PELAKSANAAN PERJANJIAN TERAPEUTIK ANTARA DOKTER PRAKTIK MANDIRI DAN PASIEN (Studi pada Dokter Praktik Mandiri di Bandar Lampung)

(1)

ABSTRAK

PELAKSANAAN PERJANJIAN TERAPEUTIK ANTARA DOKTER

PRAKTIK MANDIRI DAN PASIEN

(Studi pada Dokter Praktik Mandiri di Bandar Lampung)

Oleh

MARULLFA

Dokter adalah seseorang yang ahli dalam hal penyakit dan pengobatan serta dapat

memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Untuk itu pasien dapat

menghubungi dokter melalui balai pengobatan, rumah sakit dan dokter praktik

mandiri. Pelayanan kesehatan antara dokter dan pasien terjadi perjanjian secara

lisan yang disebut perjanjian terapeutik sebagai sumber hubungan hukum dan

secara tertulis diatur dalam Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik

Kedokteran. Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan secara jelas, rinci dan

sistematis hubungan hukum yang timbul antara dokter dan pasien dalam perjanjian

terapeutik, pelaksanaan perjanjian terapeutik antara dokter praktik mandiri dengan

pasien, dan tanggung jawab hukum dokter terhadap pasien dalam pelaksanaan

perjanjian terapeutik.

Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang ditunjang dengan penelitian

empiris dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan

adalah pendekatan normatif terapan. Data yang digunakan adalah data primer dan

sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan

hukum tersier. Pengumpulan data melalui studi pustaka, studi dokumen dan

wawancara. Pengolahan data dilakukan dengan cara pemeriksaan data, seleksi data,

klasifikasi data dan sistematisasi data. Selanjutnya, dianalisis secara deskriptif

kualitatif.

Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan hubungan hukum dokter praktik

mandiri dan pasien adalah hubungan kontraktual yang pada bidang pelayanan

kesehatan dikenal sebagai perjanjian terapeutik. Perjanjian terapeutik merupakan

perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu (Pasal 1601 KUHPerdata) dan

merupakan jenis perjanjian

inspanningverbintenis

yaitu perjanjian yang

berdasarkan usaha maksimal dokter dalam menyembuhkan penyakit pasien.


(2)

Marullfa

Hubungan ini mengikat karena adanya hak dan kewajiban dokter dan pasien yang

direalisasikan dalam pelaksanaan perjanjian terapeutik. Perjanjian terapeutik mulai

terjadi pada saat pasien datang ke tempat dokter praktik mandiri. Kedatangannya

ditafsirkan untuk meminta pertolongan mengenai masalah penyakitnya dan dokter

tanpa disadari melakukan penerimaan yang terlihat dari adanya pendaftaran pasien,

pemberian nomor urut yang kemudian dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik,

diagnosis, terapi dan pencatatan rekam medis oleh dokter. Dokter dapat dimintai

pertanggungjawaban oleh pasien terhadap tindakan dokter yang menimbulkan

kerugian terhadap pasien. Pertanggungjawaban tersebut dapat berupa tanggung

jawab karena wanprestasi atau tanggung jawab karena perbuatan melawan hukum.


(3)

ABSTRACT

IMPLEMENTATION OF THERAPEUTIC AGREEMENT BEETWEN

PRIVATE PHYSICIANS AND PATIENTS

(Studi on Private Physicians in Bandar Lampung)

By

MARULLFA

Physician is someone who is expert in disease and treatment, who can provide

health care to patients. For that reason, patient can contact the doctor through

clinics, hospitals and private physician's offices. Health care between physicians

and patients occur in oral agreement that referred to the therapeutic agreement as a

source of legal relationship, as regulated in Undang-Undang No. 29 tahun 2004

about Medical Practices.

This study aims to describe in clear, detailed and

systematic about legal relationship that arises between doctors and patients in the

therapeutic agreement, the implementation of a therapeutic agreement between

independent practice physicians with patients, doctors and legal responsibilities

towards patients in the implementation of therapeutic agreement.

This study is normative legal empirical research with descriptive study type. The

approach used in this study using applied normative approach. The data used are

primary and secondary data consisting of primary legal materials, secondary legal

materials, and tertiary legal materials. Data collection through literature, study

documents and interviews. Data processing is done by examination of data, data

selection, data classification systematization of data. Furthermore, this sudy

analyzed by a qualitative descriptive analysis.

Results and discussion of this study shows the legal relationship between physicians

and patients is a contractual relationship in the field of health care and is known as

therapeutic agreement. Therapeutic agreement is an agreement to perform certain

services (Article 1601 of KUHPerdata) and is the type of agreement that based on

inspanningverbintenis

where the physician give their maximum effort in curing the


(4)

patient's illness. This relationship is binding because of the rights and obligations

of doctors and patients which realized in the implementation of therapeutic

agreement. Therapeutic agreement begin when a patient comes to a physician

’s

private office. Pati

ent’s

arrival is interpreted to ask for help on the issue of

patient’s

illness and physicians unwittingly perform reception as seen from the patient

registration, given number, providing and creating medical records and then doing

anamnesis, physical examination, diagnosis, and therapy. Physicians can be asked

their responsibility by the patient for their acts that cause harm to the patient. Such

liability may be liable for breach of contract or liability for tort.


(5)

PELAKSANAAN PERJANJIAN TERAPEUTIK ANTARA DOKTER

PRAKTIK MANDIRI DAN PASIEN

(Studi pada Dokter Praktik Mandiri di Bandar Lampung)

Oleh

MARULLFA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA HUKUM

pada

Program Studi Ilmu Hukum

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2015


(6)

(7)

(8)

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap penulis adalah Marullfa, penulis dilahirkan di

Bandar Lampung pada tanggal 8 September 1993. Penulis

merupakan anak ketiga dari empat bersaudara, dari Bapak

Marjoko dan Ibu Heni Nur Wati. Penulis memiliki dua orang

kakak laki-laki yang bernama Heryoko, S.ST.PI., dan

Hendra Saktio, S.Kom., satu orang adik perempuan yang bernama Marhatikasari.

Pendidikan penulis dimulai dari pendidikan TK Tunas Bangsa, Jakarta Timur pada

tahun 1998-1999, SDN 3 Kupang Teba Bandar Lampung pada tahun 1999-2005,

SMP Kartika II-2 Bandar Lampung pada tahun 2005-2008 dan SMA YP UNILA

Bandar Lampung pada tahun 2008-2011. Pada tahun 2011, penulis terdaftar sebagai

mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional

Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswa, penulis

aktif dalam lembaga kemahasiswaan yaitu Badan Intelektual Muda (BIM) pada

tahun 2011-2012, dan Mahasiswa Pengkaji Masalah Hukum (Mahkamah) Fakutas

Hukum Universitas Lampung pada tahun 2013-2014.


(9)

PERSEMBAHAN

Segala puji hanyalah milik Allah SWT yang telah memberikan nikmat iman,

nikmat islam, hidayah dan rahmat kepada penulis. Shalawat serta salam

semoga tercurahkan kepada suri tauladan kita Nabi Muhammad SAW beserta

keluarganya.

Dengan syukur kupersembahkan lembaran-lembaran sederhana ini untuk

Ibu, Bapak, Mas Hery, Mas Hendra, Sari, Uwo, Nenek. Terima kasih untuk


(10)

MOTO

“Allah tidak memberati seseorang melainkan apa yang terdaya olehnya. Ia

mendapat pahala kebaikan yang diusahakannya dan ia juga menanggung dosa

kejahatan yang diusahakannya.”

(Q.S. Al Baqarah : 286)

Banyak orang menginginkan harta agar dapat membeli makanan yang tidak sehat

dan akhirnya menjadi sakit, padahal kesehatan adalah harta terbesar


(11)

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang senantiasa mencurahkan

segala nikmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat

sertasalamsenantiasa terhaturkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW.

Skripsi dengan judul

“Pel

aksanaan Perjanjian Terapeutik antara Dokter

Praktik Mandiri dan Pasien (Studi pada Dokter Praktik Mandiri di Bandar

Lampung)”

adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di

Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1.

Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Lampung.

2.

Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H., M.Hum., selaku Ketua Jurusan Hukum

Perdata Fakultas Hukum Universitas Lampung.

3.

Bapak Muhtadi, S.H, M.H, selaku Pembimbing Akademik pada semester 1

(satu) sampai 6 (enam) atas kesediaan memberikan bimbingan, saran, dan

kritik dalam proses perkuliahan di Fakultas Hukum ini.

4.

Bapak Dr. Budiono, S.H, M.H., selaku Pembimbing Akademik pada semester

7 (tujuh) dan 8 (delapan) atas kesediaan memberikan bimbingan, saran, dan

kritik dalam proses perkuliahan di Fakultas Hukum ini.


(12)

5.

Bapak Dr. M. Fakih, S.H, M.S., selaku Dosen Pembimbing I yang telah

meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan masukan, motivasi,

nasihat dalam mengarahkan penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

6.

Ibu Rilda Murniati, S.H, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang telah

meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan masukan, motivasi,

nasihat dalam mengarahkan penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

7.

Ibu Yulia Kusuma Wardani, S.H, L.L.M., selaku Pembahas I yang telah

banyak memberikan kritik, saran, serta masukan yang sangat membangun

terhadap skripsi ini.

8.

Ibu Kasmawati, S.H, M.Hum., Selaku Dosen Pembahas II yang telah banyak

memberikan kritik, saran, serta masukan yang sangat membangun terhadap

skripsi ini.

9.

Bapak Dr. dr. Asep Sukohar, M.Kes., atas kesediaan memberikan dukungan,

saran, dan informasi dalam Ilmu Kedokterannya pada proses penyusunan

skripsi ini.

10.

Bapak dr. Boy Zaghlul Zaini., atas kesediaan memberikan dukungan, saran,

dan informasi dalam Ilmu Kedokterannya pada proses penyusunan skripsi ini.

11.

Ibu dr. Dian Isti Anggraini, M.P.H., atas kesediaan memberikan dukungan,

saran, dan informasi dalam Ilmu Kedokterannya pada proses penyusunan

skripsi ini.

12.

Ibu dr. Evi Kurniawaty, M.Sc., atas kesediaan memberikan dukungan, saran,

dan informasi dalam Ilmu Kedokterannya pada proses penyusunan skripsi ini.

13.

Kgs. Mahendra Effendy, S.Ked.,

atas semangat, kesabaran, do’a, perhatian,


(13)

14.

Rae Anggrainy, Hindiana Sava Husada, Nur Handayani, Ayu Permata Sari,

Ratna Eka Sari, Rantika Wulandari, Ririn Regilia Putri, dan Maryanto selaku

sahabat terdekat penulis dari awal PROPTI hingga saat ini, atas canda tawa,

kebersamaan, persahabatan, dan bantuan dalam penelitian ini baik secara

langsung ataupun tidak.

15.

Yola, Chelsi, Rani, Eva, Ines, April, Clara, Yunika, Ika, Mba Egi, Mba Citra,

Bang Ardi, Bang Abram, Bang dimas, Bang Yuri dan teman-teman

seperjuangan lainnya yang namanya tidak dapat penulis sebutkan

satu-persatu atas canda tawa, kebersamaan, dan bantuan dalam penelitian ini baik

secara langsung ataupun tidak.

16.

Sahabat-sahabat BIM dan Mahkamah Fakultas Hukum Universitas Lampung

yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas canda tawa, kebersamaan

dan bantuan dalam penelitian ini baik secara langsung ataupun tidak.

17.

Sahabat-sahabat angkatan 2011 yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Terimakasih atas kebersamaan dan kerja sama dalam mengemban ilmu.

18.

Kakak-kakak dan adik-adik tingkat penulis yang sudah memberikan

semangat secara langsung maupun tidak.

19.

Seluruh Staf Dosen Fakultas Hukum Unversitas Lampung atas ilmu dan

pengalaman berharga yang telah diberikan kepada penulis untuk menambah

wawasan yang menjadi landasan untuk mencapai cita-cita.

20.

Seluruh Staf TU, Administrasi dan Akademik Fakultas Hukum Universitas

Lampung, serta pegawai yang turut membantu dalam proses penelitian skripsi

ini.


(14)

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih memiliki banyak kekurangan dan

jauh dari kesempurnaan. Namun, penulis berharap semoga penelitian ini dapat

berguna dan memberikan manfaat kepada setiap orang yang membacanya. Semoga

segala perhatian, kebaikan dan keikhlasan yang diberikan selama ini mendapat

balasan dari Allah SWT. Amin.

Bandar Lampung, 2015

Penulis


(15)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

I.

PENDAHULUAN ... 1

A.

Latar Belakang ... 1

B.

Rumusan Masalah dan Pokok Bahasan ... 6

C.

Ruang Lingkup... 7

D.

Tujuan Penelitian ... 7

E.

Kegunaan Penelitian ... 8

II.

TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A.

Tinjauan Umum Praktik Kedokteran ... 10

1.

Pengertian Praktik Kedokteran... 10

2.

Penyelenggaraan Praktik Kedokteran ... 12

B.

Tinjauan Umum Hubungan Hukum... 20

1.

Hubungan Hukum Dokter-Pasien dalam Praktik Kedokteran ... 22

2.

Pola Komunikasi Dokter-Pasien dalam Praktik Kedokteran ... 26

C.

Standar Kompetensi Dokter Indonesia ... 27

D.

Perjanjian Terapeutik ... 30

1.

Dasar Hukum dan Pengertian Perjanjian Terapeutik ... 30

2.

Para Pihak dalam Perjanjian Terapeutik ... 35

3.

Syarat Sah Perjanjian Terapeutik ... 38

4.

Berakhirnya Transaksi Terapeutik ... 40

E.

Tanggung Jawab Hukum ... 40

1.

Perbuatan Melawan Hukum (

Onreehtmatigedaad

) ... 41

2.

Wanprestasi ... 42

F.

Tanggung Jawab Dokter ... 43

G.

Kerangka Pikir ... 44

III.

METODE PENELITIAN ... 47

A.

Jenis Penelitian... 47

B.

Tipe Penelitian ... 48

C.

Pendekatan Masalah... 48


(16)

ii

E.

Metode Pengumpulan Data ... 50

F.

Metode Pengolahan Data ... 51

G.

Analisis Data ... 52

IV.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 53

A.

Hubungan Hukum Yang Timbul antara Dokter dan Pasien pada

Perjanjian Terapeutik ... 53

B.

Pelaksanaan Perjanjian Terapeutik antara Dokter Praktik Mandiri dan

Pasien ... 62

C.

Tanggung Jawab Hukum Dokter terhadap Pasien dalam Pelaksanaan

Perjanjian Terapeutik ... 78

V.

PENUTUP ... 87

A.

Kesimpulan ... 87

B.

Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA


(17)

I.

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Dokter adalah seseorang yang ahli dalam hal penyakit dan pengobatan serta dapat

memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.

1

Secara umum, setiap orang yang

sakit (pasien) pasti membutuhkan pelayanan kesehatan untuk mempercayakan

kesembuhan penyakitnya. Masyarakat beranggapan bahwa dokter adalah seseorang

yang dapat menyembuhkan pasien yang sakit, sehingga dokter dapat dikatakan

sebagai salah satu komponen pemberi pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan

yang sering menjadi tujuan pasien adalah balai pengobatan, rumah sakit dan salah

satunya adalah dokter praktik mandiri. Masyarakat tahu, bahwa dokter praktik

mandiri adalah dokter mempunyai tempat praktik yang diurusnya sendiri, dan

biasanya memiliki jam praktik.

2

Dewasa ini, pasien yang membutuhkan pelayanan kesehatan akan datang kepada

dokter dengan tujuan upaya penyembuhan penyakit yang dideritanya. Dokter

praktik mandiri menjadi salah satu tujuan pasien untuk mendapatkan pelayanan

kesehatan. Pada praktiknya, sebelum pasien datang ke tempat praktik dokter

mandiri, pasien sudah menentukan apakah akan ke dokter umum atau spesialis

1 Kamus Besar Bahasa Indonesia.

2Muhammad Mulyohadi Ali, dkk. 2006. Kemitraan Dalam Hubungan Dokter-Pasien,


(18)

2

sesuai dengan kebutuhannya. Pada saat pasien datang ke tempat dokter praktik

mandiri tersebut tanpa disadari telah terjadi transaksi terapeutik/perjanjian

terapeutik. Perjanjian terapeutik adalah perbuatan hukum yang dilakukan antara

dokter dan pasien dalam bidang pelayanan kesehatan yang berdasarkan sikap saling

percaya yang menimbulkan hubungan hukum. Berdasarkan Pasal 21 ayat (1)

Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 2052/MENKES/PER/X/2011

tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik kedokteran, “Praktik kedokteran

dilaksanakan berdasarkan pada kesepakatan berdasarkan hubungan kepercayaan

antara dokter dan pasien dalam upaya pemeliharaan kesehatan, pencegahan

penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan”.

Hubungan hukum tersebut terjadi karena kedatangan pasien ke tempat praktik

dokter yang ditafsirkan untuk melakukan penawaran yaitu meminta pertolongan

dalam mengatasi keluhan penyakitnya dan secara tidak langsung dokter telah

melakukan penerimaan terhadap pasien. Penerimaan tersebut terlihat dari adanya

penerimaan pendaftaran, pemberian nomor urut oleh tenaga administrasi,

menyediakan dan mencatat rekam medis.

3

Perjanjian terapeutik dokter praktik

mandiri dan pasien cenderung terjadi secara lisan saja dimana prosedur yang

dilakukan cukup sederhana yaitu berawal dari pendaftaran pasien yang kemudian

dilanjutkan dengan konsultasi penyakit yang diderita oleh pasien (anamnesis),

pemeriksaan fisik, diagnosis, terapi dan prognosis.

4

3Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien,

pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. (Penjelasan Pasal 46 ayat (1) UUPK).

4Tavianto Yudha Patria. 2005. Perjanjian Terapeutik Antara Dokter Umum Dan Pasien Pada

Klinik Mandiri Sederhana Di Kabupaten Bogor. Semarang. Tesis. Universitas Dipenogoro. http://eprints.undip.ac.id/11521/1/2005MNOT4295.pdf, Diunduh Pada Tanggal 12 Januari 2015 Pukul 11.20 WIB. Berdasarkan kamus kesehatan, diangnosis adalah identifikasi sifat-sifat penyakit atau kondisi atau membedakan satu penyakit atau kondisi lainnya, terapi adalah upaya pengembalian


(19)

3

Selama dokter melakukan tindakan medis, semua tindakannya harus mendapat

persetujuan dari pasien dan/atau keluarga pasien terlebih dahulu (

Informed

consent

). Menurut Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004

tentang Praktik Kedokteran (UUPK), persetujuan yang diberikan oleh

pasien/keluarganya dapat berupa lisan maupun tertulis. Namun, pada prinsipnya,

persetujuan tidak hanya berupa persetujuan lisan dan tertulis saja, persetujuan juga

terkadang terjadi pada saat seorang pasien menyatakan kehendaknya untuk

menceritakan riwayat penyakitnya kepada dokter dan dokter yang menyatakan

kehendaknya untuk mendengar keluhan pasien sehingga dapat diartikan bahwa

keduanya telah melakukan persetujuan.Pada pelayanan kesehatan dokter praktik

mandiri biasanya persetujuannya berupa persetujuan lisan, namun terkadang

persetujuan secara tertulispun dibutuhkan, biasanya persetujuan secara tertulis

dilakukan sebelum dokter melakukan terapi invasif

5

.

Perjanjian terapeutik merupakan jenis perjanjian

Inspanningverbintenis

. Jenis

perjanjian tersebut adalah jenis perjanjian yang biasanya dilakukan untuk

melakukan jasa-jasa dan hanya berupa usaha maksimal saja. Pada bidang pelayanan

kesehatan, dokter dituntut untuk berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan ilmu

kedokteran yang diketahuinya untuk kesembuhan pasien. Usaha maksimal dokter

ini dijelaskan pada ayat (2) Permenkes Nomor 2052/MENKES/PER/X/2011,

bahwa usaha maksimal tersebut merupakan usaha maksimal pengabdian profesi

kedokteran yang harus dilakukan dokter dalam penyembuhan dan pemulihan

kesehatan dan fusionalitas tubuh ke kondisi normal, prognosis adalah prediksi mengenai kemungkinan keluaran suatu penyakit, prospek kesembuhan dari suatu penyakit dengan mengacu kepada gejala dan perjalanan penyakit tersebut.

5Berdasarkan kamus kesehatan, Invasif adalah menyangkut tusukan atau insisi kulit atau


(20)

4

kesehatan pasien sesuai dengan standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur

operasional dan kebutuhan medis pasi

en”.

Usaha maksimal dokter tidak akan

berjalan dengan baik apabila pasien tidak memberikan informasi yang lengkap dan

jujur mengenai penyakit yang dideritanya. Sebagian besar masyarakat menganggap

bahwa usaha dokter yang tidak berhasil menyembuhkan penyakit pasien diartikan

bahwa dokter telah melakukan kelalaian bahkan sampai tuduhan dokter melakukan

malpraktik. Menurut dr. Boy Zaghlul Zaini, ilmu kedokteran adalah ilmu pasti yang

tidak pasti. Sebagai contoh misalnya, gejala yang ditimbulkan dari penyakit yang

terjadi pada seorang bisa saja sama antara penyakit yang satu dengan yang lainnya,

sehingga dokter mungkin telah mengupayakan kesembuhan pasiennya sesuai

dengan

Standard Operational Procedures

(SOP), namun hasil dari apa yang

diupayakan dokter tidak bisa dipastikan keberhasilannya. Ketidakberhasilan

seorang dokter sering dianggap kelalaian medis atau malpraktik oleh masyarakat.

Namun, tidak ada istilah malpraktik pada kedokteran yang ada hanyalah risiko

medis. Menurut dr. Boy Zaghlul Zaini, Malpraktik adalah seseorang yang memakai

jas dokter dan melakukan praktik kedokteran tetapi orang itu bukanlah seorang

dokter.

6

Pada bidang pelayanan kesehatan, dokter dan pasien adalah subjek hukum yang

terkait dalam hubungan hukum terutama dalam hukum kesehatan.

7

Keduanya

terikat oleh hak dan kewajiban yang harus dipenuhi agar tujuan dari hubungan

hukum tersebut, yaitu kesembuhan pasien, dapat tercapai. Akhir-akhir ini,

banyaknya permasalahan dibidang pelayanan kesehatan seperti pasien yang merasa

6Wawancara Pra Riset dengan dr. Boy Zaghlul Zaini, Pada Tanggal 21 Oktober 2014. 7Bhekti Suryani. 2013. Yuridis Penyelenggaraan Praktik Kedokteran. Yogyakarta. Dunia


(21)

5

tidak puas dengan pelayanan yang diberikan oleh dokter membuat hubungan

hukum antara dokter dan pasien tersebut menjadi kurang baik. Permasalahan

tersebut mulai dari pasien yang komplain karena obat yang diberikan dokter tidak

berpengaruh pada penyakit pasien atau bahkan memperburuk keadaan pasien,

sehingga dokter dimintai pertanggungjawaban atas tindakan medisnya.

Dewasa ini, kita perhatikan bahwa dokter praktik mandiri merupakan tempat yang

menjadi tujuan utama pasien sebelum akhirnya pasien ke rumah sakit atau sarana

pelayanan kesehatan lainnya. Menurut dr. Dian Isti Anggraini, idealnya masyarakat

yang membutuhkan pelayanan kesehatan, sebaiknya berkonsultasi ke dokter

praktik mandiri dahulu sebelum ke tempat pelayanan kesehatan lainnya. Banyaknya

permasalahan dibidang pelayanan kesehatan membuat masyarakat menjadi lebih

berhati-hati dalam menggunakan layanan kesehatan. Kini masyarakat sadar akan

hak-hak mereka sebagai penerima pelayanan kesehatan khususnya pada pelayanan

kesehatan yang dilaksanakan dokter praktik mandiri.

Di Bandar Lampung, banyaknya dokter yang membuka pelayanan kesehatan

dokter praktik mandiri, membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang

dituangkan dalam skripsi dengan judul

“Pelaksanaan Perjanjian Terapeutik

antara Dokter Praktik Mandiri dan Pasien (Studi pada Dokter Praktik

Mandiri di Bandar Lampung)”


(22)

6

B.

Rumusan Masalah dan Pokok Bahasan

1.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka permasalahan yang

akan dibahas dalam penelitian ini adalah:

a.

Bagaimanakah hubungan hukum yang timbul antara dokter dan pasien dalam

perjanjian terapeutik?

b.

Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian terapeutik antara dokter praktik

mandiri dengan pasien?

c.

Bagaimanakah tanggung jawab hukum dokter terhadap pasien dalam

pelaksanaan perjanjian terapeutik?

2.

Pokok Bahasan

Berdasarkan uraian permasalahan, maka yang menjadi pokok bahasan dalam

penelitian ini adalah:

a.

Hubungan hukum yang timbul antara dokter dan pasien dalam perjanjian

terapeutik.

b.

Pelaksanaan perjanjian terapeutik antara dokter praktik mandiri dengan

pasien.

c.

Tanggung jawab hukum dokter terhadap pasien dalam pelaksanaan perjanjian

terapeutik.


(23)

7

C.

Ruang Lingkup

Penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup bidang hukum keperdataan khususnya

hukum perjanjian dalam lingkup hukum kesehatan dan kedokteran. Adapun lingkup

permasalahannya adalah:

1.

Ruang Lingkup Keilmuan

Ruang lingkup kajian materi penelitian ini adalah hukum kesehatan dan kedokteran

mengenai pelaksanaan perjanjian terapeutik antara dokter praktik mandiri dan

pasien.

2.

Ruang Lingkup Objek Kajian

Ruang lingkup objek kajian adalah perlaksanaan perjanjian terapeutik antara dokter

praktik mandiri dan pasien berdasarkan Undang-Undang No. 29 Tahun 2004

tentang Praktik Kedokteran.

D.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :

1.

Untuk menguraikan secara jelas, rinci, dan sistematis hubungan hukum dalam

transaksi terapeutik antara dokter dan pasien dalam pelaksanaan perjanjian

terapeutik antara dokter praktik mandiri dan pasien.

2.

Untuk menguraikan secara jelas, rinci, dan sistematis pelaksanaan perjanjian

terapeutik antara dokter praktik mandiri dengan pasien.

3.

Untuk menguraikan secara jelas, rinci, dan sistematis tanggung jawab hukum

dokter terhadap pasien dalam pelaksanaan perjanjian terapeutik.


(24)

8

E.

Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.

Kegunaan Teoritis

a.

Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat, memberikansumbangan

pemikiran bagi ilmu hukum khususnya hukum kesehatan dan kedokteran

yang permasalahannya selalu mengalami perkembangan seiring dengan

perkembangan ilmu kedokteran.

b.

Diharapkan dapat menjembatani antara kepentingan hukum dan kepentingan

pelayanan kesehatan untuk mencapai asas keseimbangan antara kepentingan

dokter dan kepentingan pasien.

2.

Kegunaan Praktis

a.

Bagi para penentu dan pembuat peraturan, diharapkan studi ini dapat

dijadikan salah satu masukan dalam pengambilan kebijakan dibidang

pelayanan kesehatan.

b.

Bagi para dokter, studi ini dapat dijadikan bahan renungan dan kajian dalam

memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik sesuai dengan standar profesi

danetika kedokteran terhadap pasien/masyarakat.

c.

Bagi penulis, penelitian ini dapat menambah pengetahuan penulis dalam

bidang ilmu hukum, khususnya hukum kesehatan dan kedokteran.

d.

Bagi pihak-pihak yang membutuhkan referensi, penelitian ini dapat

digunakan untuk penelitian lanjutan yang berkaitan dengan permasalahan dan

pokok bahasan hukum kesehatan dan kedokteran.


(25)

9

e.

Sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian sarjana di Fakultas Hukum

Universitas Lampung.


(26)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A.

Tinjauan Umum Praktik Kedokteran

1.

Pengertian Praktik Kedokteran

Menurut Pasal 1 ayat (1)

UUPK, “Praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan

yang dilakukan oleh dokter terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan”.

Tempat praktik dokter disebut sebagai sarana pelayanan kesehatan. Sarana

pelayanan kesehatan tersebut diantaranya:

8

a.

Praktik perorangan/praktik mandiri

Praktik perorangan/praktik mandiri adalah praktik swasta yang dilakukan oleh

dokter, baik umum maupun spesialis. Dokter mempunyai tempat praktik yang

diurusnya sendiri, dan biasanya memiliki jam praktik. Adakalanya dokter dibantu

oleh tenaga administrasi yang mengatur pasien, kadang juga dibantu oleh perawat,

ada juga yang benar-benar sendiri dalam memberikan pelayanan, sehingga dokter

tersebut menangani sendiri semua prosedur pelayanan kesehatan yang

diberikannya.


(27)

11

b.

Klinik bersama

Klinik bersama adalah tempat dokter umum dan dokter spesialis melakukan praktik

berkelompok dan biasanya dokter di klinik bersama terdiri dari berbagai dokter

yang memiliki keahlian berbeda (spesialisasi).

c.

Pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas)

Pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) adalah tempat pelayanan kesehatan yang

disediakan oleh pemerintah bagi masyarakat. Dokter yang ditempatkan adalah

pegawai negeri sipil atau pegawai tidak tetap Departemen Kesehatan atau

Pemerintah Daerah setempat.

d.

Balai kesehatan masyarakat (Balkesmas)

Balai kesehatan masyarakat (Balkesmas) adalah tempat pelayanan kesehatan yang

disediakan oleh pihak swasta. Dokter yang bertugas di balkesmas sama halnya

dengan puskesmas.

e.

Rumah sakit

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit,

“Ruma

h sakit adalah institusi pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna

yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan rawat darurat. Rumah

sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya. Berdasarkan

jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan dalam Rumah Sakit

Umum (RSU) dan Rumah Sakit Khusus (RSK).


(28)

12

2.

Penyelenggaraan Praktik Kedokteran

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Permenkes No. 2052/MenKes/Per/X/2011 tentang Izin

Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran, “Praktik kedokteran adalah rangkaian

kegiatan yang dilakukan oleh dokter terhadap pasien dalam melaksanakan upaya

kesehatan”. Pada penyelenggaraan praktik kedokteran, dokter y

ang membuka

praktik kedokteran atau layanan kesehatan harus memenuhi persyaratan yang

ditetapkan pemerintah. Kendatinya dokter telah mempunyai Surat Tanda Registrasi

(STR) atau telah resmi menyandang profesi dokter, dokter gigi, dokter spesialis,

dokter gigi spesialis. Setelah mempunyai STR seorang dokter yang hendak

menyelenggarakan praktik kedokteran wajib mempunyai Surat Izin Praktik (SIP).

Kewajiban

mempunyai

SIP

tertuang

pada

Permenkes

No.

2052/MenKes/Per/X/2011 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik

Kedokteran.

9

a.

Surat Tanda Registrasi (STR)

Surat Tanda Registrasi (STR) dokter adalah bukti tertulis yang diberikan oleh

Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) kepada dokter sesuai ketentuan

perundang-undangan. Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia (Perkonsil)

No.

1/KKI/Per/I/2010 tentang Registrasi Dokter Program Internsip bahwa, “Setiap

dokter yang akan melakukan praktik kedokteran mandiri di Indonesia wajib

menjalani program internsip guna memperoleh tingkat kemahiran untuk berpraktik

secara mandiri. Kegiatan internsip dilakukan terpisah dari program pendidikan

dokter yang dilaksanakan oleh institusi pendidikan kedokteran.” Setiap dokter yang


(29)

13

akan melakukan internsip diwajibkan memenuhi persyaratan sebagaimana yang

diatur dalam persyaratan praktik kedokteran di Indonesia yaitu harus mempunyai

Surat Tanda Registrasi STR yang dikeluarkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia.

10

Menurut Pasal 4 ayat (5) Perkonsil No. 1/KKI/Per/I/2010, Dokter peserta internsip

yang telah memiliki STR diberikan kewenangan untuk melakukan praktik

pelayanan primer dan terbatas di tempat pelaksanaan internsip. Pada Pasal 5 ayat

(3) Perkonsil No.

1/KKI/Per/I/2010, “Dengan telah selesainya masa internsip

dokter yang bersangkutan melapor ke Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) untuk

selanjutnya mendapatkan STR untuk praktik mandiri, dengan nomor registrasi yang

sama pada waktu menjalankan kewenangan sebagai dokter internsip”. Selain

mempunyai STR, dokter juga diwajibkan mempunyai Surat Izin Praktik (SIP).

b.

Surat Izin Praktik (SIP)

Setiap dokter yang telah menyelesaikan pendidikan dan ingin menjalankan praktik

kedokteran dipersyaratkan untuk memiliki izin. Izin menjalankan praktik memiliki

dua makna, yaitu:

11

(1)

Izin dalam arti pemberian kewenangan secara formil (

formeele bevoegdheid

).

(2)

Izin dalam arti pemberian kewenangan secara materiil (

materieele

bevoegdheid

).

10Ibid

11Hargianti Dini Iswandari, Aspek Hukum Penyelenggaraan Praktik Kedokteran: Suatu

Tinjauan Berdasarkan Undang-Undang No. 9/2004 Tentang Praktik Kedokteran, Jurnal

Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol.9, No.2, Juni, 2006, hlm. 53.

eprints.undip.ac.id/11521/1/2005MNOT4295.pdf. Diunduh Pada Tanggal 14 Januari 2015, Pukul 19.11 WIB.


(30)

14

Izin diberikan dalam bentuk tertulis, berdasarkan permohonan tertulis yang

diajukan. Lembaga yang berwenang mengeluarkan izin juga didasarkan pada

kemampuan untuk melakukan penilaian administratif dan teknis kedokteran.

Pengeluaran izin dilandaskan pada asas-asas keterbukaan, ketertiban, ketelitian,

keputusan yang baik, persamaan hak, kepercayaan, kepatutan dan keadilan.

12

SIP

berlaku untuk masa berlaku 5 tahun bisa diperpanjang, sedangkan SIP untuk

internsip hanya berlaku satu tahun. Apabila masa STR telah habis, SIP tetap dapat

diperpanjang asal dibuktikan dengan tanda terima pengurusan yang dikeluarkan

organisasi profesi dengan masa berlaku maksimal 6 (enam) bulan.

Pada penyelengaraan praktik kedokteran, dokter diwajibkan mempunyai STR dan

SIP. Setelah dokter mempunyai STR dan SIP seorang dokter sudah sah

menyelenggarakan praktik layanan kesehatan baik di tempat pemerintah maupun

pribadi/mandiri. Sebelum melakukan praktik, yang wajib dilakukan dokter adalah

memasang papan nama praktik kedokteran sesuai perintah Pasal 26 Permenkes No.

2052/MenKes/Per/X/2011 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik

Kedokteran. Papan nama harus memuat nama dokter, nomor STR, nomor SIP.

Kewajiban mengenai papan ini juga tercantum dalam UUPK. Selanjutnya bila

prosedur tersebut telah terpenuhi, ia pun berwenang melakukan praktik

kedokteran.

13

Pada Pelaksanaan Praktik Kedokteran, penanganan yang dilakukan

dokter ditempat praktiknya adalah anamnesis, pemeriksaan fisik (bila perlu

dilakukan pemeriksaan penunjang), diagnosis penyakit,

informed consent,

terapi

dan prognosis.

12Ibid, hlm. 54. 13Ibid, hlm 87-90.


(31)

15

a.

Anamnesis

Anamnesis adalah keterangan tentang kehidupan seseorang (pasien) yang diperoleh

melalui wawancara.

14

Anamnesis dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:

Auto-anamnesis dan Allo-Auto-anamnesis. Auto-Auto-anamnesis yaitu kegiatan wawancara

langsung kepada pasien karena pasien dianggap mampu tanya jawab, sedangkan

Allo-anamnesis yaitu kegiatan wawancara secara tidak langsung atau dilakukan

wawancara/tanya jawab pada keluarga pasien atau yang mengetahui tentang pasien.

Allo-anamnesis dilakukan karena pasien belum dewasa (anak-anak yang belum

dapat mengemukakan pendapat terhadap apa yang dirasakan), pasien dalam

keadaan tidak sadar karena sesuatu pasien tidak dapat berkomunikasi dan pasien

dalam keadaan gangguan jiwa.

15

Pada anamnesis pertanyaan-pertanyaan yang dapat disampaikan dokter kepada

pasiennya yaitu:

16

(1)

Apa keluhan yang diderita?

(2)

Berapa lama penyakit tersebut sudah diderita? Bagian tubuh mana saja yang

sakit?

(3)

Apa ada perubahan kebiasaan? (buang air besar/kecil, perubahan berat badan

yang signifikan, perubahan aktivitas, pekerjaan).

(4)

Apakah ada riwayat penyakit anggota keluarga lain? (ayah, ibu, anak, dan

anggota keluarga atau orang lain yang serumah).

14Kamus Besar Bahasa Indonesia.

15Pengertian Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pemeriksaan Penunjang, Diagnosis, Prognosis,

Terapi dan Tindakan Medis http://www.medrec07.com/2014/12/pengertian-anamnesis-

pemeriksaan-fisik-pemeriksaan-penunjang-diagnosis-prognosis-terapi-tindakan-medis.htmlDiakses Pada Tanggal 11 Febuari 2015 Pukul 11.42 WIB.


(32)

16

(5)

Apakah ada obat-obatan yang sudah dikonsumsi atau resep obat dokter

sebelumnya? Serta pertanyaan pertanyaan-pertanyaan lain yang penting

sehubungan dengan keluhan dan kelanjutan dari informasi pasien.

Pertanyaan-pertanyaan yang biasanya disampaikan oleh pasien terhadap dokter,

antara lain:

17

(1)

Mengapa sampai sakit dan apa penyebabnya?

(2)

Bagaimana penyakit tersebut bisa didapatnya?

(3)

Berapa lama sebenarnya penyakit ini timbul pada tubuhnya?

(4)

Bagaimana proses pengobatannya, apa rencana dokter dalam upaya

penyembuhan?

(5)

Apakah bisa sembuh? Atau akan permanen/menetap pada tubuhnya atau

bahkan memburuk?

(6)

Jika harus di operasi apa baik atau buruknya, risiko, dan bagaimana bila

menolak?

Setelah komunikasi/pertanyaan-pertanyaan tersebut telah disampaikan terhadap

keduanya, selanjutnya dokter akan melakukan pemeriksaan.

b.

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan

fisik

yaitu

pengumpulan

data

dengan

cara melakukan

pemeriksaan kondisi fisik dari pasien. Pemeriksaan fisik meliputi :

(1)

Inspeksi

,

yaitu

pemeriksaan

yang

dilakukan

dengan

cara

melihat/memperhatikan keseluruhan tubuh pasien secara rinci dan sistematis.


(33)

17

(2)

Palpasi

, yaitu pemeriksaan fisik dengan cara meraba pada bagian tubuh yang

terlihat tidak normal.

(3)

Perkusi

, yaitu pemeriksaan fisik dengan mengetuk daerah tertentu dari bagian

tubuh dengan jari atau alat, guna kemudian mendengar suara

resonansinya dan meneliti resistensinya.

(4)

Auskultasi

, yaitu pemeriksaan fisik dengan mendengarkan bunyi-bunyi yang

terjadi karena proses fisiologi atau patoligis di dalam tubuh, biasanya

menggunakan alat bantu stetoskop.

c.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yaitu suatu pemeriksaan medis yang dilakuan atas indikasi

tertentu guna memperoleh ketarangan yang lebih lengkap. Tujuan pemeriksaan ini

dapat bertujuan :

(1)

Terapeutik, yaitu untuk pengobatan tertentu.

(2)

Diagnostik, yaitu untuk membantu menegakan diagnosis tertentu.

(3)

Pemeriksaan, laboratorium, Rontgen

, Ultrasonography

(USG)

.

18

d.

Diagnosis

Diagnosis adalah penentuan jenis penyakit dengan cara meneliti (memeriksa)

gejala-gejalanya.

19

Diagnosis adalah identifikasi sifat-sifat penyakit atau kondisi

atau membedakan satu penyakit atau kondisi dari yang lainnya. Penilaian dapat

dilakukan melalui pemeriksaan fisik, tes laboratorium, atau sejenisnya, dan dapat

18Pengertian Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pemeriksaan Penunjang, Diagnosis, Prognosis,

Terapi dan Tindakan Medis http://www.medrec07.com/2014/12/pengertian-anamnesis-

pemeriksaan-fisik-pemeriksaan-penunjang-diagnosis-prognosis-terapi-tindakan-medis.htmlDiakses Pada Tanggal 11 Febuari 2015 Pukul 11.52.


(34)

18

dibantu oleh program komputer yang dirancang untuk memperbaiki proses

pengambilan keputusan.

20

Namun, adapun istilah diagnosis Banding, yaitu

penentuan yang mana dari dua atau lebih penyakit atau kondisi yang dimiliki

pasien, dengan sistematis membandingkan dan mengkontraskan temuan klinis

atasnya, yang disebut juga diferensial diagnosis.

21

e.

Informed consent

Berdasarkan Permenkes No. 290/Menkes/PER/III/2008 tentang Persetujuan

Tindakan Kedokteran, “Persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang

diberikan kepada pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara

lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan dila

kukan terhadap pasien”.

Keluarga terdekat tersebut dijelaskan pada Pasal 2 Permenkes No.

290/Menkes/PER/III/2008, yaitu suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak-anak

kandung dan saudara-saudara kandung.

Tindakan medis yang memerlukan

informed consent

adalah:

22

(1)

Pembedahan invasif mayor dan minor.

(2)

Semua prosedur yang menyangkut lebih dari risiko bahaya yang ringan.

(3)

Semua bentuk terapi radiologi.

(4)

Terapi kejut listrik.

(5)

Semua prosedur yang berhubungan dengan percobaan.

(6)

Semua prosedur yang mana formulir

consent

dibutuhkan oleh undang-undang

atau peraturan.

20Kamus Kesehatan 21Kamus Kesehatan


(35)

19

Bentuk

Informed consent

dibagi menjadi 2 (dua) yaitu:

23

(1)

Informed consent

yang dinyatakan secara tegas

Informed consent

ini dilakukan secara lisan dan tertulis.

Informed consent

secara

lisan dilakukan apabila tindakan medis itu tidak berisiko, misalnya pada pemberian

terapi obat dan pemeriksaan penunjang medis. Sedangkan

informed consent

yang

dinyatakan secara tertulis yaitu untuk tindakan medis yang mengandung risiko,

misalnya pembedahan.

(2)

Informed consent

yang dinyatakan secara diam-diam/tersirat (

Implied

)

Informed consent

ini juga dianggap ada. Hal ini dapat tersirat pada gerakan pasien

yang diyakini oleh tenaga kesehatan seperti pasien yang menganggukan kepala, lalu

pasien membiarkan tenaga kesehatan untuk memeriksa bagian tubuhnya, dengan

pasien menerima atau membiarkan/tidak menolak, maka tenaga kesehatan

menganggap hal ini sebagai suatu persetujuan untuk dilakukan suatu pemeriksaan

guna mendapatkan terapi dari penyakitnya. Demikian pula, dalam hal persetujuan

tindakan kesehatan yang dilakukan oleh pasien jika pasien telah menyetujui

ataupun tidak bertanya lebih lanjut tentang informasi dari tenaga kesehatan,

dianggap telah mengerti penjelasan dari tenaga kesehatan.

f.

Terapi

Terapi yaitu pengobatan yang diberikan kepada pasien atas dasar indikasi medis

atau diagnosis yang ditemukan dokter. Terapi dapat berupa:

(1)

Terapimedikamentosa, yaitu pengobatan yang diberikan dalam bentuk

obat/bahan kimia.


(36)

20

(2)

Terapi suportif yaitu pengobatan yang diberikan dalam bentuk dukungan

moral utuk proses penyembuhan pasien.

(3)

Terapi invasif yaitu pengobatan dengan melakukan tindakan yang

menyebabkan disintegrasi (tidak utuhnya) jaringan atau organ.

g.

Prognosis

Prognosis yaitu prediksi mengenai kemungkinan keluaran suatu penyakit, prospek

kesembuhan dari suatu penyakit dengan mengacu kepada gejala dan perjalanan

penyakit tersebut.

24

Kemungkinannya yaitu cenderung baik (

dubia ad bonam

) dan

cenderung memburuk (

dubia ad malam

).

25

B.

Tinjauan Umum Hubungan Hukum

Hubungan hukum adalah hubungan yang diatur oleh hukum. Hubungan hukum

tersebut terjadi karena adanya peristiwa hukum.

26

Hubungan hukum dapat terjadi

di antara:

27

1.

Sesama subjek hukum.

2.

Subjek hukum dengan barang.

28

3.

Seseorang dan suatu badan hukum.

24 Kamus Kesehatan.

25Pengertian Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pemeriksaan Penunjang, Diagnosis, Prognosis,

Terapi dan Tindakan Medis, http://www.medrec07.com/2014/12/pengertian-anamnesis-

pemeriksaan-fisik-pemeriksaan-penunjang-diagnosis-prognosis-terapi-tindakan-medis.htmlDiakses Pada Tanggal 11 Febuari 2015 Pukul 11.56.

26Donald Albert Rumokoy. 2014. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta. Rajawali Pers. hlm. 133. 27Petter Mahmud Marzuki. 2008. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta. Kencana. hlm. 216. 28Hubungan antara subjek hukum dan barang berupa hak apa yang dikuasai oleh subjek

hukum itu atas barang tersebut baik barang berwujud atau tidak berwujud dan barang bergerak atau tidak bergerak.


(37)

21

Dilihat dari sifat hubungannya, hubungan hukum bisa dibedakan antara hubungan

hukum yang bersifat privat dan hubungan hukum yang bersifat publik. Dalam

menetapkan hubungan hukum apakah bersifat publik atau privat yang menjadi

indikator bukanlah subjek hukum yang melakukan hubungan itu, melainkan hakikat

hubungan itu atau hakikat transaksi yang terjadi. Oleh karena itu, hubungan antara

seseorang (individu) dengan badan hukum bukan presumtif hubungan hukum

dalam ruang lingkup hukum publik. Mengenai hubungan hukum publik dan hukum

privat, dikemukakan bahwa dalam perjanjian pada kerangka pelaksanaan kebijakan

(

beleidsovereenkomst

), perjanjian sewa menyewa dan perjanjian pengadaan barang

dan jasa digunakan instrumen hukum privat. Hubungan yang timbul dari perjanjian

semacam itu adalah hubungan hukum yang bersifat privat. Hubungan hukum yang

bersifat privat terjadi karena diciptakan oleh para pihak. Pentingnya mengetahui

hubungan hukum adalah untuk mengetahui rezim hukum yang menguasai

hubungan itu. Hal ini mempunyai arti penting untuk menentukan pengadilan mana

yang mempunyai kopetensi absolut untuk menyelesaikan sengketa yang timbul dari

masalah itu. Apabila dalam hubungan itu menimbulkan sengketa, siapapun yang

menjadi pihak dalam sengketa itu berada dalam kopetensi peradilan perdata kecuali

sengketa mempunyai sifat khusus misalnya kepailitan, yang berkompeten

mengadili adalah pengadilan khusus.

29

Setiap hubungan hukum mempunyai dua segi, yaitu:

30

1.

kewenangan (

Bevoegdheid

) yang disebut hak.

2.

kewajiban (

Plict)

yang merupakan segi pasif dari hubungan hukum.

29Petter Mahmud Marzuki. Op. Cit. hlm. 217-218.


(38)

22

Mengenai hubungan hukum, subjek hukum dapat dikatakan memiliki hubungan

hukum harus memenuhi unsur dan syarat, diantaranya:

1.

Unsur-unsur Hubungan Hukum

Hubungan hukum memiliki 3 unsur yaitu:

a.

Adanya orang-orang yang hak dan kewajibannya saling berhadapan.

b.

Adanya objek yang berlaku berdasarkan hak dan kewajiban.

c.

Adanya hubungan antara pemilik hak dan kewajiban atau adanya hubungan

atas objek yang bersangkutan.

2.

Syarat-syarat Hubungan Hukum

Dari uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa hubungan hukum itu baru ada

apabila telah terpenuhinya:

a.

Adanya dasar hukum ialah peraturan-peraturan hukum yang mengatur

hubungan hukum itu.

b.

Timbulnya peristiwa hukum

Pada bidang kesehatan, hubungan hukum antara dokter dan pasien termasuk

kedalam hukum privat. Karena hubungan hukum tersebut dikehendaki oleh kedua

subjek hukum.

1.

Hubungan Hukum Dokter-Pasien dalam Praktik Kedokteran

a.

Aspek hukum hubungan dokter-pasien

Dokter dan pasien adalah dua subjek hukum yang terkait dalam hukum kedokteran.

Keduanya membentuk baik hubungan medik maupun hubungan hukum. Dalam

melaksanakan hubungan antara dokter dan pasien, pelaksanaan hubungan keduanya


(39)

23

selalu diatur dengan peraturan-peraturan tertentu agar terjadi keharmonisan dalam

pelaksanaannya. Seperti yang diketahui hubungan tanpa peraturan akan

menyebabkan ketidakharmonisan dan kesimpangsiuran.

31

Pada perkembangannya, hubungan hukum antara dokter dan pasien ada dua

macam, yaitu:

(1)

Hubungan karena kontrak (perjanjian terapeutik)

Hubungan hukum antara dokter dan pasien yang lahir karena adanya peristiwa

hukum yaitu berupa perjanjian pengobatan/perjanjian terapeutik (

therapeutic

contract

). Pertemuan antara dokter dan pasien, umumnya tidak didahului

pembicaraan pembukaan

seperti, “bersediakah saudara mengobati penyakit saya?,

berapa pembayarannya?”.

Tetapi, sekalipun tidak ada pembicaraan pembukaan

seperti itu, dapat dikatakan bahwa telah ada sepakat untuk mengadakan hubungan

dokter-pasien (

doctor-patien relationship

) apabila seorang dokter dihubungi atau

dipanggil oleh seseorang yang membutuhkan pengobatan/perawatan dan dokter

menerima penunjukan dirinya dengan perbuatan yang nyata seperti melakukan

tindakan untuk diagnosis.

Sebagai contoh dimana tidak dapat dikatakan ada sepakat untuk mengadakan

hubungan dokter-pasien, yaitu ketika sedang berada di kereta api, seseorang secara

kebetulan mengetahui bahwa orang yang duduk disampingnya adalah seorang

dokter dan dalam melakukan percakapan sepintas lalu meminta nasihat pengobatan

untuk meredakan sakit kepala. Dokter itu menyebut nama obat tertentu yang dapat


(40)

24

digunakan, kemudian yang bersangkutan memperoleh obat itu atas inisiatifnya

sendiri dan menggunakannya, dimana pada mulanya memang terasa manfaatnya

tetapi kemudian menderita akibat-akibat yang tidak baik. Berbeda halnya dalam

kasus dimana seorang dokter yang kebetulan berada dekat tempat kecelakaan jalan

raya dan memberikan pertolongan pertama terhadap korban yang mengalami cedera

berat. Disini dokter telah sadar secara sadar berfungsi sebagai seorang dokter.

Sedangkan bagi korban kecelakaan itu dilakukan dengan ukuran: apakah yang pada

umumnya akan dilakukan olehnya apabila ia tidak berada dalam keadaan tidak

sadar atau tidak berdaya dan ini tidak lain daripada menghubungi atau memanggil

dokter. Dengan demikian, pertolongan seorang dokter terhadap seorang yang tidak

sadar atau tidak berdaya dalam kasus sedemkian membuat kedua belah pihak terikat

pada hak dan kewajiban menurut perjanjian pengobatan/perjanjian terapeutik

(

therapeutic contract

).

32

(2)

Hubungan karena undang-undang (

Zaakwarneming

)

Apabila pasien dalam keadaan tidak sadar sehingga dokter tidak mungkin

memberikan informasi, maka dokter dapat bertindak atau melakukan upaya medis

tanpa seizin pasien sebagai tindakan berdasarkan perwakilan sukarela atau menurut

ketentuan ketentuan Pasal 1354 KUH Perdata disebut

zaakwarneming

. Pada Pasal

1354 KUH Perdata, pengertian

zaakwarneming

adalah mengambil alih tanggung

jawab dari seseorang sampai yang bersangkutan sanggup lagi untuk mengurus

dirinya sendiri. Pada keadaan demikian, perikatan yang timbul tidak berdasarkan

persetujuan pasien, tetapi berdasarkan suatu perbuatan menuntut hukum yaitu


(41)

25

dokter berkewajiban untuk mengurus kepentingan pasien dengan sebaik-baiknya

setelah pasien sadar kembali, dokter berkewajiban memberikan informasi mengenai

tindakan medis yang telah dilakukan dan mengenai segala kemungkinan yang

timbul dari tindakan tersebut.

33

Berdasarkan Pasal 4 ayat 1 Permenkes No. 290/MENKES/PER/III/2008 tentang

Persetujuan Tindakan Kedokteran, “Dalam keadaan gawat darurat, untuk

menyelamatkan jiwa pasien dan/atau mencegah kecacatan tidak memerlukan

persetujuan tindakan kedokteran”.

Informed

consent

dalam

tindakan

kegawatdaruratan merupakan hal yang cukup krusial dalam hukum kesehatan.

Beberapa kasus gugatan dalam hukum kesehatan dilatarbelakangi oleh masalah

informed consent

dalam tindakan kegawatdaruratan.

34

b.

Kesetaraan hubungan dokter-pasien

Demi mewujudkan keseimbangan dalam membina hubungan dokter-pasien maka

diperlukan komunikasi yang setara dari kedua belah pihak. Artinya baik dokter

maupun pasien memiliki hak yang sama untuk mengutarakan maksud dan

harapannya. Kesetaraan ini sangat berpengaruh pada proses pertukaran informasi

antara dokter-pasien. Dokter diharapkan memberikan peluang kepada pasien untuk

mengutarakan dan menerima informasi dengan jelas dan bebas sehingga terbinalah

komunikasi yang efektif dan efisien.

35

33Ibid, hlm. 14.

34Cecep Triwibowo, Op. Cit, hlm. 80. 35Ibid, hlm. 15.


(42)

26

2.

Pola Komunikasi Dokter-Pasien dalam Praktik Kedokteran

Pada praktik kedokteran ada beberapa tipe dokter yang berkaitan dengan pemberian

pelayanan kesehatan khususnya yang berpengaruh terhadap komunikasinya dengan

pasien, antara lain:

36

a.

Dokter yang enggan menjawab walau pasien bertanya.

b.

Dokter yang bersedia menjawab apabila ditanya dan hanya menjawab sebatas

pertanyaan pasien.

c.

Dokter yang bersedia menjawab pertanyaan pasien, mau bertanya serta

menambahkan informasi-informasi lain yang sesuai dengan tujuan kesehatan

pasien.

Pada praktiknya terdapat 3 pola komunikasi antara dokter dan pasien dalam praktik

kedokteran, yaitu:

a.

Aktif-Pasif

Pada pola komunikasi aktif-pasif ini dokter bersifat aktif dan pasien bersifat pasif

dan hanya menjawab ketika ditanya atau berbuat setelah diperintahkan oleh dokter,

termasuk dalam makan atau menggunakan obat yang diberikan dokter. Disini ada

kecenderungan bahwa dokter akan bersikap otoriter dan tidak memberi kesempatan

pasien untuk mengemukakan pendapatnya. Di masa sekarang, dengan

perkembangan ilmu kedokteran dan kesadaran masyarakat akan hak-haknya,

hubungan semacam ini tidak sesuai lagi. Ilmu kedokteran sekarang menyadari


(43)

27

bahwa kesembuhan suatu penyakit memerlukan pengetahuan dan kesertaan pasien

dan keluarganya.

b.

Guidance-Cooperation

Hubungan yang lebih maju dari pola komunikasi pertama adalah bimbingan yang

ditujukan untuk mengajak kerjasama dari pasien. Pasien dianggap tidak perlu

banyak tahu tetapi perlu dibimbing dan diajak bekerja sama dalam upaya

menyembuhkan penyakitnya. Dokter membimbing seperti halnya orang tua dengan

anaknya. Ia berusaha mencari pertolongan pengobatan dan bersedia bekerja sama.

Walaupun dokter mengetahui lebih banyak, ia tidak semata-mata menjalankan

kekuasaan, namun mengharapkan kerja sama pasien yang diwujudkan dengan

menuruti nasihat atau anjuran dokter.

c.

Mutual Participation

Filosofi pola ini berdasarkan pemikiran bahwa setiap manusia memiliki martabat

dan hak yang sama. Pasien secara sadar aktif dan berperan dalam pengobatan

terhadap dirinya. Hal ini tidak dapat diterapkan pada pasien dengan latar belakang

pendidikan dan sosial yang rendah, juga pada anak atau pasien dengan gangguan

mental tertentu.

37

C.

Standar Kompetensi Dokter Indonesia

Berdasarkan Pasal 1 Perkonsil No. 11 tahun 2012 tentang Standar Kompetensi

Dokter Indonesia menyatakan bahwa, “Standar Kompetensi Dokter Indonesia

(SKDI) merupakan bagian dari standar pendidikan profesi dokter indonesia yang


(44)

28

disahkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia”. Berdasarkan pengalam

an institusi

pendidikan kedokteran dalam mengimplementasikan SKDI. Perkonsil No. 11

Tahun 2012 tentang Standar Kompetensi Dokter Indonesia, disebutkan berbagai

kompetensi, yaitu:

a.

Profesionalitas yang luhur.

b.

Mawas diri dan pengembangan diri.

c.

Komunikasi efektif.

d.

Pengelolaan Informasi.

e.

Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran.

f.

Keterampilan Klinis.

g.

Pengelolaan Masalah Kesehatan.

Pada penanganan suatu penyakit, penyakit dikelompokkan menurut sistem tubuh

manusia disertai tingkat kemampuan yang harus dicapai pada akhir masa

pendidikan dokter. Tingkat kemampuan yang harus dicapai:

Tingkat Kemampuan 1: mengenali dan menjelaskan

Lulusan dokter mampu mengenali dan menjelaskan gambaran klinik penyakit, dan

mengetahui cara yang paling tepat untuk mendapatkan informasi lebih lanjut

mengenai penyakit tersebut, selanjutnya menentukan rujukan yang paling tepat bagi

pasien. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan

menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.

Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.


(45)

29

Tingkat Kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan awal, dan

merujuk.

3A Bukan gawat darurat

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi

pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu

menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.

Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

3B Gawat darurat

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi

pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau

mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu

menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.

Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

Tingkat Kemampuan 4: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secara mandiri

dan tuntas

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan

penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.

4A Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter.

4B Profisiensi (kemahiran) yang dicapai setelah selesai internsip dan/atau

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan (PKB).


(46)

30

Dengan demikian didalam daftar penyakit ini level kompetensi tertinggi adalah

4B.

38

D.

Perjanjian Terapeutik

1.

Dasar Hukum dan Pengertian Perjanjian Terapeutik

Dasar hukum perjanjian adalah Pasal 1313 KUHPerdata yang menegaskan bahwa

“Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dimana salah satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Perjanjian adalah sumber

perikatan. Menurut Pasal 1233 KUHPe

rdata, “Perikatan lahir karena

suatu

persetujuan atau karena undang-u

ndang”. Dengan ini dapat disimpulkan bahwa

perjanjian adalah sumber perikatan.

Perikatan artinya hal yang mengikat antara orang yang satu dan orang yang lain.

Hal yang mengikat itu merupakan peristiwa hukum. Peristiwa hukum tersebut

menciptakan hubungan hukum.

39

Perjanjian berupa suatu rangkaian perikatan yang

mengandung janji-janji atas kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.

40

Menurut C. Accer dalam buku Hukum Perjanjian: Asas Personalitas Dalam

Kontrak Komersial yang ditulis oleh Agus Yudha Hernoko, ciri utama perikatan

adalah hubungan hukum antara para pihak, dimana dengan hubungan itu terdapat

hak (prestasi) dan kewajiban (kontra prestasi) yang saling dipertukarkan para

38Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 11 Tahun 2012

39Muhammad Abdulkadir. 2000. Hukum Perdata Indonesia. Bandung. Citra Aditya Bakti.

hlm. 198.


(47)

31

pihak.

41

Pada hubungan hukum dalam perjanjian, tiap pihak mempunyai hak dan

kewajiban secara timbal balik. Pihak yang satu mempunyai hak untuk menuntut

(kreditur) sesuatu dari pihak yang lain, dan pihak yang lain wajib memenuhi

(debitur) tuntutan itu, dan sebaliknya. Suatu yang dituntut disebut prestasi.

42

Prestasi (

consideration

) dapat dirumuskan secara luas sebagai sesuatu yang

diberikan, dijanjikan, atau dilakukan secara timbal balik.

43

Menurut ketentuan Pasal

1234 KUH Perdata, ada 3 (tiga) kemungkinan wujud prestasi, yaitu:

44

a.

Memberikan sesuatu.

b.

Berbuat sesuatu.

c.

Tidak berbuat sesuatu

Apabila pada perjanjian pihak debitur tidak memenuhi sesuatu yang diwajibkan

seperti yang telah ditetapkan dalam perikatan maka debitur dikatakan berbuat

wanprestasi (ingkar janji). Tidak dipenuhinya kewajiban oleh debitur disebabkan

oleh dua kemungkinan alasan, yaitu:

45

a.

Karena kesalahan debitur, baik dengan sengaja tidak dipenuhi kewajiban

maupun karena kelalaian.

b.

Karena keadaan memaksa (

overmacht

),

force majeure

, diluar kemampuan

debitur, debitur tidak bersalah.

41Agus Yudha Hernoko. 2011. Hukum Perjanjian: Asas Personalitas Dalam Kontrak

Komersial. Jakarta. Kencana. hlm. 20.

42Muhammad Abdulkadir. 2000. Op. Cit. hlm. 199.

43Muhammad Abdulkadir, Hukum perjanjian, Bandung, Alumni, 1986, hlm. 99. 44 Lihat Pasal 1234 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.


(48)

32

Keadaan memaksa (

overmarcht)

ialah keadaan tidak dipenuhinya prestasi oleh

debitur karena terjadi peristiwa yang tidak dapat diketahui atau tidak dapat diduga

akan terjadi ketika membuat perikatan.

46

Apabila diperhatikan di masyarakat,

perikatan yang bersumber dari kontrak atau perjanjian begitu mendominasi.

47

Pada

hubungan dokter dan pasien, ikatan tersebut jelas ada dan biasa disebut dengan

perjanjian terapeutik.

Perjanjian terapeutik merupakan hubungan timbal balik yang dihasilkan melalui

komunikasi, sedangkan terapeutik diartikan sebagai suatu yang mengandung unsur

atau nilai pengobatan. Secara yuridis, perjanjian terapeutik diartikan sebagai

hubungan hukum antara tenaga kesehatan dengan pasien pada pelayanan kesehatan

secara propesional didasarkan kompetensi yang sesuai dengan keahlian dan

keterampilan tertentu dibidang kesehatan.

48

Perjanjian terapeutik dikatagorikan sebagai perjanjian untuk melakukan suatu

pekerjaan sebagaimana diatur pada Pasal 1601 Bab 7A KUHPerdata yang

menegaskan bahwa “Setiap pelaksanaan pekerjaan harus didasarkan pada

persetujuan dengan mana pihak ke 1 (satu) mengikatkan diri untuk mengerjakan

suatu pekerjaan bagi pihak lain dengan menerima upah. Persetujuan tersebut harus

dibuat dalam bentuk pe

rjanjian kerja dan perjanjian pemborongan kerja”.

49

Perjanjian terapeutik disebut juga kontrak terapeutik yang merupakan kontrak yang

dikenal pada bidang pelayanan kesehatan. Kontrak atau perjanjian terapeutik

46Ibid, hlm. 205.

47Agus Yudha Hernoko, Op. Cit, hlm. 19. 48Cecep Triwibowo, Op. Cit, hlm. 62. 49Ibid, hlm. 63.


(49)

33

merupakan upaya maksimal yang dilakukan dokter dan tenaga kesehatan untuk

menyembuhkan pasien dan jarang merupakan kontrak yang sudah pasti, karena

dalam kontrak ini dokter dan tenaga kesehatan hanya berusaha untuk

menyembuhkan pasien dan upaya yang dilakukan belum tentu berhasil.

50

Undang-undang membagi perjanjian untuk melakukan pekerjaan dalam tiga

macam, yaitu:

51

a.

Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu

Suatu pihak menghendaki dari pihak lawannya dilakukannya suatu pekerjaan untuk

mencapai suatu tujuan, untuk mana ia bersedia membayar upah, sedangkan yang

akan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut sama sekali terserah kepada pihak

lawan itu. Biasanya pihak lawan ini adalah seorang ahli dalam melakukan pekerjaan

tersebut dan biasanya ia juga sudah memasang tarif untuk jasanya itu, yang biasa

disebut dengan honorarium.

b.

Perjanjian kerja/perburuhan

Perjanjian yang ditandai oleh ciri-ciri adanya suatu upah atau gaji tertentu yang

diperjanjikan dan adanya suatu hubungan berdasarkan mana pihak yang satu berhak

memberikan perintah-perintah yang harus ditaati oleh yang lain.

c.

Perjanjian pemborongan pekerjaan

Suatu perjanjian antara seorang (pihak yang memborongkan pekerjaan) dimana

pihak pertama menghendaki sesuatu hasil pekerjaan yang disanggupi oleh pihak

lawan, atas pembayaran suatu jumlah uang sebagai harga pemborongan.

50Ibid, hlm. 62.


(50)

34

Ditinjau dari segi hukum perdata, tindakan medis merupakan pelaksanaan suatu

perikatan antara dokter dan pasien. Pada ilmu hukum dikenal dua jenis perjanjian

yaitu:

a.

Resultaatsverbintenis,

yang berdasarkan hasil kerja.

b.

Inspanningverbintenis

, yang berdasarkan usaha maksimal.

52

Maka perjanjian terapeutik adalah termasuk jenis perjanjian untuk melakukan jasa

berdasarkan usaha maksimal (

Inspanningverbintenis

) yang diatur dalam ketentuan

khusus. Menurut Soebekti, perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu adalah

suatu perjanjian dimana suatu pihak menghendaki dari pihak lawannya suatu

perjanjian untuk mencapai suatu tujuan, maka ia bersedia membayar upah

sedangkan apa yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut sama sekali terserah

pada pihak lawan itu biasanya adalah orang ahli dalam melakukan pekerjaan

tersebut dan biasanya ia sudah memasang tarif untuk jasanya.

53

Berdasarkan Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) Tahun 2012, yang

dimaksud dengan perjanjian terapeutik adalah hubungan antara dokter dan pasien

yang dilakukan berdasarkan sikap percaya. Saling percaya akan tumbuh apabila

antara dokter dan tenaga kesehatan dengan pasien terjalin komunikasi yang saling

terbuka, karena masing-masing akan saling memberikan informasi atau keterangan

yang diperlukan bagi terlaksananya kerjasama yang baik dan tercapainya tujuan

perjanjian terapeutik yaitu kesembuhan pasien.

54

52Muhammad Mulyohadi Ali. Dkk. Op. Cit. hlm.10.

53R. Subekti. 1995. Aneka Perjanjian. Bandung. Citra Aditya Bakti. hlm. 57. 54Ibid, hlm. 64.


(51)

35

2.

Para Pihak dalam Perjanjian Terapeutik

Menurut Permenkes No. 290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan

Tindakan Kedokteran menyebutkan bahwa, tindakan kedokteran adalah suatu

tindakan medis berupa preventif, diagnostik, terapeutik, atau rehabilitatif yang

dilakukan oleh dokter terhadap pasien. Para pihak yang terlibat dalam suatu

transaksi/perjanjian terapeutik yaitu dokter dan pasien.

a.

Dokter

Menurut Pasal 1 a

yat 2 UUPK, “Dokter adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi,

dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik

di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia

sesuai dengan peraturan perundang-

undangan”.

Dokter adalah lulusan fakultas

kedokteran. Dokter mempunyai wewenang untuk melakukan tindakan kedokteran

di semua bidang ilmu kedokteran hingga ke batas tertentu.

55

Dokter merupakan

seseorang yang mempunyai kemampuan rata-rata untuk mengobati dan merawat

pasien.

56

Dokter memiliki kewajiban dan hak dalam melakukan pelayanan

kesehatan kepada masyarakat. Kewajiban dan hak dokter diatur dalam UUPK.

57

Dokter mempunyai kewajiban dalam melaksanakan praktik kedokterannya yang

diatur pada Pasal 51 UUPK, diantaranya:

(1)

Memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar profesi dan standar

prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien.

55Muhammad Mulyohadi Ali, dkk, Op. Cit, hlm. 35.

56Meivy Isnoviana Suhandi, Akibat hukum Pemberian Surat Keterangan Sakit Terhadap

Pasien, Jurnal Hukum Kesehatan, vol. 10, No.1, 2005, hlm. 16.


(52)

36

(2)

Merujuk pasien ke dokter lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan

yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau

pengobatan.

(3)

Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga

setelah pasien itu meninggal dunia.

(4)

Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia

yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya.

(5)

Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran.

Dokter tidak hanya mempunyai kewajiban dalam melaksanakan praktik

kedokterannya, dokter juga mempunyai hak dalam melaksanakan praktik

kedokterannya. Pasal 50 UUPK mengatur tentang hak-hak dokter, diantaranya:

(1)

Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai

dengan standar profesi dan standar prosedur operasional.

(2)

Memberikan pelayanan kesehatan menurut standar profesi dan standar

prosedur operasional.

(3)

Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya.

(4)

Menerima imbalan jasa.

b.

Pasien

Menurut Pasal 1 ayat 10

UUPK, “Pasien adalah setiap orang yang melakukan

konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang

diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter”. UUPK

juga mengatur tentang kewajiban dan hak pasien dalam menerima pelayanan

kesehatan pada prakik kedokteran.


(1)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Hubungan hukum dokter praktik mandiri dan pasien adalah hubungan kontraktual yang pada bidang pelayanan kesehatan dikenal sebagai perjanjian terapeutik. Perjanjian terapeutik masuk dalam kategori perjanjian lain (Pasal 1319 KUHPerdata). Perjanjian terapeutik merupakan perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu (Pasal 1601 KUHPerdata) dan merupakan jenis perjanjian inspanningverbintenis yaitu perjanjian yang berdasarkan usaha maksimal dokter dalam menyembuhkan penyakit pasien. Hubungan ini mengikat karena adanya hak dan kewajiban dokter dan pasien yang direalisasikan dalam pelaksanaan perjanjian terapeutik.

2. Pelaksanaan perjanjian terapeutik dokter praktik mandiri dan pasien dimulai pada saat pasien datang ke tempat dokter praktik mandiri. Kedatangan Pasien ditafsirkan untuk meminta perolongan dan dokter tanpa sadar melakukan penerimaan seperti menerima pendaftaran, memberikan nomor urut, menyediakan serta mencatat rekam medis, dan sebagainya yang kemudian dilakukannya tindakan medis seperti: anamnesis dengan menanyakan keluhan yang diderita pasien, kemudian memeriksa kondisi fisik pasien


(2)

88

dengan berbagai tindakan yang tentunya disetujui oleh pasien dan menghasilkan diagnosis penyakit pasien dengan memerhatikan semua gejala dan hasil dari pemeriksaan, serta sampai pada terapi. Dari serangkaian kegiatan yang dilakukan dokter dan pasien dalam pelaksanaan perjanjian terapeutik tersebut, komunikasi dokter dan pasien secara baik dan mudah dimengerti sangat dibutuhkan karena agar tidak terjadi kesalahpahaman atau kekeliruan dalam pelaksanaannya.

3. Tanggung jawab dokter kepada pasien dalam perjanjian terapeutik berdasarkan jenis perjanjiannya yaituberdasarkan usaha keras dokter (inspanningsverbintenis) seperti pada umumnya atau perjanjian yang menjanjikan suatu hasil yang pasti (resultaatstverbintenis). Biasanya hasil yang pasti tersebut adalah sembuhnya penyakit pasien. Pasien dapat menuntut pertanggungjawaban dokter karena 2 (dua) alasan, yaitu dokter melakukan wanprestasi atau dokter melakukan perbuatan melawan hukum. Dokter dapat dikatakan wanprestasi apabila ada hal yang diperjanjikan pada pelaksanaan perjanjian terapeutik dan merupakan jenis perjanjian (resultaatstverbintenis). Dokter dapat dikatakan melakukan perbuatan melawan hukum apabila dalam tindakan yang dilakukan dokter berdampak merugikan pasien disengaja maupun tidak disengaja namun diketahuinya.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, maka saran yang dapat diberikan oleh peneliti adalah:


(3)

89

1. Dokter yang berpraktik mandiri disarankan agar dapat berkomunikasi dengan baik kepada pasien sehingga antara dokter dan pasien tidak terjadi kesalahpahaman dan lebih berhati-hati dalam melakukan upaya penyembuhan terhadap pasien.

2. Pasien harus berkata yang sejujurnya kepada dokter mengenai penyakit yang dideritanya tanpa mengurangi atau melebih-lebihkan dan pasien harus lebih teliti dan cermat untuk memilih dokter yang berpraktik mandiri dalam mempercayakan kesembuhan penyakitnya.

3. Disarankan kepada pembentuk undang-undang, mengenai tanggung jawab dokter akibat kerugian yang diderita pasien dalam pelaksanaan perjanjian terapeutik agar lebih jelas dan diatur dalam suatu peraturan mengenai bentuk tanggung jawabnya dan lebih mengedepankan kepentingan pasien.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku/Literartur

Abdulkadir, Muhammad. 1986. Hukum perjanjian. Bandung. Alumni.

____________________. 2000. Hukum Perdata Indonesia. Bandung. Citra Aditya Bakti.

____________________. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung. Citra Aditya Bakti.

____________________. 2014. Aneka Perjanjian. Bandung. Citra Aditya Bakti. Ali, Muhammad Mulyohadi, dkk. 2006. Kemitraan Dalam Hubungan

Dokter-Pasien. Jakarta. Konsil Kedokteran Indonesia.

Andora, Firman Floranta. 2014. Aspek-Aspek Hukum Perikatan. Bandung. Mandar Maju.

Badrulzaman, Mariam Darus. 1996. KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasan. Bandung. Alumni.

Hernoko, Agus Yudha. 2010. Hukum Perjanjian Asas Personalitas Dalam Kontrak Komersial. Jakarta. Kencana.

___________________. 2011. Hukum Perjanjian Asas Personalitas Dalam Kontrak Komersial. Jakarta. Kencana.

Isfandyarie, Anny. 2006. Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi bagi Dokter. Jakarta. Prestasi Pustaka.

Komariah. 2001. Edsisi Revisi Hukum Perdata. Malang. Universitas Muhammadiyah Malang.

Marzuki, Peter Mahmud. 2008. Penelitian Hukum. Jakarta. Kencana. ___________________. 2008. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta. Kencana.


(5)

Miru, Ahmadi. 2004. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta. Raja Grafindo Persada.

Rumokoy, Donald Albert. 2014. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta. Rajawali Pers. Sasongko, Wahyu. 2007. Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan

Konsumen, Bandar Lampung. Universitas Lampung. Soeroso. R. 2013. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta. Sinar Grafika. Subekti, R. 1995. Aneka Perjanjian. Bandung. Citra Aditya Bakti

Sumaryono, E. 1995. Etika Profesi Hukum: Norma-Norma Bagi Penegak Hukum. Yogyakarta. Kanisius.

Suryani, Bhekti. Yuridis Penyelenggaraan Praktik Kedokteran. Yogyakarta. Dunia Cerdas

Triwibowo Cecep. 2004. Etika dan Hukum Kesehatan. Yogyakarta. Nuhamedika.

B. Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Undang-undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Kesehatan.

Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2052 Tahun 2011 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290 Tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran.

Peraturan Konsil Kedokteran Nomor 1 Tahun 2010 tentang Registrasi Dokter Program Internsip.

Peraturan Konsil Kedokteran Nomor 11 Tahun 2012 tentang Standar Kompetensi Dokter Indonesia.


(6)

C. Sumber Lain

Kamus Besar Bahasa Indonesia Kamus Kesehatan

http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/view/152/145, Diunduh Pada Tanggal 05 Januari 2015 Pukul 13.08 WIB.

http://masalahukum.wordpress.com/2013/09/23/perjanjian-kerja/ Diakses Pada Tanggal 13 April 2015 Pukul 19.16 WIB.

http://www.kamuskesehatan.com. Diakses Pada Tanggal 11 Febuari 2015 Pukul 10.50 WIB.

Iswandari, Hargianti Dini. 2006. Aspek Hukum Penyelenggaraan Praktik Kedokteran: Suatu Tinjauan Berdasarkan Undang-Undang No. 9/2004 Tentang Praktik Kedokteran. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan Vol.9. No.2. Juni 2006. eprints.undip.ac.id/11521/1/2005MNOT4295.pdf. Diunduh Pada Tanggal 14 Januari 2015, Pukul 19.11 WIB.

Muchin, Achmad. 2013. Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Sebagai Konsumen Jasa Pelayanan Kesehatan Dalam Transaksi Terapeutik. Pekalongan. (Jurnal Hukum Islam). Stain Pekalongan. http://www.e-journal.stain-pekalongan.ac.id/index.php/Hukum/article /download/310 /281. DiUnduh Pada Tanggal 11 Febuari 2015 Pukul 23.24.

Patria, Tavianto Yudha. 2005. Perjanjian Terapeutik Antara Dokter Umum Dan Pasien Pada Klinik Mandiri Sederhana Di Kabupaten Bogor. (Tesis). Undip. http://eprints.undip.ac.id/11521/1/2005MNOT4295.pdf. Diunduh Pada Tanggal 12 Januari 2015. Pukul 11.20 WIB.

Satriawan, Dendri. 2014. Tanggung Jawab Rumah Sakit Terhadap Kerugian Yang Diakibatkan oleh Tenaga Kesehatan. Bandar lampung. (Skripsi). Universitas Lampung.

Suhandi, Meivy Isnoviana. 2005. Akibat hukum Pemberian Surat Keterangan Sakit Terhadap Pasien. Jurnal Hukum Kesehatan. vol. 10, No.1.

Yuwono, Lukman. 2013. Upaya Perusahaan Rental Untuk Menyelesaikan Wanprestasi Dan Overmacht Yang Berupa Kerusakan Pada Perjanjian Sewa Menyewa Mobil (Studi Kasus Di Daniswara, Adfan, Nagoya Transport Rent Car Yogyakarta). Malang. (Artikel Ilmiah). Universitas Brawijaya.