JUDUL INDONESIA: MODEL PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM BERPIKIR ORISINIL PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON-ELEKTROLIT

ABSTRAK
MODEL PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN SISWA DALAM BERPIKIR ORISINIL
PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT
DAN NON-ELEKTROLIT

Oleh
GALUH AYUNINGTYAS DWI UNTARI

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan model problem solving dalam
meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir orisinil pada materi larutan
elektrolit dan non-elektrolit yang merupakan salah satu indikator keterampilan
berpikir kreatif. Model problem solving terdiri dari langkah yaitu (a) ada masalah
yang diberikan, (b) mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan masalah, (c) menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut,
(d) menguji kebenaran jawaban sementara tersebut, dan (e) menarik kesimpulan.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas X SMA Negeri 4 Metro
Tahun Pelajaran 2013-2014 yang berjumlah 256 siswa dan sampel dalam penelitian ini adalah kelas X2 dan X5 semester ganjil. Pengambilan sampel dilakukan
dengan teknik purposive sampling. Penelitian ini menggunakan metode kuasi
eksperimen dengan Non Equivalent Control Group Design. Efektivitas model
problem solving diukur berdasarkan perbedaan nilai n-Gain yang signifikan antara

kelas kontrol dan kelas eksperimen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-

Galuh Ayuningtyas Dwi Untari
rata nilai n-Gain kemampuan berpikir orisinil pada kelas kontrol sebesar 0,4539
dan pada kelas eksperimen sebesar 0,6283. Berdasarkan pengujian hipotesis,
disimpulkan bahwa pembelajaran menggunakan model problem solving efektif
dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir orisinil pada materi
larutan elektrolit dan non-elektrolit.

Kata kunci: kemampuan berpikir orisinil, larutan elektrolit dan non-elektrolit,
model problem solving

ii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bangun Rejo, Kabupaten Lampung Tengah, pada tanggal 25
Mei 1993, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, buah hati Bapak Suratman,
A.Ma.Pd. dan Ibu Sujilah, S.Pd. Mengawali pendidikan formal pada tahun 1998
di SD Negeri 2 Tanjung Jaya Bangun Rejo, diselesaikan pada tahun 2004. Kemudian melanjutkan di SMP Negeri 2 Bangun Rejo diselesaikan pada tahun 2007,

dan SMA Negeri 1 Kalirejo Lampung Tengah diselesaikan pada tahun 2010.
Pada tahun yang sama, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Pendidikan Kimia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung melalui jalur
SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri).

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan yaitu
FPPI (Forum Pembinaan dan Pengkajian Islam) tahun 2010-2011, Himasakta
(Himpunan mahasiswa eksakta) tahun 2010-2011, dan pada tahun 2011-2012
menjadi anggota Pansus MMJ (Musyawarah Mahasiswa Jurusan). Pada tahun
2013, penulis mengikuti Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ke Bandung-YogyakartaSurabaya. Dan pada tahun yang sama, penulis telah menyelesaikan Kuliah Kerja
Nyata Kependidikan Terintegrasi (KKN-KT) di desa Kibang Yekti Jaya Kecamatan Lambu Kibang Kabupaten Tulang Bawang Barat yang terintegrasi dengan
Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP Negeri 3 Lambu Kibang.

MOTO

Hiasan dunia adalah ibadah dan belajar, maka hiasilah hidupmu dengan ibadah
dan belajar.
(Hadist)

Meskipun menghias hidup tidaklah mudah,

Namun, ingatlah
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah
selesai (dari suatu urusan) kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan lain
(Q.S. An-Nashr: 6-7)

Dan
Jenius adalah 1% inspirasi dan 99% keringat Tidak ada yang menggantikan
kerja keras. Keberuntungan adalah sesuatu yang terjadi ketika kesempatan
bertemu dengan kesiapan.
(Thomas Alfa Edison)

PERSEMBAHAN

Bismillahirrohmaanirrohiim......
Dengan segala kerendahan hati terucap syukur alhamdulillah untuk segala
nikmat yang telah diberikan Robb sang pencipta alam semesta, dengan segala
kerendahan hati dan rasa sayang yang tulus saya persembahkan karya sederhana
ini untuk:
 Mama dan Papa tercinta
Sosok mulia yang selalu membimbing, mendidik dan mendukung penulis

dengan kelembutan doa serta cinta sucinya karena Allah SWT. Terimakasih
atas jerih payah dan kerja keras kalian yang tidak mungkin dapat terbalaskan.
Semoga Allah SWT berkenan membalas semua jasa dan pengorbanan kalian.
 Saudaraku tercinta
Mbakku, Elmika Ratnapuri, S.Pd. dan adikku Anatri Dimas Arief Wicaksono
serta keluarga besarku
Keceriaan, perhatian, dan doa yang kalian berikan, menjadi pengiring
langkahku untuk terus maju.
 Sahabatku dan Rekanku
Yang selalu mendoakanku dan memberikanku semangat.
 Almamater tercinta Universitas Lampung
Tempatku menimba ilmu dan belajar tentang makna sebuah kehidupan.

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan ridho-Nya
sehingga dapat diselesaikan skripsi yang berjudul “ Model Pembelajaran Problem
Solving untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Berpikir Orisinil pada
Materi Larutan Elektrolit dan Non-elektrolit” sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Lampung.


Atas dasar kemampuan dan pengetahuan yang terbatas, maka adanya bimbingan
dan dukungan dari berbagai pihak sangat membantu dalam menyelesaikan skripsi
ini. Pada kesempatan ini disampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si. selaku Dekan FKIP Unila.
2. Bapak Dr. Caswita, M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA.
3. Ibu Dr. Noor Fadiawati, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia.
4.

Ibu Dr. Ratu Betta Rudibyani, M.Si. selaku Pembimbing I dan Pembimbing
Akademik, atas kesediaannya memberi bimbingan, motivasi dan saran dalam
proses penyusunan skripsi serta sudi menjadi tempat berbagi.

5. Bapak Drs. Tasviri Efkar, M. Si. selaku Pembimbing II, atas kesediaannya
memberi bimbingan, motivasi dan saran dalam proses penyusunan skripsi
serta sudi menjadi tempat berbagi.
6. Ibu Dra. Nina Kadaritna, M.Si. selaku Pembahas, atas kesediaannya memberi
bimbingan, motivasi, kritik dan saran untuk perbaikan skripsi; serta dosen-


dosen di Jurusan Pendidikan MIPA khususnya di Program Studi Pen-didikan
Kimia Unila, atas ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan;
7. Bapak Drs. Maisani Liswan selaku kepala sekolah atas izin yang diberikan
untuk melaksanakan penelitian, Ibu Dewi Kurniati, S.Pd. sebagai guru mitra,
dan seluruh dewan guru, staf TU serta siswa siswi SMA Negeri 4 Metro.
8. Teristimewa untuk Papa dan Mama yang dimuliakan Allah SWT, atas kasih
sayang, nasihat, serta lantunan doa yang tercurah serta dukungan yang
diberikan.
9. Mbakku Elmika Ratnapuri, S.Pd., mamasku Eko Hendri Asnanto, S.Pd.,
adikku Anatri Dimas Arief Wicaksono dan keponakanku Naura Jinan Shafiya
serta seluruh keluarga yang turut mendoakan, terima kasih atas dukungan dan
perhatiannya.
10. Sahabat seperjuanganku, rekan kerja dan teman-teman Pendidikan Kimia 2010
serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan berupa rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Akhirnya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya. Menyadari bahwa dalam penulisan ini banyak kekeliruan, sumbangsih dan masukan pembaca menjadi permintaan untuk
karya selanjutnya.
Bandarlampung,

Juli 2014


Penulis

Galuh Ayuningtyas Dwi Untari

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ......................................................................................

Halaman
vii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................

viii

I. PENDAHULUAN .................................................................................

1


A. Latar Belakang Masalah ..............................................................

1

B. Rumusan Masalah ........................................................................

5

C. Tujuan Penelitian .........................................................................

5

D. Manfaat Penelitian .......................................................................

5

E. Ruang Lingkup Penelitian.............................................................

6


II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................

7

A. Pembelajaran Konstruktivisme ....................................................

7

B. Model Pembelajaran Problem Solving..........................................

9

C. Keterampilan Berpikir Kreatif .....................................................

14

D. Kerangka Pemikiran .....................................................................

17


E. Anggapan Dasar ...........................................................................

19

F. Hipotesis Umum ..........................................................................

19

III. METODOLOGI PENELITIAN ..........................................................

20

A. Populasi dan Sampel ....................................................................

20

B. Jenis dan Sumber Data .................................................................

21


C. Metode dan Desain Penelitian .....................................................

21

D. Variabel Penelitian .......................................................................

21

E. Instrumen Penelitian ....................................................................

22

F. Prosedur Penelitian ......................................................................

23

G. Hipotesis Kerja .............................................................................

25

H. Hipotesis Statistik ........................................................................

26

I.

27

Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis .............................

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian dan Analisis Data ...............................................

34

B. Pembahasan ..................................................................................

41

V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ......................................................................................

51

B. Saran ............................................................................................

51

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................

52

LAMPIRAN ................................................................................................

55

1.

Silabus Kelas Eksperimen ............................................................

56

2.

RPP Kelas Eksperimen ................................................................

67

3.

Lembar Kerja Siswa (LKS) .........................................................

79

4.

Kisi-Kisi Soal Pretes dan Postes ...................................................

99

5.

Soal Pretes ....................................................................................

104

6.

Soal Postes ...................................................................................

107

7.

Rubrik Penilaian Soal Pretes dan Postes ......................................

110

8.

Lembar Penilaian Afektif Kelas Eksperimen ..............................

119

vi

9.

Lembar Penilaian Afektif Kelas Kontrol .....................................

123

10. Rubrik Penilaian Afektif ..............................................................

127

11. Lembar Penilaian Psikomotor Kelas Eksperimen.........................

131

12. Lembar Observasi Kinerja Guru ...................................................

133

13. Data Pemeriksaan Jawaban Pretes dan Postes ............................

135

14. Tabel Data Nilai Pretes, Nilai Postes dan n-Gain ........................

143

15. Perhitungan Nilai Pretes, Nilai Postes dan n-Gain ......................

145

16. Kisi-Kisi Angket Pendapat Siswa terhadap Pembelajaran Materi
Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit ...........................................

168

17. Angket Pendapat Siswa terhadap Pembelajaran Materi Larutan
Elektrolit dan Non-Elektrolit ........................................................

170

18. Pengolahan Angket Pendapat Siswa terhadap Pembelajaran Materi
Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit ..........................................

172

19. Surat Keterangan Melaksanakan Penelitian .................................

192

vii

DAFTAR TABEL

Tabel
Halaman
1. Indikator Keterampilan Berpikir Kreatif..............................................
15
2.

Desain Penelitian .................................................................................

21

3.

Nilai Lhitung, Ldaftar, dan pengambilan keputusan uji normalitas terhadap
nilai pretes kemampuan berpikir orisinil siswa.....................................

35

Nilai Fhitung, Ftabel, dan pengambilan keputusan uji homogenitas terhadap
nilai pretes kemampuan berpikir orisinil siswa.....................................

36

5.

Nilai thitung, ttabel, dan pengambilan keputusan uji kesamaan dua rata-rata

37

6.

Nilai L0, Ldaftar, dan pengambilan keputusan uji normalitas terhadap nilai
n-Gain kemampuan berpikir orisinil siswa ..........................................

39

Nilai Fhitung, Ftabel, dan pengambilan keputusan uji homogenitas terhadap
nilai n-Gain kemampuan berpikir orisinil siswa ..................................

40

Nilai thitung, ttabel, dan pengambilan keputusan uji perbedaan dua rata-rata

41

4.

7.

8.

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

1.

Alur Penelitian ....................................................................................

25

2.

Rata-rata nilai pretes dan nilai postes kemampuan berpikir orisinil
siswa ....................................................................................................

34

Rata-rata nilai n-Gain kemampuan berpikir orisinil siswa ................

38

3.

viii

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

IPA merupakan salah satu ilmu yang memiliki peranan penting dalam peningkatan mutu pendidikan, khususnya di dalam menghasilkan siswa yang berkualitas,
yaitu manusia yang mampu berpikir logis, kritis dan kreatif. IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga IPA bukan
hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa konsep-konsep, hukumhukum, dan teori-teori saja; tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Badan
Standar Nasional Pendidikan, 2006).

Ilmu kimia merupakan cabang dari ilmu IPA yang sangat erat kaitannya dengan
kehidupan sehari-hari karena ilmu kimia mencari jawaban atas pertanyaan apa,
mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam yang berkaitan dengan komposisi,
struktur dan sifat perubahan, dinamika, dan energitika zat yang melibatkan keterampilan dan penalaran. Ilmu kimia merupakan salah satu mata pelajaran IPA
yang terdiri dari tiga karakteristik yang berkaitan erat yaitu, kimia sebagai produk,
kimia sebagai proses atau kerja ilmiah, dan kimia sebagai sikap. Oleh sebab itu,
pembelajaran kimia harus memperhatikan karakteristik kimia sebagai proses,
produk dan sikap.

2

Kimia sebagai proses meliputi mengamati, menafsirkan pengamatan, meramalkan,
menerapkan konsep, merencanakan penelitian, mengkomunikasikan penelitian
dan mengajukan pertanyaan. Dalam proses pembelajaran kimia, contohnya ketika mengamati, siswa dituntut melatih keterampilan berpikir kreatifnya, yaitu mengumpulkan data tentang fenomena yang diamati langsung menggunakan inderanya, menafsirkan hasil pengamatan, mengkomunikasikan gagasan dan pendapatnya kepada orang lain serta mengajukan pertanyaan.

Namun selama ini umumnya, pembelajaran kimia di SMA cenderung hanya menekankan pada aspek produknya yang berupa konsep-konsep, hukum-hukum, dan
teori-teori saja; tanpa menyuguhkan bagaimana proses ditemukannya konsep, hukum, dan teori tersebut. Untuk tercapainya penguasaan konsep siswa, proses
pembelajaran hanya dilakukan dengan cara mentransfer pengetahuan dari guru ke
siswa sehingga hanya guru yang berperan aktif dalam pembelajaran dan siswa
cenderung pasif.

Hasil observasi dan wawancara dengan guru kimia di SMA Negeri 4 Metro, diperoleh informasi bahwa pembelajaran kimia yang biasa digunakan adalah pembelajaran konvensional dimana masih menggunakan metode ceramah, diskusi dan
latihan. Pembelajaran yang diterapkan cenderung berpusat pada guru (teachercentered). Dalam proses pembelajaran, siswa hanya menerima informasi yang
diberikan oleh guru. Selain itu, dalam mengajukan pertanyaan dan menjawab
pertanyaan, siswa belum mampu mencetuskan gagasan dengan cara yang asli dan
sebagian besar siswa pasif. Akibatnya siswa tidak akan terampil dalam berpikir
kreatif sehingga kemampuan berpikir orisinil siswa rendah. Oleh karena itu,

3

diperlukan upaya untuk memecahkan masalah tersebut, salah satunya dengan cara
memperbaiki proses pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir
orisinil sehingga keterampilan berpikir kreatif siswa tinggi. Dengan demikian,
pembelajaran di SMA Negeri 4 Metro ini belum sesuai dengan karakteristik ilmu
kimia dan standar kompetensi lulusan kurikulum 2013 yang mengharapkan siswa
memiliki kemampuan berpikir dan bertindak yang efektif dan kreatif dalam ranah
abstrak dan konkret.

Berdasarkan kurikulum 2013, materi larutan elektrolit dan non-elektrolit diberikan
pada siswa kelas X semester genap dan merupakan salah satu materi pokok yang
tertuang dalam kompetensi inti 3. Kompetensi dasar dari kompetensi inti 3 pada
materi larutan elektrolit dan non-elektrolit adalah menganalisis sifat larutan elektrolit dan larutan non-elektrolit berdasarkan daya hantar listriknya. Namun yang
terjadi selama ini guru hanya mengkondisikan siswa untuk menghafal pada materi
ini. Akibatnya siswa mengalami kesulitan untuk menghubungkannya dengan apa
yang terjadi di lingkungan sekitar, dan tidak merasakan manfaat dari pembelajaran larutan elektrolit dan non-elektrolit, sehingga keterampilan berpikir kreatif siswa khususnya kemampuan berpikir orisinil siswa rendah. Untuk meningkatkan
kemampuan berpikir orisinil siswa diperlukan suatu model pembelajaran yang
menitikberatkan pada keaktifan siswa dan juga penelitian terdahulu yang telah
membuktikan model tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian Rusda (2012) yang menunjukan bahwa pembelajaran
problem solving meningkatkan keterampilan berpikir kreatif siswa kelas XI SMA
Negeri 1 Sidoharjo. Selain itu, hasil penelitian Nurmaulana (2011) yang

4

menyatakan penerapan model pembelajaran problem solving terbukti efektif
meningkatkan keterampilan berpikir kreatif siswa pada materi pencemaran tanah,
dengan nilai rata-rata persentase keterampilan berpikir kreatif siswa adalah 82,9%
yang termasuk ke dalam kategori sangat baik. Sehingga dilihat dari hasil penelitian tersebut, model problem solving dapat membuat siswa aktif. Berdasarkan
kedua peneliti tersebut di atas, model problem solving diharapkan dapat meningkatkan keterampilan berpikir kreatif siswa sehingga kemampuan berpikir
orisinil siswa tinggi.

Model problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan suatu masalah dan memecahkannya berdasarkan data dan informasi yang
akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat. Proses pembelajaran problem solving memberikan kesempatan peserta didik berperan aktif
dalam mempelajari, mencari, dan menemukan sendiri informasi untuk diolah
menjadi konsep, prinsip, teori, atau kesimpulan.

Kreativitas (berpikir kreatif atau berpikir divergen) adalah kemampuan berpikir
berdasarkan data atau informasi yang tersedia untuk menemukan banyak
kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, di mana penekanannya pada
kuantitas, ketepatgunaan, dan keragaman jawaban. Makin banyak kemungkinan
jawaban yang dapat diberikan terhadap suatu masalah makin kreatiflah seseorang.
Berdasarkan uraian di atas, akan dilaksanakan penelitian dengan judul: “Model
Problem Solving untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Berpikir Orisinil
pada Materi Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit”

5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Apakah model problem solving efektif dalam meningkatkan kemampuan siswa
dalam berpikir orisinil pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian
ini adalah untuk mendeskripsikan efektivitas model problem solving dalam
meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir orisinil pada materi larutan
elektrolit dan non-elektrolit.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan agar bermanfaat bagi:
1. Siswa
Melalui penerapan model problem solving siswa dapat lebih mudah untuk
memahami materi larutan elektrolit dan non-elektrolit sehingga kemampuan
berpikir orisinil siswa meningkat.
2. Guru
Menambah informasi dan wawasan tentang penerapan model problem solving
sebagai alternatif dalam mengembangkan kemampuan berpikir orisinil siswa.
3. Sekolah
Penerapan model problem solving dalam pembelajaran merupakan alternatif
untuk meningkatkan mutu pembelajaran kimia di sekolah.

6

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Langkah-langkah pembelajaran menggunakan model problem solving, yaitu
(a) ada masalah yang diberikan, (b) mencari data atau keterangan yang dapat
digunakan untuk menyelesaikan masalah, (c) menetapkan jawaban sementara
dari masalah tersebut, (d) menguji kebenaran jawaban sementara tersebut, dan
(e) menarik kesimpulan (Djamarah dan Zain, 2010).
2. Kemampuan berpikir orisinil merupakan salah satu indikator keterampilan berpikir kreatif yang akan diteliti, meliputi mencetuskan gagasan dengan cara-cara
yang asli, tidak klise dan jarang diberikan kebanyakan orang, mampu melahirkan ungkapan yang baru dan unik, memikirkan cara-cara yang tak lazim untuk
mengungkapkan diri dan mampu membuat kombinasi-kombinasi yang tak
lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur (Munandar, 2012).
3. Materi kimia dalam penelitian ini adalah materi larutan non-elektrolit, larutan
elektrolit dan jenis larutan berdasarkan daya hantar listrik (elektrolit kuat,
elektrolit lemah, dan non-elektrolit)
4. Pembelajaran menggunakan model problem solving dikatakan efektif apabila
secara statistik hasil tes kemampuan berpikir orisinil siswa menunjukkan
perbedaan nilai n-Gain yang signifikan antara kelas kontrol dan kelas
eksperimen (Nuraeni dkk, 2010).

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Konstruktivisme

Menurut Nur dalam (Trianto, 2010), teori-teori baru dalam psikologi pendidikan
di kelompokkan dalam teori pembelajaran konstruktivis (constructivist theories of
learning). Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan
sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru
dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai.
Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner.

Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang
anak dengan kegiatan asimilasi, akomodasi dan ekuilibrasi. Asimilasi ialah pemaduan data baru dengan stuktur kognitif yang ada. Akomodasi ialah penyesuaian
stuktur kognitif terhadap situasi baru, dan equilibrasi ialah penyesuaian kembali
yang terus dilakukan antara asimilasi dan akomodasi (Bell, 1994).

Prespektif kognitif-konstruktivis, yang menjadi landasan pembelajaran problem
solving, banyak meminjam pendapat Piaget. Prespektif ini mengatakan, seperti
yang dikatakan Piaget, bahwa pelajar dengan umur berapapun terlibat secara aktif dalam proses mendapatkan informasi dan mengonstruksikan pengetahuannya

8

sendiri. Pengetahuan tidak statis, tetapi berevolusi dan berubah secara konstan
selama pelajar mengonstruksikan pengalaman-pengalaman baru yang memaksa
mereka untuk mendasarkan diri pada dan memodifikasi pengetahuan sebelumnya. Keyakinan Piaget ini berbeda dengan keyakinan Vygotsky dalam beberapa
hal penting. Bila Piaget memfokuskan pada tahap-tahap perkembangan intelektual yang dilalui anak terlepas dari konteks sosial atau kulturalnya, Vygotsky
menekankan pentingnya aspek sosial belajar. Vygotsky percaya bahwa interaksi
sosial dengan orang lain memacu pengonstruksian ide-ide baru dan meningkatkan perkembangan intelektual pelajar. Salah satu ide kunci yang berasal dari
minat Vygotsky pada aspek sosial pembelajaran adalah konsepnya tentang zone
of proximal development. Menurut Vygotsky, pelajar memiliki dua tingkat perkembangan yang berbeda yakni tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan aktual, menentukan fungsi intelektual individu saat ini dan kemampuannya untuk mempelajari sendiri hal-hal
tertentu. Individu juga memiliki tingkat perkembangan potensial, yang oleh
Vygotsky didefinisikan sebagai tingkat yang dapat difungsikan atau dicapai oleh
individu dengan bantuan orang lain, misalnya guru, orang tua, atau teman sebayanya yang lebih maju. Zona yang terletak diantara kedua tingkat perkembangan inilah yang disebutnya sebagai zone of proximal development (Arends, 2008).

Para ahli psikologi kognitif mengemukakakan suatu kerangka teoritis yang dikenal dengan model pemrosesan-informasi. Dalam model ini peristiwa-peristiwa
mental diuraikan sebagai transformasi-transformasi informasi dari input
(stimulus) ke output (respon). Informasi mula-mula diterima oleh reseptor, lalu
masuk ke registor pengindraan. Sebagian dari seluruh informasi yang terdapat

9

dalam registor pengindraan dipindahkan ke memori kerja, selebihnya hilang.
Memori kerja terbatas kapasitasnya. Bila informasi di dalamnya tidak diulangulang atau diberi kode, informasi itu akan hilang. Informasi yang telah diberi
kode masuk ke dalam memori jangka panjang yang mempunyai kapasitas besar
sekali. Informasi yang tersimpan dapat dikeluarkan. Lalu disuruh oleh generator
respons menjadi pola-pola prilaku yang membimbing efektor-efektor menghasilkan serangkaian tindakan-tindakan (Dahar, 1989).

Bruner (Dahar, 1989) menganggap bahwa belajar itu meliputi tiga proses kognitif,
yaitu memperoleh informasi baru, transformasi pengetahuan, dan menguji relevansi atau ketepatan pengetahuan. Pandangannya terhadap belajar yang disebutnya sebagai konseptualisme instrumental itu didasarkan pada dua prinsip, yaitu
pengetahuan orang tentang alam didasarkan pada model-model mengenai Kenyataan yang dibangunnya, dan model itu mula-mula diadopsi dari kebudayaan seseorang, dan kemudian model-model itu diadaptasikan pada kegunaan bagi orang
itu. Menurut Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan. Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan bertahan lama dan
mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan berpikir secara bebas dan melatih keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah.

B. Model Pembelajaran Problem Solving

Masalah pada hakikatnya merupakan bagian dalam kehidupan manusia. Masalah
yang sederhana dapat dijawab melalui proses berpikir yang sederhana, sedangkan
masalah yang rumit memerlukan langkah-langkah pemecahan yang rumit pula.

10

Masalah pada hakikatnya adalah suatu pertanyaan yang mengandung jawaban.
Suatu pertanyaan mempunyai peluang tertentu untuk dijawab dengan tepat, bila
pertanyaan itu dirumuskan dengan baik dan sistematis. Ini berarti, pemecahan
suatu masalah menuntut kemampuan tertentu pada diri individu yang hendak
memecahkan masalah tersebut.

Problem solving adalah suatu pendekatan dengan cara problem identification untuk ke tahap syntesis kemudian dianalisis yaitu pemilahan seluruh masalah sehingga mencapai tahap aplikasi selanjutnya comprehension untuk mendapatkan solusi
dalam penyelesaian masalah tersebut. Tentunya, dalam memberikan pembelajaran problem solving mempunyai proses serta tahapan-tahapan tertentu (Hamalik,
1994).

Model problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan suatu masalah dan memecahkannya berdasarkan data dan informasi yang
akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat. Proses pembelajaran problem solving memberikan kesempatan peserta didik berperan aktif
dalam mempelajari, mencari, dan menemukan sendiri informasi untuk diolah
menjadi konsep, prinsip, teori, atau kesimpulan. Dengan kata lain, pemecahan
masalah menuntut kemampuan memproses informasi untuk membuat keputusan
tertentu (Hidayati, 2006).

Tahap-tahap problem solving dalam proses pembelajaran dikemukakan oleh John
Dewey dalam (Nasution, 1999), yakni :
1.

siswa menghadapi masalah, artinya dia menyadari adanya suatu masalah
tertentu

11

2.
3.

4.
5.
6.
7.

siswa merumuskan masalah, artinya menjabarkan masalah dengan jelas
dan spesifik
siswa merumuskan hipotesis, artinya merumuskan kemungkinankemungkinan jawaban atas masalah tersebut yang masih perlu diuji
kebenarannya
siswa mengumpulkan dan mengolah data/informasi
siswa menguji hipotesis berdasarkan data/informasi yang telah
dikumpulkan dan diolah
menarik kesimpulan berdasarkan pengujian hipotesis dan jika ujinya
salah maka kembali ke tahap 3 dan 4 dan seterusnya
siswa menerapkan hasil problem solving pada situasi baru.

Pemecahan masalah bukan perbuatan yang sederhana, akan tetapi lebih kompleks
daripada yang diduga. Pemecahan masalah memerlukan keterampilan berpikir
yang banyak ragamnya termasuk mengamati, melaporkan, mendeskripsi, menganalisis, mengklasifikasi, menafsirkan, mengkritik, meramalkan, menarik kesimpulan, dan membuat generalisasi berdasarkan informasi yang dikumpulkan dan
diolah. Untuk memecahkan masalah kita harus melokasi informasi, menampilkannya dari ingatan lalu memprosesnya dengan maksud untuk mencari hubungan,
pola, atau pilihan baru.

Salah satu model mengajar adalah model pembelajaran problem solving. Langkah-langkah dalam penggunaan model problem solving yaitu sebagai berikut:
1.
2.

3.

4.

Ada masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari
siswa sesuai dengan taraf kemampuannya.
Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan
masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku, meneliti,
bertanya dan lain-lain.
Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban
ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada langkah
kedua di atas.
Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini siswa
harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa
jawaban tersebut itu betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jawaban
sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran
jawaban ini tentu saja diperlukan kegiatan lainnya seperti demonstrasi,
tugas, diskusi, dan lain-lain.

12

5.

Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan
terakhir tentang jawaban dari masalah tadi (Djamarah dan Zain, 2010).

Problem solving merupakan perluasan yang wajar dari belajar aturan. Problem
solving prosesnya terletak dalam diri siswa. Variabel dari luar hanya berupa instruksi verbal yang membantu atau membimbing siswa untuk memecahkan masalah itu. Memecahkan masalah dapat dipandang sebagai proses dimana siswa menemukan kombinasi aturan-aturan yang telah dipelajarinya lebih dahulu yang digunakan untuk memecahkan masalah yang baru. Namun memecahkan masalah
tidak sekedar menerapkan aturan-aturan yang diketahui, akan tetapi juga menghasilkan pelajaran baru (Nasution, 1992).

Pembelajaran problem solving ini akan lebih produktif bila dalam pelaksanaannya
disatukan metode diskusi dan kerja kelompok, sebagaimana yang dikemukakan
oleh (Djsastra, 1985) yaitu :
“Dalam praktek mengajar di kelas model problem solving ini sebaiknya
dipergunakan bersama-sama dengan metode diskusi dan metode proyek,
tetapi yang jelas model problem solving ini akan lebih produktif (lebih
stabil) bila disatukan dengan metode diskusi”.
Dalam pelaksanaannya, model pembelajaran problem solving biasanya dapat
digabungkan dengan metode diskusi. Hal ini bertujuan agar pembelajaran yang
dilakukan lebih produktif, siswa dapat bersama-sama dengan teman sekelompoknya berdiskusi dalam memecahkan permasalahan yang diberikan. Terdapat 3 ciri
utama dari pembelajaran problem solving yaitu sebagai berikut:
a. Pembelajaran problem solving merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran.
Artinya dalam implementasi problem solving ada sejumlah kegiatan yang
harus dilakukan siswa.

13

b. Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Pembelajaran problem solving menempatkan masalah sebagai kunci dari proses
pembelajaran.
c. Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir
secara ilmiah.

Kelebihan dan kekurangan pembelajran problem solving menurut (Djamarah dan
Zain, 2010) adalah sebagai berikut.
1. Kelebihan pembelajaran problem solving
a. Membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan.
b. Membiasakan siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara
terampil.
c. Model pembelajaran ini merangsang pengembangan kemampuan berpikir
siswa secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses belajarnya
siswa banyak menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka
mencari pemecahannya.
2.

Kekurangan pembelajaran problem solving
a. Memerlukan keterampilan dan kemampuan guru. Hal ini sangat penting
karena tanpa keterampilan dan kemampuan guru dalam mengelola kelas
pada saat strategi ini digunakan maka tujuan pengajaran tidak akan tercapai karena siswa menjadi tidak teratur dan melakukan hal-hal yang tidak
diinginkan dalam pembelajaran
b. Memerlukan banyak waktu. Penggunaan model pembelajaran problem
solving untuk suatu topik permasalahan tidak akan maksimal jika waktunya sedikit, karena bagaimanapun juga akan banyak langkah-langkah yang
harus diterapkan terlebih dahulu dimana masing-masing langkah membutuhkan kecekatan siswa dalam berpikir untuk menyelesaikan topik permasalahan yang diberikan dan semua itu berhubungan dengan kemampuan
kognitif dan daya nalar masing-masing siswa
c. Mengubah kebiasaan siswa belajar dari mendengarkan dan menerima
informasi yang disampaikan guru menjadi belajar dengan banyak berpikir
memecahkan masalah sendiri dan kelompok memerlukan banyak sumber
belajar sehingga menjadi kesulitan tersendiri bagi siswa. Sumber-sumber
belajar ini bisa di dapat dari berbagai media dan buku-buku lain. Jika
sumber-sumber ini tidak ada dan siswa hanya mempunyai satu buku /
bahan saja maka topik permasalahan yang diberikan tidak akan bisa
diselesaikan dengan baik.

14

C. Keterampilan Berpikir Kreatif

Kreativitas seringkali dianggap sebagai sesuatu keterampilan yang didasarkan
pada bakat alam, dimana hanya mereka yang berbakat saja yang bisa menjadi
orang kreatif padahal anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar, meskipun dalam
kenyataan ada orang tertentu yang memiliki kemampuan untuk menciptakan ideide baru dengan cepat dan beragam namun kreativitas dapat dimunculkan dari
setiap diri seseorang dengan mengembangkan serta memberikan kesempatan seseorang dalam berkreasi. Pada hakekatnya kreativitas dimiliki oleh setiap orang,
tinggal bagaimana orang tersebut mampu mengeluarkan atau mengaktualisasikan
diri sesuai dengan daya kreasi dan pola berpikir yang dikembangkan orang
tersebut.

Menurut Guilford dalam (Munandar, 2012), kreativitas (berpikir kreatif atau
berpikir divergen) adalah kemampuan berpikir berdasarkan data atau informasi
yang tersedia untuk menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu
masalah, di mana penekanannya pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keragaman
jawaban. Makin banyak kemungkinan jawaban yang dapat diberikan terhadap
suatu masalah makin kreatiflah seseorang. Tentu saja jawaban-jawaban tersebut
harus sesuai dengan masalahnya. Jadi, tidak semata-mata banyaknya jawaban
yang dapat diberikan yang menentukan kreativitas seseorang, tetapi juga kualitas
atau mutu jawabannya. Dalam studi mengenai ciri-ciri utama dari berpikir kreatif,
Guilford dalam (Munandar, 2012) membedakan antara aptitude dan non-aptitude
traits yang berhubungan dengan berpikir kreatif. Ciri-ciri aptitude dari berpikir
kreatif meliputi kelancaran, kelenturan (fleksibilitas), dan orisinilitas dalam ber-

15

pikir. Sedangkan ciri-ciri non-aptitide atau afektif dari berpikir kreatif adalah
kepercayaan diri, keuletan, apresiasi estetik, dan kemandirian.

Menurut Supriadi dalam (Riyanto, 2010), ciri-ciri kreativitas dapat dibedakan ke
dalam ciri kognitif dan non kognitif. Ke dalam ciri kognitif termasuk empat ciri
berpikir kreatif yaitu orisinalitas, fleksibel, kelancaran dan elaborasi. Untuk menilai keterampilan berpikir kreatif menggunakan acuan yang mengemukakan
bahwa keterampilan berpikir kreatif dirumuskan sebagai kemampuan yang
mencerminkan aspek – aspek sebagai berikut:
a. Berpikir lancar (Fluent thinking) atau kelancaran yang menyebabkan
seseorang mampu mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian
masalah atau pertanyaan.
b. Berpikir luwes (Flexible thinking) atau kelenturan yang menyebabkan
seseorang mampu menghasilkan gagasan, jawaban atau pertanyaan yang
bervariasi.
c. Berpikir orisinil (Original thinking) yang menyebabkan seseorang mampu
melahirkan ungkapan – ungkapan yang baru dan unik atau mampu
menemukan kombinasi – kombinasi yang tidak biasa dar unsur – unsur yang
biasa.
d. Keterampilan mengelaborasi (Elaboration ability) yang menyebabkan
seseorang mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan
(Munandar, 2009).
Sedangkan menurut Guilford dalam (Herdian, 2010) terdapat lima indikatorindikator berpikir kreatif, yaitu:
1. Kepekaan (problem sensitivity), adalah kemampuan mendeteksi,
mengenali dan memahami serta menanggapi suatu pernyataan, situasi
atau masalah.
2. Kelancaran (fluency), adalah kemampuan untuk menghasilkan banyak
gagasan.
3. Keluwesan (flexibility), adalah kemampuan untuk mengemukakan
bermacam-macam pemecahan atau pendekatan terhadap masalah.
4. Keaslian (originality), adalah kemampuan untuk mencetuskan gagasan
dengan cara-cara yang asli, tidak klise dan jarang diberikan kebanyakan
orang.
5. Elaborasi (elaboration), adalah kemampuan menambah suatu situasi atau
masalah sehingga menjadi lengkap, dan merincinya secara detail, yang di
dalamnya terdapat berupa tabel, grafik, gambar model, dan kata-kata.

16

Willliams dalam (Munandar, 1992) memberikan uraian tentang aspek berpikir
kreatif sebagai dasar untuk mengukur kreativitas siswa seperti terlihat dalam tabel
di bawah ini:
Tabel 1. Indikator keterampilan berpikir kreatif
Pengertian
Berpikir Lancar (Fluency)
1) Mencetuskan banyak gagasan,
jawaban, penyelesaian masalah
atau jawaban.
2) Memberikan banyak cara atau
saran untuk melakukan
berbagai hal.
3) Selalu memikirkan lebih dari
satu jawaban.

Berpikir Luwes (Flexibility)
1) Menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang
bervariasi.
2) Dapat melihat suatu masalah
dari sudut pandang yang
berbeda.
3) Mencari banyak alternatif atau
arah yang berbeda.
4) Mampu mengubah cara
pendekatan atau pemikiran.
Berpikir Orisinil (Originality)
1. Mampu melahirkan ungkapan
yang baru dan unik.
2. Memikirkan cara-cara yang tak
lazim untuk mengungkapkan
diri.
3. Mampu membuat kombinasikombinasi yang tak lazim dari
bagian-bagian atau unsur-unsur.

Perilaku
a. Mengajukan banyak pertanyaan.
b. Menjawab dengan sejumlah
jawaban jika ada.
c. Mempunyai banyak gagasan
mengenai suatu masalah.
d. Lancar mengungkapkan gagasangagasannya.
e. Bekerja lebih cepat dan melakukan
lebih banyak dari orang lain.
f. Dapat dengan cepat melihat
kesalahan dan kelemahan dari
suatu objek atau situasi.
a. Memberikan bermacam-macam
penafsiran terhadap suatu gambar,
cerita atau masalah.
b. Menerapkan suatu konsep atau
asas dengan cara yang berbedabeda.
c. Jika diberikan suatu masalah
biasanya memikirkan bermacammacam cara untuk
menyelesaikannya.

a. Memikirkan masalah-masalah atau
hal yang tidak terpikirkan orang
lain.
b. Mempertanyakan cara-cara yang
lama dan berusaha memikirkan
cara-cara yang baru.
c. Memilih cara berpikir lain dari
pada yang lain.

17

Tabel 1. (Lanjutan)
Pengertian
Berpikir Elaboratif (Elaboration)
1. Mampu memperkaya dan
mengembangkan suatu gagasan
atau produk.
2. Menambah atau merinci detaildetail dari suatu objek, gagasan
atau situasi sehingga menjadi
lebih menarik.
Berpikir Evaluatif (Evaluation)
1. Menentukan kebenaran suatu
pertanyaan atau kebenaran suatu
penyelesaian masalah.
2. Mampu mengambil keputusan
terhadap situasi terbuka.
3. Tidak hanya mencetuskan
gagasan tetapi juga
melaksanakannya.

a.

b.
c.

a.
b.
c.
d.

Perilaku
Mencari arti yang lebih mendalam
terhadap jawaban atau pemecahan
masalah dengan melakukan langkah-langkah yang terperinci.
Mengembangkan atau
memperkaya gagasan orang lain.
Menambah garis-garis, warnawarna, dan detail-detail (bagianbagian) terhadap gambaranya
sendiri atau gambar orang lain.
Memberi pertimbangan atas dasar
sudut pandang sendiri.
Mencetuskan pandangan sendiri
mengenai suatu hal.
Mempunyai alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Menentukan pendapat dan bertahan
terhadapnya.

Pada penelitian ini yang akan dijadikan tolak ukur keterampilan berpikir kreatif
adalah kemampuan berpikir orisinil.

D. Kerangka Pemikiran

Model problem solving ini membiasakan siswa untuk tidak terjebak pada solusi
atas pikiran yang sempit melainkan membiasakan siswa untuk melihat opsi-opsi
yang terbuka luas. Dengan memiliki lebih banyak opsi solusi kemungkinan untuk
berhasil mengatasi masalah juga akan semakin besar. Dalam proses pembelajaran
yang menggunakan metode ini, siswa dapat menyeimbangkan pemanfaatan otak
kanan dan otak kirinya. Pada tahap satu, mereka diorientasikan pada masalah.
Pada tahap ini terjadi proses asimilasi yaitu proses penambahan informasi baru
dengan stuktur kognitif yang ada. Pada tahap ini siswa akan mengalami ketidak-

18

seimbangan struktur kognitif (cognitive disequilibrium). Siswa akan mengalami
kebingungan dan mempunyai rasa keingintahuan yang tinggi terhadap fakta baru
yang mengarah pada berkembangnya daya nalar tingkat tinggi yang diawali
dengan kata-kata seperti mengapa dan bagaimana. Lalu pada tahap dua diminta
mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah.

Pada tahap tiga siswa diminta menetapkan jawaban sementara dari masalah, setelah itu tahap empat siswa diminta menguji kebenaran jawaban sementara, dan
pada tahap lima siswa diminta untuk menarik kesimpulan dari pemecahan masalah tersebut. Pada tahap dua, tiga, empat, dan lima ini terjadi proses akomodasi
yaitu penyesuaian stuktur kognitif terhadap situasi baru. Siswa akan mencari tahu
jawaban atas pertanyaan mengapa dan bagaimana sehingga terjadi proses menuju
kesetimbangan antara konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dengan konsepkonsep yang baru dipelajari, begitu seterusnya sehingga terjadi kesetimbangan
antara struktur kognitif dengan pengetahuan yang baru (ekuilibrasi).

Dalam usaha yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah yang diberikan, siswa
dituntut untuk menjadi pembelajar yang mandiri yang mampu menggunakan dan
menghubungkan berbagai aturan-aturan yang telah dikenalnya serta berbagai
keterampilan yang mereka miliki. Pada tahap tiga model pembelajaran problem
solving, siswa diminta untuk menetapkan jawaban sementara dari permasalahan
yang diberikan. Pada tahap ini siswa diberi kebebasan untuk berpikir dan bertukar pendapat mengenai ide-idenya sendiri sehingga siswa dapat melaksanakan
rencana penyelesaian masalah dengan ide yang telah disepakati, sehingga pada
tahap ini akan meningkatkan indikator permasalahan keterampilan berpikir kreatif

19

yang ketiga yaitu kemampuan berpikir orisinil, karena pada tahap ini siswa dituntut mengeluarkan ide - idenya sendiri untuk menyelesaikan permasalahan yang
ada.

Pada akhirnya, berdasarkan uraian dan langkah-langkah di atas, diharapkan model
pembelajaran problem solving dapat meningkatkan keterampilan berpikir kreatif
siswa khususnya kemampuan berpikir orisinil siswa

E. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:
1.

Perbedaan nilai n-Gain kemampuan berpikir orisnil siswa semata-mata
terjadi karena perbedaan perlakuan dalam proses pembelajaran.

2.

Faktor-faktor lain di luar perlakuan yang mempengaruhi peningkatan
kemampuan berpikir orisinil siswa pada kedua kelas diabaikan.

F. Hipotesis Umum

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Pembelajaran menggunakan model problem solving pada materi larutan elektrolit
dan non-elektrolit efektif dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir
orisinil dibandingkan pembelajaran konvensional.

20

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas X SMA Negeri 4 Metro
Tahun Pelajaran 2013-2014 yang berjumlah 240 siswa dan tersebar dalam delapan
kelas. Selanjutnya dari populasi tersebut diambil sebanyak dua kelas untuk dijadikan sampel penelitian. Satu kelas sebagai kelas eksperimen yang akan diberi perlakuan dan satu kelas lainnya sebagai kelas kontrol.

Oleh karena peneliti ingin mendapatkan kelas dengan tingkat kemampuan kognitif
yang sama atau tidak jauh berbeda, peneliti memilih teknik purposive sampling
dalam pengambilan sampel. Purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti
sendiri berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya
(Syaodih, 2009). Dalam pelaksanaannya, peneliti meminta bantuan pihak sekolah, yaitu guru bidang studi kimia yang memahami karakteristik siswa di sekolah
tersebut untuk menentukan kelas yang akan dijadikan sampel penelitian dan peneliti mendapatkan kelas X2 dan X5, karena kedua kelas tersebut memiliki kemampuan awal yang tidak jauh berbeda atau dianggap sama. Kemudian kelas X5
ditentukan sebagai kelas eksperimen dan kelas X2 sebagai kelas kontrol.

21

B. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer berupa data hasil skor pretes dan skor postes, data penilaian
afektif siswa, data penilaian psikomotor siswa, dan data observasi kinerja guru.
Sedangkan data sekunder berupa data angket pendapat siswa terhadap pembelajaran materi larutan elektrolit dan non-elektrolit. Data penelitian ini bersumber
dari seluruh siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol.

C. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan desain Non
Equivalence Control Group Design (Creswell, 1997). Di dalamnya terdapat
langkah-langkah yang menunjukkan suatu urutan kegiatan penelitian, yaitu:

Tabel 2. Desain penelitian
Kelas
Kelas kontrol
Kelas eksperimen

Pretes
O1
O1

Perlakuan
-

X

Postes
O2
O2

Sebelum diterapkan perlakuan kedua kelompok sampel diberikan pretes (O1).
Kemudian pada kelas eksperimen diterapkan pembelajaran menggunakan model
problem solving (X) dan pada kelas kontrol diterapkan pembelajaran konvensional. Selanjutnya, kedua kelompok sampel di berikan postes (O2) .

D. Variabel Penelitian

Penelitian ini terdiri dari satu variabel bebas dan satu variabel terikat. Sebagai
variabel bebas adalah model pembelajaran yang digunakan, yaitu pembelajaran

22

menggunakan model problem solving dan pembelajaran konvensional. Sebagai
variabel terikat adalah kemampuan berpikir orisinil siswa pada materi pokok
larutan elektrolit dan non-elektrolit kelas X SMA Negeri 4 Metro Tahun Pelajaran
2013-2014.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat yang berfungsi mempermudah pelaksanaan sesuatu. Instrumen pengumpulan data merupakan alat yang digunakan oleh pengumpul data
untuk melaksanakan tugasnya mengumpulkan data (Arikunto, 2004). Pada penelitian ini, instrumen yang digunakan antara lain adalah silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), LKS kimia yang menggunakan model problem solving,
soal pretes dan soal postes yang berupa soal uraian yang mewakili kemampuan
berpikir orisinil, lembar penilaian afektif, lembar penilaian psikomotor, lembar
observasi kinerja guru dan angket pendapat siswa terhadap pembelajaran materi
larutan elektrolit dan non-elektrolit.

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan kesahihan suatu instrumen.
Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan
dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Pengujian
instrumen penelitian ini menggunakan validitas isi. Validitas isi adalah kesesuaian antara instrumen dengan ranah atau domain yang diukur (Ali, 1992). Adapun
pengujian kevalidan isi ini dilakukan dengan cara judgment. Dalam hal ini pengujian dilakukan dengan menelaah kisi-kisi, terutama kesesuaian antara tujuan penelitian, tujuan pengukuran, indikator kemampuan, dan butir-butir pertanyaannya.
Bila antara unsur-unsur itu terdapat kesesuaian, maka dapat dinilai bahwa instru-

23

men dianggap valid untuk digunakan dalam mengumpulkan data sesuai kepentingan penelitian yang bersangkutan. Oleh karena itu, dalam melakukan judgment
diperlukan ketelitian dan keahlian penilai, maka peneliti meminta ahli untuk melakukannya. Dalam hal ini dilakukan oleh ibu Dr. Ratu Betta Rudibyani, M.Si.
dan bapak Drs. Tasviri Efkar, M.S sebagai dosen pembimbing untuk mengujinya.

F. Prosedur Penelitian

Prosedur yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1.

Tahap pra penelitian
a.

Mengajukan permohonan izin penelitian kepada pihak sekolah di SMA
Negeri 4 Metro untuk melaksanakan penelitian.

b.

Mengadakan observasi dan wawancara ke sekolah tempat penelitian
untuk mendapatkan informasi tentang data siswa, jadwal dan saranaprasarana yang ada di sekolah yang dapat digunakan sebagai sarana
pendukung pelaksanaan penelitian.

c.

Menentukan pokok bahasan yang akan diteliti.

d.

Menentukan populasi dan sampel penelitian.

e.

Menentukan kelas kontrol dan kelas eksperimen.

2. Tahap Persiapan Penelitian
Prosedur persiapan penelitian terdiri dari beberapa tahap, yaitu:
a.

Menyiapkan perangkat pembelajaran dan pembuatan instrumen, yaitu
silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), kisi-kisi soal pretes
dan postes, soal pretes dan postes, Lembar Kerja Siswa (LKS), lembar
penilaian afektif, lembar penilaian psikomotor, lembar kinerja guru, kisi-

24

kisi angket pendapat siswa terhadap pembelajaran materi larutan elektrolit dan non-elektrolit, dan angket pendapat sisw