PENGATURAN PERIZINAN PRAKTIK MANDIRI PERAWAT DI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

(1)

PENGATURAN PERIZINAN PRAKTIK MANDIRI PERAWAT DI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

Oleh

DITTO DWI PURNAMA Bersama

UPIK HAMIDAH, S.H., M.H. (Pembimbing Skripsi I) SYAMSIR SYAMSU, S.H., M.H. (Pembimbing Skripsi II)

Tenaga kesehatan perawat di Kabupaten Lampung Tengah diberi kewenangan untuk membuka praktik mandiri di luar fasilitas pelayanan kesehatan dengan metode yang sama seperti praktik dokter. Awal dari penelitian, belum ada Undang- Undang khusus yang mengatur tentang tindak praktik mandiri perawat. Namun dengan diterbitkannya kebijakan berupa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 148 Tahun 2010 Tentang Praktik Perawat, tindakan praktik mandiri perawat di Kabupaten Lampung Tengah dianggap legal oleh beberapa stakeholder. Apalagi setelah baru-baru ini, RUU Keperawatan disahkan di DPR. Padahal kebijakan seperti itu jelas salah mengingat praktik mandiri merupakan kompetensi dokter. Permasalahan dalam penelitian ini adalah : (1) bagaimanakah pengaturan praktik mandiri perawat di Kabupaten Lampung Tengah (2) apa sajakah faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan izin praktik mandiri perawat di Kabupaten Lampung Tengah.

Pendekatan masalah yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis empiris. Dan sebagai informan penelitian yaitu perwakilan Persatuan Perawat Nasional Indonesia, perwakilan Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Tengah, anggota Majelis Tenaga Kesehatan, dan warga Kabupaten Lampung Tengah. Pengumpulan data yang dilakukan adalah studi pustaka dan studi lapangan.

Bedasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa: (1) Praktik Mandiri Perawat di Kabupaten Lampung Tengah tidak mempunyai undang-undang lex specialis khusus tentang Perawat dan Praktik Mandiri Perawat, bisa dikatakan cacat secara hukum (2) Faktorfaktor yang dijadikan dasar kebijakan tidak logis. Saran yang muncul untuk permasalahan dalam penelitian ini adalah : (1) Sebaiknya diadakan penundaan untuk mengesah Rancangan Undang-iJndang Keperawatan dan peninjauan kembali akan kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Tengah yang terkait dengan pengesahan praktik mandiri perawat di Kabupaten Lampung Tengah (2) .lebih baik mengoptimalkan fasilitas pelayanan kesehatan yang sudah ada.


(2)

i

ABSTRACT

INDEPENDENT NURSE PRACTICES LICENSING ARRANGEMENT AT CENTRAL LAMPUNG DISTRICT

By

DITTO DWI PURNAMA With

UPIK HAMIDAH, S.H., M.H. SYAMSIR SYAMSU, S.H., M.H.

Nurses at Central Lampung District has been authorized by their government to open an Independent Nurse Practicum outside of health care facilities with the same method as doctor practices. But the fact is, there was no special regulation which controlled the act of independent practical by nurses. But with the confirmated of Rule from Health Ministry Number 148 At 2010 About Nurse Practicum, the independent nurses practicum has been suggested as a legal option. The problem in this study were : (1) how are the rules regency of Independent Nurse Practices at Central Lampung District (2) what are the limiting factors in the implementation of independent nurse practices licenses at Central Lampung District.

The problems approach in this research was using juridicial-empirical problem resolving. The informant were the representative of Indonesian National Nurse Association, the representatives of Central Lampung District Health Officer, the Health Worker Assembly Members, and some citizens of Central Lampung regency. Data collection has done by library research and field study.

Based on the results of research and discussion belongs, it can be concluded by : (1) Independent Nurse Practices at Central Lampung District has no legislation specifically (2) Factors that build the form's has made a basis of illogical policy. Suggestions for the problems in this research are : (1) Theres was need to delayed the confirmative of Special Regulation that indicated- the Independent Nurse Practicum and The Goevernment of Central Lampung District should be revisited the principle of emergence (2) It's better to optimizing some Health Care Facilities that has already exist.


(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 28 Mei 1991, merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pa.sangan Ayahanda Muhammad Thoriq, Bsc. Yang bersuku asli Lampung, dan Ibunda Diah Iriani Handayani yang bersuku Jawa. Kedua-duanya pemeluk agama Islam.

Pendidikan pertama usia dini ditempuh oleh penulis di Taman Kanak-Kanak Xaverius Way Halim Permai dan lulus pada tahun 1997, Sekolah Dasar Xaverius 3 dan lulus pada tahun 2002, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Bandar Lampung lulus pada tahun 2006, dan Sekolah Menengah Atas YP. UNILA Bandar lampung yang selesai pada Tahun 2009. Dan selanjutnya penulis melanjutkan pendidikannya pada jenjang Universitas, tahun 2009 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung.


(7)

Untuk Mendiang Eyang Kakung- Mintargo Sarpinoedji dan Eyang Putri Catharina Suradtmi. Kalian berdua telah memberiku pelajaran berarti

tentang keseimbangan dalam hidup ini, berdasarkdn tiga keywords yang akan selalu kuingat;

“Love, Art, and Peace."

juga untuk semua orang yang pernah berperan dalam hidupku, baik itu antagonis, protagonis, atau mungkin hanya sekedar cameo, aku

ucapkan terima kasih

Juga untuk Alm. Papah Semek, Alm. Mamah Ompong, Alm. Ngah Toang, Alm. Tyas, Alm. Bude Wati, terima kasih, dan maaf jika banyak

hal yang belum sempat untuk diungkapkan, diutarakan, dan diceritakan..


(8)

MOTO

Faith was the most loyal partners for everyones

(Aurelius)

Time is unlimited, but nor our life

(Harper Lee)

What does not kill you make you stronger

(Paul Nitzsche)


(9)

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil ‘alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT sebab hanya dengan kehendaknya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: Pengaturan Perizinan Praktik Mandiri Perawat di Kabupaten Lampung Tengah. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selama proses penyusunan sampai dengan terselesaikannya skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Lampung

2. Ibu Upik Hamidah, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung, sekaligus Pembimbing Akademik dan Pembimbing I yang penuh kesabaran memberikan bimbingan, motivasi, jalan, saran, dan juga kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini 3. Bapak Samsir Syamsu S.H., M.H., selaku Pembimbing II yang memberikan

saran, kritik, penuh kesabaran memberikan bimbingan, motivasi, jalan, saran, dan juga kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini

4. Ibu Nurmayani S.H., M.H., selaku Pembahas I yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran, memberikan motivasi, saran, dan juga kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini.

5. Ibu Marlia Eka A.T.; S.H., M.H., sela.ku Pembahas II yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran, memberikan motivasi, saran, dan juga kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini

6. Dosen-dosen pada Bidang Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Unila periode 2012-2013, yaitu Bapak Shafruddin, S.H., M.H., Rinaldy Amrullah S.H., M.H, Depri Liber Sonata, S.H., M.H., Deni Achmad, S.H., M.H., Satria Prayoga, S.H., M.H., Dita Febrianto, S.H., M.H., dan Ibu Rohalni S.H., M.H.


(10)

ii

yang telah mengajarkan kedisiplinan, mengajarkan nilai-nilai kehidupan di masyarakat serta memberikan pendidikan.

7. Keluargaku tercinta Ayahanda M. Thoriq, Bsc., dan ibunda Diah Iriani Handayani, serta kakak saya M. Risky Mulyana, S.T., serta adikku tersayang Febrina Ramadhani yang senantiasa memberikan semangat dan dukungan 8. Keluarga besarku yang juga turut membantu memberikan semangat dan

dukungannya secara moril dan materil

9. Seluruh dosen Fakultas Hukum Unversitas Lampung yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama menempuh studi

10. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung terutama Pak Misyo, Pak Marlan, Pak Marji, Iyai Jack, Mas Fendi, ketiga kiyay satpam dan semuanya yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama menempuh studi

11. Untuk sahabat-sahabatku, Ayu Putri Kasari, Amelia Nanda, Septi Winda, Denisa beserta jajarannya, Kak Ucup, Angga Sompal, Jepri, Suceng, Derry, dan Aldo yang telah memberikan dukungan moril kepada penulis, baik langsung maupun tak langsung

12. Teman-teman seperjuangan kampus yang nongkrong di kantin emak, pasukan lima jari, dan paguyuban Raja Basa; Alex, Angga Junot, Anjas, Gusthio, Ngam Deo, Ndar, Gwin, Upil, Agung Senna, Ngub, Rendy 2008, Adi Perdata, Kunay, Anca, Darvi, Yuri, Ngam Ade, Irwan Sutrisno a.k.a Enhoe, Bion, Oji, Ardian, Otong, Doy, Yasir, Katab, Nico Kubis, Sancong, Der Kutil, Tile, Andre, Anjas, Angga Junot, Rey Zubaidah (Simuk), Yuki, Irok, Uyung Micin, Bang Billy Mamen, Karkiman, Dedi Cina, Alan, Ndt, Aldis, Agung Keling, Oca, Abi Toidi, Mono, Indu, Jiwa, Azam, Alm. Mamat, Alm. Dandy, Cinglung, Bung Aran, Fajrin, Iqbal, Jamet, Gilang, Aris Munandar, Ex-Tegal

13. Teman-teman KKN Tematik Unila 2009 dokter Harun, Riki, Novita, Mas Karyo, Chandra Yangka, Hana Eka Sandy, dan Gita


(11)

14. Seluruh angkatan 2009 serta teman-teman Jurusan HAN 2009 atas bantuan, dukungan dan kerjasamanya.

15. Teman-teman semasa SMA , Yaser chaves, Windi, ivan cenong, memet, Wahab, Ria Novita, Riswan, Diki Tukul, Rini Sancai, Diki Temon, Nova Panglong, Tami, Mutia Craruk, Mutiara Lemot, Sagita, Tirta, Dion (DO), Lenosin (Entah ke mana hulun hinji ??), Bongek, Bogel, David Sincan, Xendro, Randy Dodot, Toge, Tommy Ara Haldi, Cindy, Bagus Ceper, Bagus GO, Awew, Rintul, Ade, Andre Ateng, Guntur, Denny, Oki, Citra, Bang Indra, Bang Dopi, Bang Jo, Erland, Fitri, Fajar, Kikung, Leo, Kurnia (Ehm), GARPU, yang tak akan pernah saya lupakan bahkan hingga ke liang lahat 16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

penulis menyelesaikan skripsi ini, terimakasih atas semua bantuan, kerelaan, dan dukungannya

17. Almamater tercinta Universitas Lampung

Penulis berdoa semoga semua kebaikari yang telah diberikan akan mendapatkan balasan pahala dari sisi Allah SWT dan penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bandar Lampung, Oktober 2014 Penulis Ditto Dwi Purnama


(12)

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN ... 1

1. 1. Latar Belakang ... 1

1. 2. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 6

1. 2. 1. Permasalahan ... 6

1. 2. 2. Ruang Lingkup ... 7

1. 3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7

1. 3. 1. Tujuan ... 7

1. 3. 2. Kegunaan ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2. 1. Pengertian Kebijakan ... 8

2. 2. Pengertian Pemerintah Daerah ... 9

2. 3. Kesehatan... 9

2.3.1 Definisi Kesehatan ... 9

2.3.2 Tenaga Kesehatan dalam Penyelenggaraan Pembangunan Kesehatan ... 10

2. 4. Perizinan Tenaga Kesehatan... 14

2.4.1 Pengertian Izin ... 14

2.4.2 Unsur-Unsur Perizinan ... 15

2.4.3 Fungsi dan Tujuan Perizinan... 16

III. METODE PENELITIAN ... 20

3. 1. Pendekatan Masalah ... 20

3. 2. Sumber Data ... 20

3. 3. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 22

3. 3. 1. Prosedur Pengumpulan Data ... 22

3. 3. 2. Prosedur Pengolahan Data ... 22

3. 4. Analisis Data ... 23

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 24

4.1. Gambaran Umum Praktik Mandiri Perawat……….. 24

4.1.1. Faktor Penghambat Pengaturan Perizinan Praktik Mandiri Perawat di Kabupaten Lampung Tengah……… 27

4.1.2. Pengaturan Perizinan Praktik Mandiri Perawat di Kabupaten Lampung Tengah ……… 32

4.2 Pertanggungjawaban Administratif Praktik Mandiri Perawat ………… 34

4.3 Pengawasan Dinas Kesehatan Terhadap Praktik Mandiri Perawat …….. 36

V. KESIMPULAN DAN SARAN ……… 41

5.1 Kesimpulan ……… 41

5.2 Saran ……….. 41


(13)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia sangat membutuhkan kesehatan dalam hidupnya. Kondisi tubuh manusia yang sehat sangat diperlukan dalam setiap bidang aktifitas kehidupan ini. Oleh karena itu, sebagai wujud dari efektifitas keberdayagunaan seorang manusia, kesehatan menjadi unsur terpenting untuk menunjang terciptanya karya dan kontribusi manusia pada suatu pekerjaan. Namun untuk mewujudkan kondisi hidup yang sehat dan berkualitas, sering kali ditemukan adanya permasalahan yang menghambat, terutama permasalahan hukum. Permasalahan itu dapat berupa pelanggaran, penyalahgunaan wewenang, pembatasan hak tanpa dasar yang jelas, hingga penipuan. Hal-hal seperti itu perlu diatasi dengan peraturan-peraturan tertentu yang dapat meminimalisir hambatan dalam perwujudan hidup yang sehat. Harus ada sanksi untuk pelanggar, kebijakan yang tepat guna, koridor yang jelas, dan penjamin hak yang terpercaya.

Pada Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sej ahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan merupakan hak konstitusional bagi masyarakat yang diakui oleh Undang-Undang Dasar 1945. Seiring perkembangan teknologi di bidang kesehatan dan dalam rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat maka Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Kesehatan sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan tuntutan pembangunan kesehatan sehingga undang-undang tersebut diganti dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang kemudian diubah kembali dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.


(14)

2

Pada Bab I Ketentuan Umum, Pasa1 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur. Hal ini mengandung makna bahwa pembangunan itu dilaksanakan untuk memperoleh kemajuan pembangunan dari segala aspek. Salah satu yang termasuk didalamnya adalah pembangunan kesehatan.

Pasal 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan maka diperlukan suatu sumber daya kesehatan untuk melakukan upaya kesehatan. Faktor ketepatan dan keterampilan sumber daya kesehatan juga akan mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan ke arah yang lebih baik.

Sumber daya kesehatan adalah semua unsur atau komponen yang digunakan untuk mewujudkan pelayanan kesehatan masyarakat dalam rangka upaya peningkatan derajat kesehatan. Sumber daya di bidang kesehatan sebagaimana tertera dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 adalah segala bentuk dana, tenaga, perbekalan kesehatan, sediaan farmasi dan alat kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan dan teknologi yang dimanfaatkan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, salah satu sumber daya di bidang kesehatan adalah tenaga kesehatan.

Tenaga kesehatan merupakan sumber daya kesehatan yang paling utama. Sebab dengan tenaga kesehatan, semua sumber daya kesehatan yang lain seperti fasilitas


(15)

kesehatan, perbekalan kesehatan, serta teknologi dan produk teknologi dapat dikelola secara sinergis dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan. Untuk menduduki tugas dan fungsi sesuai dengan jenis tenaga kesehatan, maka tenaga kesehatan harus mempunyai kemampuan atau keterampilan sesuai dengan jenis dan kualifikasi tenaga kesehatan tersebut. Tenaga kesehatan mempunyai kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan dan turut terlibat langsung dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Wewenang tersebut baru dapat berlaku apabila disertai izin sah dari pemberi izin yang tercantum dalam Undang-Undang. Dalam kasus ini, tenaga kesehatan wajib memilki izin dari pemerintah yang diturunkan melalui dinas kesehatan di masing-masing daerah. Sebagaimana tertera dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 pada Pasal 23 ayat (1) dan ayat (3) yang berbunyi:

Ayat (1) Tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan.

Ayat (3) Da1am menyelenggvakan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan wajib memiliki izin dari pemerintah.

Tenaga kesehatarn menurut Undang-undang nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan dalam Pasal 1 angka 6 adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan dibidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Jadi substansi penting yang melekat pada diri seorang tenaga kesehatan berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 yaitu adanya persyaratan memiliki ketrampilan/keahlian dalam suatu bidang pelayanan kesehatan dan keterampilanl keahlian tersebut sebagai hasil proses pendidikan bidang keahlian pelayanan kesehatan tertentu. Dan dalam kasus ini, seoarang perawat bisa dikatakan ahli melalui proses pendidikan di bidang kesehatan. Akan tetapi, jika hanya dengan alasan itu saja, tentu belum cukup untuk membuat seorang perawat berkualifikasi membuka praktik mandiri di luar rumah sakit. Masih banyak pertimbangan yang harus diperhitungkan, terutama dari segi legalitasnya.


(16)

4

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, bidang kesehatan merupakan salah satu urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah. Pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang berdasarkan kriteria pembagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya. Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Sebagaimana tertera pada Pasal 7 ayat (2) huruf b, bidang kesehatan merupakan urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah pada Pasal 7 disebutkan bahwa dinas daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah. Melalui otonomi daerah, pemerintahan daerah memiliki kewenangan untuk menangani urusan di bidang kesehatan pada daerahnya masing-masing. Dinas kesehatan adalah unsur pelaksanaan pemerintah daerah yang bertugas menyelenggarakan sebagian kewenangan daerah di bidang kesehatan.

Salah satu tugas dari dinas kesehatan yaitu kaitannya dengan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan, dalam hal ini, termasuk mengeluarkan izin praktik bagi jenis tenaga kesehatan tertentu. Melalui Dinas Kesehatan sebagai salah satu pelaksana bidang kesehatan di daerah diharapkan dapat melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap praktik kesehatan di daerahnya.

Terkait akan kewenangan masing-masing daerah dalam mengupayakan kesehatan, maka proses perawat, khususnya didaerah kabupaten Lampung Tengah, termasuk salah satu jenis tenaga kesehatan yang diberi kewenangan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Tengah untuk membuka praktik kesehatan dirumah. Hal itu didasarkan pada Peraturan Daerah Provinsi Lampung nomor 4 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Praktik Keperawatan dan juga Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Tengah Nomor 6 Tahun 2008 tentang. Upaya Kesehatan Perorangan. Di pasal 1 Peraturan Daerah Kabupaten Lampung


(17)

Tengah Nomor 6 Tahun 2008 tertera kalimat "Upaya Kesehatan Perorangan", yang selanjutnya disingkat UKP. Menurut pasal tersebut, UKP adalah upaya kesehatan perorangan strata pertama atau UKP tingkat dasar, yaitu seperti : praktik bidan, praktik perawat, praktik dokter, praktik dokter gigi, balai pengobatan, praktik bersama dokter, rumah bersalin, dan klinik fisoterapi.

Untuk beberapa alasan, Undang-Undang khusus tentang keperawatan tidak dapat dikeluarkan oleh pemerintah begitu saja. Pertama untuk alasan jika penyebaran dokter belum merata di Kabupaten Lampung Tengah, hal itu tidak dapat dibenarkan. Kabupaten Lampung Tengah bukanlah daerah pelosok yang tidak terjangkau oleh akses-akses transportasi. Melainkan sudah memasuki kawasan strategis yang memiliki ruas jalan yang terhubung dengan baik satu sama lain. Kesimpulannya, Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Tengah dalam kebijakannya, tidak mempertimbangkan luas wilayah, asas pemanfaatan, dan fungsi sosial dalam menentukan jumlah dan jenis fasilitas pelayanan kesehatan seperti yang disebutkan dalam pasal 35 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Kedua, pendidikan kesehatan yang ditempuh perawat tentu berbeda dengan yang ditempuh oleh para dokter. Di dalam metode pendidikan keperawatan, tidak diajarkan tentang upaya pengobatan lebih lanjut, yakni seperti; penanganan gawat darurat, perujukan antibiotik, pemeriksaan lebih dalam, dan pembedahan. Sedangkan dokter menempuh tingkat pendidikan kesehatan bukan hanya pada tahap promotif dan preventif, tapi hingga tahap rehabilitatif berupa diagnosa dan analisis penyakit baik yang di luar ataupun di dalam tubuh beserta teknik pengobatannya, yang mana tidak diajarkan dalam proses pendidikan keperawatan. Sekalipun seorang perawat, bisa melakukan diagnosa penyakit pasien, tentu saja diagnosa itu tidak dijamin dan ditanggung oleh Undang-Undang seperti diagnosa dokter-dokter pada umumnya. Oleh karena itu, menurut Peplau (1909-1999), para perawat hanya diperbolehkan berpraktik di rumah sakit sebatas pembantu dokter dalam menangani keluhan pasien, dan itu pun harus dalam pengawasan dan persetujuan dokter yang terkait. Jadi, jika praktik keperawatan digelar secara mandiri di luar rumah sakit tanpa pengawasan dokter, tentu saja hal tersebut sudah menyalahi Pasal 23 angka (2) Undang-Undang 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menekankan bahwa setiap tenaga


(18)

6

kesehatan harus menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai bidang keahlian masing-masing. Praktik mandiri bukanlah bidang keahlian perawat, melainkan bidang dokter. Selain itu untuk berpraktik mandiri, dibutuhkan kode etik, standar profesi, dm standar prosedur operasionar. Tentu saja kode etik, standar profesi, dan standar prosedur operasional harus dipikirkan seperti yang sudah dilakukan dokter-dokter yang ber praktik di luar rumah sakit selama ini, agar pelayanan kesehatan dapat menjamin kepastian hak pengguna pelayan kesehatan.

Ketua Badan Legislasi DPRD Lampung, Farouk Danial, berpendapat sebaliknya. la mendukung apabila praktik mandiri perawat digelar dan disebar di Kabupaten Lampung Tengah. Dikatakan olehnya, Peraturan Daerah yang sedang diajukan tersebut akan melindungi para perawat dari kemungkinan adanya

malpraktik. Alasannya praktis sekali, yaitu karena penyebaran dokter-dokter dan ahli-alili kesehatan yang masih tidak merata di tiap daerah.

Berdasarkan uraian di atas, maka judul "Pengaturan Perizinan Praktik Mandiri Perawat di Kabupaten Lampung Tengah" dianggap tepat oleh penulis sebagai kepala permasalahan dalam skripsinya. Penulis tetarik untuk meneliti lebih dalam tentang bagaimana pelaksanaan beserta hambatan-hambatan yang dihadapi oleh perancang dan pemberi izin praktik mandiri perawat di Kabupaten Lampung Tengah agar disesuaikan dengan materi-materi yang ada.

1.2 Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian 1.2.1 Permasalahan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah :

a. Bagaimanakah pengaturan perizinan praktik mandiri perawat di Kabupaten Lampung Tengah ?

b. Apa saja yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan izin praktik mandiri perawat di Kabupaten Lampung Tengah ?


(19)

1.2.2 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada dua ruang lingkup pembahasan, yaitu dalam bidang hukum khususnya Hukum Administrasi Daerah dan lingkup substansi yaitu peran Dinas Kesehatan terhadap izin praktik dan kewenangan perawat, baik dalam pengawasan maupun pelaksanaan.

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui seperti apa pengaturan perizinan praktik mandiri perawat di Kabupaten Lampung Tengah.

b. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi faktor penghambat dari pelaksanaan perizinan praktik mandiri perawat di Kabupaten Lampung Tengah.

1.3.2 Kegunaan Penelitian

a. Kegunaan Teoretis, yaitu kegunaan penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menambah dan memperluas ilmu pengetahuan dalam bidang Hukum Administasi Negara dan menjadi bahan masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

b. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengembangan ilmu pengetahuan dan memperluas wawasan serta bentuk sumbangan yang dapat diberikan dalam rangka pengabdian kepada masyarakat pada umumnya dan khususnya para instansi terkait.


(20)

8

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1Pembagian Urusan Pemerintah dalam Dekonsentrasi dan Tugas

Pembantuan

Pemerintahan Daerah yang diselenggarakan berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar 1945 adalah Pemerintahan Daerah yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan asas tersebut diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dan peningkatan daya saing daerah. Namun, setiap tugas dan rencana kerja daerah yang merupakan pembagian urusan pemerintahan haruslah dikaji dan ditimbang dengan peraturan perundang-undangan yang terkait. Tujuannya agar tidak ada kebijakan-kebijakan di tingkat daerah yang, saling bertimpangan satu sama lain dan dapat dipertanggungjawabkan di depan hukum.

Dalam bab Penjelasan Umum nomor 3 (tiga) dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dinyatakan bahwa urusan pemerintah yang bersifat concurrent

adalah urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu dapat dilaksanakan bersama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Urusan kesehatan termasuk dalam urusan yang concurrent. Jadi setiap sub bidang dan sub-sub bidang di setiap strata pemerintahan yang berkenaan dengan kesehatan harus terhubung dan berkesinambungan. Jadi, mengenai Izin Praktik Mandiri Perawat di Kabupaten Lampung Tengah, haruslah sesuai dengan kebijakan yang diterapkan di tingkat Provinsi dan Nasional (Pusat). Praktik semacam itu baru ditemukan pengaturannya di Kabupaten Lampung Tengah dan beberapa daerah lainnya. Maka dari itu, karena nyatanya kebijakan tersebut dilaksanakan sendiri-sendiri oleh masing-masing daerah, tanpa berdampingan dengan Pemerintah Pusat karena Rancangan Undang-Undang tentang keperawatan belum diresmikan, hemat saya, kebijakan tersebut tidak memenuhi falsafah otonomi daerah.


(21)

2.2 Kesehatan

2.2.1 Definisi Kesehatan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 2009, kata „kesehatan‟ diambil dari kata

„sehat‟ yang berarti keadaan baik bagi seluruh anggota tubuh. Jadi kesehatan

adalah ukuran keseluruhan dari keadaan manusia beserta lingkungannya yang berada dalam keadaan baik dan bugar. Definisi tersebut tidak berbeda jauh seperti yang terdapat dalam Pasal 1 bab I dari Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang berbunyi, “Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis”.

Setiap manusia berhak akan kesehatannya. Memperoleh ataupun menjaga kesehatan, merupakan hak asasi bagi setiap manusia. Oleh sebab itu, setiap upaya peningkatan kesehatan, baik yang dilakukan oleh pemerintah ataupun masyarakat, harus didukung oleh kepastian hukum yang jelas (Pasal 1 Undang-Undang nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan). Sama saja seperti yang dikatakan oleh Juadi dalam artikelnya yang berjudul "Paradigma Kesehatan", bahwa kesehatan itu termasuk hak manusia yang hakiki dari setiap sisi.

2.2.2 Tenaga Kesehatan dalam Penyelenggaraan Pembangunan Kesehatan

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bag' setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia , yang produktif secara sosial dan ekonomis. Mewujudkan derajat kesehatan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan keadaan kesehatan yang lebih baik dari sebelumnya.

Upaya kesehatan harus selalu diusahakan peningkatannya secara terus menerus agar masyarakat yang sehat sebagai investasi dalam pembangunan dapat hidup


(22)

10

produktif secara sosial dan ekonomis. Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan maka diperlukan suatu sumber daya kesehatan.

Sumber daya di bidang kesehatan adalah segala bentuk dana, tenaga, perbekalan kesehatan, sediaan farmasi dan alat kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan dan teknologi yang dimanfaatkan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, salah satu sumber daya di bidang kesehatan adalah tenaga kesehatan. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

Tenaga kesehatan merupakan sumber daya kesehatan yang paling utama, sebab dengan tenaga kesehatan ini semua sumber daya kesehatan yang lain seperti fasilitas kesehatan, perbekalan kesehatan, serta teknologi dan produk teknologi dapat dikelola secara sinergis dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan.

Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009, ketentuan mengenai tenaga kesehatan diatur lebih rinci dibandingkan undang-undang sebelumnya. pada pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009, disebutkan bahwa tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

Upaya kesehatan yaitu setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat.


(23)

Dalam hal ini perawat dengan kegiatannya melakukan praktik sudah termasuk upaya kesehatan. Karena tenaga kesehatan berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 yaitu adanya persyaratan memiliki keterampilan/keahlian dalam suatu bidang pelayanan kesehatan dan keterampilan/ keahlian tersebut sebagai hasil proses pendidikan bidang keahlian pelayanan kesehatan tertentu, maka sesuai Undang-undang tersebut, perawat yang memang nyatanya mendapatkan pendidikan nursing memang sudah seharusnya ditempatkan di rumah sakit, pusat pelayanan kesehatan terpadu, instansi-instansi kesehatan, untuk merawat dan bukannya berpraktik mandiri menyalahi aturan. Tenaga kesehatan dikelompokkan sesuai dengan keahlian dan kualifikasi yang dimiliki meliputi :

a. Tenaga medis, meliputi dokter dan dokter gigi b. Tenaga keperawatan, meliputi perawat dan bidan

c. Tenaga kefarmasian, meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker d. Tenaga kesehatan masyarakat, epidemiolog kesehatan, entomolog kesehatan,

mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan dan sanitarian.

e. Tenaga gizi, meliputi nutrisionis dan dietisien.

f. Tenaga keterapian fsik, meliputi fsioterapis, okupasiterapis dan terapis wicara. g. Tenaga keteknisian medis meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi,

teknisi elektromedis, analis kesehatan, reiraksionis optisien, otorik prostetik, teknisi transfusi dan perekam medis.

Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Tengah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan UKP, seorang perawat dikategorikan sebagai tenaga kesehatan yang diperbolehkan membuka praktik mandiri. Dan memang sebenarnya pengkatogerian profesi perawat sebagai tenaga kesehatan yang membuka praktik mandiri dalam Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Tengah Nomor 6 Tahun 2008 tidak memiliki dasar lex specialis undang-undang keperawatan, namun Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Tengah tetap


(24)

12

bersikeras dengan beralasan jika pencetusan Izin Praktik Mandiri Keperawatan diperkuat, oleh Peraturan Menteri Kesehatan Nomor Hk. 02. 02./ Menkes/ 148/ U 2010 beserta turunannya yaitu Perda Provinsi Nomor 4 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Praktik Keperawatan. Disebutkan bahwa seorang perawat dapat membuka praktik dengan sertifikat emergency nursing yang berlaku selama 5 (lima) tahun. Sertifikat emergency nursing dapat diperoleh apabila ketentuan dan syarat sebagai berikut telah dipenuhi :

1. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk atas nama Pemohon 2. Fotokopi SIP yang masih berlaku

3. Fotokopi SIK

4. Surat Pernyataan melaksanakan tugas dari pimpinan instansi kerja 5. Surat Keterangan berbadan sehat dari dokter

6. Daftar Peralatan

7. Pas Foto terbaru ukuran 4 x 6 sejumlah 3 lembar, dan ukuran 2 x 3 sejumlah 2 lembar

2.2.3 Pengertian Tenaga Kesehatan Perawat

Seperti yang telah disebutkan di atas, profesi perawat adalah salah satu cabang tenaga kesehatan. Hal itu sesuai dengan yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Bahwa profesi perawat sah sebagai tenaga kesehatan dengan pengkatagorian Tenaga Keperawatan.

Selama ini, istilah perawat yang sering didengar secara umum adalah istilah perawat yang erat dengan dunia medis. Masyarakat lebih banyak mengenal perawat yang dalam dunia medis dimaknakan sebagai pembantu dokter/asisten dokter. Tidak sedikit para sarjana yang menyetujui pengistilahan tersebut. Basarnya adalah bentuk baku dari kata perawat itu sendriri yang ternyata memang lebih lekat dengan istilah medis.


(25)

Keperawatan adalah suatu hasil proses kerja sama manusia dengan manusia lainnya supaya menjadi sehat atau tetap sehat (hubungan antar manusia). Pendidikan atau pematangan tujuan yang dimaksud untuk meningkatkan gerakan yang progresif dan kepribadian seseorang dalam berkreasi, membangun, menghasilkan pribadi dan cara hidup bermasyarakat.

Model konsep dan teori keperawatan Peplau berfokus pada individu, perawat dan proses interaktif (Peplau 1952). Teori ini menjelaskan tentang kemampuan dalam memahami diri sendiri dan orang lain yang menggunakan dasar hubungan antar manusia yang mencakup proses interpersonal, perawat klien, dan kecemasan yang terjadi akibat sakit. Herdasarkan teori ini klien adalah individu dengan kebutuhan perasaan, dan keperawatan adalah proses interpersonal dan terapeutik.

Perawat berperan mengatur tujuan dan proses interaksi interpersonal dengan pasien yang bersifat partisipatif, sedangkan pasien mengendalikan isi yang menjadi tujuan. Hal ini berarti dalam hubungannya dengan pasien, perawat berperan sebagai mitra kerja, pendidik, narasumber, pengasuh pengganti, pemimpin dan konselor sesuai dengan fase proses interpersonal. Pendidik atau pematangan tujuan yang dimaksud untuk meningkatkan gerakan yang progresif dan kepribadian seseorang dalam berkreasi, membangun, menghasilkan pribadi dan cara hidup bermasyarakat. Peran perawat antara lain;

1. Mitra kerja, berbagi rasa hormat dan minat yang positif pada pasien. Perawat menghadapi klien seperti tamu yang dikenalkan pada situasi baru. Sebagai mitra kerja, hubungan P-K (Perawat-Klien) merupakan hubungan yang memerlukan kerja sama yang harmonis atas dasar kemitraan sehngga perlu dibina rasa saling percaya, saling mengasihi, dan menghargai antara perawat dan klien.

2. Nara sumber (resources person); memberikan jawaban yang spesifik terhadap pertanyaan tentang masalah yang lebih luas dan selanjutnya mengarah pada area permasalahan yang memerlukan bantuan. Perawat mampu memberikan informasi yang akurat, jelas dan rasional kepada klien dalam suasana bersahabat dan akrab.


(26)

14

3. Pendidik (teacher); merupakan kombinasi dari semua peran yang lain. Perawat harus berupaya memberikan pendidikan, pelatihan, dan bimbingan pada klien/pasien terutama dalam mengatasi masalah kesehatan.

4. Kepemimpinan (Leadership); mengembangkan hubungan yang demokratis sehingga merangsang individu untuk berperan. Perawat harus mampu memimpin klien/pasien untuk memecahkan masalah kesehatan melalui proses kerja sama dan partisipasi.

5. Pengasuh pengganti (surrogate); membantu individu belajar tentang keunikan tiap manusia sehingga dapat mengatasi konflik interpersonal. Perawat merupakan individu yang dipercaya klien untuk berperan sebagai orang tua, tokoh masyarakat atau rohaniawan guna. untuk membantu memenuhi kebutuhannya.

6. Konselor (consellor); meningkatkan pengalaman individu menuju keadaan sehat yaitu kehidupan yang kreatif, instruktif dan produktif. Perawat harus dapat memberikan bimbingan terhadap masalah klien sehingga pemecahan masalah akan mudah dilakukan.

Jadi pada hakikatnya, tenaga kesehatan perawat hanyalah „pendamping' klien/pasien sekaligus `perpanjangan tangan' dokter. Karena pendidikan yang ditempuh oleh seorang perawat hanya sebatas pada tahap `mitra kerja'.

2.2.4 Praktik Mandiri Perawat

Pada lazimnya, seorang tenaga kesehatan perawat melakukan praktik di fasilitas-fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, dan balai pengobatan. Sejak semasa pendidikan (Training), Tenaga kesehatan perawat selalu dilatih untuk sebatas menjadi perpanjangan tangan (Assist) dari tenaga kesehatan dokter. Oleh karena itu, dalam kenyataannya, tenaga kesehatan . perawat hanya mendapat kewenangan berupa tugas pembantuan di bawah pengawasan ahli, dalam hal ini dapat dikatakan tenaga kesehatan dokter.

Namun lain halnya dengan yang terjadi di Kabupaten Lampung Tengah. Tenaga kesehatan perawat diberikan kewenangan khusus untuk berpraktik mandiri di luar


(27)

pengawasan dokter dan fasilitas-fasilitas kesehatan. Awalnya tidak ada peraturan

lex specialis dan hanya berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 148 Tahun 2010 tentang Praktik Keperawatan, seorang tenaga kesehatan sudah bisa membuka praktik sendiri di rumah-rumah, balai desa, dan perumahan. Namun pada 11 September 2011, Rancangan Undang-Undang Keperawatan telah disahkan di DPR.

2.3 Pengertian Izin

Menurut Sjachran Basah, izin adalah perbuatan Hukum Administrasi Negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal konkreto berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan. N.M Spelt dan J.B.J.M Ten Berge membagi pengertian izin dalam arti luas dan sempit.

Izin dalam arti luas ialah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan perundangan. Ini menyangkut perkenaan dari suatu tindakan yang demi kepentingan umum mengharuskan pengawasan khusus atasnya. Izin dalam arti sempit adalah pengikatan-pengikatan pada suatu perizinan pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk Disebutkan oleh Bagir Manan bahwa izin dalam arti luas berarti suatu persetujuan dari penguasa berdasakan peraturan perundang-undangan untuk memperbolehkan melakukan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum dilarang. Izin dalam arti sempit adalah pengikatan-pengikatan pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalangi keadaan-keadaan yang buruk. Tujuannya ialah mengatur tindakan-tindakan yang oleh pembuat undang-undang tidak seluruhnya dianggap tercela, namun dimana ia mengininkan dapat melakukan pengawasan sekadarnya.

2.3.1 Unsur-Unsur Perizinan

Izin merupakan perbuatan pemerintah bersegi satu berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk diterapkan pada peristiwa konkret menurut prosedur


(28)

16

dan persyaratan tertentu. Dari pengertian ini ada beberapa unsur dalam perizinan, yaitu:

a. Instrumen Yuridis

Berdasarkan jenis jenis keputusan, izin termasuk sebagai keputusan bersifat konstitutif, yaitu keputusan yang menimbulkan hak baru yang sebelumnya tidak dimilki oleh seseorang yang namanya tercantum dalam keputusan itu. Izin merupakan instrumen yuridis dalam bentuk keputusan yang konstitutif dan yang digunakan oleh pemerintah untuk mengahadapi atau menetapkan peristiwa konkret.

b. Peraturan Perundang-Undangan

Pembuatan dan penerbitan izin merupakan tindakan hukum pemerintah. Sebagai tindakan hukum, harus ada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan atau harus berdasarkan asas legalitas. Tanpa dasar wewenang, tindakan hukum itu menjadi tidak sah. Oleh karena itu, dalam hal membuat dan menertibkan izin harus didasarkan pada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, karena tanpa dasar wewenang tersebut keputusan izin tersebut menjadi tidak sah.

c. Organ Pemerintiah

Organ pemerintah adalah organ yang menjalankan urusan pemerintah baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.

d. Peristiwa Konkret

Peristiwa konkret adalah peristiwa yang terjadi pada waktu tertentu, orang tertentu, orang tertentu, tempat tertentu, dan fakta hukum tetentu.

e. Prosedur dan Persyaratan

Pada umumnya permohonan izin harus menempuh prosedur tertentu yang ditentukan oteh pemerintah. Pemohon izin juga harus memenuhi persyaratan tertentu yang ditentukan secara sepihak oleh pemerintah atau pemberi izin.


(29)

Prosedur dan persyaratan perizinan berbeda-beda terhantung jenis izin, tujuan izin, dan instansi pemberi izin.

2.3.2 Fungsi dan Tujuan Perizinan

Sebagai suatu instrumen, izin berfungsi selaku ujung tombak instrumen hukum sebagai pengarah, perekayasa, dan perancang masyarakat yang adil dan makmur itu dijelmakan. Menurut Prajudi Atmosudirdjo, bahwa berkenaan dengan fungsi-fungsi hukum modern, izin dapat diletakkan dalam fungsi-fungsi menertibkan masyarakat. Keragaman peristiwa konkret menyebabkan keragaman pula dari tujuan izin ini, yang secara umum dapat disebutkan sebagai berikut:

a. Keinginan mengarahkan aktivitas-aktivitas tertentu b. Mencegah bahaya lingkungan

c. Keinginan melindungi objek-objek tertentit d. Hendak membagi benda-benda yang sedikit

e. Pengarahan, dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitas-aktivitas

Dalam hal perizinan praktik perawat, yang menjadi motivasi atau tujuan dari pemberian atau pencabutan izin praktik perawat adalah keinginan mengarahkan (mengendalikan) aktivitas-aktivitas tertentu, dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitas-aktivitas tertentu, untuk mencegah bahaya, serta keinginan melindungi objek-objek tertentu.

Izin merupakan instrumen yuridis yang digunakan pemerintah untuk mempengaruhi warga agar mau mengikuti cara yang dianjurkan guna mencapai suatu tujuan. Dalam hal ini berarti tujuan pemerintah melakukan pencabutan terhadap izin praktik perawat bertujuan untuk mencegah bahaya yang ditimbulkan dari pelaksanaan praktik perawat yang ilegal dan agar dalam pelaksanaan praktik pelayanan kesehatan kepada masyarakat dapat dilaksanakan secara optimal yaitu melalui tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi untuk melakukannya pekerjaannya berdasarkan kewenangan yang dimiliknya.


(30)

18

Dalam hal untuk melindungi objek-objek tertentu, bahwa perizinan dilakukan untuk memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat terhadap praktik pelayanan kesehatan sekaligus memberikan perlindungan hukum terhadap tenaga kesehatan perawat yang membuka praktik.

Tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan setelah memiliki izin dari pemerintah. Ketentuan mengenai perizinan tenaga kesehatan diatur berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1796/MENKES/PER/VIIU2011tentang Registrasi Tenaga Kesehatan. Registrasi tenaga kesehatan untuk dapat melakukan praktik profesi di seluruh wilayah Indonesia, diberikan oleh Pemerintah yang dapat dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah. Perizinan/lisensi tenaga kesehatan profesi untuk melaksanakan praktik diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh instansi kesehatan di wilayah bersangkutan, setelah mendapatkan rekomendasi dari organisasi profesi terkait, semisal Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNt).ljalam ha1 perizinan praktik perawat, pendaftaran dan perizinan praktik perawat telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor Hk. 02.02/Menkes/148/2010.

Alasan dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan ini adalah karena pelayanan kesehatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kewenangan dalam melakukan upaya kesehatan. ljimana tenaga kesehatan menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

Substansi penting yang melekat pada diri seorang tenaga kesehatan berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 yaitu adanya persyaratan memiliki keterampilan/keahiian, dalam suatu bidang pelayanan kesehatan sebagai hasil proses pendidikan bidang keahlian pelayanan kesehatan tertentu. Jadi selain mFmiliki keterampilan, seorang tenaga kesehatan harus melalui proses pendidikan sesuai bidang keahliannya.


(31)

2.4 Peraturan Perundang-Undangan sebagai dasar hukum Perizinan Praktik Mandiri Perawat

Tenaga kesehatan terdiri dari bermacam-macam bentuk profesi. Ada dokter, bidan, apoteker, fisioterapis, administrator kesehatan, dan lain-lain. Di antara sekian jenis profesi kesehatan itu, tenaga kesehatan dokter adalah satu-satunya tenaga kesehatan yang memiliki kewenanangan untuk mengambil keputusan. Keputusan yang dimaksud tentunya bersifat keputusan medis. Misalnya seperti; apakah seorang pasien akan ditindaklanjuti dengan operasi atau tidak, perumusan resep, menyimpulkan, dan berbagai bentuk keputusan medis lainnya. Jadi, jika dilihat dari struktur profesi kesehatannya, tidak masalah bagi seorang dokter untuk membuka praktik di rumah. Karena segala konsekuensi yang muncul dari keputusan medis seorang dokter dapat dipertanggung jawabkan dengan dasar hukum yang jelas. Kesimpulannya, tak peduli apabila dokter itu membuka praktik di rumah sakit ataupun di rumah, keputusan ataupun langkah-langkah medis yang dicetuskan olehnya adalah sah.

Lain halnya dengan yang terjadi di Kabupaten Lampung Tengah. Profesi perawat yang selama ini kita asumsikan sebagai asisten atau pembantu dokter di lingkungan medis, berbeda dengan fakta yang terjadi. Daerah itu telah lebih dulu mengakomodir para tenaga kesehatan perawatnya untuk dapat membuka praktik mandiri di rumah. Praictik yang dimaksud ditengarai sebagai bentuk dari upaya promotif, preventif, rehabilitatif, pelaksanaan asuhan keperawatan, pelaksanaan tindakan keperawatan komplementer, dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehata di mana dari segi metode dan kewenangan, bentuk praktik kesehatan yang dilakukan oleh perawat dengan praktik kesehatan yang dilakukan oleh seorang dokter di Kabupaten Lampung Tengah hampir sama persis sepenuhnya. Tentu saja itu menjadi sebuah masalah karena praktik kedokteran memiliki dasar hukum berupa Undang-Undang khusus kedokteran, sedang praktik mandiri keperawatan tidak memiliki dasar hukum berupa Undang-Undang khusus keperawatan. $erikut ini adalah dasar-dasar hukum dari praktik mandiri perawat yang saya dapat selama penelitian;


(32)

20

1) Dikatakan oleh pihak yang mendukung adanya praktik mandiri perawat, bahwa praktik mandiri tersebut telah secara tak langsung telah mengimplementasikan Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Tapi untuk saya 2) Karena profesi perawat merupakan salah satu tenaga kesehatan, maka

keberadaannya tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

3) Sebagai turunan dari Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, maka Peraturan Menteri Kesehatan Nomor Hk.02.02/Menkes/148/I/2010 mendukung proses perizinan dan tata penyelenggaraan praktik perawat.

4) Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 4 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Praktik Keperawatan.

5) Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Tengah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Upaya Kesehatan Perorangan yang merupakan turunan dari PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Frovinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota sebagai perwujudan dari semangat otonomi daerah pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 6) Undang-Undang Keperawatan yang baru disahkan 11 September 2014


(33)

III.METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Masalah

Sesuai dengan rumusan masalah yang hendak dibahas dalam penelitian ini, pendekatan masalah yang dilakukan adalah pendekatan yuridis-empiris, yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah, mengutip dan mempelajari ketentuan atau peraturan-peraturan perundang-undangan dan literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas sekaligus melakukan penelitian langsung di lapangan, berdasarkan fakta yang ada.

3.2 Sumber Data

Dalam penelitian ini data yang diperlukan adalah data primer dan data sekunder, data primer diperoleh dari studi lapangan yaitu hasil wawancara dengan informan, yaitu Kepala Bidang Bina Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Tengah, Ketua Divisi Registrasi Majelis Tenaga Kesehatan Kabupaten Lampung Tengah (MTKP), dan perawat yang membuka praktik di rumah. Sedangkan data sekunder terdiri dari:

1. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah aturan perundang-undangan yang mengikat, yaitu:

a. Undang-Undang Dasar 1945

b. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah c. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

d. PP Nomor 38 Tahun 2009 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota


(34)

22

f. PP Nomor.41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah

g. Peraturan Daerah Provinsi Nomor 4 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Praktik keperawatan

h. Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Tengah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Perorangan .

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari studi kepustakaan, yang terdiri dari literatur-literatur, buku-buku ilmu pengetahuan hukum yang berkaitan dengan pokok bahasan.

3. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan-bahan yang berguna untuk memberikan penjelasan terhadap hukum primer maupun sekunder, seperti hasil penelitian, Kamus Besar Bahasa Indonesia, artikel-artikel dari internet dan bahan-bahan lain yang sifatnya karya ilmiah herkaitan dengan masa.lah yang akan dibahas dalam penelitian ini.

3.3 Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

Posedur pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Studi kepustakaan

Studi kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder yang diperoleh dengan cara membaca, mengutip literatur-literatur, mengkaji peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas.


(35)

Studi lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer, maka penelitian mengadakan studi lapangan dengan teknik wawancara kepada para narasumber, dalam wawancara tersebut digunakan teknik wawancara dengan bertatap muka langsung dengan menggunakan catatan-catatan yang berisi beberapa pertanyaan yang nantinya akan dikembangkan saat wawancara berlangsung.

3.4 Prosedur Pengolahan Data

Langkah selanjutnya setelah data terkumpul baik data primer maupun data sekunder dilakukan pengolahan data dilakukan dengan cara :

a. Seleksi Data, yaitu memilih mana data yang sesuai dengan pokok permasalahan yang akan dibahas.

b. Pemeriksaan data, yaitu meneliti kembali data yang diperoleh mengenai kelengkapannya serta kejelasan .

c. Klasifikasi Data, yaitu pengelompokan data menurut pokok bahasan agar memudahkan dalam mendeskripsikannya.

d. Penyusunan Data, yaitu data disusun menurut aturan yang sistematis sebagai hasil penelitian yang telah disesuaikan dengan jawaban permasalahan yang diajukan.

3.4 Analisis Data

Data yang telah diolah kemudian dianalisis dengan menggunakan cara analisis deskriptif kualitatif, maksudnya adalah analisis data yang dilakukan dengan menjabarkan secara rinci kenyataan atau keadaan atas suatu objek dalam bentuk kalimat guna memberikan gambaran lebih jelas terhadap permasalahan yang diajukan sehingga memudahkan untuk ditarik suatu kesimpulan.


(36)

41

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Praktik Mandiri Perawat di Kabupaten Lampung Tengah hanya didasari

oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor Hk.

02.02/Menkes/148/U2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik

Perawat, Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

1239/Menkes/SK/XU2001, dan Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Tengah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Perorangan. Padahal Rancangan Undang-Undang Keperawatan belum disahkan pada waktu izin praktik mandiri perawat dicanangkan.

2. Faktor-faktor seperti pelayanan kesehatan yang masih tidak merata, pemanfaatan Sumber Daya Manusia, dan dasar hukum di atas dinilai tidak dapat membenarkan para perawat untuk dapat melakukan praktik mandiri baik perorangan atau berkelompok di luar fasilitas pelayanan kesehatan.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan peneliti pada penelitian ini adalah :

1. Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Tengah terkait izin praktik mandiri perawat itu dapat ditinjau kembali asas kemanfaatannya. Jika disebutkan upaya tersebut adalah untuk tugas pembantuan, tentu tidak masuk akal mengingat urusan konkuren seperti kesehatan tidak serempak dengan Pemerintah Pusat yang belum mengeluarkan Undang-Undang Keperawatan. Jika pun ingin dipaksakan untuk tetap


(37)

berlangsung, kebijakan tersebut dapat dibilang cacat karena tidak memenuhi pedoman hierarki perundang-undangan di Indonesia. Dan bila perlu, Rancangan Undang-Undang Khusus Keperawatan tidak perlu disahkan terlebih dahulu untuk ditinjau kembali. Karena biar bagaimanapun, tenaga kesehatan perawat tidak pernah mendapat pendidikan untuk membuka praktik mandiri seperti dokter.

2. Seperti yang sudah diurai dalam Bab IV, peneliti sudah mensurvey lokasi penelitian dan menemukan beberapa fakta yang dapat membantah alasan Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Tengah terkait Izin Praktik Perawat yang membolehkan perawat melakukan praktik mandiri di luar fasilitas pelayanan kesehatan baik perorangan atau berkelompok. Sebaiknya, fasilitas-fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, dan pelayanan kesehatan yang sudah ada bisa ditingkatkan lagi kualitas, mutu, dan kompetensinya dalam memberikan pengabdian kepada masyarakat Kabupaten Lampung Tengah seperti yang tertuang dalam Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945.


(38)

43

DAFTAR PUSTAKA

Atmosudirdjo, Prajudi, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994

Hadjon, M, dkk, Pengantar Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta : UGM Press, 1999

Marbun, S.F., S.H.,M.Hum, Peradilan Administrasi Negara dan rlpaya Administratif di Indonesia, Yogyakarta, FH UII Press, 2011

Ngani, Nico, Metode Peneditian dan Penulisan Hakim, Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2012

N.M. dan J.H.J.M. Ten Berge. 1993. Pengantar Hukum Perizinan. Surabaya. Fakultas Hukum Universitas Airlangga.

Notoatmodjo, Soekidjo, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rentang Pustaka, 2010

PT Media Pustaka Phoenix. 2009. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pustaka Phoenix. Jakarta.

Ridwan, H.R., Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta : UII Press, 2003

Ridwan, Juniarso dan Sodik, Achmad., Hukum Administrasi Negara dan

Kebijakan Pelayanan Publik Bandung : Nuansa, 2009

Soekanto, Soerdjono, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007

Sutedi, Adrian. 2011. Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik Jakarta. Sinar Grafika.

Utrecht, E. 1985. Pengantar Hukum Admininstrasi Negara. Jakarta. Ichtiar. Widjaya, HAW., Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, Jakarta: Raja Grafindo


(39)

Peraturan Perundangan

1. Undang-Undang Dasar 1945

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan 5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan Antara Pemerintah , Pemerintah Daerah Provinsi , dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

6. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah

7. Peraturan Daerah Provinsi nomor 4 tahun 2011 terkait Izin Praktek Bagi Perawat .

8. Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Tengah nomor 6 tahun 2008 tentang Penyelengaraan Upaya Kesehatan Perorangan

Lain-Lainnya

www.scribd.com - diunduh pada 14 Agustus 2013

http://www.radarlampung.co.id/read/bandarlampung/31702-dewan-tetap-paksakan-raperda-keperawatan - diunduh pada 14 Agustus 2013

http://food.detik.com/read/2010/12/10/163151/1521965/763/bidan-perawat-semua-tenaga-kesehatan-harus-punya-izin-praktik - diunduh pada 14 Agustus 2013

http://alhomiz.files.wordpress.com/2010/06/risalah sidang- perkara20nomor2012-puu-viii-201020620mei202010.pdf - diunduh pada 15 Agustus 2013

http://jdih.tuiangbawangbaratkab.go.id/?p=12 - diunduh pada 1 5 Agustus 2413 www.artikelbagus.com -diundug pada 15 Agustus 2013


(1)

f. PP Nomor.41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah

g. Peraturan Daerah Provinsi Nomor 4 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Praktik keperawatan

h. Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Tengah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Perorangan .

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari studi kepustakaan, yang terdiri dari literatur-literatur, buku-buku ilmu pengetahuan hukum yang berkaitan dengan pokok bahasan.

3. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan-bahan yang berguna untuk memberikan penjelasan terhadap hukum primer maupun sekunder, seperti hasil penelitian, Kamus Besar Bahasa Indonesia, artikel-artikel dari internet dan bahan-bahan lain yang sifatnya karya ilmiah herkaitan dengan masa.lah yang akan dibahas dalam penelitian ini.

3.3 Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

Posedur pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Studi kepustakaan

Studi kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder yang diperoleh dengan cara membaca, mengutip literatur-literatur, mengkaji peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas.


(2)

Studi lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer, maka penelitian mengadakan studi lapangan dengan teknik wawancara kepada para narasumber, dalam wawancara tersebut digunakan teknik wawancara dengan bertatap muka langsung dengan menggunakan catatan-catatan yang berisi beberapa pertanyaan yang nantinya akan dikembangkan saat wawancara berlangsung.

3.4 Prosedur Pengolahan Data

Langkah selanjutnya setelah data terkumpul baik data primer maupun data sekunder dilakukan pengolahan data dilakukan dengan cara :

a. Seleksi Data, yaitu memilih mana data yang sesuai dengan pokok permasalahan yang akan dibahas.

b. Pemeriksaan data, yaitu meneliti kembali data yang diperoleh mengenai kelengkapannya serta kejelasan .

c. Klasifikasi Data, yaitu pengelompokan data menurut pokok bahasan agar memudahkan dalam mendeskripsikannya.

d. Penyusunan Data, yaitu data disusun menurut aturan yang sistematis sebagai hasil penelitian yang telah disesuaikan dengan jawaban permasalahan yang diajukan.

3.4 Analisis Data

Data yang telah diolah kemudian dianalisis dengan menggunakan cara analisis deskriptif kualitatif, maksudnya adalah analisis data yang dilakukan dengan menjabarkan secara rinci kenyataan atau keadaan atas suatu objek dalam bentuk kalimat guna memberikan gambaran lebih jelas terhadap permasalahan yang diajukan sehingga memudahkan untuk ditarik suatu kesimpulan.


(3)

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Praktik Mandiri Perawat di Kabupaten Lampung Tengah hanya didasari oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor Hk. 02.02/Menkes/148/U2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat, Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1239/Menkes/SK/XU2001, dan Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Tengah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Perorangan. Padahal Rancangan Undang-Undang Keperawatan belum disahkan pada waktu izin praktik mandiri perawat dicanangkan.

2. Faktor-faktor seperti pelayanan kesehatan yang masih tidak merata, pemanfaatan Sumber Daya Manusia, dan dasar hukum di atas dinilai tidak dapat membenarkan para perawat untuk dapat melakukan praktik mandiri baik perorangan atau berkelompok di luar fasilitas pelayanan kesehatan.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan peneliti pada penelitian ini adalah :

1. Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Tengah terkait izin praktik mandiri perawat itu dapat ditinjau kembali asas kemanfaatannya. Jika disebutkan upaya tersebut adalah untuk tugas pembantuan, tentu tidak masuk akal mengingat urusan konkuren seperti kesehatan tidak serempak dengan Pemerintah Pusat yang belum mengeluarkan Undang-Undang Keperawatan. Jika pun ingin dipaksakan untuk tetap


(4)

berlangsung, kebijakan tersebut dapat dibilang cacat karena tidak memenuhi pedoman hierarki perundang-undangan di Indonesia. Dan bila perlu, Rancangan Undang-Undang Khusus Keperawatan tidak perlu disahkan terlebih dahulu untuk ditinjau kembali. Karena biar bagaimanapun, tenaga kesehatan perawat tidak pernah mendapat pendidikan untuk membuka praktik mandiri seperti dokter.

2. Seperti yang sudah diurai dalam Bab IV, peneliti sudah mensurvey lokasi penelitian dan menemukan beberapa fakta yang dapat membantah alasan Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Tengah terkait Izin Praktik Perawat yang membolehkan perawat melakukan praktik mandiri di luar fasilitas pelayanan kesehatan baik perorangan atau berkelompok. Sebaiknya, fasilitas-fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, dan pelayanan kesehatan yang sudah ada bisa ditingkatkan lagi kualitas, mutu, dan kompetensinya dalam memberikan pengabdian kepada masyarakat Kabupaten Lampung Tengah seperti yang tertuang dalam Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Atmosudirdjo, Prajudi, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994

Hadjon, M, dkk, Pengantar Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta : UGM Press, 1999

Marbun, S.F., S.H.,M.Hum, Peradilan Administrasi Negara dan rlpaya Administratif di Indonesia, Yogyakarta, FH UII Press, 2011

Ngani, Nico, Metode Peneditian dan Penulisan Hakim, Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2012

N.M. dan J.H.J.M. Ten Berge. 1993. Pengantar Hukum Perizinan. Surabaya. Fakultas Hukum Universitas Airlangga.

Notoatmodjo, Soekidjo, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rentang Pustaka, 2010

PT Media Pustaka Phoenix. 2009. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pustaka Phoenix. Jakarta.

Ridwan, H.R., Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta : UII Press, 2003

Ridwan, Juniarso dan Sodik, Achmad., Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik Bandung : Nuansa, 2009

Soekanto, Soerdjono, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007

Sutedi, Adrian. 2011. Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik Jakarta. Sinar Grafika.

Utrecht, E. 1985. Pengantar Hukum Admininstrasi Negara. Jakarta. Ichtiar.

Widjaya, HAW., Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004


(6)

Peraturan Perundangan

1. Undang-Undang Dasar 1945

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan 5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan Antara Pemerintah , Pemerintah Daerah Provinsi , dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

6. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah

7. Peraturan Daerah Provinsi nomor 4 tahun 2011 terkait Izin Praktek Bagi Perawat .

8. Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Tengah nomor 6 tahun 2008 tentang Penyelengaraan Upaya Kesehatan Perorangan

Lain-Lainnya

www.scribd.com - diunduh pada 14 Agustus 2013

http://www.radarlampung.co.id/read/bandarlampung/31702-dewan-tetap-paksakan-raperda-keperawatan - diunduh pada 14 Agustus 2013

http://food.detik.com/read/2010/12/10/163151/1521965/763/bidan-perawat-semua-tenaga-kesehatan-harus-punya-izin-praktik - diunduh pada 14 Agustus 2013

http://alhomiz.files.wordpress.com/2010/06/risalah sidang-

perkara20nomor2012-puu-viii-201020620mei202010.pdf - diunduh pada 15 Agustus 2013

http://jdih.tuiangbawangbaratkab.go.id/?p=12 - diunduh pada 1 5 Agustus 2413 www.artikelbagus.com -diundug pada 15 Agustus 2013