaran cairan dipompa melalui sel.

Sampel berupa padatan lebih banyak mengabsorbsi sinar-X daripada cairan, oleh karena itu transmisi sinar-X dikurangi. Sejak pencampuran suspensi yang

homogen, intensitas diasumsikan sebagai nilai konstan, Imin untuk transmisi

sinar-X dalam skala pengurangan yang penuh.

Aliran pencampuran dihentikan dan penyebaran yang homogen dimulai untuk menyelesaikan pentransmisian intensitas sinar-X yang dimonitor pada depth - s.

Selama proses sedimentasi, partikel yang besar menempati tempat pertama di bawah zona pengukuran dan pada akhirnya, semua partikel menempati level ini dan yang tertinggal hanya cairan yang bersih. Semakin banyak partikel besar yang menempati di bawah zona pengukuran dan tidak digantikan dengan ukuran partikel yang sama yang menempati dari atas, maka pelemahan sinar-X

berkurang. Diagram proses fraksinasi massa dalam sedigraf dapat ditunjukkan pada Gambar 8.


(52)

31

Gambar 8. Diagram proses fraksinasi massa dalam sedigraf (Webb, 2002).

Ruang sampel Daerah pengukuran

Transmisi sinar

Medium cair

Partikel di atas daerah pengukuran

Distribusi partikel homogen

Partikel di dalam daerah pengukuran Partikel di bawah

daerah pengukuran Semua partikel berukuran lebih besar jatuh terlebih dahulu ke daerah pengukuran Kumpulan partikel

berdasarkan perbedaan ukuran


(53)

32

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik/Fisik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada bulan Mei sampai Juli 2015. Untuk identifikasi menggunakan Spektrofotometer IR

dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gajah Mada. Selain itu, telah dilakukan analisis menggunakan instrumen PSA (Coulter LS 1000) dan instrumen SEM (Jeol JSM-6360la) di UPT Laboratorium Terpadu dan Sentra Inovasi Teknologi Universitas Lampung.

B. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini, yaitu alat-alat gelas, waterbath,

botol-botol plastik, pengaduk magnet, oven, pH universal, neraca analitik merek Airshwoth AA-160, Spektrofotometer IR, Mikroskop Optik, Particle Size

Analyzer (PSA) Coulter LS 1000, dan Scanning Electron Microscopy (SEM) Jeol


(54)

33

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu CaCl2 anhidrat, Na2CO3,

akuades, aseton, kertas saring, serta senyawa ekstrak kulit buah manggis.

C. Prosedur Penelitian

1. Pembuatan Ekstrak Kulit Buah Manggis

Ekstrak kulit buah manggis dibuat dengan cara memotong kecil-kecil kulit buah manggis yang masih basah kemudian dikeringkan selama 2 hari dengan sinar matahari. Setelah itu dikeringkan dalam oven selama 4 jam sehingga dihasilkan kulit manggis yang benar-benar kering. Kulit manggis yang sudah kering tersebut digiling untuk menghasilkan serbuk kulit manggis. Selanjutnya dibuat larutan kulit buah manggis tersebut dengan konsentrasi 1000 ppm. Sebanyak 1 gram serbuk kulit buah manggis dilarutkan dengan akuades sehingga dihasilkan larutan dengan volumenya mencapai 1 liter dalam gelas bejana. Larutan tersebut diaduk menggunakan pengaduk magnet selama 2-3 jam dengan suhu 90°C kemudian larutan disaring menggunakan kertas saring. Larutan yang telah disaring tersebut adalah ekstrak dari kulit buah manggis yang kemudian diukur nilai pH-nya menggunakan pH universal. Untuk mengetahui kandungan yang terdapat pada kulit buah manggis, dilakukan analisis gugus fungsi menggunakan


(55)

34

2. Preparasi Bibit Kristal

Bibit kristal dibuat dengan mencampurkan larutan CaCl2 anhidrat 1 M dan larutan

Na2CO3 1 M masing-masing dalam 50 mL akuades. Campuran diaduk hingga

mengendap sempurna. Kemudian endapan dipisahkan melalui proses penyaringan menggunakan kertas saring. Endapan yang diperoleh dicuci dengan akuades dan dicuci kembali dengan aseton untuk menghilangkan sisa-sisa cairan induk dan kotoran, kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 105°C. Prosedur ini diulang beberapa kali sampai diperoleh jumlah bibit kristal sebanyak 100 gram dan cukup untuk melakukan prosedur berikutnya. Selanjutnya kristal ini akan digunakan sebagai bibit kristal yang akan diamati pertumbuhannya (Suharso dkk., 2007).

3. Pengujian Ekstrak Kulit Buah Manggis Sebagai Inhibitor dalam Pengendapan Kristal CaCO3

Tahapan untuk menguji ekstrak kulit buah manggis sebagai inhibitor dalam pengendapan kristal CaCO3 dengan metode seeded experiment dilakukan dengan

rangkaian percobaan sebagai berikut:

a. Penentuan Laju Pertumbuhan CaCO3 Tanpa Inhibitor pada Konsentrasi Larutan Pertumbuhan yang Berbeda dengan (Metode Seeded Experiment)

Larutan pertumbuhan dibuat dari larutan 0,075 M CaCl2 dan larutan 0,075 M

Na2CO3 masing-masing dalam 200 mL akuades. Kemudian, setiap larutan diaduk


(56)

35

0,075 M dan larutan Na2CO3 0,075 M dicampurkan agar terbentuk kerak CaCO3

dan diukur nilai pH-nya menggunakan pH universal. Lalu dimasukkan ke dalam 6 botol plastik masing-masing sebanyak 50 mL dan ditambahkan 200 mg bibit kristal. Setelah itu diletakkan dalam waterbath pada suhu 90°C selama 15 menit

untuk mencapai kesetimbangan. Pengamatan dilakukan selama satu jam, pada waktu 15 menit pertama satu botol diambil, selanjutnya di ambil setiap 5 menit sekali dan pada botol yang terakhir sampai menit ke-40 untuk ditimbang berat kristal yang terbentuk dengan cara menyaring larutan dalam botol tersebut

menggunakan kertas saring, lalu dikeringkan menggunakan oven pada suhu 90°C. Percobaan ini diulang dengan variasi konsentrasi larutan CaCl2 dan Na2CO3

sebesar 0,100 dan 0,125 M.

Endapan yang terbentuk ditimbang, kemudian dilakukan analisis morfologinya menggunakan mikroskop optik, instrumen SEM, dan distribusi ukuran partikel dalam endapannya menggunakan PSA.

b. Penentuan Laju Pertumbuhan CaCO3 dengan Penambahan Inhibitor pada Konsentrasi Larutan Pertumbuhan yang Berbeda dengan (Metode Seeded Experiment)

Larutan pertumbuhan dibuat dengan cara melarutkan 0,075 M CaCl2 dan 0,075 M

Na2CO3 masing-masing dalam larutan ekstrak kulit manggis 50 ppm hingga

mencapai volume 200 mL. Masing-masing larutan dimasukkan ke dalam gelas kimia dan diaduk menggunakan pengaduk magnet selama 10-15 menit dengan suhu 90°C untuk menghomogenkan larutan. Selanjutnya, kedua larutan tersebut


(57)

36

dicampur agar terbentuk kerak CaCO3 dan diukur nilai pH-nya menggunakan pH

universal kemudian dimasukkan ke dalam 6 gelas plastik masing-masing 50 mL, dan ditambahkan bibit kristal sebanyak 200 mg, lalu diletakkan dalam waterbath

pada suhu 90°C selama 10-15 menit untuk mencapai kesetimbangan. Pengamatan akan dilakukan selama 1 jam. Pada 15 menit pertama, satu botol diambil,

selanjutnya botol diambil setiap 5 menit dan botol terakhir diambil saat menit ke-40. Kemudian larutan dalam botol tersebut disaring menggunakan kertas saring, dan dikeringkan menggunakan oven pada suhu 90°C selama 3-4 jam. Selanjutnya, endapan tersebut ditimbang untuk mengetahui berat kristal yang terbentuk.

Percobaan ini diulang dengan variasi konsentrasi larutan CaCl2 dan Na2CO3

sebesar 0,100 dan 0,125 M serta pada variasi konsentrasi inhibitor 50, 150 dan 250 ppm.

Endapan yang terbentuk ditimbang, kemudian dilakukan analisis kuantitatif untuk mengetahui konsentrasi inhibitor yang paling efektif sehingga dapat dilakukan analisis morfologinya menggunakan mikroskop optik, instrumen SEM, dan distribusi ukuran partikel dalam endapannya menggunakan PSA.

4. Analisa Data

Data yang diperoleh berupa jumlah endapan terhadap waktu dengan variasi konsentrasi larutan pertumbuhan dan variasi konsentrasi inhibitor, masing-masing akan diplot sebagai jumlah endapan terhadap waktu menggunakan Microsoft Excell. Nilai slope yang diperoleh dari masing-masing grafik merupakan


(58)

37

pertumbuhan kerak CaCO3. Morfologi kerak CaCO3 sebelum atau sesudah

penambahan inhibitor dianalisis menggunakan SEM. Perubahan ukuran partikel dari kelimpahan CaCO3 pada masing-masing endapan dari setiap percobaan yang

dilakukan juga dianalisis dengan PSA.

Secara keseluruhan penelitian ini terangkum dalam diagram alir penelitian yang ditunjukkan dalam Gambar 9.

Gambar 9. Diagram alir penelitian.

Pembuatan larutan pertumbuhan dengan bibit kristal (Seeded Experiment)

Tanpa inhibitor Dengan inhibitor


(59)

63

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Senyawa ekstrak kulit manggis mampu menghambat kerak CaCO3 dengan

cara menghambat laju pertumbuhan kristal kerak CaCO3, yang ditunjukkan

dengan perbedaan nilai laju pertumbuhan, morfologi dan ukuran partikel kristal CaCO3.

2. Analisis menggunakan mikroskop optik dan SEM menunjukkan bahwa morfologi permukaan kerak CaCO3 sebelum penambahan inhibitor lebih

padat dan rapat permukaannya dibandingkan sesudah penambahan inhibitor senyawa ekstrak kulit buah manggis.

3. Analisis menggunakan PSA menunjukkan bahwa distribusi ukuran partikel kerak CaCO3 mengalami sedikit penurunan setelah ditambahkan inhibitor

senyawa ekstrak kulit manggis terlihat pada nilai tengah dari 18,735 µm menjadi 18,424 µm dan rata-rata ukuran partikel kerak CaCO3 dari 4,919


(60)

64

4. Konsentrasi optimum senyawa ekstrak kulit buah manggis dalam menghambat pertumbuhan kerak CaCO3 sebesar 150 ppm dengan

efektivitas kemampuan sebesar 30,78%.

B. Saran

Untuk meningkatkan penelitian yang telah dilakukan, maka penulis memberikan saran melalui tulisan ini yaitu dilakukan penelitian terhadap jenis kerak lain menggunakan variasi jenis inhibitor, mengetahui senyawa aktif pada ekstrak kulit buah manggis yang berperan dalam menghambat kerak CaCO3. Selain itu, perlu

dilakukannya penelitian untuk mengetahui bagaimana mekanisme secara kimia reaksi inhibisi oleh inhibitor ekstrak kulit buah manggis terhadap kerak CaCO3

serta metode lain yang lebih baik untuk mendapatkan hasil % kemampuan inhibitor yang besar.


(61)

65

DAFTAR PUSTAKA

Abdel-Aal, N., K. Satoh, and K. Sawada. 2002. Study of The Adhesion Mechanism of CaCO3 Using A Combined Bulk Chemistry/QCM

Technique. Journal of Crystal Growth. (245):87-100.

Al-Deffeeri, N. S. 2006. Heat Transfer Measurement as a Criterion For

Performance Evaluation of Scale Inhibition in MSF Plants in Kuwait.

Desalination. (204): 423-436.

Arsyad., dan M. Natsir. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah.

Gramedia. Jakarta.

Asmarani, D. 2011. Pengaruh Penambahan Senyawa Turunan Kaliksarena dan Ekstrak Gambir Sebagai Inhibitor Kerak Kalsium Sulfat (CaSO4). Skripsi. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung. Lampung.

Asnawati. 2001. Pengaruh Temperatur Terhadap Reaksi Fosfonat dalam Inhibitor Kerak pada Sumur Minyak. Jurnal Ilmu Dasar. (2): 20-26.

Badr, A., and M. A. A.Yassin. 2007. Barium Sulfate Scale Formation in Oil Reservoir During Water Injection at High-Barium Formation Water.

Journal of Applied Sciences. 7(17): 2393-2403.

Barret, R. A., and S. A. Parsons. 1998. The Influence of Magnetic Fields on Calcium Carbonate Precipitation. Water Research. 32(3): 609-612.

Bhatia, A. 2003.Cooling Water Problems and Solutions. Continuing Education

and Development, Inc. 9 Greyridge Farm Court Stony Point, NY 10980. Course no: 005-009.

Brown, G. G. 1978. Unit Operation. John Wiley and Sons Inc., Wiley Eastern

Limited, Charles E. Tuttle co. New York.

Chaverri, J. P., N. M. Rodriguez, M. O. Ibarrand, and J. M. P. Rojas. 2008. Medicinal Properties of Mangosteen. Journal Food and Chemical Toxicology. (46): 3227-3239.


(62)

66

Chibowski, E., L. Hoysz, and A. Szcze. 2003. Influence of Impurity Ions and Magnetic Field on The Properties of Freshly Precipited Calcium Carbonate. Water Research. (37): 3351-3360.

Chen,E., G. Z. Yang, F. F. Zhong, and H. W. He. 2010. Two New Prenylated Xanthones from the Bark of Garcinia xanthochymus and their

1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) Radical Scavenging Activities. Korean Chemistry Society. 15(10): 7438-7449.

Choi, B. C. K., L. M. Tennassee, and G. J. M. Eijkemans. 2001. Developing Regional Workplace Health and Hazard Surveillance in The Americas.

Pan American Journal of Public Health.(10): 376-381.

Cotton, F. A., and G. Wilkinson. 1989. Basic Inorganic Chemistry. John Willey

and Sons. New York.

Cowan, J. C. and D. J. Weintritt. 1976. Water Formed Scale Deposit. Houston.

Texas. Gulf Publishing Co. p 484.

Donachy, J. E. and C. S. Sikes. 1994. Thermal Polycondensation Synthesis of Biomimetic Serine-Containing Derivatives Polyaspartate: Potent Inhibitors of Calsium Carbonate Phosphate Crystallization. Journal of.Polymer Science. (32): 789-795.

Fathi, A., M. Tlili, C. Gabrielli, M. George, and M. A. Ben. 2006. Effect of A Magnetic Water Treatment on Homogenous and Heterogeneous Precipitation of Calcium Carbonate. Water Research. (40): 1941-1950.

Freeman, S. R., F. Jones, M. I. Ogden, A. Oliviera, and W. R. Richmond. 2006. Effect of Benzoic Acids on Bariteand Calcite Precipitation. Crystal. Growth & Design.6(11): 2579-2587.

Gabriel, B. 1985. SEM: A User’s Manual for Material Science. American Society

for Metal.

Gill, J. S. 1999. A Novel Inhibitor For Scale Control in Water Desalination.

Desalination. 124: 43-50.

Hagerman, A. E. 2002. Condensed Tannin Structural Chemistry. Department of

Chemistry and Biochemistry.Miami University, Oxford. Ohio 45056. Halimatuddahliana. 2003. Pencegahan Korosi dan Scale Pada Proses Produksi

Minyak Bumi. Laporan Penelitian Universitas Sumatera Utara. Medan.

Handayani, A., Sumaryo dan A. Sitompul. 1996. Teknik Pengamatan Struktur Mikro dengan SEM-EDAX. Makalah Kunjungan dan Demo PTBIN


(63)

67

Hasson, D. and R. Semiat. 2005. Scale Control in Saline and Wastewater Desalination. Israel Journal of Chemistry.(46): 97-104.

Higashitani, K., A. Kage, S.Katamura, K. Imai, and S. Hatade. 1993. Effect of Magnetic Field on The Formation CaCO3 Particles. Journal of Colloid Interface Science. 156: 90-95.

He, S., A. T. Kan, and M. B. Tomson. 1999. Inhibition of Calsium Carbonate Precipitation in NaCl Brines From 25 to 90°C. Applied Geochemistry.

(14): 17-25.

Jamialahmadi, M., and M. Muller-Steinhagen. 2007. Heat Exchanger Fouling and Cleaning in The Dihydrate Process for The Production of Phosphoric Acid. Chemical Engineering Research Design. DOI. Pp 245-255.

Jinsart, W., B. Ternai, D. Buddhasukh,and G. M. Polya. 1992. Inhibition of Wheat Embryo Calcium-Dependent Protein Kinase and Other Kinases by

Mangostin and Gamma-Mangostin. Phytochemistry. 31(11):

3711-3713.

Jones, F., A. Oliveira, A. L. Rohl, M. I. Ogden, and G. M. Parkinson. 2006. Understanding the Mechanism by which Nitrilotri Acetic Acid Interacts with Precipitating Barium Sulfate. Crystal Engineering Communications.

(8): 869-876.

Jones, F., M. Mocerino, A. Ogden, Oliveria, and G. Parkinson. 2005. Bio-inspired Calix[4]Arene Additives for Crystal Growth Modification of Inorganic Materials. Crystal Growth and Design. (5): 2336-2343.

Kemmer, F. N. 1979. The Nalco Water Hand Book. Nalco Chemical Co. Mc Graw

Hill Book CO. New York. (20): 1-19.

Knez, S., C. Pohar. 2005. The Magnetic Field Influence on The Polymorph Composition of CaCO3 Precipited from Carbonized Aqueous Solutions. Journal of Colloid and Interface Science. (281): 377-388.

Lestari, D. E. 2008. Kimia Air, Pelatihan Operator dan Supervisor Reaktor Riset.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan BATAN.Serpong.

Lestari, D. E. 2000. Penelusuran Unsur Pembentuk Kerak pada Sistem Pendingin Sekunder Reaktor G. A. Siwabessy dengan Metoda Analisis Aktivasi Neutron (AAN). Prosiding Hasil Penelitian P2TRR. p 6.

Lestari, D. E., G. R. Sunaryo, Y. E. Yulianto, S. Alibasyah, dan S. B. Utomo. 2004. Kimia Air Reaktor Riset G. A.Siwabessy. Makalah Penelitian


(64)

68

Maley, M. 1999. Inhibition of Calcite Nucleation and Growth Using Phosphonate. Curtin University of Technology Western Australia.

Australia.

Manoli, F., J. Kanakis, P.Malkajand, and E. Dalas. 2002. The Effect of Amino Acids on The Crystal Growth of Calsium Carbonate. Journal of Crystal Growth. (53): 105-111.

Martinod, A., M. Euvrard, A. Foissy, and A.Neville. 2008. Progressing the Understanding of Chemical inhibition of Mineral Scale by Green Inhibitors. Desalination. 220: 345-352.

Miksic, B. A., Margarita, A. Kharshan, and A. Y. Furman. 2005. Vapor Corrotion and Scale Inhibitors Formulated from Biodegradable and Renewable Raw Materials. European Symposium on Corrosion Inhibitors. (10

SEIC). Ferrara, Italy. Ctp 83.

Muryanto, S. 2002. The Role of Impurities and Additives in the Crystallisation of Gypsum. Phd Thesis, Curtin University. Perth, Australia.

Muryanto, S., A. P. Bayuseno, W. Sediono,W. Mangestiyono, and W. Sutrisno. 2012. Development of a Versatile Laboratory Project for Scale

Formation and Control. Education for Chemical Engineers. p 7.

Manoli, F., J. Kanakis, P.Malkaj, and E. Dalas. 2003. The Effect of Aminoacids on The Crystal Growth of Calsium Carbonate. Journal of Crystal Growth. (53): 105-111.

Nakatani, K., M. Atsumi, T. Arakawa, K. Osawa, S. Shimura, N. Nakahata, and Ohizumi. 2002. Inhibitor of Hitasimin Release and Prostaglandin E2 Synthetis by Mangosteen. A Thai Medicinal Plant. Biology Pharmacy.

25(9): 1137-41.

Ngamsaeng, A., and M. Wanapat. 2004. Effects of Mangosteen Peel (G.

Mangostana L) Supplementation on Rumen Ecology, Microbial Protein Synthesis, Digestibility and Voluntary Feed Intake in Beef Steer. Tropical

Feed Resources Research and Development Center. Department of Animal Science. Thailand.

Nunn, R. G. 1997. Water Treatment Essentials far Boiler Plant Operation. Mc Graw Hill. New York. Capillary Zone Electrophoresis. Journal of A Chromatography. (934): 113-122.

Padli, M. 2014. Efek Penambahan Perpaduan Senyawa Ekstrak Gambir Dengan Asam Benzoat Sebagai Inhibitor Kerak kalsium Sulfat (CaSO4). Skripsi.


(1)

Chibowski, E., L. Hoysz, and A. Szcze. 2003. Influence of Impurity Ions and Magnetic Field on The Properties of Freshly Precipited Calcium Carbonate. Water Research. (37): 3351-3360.

Chen,E., G. Z. Yang, F. F. Zhong, and H. W. He. 2010. Two New Prenylated Xanthones from the Bark of Garcinia xanthochymus and their 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) Radical Scavenging Activities. Korean Chemistry Society. 15(10): 7438-7449.

Choi, B. C. K., L. M. Tennassee, and G. J. M. Eijkemans. 2001. Developing Regional Workplace Health and Hazard Surveillance in The Americas. Pan American Journal of Public Health.(10): 376-381.

Cotton, F. A., and G. Wilkinson. 1989. Basic Inorganic Chemistry. John Willey and Sons. New York.

Cowan, J. C. and D. J. Weintritt. 1976. Water Formed Scale Deposit. Houston. Texas. Gulf Publishing Co. p 484.

Donachy, J. E. and C. S. Sikes. 1994. Thermal Polycondensation Synthesis of Biomimetic Serine-Containing Derivatives Polyaspartate: Potent Inhibitors of Calsium Carbonate Phosphate Crystallization. Journal of.Polymer Science. (32): 789-795.

Fathi, A., M. Tlili, C. Gabrielli, M. George, and M. A. Ben. 2006. Effect of A Magnetic Water Treatment on Homogenous and Heterogeneous Precipitation of Calcium Carbonate. Water Research. (40): 1941-1950. Freeman, S. R., F. Jones, M. I. Ogden, A. Oliviera, and W. R. Richmond. 2006.

Effect of Benzoic Acids on Bariteand Calcite Precipitation. Crystal. Growth & Design. 6(11): 2579-2587.

Gabriel, B. 1985. SEM: A User’s Manual for Material Science. American Society for Metal.

Gill, J. S. 1999. A Novel Inhibitor For Scale Control in Water Desalination. Desalination. 124: 43-50.

Hagerman, A. E. 2002. Condensed Tannin Structural Chemistry. Department of Chemistry and Biochemistry.Miami University, Oxford. Ohio 45056. Halimatuddahliana. 2003. Pencegahan Korosi dan Scale Pada Proses Produksi

Minyak Bumi. Laporan Penelitian Universitas Sumatera Utara. Medan. Handayani, A., Sumaryo dan A. Sitompul. 1996. Teknik Pengamatan Struktur

Mikro dengan SEM-EDAX. Makalah Kunjungan dan Demo PTBIN BATAN. Serpong.


(2)

Hasson, D. and R. Semiat. 2005. Scale Control in Saline and Wastewater Desalination. Israel Journal of Chemistry.(46): 97-104.

Higashitani, K., A. Kage, S.Katamura, K. Imai, and S. Hatade. 1993. Effect of Magnetic Field on The Formation CaCO3 Particles. Journal of Colloid Interface Science. 156: 90-95.

He, S., A. T. Kan, and M. B. Tomson. 1999. Inhibition of Calsium Carbonate Precipitation in NaCl Brines From 25 to 90°C. Applied Geochemistry. (14): 17-25.

Jamialahmadi, M., and M. Muller-Steinhagen. 2007. Heat Exchanger Fouling and Cleaning in The Dihydrate Process for The Production of Phosphoric Acid. Chemical Engineering Research Design. DOI. Pp 245-255.

Jinsart, W., B. Ternai, D. Buddhasukh,and G. M. Polya. 1992. Inhibition of Wheat Embryo Calcium-Dependent Protein Kinase and Other Kinases by

Mangostin and Gamma-Mangostin. Phytochemistry. 31(11): 3711-3713.

Jones, F., A. Oliveira, A. L. Rohl, M. I. Ogden, and G. M. Parkinson. 2006. Understanding the Mechanism by which Nitrilotri Acetic Acid Interacts with Precipitating Barium Sulfate. Crystal Engineering Communications. (8): 869-876.

Jones, F., M. Mocerino, A. Ogden, Oliveria, and G. Parkinson. 2005. Bio-inspired Calix[4]Arene Additives for Crystal Growth Modification of Inorganic Materials. Crystal Growth and Design. (5): 2336-2343.

Kemmer, F. N. 1979. The Nalco Water Hand Book. Nalco Chemical Co. Mc Graw Hill Book CO. New York. (20): 1-19.

Knez, S., C. Pohar. 2005. The Magnetic Field Influence on The Polymorph Composition of CaCO3 Precipited from Carbonized Aqueous Solutions. Journal of Colloid and Interface Science. (281): 377-388.

Lestari, D. E. 2008. Kimia Air, Pelatihan Operator dan Supervisor Reaktor Riset. Pusat Pendidikan dan Pelatihan BATAN.Serpong.

Lestari, D. E. 2000. Penelusuran Unsur Pembentuk Kerak pada Sistem Pendingin Sekunder Reaktor G. A. Siwabessy dengan Metoda Analisis Aktivasi Neutron (AAN). Prosiding Hasil Penelitian P2TRR. p 6.

Lestari, D. E., G. R. Sunaryo, Y. E. Yulianto, S. Alibasyah, dan S. B. Utomo. 2004. Kimia Air Reaktor Riset G. A.Siwabessy. Makalah Penelitian P2TRR dan P2TKN BATAN. Serpong.


(3)

Maley, M. 1999. Inhibition of Calcite Nucleation and Growth Using Phosphonate. Curtin University of Technology Western Australia. Australia.

Manoli, F., J. Kanakis, P.Malkajand, and E. Dalas. 2002. The Effect of Amino Acids on The Crystal Growth of Calsium Carbonate. Journal of Crystal Growth. (53): 105-111.

Martinod, A., M. Euvrard, A. Foissy, and A.Neville. 2008. Progressing the Understanding of Chemical inhibition of Mineral Scale by Green Inhibitors. Desalination. 220: 345-352.

Miksic, B. A., Margarita, A. Kharshan, and A. Y. Furman. 2005. Vapor Corrotion and Scale Inhibitors Formulated from Biodegradable and Renewable Raw Materials. European Symposium on Corrosion Inhibitors. (10 SEIC). Ferrara, Italy. Ctp 83.

Muryanto, S. 2002. The Role of Impurities and Additives in the Crystallisation of Gypsum. Phd Thesis, Curtin University. Perth, Australia.

Muryanto, S., A. P. Bayuseno, W. Sediono,W. Mangestiyono, and W. Sutrisno. 2012. Development of a Versatile Laboratory Project for Scale

Formation and Control. Education for Chemical Engineers. p 7. Manoli, F., J. Kanakis, P.Malkaj, and E. Dalas. 2003. The Effect of Aminoacids

on The Crystal Growth of Calsium Carbonate. Journal of Crystal Growth. (53): 105-111.

Nakatani, K., M. Atsumi, T. Arakawa, K. Osawa, S. Shimura, N. Nakahata, and Ohizumi. 2002. Inhibitor of Hitasimin Release and Prostaglandin E2 Synthetis by Mangosteen. A Thai Medicinal Plant. Biology Pharmacy. 25(9): 1137-41.

Ngamsaeng, A., and M. Wanapat. 2004. Effects of Mangosteen Peel (G.

Mangostana L) Supplementation on Rumen Ecology, Microbial Protein Synthesis, Digestibility and Voluntary Feed Intake in Beef Steer. Tropical Feed Resources Research and Development Center. Department of Animal Science. Thailand.

Nunn, R. G. 1997. Water Treatment Essentials far Boiler Plant Operation. Mc Graw Hill. New York. Capillary Zone Electrophoresis. Journal of A Chromatography. (934): 113-122.

Padli, M. 2014. Efek Penambahan Perpaduan Senyawa Ekstrak Gambir Dengan Asam Benzoat Sebagai Inhibitor Kerak kalsium Sulfat (CaSO4). Skripsi. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung. Lampung.


(4)

Patton, C. 1981. Oilfield Water System.2 ed. Cambeel Petroleum Series. Oklahoma. Pp 49-79.

Rina, W. 2013. Efek Penambahan Perpaduan Ekstrak Gambir Dengan Asam Benzoat Sebagai Inhibitor Pembentukan Kerak Kalsium Karbonat (CaCO3) Dengan Metode Seeded Experiment. Skripsi. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung. Lampung.

Rivera, M. BR. S. 2011. Pengaruh Penggunaan Senyawa Turunan Kaliksarena dan Ekstrak Gambir Sebagai Inhibitor Pada Pembentukan Kerak Kalsium Karbonat (CaCO3). Skripsi. Jurusan Kimia FMIPAUniversitas Lampung. Lampung.

Romli, M. T. 2012. Efek Penambahan Senyawa Ekstrak Daun Belimbing Wuluh Dan Nalco 72990 Sebagai Inhibitor Kerak Kalsium Sulfat (CaSO4). Skripsi. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung.Lampung.

Saksono, N., B. Setijo., K. Elsa., W. Roekmijati. 2006. Pengaruh Medan Magnet Pada Presipitasi CaCO3 Untuk Pencegahan Pembentukan Kerak. Jurnal Teknik Kimia Indonesia. 5(2): 401-408.

Saksono, N. 2006. Magnetisasi Air Sadah Untuk Pencegahan Pembentukan Kerak. Jurnal Teknologi. (4): 292-302.

Saksono, N., A. Fauzi, S. Bismo, and W. S. Roekmijati. 2007. Effect of Magnetic Field on Calcium Carbonate Precipitation in Static and Dynamic Fluid System. Regional Symposium on Chemical Engineering. ISBN 978-979-16978-0-4.

Saksono, N. 2008. Efek Medan Magnet Terhadap Konduktivitas Larutan Na2CO3 dan Pesipitasi CaCO3 pada Sistem Sirkulasi Fluida Dinamik. Jurnal Teknologi. (4): 317-323.

Salimin, Z., dan Gunandjar. 2007. Penggunaan EDTA Sebagai Pencegah Timbulnya Kerak Pada Evaporasi Limbah Radioaktif Cair. Prosiding HALI- PDIPTN. Pustek Akselerator dan Proses Bahan-BATAN. Yogyakarta.

Sangkhapaitoon, P., P. Sangkhapaitoon, and S. Kummee. 2008. Antibacterial Activity of Mangosteen Hull Extracts Against Staphylococcus Aureus from Infected Skin Wound in Swine. Diakses melalui http://rdi. rmutsv. ac.th/ebook/Content_Agri/400.pdf. Pada tanggal 27 Maret 2014 Pukul 14.00 WIB.

Setyani, I. S. 2010. Pemanfaatan Hasil Hutan Non Kayu dan Persepsi Masyarakat Terhadap Pemanfaatan Sumber Daya Hutan: Kasus di IUPHHK-HA PT Austral Byna Kabupaten Barito Utara Provinsi Kalimantan Tengah Skripsi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(5)

Shiddiq, F. M. 2014. Pemanfaatan Biji Pinang Sebagai Inhibitor Kerak Kalsium Karbonat (CaCO3) Dengan Metode Unseeded Experiment. Skripsi. Jurusan Kimia FMIPA. Universitas Lampung. Lampung.

Sikiric, M. D., and H. F. Milhofer. 2007. Advanced. Colloid Interface Sciences. Pp 128-130(2006); 135-158.

Suharso, Buhani, T. Suhartati, dan L. Aprilia. 2007. Sintesis C- Metil-4,10,16,22 Tetrametoksi Kaliks[4]Arena dan Peranannya Sebagai Inhibitor Pembentukan Kerak Kalsium Karbonat (CaCO3). Laporan Akhir

Program Insentif. UnversitasLampung. Bandar Lampung.

Suharso dan Buhani. 2009. Efek Penambahan Aditif Golongan Karboksilat dalam Menghambat Laju Pembentukan Endapan Kalsium Sulfat. Jurnal Natur Indonesia. 13(2): 100-104.

Suharso, Buhani, and T. Suhartati. 2009. The Role Of C-Methyl-4,10,16,22-Tetrametoxy Calix[4]Arene As Inhibitor Of Calcium Carbonate (CaCO3) Scale Formation. Indonesia Journal Chemistry. 9(2): 206 – 210.

Suharso, Buhani, S. Bahri and T. Endaryanto. 2010. The Use of Gambier Extracts from West Sumatra as a Green Inhibitor of Calcium Sulfate (CaSO4) Scale Formation. Asian Journal Research Chemistry. 1(3): 183-187. Sunarjono, H. 2008. Berkebun 21 Jenis Tanaman Buah. Penebar Swadaya. Bogor. Syahri, M., dan B. Sugiharto. 2008. Scale Treatment pada Pipa Distribusi Crude

Oil Secara Kimiawi. Prosiding Seminar Nasional Teknoin. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri UPN, Yogyakarta. Indonesia. Svehla, G. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Alih Bahasa Oleh L. Setiono dan A. H Pudjaatmaka. PT.Kalman Media Pustaka. Jakarta.

Tzotzi, C., T. Pahiadaki, S. G. Yiantsios, A. J. Karabelas, and N. Andritsos. 2007. A Study of CaCO3 Scale Formation and Inhibition in RO and NF

Membrane Processes. Desalination. 296: 171-184.

Wafiroh, S. 1995. Pemurnian Garam Rakyat Dengan Kristalisasi Bertingkat. Laporan Penelitian. Universitas Airlangga. Surabaya.

Wang, Y., A. J. Babchin, L.T. Cherny, R. S. Chow, R. P. Sawatzky. 1997. Rapid Onset of Calcium Carbonate Crystallization Under The Influence of A Magnetic Field. Water Research. (31): 346.

Webb, P. A. 2002. Interpretation of Particle Size Reported by Different Analytical Technique. Diakses melalui www.micromeristics.com. Pada tanggal 5 Januari 2015 Pukul 14.00 WIB.


(6)

Weijnen, M. P. C., W. G. J. Marchee, and G. M. V. Rosmalen. 1983. A Quantification of The Effectiveness of An Inhibitor on The Growth Process of A Scalant. Desalination. (47): 81-92.

Zeiher, E. H. K., H. Bosco, and K. D. Williams. 2003. Novel Antiscalant Dosing Control. Elsevier Science B.V. Desalination. 157: 209-216.

Zhang, Y and R. A. Dawe. 2000. Influence of Mg2+ on The Kinetics of Calcite Precipitation and Calcite Crystal Morphology. Chemical Geology. 163: 129-138.

Zhang, K., M. Sun, P. Werner, A. J. Kovera, J. Albu, F. X. Pi-Sunyer, and C. N Boozer. 2002. Sleeping Metabolic Rate in Relation to Body Mass Index and Body Composition. International Journal of Obesity Relations Metabolic Disorder. (26): 376-383.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Penambahan Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia X Mangostana L.) Terhadap Nilai Spf Krim Tabir Surya Kombinasi Avobenson Dan Oktil Metoksisinamat

4 100 106

Daya Hambat Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Terhadap Bakteri Enterococcus faecalis Sebagai Alternatif Bahan Medikamen Saluran Akar (In Vitro)

3 289 97

Daya Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana Linn.) pada bakteri Streptococcus mutans sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar dengan Metode Dilusi In Vitro

6 111 48

Daya Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) terhadap Fusobacterium nucleatum sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar secara in Vitro

8 89 59

Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) terhadap Enterococcus faecalis sebagai Bahan Medikamen Saluran Akar (Secara In Vitro)

2 96 63

STUDI PENGGUNAAN SENYAWA TDMACMKR DAN EKSTRAK GAMBIR SEBAGAI INHIBITOR PEMBENTUKAN KERAK KALSIUM KARBONAT (CaCO3) DENGAN METODE UNSEEDED EXPERIMENT

0 17 50

EFEK PENAMBAHAN SENYAWA EKSTRAK DAUN BELIMBING WULUH SEBAGAI INHIBITOR KERAK KALSIUM KARBONAT (CaCO3) DENGAN METODE UNSEEDED EXPERIMENT

3 59 44

EFEK PENAMBAHAN SENYAWA EKSTRAK DAUN BELIMBING WULUH SEBAGAI INHIBITOR KERAK KALSIUM KARBONAT (CaCO3) DENGAN METODE SEEDED EXPERIMENT

0 11 42

PEMANFAATAN EKSTRAK BIJI PINANG SEBAGAI INHIBITOR KERAK KALSIUM KARBONAT (CaCO3) DENGAN METODE UNSEEDED EXPERIMENT

1 8 59

STUDI PERBANDINGAN EKSTRAK KEMENYAN DAN CAMPURAN EKSTRAK GAMBIR, ASAM BENZOAT, DAN ASAM SITRAT SEBAGAI INHIBITOR KERAK KALSIUM KARBONAT (CaCO3) DENGAN MENGGUNAKAN METODE SEEDED EXPERIMENT

0 12 60