ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR: 30/PID/2013/PT.TK)

ABSTRAK

ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM
MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA
PEMALSUAN SURAT
(STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR: 30/PID/2013/PT.TK)

Oleh :
SEKAR PRAMUDHITA

Tindak pidana pemalsuan surat merupakan tindak pidana yang cukup meresahkan
masyarakat, karena niat pelaku yang terencana dan tersusun rapi sehingga sulit
untuk dilacak. Tindak pidana pemalsuan pada umumnya dilakukan oleh pelaku
yang memiliki kewenangan dalam suatu kumpulan masyarakat, lembaga atau
instansi dan organisasi pemerintahan. Contohnya dalam kasus pemalsuan surat
putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang Nomor: 30/PID/2013/PT.TK dengan
terdakwa Riski Meliana selaku Tenaga Honorer Pemda Pesawaran sekaligus
Ketua Kelompok Mandiri SPP-PNPM yang dijatuhkan vonis dari 1 tahun penjara
dengan denda Rp 23.000.000 menjadi vonis 5 bulan pidana bersyarat dengan
hukuman masa percobaan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah yang
menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku

tindak pidana pemalsuan surat dan apakah hukuman yang dijatuhkan sudah
memenuhi rasa keadilan.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis
normatif dan yuridis empiris. Metode pengumpulan data diperoleh melalui studi
kepustakaan dan wawancara. Metode penyajian data dilakukan melalui proses
editing, sistematisasi, dan klasifikasi. Metode analisis data yang dipergunakan
adalah metode analisis kualitatif, dan menarik kesimpulan secara deduktif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan penulis, maka dapat disimpulkan
dalam putusan nomor : 30/Pid/2013/PT.TK menunjukkan bahwa putusan yang
dijatuhkan oleh hakim Pengadilan Tinggi Tanjung Karang dalam kasus tindak
pidana pemalsuan surat hanya 5 bulan pidana bersyarat dengan hukuman masa
percobaan ini sangat ringan jika dibandingkan dalam Pasal 264 KUHP yang
menjatuhkan hukuman maksimal 8 (delapan) tahun penjara. Dalam menjatuhkan

Sekar Pramudhita
putusan tersebut, hakim mempunyai pertimbangan-pertimbangan tersendiri, baik
itu pertimbangan dalam hal memberatkan maupun pertimbangan yang
meringankan bagi terdakwa. Dasar pertimbangan hakim dalam kasus ini adalah
Pasal 183 dan Pasal 184 KUHAP, selain itu juga hakim mempertimbangkan
berdasarkan teori-teori hukum. Teori yang digunakan hakim adalah teori

keseimbangan, yaitu adanya keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan
undang-undang dan kepentingan pihak yang berkaitan, teori pendekatan keilmuan,
yaitu dalam menjatuhkan pidana harus secara sistematik dan penuh kehati-hatian,
harus dilengkapi ilmu pengetahuan hukum sehingga putusan yang dijatuhkan
dapat dipertanggungjawabkan, dan teori ratio decidendi, yaitu teori ini didasarkan
pada landasan filsafat yang mendasar dengan mempertimbangkan segala aspek
yang berkaitan dengan pokok perkara kemudian mencari peraturan perundangan
yang relevan. Dengan melihat pertimbangan berdasarkan alat bukti dan teori
hukum maka putusan yang dijatuhkan harus memenuhi kepastian hukum,
kemanfaatan hukum, dan keadilan hukum.
Saran dalam penelitian ini, hakim sebaiknya terus meningkatkan cara terbaik
dalam menjatuhkan putusannya tidak hanya berdasarkan pertimbanganpertimbangan dan aspek saja yang hanya melihat keadilan bagi korban dan
masyarakat tetapi pidana tersebut juga harus memberikan rasa keadilan bagi
terdakwa. Sehingga dalam penjatuhan pidana atas diri terdakwa kepastian,
keadilan dan kesebandingan hukum diupayakan dapat terwujud.
Kata kunci: Dasar Pertimbangan Hakim, Pemalsuan Surat, Rasa Keadilan

ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN
PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT
(STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR: 30/PID/2013/PT.TK)


Oleh

SEKAR PRAMUDHITA

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2014

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Natar, Lampung Selatan pada tanggal 23

Juli 1992, anak pertama dari dua bersaudara, pasangan bapak
Kasijan, S.Pd dan Ibu Aini Indra, serta satu orang adik bernama
Dwi Murtiningsih. Penulis menyelesaikan pendidikan Taman
Kanak-kanak (TK) di TK Pewa Natar pada tahun 1998.
Pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 5 Merak Batin Natar pada tahun 2004,
kemudian melajutkan studinya di Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri
1 Natar yang diselesaikan pada tahun 2007 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di
SMA Negeri 1 Natar yang diselesaikan pada tahun 2010.

Penulis diterima dan terdaftar sebagai mahasiswi di Fakultas Hukum Universitas
Lampung melalui jalur Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB) pada
tahun 2010 dan mengambil minat Hukum Pidana. Tahun 2013 penulis mengikuti
kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada tanggal 19 Januari sampai 24 Febuari 2013
yang dilaksanakan di Desa Sukamaju Kecamatan Teluk Betung Timur, Kota Bandar
Lampung.

MOTO

“Apabila kamu menetapkan hukum diantara manusia,
hendaklah kamu menetapkanya dengan adil.”

(Qs. An –Nisa’ :58)
“Bekerjalah untuk duniamu seakan kamu akan hidup selamanya, dan beribadahlah untuk
akhiratmu seakan kamu akan mati besok.”
(Al Hadist)
“Jangan bertanya apa yang telah negara berikan kepadamu, tapi bertanyalah apa yang telah
dapat kau berikan pada negaramu.”
(John F. Kennedy)
“Kejujuran, Disiplin dan Kerja keras adalah tiga kunci sukses, diibaratkan sebagai mata
uang yang dapat dibelanjakan dinegara manapun, jadikanlah tiga kunci sukses ini sebagai
pegangan untuk meraih kesuksesan hidup.”
(Penulis)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucap puji syukur kepada Allah SWT ,atas rahmat dan hidayahnya,maka dengan
ketulusan dan kerendahan hati serta setiap perjuangan dan jerihpayah, aku persembahkan
sebuah karya nan kecil ini kepada :
Bapak dan Ibu yang kusayangi dan juga kucintai
Terima kasih telah memberikan dukungan,
Cinta dan kasih sayang serta mengiringi

Dengan do’a demi keberhasilanku.
Adikku tersayang, sepupu-sepupuku
dan seluruh keluarga besarku yang selalu
Mendo’akanku serta memberi bantuan dalam segala hal untuk menggapai cita-cita.
Sahabat-sahabatku, terimakasih atas kebersamaan
Dan kesetiaannya selama ini.
Almamaterku Universitas Lampung
Yang telah mendewasakan dan membuka pikiranku tentang dunia ini.

SANWANCANA

Alhamdulillahhirobbil’alamin. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,
atas berkat rahmat, karunia dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi yang berjudul “Analisis Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan
Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Surat (Studi Kasus Putusan
No.30/PID/2013/PT.TK)”.

Penulis sangat menyadari bahwa penulisan skripsi ini dapat diselesaikan berkat
dorongan, bantuan, arahan serta masukan dari berbagai pihak baik secara langsung
maupun tidak langsung. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Lampung.
2. Ibu Diah Gustiniati M, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas
Hukum Universitas Lampung sekaligus Dosen Pembimbing I yang dengan penuh
kesabaran meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan penulisan
skripsi ini.
3. Ibu Dona Raisa Monica, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing II yang dengan
penuh kesabaran meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan
penulisan skripsi ini.

4. Bapak Dr. Maroni, S.H., M.H., selaku Pembahas I yang telah memberikan
masukan, arahan, dan bantuan dalam penulisan skripsi ini.
5. Bapak Irzal Ferdiansyah, S.H., M.H, selaku Pembahas II yang telah memberikan
masukan, arahan, dan bantuan dalam penulisan skripsi ini.
6. Bapak Dr. Eddy Rifai, S.H., M.H, selaku Dosen Pembimbing akademik selama
penulis menjadi mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Lampung.
7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen pengajar, Staf Administrasi maupun karyawan/i di
bagian Fakultas Hukum Universitas Lampung, terimakasih atas bantuannya.

8. Kepada Pengadilan Negeri Kalianda, Bapak Aris Fitra Wijaya, S.H yang
memberikan kesempatan pada penulis untuk melakukan penelitian.
9.

Kepada Pengadilan Tinggi Tanjung Karang, Bapak Guntur. P, S.H., M.H yang
telah memberikan kesempatan pada penulis untuk melakukan penelitian.

10. Secara khusus penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua
ku Bapak Kasijan, S.Pd., Ibu Aini Indra dan Adikku Dwi Murtiningsih yang
senantiasa memberikan kasih sayang, dukungan, perhatian, dan selalu
mendo’akan serta mengharapkan keberhasilanku.
11. Keluarga besar tercinta: Agus Indra, Susanti Mandasari, S.Pd, Fitri Rosalia, S.P,
teteh nina, teteh wiwi, a’nden, a’putra, a’ imox, yang selalu memberikan nasehat,
semangat, dan bantuan materil, moril serta do’a sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
12. Untuk kamu Hananto Aribowo yang dalam penyusunan skripsi ini, selalu
mendo’akan, memberi motivasi, selalu mengingatkan akan rasa sabar dan
kekuatan do’a itu kunci dari kesuksesan.

13. Sahabat-sahabat terbaik Amatir: Eka Candre Pratiwi, S.H, Zakia Tiara Faragista,

Muthia Firda Sari, Venti Azharia, Ramita Rizka Aldina, terima kasih atas semua
keriangan, kebersamaan selama kuliah, serta selalu bersedia untuk direpotkan,
bantuan kalian sangat besar dan tak terlupakan.
14. Teman-teman seperjuangan angkatan 2010, terima kasih telah setia meluangkan
waktu untuk membantu memberikan support kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini. Sukses untuk kita semua.
15. Rekan-Rekan KKN Desa Sukamaju, Kecamatan Teluk Betung Timur, Bandar
Lampung, terima kasih atas pengalaman tak terlupakan selama 40 hari bersama
kalian akan selalu ada, Good Luck untuk kita semua, I am gonna miss you guys.
16. Almamater tercinta, Universitas Lampung yang telah menghantarkanku menuju
keberhasilan.
17. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam penyelesaian skripsi ini, terimakasih atas semua bantuan dan
dukungannya.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang terbaik atas segala bantuan yang telah
diberikan. Penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak
terdapat banyak kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan skripsi ini sangat penulis harapkan. Semoga hasil skripsi ini
dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Bandar Lampung,

Penulis

Sekar Pramudhita

2014

DAFTAR ISI

Halaman
I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .....................................................................1
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup......................................................5
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ........................................................6
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual......................................................7
E. Sistematika Penulisan .......................................................................14

II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tindak Pidana ........................................................16

1. Pengertian Tindak Pidana ..........................................................16
2. Unsur-Unsur Tindak Pidana ......................................................18
3. Jenis Tindak Pidana ...................................................................20
B. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Pemalsuan Surat ..............22
1. Pengertian Pemalsuan Surat.......................................................22
2. Unsur-Unsur Tindak Pidana Pemalsuan Surat...........................23
C. Peranan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan ...................................26
1. Pengertian Dasar Pertimbangan Hakim ......................................29
2. Bentuk-Bentuk Putusan Hakim ..................................................32
III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah..........................................................................36
B. Sumber Data dan Jenis Data .............................................................36
C. Penentuan Narasumber .....................................................................37
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ..................................38
E. Analisis Data .....................................................................................39

IV.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Narasumber dan Gambaran Umum Putusan Nomor
30/Pid/2013/PT.TK ..........................................................................40
B. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Pidana terhadap
Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Surat ...........................................44
C. Rasa Keadilan Dalam Putusan No. 30/Pid/2013/PT.TK..................56

V.

PENUTUP
A. Simpulan ..........................................................................................62
B. Saran .................................................................................................64

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
dikenal dengan istilah stratbaar feit. Tindak Pidana itu sendiri adalah perbuatan
yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi)
yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana (yuridis
normatif). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau
kriminologi. Kejahatan atau perbuatan jahat dalam arti yuridis normatif adalah
perbuatan seperti yang terwujud in-abstracto dalam peraturan pidana, sedangkan
kejahatan dalam arti kriminologi adalah perbuatan manusia yang menyalahi
norma yang hidup di masyarakat secara konkrit.1

Tindak pidana sendiri semakin hari semakin marak terjadi dan berkembang
semakin cepat di kehidupan masyarakat. Hal tersebut tidak lepas dari berbagai
aspek seperti aspek sosial, lingkungan,dan aspek lainnya khususnya pada aspek
ekonomi. Salah satu objek tindak pidana yang ada yaitu tindak pidana pemalsuan
surat.

1

Tri Andrisman, Hukum Pidana , Bandar Lampung, Universitas Lampung, 2011, hlm. 69.

2

Tindak pidana pemalsuan surat merupakan tindak pidana yang cukup meresahkan
masyarakat, karena niat pelaku yang terencana dan tersusun rapi sehingga sulit
untuk dilacak. Hal inilah yang membuat pemalsuan diatur dan termasuk suatu
tindakan pidana. Tindak pidana pemalsuan pada umumnya dilakukan oleh pelaku
yang memiliki kewenangan dalam suatu kumpulan masyarakat, lembaga atau
instansi dan organisasi pemerintahan. Dalam hal pemalsuan surat tersebut dapat
berupa pemalsuan tanda tangan dan pemalsuan fotocopy Kartu Tanda Penduduk
(KTP) yang dilakukan oleh pelaku dengan cara mengubah surat asli sedemikian
rupa, sehingga isinya menjadi lain dari aslinya.

Hal itu dapat dilakukan oleh pelaku dengan cara menghapus, mengurangi,
menambah, maupun merubah angka atau kata-kata yang tertera pada surat yang
dipalsukannya. Ketentuan mengenai pemalsuan tersebut dinyatakan dalam Pasal
263 KUHP Ayat (1) tentang Pemalsuan dan Pasal 264 KUHP Ayat (1) tentang
Pemalsuan Surat.

Hal yang menyebabkan hukuman tindak pidana pemalsuan surat diperberat
sebagaimana Pasal 264 KUHP terletak pada faktor macamnya surat. Surat-surat
tertentu yang menjadi objek kejahatan adalah surat-surat yang mengandung
kepercayaan yang lebih besar akan kebenaran isinya. Surat-surat itu mempunyai
derajat kebenaran yang lebih tinggi daripada surat-surat biasa atau surat lainnya.
Kebenaran akan isi dari macam-macam surat itulah yang menyebabkan diperberat
ancaman pidananya.2 Berkaitan dengan tindak pidana pemalsuan surat tersebut

2

Yayan Suhendri,Tindak Pidana Pemalsuan Surat,
http://yayansuhendri.blogspot.com/2012/12/tindak-pidana-pemalsuan-surat-dokumen.html,
17 Februari 2014, (20.00)

3

hakim memiliki wewenang untuk menjatuhkan hukuman atas dasar keyakinan
pertimbangan hakim. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan
pidana perlu didasarkan kepada teori dan hasil penelitian yang saling berkaitan
sehingga menghasilkan penelitian yang maksimal dan seimbang dalam teori dan
praktek. Salah satu untuk mencapai kepastian hukum dengan penegakan hukum
secara tegas adalah melalui kekuasaan kehakiman, dimana hakim adalah pejabat
peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili
(Pasal 1 Ayat (8) KUHAP).

Hakim merupakan orang yang pada akhirnya

menentukan putusan terhadap suatu perkara didasarkan pada intelektual, moral
dan integritas hakim terhadap nilai-nilai keadilan.

Salah satu kasus tindak pidana pemalsuan surat yang terjadi di wilayah hukum
Pengadilan Tinggi Tanjung Karang adalah Putusan No. 30/PID/2013/PT.TK .
Didalam putusan tersebut majelis hakim memvonis Riski Meliana melanggar
pasal 263 KUHP Ayat (1) tentang Pemalsuan dan Pasal 264 KUHP Ayat (1)
tentang Pemalsuan Surat. Majelis hakim menganggap Riski Meliana membuat
surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak,
perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti
daripada sesuatu hal yang dimaksud untuk memakai atau menyuruh orang lain
memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak palsu.

Terdakwa telah terbukti bersalah dengan mengajukan proposal yang dibuatnya
untuk mendapatkan dana SPP-PNPM (Simpan Pinjam Perempuan-Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat) Kelompok Mandiri Tahun 2010 yang
beranggotakan Riski Meliana (Ketua), dengan anggota kelompok Suci Apriani,

4

Rosyani, Heni Rosyida, Rohaya, Melisa, Asmawati, Sudarya, Susilawati,
Laliyana. Dalam proposal tersebut berisikan Surat Permohonan Pinjam, Surat
Pernyataan Kesanggupan Tanggung Renteng PNPM-MP, Rencana Angsuran
Kelompok, fotokopi KTP masing-masing anggota kelompok.

Proposal pengajuan dana yang dibuat oleh terdakwa tersebut didalamnya terdapat
tanda tangan dan fotokopi KTP para anggota kelompok yang dipalsukan.
Sehingga seolah dengan kehendaknya sendiri para saksi menyetujui dan
membenarkan membutuhkan dana SPP-PNPM tersebut. Dana yang diminta oleh
terdakwa kepada Penanggung Jawab Operasional Kegiatan (PJOK) PNPM-MP
sebesar Rp 20.000.000,- yang kemudian pada tanggal 03 September 2010 tersebut
dicairkan. Akibat perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa Riski tersebut, anggota
kelompok mengalami kerugian karena saksi diminta untuk melunasi pinjaman
PNPM, padahal para saksi tidak pernah merasa mengajukan pinjaman.

Berdasarkan putusan No.30/PID/2013/PT.TK, hakim menjatuhkan hukuman
pidana penjara selama 1 tahun kepada terdakwa, namun terdakwa merasa vonis
yang dijatuhkan terlalu berat maka terdakwa mengajukan banding. Kemudian
ditingkat banding hakim pada Pengadilan Tinggi Tanjung Karang mengabulkan
banding tersebut dengan hanya memvonis terdakwa selama 5 (lima) bulan pidana
bersyarat.

Berkaitan dengan hal tersebut terdakwa hanya menjalani pidana bersyarat dengan
hukuman masa percobaan, yang mana hukuman ini sangat ringan jika
dibandingkan dalam Pasal 264 KUHP yang menjatuhkan hukuman maksimal 8

5

(delapan) tahun penjara. Penulis ingin mengetahui apasaja yang menjadi dasar
pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan tersebut.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk mengkaji dan
meneliti dalam bentuk skripsi yang berjudul “Analisis Dasar Pertimbangan Hakim
Dalam Menjatuhkan Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Surat
(Studi Kasus Putusan No. 30/PID/2013/PT.TK)”.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup
1. Permasalahan
Berdasarkan uraian yang dikemukakan pada latar belakang tersebut maka
permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah:
a. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman
terhadap terdakwa tindak pidana pemalsuan surat dalam Putusan No.
30/PID/2013/PT.TK?
b. Apakah pidana yang dijatuhkan dalam Putusan No. 30/PID/2013/PT.TK sudah
sesuai dengan rasa keadilan?
2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam penulisan ini dibatasi pada kajian ilmu hukum pidana dan
hukum acara pidana, tentang analisis dasar pertimbangan hakim dalam
menjatuhkan hukuman terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan surat pada
Putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang No. 30/PID/2013/PT.TK. Sedangkan
ruang lingkup wilayah penelitan adalah Pengadilan Tinggi Tanjung Karang,
penelitian dilakukan pada tahun 2014.

6

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana
terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan surat berdasarkan Putusan

No.

30/PID/2013/PT.TK
b. Untuk

mengetahui

pidana

yang

dijatuhkan

dalam

Putusan

No.

30/PID/2013/PT.TK sudah memenuhi rasa keadilan.

2. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian adalah sebagai berikut :
a. Kegunaan Teoritis
Sebagai sumbangan pemikiran dalam mengkaji ilmu hukum mengenai
pertanggung jawaban dan dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhan pidana
terhadap tindak pidana pemalsuan surat dan dapat menjadi pengetahuan awal
untuk penelitian lebih lanjut.

b. Kegunaan Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan kepada para
praktisi hukum dalam mencari upaya hukum yang lebih layak untuk menjatuhkan
sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan surat.

7

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual
1. Kerangka Teoritis
Kerangka teoritis adalah susunan dari beberapa anggapan, pendapat, cara, aturan,
asas, keterangan sebagai suatu kesatuan yang logis yang menjadi landasan, acuan,
dan pedoman untuk mencapai tujuan dalam penelitian atau penulisan. Pada
umumnya, teori bersumber dari undang-undang, buku atau karya tulis bidang ilmu
dan laporan penelitian.3 Setiap penelitian akan ada kerangka teoritis yang menjadi
acuan dan bertujuan mengidentifikasi terhadap dimensi sosial yang dianggap
relevan oleh peneliti.4

a. Teori Dasar Pertimbangan Hakim
Keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan bukan semata-mata peranan hakim
sendiri untuk memutuskan, tetapi hakim meyakini bahwa terdakwa telah
melakukan tindak pidana yang didakwakan dan didukung oleh alat bukti yang sah
menurut Undang-undang. Sebagai bahan pertimbangan hakim, terdapat dalam
Pasal 183 dan Pasal 184 KUHAP, menurut KUHAP harus ada alat-alat bukti yang
sah, alat bukti yang dimaksud adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat,
petunjuk, dan keterangan terdakwa.
Alat bukti inilah yang nantinya menjadi dasar pertimbangan hakim dalam
menjatuhkan hukuman pidana yang didasarkan kepada teori dan hasil penelitian
yang saling berkaitan sehingga didapatkan hasil yang maksimal dan seimbang
dalam teori dan praktek. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang

3

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung, PT. Citra Aditya Bhakti, 2004,
hlm. 73.
4
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas Indonesia-Press, 1986,
hlm. 125.

8

Kekuasaan Kehakiman juga menyatakan bahwa tentang dasar pertimbangan
hakim dalam menjatuhkan putusan, yaitu dalam Pasal 8 Ayat (2) : “Dalam
mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pada
sifat yang baik dan jahat dari terdakwa”.
Menurut Mackenzie ada beberapa teori pendekatan yang dapat digunakan oleh
hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan suatu perkara yaitu :5

1. Teori Keseimbangan
Keseimbangan disini adalah keseimbangan antara syarat-syarat

yang

ditentukan oleh Undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang berkaitan
dengan perkara. Keseimbangan ini dalam praktiknya dirumuskan dalam
pertimbangan mengenai hal-hal yang memberatkan dan meringankan
penjatuhan pidana bagi terdakwa (Pasal 197 Ayat (1) huruf (f) KUHAP).

2. Teori Pendekatan Seni dan Intuisi
Pendekatan seni dipergunakan oleh hakim dalam penjatuhan suatu putusan,
lebih ditentukan oleh insting atau intuisi daripada pengetahuan hakim. Hakim
dengan keyakinannya akan menyesuaikan dengan keadaan dan hukuman yang
sesuai bagi setiap pelaku tindak pidana.

3. Teori Pendekatan Keilmuan
Pendekatan keilmuan menjelaskan bahwa dalam memutus suatu perkara, hakim
tidak boleh semata-mata atas dasar intuisi semata tetapi harus dilengkapi

5

Ahmad Rifai, Peranan Hukum oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Preogratif, Jakarta, Sinar
Grafika, 2012, hlm.106.

9

dengan ilmu pengetahuan hukum dan wawasan keilmuan hakim. Sehingga
putusan yang dijatuhkan tersebut, dapat dipertanggungjawabkan.

4. Teori Pendekatan Pengalaman
Pengalaman seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya dalam
menghadapi perkara-perkara yang dihadapinya sehari-hari.

5. Teori Ratio Decidendi
Teori

ini

didasarkan

pada

landasan

filsafat

yang

mendasar,

yang

mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok-pokok perkara
yang disengketakan. Landasan filsafat merupakan bagian dari pertimbangan
hakim dalam menjatuhkan putusan, karena berkaitan dengan hati nurani dan
rasa keadilan dari dalam diri hakim.

6. Teori Kebijaksanaan
Teori kebijaksanaan mempunyai beberapa tujuan yaitu sebagai upaya
perlindungan terhadap masyarakat dari suatu kejahatan, sebagai upaya
perlindungan terhadap anak yang telah melakukan tindak pidana, untuk
memupuk solidaritas antara keluarga dengan masyarakat dalam rangka
membina, memelihara dan mendidik pelaku tindak pidana anak, serta sebagai
pencegahan umum kasus.

Hakim dalam putusannya harus memberikan rasa keadilan, menelaah terlebih
dahulu

kebenaran

peristiwa

yang

diajukan

kepadanya

kemudian

menghubungkannya dengan hukum yang berlaku. Hakim dalam menjatuhkan
putusan harus berdasar pada penafsiran hukum yang sesuai dengan rasa keadilan

10

yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam masyarakat, juga faktor lain yang
mempengaruhi seperti faktor budaya, sosial, ekonomi, dan politik.
Menurut Sudarto, untuk menentukan kesalahan seseorang sehingga dapat tidaknya
dipidana seseorang tersebut harus memenuhi beberapa unsur, sebagai berikut :6
1. Adanya kemampuan bertanggung jawab pada si pembuat kesalahan
2. Hubungan batin antara si pembuat dengan perbuatan berupa kesengajaan
(dolus) ataupun kealpaan (culpa)
3. Tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan atau alasan pemaaf
Suatu hal yang wajar apabila memidana pelaku delik dengan melihat unsur
perbuatan dan harus memenuhi unsur kesalahan karena tidak adil apabila
menjatuhkan pidana terhadap orang yang tidak mempunyai kesalahan. Sesuai
dengan asas pertanggungjawaban pidana yang berbunyi : tiada pidana tanpa
kesalahan (geen straf zonder schuld : actus non facit reum nisi mens sit rea).
Adapun kesalahan tersebut dapat berupa kesengajaan atau kealpaan.

b. Konsep teori keadilan
Keadilan pada dasarnya sifatnya adalah abstrak, dan hanya bisa dirasakan dengan
akal dan pikiran serta rasionalitas dari setiap individu atau masyarakat. Keadilan
tidak berbentuk dan tidak dapat dilihat namun pelaksanaannya dapat kita lihat
dalam perspektif pencarian keadilan. Berikut pandangan ahli tentang keadilan :7
1. Hans Kelsen, menurutnya keadilan tentu saja digunakan dalam hukum, dari
segi kecocokan dengan hukum positif terutama kecocokan dengan undang-

6

Sudarto, Hukum Pidana 1, Semarang, Yayasan Sudarto FH UNDIP, 1990, hlm. 91.
Hadisiti, Teori Keadilan Menurut Para Ahli, 29 Maret 2014,
http://hadisiti.blogspot.com/2012/11/teori-keadilan-menurut-para-ahli.html (13.00)
7

11

undang. Ia menggangap sesuatu yang adil hanya mengungkapkan nilai
kecocokan relative dengan sebuah norma 'adil' hanya kata lain dari 'benar'.
2. Aristoteles, mengatakan bahwa keadilan adalah memberikan kepada setiap
orang apa yang menjadi haknya. Selanjutnya, membagi keadilan menjadi dua
bentuk yaitu; pertama, keadilan distributif, adalah keadilan yang ditentukan
oleh pembuat undang-undang. Kedua, keadilan korektif, yaitu keadilan yang
menjamin, mengawasi dan memelihara distribusi ini melawan seranganserangan ilegal. Fungsi korektif keadilan pada prinsipnya diatur oleh hakim
dan menstabilkan kembali dengan cara mengembalikan milik korban yang
bersangkutan atau dengan cara mengganti rugi atas miliknya yang hilang.
Keadilan mencerminkan bagaimana seseorang melihat tentang hakikat manusia
dan bagaimana seseorang memperlakukan manusia. Begitu pula hakim
mempunyai kebebasan sepenuhnya untuk menentukan jenis pidana dan tinggi
rendahnya suatu pidana, hakim mempunyai kebebasan untuk bergerak pada batas
minimum dan maksimum, pidana yang diatur dalam Undang-undang untuk tiaptiap tindak pidana.8 Dalam memberikan putusan terhadap suatu perkara pidana,
seharusnya putusan hakim tersebut berisi alasan-alasan dan pertimbanganpertimbangan yang bisa memberikan rasa keadilan bagi terdakwa. Dimana dalam
pertimbangan-pertimbangan itu dapat dibaca motivasi yang jelas dari tujuan
putusan diambil, yaitu untuk menegakkan hukum (kepastian hukum) dan
memberikan keadilan.9 Berlakunya KUHAP menjadi pegangan hakim dalam

8

Soedarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung, Alumni, 1986, hlm.78
Nanda Agung Dewantara, Masalah Kebebasan Hakim Dalam Menangani Suatu
Masalah Perkara Pidana, Jakarta, Aksara Persada Indonesia, 1987, hlm 50.

9

12

menciptakan keputusan-keputusan yang tepat dan harus dapat dipertanggung
jawabkan.

2. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara
konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan
dengan istilah yang diteliti.10 Sumber konsep adalah undang – undang, buku/karya
tulis, laporan penelitian, ensiklopedia, kamus dan fakta/peristiwa. Konsep ini akan
menjelaskan pengertian pokok dari judul penelitian, sehingga mempunyai batasan
yang tepat dalam penafsiran beberapa istilah, hal ini dimaksudkan utuk
menghindari kesalah pahaman dalam melakukan penelitian.

Mengenai kerangka konseptual ini penulis menguraikan pengertian-pengertian
yang berhubungan erat dengan penulisan skripsi ini. Uraian ini ditujukan untuk
memberikan kesatuan pemahaman yaitu :
a. Analisis adalah penyelidikan suatu peristiwa karangan, perbuatan, dan
sebagainya untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya, sebab musabab,
duduk perkaranya, dan sebagainya.11
b. Menurut Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan
Kehakiman, Pertimbangan Hakim adalah pemikiran-pemikiran atau pendapat
hakim dalam menjatuhkan putusan dengan melihat hal-hal yang dapat
meringankan atau memberatkan pelaku. Setiap hakim wajib menyampaikan

10

Soedarto, Op. Cit, hlm. 132.
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai
Pustaka, 1990, hlm.32.

11

13

pertimbangan atau pendapat terlulis terhadap perkara yang sedang diperiksa
dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan.
c. Menurut Pasal 55 KUHP, Pelaku adalah orang yang telah melakukan
pelanggaran terhadap larangan atau keharusan yang telah ditetapkan oleh
undang-undang. Pelaku adalah pembuat/ dader sesuatu perbuatan pidana.
d. Tindak Pidana adalah suatu kejadian yang mengandung unsur-unsur perbuatan
yang dilarang oleh undang-undang, sehingga siapa yang menimbulkan
peristiwa itu dapat dikenai sanksi pidana (hukuman).12
e. Pemalsuan adalah kejahatan yang di dalamnya mengandung sistem ketidak
benaran atau palsu atas suatu hal (objek) yang sesuatunya itu nampak dari luar
seolah-olah benar adanya, padahal sesungguhnya bertentangan dengan yang
sebenarnya.13
f. Pemalsuan surat adalah perbuatan yang dilakukan pelaku dengan cara
mengubah surat asli sedemikian rupa, hingga isinya menjadi lain dari aslinya.
Caranya, misalnya, pelaku menghapus, mengurangi, menambah, maupun
merubah angka atau kata-kata yang tertera pada surat yang dipalsukannya.
Memalsukan tanda tangan serta mengganti foto orang lain menjadi foto pelaku
dalam suatu surat, termasuk katagori perbuatan pidana memalsukan surat.14

12

Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, 2012, hlm. 62.
Yayan Suhendri, Tindak Pidana Pemalsuan Surat,
http://yayansuhendri.blogspot.com/2012/12/tindak-pidana-pemalsuan-surat-dokumen.html,
17 Februari 2014 (20.00)
14
Siti Maryamnia, Tindak Pidana Pemalsuan Surat,
http://sitimaryamnia.blogspot.com/2012/02/tindak-pidana-pemalsuan-surat.html, 29 Maret 2014
(13.00).
13

14

E. Sistematika penulisan
I. PENDAHULUAN
Bab ini merupakan pendahuluan yang akan menguraikan latar belakang,
permasalahan, ruang lingkup penulisan, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka
teoritis dan konseptual serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang pengertian-pengertian umum dari pokok bahasan yang
memuat tinjauan penegakan hukum,tinjauan mengenai pelaku, serta tindak pidana
pemalsuan surat.

III. METODE PENELITIAN
Pada bab ini penulis menjabarkan pendekatan masalah, sumber dan jenis data,
cara penetuan populasi dan sampel,prosedur pengumpulan dan pengolahan data
serta analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini merupakan penjelasan dan pembahasan dari permasalahan yang ada
yaitu dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku
tindak pidana pemalsuan surat.

15

V.

PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini yang berisikan
kesimpulan dari hasil penelitian dan pembahasan serta terdapat beberapa saran
dari penulis sesuai dengan permasalahan yang diangkat.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tindak Pidana
1. Pengertian Tindak Pidana
Sebelum mengartikan istilah tindak pidana, kita harus mengetahui dahulu arti dari
pidana itu sendiri. Pidana berasal dari kata straf (Belanda), yang adakalanya
disebut dengan istilah hukuman. Istilah pidana lebih tepat dari istilah hukuman,
karena hukum sudah lazim merupakan terjemahan dari recht. Pidana lebih tepat
didefinisikan sebagai suatu penderitaan yang sengaja dijatuhkan oleh negara pada
seorang atau beberapa orang sebagai akibat hukum (sanksi) baginya atas
perbuatannya yang telah melanggar larangan hukum pidana.15

Tindak pidana menurut Yulies Tiena Masriani adalah suatu kejadian yang
mengandung unsur-unsur perbuatan yang dilarang oleh undang-undang, sehingga
siapa yang menimbulkan peristiwa itu dapat dikenakan sanksi pidana (hukum).16
CST Kansil merumuskan tindak pidana adalah sebagai berikut:
a. Perbuatan manusia (handeling).
Perbuatan manusia yang dimaksud bukan hanya “melakukan” (een doen) akan
tetapi termasuk juga “tidak melakukan” (nietdoen).
15

Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2007,
hlm. 24.
16
Yulies Tiena Masriani, Op.Cit. hlm. 62.

17

b. Perbuatan manusia tersebut harus melawan hukum (wederrechtelijk).
c. Perbuatan tersebut diancam (strafbaargesteld) oleh undang-undang.
d. Harus

dilakukan

oleh

seseorang

yang

mampu

bertanggung

jawab

(toerekeningsvatbaar).
e. Perbuatan itu harus terjadi karena kesalahan (schuld) si pelaku. Kesalahan
dapat berupa kesengajaan (dolus) ataupun ketidak sengajaan/kelalaian
(culpa).17
Masalah pokok yang berhubungan dengan hukum pidana membicarakan tiga hal,
yaitu:
1. Perbuatan yang dilarang;
2. Orang yang melakukan perbuatan yang dilarang itu;
3. Pidana yang diancamkan terhadap pelanggar itu.
Untuk menghindari berbagai istilah dan pengertian tentang tindak pidana maka
dalam tulisan ini digunakan istilah tindak pidana dengan mengutip pengertian dari
rumusan yang ditetapkan oleh Tim Pengkajian Hukum Pidana Nasional yaitu
“Tindak pidana ialah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang
oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang
dan diancam dengan pidana”. 18
Pemberian definisi mengenai pengertian tindak pidana oleh para pakar hukum
terbagi dalam dua pandangan/aliran yang saling bertolak belakang, yaitu :

17

Syahrul Machmud, Penegakan Hukum dan Perlindungan Hukum Bagi Dokter Yang Diduga
Melakukan Malpraktek, Bandung, CV. Karya Putra Darwati, 2012, hlm. 304.
18
M. Hamdan, Tindak Pidana Pencemaran Lingkungan Hidup,Bandung, Mandar Maju, 2000,
hlm. 35.

18

a. Pandangan/Aliran Monistis
Yaitu pandangan/aliran yang tidak memisahkan antara pengertian perbuatan
pidana dengan pertanggungjawaban pidana.

b. Pandangan/Aliran Dualistis
Yaitu pandangan/aliran yang memisahkan antara dilarangnya suatu perbuatan
pidana (criminal act atau actus reus) dan dapat dipertanggungjawabkan si
pembuat (criminal responsibility atau mens rea). Dengan kata lain pandangan
dualistis memisahkan pengertian perbuatan pidana dengan pertanggung
jawaban pidana. 19

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana
Perbedaan pandangan dalam menentukan definisi tindak pidana diatas membawa
konsekuensi dalam perumusan definisi tindak pidana. Aliaran Monistis dalam
merumuskan pengertian tindak pidana dilakukan dengan melihat “Keseluruhan
syarat adanya pidana itu kesemuanya merupakan sifat dari perbuatan”. Sehingga
dalam merumuskan pengertian tindak pidana para pakar hukum yang menganut
aliran ini tidak memisahkan unsur-unsur tindak pidana, mana yang merupakan
unsur perbuatan pidana dan mana yang unsur pertanggungjawaban pidana.
Menurut Simons, seorang penganut Aliran Monistis dalam merumuskan
pengertian tindak pidana, ia memberikan unsur-unsur tindak pidana sebagai
berikut :
1. Perbuatan manusia (positif atau negatif; berbuat atau tidak berbuat);
2. Diancam dengan pidana;
19

Tri Andrisman, Op.cit, hlm. 71.

19

3. Melawan hukum;
4. Dilakukan dengan kesalahan;
5. Orang yang mampu bertanggungjawab.20
Menurut Moeljatno, seorang penganut Aliran Dualistis merumuskan unsur-unsur
perbuatan pidana /tindak pidana sebagai berikut :
1.Perbuatan (manusia);
2.Memenuhi rumusan dalam undang-undang (merupakan syrat formil); dan
3.Bersifat melawan hukum (merupakan syarat materiil). 21
Seseorang untuk dapat dipidana, jika orang itu yang melakukan tindak pidana
(yang memenuhi unsur-unsur di atas) harus dapat dipertanggungjawabkan dalam
hukum pidana. Jadi unsur pertanggungjawaban pidana ini melekat pada
orangnya/pelaku

tindak

pidana.

Menurut

Moeljatno

unsur-unsur

pertanggungjawaban pidana meliputi kesalahan dan kemampuan bertanggung
jawab.22 Berdasarkan pendapat para pakar hukum dua aliran di atas, Aliran
Dualistis lebih mudah diterapkan karena secara sistematis membedakan antara
perbuatan pidana (tindak pidana) dengan pertanggungjawaban pidana. Sehingga
memberikan kemudahan dalam penuntutan dan pembuktian tindak pidana yang
dilakukan.

20

Sudarto, Op.Cit, hlm. 40.
Ibid, hlm. 43.
22
Ibid, hlm. 44.

21

20

3. Jenis Tindak Pidana
a. Kejahatan dan Pelanggaran
KUHP menempatkan kejahatan di dalam buku kedua dan pelanggaran dalam buku
ketiga, tetapi tidak ada penjelasan mengenai apa yang disebut kejahatan dan
pelanggaran. Semuanya diserahkan kepada ilmu pengetahuan untuk memberikan
penjelasan bahwa kejahatan merupakan rechtsdelict atau delik hukum dan
pelanggaran merupakan wetsdelict atau delik undang-undang. Delik hukum adalah
pelanggaran hukum yang dirasakan melanggar rasa keadilan. Sedangkan delik
undang-undang melanggar apa yang ditentukan oleh undang-undang, disini tidak
tersangkut sama sekali masalah keadilan.23
b. Tindak Pidana Formil dan Tindak Pidana Materiil
Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa
sehingga memberikan arti bahwa inti larangan yang dirumuskan itu adalah
melakukan suatu perbuatan tertentu. Sebaliknya dalam rumusan tindak pidana
materiil, inti larangan adalah pada menimbulkan akibat yang dilarang. Oleh
karena itu, siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang itulah yang
dipertanggungjawabkan dan dipidana.
c. Tindak Pidana Sengaja dan Tindak Pidana Kelalaiaan
Tindak pidana sengaja (doleus delicten) adalah tindak pidan yang dalam
rumusannya dilakukan dengan kesengajaan atau mengandung unsur kesengajaan.
Sementara itu tindak pidana culpa (culpose delicten) adalah tindak pidana yang
dalam rumusannya mengandung unsur culpa. Tindak pidan culpa adalah tindak

23

Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada 2012, Hlm. 58.

21

pidana yang unsur kesalahannya berupa kelalaian, kurang hati-hati, dan tidak
karena kesengajaan.
d. Tindak Pidana Aktif (Delik Commisionis) dan Tindak Pidana Pasif (Delik
Omisionis)
Tindak pidana aktif (delik commisionis) adalah tindak pidana yang perbuatannya
berupa perbuatan aktif (positif). Perbuatan aktif (disebut juga perbuatan materiil)
adalah perbuatan yang untuk mewujudkannya disyaratkan adanya gerakan dari
anggota tubuh orang yang berbuat. Berbeda dengan tindak pidana pasif, dalam
tindak pidana pasif ada suatu kondisi dan atau keadaan tertentu yang mewajibkan
seseorang dibebani kewajiban hukum untuk berbuat tertentu, yang apabila ia tidak
melakukan (aktif) perbuatan itu, ia telah melanggar kewajiban hukumnya tadi.
Disini ia telah melakukan tindak pidana pasif. Tindak pidana ini juga dapat
disebut tindak pidana pengabaian suatu kewajiban hukum.
e. Tindak Pidana Biasa (Gewone Delicten) dan Tindak Pidana Aduan (Klacht
Delicten)
Tindak pidana biasa adalah tindak pidana tang untuk dilakukannya penuntutan
pidana terhadap pembuatnya tidak disyaratkan adanya pengaduan dari yang
berhak. Sementara itu, tindak pidana aduan adalah tindak pidana yang untuk
dapatnya dilakukan penuntutan pidana disyaratkan untuk terlebih dulu adanya
pengaduan oleh yang berhak mengajukan pengaduan.24

24

Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 2002, Hlm. 121.

22

B. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Pemalsuan Surat

1. Pengertian Pemalsuan Surat

Tindak pidana pemalsuan adalah kejahatan yang di dalamnya mengandung sistem
ketidakbenaran atau palsu atas suatu hal (objek) yang sesuatunya itu nampak dari
luar seolah-olah benar adanya, padahal sesungguhnya bertentangan dengan yang
sebenarnya.
Pengertian surat dalam hal ini adalah segala macam surat yang pembuatannya
dapat ditulis tangan, diketik, maupun menggunakan alat cetak. Sedangkan
pengertian surat palsu adalah membuat surat yang isinya tidak benar atau tidak
semestinya. Sebab itu, surat ini sejak mula penerbitannya sudah palsu atau isinya
tidak benar. Ini berbeda dengan perbuatan memalsukan surat.

Pengertian tindak pidana pemalsuan surat itu sendiri adalah perbuatan yang
dilakukan pelaku dengan cara mengubah surat asli sedemikian rupa, hingga isinya
menjadi lain dari aslinya. Misalnya, pelaku menghapus, mengurangi, menambah,
maupun merubah angka atau kata-kata yang tertera pada surat yang
dipalsukannya. Memalsukan tanda tangan serta mengganti foto orang lain menjadi
foto pelaku dalam suatu surat, termasuk kategori perbuatan pidana memalsukan
surat.

Menurut pengertian dalam KUHP, yang dapat menjadi objek dari tindak pidana
pemalsuan surat diatur dalam Bab XII buku II KUHP. Dari Pasal 263 sampai
dengan Pasal 276 yang dapat dibedakan menjadi 7 macam kejahatan pemalsuan
surat yakni:

23

a. Pemalsuan surat pada umumnya: bentuk pokok pemalsuan surat (Pasal 263).
b. Pemalsuan surat yang diperberat (Pasal 264).
c. Menyuruh memasukan keterangan palsu ke dalam Akta Autentik (Pasal 266).
d. Pemalsuan surat keterangan dokter (Pasal 267, 266).
e. Pemalsuan surat-surat tertentu (Pasal 267,266).
f. Pemalsuan surat keterangan pejabat tentang hak milik (Pasal 274).
g. Menyimpan bahan atau benda untuk pemalsuan surat (275).
h. Pasal 272 dan Pasal 273 telah dicabut melalui stb. 1926 No.359 jo.429. Pasal
tidak memuat rumusan kejahatan, melainkan tentang ketentuan dapat
dijatuhkan pidana tambahan berupa penjatuhan hak-hak tertentu berdasarkan
Pasal 35 Angka 1-4 bagi kejahatan pemalsuan surat.

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana Pemalsuan Surat
Pasal 263 KUHP ada dua kejahatan, masing-masing dirumuskan pada Ayat (1)
dan (2). Rumusan pada Ayat (1) terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:
a. Unsur subjektif dengan maksud untuk menggunakannya sebagai surat yang asli
dan tidak dipalsukan atau untuk membuat orang lain menggunakan orang
tersebut.
b. Unsur-unsur objektif yaitu barang siapa, membuat secara palsu atau
memalsukan, suatu surat yang dapat menimbulkan suatu hak dan perikatan atau
suatu pembebasan utang atau, suatu surat yang dimaksud untuk membuktikan
suatu kenyataan dan penggunaannya dapat menimbulkan suatu kerugian.
Sedangkan pada Ayat (2) mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:
a. Unsur-unsur obyektif : Perbuatan : Memakai

24

Yang objeknya surat palsu dan surat yang dipalsukan. Pemakaian surat tersebut
dapat menimbulkan kerugian bagi orang lain.
b. Unsur subyektif : Dengan sengaja.
Surat (grechrift) adalah suatu lembaran kertas yang diatasnya terdapat tulisan
yang terdiri dari kalimat dan huruf termasuk angka yang mengandung/berisi
buah pikiran atau makna tertentu, yang dapat berupa tulisan dengan tangan,
dengan mesin ketik, perinter komputer, dengan mesin cetakan dan dengan alat
dan cara apa pun.
Selain isi dan asalnya sebuah surat disebut surat palsu, apabila tanda tangannya
yang tidak benar, tanda tangan yang dimaksud disini termasuk tanda tangan
dengan menggunakan cap atau stempel tanda tangan. Hal ini dapat terjadi dalam
hal misalnya :
1. Membuat dengan meniru tanda tangan seseorang yang tidak ada orangnya,
seperti orang yang telah meninggal dunia atau secara fiktif (dikarang-karang);
2. Membuat dengan meniru tanda tangan orang lain baik dengan persetujuannya
ataupun tidak.

Sebelum tindak pidana pemalsuan ini dilakukan sebelumnya sudah ada sebuah
surat disebut surat asli. Kemudian pada surat yang asli ini, terhadap isinya
(termasuk tanda tangan dan nama si pembuat asli) dilakukan perbuatan
memalsukan yang akibatnya surat yang semula benar menjadi bertentangan
dengan kebenaran atau palsu. Kejahatan pemalsuan surat dibentuk dengan tujuan
untuk melindungi kepentingan hukum publik perihal kepercayaan terhadap
kebenaran atas isi 4 macam objek surat yakni :

25

a. Surat yang menimbulkan suatu hak : adanya suatu hak, melainkan hak itu
timbul dari adanya perikatan hukum (perjanjian) yang tertuang dalam surat itu,
tetapi ada surat-surat tertentu yang disebut surat formil yang langsung
melahirkan suatu hak tertentu, misalnya cek, bilyet giro, wesel, surat izin
mengemudi, ijazah dan lain sebagainya.
b. Surat yang menimbulkan suatu perikatan : berupa surat yang karena perjanjian
itu melahirkan hak. Misalnya surat jual beli melahirkan hak si penjual untuk
menerima uang pembayaran harga benda, dan pembeli mempunyai hak untuk
memperoleh atau menerima benda yang dibelinya.
c. Surat yang menimbulkan pembebasan hutang : Lahirnya pembebasan hutang
pada dasarnya disebabkan karena dan dalam hubungannya dengan suatu
perikatan. Misalnya suatu Kuitansi yang bersisi penyerahan sejumlah uang
tertentu dalam hal dan dalam hubungannya dengan misalnya jual beli, hutang
piutang dan lain sebagainya.
d. Surat yang diperuntukkan bukti mengenai sesuatu hal/keadaan tertentu :
didalamnya ada 2 hal yang perlu dibicarakan, mengenai diperuntuhkan sebagai
bukti dan tentang sesuatu hal.

Surat-surat yang masuk dan mempunyai kekuatan pembuktian sempurna akan
sesuatu hal adalah surat-surat yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang
berwenang dan dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang. Surat yang
memiliki kekuatan pembuktian sempurna seperti ini misalnya surat nikah, akta
kelahiran, vonis hakim, sertifikat hak atas tanah dan lain sebagainya. Sementara
itu perbuatan yang dilarang terhadap empat macam surat tersebut diatas adalah
pebuatan membuat surat palsu (valschelijk opmaaken) dan memalsu (vervalsen).

26

Hal yang menyebabkan hukuman tindak pidana pemalsuan surat diperberat
sebagaimana Pasal 264 KUHP terletak pada faktor macamnya surat. Surat-surat
tertentu yang menjadi objek kejahatan adalah surat-surat yang mengandung
kepercayaan yang lebih besar akan kebenaran isinya. Surat-surat itu mempunyai
derajat kebenaran yang lebih tinggi daripada surat-surat biasa atau surat lainnya.
Kebenaran akan isi dari macam-macam surat itulah yang menyebabkan diperberat
ancaman pidananya.25

C. Peranan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan

Fungsi hakim berbeda dengan pejabat-pejabat lain, ia harus benar-benar
menguasai hukum sesuai dengan sistem yang dianut Indonesia dalam pemeriksaan
di sidang pengadilan. Hakim harus aktif bertanya dan memberi kesempatan
kepada pihak terdakwa yang diwakili oleh Penasehat Hukum untuk bertanya
kepada saksi-saksi, begitu pula penuntut umum. Semua itu dimaksudkan untuk
menemukan kenbenaran materiil dan pada akhirnya hakimlah yang bertanggung
jawab atas segala yang diputuskannya.26

Ada lima hal yang menjadi tanggung jawab seorang hakim :
1. Justisialis Hukum
Yang dimaksud dengan Justisialis Hukum adalah mengadilkan. Jadi putusan
Hakim yang dalam praktiknya memperhitungkan kemanfaatan doel matigheid
perlu diadilkan. Makna dari hukum de zin van het recht terletak dalam
gerechtigheid keadilan.
25

Yayan Suhendri,Tindak Pidana Pemalsuan Surat,
http://yayansuhendri.blogspot.com/2012/12/tindak-pidana-pemalsuan-surat-dokumen.html,
17 Februari 2014, (20.00)
26
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta, Sapta Artha Jaya, 1996, hlm. 101.

27

2. Penjiwaan Hukum
Dalam berhukum rech doen tidak boleh merosot menjadi suatu adat yang
hampa tanpa jiwa, melainkan senantiasa diresapi oleh jiwa untuk berhukum.
Jadi Hakim harus memperkuat hukum dan harus tampak sebagai pembela
hukum dalam memberi keputusan.

3. Pengintegritasian Hukum
Hakim perlu senantiasa sadar bahwa hukum dalam kasus tertentu merupakan
ungkapan dari pada hukum pada umumnya. Oleh karena itu putusan Hakim
pada kasus tertentu tidak hanya perlu diadakan dan dijiwakan melainkan perlu
diintegrasikan dalam sistem hukum yang sedang berkembang oleh perundangundangan, peradilan dan kebiasaan.

4. Totalitas Hukum
Maksudnya yaitu menempatkan hukum keputusan hakim dalam keseluruhan
kenyataan. Hakim melihat dari dua segi hukum, dibawah ia melihat kenyataan
ekonomis dan sosial, sebaliknya di atas hakim melihat dari segi moral dan
religi yang menuntu nilai-nilai kebaikan dan kesucian. Kedua tuntutan itu perlu
dipertimbangkan oleh hakim dalam keputusan hukumnya, di saat itu juga segi
sosial-ekonomi menuntut pada Hakim agar keputusannya memperhitungkan
situasi dan pengaruh kenyataan sosial-ekonomis.

28

5. Personalisasi Hukum
Personalisasi

Hukum

ini

mengkhususkan

keputusan

pada

personal

(kepribadian) dari para pihak yang mencari keadilan dalam proses. Perlu
diingat dan disadari bahwa mereka yang berperkara adalah manusia yang
berpribadi yang mempunyai keluhuran. Dalam personalisasi hukum ini
memuncukan tanggung jawab Hakim sebagai pengayom (pelindung), disini
Hakim dipanggil untuk bisa memberikan pengayoman kepada manusiamanusia yang wajib dipandang

Dokumen yang terkait

ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI SECARA BERSAMASAMA (Studi Kasus No. 862/PID/B2010/PNTK)

0 4 51

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA INCEST (Studi Putusan No.24/Pid.B/2012/PN.KLD)

3 21 44

ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR: 30/PID/2013/PT.TK)

0 33 77

ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR: 30/PID/2013/PT.TK)

0 16 59

ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERBANKAN DALAM PERKARA NOMOR: 483/Pid.Sus./2013/PN.TK

0 4 60

ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA DI BAWAH PIDANA MINIMAL KHUSUS TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN TERHADAP ANAK (Studi Perkara Nomor: 168/Pid.B/2013/PN.TK)

0 7 78

ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT (STUDI KASUS PUTUSAN NO.30/PID/2013/PT.TK)

0 2 11

ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN BEBAS TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERUSAKAN (Studi Perkara Nomor: 892/Pid.B/2014/PN.Tjk.)

0 1 15

ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI PAJAK KENDARAAN BERMOTOR (Studi Putusan Nomor: 18/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Tjk)

0 1 15

FAKTOR-FAKTOR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI PENGADILAN NEGERI YOGYAKARTA

0 1 18