Beberapa Genotipe Cabai dan Ketahanannya terhadap Penyakit Antraknosa yang Disebabkan oleh Colletotrichum acutatum.

i

KERAGAAN BEBERAPA GENOTIPE CABAI
DAN KETAHANANNYA TERHADAP PENYAKIT
ANTRAKNOSA YANG DISEBABKAN OLEH
Colletotrichum acutatum

Oleh :
RYANDA RACHMAD MURDANI
A24080150

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

Abstract
The objective of this research is to determine the variability of 13 genotypes chili
from three groups and it’s resistance to anthracnose disease. The research was conducted
from November 2012 to May 2012 in the Laboratory of Plant Breeding and Experimental
Farm Leuwikopo, Bogor Agricultural University. Genotypes were tested using Randomized

Complete Block Design (RCBD) with three replications. Planting material was 9 genotype
curly chilies (IPB C179, IPB C183, IPB C186, IPB C187, IPB C191, IPB C192, IPB C196,
IPB C233, IPB C237), 2 genotype cayenne peppers (IPB C180, IPB C230), and 2 genotype
big chilies (IPB C235 dan C15). Inoculum used was PYK04, injected into chili fruit. The
results of this study indicate that genotypes with the highest productivity is IPB C179, IPB
C183, IPB C187, IPB C192, IPB C196 IPB, IPB C233. Genotypes can be used for
subsequent crosses because it has good productivity. Level of resistance to anthracnose
disease IPB C15 was the higher than other varieties that categorized as very susceptible.
Keywords : anthracnose resistance, Capsicum sp., Colletotrichum acutatum, performance

i

RINGKASAN

RYANDA RACHMAD MURDANI. Keragaan Beberapa Genotipe Cabai dan
Ketahanannya terhadap Penyakit Antraknosa yang Disebabkan oleh
Colletotrichum acutatum. (Dibimbing oleh MUHAMAD SYUKUR).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaan beberapa genotipe
cabai IPB serta ketahanannya terhadap penyakit antraknosa. Hipotesis yang
diajukan adalah terdapat galur cabai yang berdaya hasil tinggi dan galur cabai

yang memiliki ketahanan terhadap penyakit antraknosa
Penelitian dilakukan di dua lokasi yaitu pada Laboratorium Genetika dan
Pemuliaan Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian
IPB dan di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB Dramaga. Penelitian dilaksanakan
pada bulan November 2011 - Juli 2012.
Bahan tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah 13 galur cabai
IPB yaitu genotipe cabai keriting (IPB C179, IPB C183, IPB C186, IPB C187,
IPB C191, IPB C192, IPB C196, IPB C233 dan IPB C237), genotipe cabai rawit
(IPB C180 dan IPB C230), dan genotipe cabai besar (IPB C15 dan IPB C235).
Inokulum yang digunakan untuk menguji ketahanan cabai terhadap penyakit
antraknosa adalah Colletotrichum acutatum isolat PYK04 asal Payakumbuh.
Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Kelompok
Lengkap Teracak (RKLT), faktor tunggal, dengan tiga ulangan. Untuk melihat
perbedaan antar perlakuan dilakukan dengan uji lanjut dengan DMRT (Duncan’s
Multiple Range Test) pada taraf α = 5% dan uji kontras orthogonal pada taraf α =
5%.
Pengamatan dilakukan terhadap karakter kualitatif dan kuantitatif.
Pengamatan yang dilakukan pada uji ketahanan terhadap penyakit antraknosa
meliputi pengamatan kejadian penyakit (KP) dan diameter nekrosis.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa genotipe cabai dengan

produktivitas yang baik dari genotipe lainnya adalah IPB C179, IPB C183, IPB
C187, IPB C192, IPB C196, dan IPB C233. Uji ketahanan terhadap antraknosa
menunjukkan IPB C15 memiliki ketahanan yang paling baik dan masuk ke

ii

kategori moderat dibandingkan genotipe lainnya yang masuk kategori sangat
rentan terhadap Colletotrichum acutatum isolat PYK 04.
Hasil dari uji kontras jumlah buah dan bobot buah cabai menandakan
cabai besar memiliki jumlah buah per tanaman yang lebih rendah dibandingkan
dengan cabai keriting, akan tetapi cabai besar memiliki bobot buah per tanaman
yang lebih tinggi.

iii

KERAGAAN BEBERAPA GENOTIPE CABAI
DAN KETAHANANNYA TERHADAP PENYAKIT
ANTRAKNOSA YANG DISEBABKAN OLEH
Colletotrichum acutatum


Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

RYANDA RACHMAD MURDANI
A24080150

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

iv

Judul

: KERAGAAN BEBERAPA GENOTIPE CABAI DAN
KETAHANANNYA
ANTRAKNOSA


TERHADAP

YANG

DISEBABKAN

Colletotrichum acutatum
Nama

: RYANDA RACHMAD MURDANI

NIM

: A24080150

Menyetujui:
Pembimbing

Dr. Muhamad Syukur, SP. MSi
NIP : 19720102 200003 1 001


Mengetahui:
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr
NIP: 19611101 198703 1 003

Tanggal Lulus : 19 April 2013

PENYAKIT
OLEH

v

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jambi, Provinsi Jambi pada tanggal 12 Oktober 1991.
Penulis merupakan anak kedua dari Bapak Muryadi dan Ibu Nuraida.
Tahun 2003 penulis lulus dari SD Islam Al – Falah Jambi, kemudian

penulis menyelesaikan pendidikan di SMP N 1 Jambi selama 2 tahun dengan
mengikuti program akselerasi yang diselenggarakan pada sekolah tersebut dan
lulus pada tahun 2005, setelah itu penulis melanjutkan pendidikan di SMA N 1
Jambi. Pada tahun 2008 melalui jalur SNMPTN penulis diterima di Institut
Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Program Studi Agronomi dan Hortikultura.
Tahun 2008, penulis mengikuti Himpunan Mahasiswa Jambi. Pada tahun
2010 berpartisipasi pada koperasi mahasiswa Agronomi dan Hortikultura yang
dinamai dengan Agrohotplate sebagai staf di divisi Operasional Produk. Pada
tahun

2011

penulis

mengikuti

Program

Kreativitas


Mahasiswa

yang

diselenggarakan oleh Dikti dan memperoleh pendanaan untuk program PKM
Kewirausahaan dengan tema smoothie soy milk.

vi

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga penulis menyelesaikan penelitian dan skripsi yang berjudul “Keragaan
Beberapa Genotipe Cabai dan Ketahanannya terhadap Penyakit Antraknosa yang
Disebabkan oleh Colletotrichum acutatum” dengan baik.
Penulis telah banyak mendapatkan dukungan dari berbagai pihak selama
menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Muhamad Syukur, SP, MSi dan Alm Dr. Rahmi Yunianti, SP, MSi selaku
dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan arahan
selama penelitian hingga skripsi disusun.
2. Muryadi S.H. dan Nuraida S.Pd., orang tua penulis yang telah memberikan

seluruh kasih sayang dan dan dukungan terhadap penulis.
3. Keluarga besar Djambak Husein yang telah banyak memberikan kebahagiaan
tersendiri bagi penulis.
4. Dr. Ir. Ni Made Armini Wiendi, MSc selaku dosen pembimbing akademik
yang telah membimbing dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan urusan
akademik dengan baik.
5. Dr. Ir. Yudiwanti Wahyu, MS dan Dr. Dewi Sukma, SP, MSi selaku dosen
penguji yang telah memberi banyak saran dan masukkan yang bermanfaat.
6. Abdul Hakim SP, Tiara Yudilastri SP, Undang SP, Faradila Danasworo Putri
SP, Wulandari Kuswahariani SP, Agus Cahyadi Satiapurna, dan Pak Darwa
yang membantu penulis selama penelitian.
7. Erick Raynalta, Monica Cory Wiyoto, Yodi Marthin, Gusto Wiryawan, Abe
Eiko Juliana, Rotua Melisa, Christian Simanjuntak, Roberto Danieli, Raden
Rahardito,

Mochlisin Andriyanto,

Syhabuddin

Al Tapsi


yang telah

memberikan arti sebuah pertemanan.
8. Inessya Feronica, Virza Maradhika, Ivan Taufik, Misran, Kristian Edo
Zulfamy, Shanty Nathalia, Fahrul Irianto, Anggi Maniur, Mudita Natania yang
telah memberikan arti kekeluargaan.
Bogor, Maret 2013

Penulis

vii

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... ix
PENDAHULUAN ...................................................................................................1
Latar Belakang .....................................................................................................1
Tujuan...................................................................................................................2

Hipotesis ...............................................................................................................2
TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................................3
Asal dan Taksonomi Cabai ..................................................................................3
Botani dan Morfologi Cabai .................................................................................3
Syarat Tumbuh Cabai ...........................................................................................5
Antraknosa pada Cabai .........................................................................................5
Ketahanan Cabai terhadap Penyakit Antraknosa .................................................7
Pemuliaan Tanaman Cabai ...................................................................................8
BAHAN DAN METODE ......................................................................................10
Bahan dan Alat .......................................................................................................10
Metode Penelitian ...............................................................................................11
Pelaksanaan Penelitian .......................................................................................11
Pengamatan ........................................................................................................14
HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................................17
Kondisi Umum ...................................................................................................17
Karakter Kuantitatif ............................................................................................19
Karakter Kualitatif ..............................................................................................27
Kejadian Penyakit dan Diameter Nekrosis .........................................................30
KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................................32
Kesimpulan.........................................................................................................32
Saran ...................................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................33

viii

DAFTAR TABEL

Nomor
1. Nama dan asal 13 genotipe cabai………………………………….

Halaman
10

2. Kriteria ketahanan tanaman cabai terhadap antraknosa berdasarkan
kejadian penyakit …………………………......................................

16

3. Rekapitulasi sidik ragam karakter kuantitatif cabai……………….

19

4. Nilai tengah waktu berbunga dan waktu panen cabai……………..

20

5. Nilai tengah panjang dan bobot buah cabai………………………..

21

6. Nilai tengah diameter buah cabai………………………………….

22

7. Nilai tengah tinggi tanaman cabai, tinggi dikotomus cabai,
diameter batang cabai, dan lebar tajuk cabai………………………

23

8. Nilai tengah jumlah buah cabai…………………………………....

25

9. Nilai tengah bobot buah layak pasar cabai, bobot buah per tanaman
cabai, dan produktivitas cabai..…………………………………….

26

10. Hasil uji kontras jumlah buah cabai dan bobot buah per tanaman
cabai antara genotipe cabai rawit, cabai besar, dan cabai keriting…

27

11. Karakter bentuk buah, permukaan kulit buah, warna buah matang,
Dan warna buah muda cabai……………………………………….

28

12. Karakter bentuk kanopi cabai, warna daun cabai, dan bentuk
daun………………………………………………………………..

29

13. Karakter warna antera cabai, warna helai mahkota cabai, dan
warna kelopak cabai……………………………………………….

29

14. Kriteria ketahanan cabai terhadap penyakit antraknosa dan diameter
Nekrosis……………………………………………………………

30

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1. Data iklim Dramaga Bogor………………………………………...

38

2. Sidik ragam karakter umur panen cabai…..……………………….

38

3. Sidik ragam karakter umur berbunga cabai………………………..

38

4. Sidik ragam karakter tinggi tanaman cabai ……………………......

38

5. Sidik ragam karakter tinggi dikotomus cabai ……………………..

39

6. Sidik ragam karakter panjang buah cabai ……………………........

39

7. Sidik ragam karakter lebar tajuk cabai ……………………………

39

8. Sidik ragam karakter diameter buah – pangkal cabai ………….....

39

9. Sidik ragam karakter diameter buah – tengah cabai ………………

40

10. Sidik ragam karakter diameter buah – ujung cabai ………….........

40

11. Sidik ragam karakter diameter batang cabai ………………………

40

12. Sidik ragam karakter diameter batang cabai ………………………

40

13. Sidik ragam karakter bobot buah layak pasar cabai ………………

41

14. Sidik ragam karakter bobot buah per tanaman cabai ……………..

41

15. Sidik ragam karakter jumlah buah layak pasar cabai …………......

41

16. Sidik ragam karakter jumlah buah per tanaman cabai ……………

41

17. Sidik ragam karakter produktivitas cabai …………………….......

42

18. Sidik ragam karakter kejadian penyakit cabai ………………........

42

19. Sidik ragam karakter diameter nerkrosis cabai …………………...

42

20. Sidik ragam kontras orthogonal jumlah buah cabai………………

42

21. Sidik ragam kontras orthogonal bobot buah per tanaman cabai….

43

22. Deskripsi genotipe cabai …………………………………….........

44

23. Deskripsi karakter cabai……………………………………….......

57

x

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman

1.

Pengamatan kejadian penyakit dan diameter nekrosis cabai..........

16

2.

Kondisi pertanaman cabai di kebun percobaan Leuwikopo..........

18

3.

Kondisi percobaan di laboratorium genetika dan pemuliaan
tanaman pada saat inokulasi...........................................................

19

4.

Deskriptor bentuk buah cabai.........................................................

57

5.

Deskriptor bentuk daun cabai.........................................................

57

6.

Deskriptor bentuk kanopi cabai......................................................

57

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Cabai (Capsicum annuum L.) adalah salah satu tanaman hortikultura
penting dan memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi di Indonesia. Bahkan di
banyak negara cabai dianggap sebagai bahan pangan yang penting. Disamping
kontribusi aromanya, cabai adalah sumber pro-vitamin A dan vitamin C yang
sangat baik (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999). Selain digunakan sebagai bahan
dasar pangan cabai memiliki berbagai macam produk olahan seperti cabai kering,
bubuk cabai, abon cabai, acar cabai, sambal cocktail cabai mangga (Tim Penulis
Agriflo, 2012)
Menurut data BPS (2012) produksi cabai di Indonesia pada tahun 2009
mencapai 1,378,727 ton, akan tetapi terjadi penurunan pada tahun 2010 menjadi
1,328,864 ton. Produksi cabai meningkat kembali pada tahun 2011 menjadi
1,483,079 ton dengan produktivitas 6.19 ton/ha. Duriat et al. (2007) menyatakan
potensi produktivitas cabai dapat mencapai 12 - 20 ton/ha. Ini menandakan
produktivitas cabai di Indonesia masih di bawah potensi produktivitasnya.
Salah satu

faktor yang menyebabkan rendahnya produktivitas cabai di

daerah tropis dan subtropis yaitu serangan penyakit antraknosa yang disebabkan
oleh beberapa spesies Colletotrichum spp. dan yang paling dominan adalah C.
acutatum, C. capsici dan C. gloeosporioides. Kerusakan yang diakibatkan oleh
organisme ini cukup parah di berbagai negara di Asia. Patogen ini biasanya
menyerang cabai pada tingkat kematangan hijau dan merah (Kim et al., 2007).
Kehilangan hasil panen pada cabai di Indonesia akibat serangan
antraknosa dapat mencapai 10 - 80% di musim hujan dan 2 - 35% di musim
kemarau (Widodo, 2007). Penggunaan pestisida secara intensif dalam
pengendalian penyakit antraknosa dapat mengurangi tingkat serangan dari
cendawan Colletotrichum spp., akan tetapi penggunaan pestisida secara
berlebihan dapat menyebabkan peningkatan biaya produksi dan kerusakan
lingkungan.
Penggunaan varietas yang tidak unggul merupakan salah satu penyebab
rendahnya produktivitas cabai. Benih bermutu dari varietas unggul merupakan

2

salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan produksi, sehingga perakitan
varietas unggul diperlukan untuk meningkatkan produktivitas cabai melalui
pemuliaan tanaman (Syukur et al., 2010).
Informasi tentang keragaan dan ketahanan cabai terhadap penyakit
antraknosa merupakan bagian dari tahapan pemuliaan tanaman. Pengetahuan ini
dapat digunakan untuk merakit varietas berdaya hasil tinggi dan tahan terhadap
penyakit antraknosa.

Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui keragaan beberapa genotipe
cabai dan ketahanannya terhadap penyakit antraknosa.

Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat satu atau lebih galur cabai
yang memiliki daya hasil tinggi diantara galur yang diuji dan terdapat satu atau
lebih galur cabai yang memiliki ketahanan terhadap penyakit antraknosa

3

TINJAUAN PUSTAKA

Asal dan Taksonomi Cabai
Cabai adalah tanaman asli wilayah tropika dan subtropika Amerika.
Pedagang Spanyol dan Portugis berperan dalam penyebaran cabai ke seluruh
dunia. Capsicum annuum adalah spesies yang paling luas dibudidayakan. Bentuk
yang didomestikasi diklasifikasikan sebagai C. annuum var. annuum; anggota
liarnya adalah C. annuum var. Aviculare, spesies ini didomestikasi di wilayah
sekitar Meksiko dan Guatemala (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999). Menurut Basu
dan De (2003) taksonomi cabai dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom

: Plantae

Division

: Magnoliophyta

Class

: Magnoliopsida

Ordo

: Solnales

Genus

: Capsicum

Species

: chinense/annuum/pubescens/etc.

Botani dan Morfologi Cabai

Capsicum annuum
Cabai adalah tanaman herba, sebagian besar menjadi berkayu pada
pangkal batangnya, dan beberapa jenis menjadi lir-semak, merupakan tanaman
tahunan tropika yang biasanya ditanam sebagai tanaman setahun. Umumnya
tanaman tumbuh tegak, sangat bercabang, dan tinggi 0.5 - 1.5 m. Akar tunggang
kuat dan dalam, perakarannya umumnya berkembang sempurna. Daun yang relatif
halus dengan bulu jarang adalah daun tunggal dan tipis, dengan ukuran yang
bervariasi, dengan helaian daun lanset dan bulat telur lebar (Rubatzky dan
Yamaguchi, 1999).
Secara botani, buah seringkali tumbuh tunggal pada setiap buku, kulit
buah tumbuh lebih cepat dari plasenta, yang menyebabkan buah berongga. Ketika
buah matang, tekstur permukaan buah menjadi licin dan mengkilat. Proses

4

pematangan hingga warna matang disertai oleh akumulasi gula sederhana di
dalam kulit buah. Warna buah cabai sangat bervariasi mulai dari hijau, kuning,
atau bahkan ungu ketika muda, dan kemudian berubah menjadi merah, jingga,
kuning, atau campuran warna ini, dengan meningkatnya umur buah. Warna hijau
adalah akibat klorofil, sedangkan warna merah dan kuning disebabkan oleh
adanya karotenoid, dan ungu disebabkan oleh antosianin (Rubatzky dan
Yamaguchi, 1999).
Cabai juga dikenal dengan tingkat kepedasannya, tingkat kepedasan tidak
bergantung pada ukuran, bentuk, dan tingkat kematangan buah akan tetapi ada
sejenis zat kimia yang disebut capsaicin yang berada pada plasenta di buah yang
diukur dalam Scoville units (Acquaah, 2009).

Capsicum frutescens
Cabai rawit adalah tanaman shrub evergreen yang biasanya memiliki
tinggi 1 - 1.5 m dan diameter batang 1 - 3 cm. Tanaman ini didukung oleh akar
tunggang yang pendek hingga panjang (bergantung pada kondisi tanah), banyak
tersebar akar lateral, dan cukup banyak akar serabut. Daun berbentuk ovate hinga
ovate-lanceolate yang memiliki ragam pada ukuran. Warna bunga cabai rawit
beragam antara Kehijauan - putih hingga kekuningan - putih dengan warna anther
biru, ungu, atau kuning. Warna buah saat matang adalah merah atau merah orange, elongated dengan ujung yang runcing atau bulat, dengan panjang 1.5 cm
hingga 3.5 cm dan tebal buah 0.5 cm hingga 1.2 cm (Francis, 2008).
C. frutescens dikenal dengan nama cabai rawit putih dengan diameter buah
lebih tebal dari pada rawit C. annuum dengan umur tanaman tahunan (biasanya
hingga 2 tahun). Tipe cabai rawit yang termasuk spesies C. annuum adalah cabai
rawit yang buah mudanya berwarna hijau atau putih kekuningan serta bentuk buah
langsing. Rawit hijau sangat mudah bersilang dengan cabai besar, keriting, dan
paprika (Syukur et al., 2012)

5

Syarat Tumbuh Cabai
Cabai tumbuh baik pada berbagai klasifikasi tanah dari pasir ringan hingga
liat. Saat waktu tumbuhnya pendek, tanah pasir dan pasir lempung lebih dipilih.
Tanah berlumpur dan tanah lempung berliat sangat memuaskan saat kondisi
lainnya memungkinkan (Thompson dan Kelly, 1957). Tanah sebaiknya memiliki
drainase dan dipersiapkan dengan baik dengan pH berkisar antara 6.5 hingga 7.5.
Tanah yang sangat asam dengan pH di bawah 6.5 sebaiknya dilakukan
pengapuran untuk menaikkan pH. Bahan organik yang cukup di dalam tanah
dapat meningkatkan kapasitas lapang tanah dan kadar garam tanah sebaiknya
tidak tinggi (Nonnecke, 1989).
Untuk tumbuh dengan baik, tanaman cabai membutuhkan suhu optimum
rata - rata 21 - 29.5 oC, dengan suhu terendah 18 oC dan suhu tertinggi 32 oC.
Cabai sangat sensitif terhadap suhu perkecambahan dan dapat tumbuh optimum
pada suhu rata - rata 29.5 oC. Warna terbaik buah dapat dijumpai pada suhu 18 –
24 oC dan warna dapat berhenti terbentuk pada suhu di bawah 13 oC. Suhu di atas
32

o

C dapat menurunkan inisiasi mekarnya bunga, tapi pembungaan dan

pembuahan akan kembali normal saat suhu turun menjadi suhu optimum
(Nonnecke, 1989).
Berdasarkan penelitian Suwandi et al. (2011), curah hujan yang baik bagi
pertumbuhan tanaman adalah 600 mm/tahun atau 20.2 ml/tanaman. Curah hujan
yang tinggi akan berdampak pada pembungaan dan pembuahan menyebabkan
bunga gugur dan buah membusuk.

Antraknosa pada Cabai
Antraknosa adalah penyakit yang menyerang daun, batang, atau buah yang
biasanya ditemukan bintik berwarna hitam atau luka berbentuk cekung dengan
pinggiran yang sedikit mengangkat. Antraknosa juga menyebabkan kerusakan
ranting dan matinya percabangan. Pada buah bintik hitam muncul dan membentuk
permukaan seperti gabus. Penyakit antraknosa sering mengakitbatkan jatuh dan
busuknya buah (Agrios, 1997).

6

Antraknosa pada cabai bisa disebabkan oleh empat spesies dari
Colletotrichum: C. acutatum, C. gloeosporoides, C. capsici, dan C. coccodes.
Tiga patogen pertama berdasarkan urutan sering muncul pada daerah dengan
iklim yang lembab dan hangat di seluruh dunia. Meskipun antraknosa adalah salah
satu penyakit yang paling banyak menimbulkan kerusakan pada cabai, sampai
sekarang belum ada varietas komersial cabai yang tahan terhadap penyakit
antraknosa (AVRDC, 2003).
Cendawan Colletotrichum dapat berkembang dengan baik pada suhu yang
tinggi dan kelembaban yang tinggi. Konidia dapat tersebar ketika acervuli basah
dan biasanya tersebar oleh hembusan air hujan atau bersentuhan dengan serangga,
hewan lainnya, alat - alat produksi tanaman. Pada awalnya hifa tumbuh dengan
cepat, tetapi hanya menimbulkan sedikit atau tidak sama sekali perubahan warna
atau gejala lainnya. Saat buah mulai matang, cendawan menjadi sangat agresif dan
gejala mulai muncul (Agrios, 1997). Cendawan dapat tumbuh didalam daging
buah dan menginfeksi benih dari dalam. Permukaan biji juga dimungkinkan
terkontaminasi oleh sporanya. Jika cendawan terbawa oleh biji akan menyebabkan
infeksi daun dan batang pada saat persemaian (Doolittle, 1953).
Colletotrichum acutatum memiliki miselium yang berwarna putih hingga
kelabu. Dalam bentuk koloni berwarna oranye, merah muda dan dark olive, tidak
ada nya acervuli yang terbentuk dan konidia berbentuk silindris dengan ujung
runcing dengan bentuk appressorium bulat hingga oval. Konidia memiliki ukuran
15.1 (12.8 - 16.9) x 4.8 (4.0 - 5.7) µm. C. acutatum tumbuh dengan optimal pada
suhu 28 oC dengan laju pertumbuhan sebesar 5.3 (4.0 - 6.0) mm/hari dan memiliki
aktivitas protease yang sangat tinggi dibandingkan dengan C. gloeosporoides dan
C. capsici (AVRDC, 2004). Konidia dapat berkembang dalam air dalam waktu 4
jam dan langsung membentuk apressorium (Singh, 1963).
Colletotrichum dapat dikontrol dengan memberikan perlakuan khusus
pada pada benih dengan bahan kimia dan air panas, melakukan rotasi tanaman
dalam 2 hingga 3 tahun jika dimungkinakan, penggunaan varietas yang tahan, dan
penggunaan pestisida dengan bahan aktif benomyl, mancozeb, chlorotholonil, dan
iprodione (Agrios, 1997).

7

Ketahanan Cabai terhadap Penyakit Antraknosa
Pada tumbuhan dikenal tiga macam ketahanan terhadap penyakit, yaitu
ketahanan mekanis, ketahanan kimiawi, dan ketahanan fungsional. Ketahanan
mekanis dan ketahanan kimiawi dapat terdiri atas ketahanan pasif dan ketahanan
aktif. Pada ketahanan pasif atau statis sifat - sifat yang menyebabkan tumbuhan itu
tahan sudah terdapat sebelum infeksi terjadi, sedangkan pada ketahanan aktif sifat
- sifat tersebut baru terjadi setelah tumbuhan terinfeksi (Semangun, 2006).
Ketahanan mekanis pasif misalnya tumbuhan mempunya epidermis yang
berkutikula tebal, adanya lapisan lilin dan lain - lain. Ketahanan mekanis aktif
biasanya bekerja sesudah ada kontak patogen, misalnya terbentuknya lapisan
pemisah yang terdiri atas lapisan gabus, sel - sel yang berisi gom (blendok), sel sel absisi dan filosis. Ketahanan kimiawi biasanya disebabkan tanaman tertenetu
mempunyai atau tidak mempunyai senyawa - senyawa tertentu. Tanaman yang
mempunyai zat penghambat misalnya asam - asam minyak, senyawa fenol dan
ester yang terdapat dengan kadar tinggi pada jaringan muda tanaman tahan dapat
menghambat penetrasi patogen. Sebaliknya ketahanan dapat disebabkan karena
tidak terdapatnya senyawa terntentu yang diperlukan bagi perkembangan patogen
(Ganefianti et al., 2011).
Biasanya tanaman melindungi diri dari serangan patogen dengan 2 cara
yaitu, karakteristik struktural yang menjadi ketahanan fisik dan menghambat
patogen untuk masuk dan menyebar didalam tubuh tumbuhan, dan reaksi biokimia
yang berada di dalam sel dan jaringan tanaman dan memproduksi zat yang
menjadi racun bagi patogen atau menciptakan kondisi yang dapat menghambat
pertumbuhan patogen pada tumbuhan. Apapun sifat ketahananya itu semua
dikendalikan oleh materi genetik (gen - gen) baik dari tanaman maupun dari
patogen (Agrios, 1997).
Ketahanan terhadap penyakit antraknosa yang disebabkan oleh C.
acutatum dikendalikan oleh banyak gen, tidak ada efek maternal, dan gen
pengendali ketahanan adalah resesif (Syukur et al., 2007). Menurut penelitian
Syukur et al. (2009) genotipe IPB C-15 secara konsisten lebih tahan terhadap
antraknosa yang disebabkan oleh C. acutatum, dan kandungan capsaicin pada

8

buah dan aktivitas peroksidase pada daun tidak dapat dijadikan penanda
ketahanan cabai terhadap antraknosa yang disebabkan oleh C. acutatum.

Pemuliaan Tanaman Cabai
Pemuliaan tanaman bertujuan untuk mendapatkan tanaman yang berdaya
hasil tinggi dalam ukuran, jumlah, dan kandungan, tahan terhadap cekaman biotik
(tahan serangan hama dan penyakit tanaman) dan abiotik (toleran tanah masam,
salin, dan lain - lain), memiliki kualitas yag baik seperti rasa, aroma, warna, dan
ukuran, serta untuk mendapatkan tanaman yang memiliki nilai estetik (Syukur et
al., 2012). Perbaikan sifat genetik dan agronomik tanaman dapat dilakukan
melalui pemuliaan. Secara konvensional, perbaikan sifat dilakukan dengan
persilangan antar spesies, varietas, genera atau kerabat yang memiliki sifat yang
diinginkan. Persilangan dapat diterapkan pada tanaman berbunga, berbuah, berbiji
dan berkembang untuk melanjutkan keturunannya (Soedjono, 2003). Perbaikan
suatu karakter akan berarti jika kegiatan seleksi dilakukan pada populasi dengan
keragaman genetik yang luas (Ernila, 2012).
Tahapan dari kegiatan pemuliaan tanaman dimulai dengan koleksi plasma
nutfah, yang kemudian dapat digunakan sebagai sumber untuk mendapatkan
genotipe (varietas) yang diinginkan atas dasar tujuan pemuliaan tanaman, setelah
itu diseleksi dan dikarakterisasi, lalu dilakukan perluasan keragaman genetik dan
dilakukan seleksi kembali, dan dilakukan pengujian dan evaluasi hingga pada
akhirnya varietas dapat dilepas dan dilakukan perbanyakan (Syukur et al., 2012).
Tanaman Cabai merupakan tanaman yang menyerbuk sendiri (Selfpollinated crop). Metode pemuliaan cabai mengikuti metode pemuliaan tanaman
menyerbuk sendiri, yaitu metode seleksi massa, galur murni, seleksi pedigree,
silang balik (back-cross), dan SSD (single seed descent). Varietas cabai diarahkan
pada varietas galur murni atau bersari bebas (OP). Namun demikian, presentase
penyerbukan silang pada cabai cukup tinggi, yaitu dapat mencapai 35%. Oleh
karena itu, cabai juga diarahkan pada pembentukan varietas hibrida (Syukur et al.,
2012).

9

Kategori unggul cabai sangat mendukung untuk memperoleh hasil yang
tinggi serta kualitas buah yang prima. Karakter unggul tersebut diantaranya adalah
produktivitas tinggi, umur panen genjah, tahan terhadap serangan hama dan
penyakit, daya simpan buah lebih lama, tingkat kepedasan tertentu, dan kualitas
buah sesuai selera konsumen (Syukur, 2012)

10

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu Kebun Percobaan
Leuwikopo IPB Dramaga dan Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Tanaman,
Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian
Bogor. Lokasi penelitian terletak pada ketinggian ± 207 m di atas permukaan laut.
Penelitian dimulai pada bulan November dan berakhir pada bulan Juli 2012.

Bahan dan Alat
Bahan tanam yang digunakan adalah 13 genotipe cabai IPB hasil
eksplorasi yang dibagi ke dalam 3 grup yaitu cabai besar, cabai keriting, dan cabai
rawit dan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Nama dan asal 13 genotipe cabai
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Kode Genotipe
IPB C179
IPB C180
IPB C183
IPB C186
IPB C187
IPB C191
IPB C192
IPB C196
IPB C230
IPB C233
IPB C235
IPB C237
IPB C15

Tipe Cabai
Keriting
Rawit
Keriting
Keriting
Keriting
Keriting
Keriting
Keriting
Rawit
Keriting
Besar
Keriting
Besar

Asal
Cikole
Lembang
Lampung
Cikole
Cikole
Nias Sibolga
Medan Pasar Sail
Bukit Tinggi Pasar Pusat
Prambanan Sleman
Boyolali
Yogyakarta
Mungkit Magelang
AVRDC

Bahan inokulum yang digunakan yaitu Colletotrichum acutatum isolat
PYK 04 yang berasal dari Payakumbuh. Alat dan Bahan yang digunakan adalah
media semai, pupuk kandang, NPK mutiara, Gandasil D, urea, SP-36, KCl,
furadan 3G, Curacron, Dithane M-45, Kelthane, Potato Dextrose Agar (PDA),
alkohol, air steril, wrapping plastik, kain saring, tissue, tray semai, ajir, cangkul,
koret, ember, meteran, timbangan, jangka sorong, alat tulis, laminar air flow

11

cabinet, gelas L, gelas kimia, haemocytometer, micro-injection, mikroskop
elektrik, anyaman kawat dan bak plastik.

Metode Penelitian
Rancangan yang digunakan pada penelitian ini, baik di lapangan maupun
laboratorium menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT),
faktor tunggal. Terdapat 13 genotipe dan 3 ulangan sehingga terdapat 39 satuan
percobaan. Model aditif linear percobaan yang digunakan adalah :
Yij = µ + αi + βj + εij
Keterangan :
i

= 1, 2, 3,…13

j

= 1, 2, dan 3

Yijk

= Nilai pengamatan pada galur ke-i dan ulangan ke-j

µ

= Nilai tengah umum

αi

= Pengaruh galur ke-i

βj

= Pengaruh ulangan ke-j

εij

= Pengaruh galat percobaan pada galur ke-i dan ulangan ke-j
Data yang diperoleh diuji menggunakan analisis ragam (ANOVA). Jika

hasil pengujian menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata, maka akan dilakukan
uji lanjut dengan menggunakan DMRT(Duncan’s Multiple Range Test) dan
kontras orthogonal pada taraf α = 5%. Analisis ragam yang digunakan
berpedoman pada Gomes dan Gomez (1995).
Pelaksanaan Penelitian
Uji Daya Hasil
Penyemaian
Benih cabai disemai sebanyak 2 benih per lubang pada tray yang berisi
media tanam dan telah diberi label. Penyiraman pada persemaian dilakukan dua
kali sehari pada pagi dan sore hari. Pemupukan NPK mutiara 10 g/l dan Gandasil
D 1-3 g/l dilakukan setiap minggu. Bibit cabai yang terserang hama dan penyakit

12

disemprot dengan menggunakan pestisida dan dipisahkan dengan bibit yang masih
sehat agar hama dan penyakit tidak menjadi endemik. Bibit cabai yang minimal
telah memiliki daun sejati 3 - 4 pasang telah siap dipindahkan ke lapangan.

Perisapan Lahan
Lahan diberi pupuk kandang sebanyak 30 ton/ha. Bedengan dibuat dengan
lebar 1 m, panjang 5 m, tinggi 30 cm, dan jarak antar bedeng 50 cm. Satu minggu
sebelum tanam, lahan diberi pupuk urea (200 kg/ha), KCl (200 kg/ha), dan SP-36
(150 kg/ha).

Bedengan kemudian ditutup dengan mulsa plastik perak. Jarak

tanam yang digunakan yaitu 50 cm x 50 cm, sehingga satu bedeng terdapat 20
tanaman.
Bibit cabai dipindahkan ke lapangan pada saat 7 minggu setelah tanam.
Furadan 3G dengan dosis 1-2 g/tanaman diberikan pada lubang tanam sebelum
bibit dipindahkan. Bibit yang telah ditanam diikat pada ajir yang telah
ditancapkan sebelumnya dengan menggunakan tali rafia agar tanaman tidak
mudah rebah akibat tiupan angin.

Pemeliharaan
Pemeliharaan

tanaman

cabai

yang

dilakukan

yaitu

penyiraman,

penyulaman, pewiwilan, penyiangan gulma, pemupukan, pengendalian hama dan
penyakit. Pewiwilan merupakan kegiatan pembuangan tunas air yang akan
menganggu pertumbuhan tanaman. Penyiangan gulma dilakukan rutin secara
manual. Pemupukan dilakukan setelah tanaman berumur dua minggu dengan
menggunakan NPK mutiara dengan dosis 10 g/l. Pemupukan dilakukan setiap
seminggu sekali dengan dosis 250 ml tiap tanaman. Pengendalian hama dan
penyakit dilakukan secara terpadu jika diperlukan. Penyemprotan pestisida
dilakukan dua kali dalam seminggu.

Pemanenan
Pemanenan dilakukan ketika buah sudah berukuran maksimum. Buah yang
dipetik sudah matang atau 75 - 100% berwarna merah.

13

Uji Ketahanan terhadap Antraknosa
Pra Inokulasi
Persiapan inokulum dan inkubasi setelah inokulasi mengikuti prosedur
Yoon (2003). Perbanyakan inokulum dilakukan dengan membuat media Potato
Dextrose Agar (PDA) berbahan dasar agar-agar, dextrose, dan air. Pembuatan
PDA menggunakan kentang sebanyak 200 g yang dikupas kulitnya lalu dipotong
menjadi dadu. Dadu kentang direbus, disaring, kemudian diambil airnya. Agaragar dan dextrose masing-masing sebanyak 10 g direbus dengan air rebusan
kentang yang telah disaring. Pembuatan isolat dilakukan dengan membiakkan
potongan dari konidia (biakan murni). Setelah tujuh hari konidia dipanen dengan
memasukkan 10 ml air ke dalam cawan lalu permukaan isolat digosok perlahan
menggunakan gelas L, kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring.
Konidia

cendawan

dihitung

dengan

menggunakan

mikroskop

dan

haemocytometer. Kepadatan inokulum yang dibutuhkan yaitu 5 x 105 konidia/ml.

Inokulasi
Dua puluh buah cabai yang sudah tua tetapi masih hijau yang terbagi
menjadi tiga ulangan untuk masing - masing genotipe diinokulasi dengan C.
acutatum isolat PYK 04. Buah yang akan diinokulasi dicuci menggunakan
akuades. Inokulasi dilakukan dengan cara menyuntikkan 2 µl suspensi konidia
sebanyak dua suntikan pada daerah yang berbeda (untuk buah berukuran < 4 cm
hanya satu suntikan per buah). Buah yang telah diinokulasi kemudian ditempatkan
di atas kawat dalam bak plastik. Untuk menjaga kelembaban, pada dasar bak
plastik diletakkan tissue basah. Bak kemudian ditutup dengan plastik hitam dan
diinkubasi pada suhu 25 oC selama lima hari.

14

Pengamatan
Pengamatan di Lapangan
Pengamatan dilakukan pada 10 tanaman contoh pada setiap ulangan.
Karakter yang diamati pada penelitian ini yaitu karakter kualitatif dan kuantitatif.
Karakter yang diamati berdasarkan descriptor cabai Internasional Plant Genetic
Research Institute Chili Descriptor (IPGRI, 1995), yang telah disesuaikan dengan
keperluan untuk karakterisasi.
Karakter kualitatif yang diamati :
1. Bentuk kanopi : sparse, intermediate, dense. Karakter diamati setelah panen
pertama.
2. Bentuk daun : delta, oval, lanset. Karakter diamati setelah panen pertama.
3. Warna daun : hijau muda, hijau, hijau tua. Karakter diamati ketika tanaman
sudah dewasa.
4. Warna kelopak bunga : hijau muda, hijau, hijau tua. Karakter diamati saat
antesis.
5. Warna mahkota bunga : putih, kuning terang, kuning, ungu dengan dasar
putih, putih dengan dasar ungu, putih dengan pinggiran ungu, ungu, dan
lainnya. Karakter diamati setelah bunga pertama membuka sempurna.
6. Warna antera : putih, kuning, hijau, biru, ungu, ungu muda. Karakter diamati
setelah bunga mekar.
7. Bentuk buah : memanjang, bulat, segitiga, campanulate, blocky. Karakter
diamati setelah panen ke-2.
8. Permukaan kulit buah : halus, semi-keriting, keriting. Karakter diamati
setelah panen ke-2
9. Warna buah muda : hijau cerah, hijau, hijau gelap. Karakter diamati ketika
buah masih muda.
10. Warna buah tua : merah cerah, merah, merah gelap. Karakter diamati ketika
buah telah mencapai kematangan.

Karakter kuantitatif yang diamati :
1. Umur berbunga (HST), diukur jumlah hari mulai dari waktu pindah tanam

15

sampai 50% populasi tanaman dalam bendengan telah berbunga.
2. Umur berbuah (HST), diukur jumlah hari mulai dari waktu pindah tanam
sampai 50% tanaman dalam bedengan telah berbuah.
3. Lebar tajuk (cm), diukur pada tajuk terlebar, setelah panen kedua.
4. Tinggi tanaman (cm), diukur dari pangkal batang sampai pucuk, setelah
panen pertama.
5. Tinggi dikotomus (cm), diukur dari pangkal batang sampai cabang
dikotomus, setelah panen kedua.
6. Diameter batang (cm), diukur pada pertengahan batang sebelum dikotomus
setelah panen pertama.
7. Diameter buah (cm), bagian pangkal, tengah, dan ujung buah, dari 10 buah
segar setelah panen kedua.
8. Panjang buah (cm), diukur dari pangkal hingga ujung buah dari 10 buah
segar setelah panen kedua.
9. Jumlah buah per tanaman.
10. Bobot per buah (g), rata-rata bobot 10 buah setelah panen kedua.
11. Bobot buah total per tanaman (g), ditimbang buah yang ada selama panen.
12. Produktivitas (ton/ha) :
x Bobot Buah per Tanaman

Pengamatan di Laboratorium
Pengamatan dilakukan pada 20 buah cabai yang telah diinokulasi pada
setiap ulangan. Pengamatan yang dilakukan meliputi pengamatan kejadian
penyakit (KP) dan diameter nekrosis.
1. Kejadian penyakit (KP) dihitung pada hari ke-5 setelah inokulasi, dengan
mengamati adanya bercak pada buah yang terkena serangan. Buah dianggap
terserang jika diameter nekrosis (bercak) ≥ 4 mm. Kejadian penyakit dihitung
dengan menggunakan rumus :

Keterangan : KP = Kejadian penyakit
n = Jumlah buah yang terserang
N = Jumlah buah total

16

Kriteria ketahanan terhadap antraknosa ditentukan berdasarkan kejadian
penyakit yang telah dihitung pada setiap genotipe, kemudian menggunakan
metode Yoon yang dimodifikasi Syukur (2009) yang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kriteria ketahanan tanaman cabai terhadap antraknosa
berdasarkan kejadian penyakit
Persentase
0≤KP≤10
10

Dokumen yang terkait

Analisis genetik dan pewarisan sifat ketahanan cabai terhadap antraknosa yang disebabkan oleh colletotrichum acutatum

1 16 173

Keragaman 13 genotipe cabai (Capsicum sp.) dan jetahanannya terhadap penyakit antraknosa yang disebabkan oleh Colletotrichum gloeosporioides

0 10 52

Analisis genetik dan pewarisan sifat ketahanan cabai (Capsicum annuum L.) terhadap antraknosa yang disebabkan oleh colletotrichum acutatum

2 32 352

Analisis keanekaragaman 23 genotipe cabai (Capsicum sp.) berdasarkan penampakan fenotipik serta ketahanannya terhadap penyakit antraknosa (Colletotrichum sp.)

1 10 79

Pewarisan Ketahanan Cabai (Capsicum annuum L.) terhadap Antraknosa yang Disebabkan oleh Colletotrichum acutatum

0 9 7

Ketahanan terhadap Antraknosa yang Disebabkan oleh Colletotrichum acutatum pada Beberapa Genotipe Cabai (Capsicum annuum L.) dan Korelasinya dengan Kandungan Kapsaicin dan Peroksidase

0 7 8

Uji daya hasil 15 galur cabai IPB dan ketahanannya terhadap penyakit antraknosa yang disebabkan oleh Colletotrichum Acutatum

0 7 149

Keragaman 28 Genotipe Cabai (Capsicum annuum L.) dari Berbagai Grup dan Ketahanannya Terhadap Isolat Colletotrichum sp. Penyebab Penyakit Antraknosa

0 14 28

Daya Hasil dan Ketahanan 17 Galur Cabai IPB terhadap Penyakit Antraknosa yang Disebabkan oleh Dua Spesies Colletotrichum.

0 3 43

Pewarisan Ketahanan Cabai (Capsicum annuum L.) terhadap Antraknosa yang Disebabkan oleh Colletotrichum acutatum Inheritance of Resistance to Anthracnose caused by Colletotrichum acutatum in Pepper (Capsicum annuum L.)

0 2 6