ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN BEBAS TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERUSAKAN (Studi Perkara Nomor: 892/Pid.B/2014/PN.Tjk.)

ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN BEBAS TERHADAP PELAKU

  

TINDAK PIDANA PERUSAKAN

(Studi Perkara Nomor: 892/Pid.B/2014/PN.Tjk.) (Jurnal Skripsi) Oleh LILA ALFHATRIA HAYUMI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

  

ABSTRAK

ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM

MENJATUHKAN PUTUSAN BEBAS TERHADAP PELAKU

TINDAK PIDANA PERUSAKAN

(Studi Perkara Nomor: 892/Pid.B/2014/PN.Tjk.)

Oleh

  

Lila Alfhatria Hayumi, Eko Raharjo, Budi Rizki Husin

Email: lilamalikilatief@gmail.com.

  Pelaku tindak pidana perusakan terhadap barang secara bersama-sama seharusnya dipidana sebagaimana diatur Pasal 170 ayat (1) KUHP, tetapi dalam Putusan Nomor: 892/Pid.B/2014/PN.Tjk, hakim justru menjatuhkan pidana bebas terhadap terdakwa. Permaslaahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah dasar pertimbangan hukum hakim dalam memutus bebas pelaku tindak pidana perusakan pada Perkara Nomor: 892/Pid.B/2014/ PN.Tjk? (2) Sudah tepatkah putusan bebas yang dijatuhkan hakim terhadap pelaku tindak pidana perusakan ditinjau dari rasa keadilan secara substantif? Pendekatan penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dan empiris. Narasumber penelitian terdiri dari Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan bebas terhadap pelaku tindak pidana perusakan terhadap barang adalah pertimbangan yuridis yaitu terpenuhinya minimal dua alat bukti dalam persidangan, hakim menilai bahwa terdapat alasan pembenar, alasan pemaaf dan alasan penghapusan penuntutan bagi hakim dalam menjatuhkan bebas, sehingga sesuai dengan teori dasar pertimbangan hakim yaitu teori keseimbangan. Selain itu hakim juga melihat peristiwa yang melatar belakangi perbuatan pidana tersebut secara keseluruhan serta sikap dan perbuatan terdakwa sehari-harinya dalam masyarakat. (2) Putusan pengadilan yang menjatuhkan bebas terhadap pelaku tindak pidana perusakan terhadap barang dipandang belum sesuai dengan rasa keadilan pidana perusakan terhadap barang oleh terdakwa.

  Kata Kunci: Dasar Pertimbangan Hakim, Putusan Bebas, Tindak Pidana Perusakan

  

ABSTRACT

ANALYSIS ON BASIS OF JUDGE'S JUDICIAL CONSIDERATION

  

IN IMPOSING FREE DECISION TOWARD PERPETRATORS

OF DESTRUCTION CRIME

(Case Study Number: 892/Pid.B/2014/PN.Tjk.)

By

LILA ALFHATRIA HAYUMI

  

The perpetrator of the crime of destruction of goods jointly should be punished as

stipulated in Article 170 paragraph (1) of the Criminal Code, but in Decision Number:

892/Pid.B/2014/PN.Tjk, the judge actually imposed a free sentence against the defendant.

Problems in this research are: (1) What is basis of judge's judicial consideration in

imposing free decision toward perpetrators of destruction crime in Case Number:

892/Pid.B/2014/PN.Tjk? (2) Is it correct that the free judgment handed down by judges

against the perpetrators of criminal acts of destruction is viewed from a sense of justice

substantively? The research approach used is juridical normative and empirical. The

research sources consist of District Court Judge Tanjung Karang, Attorney at State

Attorney of Bandar Lampung and Lecturer of Criminal Law Unit of Unila Law Faculty.

The data collection procedure was done by literature study and field study. The data

obtained are then analyzed qualitatively. The results of this study indicate: (1) The basis

of judge's judicial consideration in imposing free decision toward perpetrators of

destruction crime is juridical judgment, namely the fulfillment of at least two evidences in

the trial, the judge considers that there is justification, the reason for forgiveness and the

reason for the elimination of prosecution for the judge in dropping freely, so in

accordance with the basic theory of judge consideration is the theory of equilibrium. In

addition, the judge also saw the events behind the criminal act as a whole and the attitude

and deeds of daily defendants in society. (2) Decisions of the court that freely impunity

against the perpetrators of the crime of destruction of goods are considered not in

accordance with the sense of community justice because the judge is less sensitive to the

Keywords: Judge Consideration Basis, Free Decision, Destruction Crime

I. Pendahuluan

  Hukum pada dasarnya memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, karena hukum bukan hanya menjadi parameter untuk keadilan, keteraturan, ketentraman dan ketertiban, tetapi juga untuk menjamin adanya kepastian hukum. Pada tataran selanjutnya, hukum semakin diarahkan sebagai sarana kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.

1 Peranan hukum menjadi sangat penting

  untuk mengatur hubungan masyarakat sebagai warga negara, baik hubungan antara sesama manusia, hubungan manusia dengan kebendaan, manusia dengan alam sekitar dan menusia dengan negara, tetapi pada kenyataannya ada manusia yang melanggar hukum atau melakukan tindak pidana.

  Tindak pidana merupakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang dan patut dipidana sesuai dengan kesalahannya sebagaimana dirumuskan undang-undang. Orang yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggung jawabkan perbuatannya dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan

  diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah dilakukan secara bersama-sama, sebagaimana diatur dalam Pasal 170 ayat (1) KUHP yaitu barang siapa secara terang-terangan dan secara bersama- 1 Andi Hamzah. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana . Ghalia Indonesia Jakarta. sama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.

  Orang yang melakukan tindak pidana akan mempertanggungjawabkan perbuatan tersebut dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukan pandangan normatif mengenai tindak pidana.

  3 Setiap pelaku tindak pidana harus

  mempertanggungjawabkan perbuatannya di depan hukum yang berlaku. Pertanggungjawaban pidana menurut Barda Nawawi Arief mengandung asas kesalahan (asas culpabilitas), yang didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas kesalahan yang didasarkan pada nilai keadilan harus disejajarkan berpasangan dengan asas legalitas yang didasarkan pada nilai kepastian. Walaupun Konsep berprinsip bahwa pertanggungjawaban pidana berdasarkan kesalahan, namun dalam beberapa hal tidak menutup kemungkinan adanya pertanggungjawaban pengganti (vicarious liability ) dan pertanggungjawaban yang ketat (strict

2 Salah satu jenis tindak pidana yang

  liability ). Masalah kesesatan (error) baik

  kesesatan mengenai keadaannya (error hukumnya sesuai dengan konsep merupakan salah satu alasan pemaaf sehingga pelaku tidak dipidana kecuali

  3 Barda Nawawi Arief. Bunga Rampai kesesatannya itu patut dipersalahkan kepadanya

4 Tindak pidana perusakan terhadap

  barang yang dilakukan secara bersama- sama terdapat dalam Putusan Nomor 892/Pid.B/2014/PN.Tjk, dengan terdakwa Sumino Bin Suharto, melakukan perusakan terhadap barang berupa tembok beton. Perbuatan ini dilakukan pada tanggal 15 Maret 2014 pukul 23.30 Wib, Terdakwa bersama- sama dengan Saksi Bayu Trianto dan Saksi Samino alias Samin bin Suharto mendatangi pagar tembok beton milik PT. Pundi yang berada di Kelurahan Way Laga, Kecamatan Sukabumi, Bandar Lampung, dengan menggunakan sebuah mobil Daihatsu Feroza berwarna merah dengan Nomor Polisi BE.1169.G milik Terdakwa. Sesampainya di areal pagar tembok beton milik PT. Pundi Terdakwa bersama-sama dengan Saksi Bayu Trianto dan Saksi Samino alias Samin bin Suharto langsung mengikat pagar tembok beton tersebut dengan tali tambang berwarna putih dan biru yang sebelumnya telah dipersiapkan oleh Terdakwa di dalam mobilnya. Saksi Samino alias Samin bin Suharto mengikat salah satu ujung tali tambang pada pagar beton dan Saksi bayu Trianto mengikat ujung tali lain ke bamper belakang mobil Terdakwa. Sedangkan Terdakwa bertugas untuk menarik tambang yang telah diikatkan tersebut sehingga mengakibatkan pagar beton tersebut rubuh dan hancur sepanjang 5 m. Perbuatan ini telah menimbulkan 4 Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan

  Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,

  kerugian Saksi Minggus bin H. Abdul Rohman selaku pihak yang mendapatkan tender pengerjaan pagar beton PT. Pundi sebesar Rp.7.000.000,00 (tujuh juta rupiah).

  Dakwaan Jaksa Penuntut Umum terhadap pelaku adalah perbuatan Terdakwa dinyatakan telah melakukan perbuatan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 170 ayat (1) KUHP. Selanjutnya Jaksa Penuntut Umum menuntut Terdakwa yang pada pokoknya meminta majelis hakim yang menangani perkara ini menjatuhkan pidana sebagai berikut:

  1. Menyatakan Terdakwa Eko Setiawan bin Darjo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “perusakan terhadap barang secara bersama- sama” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 170 ayat (1) KUHP sebagaimana yang telah diuraikan dalam dakwaan Penuntut Umum.

  2. Menjatuhkan pidana penjara kepada Terdakwa Eko Setiawan bin Darjo selama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan sementara dengan perintah agar Terdakwa tetap ditahan.

  Majelis Hakim yang menangani perkara 892/Pid.B/2014/PN.Tjk, justru menjatuhkan pidana bebas terhadap terdakwa dengan amar putusan sebagai berikut:

  1. Menyatakan Terdakwa Eko Setiawan Bin Sudarjo tersebut diatas, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana didakwakan dalam Dakwaan Tunggal Penuntut Umum.

  2. Membebaskan Terdakwa oleh karena itu dari Dakwaan Penuntut Umum tersebut.

  Terdakwa dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan ini diucapkan.

3. Memerintahkan

  4. Memulihkan hak-hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya. Sesuai dengan dakwaan tersebut maka terlihat adanya ketidaksamaan pandangan antara Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Majelis Hakim dalam menentukan unsur-unsur tindak pidana perusakan terhadap barang secara bersama-sama, sehingga majelis hakim justru memutus bebas terdakwa. Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan dalam penelitian ini adalah: a.

  Apakah dasar pertimbangan hukum hakim dalam memutus bebas pelaku tindak pidana perusakan pada Perkara Nomor: 892/Pid.B/2014/ PN.Tjk? b. Apakah putusan bebas yang dijatuhkan hakim terhadap pelaku tindak pidana perusakan sudah memenuhi rasa keadilan secara substantif?

  Penelitian ini menggunakan pendekatan Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif.

  II. Pembahasan A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Memutus Bebas Pelaku Tindak Pidana Perusakan pada Putusan Nomor: 892/Pid.B/2014/PN.Tjk

  Terdakwa Eko Setiawan Bin Darjo dalam Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor 892/Pid.B/2014/PN.TJK, terbukti melakukan tindak pidana perusakan terhadap barang. Akibat dari perbuatan tersebut adalah korban mengalami kerugian sebesar Rp7.000.000, namun dalam amar putusannya Majelis Hakim memutus bebas pada terdakwa. Secara yuridis hakim dalam hal menjatuhkan pidana kepada terdakwa tindak pidana tidak boleh menjatuhkan pidana kecuali dengan sekurang- kurangnya dua alat bukti yang sah, sehingga hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya (Pasal 183 KUHAP). Alat bukti sah yang dimaksud adalah: (a) Keterangan Saksi. (b) Keterangan Ahli. (c) Surat. (d). Petunjuk. (e) Keterangan Terdakwa, atau hal yang secara umum sudah diketahui sehingga tidak perlu dibuktikan (Pasal 184 KUHAP). Pasal 185 ayat (2) KUHAP menyebutkan tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya, sedangkan dalam Pasal 185 ayat (3) dikatakan ketentuan tersebut tidak berlaku apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya (unus testis nullus testis). Saksi sehingga apabila terdapat alat bukti yang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 185 ayat (3), maka hal itu cukup untuk menuntut pelaku tindak pidana. Pertimbangan yang bersifat yuridis adalah pertanggungjawaban hakim yang didasarkan pada faktor-faktor yang terungkap di dalam persidangan dan oleh undang-undang telah ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat di dalam putusan.

  Pertimbangan yang bersifat yuridis di antaranya sebagai berikut: a.

  Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Dakwaan merupakan dasar hukum acara pidana karena berdasarkan itulah pemeriksaan di persidangan dilakukan (Pasal 143 ayat (1) KUHAP). Dakwaan berisi identitas terdakwa juga memuat uraian tindak pidana serta waktu dilakukannya tindak pidana dan memuat pasal yang dilanggar (Pasal 143 ayat (2) KUHAP).

  b.

  Keterangan saksi. Merupakan alat bukti seperti yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP. Sepanjang keterangan itu mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri ia lihat sendiri dan alami sendiri, dan harus disampaikan dalam sidang pengadilan dengan mengangkat sumpah.

  c.

  Keterangan terdakwa. Menurut

  Pasal 184 KUHAP butir e keterangan terdakwa digolongkan sebagai alat apa yang dinyatakan terdakwa di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau yang ia alami sendiri.

  d.

  Barang-barang Bukti Benda tersangka atau terdakwa yang seluruhnya atau sebagian diduga atau diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana.

  e.

  Pasal-pasal yang didakwakan. Hal yang sering terungkap di persidangan adalah pasal-pasal yang dikenakan untuk menjatuhkan pidana kepada terdakwa. Pasal-pasal ini bermula dan terlihat dalam surat dakwaan yang diformulasikan oleh penuntut umum sebagai ketentuan hukum tindak pidana yang dilanggar oleh terdakwa.

  Majelis hakim menimbang bahwa dakwaan jaksa penuntut umum adalah terdakwa tindak pidana perusakan terhadap barang sebagaimana diatur dalam Pasal 170 ayat (1) KUHP. Jaksa Penuntut Umum dalam menuntut Terdakwa yang pada pokoknya meminta majelis hakim yang menangani perkara ini menjatuhkan pidana sebagai berikut: (1)

  Menyatakan Terdakwa Eko Setiawan bin Darjo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “perusakan terhadap barang secara bersama- sama” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 170 ayat (1) KUHP sebagaimana yang telah diuraikan dalam dakwaan Penuntut Umum. (2)

  Menjatuhkan pidana penjara kepada selama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan sementara dengan perintah agar Terdakwa tetap ditahan. Majelis Hakim yang menangani perkara

  892/Pid.B/2014/PN.Tjk, menimbang bahwa untuk menentukan seseorang bersalah melakukan tindak pidana haruslah dibuktikan terlebih dahulu keseluruhan unsur-unsur pasal yang didakwakan Penuntut Umum terhadap Terdakwa. Menimbang bahwa Terdakwa telah didakwa Penuntut Umum dengan Dakwaan Tunggal melanggar Pasal 170 ayat (1) KUHP yang unsur-unsurnya adalah: 1.

  Unsur barang siapa Menimbang bahwa yang dimaksud barang siapa adalah orang atau siapa saja yang menjadi subyek hukum pidana, yang melakukan suatu tindak pidana dan diancam pidana, dan kepadanya dapat dimintai pertanggung-jawaban pidana sebagai akibat dari perbuatannya, serta tidak ada alasan pemaaf ataupun pembenar yang menghapuskan ancaman pidananya, yang dalam perkara ini dihadapkan seorang Terdakwa bernama Eko Setiawan Bin Sudarjo yang kebenaran identitasnya telah diperiksa dan sesuai dengan yang tersebut dalam surat dakwaan Penuntut Umum, dan selama proses persidangan Terdakwa adalah orang yang sehat jasmani maupun rahani sehingga selaku subyek hukum Terdakwa dipandang mampu memper- tanggung-jawabkan. Menimbang bahwa dengan demikian unsur ke- 1 “barang siapa” telah terpenuhi.

  Unsur dengan sengaja dimuka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang. Menimbang bahwa suatu kesengajaan tentunya berhubungan dengan sikap bathin seseorang yang didakwa melakukan suatu tindak pidana, dan mudah untuk menentukan sikap bathin seseorang atau membuktikan adanya unsur kesengajaan dalam perbuatan seseorang yang didakwa melakukan suatu tindak pidana, atau ringkasnya adalah hal yang sulit untuk menentukan apakah kesengajaan itu benar-benar ada pada diri sipelaku, lebih-lebih bagaimanakah keadaan bathinnya pada waktu orang tersebut melakukan tindak pidana, oleh karena itulah sikap bathinnya tersebut, harus disimpulkan dari keadaan lahir yang tampak dari luar, dengan cara Majelis Hakim harus mengobjektifkan adanya unsur kesengajaan tersebut, dengan berpedoman pada teori ilmu pengetahuan hukum, untuk sampai pada suatu kesimpulan apakah perbuatan Terdakwa merupakan suatu sebab ataukah akibat dari suatu peristiwa pidana yang mesti dialaminya. Menimbang bahwa yang dimaksud dengan sengaja atau Opzet adalah willen

  en wetens dalam artian pembuat harus

  menghendaki (Willen) melakukan perbuatan tersebut dan juga harus mengerti (Weten) akan akibat daripada perbuatan itu.

  Menimbang bahwa melakukan kekerasan diartikan sebagai mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmaniah yang tidak kecil secara tidak sah, misalnya memukul dengan tangan atau dengan segala macam senjata, yang dilakukan secara bersama-sama di depan umum dalam suatu tujuan yang sama. Pelaku dipandang telah melakukan perbuatan perusakan apabila ada perbuatan atau tindakan dari si pelaku tersebut, sehingga orang yang hadir di tempat terbuka dan tidak melakukan perbuatan maka tidak dapat dikenakan sebagai telah melakukan kekerasan.

  Menimbang bahwa Saksi Mingus dan Rianto selaku pemilik proyek pemagaran tembok beton PT. Pundi Intisari telah mendapat laporan dari Ketua RT. Kampung Way Laga yang bernama Bahrudin yang mengatakan bahwa pagar beton milik PT. Pundi Intisari yang terletak di jalan Wala Jaya Kelurahan Way Laga, Panjang, Bandar Lampung telah dirobohkan oleh orang yang tidak diketahui siapa pelakunyapada hari Sabtu, tanggal 15 Maret 2014 sekira jam 23.30 Wib.

  Saksi Hafitulrohman selaku penjaga malam PT. Pundi Intisari dalam keterangannya menyatakan pada malam kejadian perobohan pagar beton tersebut ia berada di lokasi dan dari jarak 5 meter ia melihat pagar beton tersebut roboh ditarik mobil Daihatsu Ferosa warna merah milik Terdakwa, dan sekira jam

  21.00 Wib sebelum terjadinya perobohan tembok beton tersebut Saksi Hafitulrohman melihat Terdakwa bersama kawan-kawannya nongkrong di area pagar tembok yang dirobohkan tersebut, akan tetapi Saksi Hafitulrohman tidak mengetahui siapa pelaku yang telah merobohkan tembok tersebut, sementara Saksi Rudy Julianto dirinya melihat Terdakwa bersama dengan Sdr. Bayu dan Samino merubuhkan tembok beton dalam jarak 6 meter, namun ia tidak berani mendekat karena merasa takut dengan Terdakwa.

  Saksi Ryan dalam keterangannya Wib telah datang ke lapangan bola Kampung Way Laga untuk mengambil motor miliknya yang dipinjam Sdr.

  Samino, pada waktu ia Saksi Ryan mengambil motor tersebut tidak dilihatnya Terdakwa berada disitu, akan tetapi memang ada beberapa orang yang tidak terperhatikan olehnya karena disekitar lapangan bola tersebut keadaannya gelap. Saksi Samino dan Bayu keduanya merupakan Terdakwa yang dilakukan pemeriksan secara terpisah dalam keterangannya menyatakan bahwa Terdakwa pada jam

  21.00 Wib telah pulang diantar oleh Sdr. Bayu, dan mereka berdua mengakui sebagai orang yang telah melakukan perobohan pagar tembok beton milik PT. Pundi Intisari karena merasa kecewa lapangan bola yang biasanya digunakan mereka bermain bola sudah dipagari oleh PT. Pundi Intisari.

  Menimbang bahwa dipersidangan telah diperlihatkan barang bukti berupa 1 unit mobil Daihatsu Feroza nomor polisi BE. 1169.G berikut 2 utas tali tambang warna putih dan biru yang menurut Saksi Hafitulrohman, Rudy Julianto, Samino dan Bayu telah digunakan untuk merobohkan pagar beton dengan cara mengikat tiang beton pagar dengan tali tambang yang diikatkan ke bumper mobil yang kemudian ditarik hingga pagar menjadi roboh. atas, Majelis Hakim mendapati fakta yang bertentangan diantara Para Saksi, yaitu Saksi Rudy Julianto dalam jarak 6 meter melihat Terdakwa melakukan perubuhan pagar bersama-sama dengan Saksi Samino dan Bayu, sementara Saksi Hafitulrohman tidak mengetahui secara merobohkan pagar tembok beton sekalipun dilihatnya dalam jarak 5 meter, adapun Saksi Samino dan Bayu menyatakan bahwa mereka berdua sekira jam

  23.30 Wib telah melakukan perobohan tembok pagar beton milik PT. Pundi Intisari sedangkan Terdakwa tidak ikut serta karena ia Terdakwa sudah pulang ke rumah diantar oleh Sdr. Bayu sekira pukul 21.00 Wib.

  Menimbang bahwa dengan demikian hanya 2 orang Saksi saja yang melihat keberadaan Terdakwa pada waktu terjadinya perobohan tembok beton tersebut, yaitu Saksui Rudy Julianto dan Hafitulrohman. namun Saksi Hafitulrohman tidak melihat secara pasti siapa pelaku yang telah merobohkan tembok beton tersebut akan tetapi ia melihat Terdakwa sekira jam 21.00 Wib berada di area tembok yang dirobohkan tersebut saat sedang jalan melintas di area tersebut, sedangkan Saksi Rudy dalam jarak yang lebih jauh 1 meter dari Saksi Hafitulrohman dapat melihat secara jelas bahwa Terdakwa ikut serta melakukan perobohan tembok. Menimbang bahwa keterangan Saksi Hafitulrohman bila dikaitkan dengan keterangan Saksi Ryan yang datang ke area tempat dirobohkannya tembok beton terdapat persesuaian diantara mereka, yaitu sama-sama tidak mengetahui secara pasti siapa orang- tembok beton yang dirubuhkan,karena menurut Saksi Ryan di lokasi tersebut keadaannya gelap. Dengan demikian keterangan Saksi Rudy yang menyebutkan dirinya melihat Terdakwa di lokasi tembok pagar beton diragukan kebenarannya dan oleh karenanya bahwa dengan demikian Terdakwa sudah dapat dipastikan pada waktu terjadinya peristiwa perobohan tembok beton tersebut tidak berada di lokasi tersebut, hal mana bersesuaian dengan keterangan saksi Bayu dan Samino serta keterangan 2 (dua) orang saksi yang tidak disumpah yaitu Saksi Siti Hasanah yang merupakan istri dari Terdakwa dan Saksi Darjo yang merupakan mertua Terdakwa, namun demikian menjadi pertanyaan. apakah Terdakwa tidak termasuk salah seorang yang terlibat dalam perusakan pagar tembok milik PT. Pundi Intisari, terlebih lagi bila dikaitkan dengan alat yang digunakan untuk merobohkan pagar tersebut berupa mobil adalah milik Terdakwa.

  Terdakwa dalam keterangannya menyebutkan bahwa mobil Daihatsu Feroza yang menjadi miliknya tersebut keseharian dipakai dan atau dibawa oleh Saksi Bayu Trianto yang merupakan salah satu karyawan Terdakwa. Menimbang bahwa menjadi pertanyaan tentunya. bagaimana seorang karyawan diberikan keleluasaan menggunakan mobil pribadi untuk digunakan keseharian bagi karyawan tersebut. Terkait keterangan Saksi Bayu, Samino dan Terdakwa yang sama-sama menyatakan bahwa Terdakwa tidak berada di tempat pada saat terjadinya perobohan tembok beton karena sudah diantar pulang oleh Saksi Bayu ke bahwa rentang waktu Terdakwa pulang sekira jam 21.00 Wib dengan terjadinya perobohan tembok sekira jam 23.30 Wib hanya terpaut 2 jam 30 menit, dalam waktu yang sangat singkat tersebut apakah dapat terjadi kesepakatan bersama untuk melakukan perobohan rasa kecewa disebabkan arena bermain bola yang biasanya dipakai oleh warga sekitar telah dilakukan pemagaran. Adanya kesepakatan bersama untuk merobohkan tembok beton tidaklah dapat dilakukan dengan pemikiran yang singkat, terkait hal tersebut Majelis Hakim melihat keberadaan Terdakwa bersama-sama dengan Saksi Samino dan Bayu bersama rekan-rekan mereka yang lain bernama Sardi dan Robot yang tidak dijadikan Saksi dalam perkara aquo. tidak tertutup kemungkinan membicarakan kekecewaan warga atas area lapangan bola yang sudah cukup lama digunakan mereka bermain bola menjadi hilang karena dibangunnya tembok pagar beton.

  Oleh karena rentang waktu pemikiran bersama untuk melakukan perobohan tembok beton terjadi pada waktu yang sangat singkat dan untuk perobohan tembok beton tersebut menggunakan kendaraan milik Terdakwa yang dibawa oleh Saksi Bayu Trianto setidaknya terdapat hubungan causa (sebab akibat) sampai terjadinya peritiwa perobohan tembok tersebut, namun sebagaimana disebutkan dalam uraian pengertian tentang kekerasan di atas. bahwa kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama dimuka umum dapat terjadi apabila sipelaku telah melakukan perbuatan tersebut. Oleh karena kejadian saat peristiwa perobohan tembok beton terjadi, maka dengan demikian Terdakwa tidak dapat dikatakan sebagai orang yang telah melakukan kekerasan, sehingga dengan demikian unsur ke-

  2 “dengan sengaja dimuka umum bersama-sama melakukan tidak terpenuhi oleh perbuatan Terdakwa.

  Majelis Hakim menimbang bahwa oleh karena salah satu unsur dalam Dakwaan Tunggal Penuntut Umum tidak terpenuhi oleh perbuatan Terdakwa, maka Terdakwa haruslah dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana dan oleh karenanya Terdakwa harus dibebaskan dari Dakwaan Tunggal Penuntut Umum tersebut. Oleh karena Terdakwa dibebaskan maka haruslah dipulihkan hak-hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya. Menimbang bahwa oleh karena Terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya dan Terdakwa berada dalam tahanan maka diperintahkan untuk dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan ini diucapkan. Menimbang bahwa terhadap barang bukti berupa 1 unit mobil Daihatsu Feroza warna merah dengan nomor polisi BE.1169.G pada saat berlangsungnya persidangan telah diajukan permohonan pinjam pakai oleh PT. Internusa Tribuana Citra Multi Finance yang berdasarkan bukti angsuran pembayaran (terlampir) baru dilakukan 6 kali angsuran dari 23 kali kewajiban angsuran yang harus dibayarkan, dan terhitung sejak jatuh kali menunggak angsuran pembayaran, sehingga dengan demikian mobil Daihatsu Feroza warna merah dengan nomor polisi BE.1169.G haruslah dikembalikan kepada oleh PT. Internusa Tribuana Citra Multi Finance, adapun 2 utas tali tambang yang telah digunakan haruslah dinyatakan dirampas untuk dimusnahkan. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka Majelis Hakim dalam Putusan Nomor: 892/Pid.B/2014/PN.Tjk, menjatuhkan pidana bebas terhadap terdakwa dengan amar putusan sebagai berikut: (1)

  Menyatakan Terdakwa Eko Setiawan Bin Sudarjo tersebut diatas, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam Dakwaan Tunggal Penuntut Umum. (2)

  Membebaskan Terdakwa oleh karena itu dari Dakwaan Penuntut Umum tersebut. (3)

  Memerintahkan Terdakwa dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan ini diucapkan.

  (4) Memulihkan hak-hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya.

  Berkaitan dengan penjatuhan bebas maka hal yang dipertimbangkan adalah bebas akan memberikan kesempatan kepada terpidana untuk memperbaiki dirinya di masyarakat, sepanjang kesejahteraan terpidana dalam hal ini dipertimbangkan segala hal yang lebih utama dari pada resiko yang mungkin diderita oleh masyarakat, seandainya terpidana dilepas dimasyarakat. Terpidana dalam bebas dapat melakukan dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat dan akan mencegah terjadinya stigma yang diakibatkan oleh pidana perampasan kemerdekaan. Status pidana dapat digolongkan menjadi pidana pokok dan pidana tambahan,

  KUHP, yang tidak mencantumkan bebas baik sebagai pidana pokok maupun pidana tambahan, tetapi yang ditentukan, dirumuskan pada Pasal 14 a-f KUHP, merupakan suatu syarat pelaksanaan pidana penjara, kurungan bukan pengganti pidana denda. Hakim dalam praktek peradilan pidana tidak sedikit yang menjatuhkan pidana penjara atau kurungan yang pelaksanaannya ditangguhkan dengan syarat-syarat umum dan khusus. Praktek peradilan pidana semacam ini perlu mempertimbangkan keadilan dan kepastian hukum. Pembinaan terpidana di luar penjara atau bebas tidak dapat dipisahkan dari perkembangan sistem kepenjaraan secara bertahap. Hakim yang menjatuhkan bebas harus teliti dan berhati-hati dengan menghubungkan minimum pidana umum dan maksimum pidana khusus pada rumusan delik, akan tetapi minimum pidana tidak hanya menentukan pidana minimum untuk berbagai macam pidana. walaupun sudah pasti terpidana melakukannya mengingat kenyataan, bahwa tindak pidana yang termasuk kualifikasi yang sama dapat sangat berbeda dalam beratnya. Sistem ini membuka jalan untuk mengkhususkan beratnya pidana yang akan dijatuhkan. Berdasarkan uraian di atas maka penulis dapat menganalisis bahwa dasar menjatuhkan bebas terhadap pelaku tindak pidana perusakan terhadap barang, sesuai dengan salah satu teori dasar pertimbangkan hakim, khususnya teori keseimbangan. Menurut Mackenzie, yang dimaksud dengan keseimbangan disini keseimbangan undang-undang dan kepentingan pihak- pihak yang tersangkut atau berkaitan dengan perkara, yaitu antara lain seperti adanya keseimbangan yang berkaitan dengan masyarakat dan terdakwa 5 Hakim sesuai dengan teori keseimbangan tersebut mempertimbangkan bawha putusan bebas terhadap pelaku tindak pidana perusakan terhadap barang telah seimbang antara dasar yuridis yaitu terpenuhinya minimal dua alat bukti dalam persidangan, hakim menilai bahwa terdapat alasan pembenar, alasan pemaaf dan alasan penghapusan penuntutan bagi hakim dalam menjatuhkan bebas. Selain itu hakim juga melihat peristiwa yang melatar belakangi perbuatan pidana tersebut secara keseluruhan serta sikap dan perbuatan terdakwa sehari-harinya dalam masyarakat. Pemidanaan tidak hanya untuk menimbulkan efek jera pada pelakunya tetapi lebih penting lagi agar terdakwa menyadari perbuatannya tersebut salah, sehingga dengan sadar tidak akan mengulanginya lagi, terdakwa telah mengakui kesalahannya dan memiliki latar belakang kelakuan yang baik dalam hidup bermasyarakat.

  Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kelas

  IA Tanjung Karang dalam Putusan Nomor: 892/Pid.B/2014/PN.TJK, 5 Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim

  dalam Persfektif Hukum Progresif, Sinar Grafika. Jakarta 2010, hlm.103.

  memutus bebas terhadap Eko Setiawan Bin Darjo sebagai pelaku tindak pidana perusakan terhadap barang. Putusan bebas ini tidak sesuai dengan rasa keadilan masyarakat, karena perbuatan terdakwa mengakibatkan korban mengalami kerugian..

  Pandangan negatif masyarakat terhadap hakim dapat dihindari dengan memutus perkara secara adil dan teliti, sehingga tidak menimbulkan kesenjangan terhadap suatu putusan. Dari dalam diri hakim hendaknya lahir, tumbuh dan berkembang adanya sikap/sifat kepuasan moral jika keputusan yang dibuatnya dapat menjadi tolak ukur untuk kasus yang sama, sebagai bahan referensi bagi kalangan teoritis dan praktisi hukum serta kepuasan nurani jika sampai dikuatkan dan tidak dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung jika perkara sampai ke tingkat banding atau kasasi. Hakim dalam membuat putusan harus memperhatikan segala aspek di dalamnya, yaitu mulai dari perlunya kehati-hatian serta dihindari sedikit mungkin ketidakcermatan, baik bersifat formal maupun materiil sampai dengan adanya kecakapan teknik dalam membuatnya. 6 Ketentuan mengenai perumusan pidana maksimum dan minimum dikenal dengan pola pemidanaan baru, yaitu minimum khusus dengan tujuan untuk menghindari adanya disparitas pidana yang sangat mencolok untuk tindak pidana yang secara hakiki tidak berbeda kualitasnya, lebih mengefektifkan pengaruh prevensi umum, khususnya 6 Lilik Mulyadi, Kekuasaan Kehakiman, Bina Ilmu, Surabaya, 2007, hlm.119.

B. Putusan Bebas Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perusakan dalam Perspektif Keadilan Substantif

  bagi tindak pidana yang dipandang membahayakan dan meresahkan masyarakat. Ketentuan mengenai pidana penjara menganut asas maksimum khusus dan minimum khusus. Pada prinsipnya, pidana minimum khusus merupakan suatu pengecualian, yaitu hanya untuk tindak pidana tertentu yang dipandang sangat merugikan, membahayakan, atau meresahkan masyarakat dan untuk tindak pidana yang dikualifikasi atau diperberat oleh akibatnya. Ketentuan mengenai pidana minimum (khusus) dan maksimum menegaskan bahwa terhadap kejahatan-kejahatan yang meresahkan masyarakat diberlakukan ancaman secara khusus. Penjatuhan pidana harus merupakan hal yang paling penting dipertimbangkan hakim, karena menyangkut kepentingan tersebut, yang berbeda dengan sanksi perdata atau administasi yang hanya berkenaan dengan sifat-sifat kebendaan. Pembebanan pidana harus diusahakan agar sesuai dan seimbang dengan nilai kesadaran hukum, nilai-nilai mana bergerak menurut perkembangan ruang, waktu dan keadaan yang mewajibkan pengenaan suatu nestapa yang istimewa sifatnya, sebagai suatu reaksi terhadap aksi dalam penjatuhan pidana. Hal utama bagi kepastian hukum yakni, adanya peraturan itu sendiri. tentang apakah peraturan itu harus adil dan mempunyai diluar pengutamaan nilai kepastian hukum. Dengan adanya nilai yang berbeda-beda tersebut, maka penilaian mengenai keabsahan hukum atau suatu perbuatan hukum, dapat berlain-lainan tergantung nilai mana yang dipergunakan. Tetapi umumnya nilai karena disitu diam-diam terkandung pengertian supremasi hukum.

  III. Penutup A. Kesimpulan 1.

  Dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan bebas terhadap pelaku tindak pidana perusakan terhadap barang adalah pertimbangan yuridis yaitu terpenuhinya minimal dua alat bukti dalam persidangan, hakim menilai bahwa terdapat alasan pembenar, alasan pemaaf dan alasan penghapusan penuntutan bagi hakim dalam menjatuhkan bebas, sehingga sesuai dengan teori dasar pertimbangan hakim yaitu teori keseimbangan. Selain itu hakim juga melihat peristiwa yang melatar belakangi perbuatan pidana tersebut secara keseluruhan serta sikap dan perbuatan terdakwa sehari-harinya dalam masyarakat.

  2. Putusan pengadilan yang menjatuhkan bebas terhadap pelaku tindak pidana perusakan terhadap barang dipandang belum sesuai dengan rasa keadilan masyarakat karena hakim kurang sensitif terhadap penderitaan korban akibat tindak pidana perusakan terhadap barang oleh terdakwa.

  B. Saran 1.

  Hakim yang menangani tindak pidana di masa yang akan datang diharapkan untuk mempertimbangkan fakta-fakta yang terjadi di lapangan sehingga dapat menjatuhkan pidana secara tepat sesuai dengan kesalahan yang

  2. Ketentuan Pasal 95 dan Pasal 97 KUHAP hendaknya diimplementasikan dalam hal pemulihan hak-hak terdakwa yang diputus bebas dan mempunyai kekuatan hukum tetap, disamping itu perlu adanya sosialiasasi atau informasi terhadap masyarakat luas mengenai hak-hak terdakwa apabila diputus bebas.

DAFTAR PUSTAKA

  Hamzah, Andi. 2001. Bunga Rampai

  Hukum Pidana dan Acara Pidana . Ghalia Indonesia

  Jakarta. Mulyadi, Lilik. 2007. Kekuasaan

  Kehakiman, Bina Ilmu,

  Surabaya Nawawi Arief, Barda. 2001. Masalah

  Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, PT. Citra Aditya

  Bakti, Bandung

  • . 2003. Bunga Rampai

  Kebijakan Hukum Pidana . PT Citra. Aditya Bakti. Bandung.

  Rifai, Ahmad. 2010. Penemuan Hukum

  oleh Hakim dalam Persfektif Hukum Progresif, Sinar Grafika.

  Jakarta