Pengaruh Penambahan Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia X Mangostana L.) Terhadap Nilai Spf Krim Tabir Surya Kombinasi Avobenson Dan Oktil Metoksisinamat
PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK KULIT MANGGIS
(Garcinia x mangostana L.) TERHADAP NILAI SPF
KRIM TABIR SURYA KOMBINASI
AVOBENSON DAN OKTIL METOKSISINAMAT
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
Siti Nur Diniyanti
NIM 111501106
PROGRAM SUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK KULIT MANGGIS
(Garcinia x mangostana L.) TERHADAP NILAI SPF
KRIM TABIR SURYA KOMBINASI
AVOBENSON DAN OKTIL METOKSISINAMAT
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
SITI NUR DINIYANTI
NIM 111501106
PROGRAM SUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
PENGESAHAN SKRIPSI
PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK KULIT MANGGIS
(Garcinia x mangostana L.) TERHADAP NILAI SPF
KRIM TABIR SURYA KOMBINASI
AVOBENSON DAN OKTIL METOKSISINAMAT
OLEH:
SITI NUR DINIYANTI NIM 111501106
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal: 22 Mei 2015
Disetujui oleh
Pembimbing I, Panitia Penguji,
Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt. Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt.
NIP 195111021977102001 NIP 195807101986012001
Pembimbing II, Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt. NIP 195111021977102001
Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt. Dra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt. NIP 195201041980031002 NIP 195306251986012001
Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt.
NIP 195107031977102001
Medan, Juni 2015 Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Wakil Dekan I,
Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. NIP 195807101986012001
(4)
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penyusunan skripsi ini, serta shalawat beriring salam untuk Rasulullah Muhammad
SAW sebagai suri tauladan dalam kehidupan. Skripsi ini disusun untuk
melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Pengaruh Penambahan
Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia x mangostana L.) Terhadap Nilai SPF Krim
Tabir Surya Kombinasi Avobenson dan Oktil Metoksisinamat”.
Pada kesempatan ini penulis hendak menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt. dan Drs.
Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah banyak
memberikan bimbingan, arahan, dan bantuan selama masa penelitian dan
penulisan skripsi ini berlangsung. Penulis juga berterima kasih kepada Prof. Dr.
Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU Medan, yang
telah memberikan fasilitas dan masukan selama masa pendidikan dan penelitian.
Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Julia Reveny,
M.Si., Apt., Dra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt., dan Dra. Djendakita Purba, M.Si.,
Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dalam penyusunan
skripsi ini serta kepada Marianne, S.Si, M.Si., Apt., selaku dosen penasehat
akademik yang telah banyak memberikan bimbingan selama masa pendidikan.
Penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih serta penghargaan yang tulus
(5)
dan adikku tercinta Muhammad Manzil Karama, serta teman-teman angkatan
2011, khususnya Cici, Sukma, Luwih, Cindy, Rahma, Rudy, Kiki, Sasa, Kak
Maiza, Kak Ika, Kak Cut, atas do’a dan dukungan baik moril maupun materil
kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam
skripsi ini. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang
farmasi.
Medan, 22 Mei 2015 Penulis,
Siti Nur Diniyanti
(6)
PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK KULIT MANGGIS
(Garcinia x mangostana
KRIM TABIR SURYA KOMBINASI
AVOBENSON DAN OKTIL METOKSISINAMAT
Abstrak
Paparan berlebihan radiasi UV dapat menyebabkan efek akut dan kronis pada kulit. Radiasi UV dapat menyebabkan efek akut kulit seperti radang, eritema, pigmentasi, dan efek kronis seperti kanker dan penuaan dini. Penggunaan tabir surya topikal adalah cara untuk melindungi efek merugikan radiasi UV pada kulit. Ekstrak kulit manggis (Garcinia x mangostana merupakan sumber alami flavonoid yang memiliki potensi fotoproteksi karena dapat menyerap sinar UV dan befungsi sebagai antioksidan secara langsung dan tidak langsung. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekstrak kulit manggis terhadap nilai SPF dan stabilitas fisik krim tabir surya yang mengandung kombinasi avobenson dan oktil metoksisinamat.
Pada penelitian ini, kulit manggis diekstraksi dengan metode perkolasi menggunakan etanol 70% kemudian ekstrak dikeringkan menggunakan penangas air pada suhu 80-90ºC. Krim tabir surya mengandung asam stearat dan trietanolamin sebagai basis krim. Krim tabir surya kombinasi avobenson dan oktil metoksisinamat diformulasikan dengan penambahan ekstrak kulit manggis dengan konsentrasi 4% (FI), 6% (FII), 8% (FIII), dan 10% (FIV). Evaluasi krim meliputi homogenitas krim, tipe emulsi, pH, stabilitas (pemisahan fase, warna dan bau), iritasi kulit, dan nilai SPF. Nilai SPF krim tabir surya ditentukan dengan metode spektrofotometri UV-Visible menggunakan persamaan Mansur.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua sediaan homogen, tipe emulsi m/a, pH 5,1 - 6,4, tidak mengiritasi, dan stabil selama 12 minggu penyimpanan pada suhu kamar. Nilai SPF meningkat dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak kulit manggis. Nilai SPF krim tabir surya yang mengandung ekstrak 4% (FI), 6% (FII), 8% (FIII), dan 10% (FIV) masing-masing adalah 14,0176, 16,5981, 18,5802, 24,6947. Dapat disimpulkan bahwa ekstrak kulit manggis dapat meningkatkan nilai SPF krim tabir surya kombinasi avobenson dan oktil metoksisinamat.
Kata kunci : ekstrak kulit manggis, avobenson, oktil metoksisinamat, nilai SPF, tabir surya.
(7)
THE EFFECT OF MANGOSTEEN PERICARP EXTRACT
(Garcinia x mangostana
CREAM’S SPF VALUE OF AVOBENZONE AND OCTYL
METHOXYCINNAMATE COMBINATION
Abstract
Overexposure to UV radiation can cause acute and chronic effects on the skin. The UV radiation induces responses on acute skin effects such as inflammation, erythema, pigmentation, and chronic effects such as photocarcinogenesis and photoaging. Topical application of sunscreen is a strategy to protect the deleterious effect of UV radiation on the skin. The
mangosteen pericarp extract (Garcinia x mangostana
flavonoids that have the potential photoprotection because of their UV absorbing and their ability to act as direct and indirect antioxidants. The purpose of this study was to understand the effect of mangosteen pericarp extract on SPF value and physical stability of sunscreen cream containing a combination of avobenzone and octyl methoxycinnamate.
In this study, mangosteen pericarp was extracted by percolation method using 70% ethanol. Then extract was dried using a waterbath at 80-90ºC. Sunscreen cream containing stearic acid and triethanolamine as cream bases. Sunscreen creams of avobenzone and octyl methoxycinnamate combination were formulated with addition of mangosteen pericarp extract at a concentration of 4% (FI), 6% (FII), 8% (FIII), and 10% (FIV). Evaluations conducted on cream such as homogenity, emulsion type, pH, stability (phase separation, color, and odor), skin irritation, and SPF value. SPF value of sunscreens were determined by UV-Visible spectrophotometry method using Mansur equation.
The study results showed that all the samples were homogeneous, emulsion type m/a, pH was 5.1 – 6.4, non-irritating, and were stable during 12 weeks of storage at room temperature. SPF value increased by increasing the mangosteen pericarp extract concentration. Sunscreen cream’s SPF value that contained of 4% (FI), 6% (FII), 8% (FIII), and 10% (FIV) extract were 14.0176, 16.5981, 18.5802, 24.6947 respectively. It can be concluded that mangosteen pericarp extract can increases the sunscreen cream’s SPF value of combination avobenzone and octyl methoxycinnamate.
Key words: mangosteen pericarp extract, avobenzone, octyl methoxycinnamate, SPF value, sunscreen.
(8)
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 3
1.3 Hipotesis ... 4
1.4 Tujuan Penelitian ... 4
1.5 Manfaat Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Manggis ... 5
2.1.1 Sejarah singkat ... 5
2.1.2 Klasifikasi tanaman ... 5
(9)
2.1.3.1 Morfologi ... 6
2.1.3.2 Habitat ... 6
2.1.3.3 Kandungan zat kimia ... 6
2.1.3.4 Kegunaan ... 7
2.2 Simplisia ... 8
2.3 Metode Ekstraksi ... 8
2.4 Kulit ... 9
2.4.1 Epidermis ... 10
2.4.2 Dermis ... 12
2.4.3 Hipodermis ... 12
2.5 Sinar Matahari Dan Efeknya Terhadap Kulit ... 13
2.6 Tabir Surya ... 14
2.6.1 Bahan tabir surya ... 16
2.7 SPF (Sun Protection Factor) ... 18
2.8 Krim ... 22
BAB III METODE PENELITIAN ... 25
3.1 Alat dan Bahan ... 25
3.1.1 Alat ... 25
3.1.2 Bahan ... 25
3.2 Penyiapan Sampel ... 25
3.2.1 Pengambilan sampel ... 26
3.2.2 Determinasi tumbuhan ... 26
(10)
3.2.4 Pembuatan ekstrak kulit manggis ... 26
3.3 Formula Krim ... 27
3.3.1 Formula dasar ... 27
3.3.2 Formula modifikasi ... 28
3.4 Prosedur Pembuatan Krim ... 29
3.5 Evaluasi Sediaan ... 30
3.5.1 Organoleptik ... 30
3.5.2 Pengamatan homogenitas ... 30
3.5.3 Penentuan tipe emulsi ... 30
3.5.4 Penentuan pH sediaan ... 31
3.5.5 Uji stabilitas ... 31
3.6 Uji Iritasi ... 31
3.7 Penentuan Nilai SPF ... 32
3.7.1 Penyiapan sampel ... 32
3.7.2 Penentuan nilai SPF ... 32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34
4.1 Organolepstis Sediaan ... 34
4.2 Mutu Fisik Sediaan ... 34
4.2.1 Homogenitas sediaan ... 34
4.2.2 Tipe emulsi sediaan ... 34
4.2.3 pH sediaan ... 35
4.2.4 Stabilitas sediaan ... 37
(11)
4.4 Nilai SPF (Sun Protection Factor) Sediaan ... 40
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 45
5.1 Kesimpulan ... 45
5.2 Saran ... 45
DAFTAR PUSTAKA ... 46
(12)
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Tipe kulit menurut Fitzpatrick ... 19 Tabel 3.1 Formula krim tabir surya... 29 Tabel 4.1 Tipe emulsi sediaan pada pewarnaan dengan metil biru dan
pengenceran dalam air ... 35 Tabel 4.2 Nilai pH sediaan minggu ke-1 (awal) hingga penyimpanan
minggu ke-12 (akhir) ... 36 Tabel 4.3 Stabilitas formula krim tabir surya selama masa penyimpanan
12 minggu . ... 38 Tabel 4.4 Pengaruh iritasi krim terhadap kulit sukarelawan ... 39 Tabel 4.5 Kategori kemampuan perlindungan krim tabir surya ... 41 Tabel 4.6 Hubungan nilai SPF terhadap persen serapan dan transmitan
(13)
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Struktur kimia dari α-mangostin, β-mangostin, gartanin,
γ-mangostin, garcinon E, 8-deoksigartanin ... 7
Gambar 2.2 Struktur anatomi kulit manusia ... 10
Gambar 2.3 Rumus bangun oktil metoksisinamat ... 16
Gambar 2.4 Perubahan isomer dari trans-oktil metoksisinamat menjadi cis-oktil metoksisinamat ... 16
Gambar 2.5 Rumus bangun avobenson ... 17
Gambar 2.6 Reaksi fotodegradasi pada avobenson ... 18
Gambar 2.7 Hubungan panjang gelombang dengan spektrum eritema dan intensitas matahari ... 22
Gambar 2.8 Rumus bangun setil alkohol ... 22
Gambar 2.9 Rumus bangun asam stearat ... 23
Gambar 2.10 Rumus bangun propilen glikol ... 23
Gambar 2.11 Rumus bangun trietanolamin ... 23
Gambar 2.12 Rumus bangun nipagin ... 24
Gambar 2.13 Rumus bangun sorbitol ... 24
Gambar 4.1 Grafik pengukuran pH selama 12 minggu pada suhu kamar ... 36
Gambar 4.2 Grafik pengaruh perbedaan komposisi ekstrak kulit manggis terhadap nilai SPF sediaan krim tabir surya kombinasi avobenson dan oktil metoksisinamat yang diukur secara in vitro ... 40
Gambar 4.3 Antioksidan menstabilkan avobenson dari sinar matahari ... 44
(14)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Tumbuhan manggis ... 51
Lampiran 2 Bahan yang digunakan ... 52
Lampiran 3 Sediaan krim tabir surya ... 52
Lampiran 4 Uji homogenitas dan tipe emulsi krim ... 53
Lampiran 5 Pengujian pH menggunakan pH meter ... 53
Lampiran 6 Alat yang digunakan ... 54
Lampiran 7 Uji stabilitas ... 55
Lampiran 8 Uji Iritasi ... 56
Lampiran 9 Tabel data pengukuran pH ... 57
Lampiran 10 Contoh perhitungan nilai SPF dan tabel data serapan UV ... 58
Lampiran 11 Tabel hubungan panjang gelombang dan nilai EE x I ... 61
Lampiran 12 Hubungan nilai SPF dengan jumlah absorbansi sinar UVB ... 61
Lampiran 13 Serapan UV basis krim ... 62
Lampiran 14 Serapan UV blanko ... 65
Lampiran 15 Serapan UV FI ... 68
Lampiran 16 Serapan UV FII ... 71
Lampiran 17 Serapan UV FIII ... 74
Lampiran 18 Serapan UV FIV ... 77
Lampiran 19 Spektrum tumpang tindih blanko – FIV ... 80
Lampiran 20 Sertifikat analisis oktil metoksisinamat ... 81
Lampiran 21 Sertifikat analisis avobenson ... 82
Lampiran 22 Surat pernyataan uji iritasi ... 83
Lampiran 23 Hasil identifikasi tumbuhan ... 84
Lampiran 24 Bagan alir pembuatan ekstrak kulit manggis ... 85
(15)
Lampiran 26 Bagan alir pengujian nilai SPF krim tabir surya ... 87 Lampiran 27 Pengujian normalitas dan one way ANOVA dengan
(16)
PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK KULIT MANGGIS
(Garcinia x mangostana
KRIM TABIR SURYA KOMBINASI
AVOBENSON DAN OKTIL METOKSISINAMAT
Abstrak
Paparan berlebihan radiasi UV dapat menyebabkan efek akut dan kronis pada kulit. Radiasi UV dapat menyebabkan efek akut kulit seperti radang, eritema, pigmentasi, dan efek kronis seperti kanker dan penuaan dini. Penggunaan tabir surya topikal adalah cara untuk melindungi efek merugikan radiasi UV pada kulit. Ekstrak kulit manggis (Garcinia x mangostana merupakan sumber alami flavonoid yang memiliki potensi fotoproteksi karena dapat menyerap sinar UV dan befungsi sebagai antioksidan secara langsung dan tidak langsung. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekstrak kulit manggis terhadap nilai SPF dan stabilitas fisik krim tabir surya yang mengandung kombinasi avobenson dan oktil metoksisinamat.
Pada penelitian ini, kulit manggis diekstraksi dengan metode perkolasi menggunakan etanol 70% kemudian ekstrak dikeringkan menggunakan penangas air pada suhu 80-90ºC. Krim tabir surya mengandung asam stearat dan trietanolamin sebagai basis krim. Krim tabir surya kombinasi avobenson dan oktil metoksisinamat diformulasikan dengan penambahan ekstrak kulit manggis dengan konsentrasi 4% (FI), 6% (FII), 8% (FIII), dan 10% (FIV). Evaluasi krim meliputi homogenitas krim, tipe emulsi, pH, stabilitas (pemisahan fase, warna dan bau), iritasi kulit, dan nilai SPF. Nilai SPF krim tabir surya ditentukan dengan metode spektrofotometri UV-Visible menggunakan persamaan Mansur.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua sediaan homogen, tipe emulsi m/a, pH 5,1 - 6,4, tidak mengiritasi, dan stabil selama 12 minggu penyimpanan pada suhu kamar. Nilai SPF meningkat dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak kulit manggis. Nilai SPF krim tabir surya yang mengandung ekstrak 4% (FI), 6% (FII), 8% (FIII), dan 10% (FIV) masing-masing adalah 14,0176, 16,5981, 18,5802, 24,6947. Dapat disimpulkan bahwa ekstrak kulit manggis dapat meningkatkan nilai SPF krim tabir surya kombinasi avobenson dan oktil metoksisinamat.
Kata kunci : ekstrak kulit manggis, avobenson, oktil metoksisinamat, nilai SPF, tabir surya.
(17)
THE EFFECT OF MANGOSTEEN PERICARP EXTRACT
(Garcinia x mangostana
CREAM’S SPF VALUE OF AVOBENZONE AND OCTYL
METHOXYCINNAMATE COMBINATION
Abstract
Overexposure to UV radiation can cause acute and chronic effects on the skin. The UV radiation induces responses on acute skin effects such as inflammation, erythema, pigmentation, and chronic effects such as photocarcinogenesis and photoaging. Topical application of sunscreen is a strategy to protect the deleterious effect of UV radiation on the skin. The
mangosteen pericarp extract (Garcinia x mangostana
flavonoids that have the potential photoprotection because of their UV absorbing and their ability to act as direct and indirect antioxidants. The purpose of this study was to understand the effect of mangosteen pericarp extract on SPF value and physical stability of sunscreen cream containing a combination of avobenzone and octyl methoxycinnamate.
In this study, mangosteen pericarp was extracted by percolation method using 70% ethanol. Then extract was dried using a waterbath at 80-90ºC. Sunscreen cream containing stearic acid and triethanolamine as cream bases. Sunscreen creams of avobenzone and octyl methoxycinnamate combination were formulated with addition of mangosteen pericarp extract at a concentration of 4% (FI), 6% (FII), 8% (FIII), and 10% (FIV). Evaluations conducted on cream such as homogenity, emulsion type, pH, stability (phase separation, color, and odor), skin irritation, and SPF value. SPF value of sunscreens were determined by UV-Visible spectrophotometry method using Mansur equation.
The study results showed that all the samples were homogeneous, emulsion type m/a, pH was 5.1 – 6.4, non-irritating, and were stable during 12 weeks of storage at room temperature. SPF value increased by increasing the mangosteen pericarp extract concentration. Sunscreen cream’s SPF value that contained of 4% (FI), 6% (FII), 8% (FIII), and 10% (FIV) extract were 14.0176, 16.5981, 18.5802, 24.6947 respectively. It can be concluded that mangosteen pericarp extract can increases the sunscreen cream’s SPF value of combination avobenzone and octyl methoxycinnamate.
Key words: mangosteen pericarp extract, avobenzone, octyl methoxycinnamate, SPF value, sunscreen.
(18)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Matahari sebagai sumber cahaya alami memiliki peranan yang sangat
penting bagi keberlangsungan kehidupan tetapi selain mempunyai manfaat, sinar
matahari juga dapat membawa dampak yang tidak baik pada kulit terutama jika
jumlah paparannya berlebihan. Kerusakan kulit akibat paparan sinar matahari yang
berlebihan ada yang segera terlihat efeknya, seperti warna kulit menjadi lebih
gelap, eritema, dan kulit terbakar, ada juga yang efeknya muncul setelah jangka
waktu yang lama seperti pengerutan kulit, penuaan dini, dan kanker kulit (Muller,
1997).
Sinar matahari yang membahayakan kulit adalah radiasi ultraviolet (UV)
dimana sinar ini berdasarkan panjang gelombang dan efek fisiologik dibedakan
menjadi tiga, yaitu UVA (320-400 nm) yang memiliki efek penyinaran,
menimbulkan pigmentasi sehingga menyebabkan kulit berwarna coklat kemerahan
tanpa menimbulkan inflamasi sebelumnya, UVB (290-320 nm) yang memiliki
efek penyinaran, mengakibatkan sunburn maupun reaksi iritasi, serta kanker kulit
apabila terlalu lama terpapar dan UVC (200-290 nm) yang tertahan pada lapisan
atmosfer sehingga tidak dapat masuk ke bumi karena adanya lapisan ozon, efek
penyinaran paling kuat karena memiliki energi radiasi paling tinggi di antara
ketiganya, yaitu dapat menyebabkan kanker kulit dengan penyinaran yang tidak
lama (Taufikkurohmah, 2005).
Umumnya kulit memiliki mekanisme pertahanan terhadap efek toksik dari
(19)
penebalan sel tanduk. Akan tetapi, pada penyinaran yang berlebihan sistem
perlindungan tersebut tidak mencukupi lagi karena banyak pengaruh lingkungan
yang secara cepat atau lambat dapat merusak jaringan kulit. Oleh karena itu,
diperlukan perlindungan kulit tambahan dengan dibuat sediaan kosmetika
pelindung kulit, yaitu sunscreen yang mengandung senyawa tabir surya yang
bekerja melindungi kulit dari radiasi UV secara langsung (Wilkinson dan Moore,
1982).
Sediaan tabir surya adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk
memantulkan atau menyerap secara emisi gelombang ultraviolet, sehingga dapat
mencegah terjadinya gangguan kulit karena cahaya mahatari (Ditjen POM, 1985).
Salah satu bahan tabir surya yang beredar di pasaran adalah avobenson.
Avobenson merupakan satu-satunya bahan yang dapat menyerap sinar UVA
hingga panjang gelombang 400 nm (Therapeutic Research Center, 2007). Selain
itu, avobenson memiliki kemampuan menyerap sinar UVB (Bonda dan David,
2000). Keburukan avobenson adalah terdegradasi saat terpapar sinar matahari, dan
efektifitasnya sebagai sunscreen dengan cepat berkurang (Fahmy, 2009).
Oktil metoksisinamat (OMS) adalah bahan tabir surya golongan sinamat
yang paling banyak digunakan karena kemampuannya dalam melindungi kulit
terhadap UVB (Antoniou, dkk., 2008). Namun, radiasi sinar UV mengubah trans
-oktil metoksisinamat menjadi cis--oktil metoksisinamat melalui reaksi
fotoisomerisasi cis - trans, perubahan ini menyebabkan berkurangnya efikasi UV
filter dari trans-oktil metoksisinamat (Pattanargson, dkk., 2004; Wahlberg, dkk.,
1999). Sebagian besar tabir surya memberikan perlindungan yang spesifik pada
kisaran panjang gelombang tertentu dan kurang memberikan perlindungan
(20)
dihasilkan dengan mengkombinasikan berbagai jenis bahan tabir surya yang
mempunyai variasi absorpsi spektrum UV (Sambandan dan Desiree, 2011).
Penggunaan antioksidan pada sediaan tabir surya dapat meningkatkan
aktivitas fotoprotektif dan meningkatkan kestabilan sunscreen yang bersifat
photounstable seperti avobenson (Afonso, dkk., 2014; Bonina, dkk.,1996). Selain
itu, penggunaan antioksidan dapat mencegah berbagai penyakit yang ditimbulkan
oleh radiasi sinar UV (Hogade, 2010). Beberapa golongan senyawa aktif
antioksidan terdapat pada kulit buah manggis seperti golongan xanton diantaranya α-mangostin, ß-mangostin, γ-mangostin, garcinon E, 8-deoksigartanin, dan gartanin yang memiliki sifat antioksidan sehingga memungkinkan untuk
memberikan perlindungan terhadap sinar UV (Chaverry, dkk., 2008). Dalam
sunscreen, antioksidan harus tersedia dalam jumlah yang adekuat untuk
mendapatkan hasil yang efektif (Grimes, 2008).
Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh
penambahan ekstrak kulit manggis terhadap nilai SPF dan kestabilan secara fisik
krim tabir surya kombinasi avobenson dan oktil metoksisinamat secara in vitro
dengan metode mansur menggunakan spektrofotometer UV-Visible.
1.2Perumusan Masalah
1. Apakah ekstrak kulit manggis dapat meningkatkan nilai SPF krim tabir
surya kombinasi avobenson dan oktil metoksisinamat ?
2. Apakah sediaan krim tabir surya kombinasi ekstrak kulit manggis,
avobenson dan oktil metoksisinamat stabil secara fisik selama
(21)
1.3Hipotesis
1. Penambahan ekstrak kulit manggis dapat meningkatkan nilai SPF krim
tabir surya kombinasi avobenson dan oktil metoksisinamat.
2. Sediaan krim tabir surya kombinasi ekstrak kulit manggis, avobenson dan
oktil metoksisinamat stabil secara fisik selama penyimpanan pada suhu
kamar.
1.4Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh penambahan ekstrak kulit manggis terhadap
nilai SPF krim tabir surya kombinasi avobenson dan oktil metoksisinamat.
2. Untuk mengetahui kestabilan secara fisik sediaan krim tabir surya
kombinasi ekstrak kulit manggis, avobenson dan oktil metoksisinamat
selama penyimpanan pada suhu kamar.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat menghasilkan suatu sediaan krim tabir surya dengan
penambahan bahan alami yang dapat meningkatkan nilai SPF krim tabir surya
kombinasi avobenson dan oktil metoksisinamat selain itu juga dapat berfungsi
sebagai antioksidan sehingga mengurangi efek samping krim tabir surya
(22)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manggis
2.1.1 Sejarah singkat
Manggis merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari hutan
tropis yang teduh di kawasan Asia Tenggara, yaitu hutan tropis Malaysia atau
Indonesia. Dari Asia Tenggara, tanaman ini menyebar ke daerah Amerika Tengah
dan daerah tropis lainnya seperti Srilanka, Malagasi, Karibia, Hawaii dan Australia
Utara. Di Indonesia manggis disebut dengan berbagai macam nama lokal seperti
manggu (Jawa Barat), Manggus (Lampung), Manggusto (Sulawesi Utara),
Manggista (Sumatera Barat) (Ristek, 2013).
2.1.2 Klasifikasi tanaman
Berdasarkan surat hasil identifikasi tumbuhan, maka sistematika tumbuhan
manggis adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledon
Bangsa : Guttifernales
Suku : Guttiferae
Marga : Garcinia
Spesies : Garcinia x mangostana L. ( Rukmana, 2003).
Manggis (Garcinia x mangostana L.) berasal dari hibridisasi natural dari
Garciniamalaccensis and Garcinia hombrioniana. Variasi genetik manggis rendah
karena tanaman manggis berkembang biak secara aseksual, sehingga keragaman
(23)
meningkatkan keragaman genetik manggis dengan induksi mutasi menggunakan
iradiasi sinar gamma (Sobir dan Roedhy, 2007).
2.1.3 Uraian tumbuhan 2.1.3.1 Morfologi
Bentuk daun lonjong dengan ujung runcing, tepi daun rata, panjang 18 –
20 cm, lebar 8 – 10 cm. Kelopak dan mahkota bunga masing masing
berjumlah 4 buah. Warna kelopak bunga hijau, mahkota bunga berwarna
kuning pucat dengan warna merah muda pucat pada bagian pinggir. Jumlah
segmen buahnya antara 5 sampai 11 buah, warna kulit buah matang sempurna
ungu tua kehitaman (Mansyah, 2014).
2.1.3.2 Habitat
Manggis dengan nama latin merupakan tanaman buah berupa pohon yang
banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan Asia Tenggara seperti
Indonesia, Malaysia, Thailand, Myanmar, Vietnam dan Kamboja (Chaverry,
dkk.,2008).
2.1.3.3 Kandungan zat kimia
Kulit buah manggis mengandung sekitar 50 senyawa xanton. Pertama adalah mangostin (α-mangostin) diisolasi pada tahun 1855. α-mangostin berwarna kuning yang juga dapat diperoleh dari kulit kayu dan getah kering buah manggis.
Selain itu, Dragendorff (1930) mengisolasi ß-mangostin, xanton lain yang telah diisolasi dari kulit buah manggis adalah γ-mangostin, gartanin dan 8- deoksigartanin, dll. Xanton yang banyak dipelajari adalah α-mangostin, ß-mangostin, γ-mangostin, Garcinone E, 8-deoksigartanin dan gartanin (Chaverry, dkk., 2008).
(24)
Gambar 2.1 Struktur kimia dari α-mangostin, β-mangostin, gartanin, γ-mangostin, garcinon E, 8-deoksigartanin (Chaverry, dkk., 2008).
2.1.3.4 Kegunaan
Kulit buah manggis bermanfaat bagi kesehatan karena mengandung
senyawa fenol/polifenol, epikatekin, dan xanton. Xanton merupakan senyawa
organik dan mempunyai banyak turunan di alam. Alfa-mangostin merupakan
turunan xanton yang banyak terdapat pada kulit dan buah manggis. Xanton yang
terdapat pada kulit buah manggis bersifat antidiabetik, antikanker, antiinflamasi,
antibakteri (Balitbang, 2012). Xanton juga berfungsi sebagai antioksidan sehingga
mampu menstabilkan bahan yang bersifat photounstable seperti avobenson dan
dapat mencegah penyakit yang ditimbulkan oleh radiasi sinar UV (Afonso, dkk.,
(25)
sehingga lebih mudah mendonorkan elektron dan atom hidrogen pada radikal
bebas dibandingkan dengan zat yang dilindunginya (avobenson dan oktil
metoksisinamat) sehingga menjadikan xanton sebagai antioksidan dan reduktor
yang kuat (Santos, dkk., 2012). Antioksidan banyak digunakan sebagai bahan
kosmetik yang mencegah photoaging dan mempunyai efek fotoproteksi, dan
mencegah atau mengurangi radikal bebas. Selain itu, xanton mempunyai
kemampuan photoprotector karena memiliki gugus kromofor (gugus aromatis
terkonjugasi) yang dapat menyerap sinar UV sehingga elektron tereksitasi dari
posisi ground state ke excited state kemudian elektron kembali ke posisi ground
state dengan melepaskan energi dalam bentuk panas yang lebih rendah (Hogade,
dkk., 2010; Schalka dan Vitor., 2011; Kale, dkk., 2011).
2.2 Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga kecuali dinyatakan lain simplisia
merupakan bahan yang dikeringkan. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa
tanaman utuh, bagian tanaman, atau eksudat tanaman. Yang dimaksud dengan
eksudat tanaman ialah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau yang
dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang
dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya (Depkes RI, 1979).
2.3 Metode Ekstraksi
Ekstraksi merupakan suatu proses penyarian simplisia nabati atau hewani
dengan cara yang cocok di luar pengaruh cahaya matahari langsung sehingga
(26)
metode ekstraksi, diantaranya adalah maserasi, perkolasi dan lain-lain (Depkes RI,
1979).
1. Maserasi
Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan
pelarut/penyari yang cocok dengan adanya pengadukan pada temperatur ruangan
(kamar) dan terlindung dari cahaya matahari dan dilakukan selama 5 hari (Depkes
RI, 1979).
2. Perkolasi
Perkolasi adalah penyarian yang dilakukan dengan merendam simplisia
dengan cairan penyari dalam bejana tertutup selama 3 jam lalu simplisia tersebut
dipindahkan ke perkolator dan dituangi dengan penyari serta diamkan selama 24
jam. Kemudian buka tutup perkolator dan atur tetesan perkolat dengan kecepatan 1
ml/menit, penyari ditambahkan terus menerus hingga perkolat menjadi bening atau
tidak berwarna dan perkolat terakhir yang diuapkan tidak meninggalkan sisa
(Depkes RI, 1979).
2.4 Kulit
Kulit merupakan suatu lapisan yang menutupi permukaan tubuh dan
memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai gangguan dan rangsangan
luar. Fungsi perlindungan tersebut melalui pembentukan lapisan tanduk secara
terus-menerus (keratinisasi dan pelepasan sel-sel yang mati), respirasi dan
pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat, dan pembentukan melanin
untuk melindungi kulit dari bahaya sinar UV matahari, sebagai perasa dan peraba,
(27)
2007). Luas kulit orang dewasa sekitar 1,5 m2dengan berat kira-kira 15% berat
badan (Wasitaatmadja, 1997).\
Menurut Polo (1998), kulit terdiri dari beberapa lapisan diantaranya:
- Epidermis
- Dermis atau korium (Lapisan epidermis dan dermis disebut kutis atau
integumen)
- Hipodermis atau Subkutis
Gambar 2.2 Struktur Anatomi Kulit Manusia (Polo, 1998).
2.4.1 Epidermis
Epidermis merupakan lapisan kulit paling luar. Epidermis memiliki
ketebalan berbeda pada berbagai bagian tubuh, yang paling tebal berukuran 1 mm
misalnya pada telapak kaki dan telapak tangan, dan paling tipis berukuran 0,1 mm
(28)
Epidermis terbagi menjadi lima lapisan, yaitu:
1. Stratum corneum (lapisan tanduk)
Lapisan ini sebagian besar terdiri atas keratin (protein yang tidak larut dalam air).
Secara alami, sel-sel yang mati di permukaan kulit akan melepaskan diri untuk
beregenerasi. Permukaan lapisan ini dilapisi oleh lapisan pelindung yang lembab,
tipis, dan bersifat asam disebut mantel asam kulit (Tranggono dan Latifah, 2007).
Umumnya, pH fisiologis mantel asam kulit berkisar antara 4,5-6,5. Mantel asam
kulit memiliki fungsi yang cukup penting bagi perlindungan kulit sehingga disebut
“the first line barrier of the skin” (perlindungan kulit yang pertama).
Mantel asam kulit memiliki tiga fungsi pokok, yaitu:
1) Sebagai penyangga (buffer) untuk menetralisir bahan kimia yang terlalu
asam atau terlalu alkalis yang masuk ke kulit.
2) Dengan sifat asamnya, dapat membunuh atau menekan pertumbuhan
mikroorganisme yang berbahaya bagi kulit.
3) Dengan sifat lembabnya, dapat mencegah kekeringan kulit (Tranggono dan
Latifah, 2007).
2. Stratum lucidum
Lapisan ini terletak tepat di bawah stratum corneum. Lapisan ini
mengandung eleidin, dan tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki
(Tranggono dan Latifah, 2007).
3. Stratum granulosum
Lapisan ini tersusun atas sel-sel keratinosit berbentuk poligonal, berbutir
kasar. Butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin. Lapisan ini juga tampak jelas
pada telapak tangan dan kaki (Tranggono dan Latifah, 2007; Wasitaatmadja,
(29)
4. Stratum spinosum (lapisan malphigi)
Lapisan ini memiliki sel berbentuk kubus dan seperti berduri, dan
berbentuk oval. Sel-sel ini makin dekat ke permukaan kulit semakin berbentuk
gepeng. Setiap sel berisi filamen kecil yang terdiri atas serabut protein. Di antara
sel sel stratum spinosum terdapat sel Langerhans yang mempunyai peran penting
dalam sistem imun tubuh (Tranggono dan Latifah, 2007; Wasitaatmadja, 1997).
5. Stratum germinativum (lapisan basal atau membran basalis)
Lapisan ini merupakan lapisan terbawah epidermis. Di dalamnya terdapat
sel-sel melanosit, yaitu sel yang tidak mengalami keratinisasi dan fungsinya hanya
membentuk pigmen melanin dan melalui dendrit diberikan kepada sel-sel
keratinosit. Satu sel melanin untuk sekitar 36 sel keratinosit disebut unit melanin
epidermal (Tranggono dan Latifah, 2007).
2.4.2 Dermis
Lapisan ini lebih tebal daripada epidermis, terdiri dari serabut kolagen dan
elastin. Di dalam dermis terdapat adneksa kulit, seperti folikel rambut, papila
rambut, kelenjar keringat, saluran keringat, kelenjar sebasea, otot penegak rambut,
ujung pembuluh darah dan ujung saraf, juga sebagian serabut lemak yang terdapat
pada lapisan lemak bawah kulit. Dermis tersusun atas dua lapisan, yaitu lapisan
papilari dan lapisan retikular. Lapisan yang dekat dengan epidermis adalah lapisan
papilari yang terdiri atas jaringan kolagen, serat elastin, dan fibroblas. Lapisan
dalam adalah lapisan retikular, mempunyai lebih sedikit jaringan fibroblas dan
lebih banyak kolagen (Tranggono dan Latifah, 2007; Wasitaatmadja, 1997).
2.4.3 Hipodermis
Lapisan ini terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak. Sel lemak
(30)
panikulus adiposus berfungsi sebagai cadangan makanan. Pada lapisan ini terdapat
ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan saluran getah bening. Tebal jaringan
lemak tidak sama bergantung pada lokasi (Wasitaatmadja, 1997).
2.5 Sinar Matahari dan Efeknya Terhadap Kulit
Penyinaran matahari mempunyai 2 efek, baik yang menguntungkan
maupun yang merugikan, tergantung dari frekuensi dan lamanya sinar matahari
mengenai kulit, intensitas sinar matahari serta sensitifitas seseorang (Ditjen POM,
1985). Efek yang ditimbulkan oleh sinar matahari:
1. Efek yang bermanfaat
Penyinaran matahari yang sedang, secara psikologi dan fisiologi menimbulkan
rasa nyaman dan sehat. Dapat merangsang peredaran darah, serta meningkatkan
pembentukan hemoglobin. Sinar matahari dapat mengubah 7-dehidrokolesterol
(provitamin D3) yang terdapat pada epidermis dan diaktifkan menjadi vitamin D3.
Sinar matahari juga merangsang pembentukan melanin sehingga dapat berfungsi
sebagai pelindung tubuh alami terhadap sengatan matahari selanjutnya (Ditjen
POM, 1985).
2. Efek yang merugikan
Penyinaran matahari mempunyai efek yang merugikan. Sinar matahari
menyebabkan eritema ringan hingga luka bakar yang nyeri pada kasus yang lebih
parah. Umumnya eritema tersebut terjadi 2-3 jam setelah sengatan surya, gejala
tersebut akan berkembang dalam 10-24 jam. Sengatan surya akan merusak lapisan
bertaju, mungkin karena proses denaturasi protein. Kerusakan sel tersebut
menyebabkan terlepasnya mediator seperti histamin, sehingga terjadinya pelebaran
(31)
basal untuk berproliferasi. Lukar bakar ringan dapat sembuh dalam waktu 24-36
jam, luka bakar lebih parah dapat sembuh dalam 4-8 hari. Jika inflamasi berkurang
maka terjadi pengelupasan kulit. Sengatan surya yang berlebihan dapat
menyebabkan kelainan kulit dari dermatitis ringan hingga kanker kulit. Orang kulit
putih lebih mudah terserang kanker kulit dibandingkan dengan orang kulit hitam
(Ditjen POM, 1985).
Panjang gelombang sinar ultraviolet dapat dibagi menjadi 3 bagian :
1. Ultraviolet A (UVA) yaitu sinar dengan panjang gelombang antara 320 - 400
nm dengan efektivitas tetinggi pada 340 nm, dapat menyebabkan warna
coklat pada kulit tanpa menimbulkan kemerahan, merusak elastin dan
kolagen pada kulit sehingga menyebabkan photoaging (Ditjen POM, 1985,
Kale, dkk., 2011; Mishra, dkk., 2011; Wahlberg, dkk., 1999).
2. Ultraviolet B (UVB) yaitu sinar dengan panjang gelombang antara 290 - 320
nm dengan efektivitas tertinggi pada 297,6 nm, merupakan daerah
eritemogenik. Sinar UVB merupakan penyebab sunburn, kerusakan DNA,
dan dilaporkan mempunyai efek imunosupressan sehingga memberikan
peluang tumbuhnya tumor (Ditjen POM, 1985, Kale, dkk., 2011; Mishra,
dkk., 2011; Wahlberg, dkk., 1999).
3. Ultraviolet C (UVC) yaitu sinar dengan panjang gelombang 200-290 nm,
dapat merusak jaringan kulit dan dapat menyebabkan kanker kulit, tetapi
sebagian besar telah tersaring oleh lapisan ozon dalam atmosfer (Ditjen
(32)
2.6 Tabir Surya
Sediaan tabir surya adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk
maksud memantulkan atau menyerap secara efektif cahaya matahari, terutama
daerah emisi gelombang ultraviolet, sehingga dapat mencegah terjadinya gangguan
kulit karena cahaya mahatari (Ditjen POM, 1985).
Ada 2 macam tabir surya :
1. Tabir surya kimia, misalnya PABA, PABA ester, benzofenon, salisilat,
antranilat, yang dapat mengabsorpsi hampir 95% radiasi sinar UVB yang
dapat menyebabkan sunburn namun tidak menghalangi UVA penyebab
tanning dan kerusakan sel elastin (Wasitaatmadja, 1997). Tapi perlu
diingat bahwa PABA dan sejumlah bahan tersebut bersifat photosensitizer,
yaitu jika terkena sinar matahari terik seperti halnya di negara tropis
Indonesia dapat menimbulkan berbagai reaksi negatif pada kulit
photoallergy, phototoxic (Tranggono dan Latifah, 2007). Benzofenon
(Oksibenson) adalah bahan yang paling banyak digunakan, walaupun
bahan ini memberikan perlindungan pada daerah UVA dan juga
melindungi didaerah UVB, namun sering menyebabkan photoallergy dann
penggunaannya dibatasi karena menyebabkan alergi (Mulliken, dkk.,
2012).
2. Tabir surya fisik misalnya titanium dioksida, Mg silikat, seng oksida, red
petrolatum, dan kaolin, yang dapat memantulkan sinar. Tabir surya fisik
(33)
Beberapa syarat t abir surya diantaranya:
1. Efektif dalam menyerap sinar eritemogenik pada rentang panjang
gelombang 290-320 nm tanpa mengalami gangguan yang akan mengurangi
efisiensinya atau yang akan menimbulkan toksik atau iritasi
2. Tidak mudah menguap
3. Tidak menyebabkan toksik, tidak iritan, dan tidak menimbulkan sensitisasi
4. Bahan kimia tidak terdegradasi
5. Tidak memberikan noda pada pakaian (Ditjen POM, 1985).
2.6.1 Bahan tabir surya
- Oktil Metoksisinamat
Gambar 2.3 Rumus bangun oktil metoksisinamat (Wahlberg, dkk., 1999)
Oktil Metoksisinamat (OMS) atau Parsol MCX, saat ini paling banyak
digunakan sebagai filter UVB dalam krim tabir surya.. Penggunaan secara topikal
jarang menimbulkan iritasi kulit (Antoniou, dkk., 2008; Sambandan dan Desiree,
2011). Konsentrasi penggunaan berkisar antara 2-7,5% (Polo, 1998). Turunan
sinamat seperti oktil metoksisinamat terurai setelah terpapar radiasi UVB dan
UVA. Radiasi sinar UV mengubah trans-oktil metoksisinamat menjadi cis-oktil
metoksisinamat melalui reaksi fotoisomerisasi cis-trans (Wahlberg, dkk., 1999).
Walaupun tidak terbentuk produk degradasi lain selain cis oktil metoksisinamat
namun perubahan ini menyebabkan berkurangnya efikasi UV filter dari trans oktil
metoksisinamat (Pattanargson, dkk., 2004). Reaksi fotoisomerisasi dari oktil
(34)
Gambar 2.4 Perubahan isomer dari trans-oktil metoksisinamat menjadi cis-oktil metoksisinamat (Latif, dkk., 2011),
- Avobenson
Sinonim : Parsol 1987, Butilmetoksidibenzoilmetana
Gambar 2.5 Rumus bangun avobenson (Afonso, dkk., 2014).
Avobenson adalah filter UV yang disetujui oleh Food and Drug
Administration (FDA) (Mulliken,dkk.,2012). Avobenson atau Parsol 1789
mempunyai serapan yang kuat pada daerah UVA dan memiliki puncak absorbansi
pada 360 nm (Barel,dkk., 2014). Selain itu, avobenson juga memiliki kemampuan
dalam menyerap sinar UVB. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa
avobenson dapat menyerap sinar UVB pada panjang gelombang 306 nm dua kali
lebih baik dibandingkan etil-heksilsalisilat dan avobenson mempunyai kemampuan
penyerapan sinar UV yang sama baiknya dengan oksibenson pada panjang
gelombang 320 nm. Namun, efikasinya akan berkurang setelah terpapar oleh sinar
matahari (P&G, 2007; Bonda dan David, 2000). Berdasarkan penelitian terdahulu
(35)
UVA sebesar 81%. Namun, selama mengalami radiasi kemampuan penyerapan
UVB berkurang menjadi 56% dan UVA berkurang menjadi 57% (Bonda dan
David, 2000). Konsentrasi penggunaan minimum telah ditetapkan sebesar 2%
dengan maksimal 3% (Barel,dkk., 2014). Avobenson bersifat tidak stabil, radiasi
sinar UV mengubah senyawa avobenson melalui reaksi isomerisasi keto–enol lalu
mengalami fotofragmentasi (Afonso, dkk., 2014) Avobenson terdegradasi dalam
waktu yang cepat saat terpapar UV, paparan selama 15 menit menyebabkan 36%
avobenson terdegradasi (Auerbach, 2011).
Gambar 2.6 Reaksi fotodegradasi pada avobenson (Sunjin, 2014).
2.7 SPF (Sun Protection Factor)
SPF merupakan ukuran relatif nilai proteksi suatu sediaan sunscreen
terhadap sinar UV jika digunakan dengan benar (FDA, 2009). Biasanya
penggunaan tabir surya yang disarankan dengan ketebalan 2 mg/cm2 namun
(36)
mg/cm2 (Muliiken, dkk., 2012; Schalka dan Vitor, 2011; Rhodes dan Diffey,
1996). SPF menunjukkan kemampuan perlindungan tabir surya terhadap sinar
UVB karena sinar UVB 1000 kali lebih eritemogenik dibandingkan sinar UVA
(Sambandan dan Desiree, 2011; Mulliken, dkk., 2012; Antoniou, dkk., 2008;
Gasparro, dkk., 1998). SPF tidak berkaitan secara langsung dengan waktu
perlindungan sediaan tabir surya terhadap kulit karena banyak faktor lain yang
mempengaruhi seperti tipe kulit, jumlah sunscreen yang digunakan, dan frekuensi
penggunaan, serta intensitas sinar matahari (FDA, 2009).
a. Tipe kulit
Seseorang yang memiliki warna kulit putih akan lebih banyak menyerap
sinar UV dibandingkan seseorang yang memiliki warna kulit gelap (FDA, 2009).
Menurut Fitzpatrick terdapat 6 tipe kulit ( Naylor dan Farmer, 2000).
Tabel 2.1 Tipe kulit menurut Fitzpatrick.
Tipe Kulit
Ciri – Ciri
Warna Kulit Warna Rambut Warna Mata
Tipe 1 Putih pucat, terdapat bintik –
bintik di wajah Merah, pirang Biru, hijau
Tipe 2 Putih Pirang, coklat,
merah
Biru, coklat, abu-abu
Tipe 3 Putih Coklat, pirang tua Hijau, coklat
Tipe 4 Kuning Langsat, Coklat terang Coklat, Hitam Coklat
Tipe 5 Coklat gelap Hitam Coklat
kehitaman
Tipe 6 Coklat, hitam Hitam Coklat
kehitaman
b. Jumlah sunscreen yang digunakan
Jumlah sunscreen yang digunakan juga mempengaruhi jumlah sinar UVB
yang diabsorbsi. Biasanya saran penggunaan sunscreen yang digunakan adalah
sebanyak 2 mg/cm2 (FDA, 2009).
(37)
Sunscreen dapat terhapus saat digunakan sehingga mengurangi
kemampuan perlindungannya. Oleh karena itu, disarankan untuk meningkatkan
frekuensi penggunaan kembali tabir surya saat kita melakukan kegiatan seperti
berenang, atau kegiatan outdoor yang mengeluarkan banyak keringat (FDA,
2009).
d. Intensitas Matahari
Secara umum, paparan sinar matahari di siang hari mempunyai intensitas
yang lebih besar dibandingkan dengan paparan sinar matahari di pagi hari atau
sore hari. Intensitas matahari juga bergantung pada lokasi geografis, semakin
tinggi daerah kita maka semakin besar pula intensitas matahari yang diterima.
Awan dapat mengabsorbsi sinar matahari, maka intensitas matahari pada saat
cuaca cerah lebih besar dibandingkan saat cuaca berawan (FDA, 2009).
Pembagian tingkat kemampuan tabir surya sebagai berikut :
1. Minimal, bila SPF antara 2-4, contoh salisilat, antranilat.
2. Sedang, bila SPF antara 4-6, contoh sinamat, benzofenone.
3. Ekstra, bila SPF antara 6-8, contoh derivate PABA.
4. Maksimal, bila SPF antara 8-15, contoh PABA.
5. Ultra, bila SPF lebih dari 15, contoh kombinasi PABA, non-PABA dan fisik
(Wasitaatmadja, 1997)
Schalka dan Vitor (2011), menyatakan bahwa nilai SPF berkaitan dengan
jumlah absorbansi sunscreen terhadap sinar UVB. Hubungan nilai SPF dan
banyaknya sinar UVB yang diteruskan dan sinar UVB yang diserap dapat dilihat
pada Lampiran 12 halaman 60.
(38)
- Gunakan tabir surya yang mempunyai nilai SPF 30 jika kita memiliki warna
kulit yang gelap (tipe 4-6) atau nilai SPF 40-50 jika memiliki warna kulit yang
terang dan mempunyai perlindungan spektrum luas (UVA/UVB). Jika
mempunyai riwayat keluarga yang menderita kanker kulit maka gunakan tabir
surya dengan nila SPF 50+.
- Gunakan topi, pakaian lengan panjang serta hindari paparan matahari
terutama pukul 10.00-14.00, gunakan tabir surya setiap hari terutama pada
bagian tubuh yang terpapar sinar matahari seperti wajah, leher, lengan, dan
kaki.
- Gunakan lip-balm yang mempunyai nilai SPF 30 untuk melindungi bibir dari
paparan sinar matahari.
- Gunakan tabir surya 15-20 menit sebelum keluar rumah dan sebaiknya
gunakan dalam bentuk lotion, krim maupun gel dibandingkan spray.
- Gunakan tabir surya yang mempunyai label “ Very water resistant atau Water
resistant” saat berenang atau melakukan kegiatan yang banyak mengeluarkan
keringat (FDA, 2009; American Academy of Dermatology, 2007).
Pengukuran nilai SPF suatu sediaan tabir surya dapat dilakukan secara in
vitro. Metode pengukuran nilai SPF secara in vitro secara umum terbagi dalam dua
tipe. Tipe pertama adalah dengan mengukur serapan atau transmisi radiasi UV
melalui lapisan produk tabir surya pada plat kuarsa atau biomembran. Tipe yang
kedua adalah dengan menentukan karakteristik serapan tabir surya menggunakan
analisis spektrofotometri dari larutan hasil pengenceran tabir surya yang diuji
(Sheu, dkk., 2003; Dutra, dkk., 2004).
Pengukuran nilai SPF secara in vitro dengan metode spektrofotometri
(39)
yang diperoleh setiap interval 5 nm dari panjang gelombang 290 sampai 320 nm
kemudian dikalikan dengan EE × I untuk masing-masing interval. Jumlah EE × I
yang diperoleh dikalikan dengan faktor koreksi akhirnya diperoleh nilai SPF dari
sampel yang diuji (Dutra, dkk., 2004).
Gambar 2.8 Hubungan panjang gelombang dengan spektrum eritema (EE) dan intensitas matahari (I) (Sayre, dkk., 1980).
2.8 Krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau
lebih bahan obat yang terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai
(Ditjen POM, 1995). Dalam pembuatan krim diperlukan suatu bahan dasar.
Bahan-bahan dasar krim yang digunakan:
- Setil Alkohol (Rowe, dkk., 2009).
(40)
Fungsi : Bahan pengemulsi, bahan pengeras
Setil alkohol berbentuk seperti lilin, serpihan putih, bau khas dan lunak,
mudah larut dalam etanol 95% dan eter, kelarutan meningkat dengan kenaikan
suhu, praktis tidak larut dalam air. Konsentrasi yang digunakan dalam sediaan
topikal berkisar hingga 10%.
- Asam Stearat(Rowe, dkk., 2009).
Gambar 2.10 Rumus bangun asam stearat
Fungsi : Bahan pengemulsi, bahan pengeras
Berwarna putih atau sedikit kekuningan, mengkilat, kristal padat berlemak.
Mudah larut dalam benzene, eter, larut dalam etanol 95%, heksana, dan propilen
glikol, praktis tidak larut dalam air. Konsentrasi hingga 20 % digunakan untuk
sediaan krim dan salep.
- Propilen Glikol(Rowe, dkk., 2009).
Gambar 2.11 Rumus bangun propilen glikol
Fungsi : Humektan, plastisizer, pelarut, bahan penstabil.
Dalam sediaan topikal biasa digunakan dengan konsentrasi hingga 15%
sebagai humektan. Larut dalam aseton, kloroform, etanol 95%, gliserin dan air,
(41)
- Trietanolamin (TEA)(Rowe, dkk., 2009).
Gambar 2.12 Rumus bangun trietanolamin
Fungsi : Bahan pengalkali, bahan pengemulsi.
Konsentrasi yang digunakan sebagai bahan pengemulsi adalah sekitar
2-4%. Mempunyai ciri tidak berwarna hingga berwarna kuning pucat, cairan kental
mempunyai sedikit bau amonia. Larut dalam aseton, metanol, karbon tertraklorida,
dan air, larut 1 bagian dalam 63 bagian etil eter.
- Nipagin(Rowe, dkk., 2009).
Gambar 2.13 Rumus bangun nipagin
Fungsi : Pengawet (anti mikroba).
Dalam sediaan topikal biasa digunakan dengan konsentrasi hingga
0,02-0,3%. Mempunyai pemerian kristal tidak berwarna atau berwarna putih, tidak
berbau, rasanya sedikit membakar. Larut 1 bagian dalam 3 bagian etanol 95 %, 1
bagian dalam 50 bagian air pada suhu 50 oC, dan larut 1 bagian dalam 30 bagian
(42)
- Sorbitol(Rowe, dkk., 2009).
Gambar 2.14 Rumus bangun sorbitol
Fungsi : Humektan, bahan pemanis dan bahan penstabil
(43)
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini adalah eksperimental. Penelitian ini meliputi
penyiapan sampel, pembuatan ekstrak, formulasi sediaan krim, pemeriksaan mutu
fisik sediaan, uji iritasi sediian terhadap kulit, dan penentuan nilai SPF sediaan
krim tabir surya.
3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat
Alat yang digunakan ialah lumpang dan alu, penangas air, neraca analitis
(Ohaus), pH meter (Eco Testr), cawan porselen, batang pengaduk, gelas ukur,
spektrofotometer UV-Visible (Shimadzu UV 1800), gelas beker, gelas arloji, pipet
tetes, pot plastik, gelas objek, labu tentukur, pipet volume, bola karet, erlenmeyer,
wadah krim, blender.
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak kulit buah
manggis (Garcinia x mangostana
metoksisinamat (Chemspec Chemicals Pvt. Ltd.), avobenson (Vivimed), propilen
glikol, trietanolamin (TEA), sorbitol, setil alkohol, asam stearat, nipagin, air
suling, tween 80.
3.2 Penyiapan Sampel
Penyiapan sampel meliputi pengambilan sampel, determinasi tumbuhan,
(44)
3.2.1Pengambilan sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa
membandingkan dengan daerah lain. Sampel yang digunakan adalah kulit buah
manggis yang sudah masak (kulit buah berwarna ungu tua) berasal dari Desa
Sibolangit, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.
3.2.2Determinasi tumbuhan
Determinasi tumbuhan dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan
Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor.
3.2.3Pengolahan sampel
Pada penelitian ini bagian sampel yang digunakan adalah kulit buah
manggis (Garcinia x mangostana L.). Buah manggis dikupas kulitnya kemudian
kulit manggis segar dihilangkan pengotornya lalu dicuci dengan air mengalir,
ditiriskan, kemudian di potong kecil kulit manggis lalu ditimbang (diperoleh berat
basah kulit manggis sebesar 1,98 kg), dikeringkan di lemari pengering sampai
sampel kering (kurang lebih satu minggu). Setelah sampel kering kemudiaan
ditimbang kembali (diperoleh berat simplisia kulit manggis sebesar 700 gram) lalu
simplisia dihaluskan menggunakan blender.
3.2.4 Pembuatan ekstrak kulit manggis
Sebanyak 300 gram serbuk simplisia kulit manggis dibasahi dengan etanol
70% lalu didiamkan selama 3 jam. Kemudian dirangkai perkolator. Lalu
dimasukkan massa ke dalam perkolator. Selanjutnya dituangi dengan cairan
penyari secukupnya sampai cairan mulai menetes dan di atas simplisia masih
terdapat selapis cairan. Kemudian perkolator ditutup dan dibiarkan selama 24 jam.
Selanjutnya cairan dibiarkan menetes dengan kecepatan 1 ml/menit. Perkolasi
(45)
baru. Perkolasi dihentikan setelah perkolat menjadi bening atau tak berwarna dan
saat diuapkan tidak meninggalkan sisa (pelarut yang digunakan sebanyak 7,8 L).
Ekstrak hasil perkolasi kemudian dipekatkan di atas penangas air. Hasil ekstrak
diuapkan hingga diperoleh ekstrak kental (100,094 gram).
3.3 Formula Krim 3.3.1 Formulasi dasar
Orientasi dilakukan menggunakan 2 formula, yaitu formula basis krim
menurut (Young, 1972) dan formula krim tabir surya menurut (Mitsui, 1997).
Menurut Young (1972) :
R/ Asam Stearat 12
Setil Alkohol 0,5
Sorbitol Syrup 5,0
Propilen glikol 3,0
TEA 1,0
Nipagin q.s.
Air suling ad 100
Berdasarkan formula krim tabir surya menurut Mitsui (1997):
R/ Propilen glikol 7,0 Natrium edetat 0,05 Trietanol amin 1,0
Petrolatum 5,0
Setil alkohol 3,0
Asam stearat 3,0
Gliseril monostearat 3,0 Titanium dioksida 5,0
Oxibenson 2,0
Oktil metoksisinamat 5,0 Etil poliakrilat 1,0
Squalen 10
Antioksidan q.s.
Pengawet q.s.
Parfum q.s.
(46)
Berdasarkan hasil orientasi, basis krim menurut Young lebih baik sebab
krim yang dihasilkan tidak terlalu berminyak dan lebih mudah merata di kulit
dibandingkan dengan basis krim menurut Mitsui. Oleh karena itu, basis krim yang
digunakan untuk pembuatan krim tabir surya kombinasi avobenson, oktil
metoksisinamat dengan penambahan ekstrak kulit manggis adalah basis krim
menurut Young.
Pada saat orientasi, ekstrak kulit manggis tidak menyatu dengan basis
sehingga perlu ditambahkan surfaktan untuk membasahi ekstrak tersebut.
Surfaktan yang digunakan adalah tween 80, jumlah tween 80 yang digunakan
sebanyak 0,8%. Selain itu, hasil orientasi menunjukkan bahwa konsentrasi
terendah ekstrak kulit manggis yang memberikan pengaruh peningkatan nilai SPF
adalah sebesar 4% maka penelitian dilanjutkan menggunakan penambahan ekstrak
kulit manggis sebesar 4%, 6%, 8%, 10%. Penambahan ekstrak kulit manggis
hanya dilakukan hingga konsentrasi 10% sebab penambahan ekstrak kulit manggis
di atas 10% menyebabkan krim yang dihasilkan tidak stabil/pecah.
Pada saat pembuatan krim, avobenson dan oktil metoksisinamat
ditambahkan pada fase minyak karena avobenson dan oktil metoksisinamat
merupakan bahan yang larut dalam minyak dan melting point avobenson berkisar
pada suhu 81–86oC (Ditjen POM, 1985; Kyowa, 2010; Morabito, dkk., 2008).
3.3.2 Formula modifikasi
Berdasarkan hasil orientasi maka formula yang digunakan dalam pembutan
krim tabir surya ini menggunakan formula dasar krim menurut Young dengan
(47)
Tabel 3.1 Formula krim tabir surya
Formula Dasar Krim Menurut Young (%)
Formula Modifikasi (%) Basis
Krim
Blank
o F I F II F III F IV
Setil Alkohol 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5
Asam Stearat 12 12 12 12 12 12 12
Sorbitol Syrup 5 5 5 5 5 5 5
Propilen glikol 3 3 3 3 3 3 3
Pengawet
(Nipagin) q.s 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2
TEA 1 1 1 1 1 1 1
Avobenson - - 2 2 2 2 2
Oktil
Metoksisinamat - - 5 5 5 5 5
Ekstrak Kulit
Manggis - - - 4 6 8 10
Tween 80 - 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
Air Suling Ad 100 77,5 70,5 66,5 64,5 62,5 60,5
Parfum
Lavender - 5 tetes 5 tetes 5 tetes 5 tetes 5 tetes 5 tetes
Keterangan:
Basis Krim = Dasar Krim
Blanko = Avobenson 2% + Basis Krim + OMS 5%
F I = Avobenson 2% + OMS 5% + Ekstrak Kulit Manggis 4% + Basis Krim
F II = Avobenson 2% + OMS 5% + Ekstrak Kulit Manggis 6% + Basis Krim
F III = Avobenson 2% + OMS 5% + Ekstrak Kulit Manggis 8% + Basis Krim
F IV = Avobenson 2% + OMS 5% + Ekstrak Kulit Manggis 10% + Basis Krim
3.4 Prosedur Pembuatan Krim
Basis yang digunakan tipe emulsi minyak dalam air (M/A). Bahan yang
terdapat dalam formula dibagi menjadi 2 kelompok yaitu fase minyak dan fase air.
Timbang masing - masing bahan. Bahan fase minyak (asam stearat, setil alkohol,
avobenson) dilebur dalam cawan penguap di atas penangas air pada temperatur ±
(48)
dilarutkan dalam air suling yang sudah dipanaskan (massa kedua). Kemudian di
lumpang lain ekstrak kulit manggis digerus dengan tween 80 hingga homogen
(massa ketiga). Massa pertama dimasukkan ke dalam mortir yang telah dipanaskan
terlebih dahulu lalu masukkan oktil metoksisinamat, kemudian masukkan massa
ketiga. Campuran diaduk hingga homogen lalu ditambahkan massa kedua, digerus
hingga homogen dan membentuk massa krim, tunggu hingga dingin lalu
ditambahkan parfum lavender 5 tetes.
3.5 Evaluasi Sediaan
Evaluasi sediaan meliputi sifat fisik seperti organoleptik, pengamatan
homogenitas, penentuan tipe emulsi krim, stabilitas sediaan krim, uji iritasi, serta
penentuan nilai SPF krim tabir surya.
3.5.1 Organoleptik
Pengamatan dilakukan terhadap warna krim, bau, dan terjadinya pemisahan
fase krim.
3.5.2 Pengamatan homogenitas
Masing-masing sediaan krim hasil formulasi diperiksa homogenitasnya
dengan cara mengoleskan sejumlah tertentu sediaan pada kaca yang transparan.
Sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya
butir-butir kasar (Ditjen POM, 1979).
3.5.3 Penentuan tipe emulsi
Tambahkan sedikit metil biru kedalam emulsi (krim), jika larut sewaktu
diaduk maka emulsi tersebut adalah tipe m/a (perubahan warna) dan jika emulsi
(49)
terdispersi dalam fase kontinyu maka emulsi tipe a/m (pengenceran dengan air)
(Ditjen POM, 1985).
3.5.4 Penentuan pH sediaan
Alat pH meter terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan
dapar standar netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat
menunjukkan harga pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan air suling, lalu
dikeringkan dengan tisu. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang 1 g
sediaan dan dilarutkan dengan air suling dalam beker glass ad 100 ml. Kemudian
elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga pH
sampai konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan.
Penentuan pH dilakukan tiga kali pada krim terhadap masing - masing konsentrasi
(Rawlins, 2003). Nilai pH diamati selama1, 4, 8, dan 12 minggu penyimpanan.
Nilai pH penting untuk mengetahui tingkat keasaman dari sediaan agar tidak
mengiritasi kulit. Sehingga pH sediaan kosmetik topikal harus sesuai dengan pH
kulit, yaitu antara 4,5 – 6,5 (Wasitaatmadja, 1997).
3.5.5 Uji Stabilitas
Pengamatan dilakukan pada saat sediaan selesai dibuat, penyimpanan
selama 12 minggu pada temperatur kamar, bagian yang diamati berupa pecah atau
tidaknya emulsi, pemisahan fase, perubahan warna dan bau sediaan (Ansel, 2005).
3.6 Uji Iritasi
Uji iritasi dilakukan pada 12 orang sukarelawan dengan cara mengoleskan
sediaan FIV dengan konsentrasi kulit manggis paling tinggi (10%) pada kulit
lengan bawah dibiarkan selama 24 jam (Baran, 2010; Ditjen POM, 1985;
(50)
3.7 Penentuan Nilai SPF 3.7.1 Penyiapan sampel
Sebanyak 1,0 gram sampel ditimbang seksama kemudian dimasukkan ke
dalam labu ukur 100 mL dan diencerkan dengan etanol 96%. Larutan disaring
dengan kertas saring, 10 mL filtrat pertama dibuang. Sebanyak 5,0 mL aliquot
dipipet, dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL kemudian diencerkan dengan
etanol 96%. Sebanyak 5,0 ml larutan aliquot dipipet, dimasukkan ke dalam labu
ukur 25 mL kemudian diencerkan dengan etanol 96%, lalu diukur serapan
menggunakan Spektrofotometer UV-Visible, dilakukan pengulangan sebanyak 5
kali (Dutra, dkk., 2004).
3.7.2 Penentuan nilai SPF
Nilai SPF dihitung dengan menggunakan persamaan Mansur dibandingkan
persamaan Petro dikarenakan metode Mansur khusus menghitung absorbansi
didaerah panjang gelombang UVB yaitu panjang gelombang 290-320 nm, seperti
yang kita ketahui bahwa SPF hanya menunjukkan perlindungan terhadap sinar
UVB, namun pada saat pengukuran dilakukan hingga panjang gelombang 400 nm.
Hal ini dilakukan hanya sebagai informasi tambahan mengenai serapan sampel
hingga panjang gelombang tersebut. Spektrum serapan sampel diperoleh dengan
menggunakan spektrofotomoter UV-Visible pada panjang gelombang 290-320 nm
dengan menggunakan etanol 96% sebagai blanko. Niilai serapan dicatat setiap
interval 5 nm dari panjang gelombang 290 sampai 320 nm. Nilai serapan yang
diperoleh dikalikan dengan EE × I untuk masing-masing interval. Nilai EE × I tiap
interval dapat dilihat pada Lampiran 11. Jumlah EE × I yang diperoleh dikalikan
dengan faktor koreksi akhirnya diperoleh nilai SPF dari sampel yang diuji (Dutra,
(51)
Keterangan :
CF = Faktor Koreksi (10) EE = Spektrum Efek Eritemal
I = Spektrum Intensitas dari Matahari Abs = Absorbansi dari sampel
Untuk mengetahui adanya perbedaan nilai SPF yang bermakna antar
formula dilakukan uji statistik menggunakan metode ANOVA (Analysis of
Variance) dengan program SPSS (Statistical Package for the Social Sciences)
dengan taraf tingkat kepercayaan 95%, dan untuk mengetahui ada tidaknya
perbedaan yang signifikan nilai SPF sediaan.
∑
= 320 290
) ( ) ( )
(
λ
xIλ
xAbsλ
EE CFx SPF
(52)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Organoleptis Sediaan
Sediaan yang dihasilkan adalah masa setengah padat berwarna kecoklatan,
homogen dan mudah dioleskan. Terdapat perbedaan penampilan organoleptis dari
setiap formula yang dihasilkan, basis krim dan blanko berwarna putih sedangkan
FI - FIV memiliki warna coklat, dimana semakin meningkatnya ekstrak maka
warna krim semakin coklat tua (Lampiran 7) dan terdapat perbedaan konsistensi
kepadatan krim mulai dari basis krim sampai FIV. Hal ini disebabkan karena
semakin banyaknya jumlah ekstrak kulit manggis yang ditambahkan pada krim
tersebut sehingga meningkatkan kepadatan krim.
4.2 Mutu Fisik Sediaan 4.2.1 Homogenitas sediaan
Dari percobaan yang telah dilakukan terhadap ke enam sediaan tabir surya,
hasil yang diperoleh menunjukkan tidak adanya butiran - butiran pada objek gelas
(Lampiran 7 halaman 55), sehingga dapat dikatakan bahwa semua sediaan tabir
surya yang dihasilkan adalah homogen.
4.2.2 Tipe Emulsi sediaan
Menurut Syamsuni (2006), dikenal beberapa cara membedakan tipe emulsi
dengan pengenceran fase dimana setiap emulsi diencerkan dengan fase
eksternalnya, lalu dengan pengecatan atau pewarnaan misalnya emulsi ditambah
larutan metilen biru dapat memberikan warna biru pada tipe emulsi m/a, karena
(53)
pengujian tipe emulsi sediaan dengan menggunakan biru metil dan kelarutan
dalam air dapat dilihat pada Tabel 4.1:
Tabel 4.1 Tipe emulsi sediaan pada pewarnaan dengan metil biru dan pengenceran dalam air.
No Formula
Metil Biru Pengenceran dalam air
Merata Tidak merata
Dapat diencerkan
Tidak dapat diencerkan
1 Basis Krim - -
2 Blanko - -
3 F I - -
4 F II - -
5 F III - -
6 F IV - -
Keterangan: Basis Krim = Dasar Krim
Blanko = Avobenson 2% + Basis Krim + OMS 5%
F I = Avobenson 2% + OMS 5% + Ekstrak Kulit Manggis 4% + Basis Krim
F II = Avobenson 2% + OMS 5% + Ekstrak Kulit Manggis 6% + Basis Krim
F III = Avobenson 2% + OMS 5% + Ekstrak Kulit Manggis 8% + Basis Krim
F IV = Avobenson 2% + OMS 5% + Ekstrak Kulit Manggis 10% + Basis Krim
Dari hasil uji tipe emulsi yang dapat dilihat pada Tabel 4.1 di atas, semua
formula krim menunjukkan warna biru dari metil biru yang merata yang
menunjukkan bahwa fase luar krim adalah air karena metil biru larut dalam air.
Hasil ini dapat membuktikan bahwa sediaan krim yang dibuat mempunyai tipe
emulsi m/a.
4.2.3 pH sediaan
Nilai pH penting untuk mengetahui tingkat keasaman dari sediaan agar
tidak mengiritasi kulit sehingga pH sediaan kosmetik topikal harus sesuai dengan
pH kulit, yaitu antara 4,5 – 6,5 (Wasitaatmadja, 1997). Jika krim memiliki pH
(54)
pH terlalu asam maka menyebabkan iritasi kulit (Setiawan, 2010; Wasitaatmadja,
1997). Derajat keasaman (pH) sediaan ditentukan dengan mengggunakan pH
meter dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 56.
Tabel 4.2 Nilai pH sediaan selama 1 minggu hingga penyimpanan selama 12 minggu.
Waktu (Minggu)
Formula
Basis Krim Blanko F I F II F III F IV
1 6,4 6,43 6,26 6,1 6,06 6,0
4 5,96 6,0 5,7 5,66 5,6 5,56
8 5,83 5,9 5,66 5,6 5,56 5,53
12 5,83 5,86 5,5 5,33 5,2 5,1
Keterangan: Basis Krim = Dasar Krim
Blanko = Avobenson 2% + Basis Krim + OMS 5%
F I = Avobenson 2% + OMS 5% + Ekstrak Kulit Manggis 4% + Basis Krim
F II = Avobenson 2% + OMS 5% + Ekstrak Kulit Manggis 6% + Basis Krim
F III = Avobenson 2% + OMS 5% + Ekstrak Kulit Manggis 8% + Basis Krim
F IV = Avobenson 2% + OMS 5% + Ekstrak Kulit Manggis 10% + Basis Krim
Gambar 4.1 Grafik pengukuran pH selama 12 minggu pada suhu kamar
0
1
2
3
4
5
6
7
1
4
8
12
pH Waktu (Minggu) Basis Krim Blanko F I F II F III F IV
(55)
Derajat ke asaman (pH) sediaan selama 1 minggu berbeda dengan pH
setelah 12 minggu. Setelah pengamatan 12 minggu, pH masing-masing formula
lebih rendah di bandingkan setelah pembuatan. Hal ini disebabkan karena
terjadinya reaksi hidrolisis polifenol sehingga polifenol terlepas dari glikosidanya
dan terdapat dalam bentuk bebas yang lebih asam (Setiawan, 2010). Nilai pH
sediaan masih termasuk ke dalam kisaran 4,5 – 6,5. Hal ini menandakan sediaan
krim memenuhi syarat dan masih aman digunakan untuk kulit.
4.2.4 Stabilitas sediaan
Stabilitas krim rusak jika terganggu sistem campurannya terganggu oleh
perubahan suhu dan perubahan komposisi (adanya penambahan salah satu fase
secara berlebihan). Pecahnya emulsi atau koalesensi adalah pecahnya emulsi
karena film yang meliputi partikel rusak dan butir minyak berkoalesensi atau
menyatu menjadi fase tunggal yang memisah. Bersifat irreversible (tidak dapat
diperbaiki kembali), disebabkan oleh pengaruh fisika seperti pemanasan,
penyaringan, pendinginan, dan pengadukan, atau pengaruh biologis seperti
fermentasi jamur atau bakteri, dan pengaruh kimia seperti perubahan pH,
penambahan alkohol (Syamsuni, 2006).
Perubahan bau dapat disebabkan karena pengaruh kimia maupun biologis.
Oksidasi oleh oksigen yang ada di udara terhadap lemak atau minyak merupakan
salah satu reaksi kimia yang sering menyebabkan perubahan bau atau ketengikan.
Sedangkan perubahan bau pada krim karena pengaruh biologis oleh mikroba
maupun jamur (Setiawan, 2010). Hasil pengamatan uji stabilitas yang dapat dilihat
(56)
Tabel 4.3 Stabilitas formula krim tabir surya selama masa penyimpanan 12 minggu.
No. Formula
Waktu (Minggu)
1 4 8 12
X Y Z X Y Z X Y Z X Y Z
1 Basis Krim - - - - - - - - - - - -
2 Blanko - - - - - - - - - - - -
3 F I - - - - - - - - - - - -
4 F II - - - - - - - - - - - -
5 F III - - - - - - - - - - - -
6 F IV - - - - - - - - - - - -
Keterangan: Basis Krim = Dasar Krim
Blanko = Avobenson 2% + Basis Krim + OMS 5%
F I = Avobenson 2% + OMS 5% + Ekstrak Kulit Manggis 4% + Basis Krim
F II = Avobenson 2% + OMS 5% + Ekstrak Kulit Manggis 6% + Basis Krim
F III = Avobenson 2% + OMS 5% + Ekstrak Kulit Manggis 8% + Basis Krim
F IV = Avobenson 2% + OMS 5% + Ekstrak Kulit Manggis 10% + Basis Krim
X = Perubahan Warna
Y = Perubahan Bau
Z = Pecahnya Emulsi
- = Tidak Terjadi Perubahan
Berdasarkan data yang diperoleh dan dapat dilihat bahwa masing-masing
formula yang telah diamati selama 12 minggu memberikan hasil yang baik yaitu
tidak mengalami perubahan warna, bau, dan juga pemisahan fase sehingga dapat
disimpulkan bahwa sediaan krim stabil.
Selama masa penyimpanan, sediaan tidak menunjukkan adanya perubahan.
Karena pada formula mengandung nipagin sebagai pengawet yang melindungi dari
(57)
4.3 Efek Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan
Penggunaan kosmetika mengandung bahan yang mengiritasi kulit dapat
menyebabkan reaksi iritasi. Untuk mengetahui ada atau tidaknya reaksi iritasi
tersebut maka dilakukan uji iritasi terhadap kulit. Uji tempel adalah uji iritasi yang
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah sediaan uji itu menimbulkan
iritasi atau tidak (Ditjen POM, 1985). Konsumen yang akan menggunakan
kosmetika baru dapat melakukan pengujian ini. Jika dibiarkan selama 24 - 48 jam
tidak terjadi reaksi kulit yang tidak diinginkan maka kosmetika tersebut aman
digunakan (Wasitaatmadja, 1997). Berdasarkan penelitian yang dilakukan
diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4.4 Pengaruh iritasi krim terhadap kulit sukarelawan
Formula FIV (Krim Avobenson 2% + OMS 5% + Ekstrak Kulit Manggis 10%)
Sukarelawan I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII
Reaksi Kulit 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Keterangan:
Tidak ada reaksi 0
Eritema +
Eritema dan papula ++
Eritema, papula dan gelembung (vesikula) +++
Edema dan gelembung ++++
Dari hasil pengujian iritasi didapatkan bahwa krim formula IV tidak
(58)
4.4 Nilai SPF (Sun Protection Factor) Sediaan
Penentuan nilai SPF (Sun Protection Factor) dilakukan secara in vitro
dengan menggunakan spektrofotometer UV - Vis dengan pengulangan sebanyak 5
kali. Krim yang telah dilarutkan dalam pelarutnya selanjutnya diukur dan
diperoleh absorbansinya. Absorbansi tiap sediaan kemudian dimasukkan kedalam
perhitungan menggunakan persamaan Mansur seperti yang tertera pada Lampiran
10. Hasil nilai SPF (Sun Protection Factor) dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2 Grafik pengaruh perbedaan komposisi ekstrak kulit manggis terhadap nilai SPF sediaan krim tabir surya kombinasi avobenson dan oktil metoksisinamat yang diukur secara in vitro.
Keterangan: Basis Krim = Dasar Krim
Blanko = Avobenson 2% + Basis Krim + OMS 5%
F I = Avobenson 2% + OMS 5% + Ekstrak Kulit Manggis 4% + Basis Krim
F II = Avobenson 2% + OMS 5% + Ekstrak Kulit Manggis 6% + Basis Krim
F III = Avobenson 2% + OMS 5% + Ekstrak Kulit Manggis 8% + Basis Krim
F IV = Avobenson 2% + OMS 5% + Ekstrak Kulit Manggis 10% + Basis Krim
0,12 13,19 14,01 16,59 18,58 24,69 0 5 10 15 20 25 30 Basis Krim
Blanko F I F II F III F IV
N
ilai
SP
F
(59)
Kategori faktor perlindungan terhadap sinar matahari menurut Pathak
dalam Wasitaatmadja (1997), adalah sebagai berikut:
1. Minimal, bila SPF antara 2-4.
2. Sedang, bila SPF antara 4-6
3. Ekstra, bila SPF antara 6-8
4. Maksimal, bila SPF antara 8-15
5. Ultra, bila SPF lebih dari 15
Berdasarkan pembagian nilai SPF tersebut dapat diperoleh kategori untuk
masing - masing sediaan krim tabir surya terhadap nilai SPF dapat dilihat pada
Tabel 4.5:
Tabel 4.5 Kategori kemampuan perlindungan krim tabir surya.
No Formula Nilai SPF
Kategori Kemampuan Perlindungan Krim
Tabir Surya
1 Basis Krim 0,12 Tidak memberikan
perlindungan
2 Blanko 13,19 Maksimal
3 FI 14,01 Maksimal
4 FII 16,59 Ultra
5 FIII 18,58 Ultra
6 FIV 24,69 Ultra
Keterangan: Basis Krim = Dasar Krim
Blanko = Avobenson 2% + Basis Krim + OMS 5%
F I = Avobenson 2% + OMS 5% + Ekstrak Kulit Manggis 4% + Basis Krim
F II = Avobenson 2% + OMS 5% + Ekstrak Kulit Manggis 6% + Basis Krim
F III = Avobenson 2% + OMS 5% + Ekstrak Kulit Manggis 8% + Basis Krim
F IV = Avobenson 2% + OMS 5% + Ekstrak Kulit Manggis 10% + Basis Krim
(60)
Dari hasil pengukuran nilai SPF diketahui bahwa basis krim mempunyai
nilai SPF 0,1295, hal ini menunjukkan dasar krim tidak mempunyai efek
perlindungan terhadap sinar UVB. Nilai SPF krim tabir surya blanko sebesar
13,1983, sudah memberikan perlindungan terhadap sinar UVB namun belum
memenuhi standar nilai SPF yang direkomendasikan oleh FDA sedangkan untuk
FI - FIV sudah memenuhi standar nilai SPF yang direkomendasikan oleh FDA
sebab FDA (Food and Drud Administration) merekomendasikan penggunaan
sunscreen dengan nilai SPF minimal 15 atau lebih untuk mendapatkan efek
perlindungan terhadap sinar UVB yang lebih baik (FDA, 2009).
Schalka dan Vitor (2011), menyatakan bahwa nilai SPF berkaitan dengan
jumlah absorbansi sunscreen terhadap sinar UVB. Hubungan nilai SPF dan
banyaknya sinar UVB yang diserap dan diteruskan dapat dilihat pada Tabel 4.6 :
Tabel 4.6 Hubungan nilai SPF terhadap persen serapan dan transmitan sinar UVB.
Formula Nilai SPF Persen Serapan
Sinar UVB
Persen Transmitan Sinar UVB
Blanko 13,19 92,42% 7,58%
FI 14,01 92,86% 7,14%
FII 16,59 93,97% 6,03%
FIII 18,58 94,61% 5,39%
FIV 26,69 95,95% 4,05%
Keterangan: Basis Krim = Dasar Krim
Blanko = Avobenson 2% + Basis Krim + OMS 5%
F I = Avobenson 2% + OMS 5% + Ekstrak Kulit Manggis 4% + Basis Krim
F II = Avobenson 2% + OMS 5% + Ekstrak Kulit Manggis 6% + Basis Krim
F III = Avobenson 2% + OMS 5% + Ekstrak Kulit Manggis 8% + Basis Krim
F IV = Avobenson 2% + OMS 5% + Ekstrak Kulit Manggis 10% + Basis Krim
(61)
Dari hasil diperoleh bahwa ekstrak kulit manggis meningkatkan
penyerapan sinar UVB. Semakin tinggi konsentrasi ektrak kulit manggis yang
ditambahkan, maka kekuatan penyerapan sediaan juga semakin bertambah.
Adanya penambahan ekstrak kulit manggis dapat meningkatkan kestabilan
trans - oktil metoksisinamat yang memiliki nilai koefisien ekstinsi (parameter yang
menunjukkan kekuatan suatu senyawa dalam menyerap sinar dalam panjang
gelombang tertentu) yang lebih besar dibandingkan bentuk cisnya (Setiawan,
2010). Selain itu juga dapat meningkatkan kestabilan avobenson (Pattanargson,
dkk., 2004). Hal ini dikarenakan kulit buah manggis kaya akan senyawa flavonoid
dan xanton yang memiliki sifat antioksidan. Xanton menunjukkan potensial
oksidasi yang rendah sebesar +0,15V sedangkan potensial oksidasi dari oktil
metoksisinamat adalah +1,92V dan avobenson adalah +2,23V (Ling dan Min.,
2001; Ansel, dkk., 2011). Xanton mempunyai nilai potensial oksidasi yang paling
rendah sehingga lebih mudah mendonorkan elektron dan atom hidrogen pada
radikal bebas dibandingkan dengan zat yang dilindunginya (avobenson dan oktil
metoksisinamat) sehingga menjadikan xanton sebagai antioksidan dan reduktor
yang kuat (Santos, dkk., 2012). Antioksidan banyak digunakan sebagai bahan
kosmetik yang mencegah photoaging dan mempunyai efek fotoproteksi, dan
mencegah atau mengurangi radikal bebas. Antioksidan efektif meningkatkan
photostability dari avobenson (Afonso, dkk., 2014). Selain itu, Bonina, dkk(1996)
menyatakan bahwa penggunaan antioksidan pada sediaan tabir surya dapat
(62)
Gambar 4.3 Antioksidan menstabilkan avobenson dari sinar matahari (Afonso, dkk., 2014).
Setelah dilakukan uji normalitas data menggunakan metode kolmogorov
-smirnov didapatkan bahwa data terdistribusi secara normal kemudian pengujian
nilai SPF secara statistik dilanjutkan dengan menggunakan one way anova,
diperoleh nilai sig. 0,000. Hal ini menunjukkan terdapat perbedaan yang
signifikan dengan probabilitas lebih kecil dari 0.05 antara masing - masing
formula. Dari pengujian post - hoc test menggunakan metode Tukey (Lampiran 27
halaman 86 ) ditunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai
SPF basis krim, blanko, dan FI – FIV. Maka dapat disimpulkan penambahan
ekstrak kulit manggis secara efektif dapat meningkatkan nila SPF krim tabir surya
(1)
(2)
(3)
Lampiran 24. Bagan alir pembuatan ekstrak kulit manggis
Dibasahi dengan Etanol 70% Didiamkan selama 3 jam
Dimasukkan kedalam alat perkolator
Dituang cairan penyari Etanol 70% sampai semua simplisia terendam dan terdapat selapis cairan penyari di atasnya
Ditutup perkolator dan dibiarkan selama 24 jam
Dibuka kran perkolator dan dibiarkan tetesan cairan mengalir dengan kecepatan diatur 1 ml/menit. Perkolasi dilakukan selama beberapa hari sambil ditambahkan dengan etanol 70% yang baru.
Ditampung perkolat, perkolasi dihentikan sampai perkolat menjadi tidak berwarna atau bening dan saat diuapkan tidak meninggalkan sisa
Dipekatkan dengan penangas air 300 gram simplisia kulit manggis yang sudah di
haluskan
Perkolat Etanol 70%
(4)
Lampiran 25. Bagan alir pembuatan krim tabir surya
Ditimbang
Bahan (Sorbitol, Propilen Glikol, TEA, Nipagin, Asam Stearat, Setil Alkohol, Avobenson, Ekstrak Kulit Manggis, Oktil Metoksisinamat)
Fase Minyak: Asam Stearat, Setil Alkohol,
Avobenson Dilarutkan dalam
Air Suling yang sudah dipanaskan diatas penangas air hingga semua bahan terlarut.
Dileburkan di atas penangas air, hingga semua bahan melebur. Oktil Metoksisinamat (OMS) Dimasukkan dalam lumpang Ditambahkan Tween 80 Digerus hingga homogen Fase Air : Sorbitol,
Propilen glikol, TEA, Nipagin
Ekstrak Kulit Manggis
Fase air yang sudah
terlarut sempurna (massa 2)
Fase minyak yang sudah melebur
sempurna (massa 1) Ekstrak kulit manggis yang sudah homogen dengan tween 80 (massa 3)
Krim Tabir Surya
Dimasukkan OMS ke dalam massa 1
Campuran massa 1 dan OMS
Dimasukkan massa 1 ke dalam lumpang yang telah dipanaskan terlebih dahulu Ditambahkan
massa 2 ke dalam lumpang
Dimasukkan ke dalam campuran massa 1 dan OMS
(5)
Lampiran 26. Bagan alir pengujian nilai SPF krim tabir surya
Ditimbang sebanyak 1 gram Dilarutkan dengan Etanol 96%
Dimasukkan ke dalam Labu tentukur 100 ml Lalu dicukupkan dengan Etanol 96% hingga garis tanda
Disaring
Dibuang 10 ml pertama Lalu dipipet lagi 5 ml filtrat
Dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml
Dicukupkan dengan Etanol 96% hingga garis tanda
Lalu dipipet 5 ml aliquot dari labu tentukur 50 ml Dimasukkan dalam labu tentukur 25 ml
Dicukupkan dengan etanol 96% hingga garis tanda
Diukur menggunakan Spektrofotometer UV pada panjang gelombang 290-320 nm
Residu Filtrat
Larutan dengan konsentrasi 200 ppm Krim Tabir Surya
Didapatkan Serapan dan Dihitung Nilai SPF
(6)
Lampiran 27. Pengujian normalitas dan One Way ANOVA dengan SPSS Tests of Normality
Konsentrasi
Penambahan Ekstrak Kulit Manggis
Kolmogorov Smirnov(a) Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig. Nilai
SPF
Basis Krim ,167 5 ,200(*) ,966 5 ,851 Blanko ,230 5 ,200(*) ,965 5 ,839 Ekstrak Kulit Manggis
4% ,193 5 ,200(*) ,927 5 ,579 Ekstrak Kulit Manggis
6% ,178 5 ,200(*) ,964 5 ,837 Ekstrak Kulit Manggis
8% ,230 5 ,200(*) ,965 5 ,841 Ekstrak Kulit Manggis
10% ,265 5 ,200(*) ,900 5 ,407 * This is a lower bound of the true significance.
a Lilliefors Significance Correction
ANOVA
Nilai SPF
Sum of
Squares Df Mean Square F Sig. Between Groups 1667,051 5 333,410 5693,981 ,000
Within Groups 1,405 24 ,059
Total 1668,457 29
Post Hoc Tests
Tukey HSD Konsentrasi Penambahan Ekstrak Kulit Manggis
N Subset for alpha = .05
1 1 2 3 4 5 6
Basis Krim 5 ,129560
Blanko 5 13,198360
Ekstrak Kulit
Manggis 4% 5 14,017620 Ekstrak Kulit
Manggis 6% 5 16,598120 Ekstrak Kulit
Manggis 8% 5 18,580160 Ekstrak Kulit
Manggis 10% 5 24,694700 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed.