Produksi, Nilai Produksi Lele Budidaya dan Peningkatan Penerimaan Pembudidaya Melalui Penambahan Nilai Pada Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Ukuran Besar

PRODUKSI, NILAI PRODUKSI LELE BUDIDAYA DAN
PENINGKATAN PENERIMAAN PEMBUDIDAYA MELALUI
PENAMBAHAN NILAI PADA IKAN LELE DUMBO (Clarias
gariepinus) UKURAN BESAR

DIMAS BUDIMAN

BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Produksi, Nilai
Produksi Lele Budidaya dan Peningkatan Penerimaan Pembudidaya Melalui
Penambahan Nilai Pada Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Ukuran Besar
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2013
Dimas Budiman
NIM C14070084

i

ABSTRAK
DIMAS BUDIMAN. Produksi, Nilai Produksi Lele Budidaya dan Peningkatan
Penerimaan Pembudidaya Melalui Penambahan Nilai Pada Ikan Lele Dumbo
(Clarias gariepinus) Ukuran Besar. Dibimbing oleh YANI HADIROSEYANI dan
IIS DIATIN.
Produksi ikan lele tinggi namun pembudidaya belum menikmati hasil yang
maksimal. Hasil yang diperoleh dari setiap kegiatan pemanenan ikan lele selalu
tidak menghasilkan 100% ukuran panen yang dikehendaki pasar (6-10 ekor/kg).
Budidaya lele menghasilkan berbagai ukuran panen, dari ukuran kecil, ukuran
pasar dan ukuran besar, yang berbeda untuk target pasarnya. Hal ini yang

membuat pendapatan pembudidaya rendah karena harga jual ikan lele ukuran
besar lebih murah dari harga ikan ukuran pasar. Untuk meningkatkan pendapatan
pembudidaya, ikan lele ukuran besar dapat ditingkatkan dalam bentuk produk
fillet. Nilai tambah adalah salah satu solusi untuk meningkatkan harga yang
rendah dari produk tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung produksi
dan nilai produksi budidaya lele, keragaman ukuran lele produksi budidaya
berdasarkan permintaan pasar dan peningkatan nilai tambah (value added) ikan
lele besar dengan kegiatan pascapanen berupa filleting dan peluang peningkatan
pendapatan pembudidaya dari penjualan fillet lele.
Secara analisis usaha, kegiatan usaha pembesaran ikan lele tetap untung
sebesar Rp 1.349.017.667. Akan tetapi jika pembudidaya melakukan perbaikan
pada kegiatan panennya dengan kegiatan filleting pada ukuran besar, maka secara
analisis finansial usaha budidaya lele akan memberikan tambahan nilai uang
sebesar Rp 469.047.976. Analisis usaha menunjukan bahwa perlakuan tersebut
dapat menghasilkan keuntungan sebesar Rp 1.818.065.643, R/C rasio 1,1 per
tahun dibandingkan sebelum diberi nilai tambah yaitu 1,2 per tahun dan payback
period selama satu tahun, lebih cepat tiga bulan daripada sebelum diberi nilai
tambah, yaitu selama 1,3 tahun.
Kata kunci: Ikan lele dumbo, Produksi, Nilai Tambah


ABSTRACT
DIMAS BUDIMAN. Production, The Value of Production and Increase The
Farmers Income Through Added Value of Large-Size Catfish (Clarias
gariepinus). Supervised by YANI HADIROSEYANI and IIS DIATIN.
Production of catfish was high, but the farmers haven’t enjoyed the
maximum revenue. The result that produced from every catfish harvesting was not
always gave a 100% from harvest’s size which market wants (6-10 pcs/kg).
Harvested catfish came with different size : small, market size dan large, which is
had different market target for each. Larged-sized catfish usually followed by
lower price, this situation reduced farmers benefit if they sell it as a whole fish
product, it was fillet product that became the solution for this problem, because
processed product give added value which could increase farmers income. This
research was aimed to quantify the production and production value of catfish

ii

farming, variation size of the aquaculture catfish based on market’s demand and
value added increasing of large-sized catfish with post-harvest treatment such as
filleting and increasing probability of the farmer’s wages through catfish fillet
selling.

Benefit that farmers got by selling the whole fish product of larged-sized
catfish was Rp 1.349.017.667. But when they switched it to the fillet product,
based on the financial analysis, the added value that farmer’s earned was Rp
469.047.976. Furthermore, this added value gave Rp 1.818.065.643 benefit, 1,2
R/C ratio per year and one year payback period, which is three months faster then
before added value was given (1 year 3 months).
Keywords : dumbo catfish, production, value added

iii

PRODUKSI, NILAI PRODUKSI LELE BUDIDAYA
DAN PENINGKATAN PENERIMAAN PEMBUDIDAYA
MELALUI PENAMBAHAN NILAI PADA IKAN LELE
DUMBO (Clarias gariepinus) UKURAN BESAR

DIMAS BUDIMAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan

pada
Departemen Budidaya Perairan

BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

iv

JudulSkripsi : Produksi, Nilai Produksi Lele Budidaya dan Peningkatan
Penerimaan Pembudidaya Melalui Penambahan Nilai Pada Ikan
Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Ukuran Besar
Nama
: Dimas Budiman
NIM
: C14070084

Disetujui oleh


Ir. Yani Hadiroseyani, MM
Pembimbing I

Ir. Iis Diatin, MM
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Sukenda
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

v

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini telah diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April sampai Juni 2011

dengan judul Produksi, Nilai Produksi Lele Budidaya dan Peningkatan
Penerimaan Pembudidaya Melalui Penambahan Nilai Pada Ikan Lele Dumbo
(Clarias gariepinus) Ukuran Besar.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir Yani Hadiroseyani MM dan Ibu
Ir Iis Diatin MM selaku pembimbing. Di samping itu, penulis sampaikan kepada
Bapak Aken, Owner CV. JBL (Jumbo Bintang Lestari) yang telah menyediakan
tempat untuk melakukan penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada Ibunda Ilas Maya,Kakak Aji Eko Nugroho dan seluruh keluarga, atas
segala doa dan kasih sayangnya, seluruh staf dosen Departemen BDP yang telah
memberikan ilmu dan pengetahuan mengenai akuakultur hingga saat ini dan
teman-teman BDP 44 atas semangat dan dukungannya
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2013
Dimas Budiman

vi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL……………………………………………………………….. vii

DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………….. vii
PENDAHULUAN………………………………………………………………... 1
Latar Belakang……………………………………………………………... 1
Perumusan Masalah………………………………………………………… 3
Tujuan Penelitian…………………………………………………………… 4
Manfaat Penelitian………………………………………………………….. 4
METODE…………………………………………………………………………. 4
Waktu dan Tempat…………………………………………………………. 4
Jenis dan Sumber Data……………………………………………………... 4
Pengolahan dan Perhitungan Data…………………………………………. 5
Metode Produksi Lele………………………………………………... 5
Metode Fillet Ikan…………………………………………………….7
Nilai Produksi dan Analisis Keuntungan Usaha……………………... 7
Analisis Nilai Tambah……………………………………………….. 9
HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………………. 10
HASIL…………………………………………………………………….. 10
Produksi dan Nilai Produksi………………………………………... 10
Keragaman Ukuran Panen Lele……………………………............. 12
Analisis Nilai Tambah……………………………………………… 13
Analisis Keuntungan……………………………………………….. 14

PEMBAHASAN………………………………………………………….. 15
KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………………………. 18
KESIMPULAN…………………………………………………………… 18
SARAN…………………………………………………………………… 19
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………… 19
LAMPIRAN…………………………………………………………………….. 21

vii

DAFTAR TABEL
1 Komposisi pemberian pakan yang digunakan………………………………….. 6
2 Analisis perhitungan nilai tambah metode Hayami……………………………10
3 Rataan hasil panen per kolam per siklus……………………………………… 11
4 Analisis keuntungan dan tanpa nilai tambah………………………………….. 12
5 Biomassa panen ikan lele dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari per kolam …. 13
6 Ukuran ikan dan fillet ikan lele per ekor……………………………………… 13
7 Rata-rata perhitungan nilai tambah fillet untuk 1 tahun………………………. 14

DAFTAR LAMPIRAN
1 Biaya investasi budidaya lele dalam luas area 3 ha untuk 1 tahun……………. 21

2 Biaya tetap budidaya lele dalam luas area 3 ha untuk 1 tahun……………….. 21
3 Biaya variabel budidaya lele dalam luas area 3 ha untuk 1 tahun…………….. 21
4 Biaya investasi dengan nilai tambah dalam luas area 3 ha untuk 1 tahun….. 22
5 Biaya tetap dengan nilai tambah dalam luas area 3 ha untuk 1 tahun………. 22
6 Biaya variabel dengan nilai tambah dalam luas area 3 ha untuk 1 tahun……... 23
7 Rataan hasil panen dalam luas area 3 ha untuk 1 tahun………………………….. 23
8 Total penerimaan tanpa nilai tambah untuk 1 tahun………………………….. 23
9 Total penerimaan dengan nilai tambah untuk 1 tahun…………………………23
10 Hasil fillet ikan lele ukuran besar……………………………………………. 24

DAFTAR GAMBAR
1 Pohon Industri Ikan Lele (Anonim 2011)………………………………………. 3

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Berkembangnya budidaya ikan lele Clarias sp. telah menggerakan ekonomi

kerakyatan. Lele dijadikan pilihan karena daya toleransi kualitas air yang baik
karena memiliki organ pernafasan tambahan berupa arborescent organ, tahan
terhadap berbagai macam penyakit dan dapat diproduksi secara masal (besar).
Oleh karena itu selain sebagai sumber protein, ikan lele merupakan alternatif
usaha untuk meningkatkan penghasilan masyarakat. Produksi ikan lele mengalami
peningkatan setiap tahunnya. Tercatat produksi ikan lele pada tahun 2008 sebesar
114.371 ton, menjadi 144.755 ton pada tahun 2009, naik menjadi 242.811 ton
pada tahun 2010 dan pada tahun 2011 produksi lele hidup untuk konsumsi sebesar
340.674 ton (KKP 2011). Oleh karena itu pada tahun ini KKP menjadikan ikan
lele sebagai salah satu komoditas air tawar yang menjadi andalan dalam rangka
program peningkatan produksi perikanan.
Budidaya lele saat ini banyak terdapat di propinsi Jawa Barat. Jawa Barat
merupakan daerah yang memiliki prospek yang baik untuk produksi ikan, hal ini
dikarenakan daerah Jawa Barat memiliki curah hujan yang cukup tinggi sehingga
dapat memicu ikan untuk berkembang biak dengan baik. Produksi ikan lele untuk
daerah Jawa Barat juga mengalami peningkatan. Tercatat pada tahun 2008
produksi lele di Jawa Barat sebesar 31.687 ton, naik menjadi 48.044 ton pada
tahun 2009 dan pada tahun 2010 naik menjadi 91.041 ton (KKP 2011). Salah satu
daerah yang diharapkan dapat berkontribusi dalam peningkatan budidaya ikan lele
adalah Kabupaten Bogor.
Upaya untuk meningkatkan produksi lele diantaranya dengan merekayasa
benih lele unggul seperti lele dumbo, lele sangkuriang dan lele phyton yang
memiliki kemampuan tumbuh lebih cepat dan daya tahan terhadap lingkungan
yang baik (Sunarma 2004), sehingga pembudidayaan lele tidak memerlukan
waktu yang lama untuk mencapai ukuran pasar. Namun biomassa panen tidak
mencerminkan keberhasilan produksi karena ternyata ukuran ikan lele akan
menentukan harga jualnya. Pasar saat ini menginginkan lele ukuran tertentu
dengan kecenderungan semakin besar ukuran ikan lele, harga jualnya semakin
murah. Pada tahun 2011 harga jual ikan lele ukuran 6-10 ekor/kg (disebut ukuran
konsumsi) pada tingkat pembudidaya dijual dengan harga Rp 11.500,-/kg1.
Ukuran ini tidak menjadi kendala dalam penjualannya, baik harga maupun tingkat
permintaan. Kendala utama yang muncul adalah pada ikan lele yang bobotnya
mencapai 3-5 ekor/kg (disebut ukuran besar) yang memiliki harga jual lebih
rendah, yaitu Rp 9.500,-/kg.

1

Aken Hafian. Pemilik usaha budidaya lele di CV JBL. Komunikasi pribadi tanggal 16 Mei 2011

2

Dalam satu siklus produksi, pembudidaya lele mendapatkan hasil panen
yang dikelompokkan ke dalam tiga ukuran, yaitu ukuran konsumsi (6-10 ekor/kg),
ukuran besar (3-5 ekor/kg) dan ukuran kecil (>11 ekor/kg). Lele ukuran besar
dapat mencapai 10% dari total biomasa produksi. Menurut Anonim (2008) jumlah
lele ukuran besar ini juga cukup melimpah, bisa mencapai 10% dalam tiap siklus
produksinya dan total kerugian pun akan di tanggung oleh para pembudidaya yang
membuat pendapatan bagi pembudidaya tidak maksimal. Hal ini dapat
mengakibatkan pendapatan para pembudidaya tidak maksimal karena harga jual
ikan lele ukuran besar lebih rendah dibandingkan ikan lele ukuran konsumsi.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam meningkatkan pendapatan
pembudidaya adalah dengan memberikan nilai tambah pada lele ukuran besar agar
nilai jual lebih tinggi. Nilai tambah tersebut diantaranya adalah menjual lele besar
dalam bentuk fillet, seperti yang telah dilakukan oleh pembudidaya di Afrika.
Penjualan ikan lele di Uganda (Afrika) juga menghasilkan berbagai ukuran panen
dan ukuran ikan lele yang besar dijual sebagai bahan baku untuk pengolahan
makanan lanjutan, sehingga penerimaan tidak dari penjualan utuh saja, tetapi dari
penjualan fillet dan hasil sampingnya. Ikan lain yang telah dijual dalam bentuk
fillet diantaranya ikan salmon (Norwegia), ikan nila, dll (Isyagi et al. 2009).
Produksi fillet ikan dapat memberikan nilai tambah dan meningkatkan harga jual.
Disamping itu, produk sampingan berupa tulang, kepala dan jeroan dapat diolah
menjadi suatu produk yang lebih bermanfaat, seperti tepung ikan sebagai bahan
tambahan dalam pakan ternak maupun pakan ikan.
Pendekatan industri pada ikan lele budidaya memiliki pohon industri seperti
tercantum pada Gambar 1 (Anonim 2011), dimana sebagai bahan baku industri
olahan lele diharapkan dapat memiliki peluang pasar yang luas dan berkelanjutan.
Pohon industri adalah sebuah turunan dari hasil produksi yang menimbulkan
variasi produk dan dapat memberikan manfaat ekonomi. Menurut anonim (2011),
pohon industri merupakan informasi berbasis pengetahuan hasil penelusuran
informasi yang disusun untuk memberikan gambaran jenis-jenis produk yang
dapat dibuat dari suatu komoditas. Gambar 1 memperlihatkan hubungan
keterkaitan industri ikan lele baik ke belakang maupun ke depan. Gambar tersebut
memberikan gambaran umum bagaimana manfaat dan peningkatan nilai tambah
yang seharusnya dapat diperoleh dari usaha ikan lele dari hulu hingga ke hilir.
Sehingga dapat dijadikan bingkai untuk analisis tentang manfaat dan peningkatan
nilai tambah. Analisis dilakukan dengan memperlakukan kegiatan ini sebagai
kegiatan yang dapat menjadi solusi untuk dijalankan. Adakalanya pembudidaya
menjual seluruh produksinya tetapi pendapatan tidak maksimal karena harga jual
dari ikan lele ukuran besar lebih rendah dari ikan lele ukuran konsumsi dan
pasarnya terbatas. Padahal ukuran ikan lele yang besar sangat potensial untuk
dijadikan produk olahan siap saji. Penjualan fillet lele belum ada secara kontinyu
sehingga permintaannya tergantung pesanan dari konsumen, jika ada permintaan
harganya dapat mencapai 5 kali lipat dari harga ikan lele konsumsi2.

2

Ade Sunarma. Ketua Pokja Catfish. 2012. Komunikasi pribadi tanggal 10 Februari 2013

3

Gambar 1. Pohon Industri ikan lele (Anonim 2011)

Perumusan Masalah
Produksi lele umumnya menghasilkan tiga ukuran panen, yaitu ukuran
konsumsi, besar dan kecil. Produksi ikan lele di Indonesia meningkat setiap
tahunnya, yaitu pada tahun 2008 sebesar 114.371 ton menjadi 340.674 ton pada
tahun 2011 (KKP 2011). Tetapi peningkatan produksi tersebut tidak dibarengi
dengan hasil panennya karena ukuran panen yang dikehendaki oleh pasar adalah
ukuran konsumsi dan dengan peningkatan produksi tersebut juga mengakibatkan
jumlah ikan lele ukuran besar menjadi tinggi. Persentase hasil panen tersebut
adalah ukuran konsumsi 70%, ukuran besar 10% dan ukuran kecil 20% (Anonim
2008). Permasalahannya adalah ikan berukuran besar harga jualnya rendah,
sehingga perbedaan harga jual antara ikan lele ukuran konsumsi dan ukuran besar
akan mengakibatkan pendapatan pembudidaya menjadi tidak maksimal.
Salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan pembudidaya adalah
memberikan nilai tambah pada ikan lele ukuran besar dengan menjualnya dalam
bentuk fillet. Selain dapat memberikan nilai tambah, fillet juga dapat

4

meminimumkan resiko tidak terserapnya ikan lele besar oleh pasar. Dengan
merestukturisasi ikan lele utuh ke dalam bentuk daging diharapkan memberi
kemudahan bagi konsumen sehingga meningkatkan preferensi untuk
mengkonsumsi daging lele.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menghitung produksi dan nilai produksi
budidaya lele, keragaman ukuran lele produksi budidaya berdasarkan permintaan
pasar dan peningkatan nilai tambah (value added) ikan lele besar dengan kegiatan
pascapanen berupa filleting dan peluang peningkatan pendapatan pembudidaya
dari penjualan fillet lele.

Manfaat Penelitian
Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah memberikan alternatif solusi
bagi para pembudidaya ikan lele dalam mengatasi permasalahan hasil panen yang
kurang menguntungkan akibat harga jual rendah terutama pada ukuran besar.
Kegiatan pascapanen berupa filleting pada ukuran besar diharapkan dapat
meningkatkan pendapatan serta dapat membuka lapangan pekerjaan baru dari
kegiatan filleting tersebut.

METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus pada
perusahaan pembesaran lele di CV. Jumbo Bintang Lestari. Pemilihan lokasi
tersebut dilakukan dengan sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa
perusahaan tersebut merupakan salah satu perusahaan budidaya ikan lele
konsumsi yang cukup besar yaitu memiliki 80 kolam produksi dengan volume
produksi mencapai 950 ton per tahun.

Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2011 di CV.
Jumbo Bintang Lestari, Desa Cibinong, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten
Bogor dan Laboratorium Teknologi dan Manajemen Produksi Akuakultur.
Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.

Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data text. Data yang
dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data

5

primer didapat melalui pengamatan secara langsung di lapangan (CV. Jumbo
Bintang Lestari) dengan cara mengikuti secara langsung kegiatan yang dilakukan
pembudidaya dan wawancara. Data primer meliputi data fasilitas produksi,
volume produksi, ukuran ikan dan persentase jumlah panen dari masing-masing
ukuran panen.
Data sekunder diperlukan sebagai penunjang data primer yang telah
didapatkan. Data sekunder diperoleh melalui informasi dari instansi dan lembaga
terkait seperti Kementrian Kelautan dan Perikanan, Dinas Kelautan Perikanan
Bogor, Badan Pusat Statistik, serta berbagai literatur dan referensi yang terkait
dengan penelitian.
Pengolahan dan Perhitungan Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan alat bantu yaitu kalkulator
dan software komputer Microsoft Excel 2010. Data yang sudah terkumpul diolah
dengan bantuan komputer dan disajikan dalam bentuk tabulasi yang digunakan
untuk mengelompokkan dan mengklasifikasi data yang ada serta mempermudah
dalam melakukan analisa data.
Metode Produksi Lele
Produksi ikan lele ukuran konsumsi di CV JBL adalah menggunakan kolam
tanah dengan ukuran 16 m x 7,5 m x 1,7 m sebanyak 80 unit. Sebelum penebaran
benih ikan, dilakukan persiapan kolam pembesaran, meliputi perbaikan pematang,
pengolahan tanah dan pengisian air. Pematang berupa tumpukan karung yang diisi
tanah kemudian dipadatkan. Pembentukan pematang bertujuan agar ikan lele tidak
melubangi tanah dan mencegah rusaknya pematang. Pengolahan tanah dilakukan
dengan cara mengangkat lumpur dan sisa pakan yang terdapat di dasar kolam ke
pematang dan membalikan tanah dasar. Air yang digunakan merupakan air tadah
hujan dan dari lima unit sumur bor yang tersebar di beberapa titik di sekitar kolam
budidaya. Apabila musim hujan maka air yang digunakan berasal dari air hujan,
namun bila musim kemarau maka digunakan air yang berasal dari sumur bor.
Kolam pemeliharaan dibiarkan ditumbuhi tanaman eceng gondok, tanaman ini
berfungsi untuk mengurangi amonia yang tinggi akibat tidak adanya pergantian
air dan mengurangi fluktuasi suhu.
Benih ikan lele yang ditebar berukuran 12-13 cm dengan padat penebaran
120 ekor/m3. Benih berasal dari daerah Kampung Lele Desa Babakan, Bogor.
Sebelum ditebar ke kolam pemeliharaaan, benih yang baru tiba dimasukkan ke
dalam kolam sortir terlebih dahulu selama sehari. Benih diangkut menggunakan
drum plastik dari kolam sortir ke kolam pemeliharaan selanjutnya benih ditebar di
kolam pemeliharaan. Penebaran benih dilakukan pada pagi hari.
Pemberian pakan dilakukan dari awal tebar sampai ikan siap panen. Pakan
berupa pelet ukuran 2 mm dengan komposisi dapat dilihat pada Tabel 1. Pelet
diberikan sebanyak 2 kali sehari, yaitu pagi dan sore hari secara at satiation, yaitu
metode pemberian pakan secara sekenyangnya. Metode ad libitum yaitu metode
pemberian pakan yang ketersediaan pakan konstan terdapat didalam wadah pakan.
Apabila pakan habis perlu diisi kembali. Namun pemberian pakan yang dilakukan
pada penelitian ini adalah secara at satiation.

6

Tabel 1. Komposisi pemberian pakan yang digunakan.
Analisis proksimat
Persentase
Protein kasar
32%
Kadar air
12%
Lemak kasar
5%
Serat kasar
6%
Abu
8%
Sumber : CV Jumbo Bintang Lestari, 2011.
Ikan yang baru dimasukkan ke kolam tidak diberi pakan selama 1-2 hari
karena ikan masih stress dan dibiarkan memakan pakan alami yang ada di kolam.
Setelah itu ikan diberi pakan yang direndam air selama 5-10 menit, hal ini
dimaksudkan agar pakan menjadi lembek dan dengan mudah dapat ditelan oleh
ikan. Jumlah air yang digunakan yaitu 250 ml air untuk 1 kg pakan selama 4 hari
setelah ikan tidak diberi pakan. Jika pakan diberikan langsung tanpa ada proses
tersebut maka ikan lele akan memuntahkan pakan sehingga menyebabkan ikan
menjadi stres selain itu pakan yang dimuntahkan akan mencemari air
pemeliharaan. Setelah ikan dapat beradaptasi dengan pakan, nafsu makan ikan
menjadi tinggi sehingga porsi makan ikan lele meningkat.
Pencegahan penyakit dilakukan dengan cara pemberian obat berupa
antibiotik dan vitamin C (ascorbic acid) ketika nafsu makan ikan berkurang,
pemberian dilakukan dengan cara dilarutkan ke dalam air, dosis yang digunakan
yaitu 1 gram/kg pakan diberikan pada 4 hari diawal pemeliharaan. Setiap 1 kg
pakan dicampur dengan 250 ml air selanjutnya pakan direndam selama 5-10
menit, setelah itu pakan dapat diberikan ke ikan lele.
Pemanenan dilakukan setelah sebagian besar bobot rata-rata ikan mencapai
ukuran konsumsi (6-10 ekor/kg) dengan waktu pemeliharaan selama 2 bulan.
Sehari sebelum pemanenan ikan tidak diberi pakan atau dipuasakan, hal ini
bertujuan untuk mencegah penurunan kualitas air selama pengangkutan akibat
kotoran ikan. Pada saat pemuasaan, ikan akan beradaptasi dengan kondisi pakan
terbatas sehingga akan meminimalkan penggunaan energi dengan menurunkan
laju metabolisme dan konsumsi oksigen (Santoso et al. 2006). Panen dilakukan
pada saat pagi atau sore hari. Kolam pemeliharaan disurutkan menggunakan
pompa selama 2-3 jam, air bekas pemeliharaan dibuang ke saluran air. Sambil
menunggu kolam surut, dilakukan juga pemanenan dengan menggunakan jaring,
hal ini bertujuan untuk menghemat waktu. Setelah kolam surut, ikan lele akan
berkumpul di sudut kolam yang rendah atau di kamalir. Pemanenan dapat
dilakukan dengan menyerok ikan dan kemudian dimasukkan ke dalam drum
plastik untuk kemudian diangkut ke wadah penyortiran.
Wadah penyortiran berupa terpal yang pinggirnya dibatasi dengan kayu atau
paralon 2 inci, ikan disortir dan dimasukkan ke kolam penampungan sementara
berdasarkan ukurannya yaitu ukuran konsumsi ( 6-10 ekor/kg), ukuran besar (3-5
ekor/kg) dan ukuran kecil (>11 ekor/kg). Setelah disortir berdasarkan ukurannya
ikan kemudian diserok dan ditimbang bobotnya, kemudian ikan dimasukkan ke
dalam drum plastik dan siap untuk ditransportasikan.
Setelah diperoleh hasil panen tersebut, ikan berukuran besar (3-5 ekor/kg)
diambil sampel sebanyak 30 ekor untuk diberi peningkatan nilai tambah dengan

7

perlakuan filleting untuk memberikan
pendapatannya menjadi maksimal.

solusi

bagi

pembudidaya

agar

Metode Fillet Ikan
Fillet ikan adalah bagian daging ikan yang diperoleh dengan penyayatan
ikan utuh sepanjang tulang belakang dimulai dari belakang kepala hingga
mendekati bagian ekor (Peterson 2007). Prinsip dasarnya adalah daging ikan
diambil, dibersihkan dari bahan-bahan yang tidak diinginkan (tulang, sisik, kulit,
dan lain-lain), dicuci dan dibekukan.
Dalam mengolah fillet perlu daging ikan yang bermutu tinggi, sehingga
proses yang dilakukan harus disertai dengan upaya mempertahankan mutu daging
ikan tetap tinggi. Penggunaan suhu rendah dan kebersihan yang ketat merupakan
persyaratan utama, baik selama proses filleting, pencucian dan pengemasan.
Kualitas fillet dipengaruhi oleh kualitas bahan baku dan proses produksi (Martha
2006).
Nilai Produksi dan Analisis Keuntungan Usaha
Keuntungan usaha dapat dianalisis dengan mengurangi nilai penerimaan
dari penjualan produk dengan nilai pembiayaan usaha. Pembiayaan usaha terdiri
dari investasi dan biaya produksi. Biaya operasional terdiri dari dua komponen,
yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya
tidak berpengaruh terhadap perkembangan jumlah produksi atau penjualan dalam
satu tahun. Biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi kepada
perkembangan produksi atau penjualan setiap tahun.
Penerimaan
Menurut Soekartawi (1995), Penerimaan adalah perkalian antara output
yang dihasilkan dengan harga jual. Secara sistematis dapat ditulis sebagai berikut :
TR = Q x P
Keterangan :
TR = Penerimaan total (total revenue).
Q = Jumlah produk yang dihasilkan (quantity).
P = Harga (price).
Semakin banyak produk yang dihasilkan maka semakin tinggi harga per unit
produk yang bersangkutan, maka penerimaan total yang diterima produsen akan
semakin besar. Sebaliknya jika produk yang dihasilkan sedikit dan harganya
rendah maka penerimaan total yang diterima oleh produsen semakin kecil.
Penerimaan total yang dikeluarkan akan memperoleh pendapatan bersih yang
merupakan keuntungan yang diperoleh produsen.
Keuntungan (profit)
Menurut Martin et al. (1991), keuntungan dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:
Keuntungan = Penerimaan Total – Biaya Total

8

Revenue Cost Ratio (R/C Ratio)
R/C rasio menunjukan besarnya perbandingan antara penerimaan dengan
biaya total yang dikeluarkan. Nilai R/C diperoleh dengan menggunakan rumus
(Rahardi et al. 1998):

Suatu usaha dikatakan menguntungkan secara ekonomis dari usaha lain bila
resiko output terhadap inputnya lebih menguntungkan dari usaha lain. R/C rasio
atas biaya total dihitung dengan membandingkan antara penerimaan total dengan
biaya total dalam satu periode tertentu (Soekartawi et al. 1995).
Payback Period (PP)
Payback Period adalah parameter yang digunakan untuk mengetahui
lamanya waktu pengembalian modal. Menurut Martin et al. (1991), nilai PP
dihitung dengan menggunakan rumus:

Harga Pokok Produksi
Harga pokok produksi merupakan nilai atau biaya yang dikeluarkan untuk
memproduksi 1 unit produk (Rahardi et al. 1998). HPP dihitung dengan
menggunakan rumus:

Analisis Break Event Point (BEP)
Break Event Point merupakan suatu nilai hasil penjualan output produksi
tepat sama dengan biaya produksi. Pada kondisi BEP ini suatu kegiatan usaha
mengalami impas. Perhitungan BEP digunakan untuk menentukan batas minimum
volume penjualan agar suatu perusahaan tidak rugi (Husnan 1998). Selain itu BEP
dapat dipakai untuk merencanakan tingkat keuntungan yang dikehendaki dan
sebagai pedoman dalam mengendalikan operasi yang sedang berjalan. BEP terdiri
atas:
a) BEP penerimaan, menunjukkan bahwa produksi dikatakan impas jika
memperoleh penerimaan sebesar nominal tertentu. BEP penerimaan
dihitung menggunakan rumus:
BEPp

=

b) BEP unit, menunjukkan bahwa produksi dikatakan impas jika telah
melakukan penjualan sebesar jumlah ikan (ekor) tertentu. BEP unit dihitung
menggunakan rumus:
BEPu

=



9

Analisis Nilai Tambah
Nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu komoditas karena
mengalami proses pengolahan, penyimpanan dan pengangkutan dalam suatu
proses produksi. Menurut Hayami et al. (1987) definisi dari nilai tambah adalah
pertambahan nilai suatu komoditas karena adanya input fungsional yang
diberlakukan pada komoditi yang bersangkutan. Input fungsional tersebut berupa
proses perubahan bentuk (form utility), pemindahan tempat (place utility), maupun
penyimpanan (time utility). Nilai tambah menggambarkan imbalan bagi tenaga
kerja, modal dan manajemen.
Nilai tambah dapat dihitung dengan 2 cara yaitu dengan menghitung nilai
tambah selama proses pengolahan dan menghitung nilai tambah selama proses
pemasaran (Hayami et al. 1987). Tujuan dari analisis nilai tambah adalah untuk
mengukur balas jasa yang diterima pelaku sistem (pengolah) dan kesempatan
kerja yang dapat diciptakan oleh sistem tersebut.
Di sisi lain, khususnya pembudidaya yang dengan segala keterbatasan yang
dimiliki kurang memperhatikan aspek pengolahan hasil. Hasil pertanian sering
ditemui yang langsung dijual karena ingin mendapatkan uang kontan untuk
keperluan yang mendesak. Karena kebutuhan yang mendesak ini, maka kegiatan
panen yang dilakukan juga menjadi kurang sempurna dan akibatnya nilai tambah
hasil pertanian tersebut menjadi rendah (Soekartawi 1991). Dalam hal ini, analisis
nilai tambah digunakan pada proses pengolahan ikan lele ukuran besar menjadi
fillet.
Menjual hasil pertaniannya secara langsung tanpa diolah terlebih dahulu
juga akan menghilangkan kesempatan orang lain yang ingin bekerja pada kegiatan
pengolahan. Sebaliknya bila pengolahan hasil dilakukan, maka banyak tenaga
kerja yang diserap (Soekartawi 1991). Melalui analisis nilai tambah, maka dapat
dianalisa faktor dari proses produksi yang menghasilkan atau menaikan nilai
tambah dan sebaliknya. Penelitian ini menggunakan metode Hayami dalam
menganalisisnya. Adapun analisis nilai tambah dapat terlihat pada Tabel 2
dibawah ini.
Target pasar untuk produk fillet lele biasanya dijadikan untuk industri
pengolahan makanan berbahan dasar daging ikan lele tersebut. Fillet lele yang ada
di pasaran harga jualnya berkisar antara Rp 35.000 – Rp 45.000/kg. Konsumsi
fillet untuk konsumen rumah tangga tidaklah populer di Indonesia dikarenakan
harga fillet yang relatif lebih mahal dibandingkan harga ikan konsumsi. Sebagai
perbandingan, harga ikan lele segar dipasaran berkisar diantara Rp 15.000 – Rp
17.000 per kg, sedangkan harga fillet lele adalah Rp 40.000/kg. Sedangkan untuk
industri pengolahan makanan, fillet mempunyai beberapa kelebihan, yaitu biaya
penyimpanan, distribusi dan transportasi yang lebih murah karena fillet
merupakan bagian ikan yang bermanfaat saja, serta menghemat waktu dan tenaga
kerja karena penanganannya lebih mudah.
Selain produk fillet lele yang dapat dihasilkan, industri ikan lele juga dapat
menghasilkan hasil sampingan berupa kepala, tulang dan jeroan. Hasil samping
tersebut dapat dimanfaatkan sebagai alternatif pengganti tepung ikan untuk
kebutuhan pakan ikan. Dari hasil penelitian ini diharapkan akan diperoleh
teknologi pengolahan ikan lele dan limbahnya yang dapat diadopsi oleh
masyarakat sehingga dapat meningkatkan konsumsi ikan lele dan mendukung
usaha budidaya di masyarakat dan menumbuhkan usaha lain yang terkait.

10

Tabel 2. Analisis perhitungan nilai tambah metode Hayami.
No
Keterangan
Perhitungan
Output, Input, Harga
1 Output (Kg/tahun)
A
2 Input (Kg/tahun)
B
3 Tenaga kerja (HOK/tahun)
C
4 Faktor konversi
D = A/B
5 Koefisien tenaga kerja
E = C/B
6 Harga output (Rp/Kg)
F
7 Upah tenaga kerja (Rp/HOK)
G
Keuntungan
8 Harga bahan baku (Rp/Kg)
H
9 Sumbangan input lain (Rp/Kg)
I
10 Nilai output (Rp)
J=DxF
11 a. Nilai tambah (Rp/Kg)
K=J-H–I
b. Rasio nilai tambah (%)
L = (K/J) x 100%
12 a. Pendapatan tenaga kerja (Rp/Kg)
M=ExG
b. Bagian tenaga kerja (%)
N = (M/K) x 100%
13 a. Keuntungan (Rp/Kg)
O = K- M
b. Tingkat keuntungan (%)
P = (O/K) x 100%
Balas Jasa untuk Faktor Produksi
14 Marjin (Rp/Kg)
Q=J–H
a. Pendapatan tenaga kerja (%)
R=(M/Q) x 100%
b. Sumbangan input lain (%)
S=(I/Q) x 100%
c. Keuntungan pengolah (%)
T=(O/Q) x 100%
Sumber : Hayami et al. 1987

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL
Produksi dan Nilai Produksi
Hasil yang didapatkan dari penelitian ini meliputi produksi dan nilai
produksi. Perolehan ini digunakan sebagai acuan dalam analisis finansial/ekonomi
usaha pembesaran lele. Berdasarkan proses pembudidayaan lele dalam penelitian
ini diketahui rataan hasil seperti yang tersaji sebagai berikut (Tabel 3). Data
produksi merupakan hasil dari pengamatan yang dilakukan selama 1 siklus dan
rataan dari 15 kolam yang masing-masing kolam berukuran 16 m x 7,5 m x 1,7 m.
Analisis usaha pada usaha pembesaran ikan lele meliputi analisis pendapatan
usaha, analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C), analisis Payback Period
(PP) dan analisis Break Even Point (BEP). Rincian biaya investasi, biaya variabel
dan biaya tetap terdapat pada lampiran 1, 2, 3, 4, 5 dan 6. Sedangkan rincian total
penerimaan terdapat pada lampiran 8 dan 9.

11

Tabel 3. Rataan hasil panen per kolam per siklus.
No
1
2
3
4
5

6

Uraian
Tebar benih lele ukuran 12-13 cm
Kelangsungan hidup (SR)
Jumlah pakan
Biomassa panen
Ukuran panen :
a. Konsumsi
b. Besar
c. Kecil
Persentase biomassa per ukuran
a. Konsumsi
b. Besar
c. Kecil

Satuan
ekor
%
Kg
Kg

Jumlah
23.000
64,9±9,3
1.890
1.966

Kg
Kg
Kg

1.510
327
129

%
%
%

76±5,33
17±5,08
7±3,17

Kegiatan usaha merupakan kegiatan yang dapat direncanakan dan
dilaksanakan dalam suatu kesatuan dengan menggunakan sumberdayasumberdaya yang dimiliki baik sebagian maupun seluruhnya yang dikorbankan
dari penggunaan masa sekarang untuk memperoleh manfaat dimasa depan
(Soekartawi 1995). Usaha pembesaran ikan lele tersebut membutuhkan biaya
sebesar Rp 9.065.542.333 dengan total penerimaan Rp 10.414.560.000 sehingga
keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 1.349.017.667. Nilai R/C menunjukan
angka 1,1 yang artinya bahwa setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan pada usaha
pembesaran ikan lele ini akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,1. Analisis
payback period (PP) bertujuan untuk mengetahui seberapa cepat investasi yang
ditanamkan pada usaha pembesaran ikan lele ini dapat kembali. Pada usaha
pembesaran ini nilai PP menunjukan angka 1,3 tahun yang artinya bahwa modal
yang dikeluarkan dapat kembali dalam 1,3 tahun.
Break even point (BEP) merupakan suatu nilai dimana hasil penjualan
output produksi sama dengan biaya produksi. Perhitungan BEP ini digunakan
untuk menentukan batas minimum produksi untuk usaha pembesaran ikan lele
tersebut. Nilai BEP penerimaan untuk usaha pembesaran ikan lele sebesar Rp
1.204.189.531. BEP unit pada penelitian ini dibagi menjadi 3 karena terdapat 3
ukuran panen, yaitu BEP ukuran konsumsi, BEP ukuran besar dan BEP ukuran
kecil berturut turut sebanyak 15.338 kg, 18.577 kg dan 18.595 kg. Nilai harga
pokok produksi (HPP) yaitu sebesar Rp 9.607. Semakin tinggi selisih nilai HPP
dengan harga jual semakin tinggi juga keuntungan yang diperoleh. Perhitungan
analisis keuntungan usaha pembesaran ikan lele dengan tanpa nilai tambah dan
dengan nilai tambah dapat dilihat pada Tabel 4 dibawah ini.

12

Tabel 4. Analisis keuntungan tanpa dan dengan nilai tambah.
No Uraian
Tanpa Nilai Tambah Dengan Nilai Tambah
1 Biaya Investasi
1.733.840.000
1.814.340.000
2 Biaya Tetap
176.374.333
191.019.333
3 Biaya Variabel
8.889.168.000
9.087.168.000
Total Biaya
9.065.542.333
9.278.187.333
4 Penjualan :
a. Konsumsi (Kg)
8.335.200.000
8.335.200.000
b. Besar (Kg)
1.491.120.000
c. Fillet ukuran besar (Kg)
2.120.843.520
d. Kecil (Kg)
588.240.000
588.240.000
e. Produk Sampingan (Kg)
51.969.456
5 Total Penerimaan
10.414.560.000
11.096.252.976
6 Keuntungan
1.349.017.667
1.818.065.643
7 R/C ratio
1,1
1,2
8 BEP (Rp)
1.204.189.531
1.055.007.066
9 BEP (Kg)
a. BEP ikan lele konsumsi
15.338
16.612
b. BEP ikan lele besar
18.577
c. BEP fillet ikan lele besar
4.776
d. BEP ikan kecil
18.595
20.140
10 PP
1,3
1
11 HPP
9.607
9.832
Biaya yang dikeluarkan setelah adanya peningkatan nilai tambah sebesar Rp
9.278.187.333 dengan total penerimaan Rp 11.096.252.976 sehingga keuntungan
yang diperoleh sebesar Rp 1.818.065.643. Nilai R/C rasio setelah adanya filleting
menunjukan angka 1,2 yang artinya bahwa setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan
pada usaha pembesaran ikan lele ini akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp
1,2. Analisis Payback Period (PP) pada usaha pembesaran yang diberi nilai
tambah menunjukan angka 1 tahun yang artinya bahwa modal yang dikeluarkan
dapat kembali dalam 1 tahun. Nilai BEP penerimaan untuk usaha pembesaran
ikan lele yang diberi nilai tambah sebesar Rp 1.055.007.066. BEP unit yang diberi
nilai tambah ini dibagi menjadi 3, yaitu BEP ukuran konsumsi, BEP daging fillet
ukuran besar dan BEP ukuran kecil berturut turut sebanyak 16.612 kg, 4.776 kg
dan 20.140 kg.
Keragaman Ukuran Panen Lele
Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah keragaman hasil panen dari
masing-masing ukuran. Menurut Yusron (2005), Keragaman adalah keseluruhan
variasi berupa bentuk, ukuran dan jumlah yang dapat ditemukan pada makhluk
hidup. Berdasarkan data pada Tabel 5, dapat dilihat bahwa rata-rata produksi ikan
lele konsumsi pada 15 kolam di CV Jumbo Bintang Lestari mengalami fluktuasi
di setiap kegiatan panennya. Rataan jumlah panen berdasarkan 15 unit kolam
yang diamati dari 80 unit kolam yang tersedia adalah 1966 kg dengan jumlah
panen terendah 1.525 kg pada kolam no. 4 sampai 2.435 kg pada kolam no. 8.

13

Jumlah panen tersebut selalu terdiri dari tiga ukuran, yaitu ukuran konsumsi, besar
dan kecil dengan proporsi yang bermacam-macam. Rataan persentase jumlah ikan
ukuran konsumsi adalah 76±5,33, ukuran besar 17±5,08 dan ukuran kecil 7±3,17.
Pembudidayaan lele ini berlangsung dengan laju konversi pakan (FCR) 1,14 dan
kelangsungan hidup (SR) sebesar 64,9±9,3%.
Tabel 5. Biomassa panen ikan lele dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari per kolam
No
Kolam

Biomassa

1
2

Biomassa per ukuran (Kg)

Persentase (%)

Konsumsi

Besar

Kecil

Konsumsi

2.133

1.820

205

108

2.090

1.590

325

175

3

1.938

1.633

250

4

1.525

1.025

475

5

1.955

1.515

340

6

2.135

1.828

7

2.410

1.825

8

2.435

9

1.785

10

FCR

SR (Survival
Rate)

Besar

Kecil

85,3

9,6

5,1

1,03

72,5

76,1

15,6

8,4

1,00

70,1

55

84,3

12,9

2,8

1,08

64,0

25

67,2

31,1

1,6

1,34

45,2

100

77,5

17,4

5,1

1,11

63,8

255

52

85,6

11,9

2,4

1,05

70,7

400

185

75,7

16,6

7,7

1,05

80,1

1.720

540

175

70,6

22,2

7,2

1,10

78,3

1.355

265

165

75,9

14,8

9,2

1,15

60,3

1.545

1.175

250

120

76,1

16,2

7,8

1,26

51,5

11

1.820

1.400

310

110

76,9

17,0

6,0

1,12

59,8

12

1.746

1.285

241

220

73,6

13,8

12,6

1,10

60,4

13

2.136

1.700

333

103

79,6

15,6

4,8

1,17

70,3

14

1.860

1.340

300

220

72,0

16,1

11,8

1,24

63,3

15

1.974

1.433

419

122

72,6

21,2

6,2

1,29

63,5

Rata-rata

1.966

1.510

327.2

129

76±5,33

17±5,08

7±3,17

1.14±0,10

64,9±9,3

Analisis Nilai Tambah
Analisis nilai tambah merupakan pertambahan nilai pada suatu produk
setelah dilakukan proses pengolahan lebih lanjut. Analisis nilai tambah akan
memberikan informasi mengenai faktor-faktor dari proses produksi yang
menghasilkan atau meningkatkan nilai tambah. Nilai tambah yang diberikan
adalah dengan kegiatan filleting pada ikan lele ukuran besar yang memberikan
hasil seperti pada Tabel 6.
Tabel 6. Ukuran ikan dan fillet ikan lele per ekor
Parameter

Nilai

Berat ikan (g)

283,13±33

Berat fillet (g)

95,65±16

Rendemen (%)

33,78±2,33

Produk samping (g)

185,91±20

Keterangan : Data diambil dari rata-rata 30 ekor ikan.

Dari hasil penelitian ini ikan lele dengan berat 283,13±33 gram per ekor
menghasilkan rendemen sebesar 95,65±16 gram atau 33,78±2,33 % dari berat
ikan.

14

Untuk melihat besarnya nilai tambah yang diciptakan, maka dilakukan
analisis nilai tambah metode hayami. Rata-rata perhitungan nilai tambah metode
hayami pengolahan ikan lele besar menjadi daging fillet lele dapat dilihat pada
Tabel 7. Perhitungan analisis nilai tambah ini menggunakan asumsi 1 tahun
terdapat 6 siklus dimana proses fillet dilakukan sebanyak 6 kali.
Tabel 7. Rata-rata perhitungan nilai tambah fillet untuk 1 tahun.
No
Keterangan
Perhitungan
Output, Input, Harga
1 Output (Kg/tahun)
53.021
2 Input (Kg/tahun)
156.960
3 Tenaga kerja (HOK/tahun)
66
4 Faktor konversi
0,34
5 Koefisien tenaga kerja
0,0004
6 Harga output (Rp/Kg)
40.000
7 Upah tenaga kerja (Rp/HOK)
60.000
Keuntungan
8 Harga bahan baku (Rp/Kg)
9.500
9 Sumbangan input lain (Rp/Kg)
10 Nilai output (Rp)
13.512
11 a. Nilai tambah (Rp/Kg)
4.012
b. Rasio nilai tambah (%)
29,69
12 a. Pendapatan tenaga kerja (Rp/Kg)
25,23
b. Bagian tenaga kerja (%)
63
13 a. Keuntungan (Rp/Kg)
3.986,75
b. Tingkat keuntungan (%)
99,37
Balas Jasa untuk Faktor Produksi
14 Marjin (Rp/Kg)
4.012
a. Pendapatan tenaga kerja (%)
0,63
b. Sumbangan input lain (%)
c. Keuntungan perusahaan (%)
99,37
Analisis Keuntungan
Analisis keuntungan dihitung dalam jangka waktu satu tahun. Asumsi biaya
yang digunakan dilihat berdasarkan kebutuhan biaya tambahan yang dibutuhkan.
Asumsi yang digunakan untuk budidaya adalah sebagai berikut :
a. Data produksi dihitung dari 80 unit kolam dengan siklus produksi 6 kali per
tahun.
b. Harga faktor produksi dianggap tetap selama siklus produksi.
c. Harga jual ikan ukuran konsumsi (6-10 ekor/kg) sebesar Rp 11.500/kg,
ukuran besar (3-5 ekor/kg) sebesar Rp 9.500/kg dan ukuran kecil (ukuran
>11 ekor/kg) sebesar Rp 9.500/kg, harga jual fillet lele sebesar Rp
40.000/kg dan harga jual produk sampingan sebesar Rp 500/kg.
d. Hari orang kerja (HOK) dilakukan selama 8 jam per hari dengan upah Rp
60.000/hari.

15

e. Berdasarkan penentuan jumlah kapasitas produksi dari ikan lele ukuran
besar, maka jumlah input yang dibutuhkan adalah 156.960 kg per tahun
setara dengan 26.160 kg per siklus. Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Martha (2006), bahwa 6 kg ikan dapat diproses menjadi fillet oleh 1 orang
dengan waktu 1 jam. Pada penelitian ini untuk 26.160 kg dapat diselesaikan
dalam waktu 4.360 jam. Karena tenaga kerja yang digunakan adalah tenaga
manusia yang setiap harinya bekerja selama 8 jam, maka 1 orang dapat
menyelesaikan fillet selama 545 hari. Agar menghemat waktu maka tenaga
kerja yang digunakan sebanyak 50 orang. Sehingga waktu yang dapat
diselesaikan dalam 1 siklus produksi adalah 11 hari.
f. Tenaga kerja untuk teknis budidaya dari 8 orang menjadi 5 orang dengan
tujuan untuk efisiensi sumberdaya manusia.

PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa produksi lele selalu
menghasilkan ukuran produk akhir yang berbeda. Berdasarkan kelompok ukuran,
dihasilkan tiga kelompok yaitu lele konsumsi dengan proporsi tertinggi dengan
76%, lele besar 17% dan lele kecil 7%. Menurut hasil penelitian yang dilakukan
oleh Nugroho (2012), hasil produksi terdapat 3 ukuran panen yaitu daging
sebanyak 73,01%, besar sebanyak 10,72%, dan kecil sebanyak 13,72%. Menurut
Anonim (2008) jumlah lele ukuran besar ini juga cukup melimpah, bisa mencapai
10% dalam tiap siklus produksinya dan total kerugian pun akan di tanggung oleh
para pembudidaya yang membuat pendapatan bagi pembudidaya tidak maksimal.
Pada setiap siklus produksi, keseragaman ikan lele tidak tercapai dikarenakan
pakan yang tersedia jumlahnya tidak mencukupi. Menurut Anonim (2011),
apabila makanan yang tersedia jumlahnya kurang, maka akan terdapat ikan yang
tidak mendapatkan cukup makanan dikarenakan ikan tersebut kalah dalam
persaingan mendapatkan makanan, akibatnya beberapa ikan pertumbuhannya
menjadi terhambat. Salah satu cara menghadapi hal tersebut adalah dengan
menambah pakan dan melakukan pemisahan ukuran (grading). Pada dasarnya
grading perlu dilakukan agar tercapai tingkat keseragaman ukuran sekaligus untuk
mencegah kanibalisme karena ikan lele tergolong ikan yang bersifat kanibal
sehingga jika tidak diseleksi dan dipisahkan ruang pemeliharaannya maka lele
berukuran lebih besar akan memangsa lele yang berukuran lebih kecil.
Kelangsungan hidup adalah peluang hidup suatu individu dalam waktu
tertentu (Effendi 2002). Tingkat kelangsungan hidup akan sangat menentukan
produksi yang diperoleh dan berhubungan dengan ukuran ikan yang dipelihara.
Pada usaha pembesaran lele di tempat penelitian, penebaran benih menerapkan
tingkat kepadatan benih 120 ekor/m3 dengan padat tebarnya adalah 23.000 ekor.
Nilai tingkat kelangsungan hidup dari budidaya ikan lele yaitu 64,9±9,3%. Jika
dibandingkan dengan ketetapan dari KKP, nilai SR (Survival Rate) ikan lele dapat
mencapai 90% (KKP 2011). Tidak dapat tingginya tingkat kelangsungan hidup
diduga oleh penurunan kualitas air, namun selama masa pemeliharaan, kualitas air
masih dalam kisaran yang memungkinkan ikan lele untuk hidup dengan baik.
Oleh karena itu, penurunan nilai kelangsungan hidup diduga terjadi karena faktor
lain, diantaranya disebabkan oleh air di kolam penelitian tidak mengalami

16

pergantian air (stagnan water) hingga akhir pemeliharaan. Hal tersebut
menunjukan bahwa dengan adanya sistem air yang mengalir maka dapat
menciptakan kondisi perairan yang lebih baik, sehingga dapat mempertahankan
tingginya derajat kelangsungan hidup.
Nilai FCR pada produksi lele tidak selalu tetap. Nilai FCR yang melebihi
nilai standar yang terjadi di CV Jumbo Bintang Lestari ini bisa diakibatkan karena
manajemen penyimpanan pakan yang kurang terkontrol dengan baik. Kisaran
FCR yaitu 1,00 sampai dengan 1,34. Adapun standar FCR yang digunakan di CV
Jumbo Bintang Lestari yaitu 1. Artinya, untuk menghasilkan satu kilogram daging
ikan kultur maka pakan yang dibutuhkan adalah sebanyak 1 kilogram sehingga
dapat dikatakan kualitas pakan telah sesuai dengan harapan perusahaan. Ditinjau
dari segi teknis budidaya, nilai FCR terkait dengan parameter keberhasilan
pengelolaan pakan lele. Sedangkan secara finansial, nilai FCR akan berpengaruh
terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh pada satu siklus budidaya karena
pakan merupakan penyumbang biaya terbesar pada suatu usaha budidaya lele.
Dalam suatu budidaya bila nilai FCR tinggi maka kualitas pakan rendah karena
diperlukan jumlah pakan yang banyak untuk pemenuhan kebutuhan ikan sehingga
biaya operasional yang dikeluarkan menjadi besar. Pemberian pakan merupakan
faktor penting dalam pertumbuhan ikan. Pemberian pakan yang terlalu sedikit
menyebabkan pertumbuhan ikan menjadi lambat bahkan mengalami defisiensi
nutrisi. Hal ini didukung oleh Goddard (1996), yang menyatakan bahwa
pemberian pakan sekenyangnya kepada ikan akan menghasilkan pertumbuhan
yang maksimal, namun FCR akan tinggi.
Potensi pembiayaan pada pembesaran ikan lele ini membutuhkan biaya
yang besar dan penerimaan yang dapat menutupi pengeluaran untuk biaya yang
dikeluarkan. Penerimaan sebelum adanya nilai tambah ini didapat dari seluruh
hasil produksi dijual langsung, padahal harga dari ikan lele ukuran besar lebih
rendah dari ikan lele ukuran konsumsi. Kenaikan penerimaan ini berasal dari
harga jual fillet ikan lele ukuran besar lebih tinggi yaitu sebesar Rp 40.000.
Persentase kenaikan penerimaan sebelum diberi nilai tambah dengan yang sudah
diberi nilai tambah sebesar 6,5%. Biaya yang dikeluarkan ini sebelum adanya nilai
tambah filleting pada ikan lele ukuran besar. Setelah adanya peningkatan nilai
tambah pada ikan lele ukuran besar, persentase kenaikan biaya sebelum diberi
nilai tambah dengan yang sudah diberi nilai tambah sebesar 2,3%, karena
penambahan biaya sebesar Rp 212.645.000. Persentase keuntungan dari sebelum
diberi nilai tambah dengan yang sudah diberi nilai tambah sebesar 36,4%.
Penambahan keuntungan yang diperoleh adalah sebesar Rp 469.047.976. Hal ini
disebabkan total produksi ikan lele ukuran besar sebesar 160.426 kg seluruhnya
(100%) diberi perlakuan filleting menghasilkan daging sebanyak 53.021 kg dan
dapat terjual dengan harga yang lebih tinggi sebesar Rp 40.000/kg.
Jika dilihat dari penambahan total biaya, penerimaan dan keuntungan
tersebut bahwa dengan penambahan biaya sebesar 2,3% dapat meningkatkan
penerimaan hingga mencapai 6,5% dan keuntungannya pun meningkat 36,4%.
Dengan menjual ikan lele secara utuh mulai dari ukuran konsumsi, besar dan kecil
sebenernya pembudidaya tidak rugi, namun keuntungannya menjadi tidak
maksimal. Dengan menjual ikan besar dalam bentuk fillet dapat meningkatkan
keuntungan bagi pembudidaya. Menurut Isyagi et al. (2009), pembudidaya lele di
Uganda telah memulai untuk membuat fillet dari bahan baku ikan lele ukuran

17

besar sebagai diversifikasi produk karena volume produksi ikan lele yang besar
dan pasar dari ikan lele tersebut dapat diekspor dalam bentuk fillet, lele asap dan
lele beku, sehingga dapat meningkatkan pendapatan pembudidaya.
Pena