Pengaruh Deterjen dalam Peluruhan Lilin dan Mortalitas Kutu Putih, Paracoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae)

PENGAR
RUH DET
TERJEN D
DALAM PELURUH
P
HAN LILIIN DAN
MOR
RTALITA
AS KUTU PUTIH, Paracoccu
P
us margina
atus
(HEM
MIPTERA:: PSEUDO
OCOCCID
DAE)

A
AGUS
FIT
TRIANI TAMBUN

T

DEPAR
RTEMEN PROTEK
KSI TANA
AMAN
TAS PERT
TANIAN
FAKULT
INS
STITUT PERTANIA
AN BOGO
OR
BOGOR
2013

ABSTRAK

AGUS FITRIANI TAMBUN. Pengaruh Deterjen dalam Peluruhan Lilin dan
Mortalitas Kutu Putih, Paracoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae).

Dibimbing oleh DADANG dan DEWI SARTIAMI.
Kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae)
merupakan salah satu hama penting yang dapat menurunkan produksi pepaya.
Salah satu langkah efektif yang dapat digunakan untuk mengurangi populasi hama
ini adalah dengan menggunakan insektisida. Selain itu, deterjen juga dapat
digunakan sebagai agens pengendali untuk hama ini. Penelitian ini bertujuan
mengetahui keefektifan jenis deterjen dalam peluruhan lilin dan menilai
keefektifan insektisida dalam mengendalikan kutu putih pepaya, Paracoccus
marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae) pada tanaman pepaya. Deterjen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah deterjen bubuk, deterjen cair dan deterjen
krim. Deterjen uji disemprotkan ke nimfa instar ketiga P. marginatus dengan
konsentrasi masing-masing 0.05%, 0.1%, 0.2% dan kontrol. Perhitungan
persentase penurunan lilin dilakukan pada 1, 2, 3, 4 dan 5 hari setelah perlakuan.
Metode yang sama dilakukan pada uji dua insektisida sintetik, yaitu profenofos
dan deltametrin. Perlakuan deterjen cair menunjukkan peluruhan lilin yang lebih
tinggi dibandingkan dengan deterjen bubuk dan krim dengan persentase masingmasing 64%, 58% dan 48%. Rata-rata kematian serangga pada perlakuan
kombinasi deltametrin dan deterjen yang lebih tinggi dari pada perlakuan
kombinasi profenofos dan deterjen.
Kata kunci :Deltametrin, Paracoccus marginatus, pepaya, profenofos


ABSTRACT

AGUS FITRIANI TAMBUN.The effect of detergent in shedding wax layer and
causing mortality of papaya mealybug, Paracoccus marginatus (Hemiptera:
Pseudococcidae). Supervised by DADANG and DEWI SARTIAMI.
Papaya mealybug, Paracoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae)
is one of important pests that can decrease papaya production. An effective
control effort to reduce the population of this insect pest is by using insecticides
but the excessive and improper uses cause undesirable effect to human and
environments. Moreover, detergents can be also used as control agents to this
insect pest. The objective of this research was to study the role of detergent in
controling the papaya mealybug. Detergents used in this experiment were powder
detergent (a.i: sodium dodecyl benzene sulfonate), liquid detergent (a.i: sodium
alkyl benzene sulfonate) and cream detergent (a.i: sodium alkylbenzene
sulfonate). Each test detergent was sprayed to third instar nymph of P. marginatus
with the detergent concentrations of 0.05%, 0.1%, 0.2% and control. Observation
of decreasing wax layer was carried out at 1, 2, 3, 4 and 5 days after treatment.
Two syntetic insecticides were used in this experiment; profenofos and
deltamethrin. The same method was used in testing the syntetic insecticides, both
single and the combination treatment of insecticide and liquid detergent. Insect

mortality was assessed at 1, 2, 3, 4 and 5 days after treatment. Liquid detergent
treatment showed higher activity in causing shed of wax layer than powder and
cream detergents with the percentage for each treatment of 64%, 58%, and 48%,
respectively.The average of insect mortalities on the treatments of combination of
deltamethrin and detergent were higher than the treatment of combination of
profenofos and detergents.
Key words: Carica papaya, deltametrin, Paracoccus marginatus, profenofos
 
 
 
 
 
 

PENGARUH DETERJEN DALAM PELURUHAN LILIN DAN
MORTALITAS KUTU PUTIH, Paracoccus marginatus
(HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE) 
 
 
 

 
 
 
 

AGUS FITRIANI TAMBUN 

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi


: Pengaruh Deterjen dalam Peluruhan Lilin dan Mortalitas
Kutu

Putih,

Paracoccus

marginatus

(Hemiptera:

Pseudococcidae)
Nama Mahasiswa

: Agus Fitriani Tambun

NIM

: A34070002


Disetujui,

Dosen Pembimbing I

Dosen Pembimbing II

Dra. Dewi Sartiami, M.Si.
NIP. 19641204 1991032 00

Prof. Dr. Ir. Dadang, M.Sc.
NIP. 19640204 1990021 002

Diketahui,
Ketua Departemen

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si.
NIP.19650621 1989102 001

 


Tanggal lulus:
 
 

PRAKATA

1.
2.
3.

4.
5.
6.
7.
8.

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nya sehingga skripsi dengan judul “Pengaruh Deterjen dalam
Peluruhan Lilin dan Mortalitas Kutu Putih, Parcoccus marginatus (Hemiptera:

Pseudococcidae)”. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Sistematika Serangga
dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian
Bogor pada Agustus 2011 sampai Mei 2012 Penelitian ini merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
Tuhan YME sebagai penolong, penopang, pemberi kehidupan, dan semua yang
boleh saya dapatkan hingga saat ini.
Kedua orang tua (Jonner Tambun dan Ruslina Rosalina Rumapea) dan semua
keluarga yang telah memberikan doa, motivasi, kasih sayang dan kesabaran.
Prof. Dr. Ir. Dadang, M.Sc. dan Dra. Dewi Sartiami, M.Si. yang telah bersedia
menjadi dosen pembimbing dan telah memberikan bimbingan, arahan, perhatian,
dan pemecahan dalam setiap permasalahan, serta ilmu yang sangat bermanfaat
kepada penulis sehingga penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan
dengan baik.
Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc. selaku dosen penguji tamu.
Dra. Dewi Sartiami, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memperhatikan, menyayangi dan memberikan arahan pada saya.
Keluarga LAFADELARYC: Leo, Ayu, Fitri, Anton, Diah, Ellen, Lucia, Ambrose,
Rendrat, Yuni, dan Chrisye yang telah memberikan motivasi dan pelajaran hidup.

Keluarga Puella Domini Choir, KEMAKI, UKM Sepak Bola IPB, UKM Futsal
IPB, PTN 44, dan Keluarga besar PTN IPB.
Mahasiswa, dosen, staf, beserta Laboran Departemen Proteksi Tanaman, serta
semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi
ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk kedepannya.
Bogor, Juni 2013
Agus Fitriani Tambun

 

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

xiii

DAFTAR GAMBAR


ix

DAFTAR LAMPIRAN

x

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang
Tujuan
Manfaat Penelitian
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Metode Penelitian
Persiapan Tanaman Inang
Perbanyakan Serangga Kutu Putih Pepaya pada Inang
Persiapan Kurungan Serangga
Pemeliharaan Serangga Uji pada Tanaman Pepaya
Pengujian Pengaruh Deterjen
Pengujian Keefektifan Insektisida
Pengujian Keefektifan Campuran Deterjen dan Insektisida
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Pengaruh Deterjen terhadap Peluruhan Lilin P. marginatus
Uji Keefektifan Insektisida
Uji Keefektifan Campuran Insektisida dan Deterjen
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

1
2
2
3
3
3
3
3
4
4
4
5
5
6
6
10
11
14
14
14

DAFTAR PUSTAKA

14

LAMPIRAN

18

RIWAYAT HIDUP

24

DAFTAR TABEL

1.
2.
3.
4.
5.

Rata-rata persen peluruhan lilin pada perlakuan tiga jenis deterjen
terhadap nimfa instar III Paracoccus marginatus
Mortalitas serangga uji pada perlakuan profenofos
Mortalitas serangga uji pada perlakuan deltametrin
Mortalitas serangga uji pada perlakuan profenofos dan deterjen cair
Mortalitas serangga uji pada perlakuan deltametrin dan deterjen cair

8
10
11
12
13

DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4

Tahapan perkembangan Paracoccus marginatus
Tahapan perkembangan Paracoccus marginatus menurut Tanwar
Kutu putih yang mengalami peluruhan (a), kutu putih dengan lilin baru (b)
Jumlah kutu putih yang mengalami peluruhan lilin
oleh deterjen bubuk (a), deterjen cair (b) dan deterjen krim (c)

3
4
6
9

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Jumlah kutu putih yang mengalami peluruhan
lilin oleh deterjen bubuk
Jumlah kutu putih yang mengalami peluruhan
lilin oleh deterjen cair
Jumlah kutu putih yang mengalami peluruhan
lilin oleh deterjen krim
Mortalitas P. marginatus yang diberi perlakuan
insektisida profenofos
Mortalitas P. marginatus yang diberi perlakuan
insektisida deltamethrin
Mortalitas P. marginatus yang diberi perlakuan
profenofos dan deterjen cair
Mortalitas P. marginatus yang diberi perlakuan
deltametrin dan deterjen cair

17
18
19
20
21
22
23

1
 

Pendahuluan

Latar Belakang
Pepaya merupakan salah satu komoditas buah yang dikonsumsi oleh hampir
seluruh lapisan masyarakat. Buah ini sering dinamakan sebagai the health fruit of
the angels karena kandungan nutrisinya yang sangat bermanfaat untuk kesehatan
manusia. Di Indonesia tanaman pepaya ditanam sebagai tanaman pekarangan dan
juga sebagai tanaman perkebunan. Luas lahan panen pepaya di Indonesia pada
tahun 2009 mencapai 9 571 ha dengan produksi mencapai 772 844 ton
(Departemen Pertanian 2010). Umumnya, tanaman pepaya dapat tumbuh optimal
pada ketinggian 200-500 m di atas permukaan laut dengan kisaran suhu antara 2530 oC (Sujiprihati dan Suketi 2009).
Kutu putih, Paracoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae)
merupakan salah satu hama penting yang dapat menyebabkan kerugian besar bagi
petani pepaya. Hama ini dapat menyebabkan kegagalan panen jika terjadi
serangan berat terutama pada musim kemarau. Hal ini juga disebabkan oleh sifat
hama kutu putih yang polifag, yaitu melalui manusia, terbawa angin dan burung
sehingga potensi penyebarannya sangat cepat. Pada tahun 2009, P. marginatus
dilaporkan menyerang lebih dari 21 spesies tanaman di Indonesia dari famili
Apocynaceae,
Araceae,
Caricaceae,
Convolvulaceae,
Cucurbitaceae,
Euphorbiaceae, Fabaceae, Malvaceae, Moraceae, Myrtaceae, Rubiaceae dan
Solanaceae (Sartiami et al. 2009).
Kutu putih merusak tanaman dengan cara menghisap cairan tanaman
sehingga mengakibatkan terjadinya klorosis, kerdil, malformasi daun, dan dapat
merontokkan daun muda dan buah. Pada tanaman muda (bibit), serangan berat
dapat menyebabkan tanaman kering dan mati. Pada tanaman dewasa, gejala yang
muncul adalah daun menguning, dan kadang kala juga dapat menyebabkan daun
gugur. Serangan pada buah yang belum matang mengakibatkan bentuk buah yang
tidak sempurna. Pada populasi hama kutu tinggi dapat menutupi permukaan buah
(Pentoja et al. 2002).
Kerusakan yang ditimbulkan oleh hama kutu putih akan menurunkan
produksi buah jika tidak dilakukan pengendalian. Hama kutu putih memiliki
lapisan lilin tebal yang digunakan sebagai pertahanan diri. Insektisida sangat sulit
menembus lapisan lilin pada hama kutu putih sehingga diperlukan bahan lain yang
dapat meluruhkan lilin pada hama ini dan dapat membantu memaksimalkan kerja
insektisida dalam mengendalikan hama kutu putih. Upaya pengendalian yang
cepat dan efektif adalah menggunakan insektisida secara tepat dan bijaksana.
Salah satu bahan yang dapat digunakan untuk meluruhkan lilin dan sekaligus
mengendalikan hama kutu putih adalah deterjen.
Deterjen adalah senyawa yang dibuat sedemikian rupa sehingga memiliki
keistimewaan tertentu, yaitu jika senyawa itu larut dalam air, akan bersifat
surfaktan (Surface Active Agent). Surfaktan merupakan senyawa aktif penurun
tegangan permukaan yang bersifat ampifatik, yaitu senyawa yang mempunyai
gugus hidrofobik yang bersifat nonpolar (larut dalam minyak/lemak) dan
hidrofilik yang bersifat polar (larut dalam air), serta molekul yang cenderung
terpartisi pada antar permukaan fasa cairan yang berbeda tingkat kepolaran dan
ikatan hidrogennya (Cooper dan Zajic 1980; Desai dan Banat 1997; Suryani et al.

2
 

2000). Menurut English (2005), deterjen telah digunakan untuk mengendalikan
perkembangan populasi hama pada awal tahun 1800-an. Cara-cara tersebut cukup
efektif meski harus diaplikasikan berkali-kali, namun perlu kehati-hatian karena
dapat mematikan tanaman.
Di samping itu, insektisida sintetik diketahui memiliki banyak keunggulan
di antaranya efektif pada dosis rendah, memberikan hasil yang cepat, dan
ekonomis. Insektisida sintetik merupakan salah satu sarana penting yang dapat
digunakan untuk mengendalikan hama dalam keadaan darurat ketika populasi
hama telah mendekati atau melampaui ambang ekonomi (Metcalf 1982;
Djojosumarto 2008).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengetahui keefektifan jenis deterjen dalam
peluruhan lilin dan menilai keefektifan insektisida dalam mengendalikan kutu
putih pepaya, Paracoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae) pada tanaman
pepaya.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
aktivitas deterjen dan insektisida yang terbaik, terhadap kutu putih P. marginatus
pada tanaman pepaya yang selanjutnya dapat digunakan sebagai landasan dalam
pemanfaatan pestisida tersebut di lapangan.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

3
 
 

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga dan
Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan mulai
bulan Agustus 2011 sampai dengan bulan Mei 2012.
Metode Penelitian
Persiapan Tanaman Inang
Bibit tanaman pepaya (Carica papaya L) varietas California digunakan
sebagai tanaman inang kutu putih, Paracoccus marginatus. Bibit tanaman
berumur 2 minggu dipindahtanamkan ke polybag berkapasitas 5 kg (25 cm x 30
cm) yang telah diisi campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1
(w/w). Bibit tanaman pepaya diperoleh dari Pusat Kajian Hortikultura Tropika
(PKHT), Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) IPB.
Pemeliharaan tanaman yang dilakukan adalah penyiraman dan penyiangan
gulma yang ada di sekitar tanaman. Tanaman-tanaman yang dipelihara digunakan
sebagai inang serangga uji.
Perbanyakan Serangga Kutu Putih Pepaya pada Tanaman Inang
Beberapa imago kutu putih pepaya diambil dari Desa Rancabungur,
Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, lalu dipelihara di laboratorium,
kemudian diperbanyak pada tanaman pepaya yang berumur 1.5 bulan atau telah
mencapai tinggi 20 cm. Serangga kutu putih pada tanaman pepaya dibiarkan
berkembang biak hingga didapatkan jumlah yang cukup untuk pengujian.
Serangga uji yang digunakan adalah serangga instar III. Untuk mengetahui tahap
perkembangan serangga instar III, mengacu pada Gambar 1. Pada Gambar 2
tertera tahapan perkembangan kutu putih menurut Tanwar et al. (2010).

Instar 2
Telur

Imago 
Betina

Instar 3

Instar 1 
Instar 2

Insr 3 
(Prapupa) 

Instar 4 
(Pupa)

Gambar 1 Tahapan perkembangan Paracoccus marginatus

Imago  
Jantan

4
 
Periode 
peletakan telur 
10 hari 
Instar  I 

Telur 
150‐600 butir 

Siklus hidup 
24‐26 hari pada betina 
27‐30 hari pada jantan 
pada suhu 25oC & 65% 
RH 

Jantan 

Instar II 

Betina 

Instar III 
Instar 
IV 

Gambar 2 Tahapan perkembangan Paracoccus marginatus menurut Tanwar et al.
(2010)

Persiapan Kurungan Serangga
Kurungan serangga berbentuk tabung yang terbuat dari plastik mika dengan
ukuran tinggi 25 cm dan diameter 10 cm, kemudian bagian atas kurungan
serangga ditutup kain kasa yang direkatkan menggunakan lem. Kurungan
serangga tersebut digunakan juga untuk pengujian.
Pemeliharaan Serangga Uji pada Tanaman Perlakuan
Telur yang telah menetas (crawler) dipindahkan ke tanaman uji yang telah
disediakan. Selanjutnya, dilakukan pengamatan yang meliputi perkembangan
setiap instar mulai instar I sampai instar III dan memastikan kecukupan jumlah
serangga uji yang akan digunakan dalam perlakuan.
Pengujian Pengaruh Deterjen
Pada pengujian ini digunakan tiga jenis deterjen, yaitu berbentuk bubuk
(b.a: sodium dodecyl benzene sulfonate), cair (b.a: natrium alkyl benzene
sulfonate), dan krim (b.a: sodium alkyl benzene sulfonate). Masing-masing
sediaan sabun tersebut diencerkan dengan menambahkan akuades hingga
mendapatkan cairan sabun dengan konsentrasi masing-masing 0.05%, 0.1% dan
0.2% untuk kemudian diaplikasikan pada serangga uji.

5
 

Sebanyak 10 ekor serangga uji nimfa instar III per tanaman disemprot
dengan masing-masing konsentrasi deterjen. Serangga uji yang berada di atas dan
bawah permukaan daun disemprot sebanyak 10 kali semprot (volume ± 4.4 ml)
menggunakan botol semprot (handsprayer). Tanaman percobaan dikurung dengan
kurungan mika-kasa (p = 25 cm, d = 16 cm). Kemudian kutu putih yang
mengalami peluruhan lilin dicatat.
Jumlah kutu putih yang mengalami peluruhan lilin dihitung pada 1, 2, 3, 4,
dan 5 hari setelah perlakuan (HSP). Pengamatan dilakukan dengan menggunakan
kaca pembesar dan mikroskop binokuler.
Percobaan disusun dalam rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 5 kali
ulangan. Data serangga uji pada setiap waktu pengamatan diolah menggunakan
program komputer Statistical Analysis System (SAS) ver. 9.1.3. Perbandingan
nilai tengah antar perlakuan dilakukan dengan uji selang berganda Duncan pada
taraf nyata 5%.
Perhitungan persentase dilakukan dengan menghitung seluruh jumlah
serangga uji yang mengalami peluruhan lilin dan membagi dengan jumlah seluruh
serangga uji dan mengalikannya dengan seratus persen, sehingga diperoleh ratarata persentase peluruhan setiap hari setelah perlakuan selama 5 hari.
Pengujian Keefektifan Insektisida
Keefektifan insektisida diuji dengan 3 konsentrasi, yaitu 0.05%, 0.1%, dan
0.2%. Insektisida yang digunakan dalam perlakuan adalah insektisida berbahan
aktif propenofos (Curacron 500 EC) dan deltametrin (Decis 25 EC). Formulasi
insektisida deltametrin ataupun profenofos dicampur dengan akuades dan
dimasukkan ke dalam botol semprot (sprayer) lalu diaplikasikan.
Nimfa instar III P. marginatus sebanyak 10 ekor per tanaman diletakkan
pada permukaan atas daun dan dibiarkan selama 1 hari pada tanaman sebelum
penyemprotan agar kutu serangga uji beradaptasi pada tanaman uji. Setelah itu,
tanaman pepaya disemprot dengan insektisida maupun campuran antara
insektisida dan deterjen sebanyak 10 kali semprot. Jumlah kutu yang mati
dihitung pada 1, 2, 3, 4 dan 5 hari setelah perlakuan (HSP). Rancangan percobaan
dan analisis data sama seperti pada percobaan sebelumnya.
Pengamatan dilakukan dengan mengamati jumlah kutu putih yang mati
karena terpapar oleh insektisida. Jumlah mortalitas hama kutu putih pada tanaman
uji di hitung.
Pengujian Keefektifan Campuran Insektisida dan Deterjen
Satu jenis deterjen yang dianggap paling efektif berdasarkan hasil uji
deterjen diencerkan dengan menggunakan akuades hingga mencapai konsentrasi
0.05%, 0.1% dan 0.2%. Deterjen yang paling efektif dalam meluruhkan lilin
berdasarkan hasil uji adalah deterjen cair. Kombinasi yang digunakan dalam
perlakuan adalah campuran insektisida prefonofos dengan deterjen cair dan
deltametrin dengan deterjen cair. Perbandingan campuran insektisida dan deterjen
adalah 1:1 dengan masing-masing konsentrasi. Metode penyemprotan dan
pengamatan dilakukan sama dengan pengujian keefektifan insektisida.
 

6
 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Deterjen terhadap Peluruhan Lilin P. marginatus
Terdapat tiga jenis deterjen dilihat dari bentuk fisiknya, yaitu deterjen cair,
deterjen krim (pasta) dan deterjen bubuk. Secara umum, fungsi deterjen cair
hampir sama dengan deterjen bubuk dan deterjen krim, yang membedakan
hanyalah dari segi bentuk, yaitu bubuk, krim dan cair (Permono 2002).
Kandungan deterjen yang dibuat pada saat ini memungkinkan untuk memperoleh
hasil yang sama atau lebih baik pada temperatur pencucian yang lebih rendah dan
energi yang lebih sedikit serta menghasilkan proses uraian biologis yang lebih
efisien yang dapat melindungi lingkungan dari pencemaran (Myers 1946).
Kutu putih memiliki lilin yang tebal sebagai pertahanan diri. Lilin yang
dihasilkan oleh kutu putih dapat dikategorikan dalam golongan lemak. Dari
penelitian ini lilin tersebut dapat luruh oleh larutan deterjen pada konsentrasi 0.05,
0.1 dan 0.2%. Beberapa literatur menyebutkan bahwa deterjen dapat menawarkan
cara yang relatif aman dan mudah untuk mengendalikan banyak hama serangga
khususnya yang memiliki lapisan lilin dan pada penelitian ini kutu putih
Paracoccus marginatus. Deterjen dapat berperan sebagai insektisida kontak tanpa
efek residu. Menurut Crawshaw (2008), deterjen yang digunakan untuk
mengendalikan serangga diencerkan dengan air untuk menghasilkan konsentrasi
sekitar 2 persen sampai 3 persen, namun aplikasi perlu dilakukan pengulangan
pada interval yang relatif singkat (4-7 hari) untuk mengendalikan hama tertentu,
seperti laba-laba, tungau dan kutu-kutuan. Pengaruh deterjen pada lilin kutu putih
dapat dilihat dari gambar di bawah ini (Gambar 3).



 

 

 

 

 

 

 


 
Gambar 3 Kutu putih yang mengalami peluruhan (a), kutu putih dengan lilin baru (b)

Perlakuan dengan tiga jenis deterjen, masing-masing pada tiga taraf
konsentrasi, yaitu 0.05, 0.1 dan 0.2% mengakibatkan peluruhan lilin kutu putih
yang beragam. Deterjen bubuk memberikan peluruhan lilin sebesar 30% pada
konsentrasi 0.05%, 34% pada konsentrasi 0.1% dan 58% pada konsentrasi 0.2%
pada satu hari setelah perlakuan (HSP). Deterjen cair memberikan peluruhan lilin

7
 

kutu putih sebesar 32% pada konsentrasi 0.05%, 54% pada konsentrasi 0.1% dan
64% pada konsentrasi 0.2% pada 1 HSP. Sementara itu, deterjen krim
memberikan peluruhan lilin sebesar 20% pada konsentrasi 0.05%, 38% pada
konsentrasi 0.1% dan 48% pada konsentrasi 0.2% (Tabel 1).
Pengujian deterjen yang dilakukan pada serangga uji menunjukkan
keragaman hasil. Pada perlakuan deterjen cair yang berbahan aktif natrium alkyl
benzene sulfonat memiliki tingkat peluruhan yang paling tinggi diantara dua jenis
deterjen lainnya. Persentase peluruhan lilin kutu putih pada perlakuan deterjen
cair tertinggi sebesar 64% pada konsentrasi 0.2%, sedangkan pada deterjen bubuk
dan deterjen krim hanya memberikan persentase sebesar 54% dan 48%. Hal ini
dikarenakan deterjen cair memiliki bahan aktif yang lebih bersifat lifofilik (suka
lemak) dibandingkan dengan deterjen bubuk maupun deterjen krim. Hal ini pula
menyebabkan deterjen cair lebih potensial digunakan sebagai peluruh lilin kutu
putih. Deterjen bubuk dan deterjen krim lebih bersifat mengendalikan. Hal ini
yang menyebabkan kedua deterjen ini lebih potensial dalam mematikan kutu putih
daripada sebagai peluruh lilin kutu putih.
Pengujian dengan metode semprot serangga pada daun menunjukkan bahwa
deterjen cair menunjukkan persentase peluruhan lilin lebih tinggi dibandingkan
dengan deterjen bubuk dan deterjen krim. Hasil pengujian peluruhan lilin
menunjukkan bahwa waktu peluruhan maksimal adalah pada 1 hari setelah
perlakuan dengan konsentrasi 0.2% (Tabel 1). Pemaparan 5 hari menunjukkan
bahwa deterjen bubuk menunjukkan peluruhan lilin sebesar 58%, deterjen cair
masih menunjukkan peluruhan lilin yang tinggi yaitu 64%, sedangkan deterjen
krim menunjukkan peluruhan lilin kurang dari 50% yaitu 48%. Peluruhan lilin
maksimal dan tertinggi terdapat pada 1 HSP.

8
 

Tabel 1

Rata-rata persen peluruhan lilin pada perlakuan tiga jenis deterjen
terhadap nimfa instar III Paracoccus marginatus
Waktu
Persen peluruhan P. marginatus (±SD)b
Konsentrasi
pengamatan
Deterjen
(%)
HSPa
Deterjen bubuk
Deterjen cair
krim
Kontrol
6.0±0.0c
0.0±0.0c
1
0.0±0.0c
2.0±0.0c
0.0±0.0c
2
0.0±0.0c
0.0±0.0c
0.0±0.0c
3
0.0±0.0c
0.0±0.0c
0.0±0.0c
4
0.0±0.0c
0.0±0.0c
0.0±0.0c
5
0.0±0.0c
0,05

1
2
3
4
5

30.0±12.3b
30.0±12.3b
16.0±11.4ab
2.0±4.5ab
0.0±0.0a

32.0±13.0b
24.0±15.2b
18.0±13.0b
12.0±13.0ab
0.0±0.0a

20.0±7.1c
18.0±4.5b
16.0±8.9b
10.0±7.1ab
0.0±0.0a

0,10

1
2
3
4
5

4.0±15.2b
8.0±13.0b
0.0±23.4a
14.0±13.4ab
0.0±0.0a

54.0±11.4a
40.0±15.8ab
32.0±16.4a
20.0±14.1a
0.0±0.0a

38.0±8.4b
34.0±8.9a
26.0±8.9ab
12.0±10.9ab
0.0±0.0a

0,20

1
2
3
4
5

8.0±10.9a
48.0±16.4a
28.0±22.8a
12.0±13.0a
0.0±0.0a

64.0±8.9a
46.0±18.2a
36.0±11.4a
18.0±16.4a
0.0±0.0a

48.0±4.5a
36.0±11.4a
30.0±10.0a
18.0±13.0a
0.0±0.0a

a
HSP: hari setelah perlakuan.
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda
Duncan pada taraf 5%.
b
SD: standar deviasi

Berdasarkan hasil perlakuan yang telah diberikan kepada serangga uji,
didapatkan persentase perubahan data serangga uji yang mengalami peluruhan
lilin dan yang membentuk lilin baru. Secara umum dapat dinyatakan bahwa
jumlah serangga yang mengalami peluruhan lilin berbanding terbalik dengan
jumlah serangga yang membentuk lilin baru. Apabila persentase serangga uji yang
mengalami peluruhan lilin menurun maka persentase serangga yang membentuk
lilin baru akan meningkat. Dari Tabel 1 terlihat bahwa konsentrasi deterjen
0.05%-0.2% pada HSP 1-5 mengalami peluruhan lilin dan membentuk lilin baru,
kecuali pada konsentrasi deterjen 0.1% pada HSP 3, dimana terjadi peningkatan
peluruhan dan penurunan pembentukan lilin. Penurunan persentase pada masingmasing perlakuan dan perbandingan persentasenya dapat dilihat pada grafik.

9
 

a) Deterjen bubuk

b) Deterjen cair

c) Deterjen krim
Gambar 4 Perkembangan jumlah kutu putih yang mengalami peluruhan lilin oleh
deterjen bubuk (a), deterjen cair (b) dan deterjen krim (c)
Deterjen adalah produk kimia yang dibuat sedemikian rupa sehingga
memiliki keistimewaan tertentu, yaitu jika senyawa itu dilarutkan dalam air akan
bersifat surfaktan (Surface Active Agent) yaitu menurunkan tegangan permukaan
air, dan sebagai pembersih. Molekul sabun tersusun dari gugus hidrofobik yang
bersifat non-polar (larut dalam minyak/lemak) dan hidrofilik yang bersifat polar
(larut dalam air). Ketika menggunakan deterjen untuk mencuci tangan atau
membersihkan kotoran (minyak/lemak), gugus hidrofobik deterjen akan
menempel pada kotoran dan gugus hidrofilik menempel pada air (Ghaim dan
Elizabeth 1995). Pengikatan molekul-molekul deterjen tersebut dapat

10
 

menyebabkan tegangan permukaan air berkurang, sehingga kotoran dapat
terbuang saat pembilasan.
Deterjen mempunyai dua struktur gugus yang berbeda yaitu gugus
hidrofobikik (CH3(CH2)14) dan gugus hidrofilikik (CO2Na). Gugus hidrofilik
berfungsi untuk mengikat air sedangkan gugus hidrofobikik berfungsi untuk
mengikat lemak atau minyak. Kedua gugus tersebut dapat menurunkan tegangan
permukaan sehingga deterjen dapat mengikat kotoran berupa minyak atau lemak
yang menempel di kulit (Ghaim dan Elizabeth 1995).
Bagaimana deterjen bekerja merupakan kajian yang kompleks karena
melibatkan banyak fungsi bahan yang berbeda, variasi substrat dan campuran
berbagai jenis pengotor (soiling). Efektifitas dalam menurunkan tegangan
antarmuka antara air, partikel pengotor (soil) dan subtrat (permukaan bahan yang
dicuci) merupakan faktor penting agar proses wetting dapat berlangsung dengan
baik (Hargreaves 2003).
Kinerja deterjen, khususnya surfaktannya, memiliki kemampuan yang unik
untuk mengangkat kotoran, baik yang larut dalam air maupun yang tak larut
dalam air. Salah satu ujung dari molekul surfaktan bersifat lebih suka minyak atau
tidak suka air, akibatnya bagian ini mempenetrasi kotoran yang berminyak. Ujung
molekul surfaktan satunya lebih suka air, bagian inilah yang berperan
mengendorkan kotoran dan mendispersikan kotoran, sehingga tidak kembali
menempel. Jika kotoran berupa minyak atau lemak maka akan membentuk
emulsi minyak–air dan detergen sebagai emulgator (zat pembentuk emulsi).
Apabila kotoran yang berupa tanah akan diadsorpsi oleh detergen kemudian
mambentuk suspensi butiran tanah-air, dimana detergen sebagai suspensi agent
(zat pembentuk suspensi) (Hargreaves 2003).
Uji Keefektifan Insektisida
Mortalitas nimfa instar III P. marginatus dengan metode semprot serangga
pada daun dengan insektisida berbahan aktif profenofos berpengaruh nyata
terhadap mortalitas P. marginatus pada taraf uji 5%. Perlakuan dengan
konsentrasi yang berbeda mengakibatkan persentase rata-rata mortalitas P.
marginatus berbeda. Hal ini dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi maka
semakin tinggi persentase rata-rata mortalitas P. marginatus. Pada konsentrasi
0.05% pensentase rata-rata mortalitasnya hanya 16%, konsentrasi 0.1% sebesar
26%, sedangkan pada konsentrasi 0.2% sebesar 44% pada hari ketiga setelah
perlakuan (3 HSP). Pada konsentrasi yang diberikan paling tinggi yaitu sebesar
0.2%, namun persentase rata-rata kematian P. marginatus masih kurang dari 50%
(Tabel 2).
Tabel 2 Mortalitas serangga uji pada perlakuan insektisida profenofos
Insektisida
(%)
kontrol
0.05
0.10
0.20
a

1
0.0±0.0d
4.0±5.5b
10.0±7.1b
18.0±14.8a

HSP: Hari setelah perlakuan.

Rata-rata mortalitas (%) pada HSPa(± SD)b
2
3
4
0.0±0.0d
0.0±0.0d
0.0±0.0d
10.0±7.1c 16.0±5.5c
16.0±5.5c
20.0±10.0b 26.0±11.4b 26.0±11.4b
30.0±7.1a 44.0±5.5a
44.0±5.5a

5
0.0±0.0d
16.0±5.5c
26.0±11.4b
44.0±5.5a

11
 
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda
Duncan pada taraf 5%.
b
SD: standar deviasi

Mortalitas serangga uji dengan insektisida tunggal berbahan aktif
deltametrin berpengaruh nyata terhadap mortalitas P. marginatus pada taraf uji
5%. Perlakuan pada konsentrasi yang berbeda mengakibatkan persentase rata-rata
mortalitas P. marginatus berbeda juga. Hal ini dapat dilihat bahwa semakin tinggi
konsentrasi maka semakin tinggi persentase rata-rata mortalitas P. marginatus.
Pada konsentrasi 0.05% persentase rata-rata mortalitasnya hanya sebesar 18%,
konsentrasi 0.1% sebesar 30%, sedangkan pada konsentrasi 0.2% sebesar 44%
pada hari ketiga setelah perlakuan (3 HSP). Perlakuan pada konsentrasi yang
paling tinggi yaitu 0.2%, masih mengakibatkan persentase rata-rata kematian P.
marginatus kurang dari 50% (Tabel 3).
Tabel 3 Mortalitas serangga uji pada perlakuan insektisida deltametrin
Insektisida
(%)
1
Kontrol
0.0±0.0c
0.05
6.0±5.5b
0.10
8.0±8.4b
0.20
18.0±8.4a

Mortalitas (%) pada HSPa(± SD)b
2
3
4
0.0±0.0c
0.0±0.0c
0.0±0.0c
14.0±5.5b 18.0±4.5b 20.0±7.1b
24.0±5.5a 30.0±12.2b 30.0±12.2b
30.0±7.1a 44.0±11.4a 44.0±11.4a

5
0.0±0.0c
20.0±7.1b
30.0±12.2b
44.0±11.4a

a
HSP: Hari setelah perlakuan.
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda
Duncan pada taraf 5%.
b
SD: standar deviasi

Mortalitas serangga uji yang diperlakukan dengan insektida tunggal
berbahan aktif profenofos tampaknya menunjukkan perbedaan dengan mortalitas
serangga uji insektisida tunggal berbahan aktif deltametrin. Hal ini terlihat dari
persentase dari kedua perlakuan pada konsentrasi yang sama yaitu 0.2% sebesar
44% pada 3 HSP. Faktor yang menyebabkan tingkat mortalitas kurang dari 50%
(Tabel 2 dan Tabel 3) adalah tebalnya lapisan lilin yang melindungi kutu putih
sehingga kedua insektisida baik profenofos maupun deltametrin sulit menembus
tubuh serangga uji. Dengan demikian, perlu ditambahkan bahan lain yang dapat
membantu memaksimalkan kerja kedua insektisida.
Uji Keefektifan Campuran Insektisida dan Deterjen
Mortalitas nimfa instar III P. marginatus pada metode semprot serangga
pada daun terlihat berbeda tiap konsentrasi. Pada hari pertama, rata-rata
persentase mortalitas yang paling tinggi terdapat pada konsentrasi 0.2% sebesar
40%. Rata-rata persentase mortalitas yang paling tinggi terjadi pada hari ke-3
sebesar 74% dan setelah itu tidak terjadi perubahan persentase mortalitas (Tabel
4). Insektisida masuk ke tubuh serangga melalui, yaitu melalui bagian tarsus
tungkai kutu yang kontak dengan lapisan residu pada permukaan daun dan melalui
kutikula tubuh aktif akibat terkena semprotan langsung.
Pada 2 hari setelah perlakuan (HSP), mortalitas P. marginatus akibat
perlakuan dengan insektisida berbahan aktif profenofos yang dicampur dengan
deterjen 0.05% dan 0.1% masing-masing kurang dari 50% kemudian meningkat
menjadi 52% untuk konsentrasi 0.1% dan 26% untuk konsentrasi 0.05% serta

12
 

28% dan 52% pada 4 HSP (Tabel 4). Hal ini menunjukkan bahwa campuran
antara insektisida dan deterjen cukup potensial untuk digunakan dalam
pengendalian hama kutu P. marginatus dengan cara penyemprotan hama tersebut
pada tanaman pepaya.
Tabel 4 Mortalitas serangga uji pada perlakuan campuran insektisida profenofos
dan deterjen cair
Insektida
Rata-rata mortalitas (%) pada HSPa(± SD)b
dan
deterjen
(%)
1
2
3
4
5
Kontrol
0.0±0.0d
0.0±0.0d
0.0±0.0d
0.0±0.0d
0.0±0.0d
0.05+0.05 10.0±7.1bc 18.0±8.4c 26.0±11.4c 28.0±8.4c 28.0±8.4c
0.10+0.10 18.0±8.4b
36.0±11.4b 52.0±8.4b
52.0±8.4b 52.0±8.4b
0.20+0.20 40.0±12.2a 60.0±10.0a 74.0±5.5a
74.0±5.5a 74.0±5.5a
a
HSP: Hari setelah perlakuan
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda
Duncan pada taraf 5%.
b
SD: standar deviasi

Perlakuan tanaman pepaya dengan insektisida berbahan aktif deltametrin
yang dicampur dengan deterjen menghasilkan nilai persentase sangat baik.
Persentase rata-rata mortalitas yang diperoleh mencapai 80% pada konsentrasi
0.2% dan 60% pada konsentrasi 0.1% (Tabel 5). Jika dilihat dari hasil rata-rata
persentase mortalitas yang diperoleh, dapat diketahui bahwa semakin tinggi
konsentrasi campuran insektisida dan deterjen maka semakin tinggi jumlah
mortalitas yang diperoleh. Faktor yang mempengaruhi tingginya tingkat
mortalitas adalah adanya korelasi yang baik campuran antara insektisida dan
deterjen. Deterjen berperan sebagai peluruh lilin kutu putih yang digunakan
sebagai pertahanan dan berperan sebagai insektisida juga, serta insektida
profenofos dan deltametrin berpengaruh sebagai
pengendali hama. Pada
perlakuan juga diperoleh mortalitas yang kurang dari 50% untuk konsentrasi
0.05%.
Mortalitas serangga uji pada perlakuan campuran antara insektisida dan
deterjen cair 1 HSP, konsentrasi 0.05%, 0.1% dan kontrol tidak berbeda nyata,
namun kontrol dan perlakuan konsentrasi 0.2% berbeda nyata. Persentase
mortalitas dan peluruhan sangat bertolak belakang. Pada peluhuran lilin, semakin
tinggi hari setelah perlakuan (HSP) maka persentase peluruhan semakin rendah.
Berbeda dengan persentase mortalitas, semakin tinggi HSP maka semakin tinggi
tingkat mortalitas. Faktor yang mempengaruhi tingginya mortalitas adalah adanya
peningkatan kerja insektida karena campuran bahan aktif deterjen. Selain itu,
adanya kesinergisan antara bahan aktif deterjen dan bahan aktif deterjen.

13
 

Tabel 5 Mortalitas serangga uji pada perlakuan campuran insektisida deltametrin
dan deterjen cair
Insektisida
Rata-rata mortalitas (%) pada HSPa (± SD)b
dan
Deterjen
(%)
1
2
3
4
kontrol
0.0±0.0d
0.0±0.0d
0.0±0.0d
0.0±0.0d
0.05+0.05 10.0±10.0bc 24.0±11.4c 38.0±8.4c 38.0±8.4c
0.10+0.10 20.0±12.2b 46.0±5.5b
56.0±5.5b 60.0±7.1b
0.20+0.20 44.0±13.4a 62.0±16.4a 76.0±11.4a 80.0±7.1a

5
0.0±0.0d
38.0±8.4c
60.0±7.1b
80.0±7.1a

a
HSP: Hari setelah perlakuan
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda
Duncan pada taraf 5%.
b
SD: standar deviasi

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

14
 

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Deterjen cair memberikan pengaruh yang lebih baik dari pada deterjen
bubuk dan deterjen krim dalam meluruhkan lilin hama kutu putih. Perlakuan
insektisida dengan menggunakan beberapa konsentrasi memperoleh hasil yang
beragam. Kombinasi antara insektisida berbahan aktif deltametrin dan deterjen
cair lebih berpotensi dalam pengendalian P. marginatus.
Saran
Perlu dilakukan pengujian insektisida sintetik dan deterjen dari bahan aktif
yang lain sebagai alternatif untuk mengendalikan P. marginatus. Selain itu, perlu
diperhatikan keamanannya terhadap tanaman yang diberi perlakuan.
DAFTAR PUSTAKA

Crabshaw WS. 29 Agustus 2011. Insect Control: Soaps and Detergents.
Colorado (US): State University Extention.
[Deptan] Departemen Pertanian. 2010. Keberhasilan dan kinerja hortikultura
[Internet]. Tersedia pada: www.hortikultura.deptan.go.id.
Djojosumarto P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta (ID): Agromedia
Pustaka.
English LM. 2005. Organic Gardening-Natural Insecticides [Internet]. Mexico
(US): New Mexico State University; [diunduh 2011 Juli 15]. Tersedia pada
https://docs.google.com/insecticide.or.id.
Ghaim J, Elisabeth DV. 1995. Skin cleansing bar. editor: Barel AO, Paye M dan
Maibach. Handbook of Cosmetic Science and Technology. New York:
Marcel Dekker Inc.
Hargreaves T. 2003. Chemical Formulation: An Overview Surfactant-Based
Preaparation Used In Everyday Life. Cambridge(US): RSC Paperbacks.
Imai T, Tsuchiya S, Fujimori T. 1995.Humidity effects on activity of insecticidal
soap for the green peach aphid, Myzus persicae (Sulzer) (Hemiptera:
Aphididae). Appl.Entomol and Zool.30 (1): 185-188.
Jatmika A. 1998. Aplikasi enzim lipase dalam pengolahan minyak sawit dan
minyak inti sawit untuk produk pangan, Warta PPKS.6(1):31-37
Metcalf RL. 1982. Insecticides in pest management. Di dalam: Metcalf RL,
Luckman WH, editor. Introduction to Insect Pest Management. Ed ke-2.
New York (US): John Wiley & Sons. hlm 215-275.
Miller DR, Miller GL. 2002. Redescription of Paracoccus marginatus Williams
and Granara de Willink (Hemiptera: Coccidae: Peudococcidae) including
descriptions of the immature stage nd adult Male. Proceeding of the
Entomological Society of Washington 104(1):1-23.
Myers D. 1946. Sufactant Science & Technology. New York (US): John Wiley &
Sons

15
 

Penjota A, Follet PA, Jimenez AV. 2002. Pests of papaya. Di dalam: Pena JE,
Sharp JL, Wysoki M, editor. Tropical Fruit Pest and Pollinator: Biology,
Economic Inportance, Natural Enemies, and Control. Trowbrige (GB):
Crowmwell Press.
Permono A. 2002 . Membuat Detergen Bubuk. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Sartiami D, Dadang, Anwar R, Harahap IS. 2009. Persebaran hama baru
Paracoccus marginatus di Provinsi Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta. Di
dalam: Prosiding Seminar Nasional Perlindungan Tanaman; 2009 Agustus
5-6; Bogor (ID): Pusat Kajian Pengendalian Hama Terpadu IPB. hlm 453462.
Sujiprihati S, Suketi K. 2009. Budi Daya Pepaya Unggul. Jakarta (ID): Penebar
Swadaya.
Suryani A, Hambali E, Sailah I. 2002. Teknologi Emulsi. Bogor (ID): Jurusan
Industri Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB.
Tanwar RK, Jeyakumar P, Vennila S. 2010. Papaya mealybug and its
management strategies. New Delhi: National Centre for integrated pest
management.

 
 
 
 
 
 
 
 

16
 
 

 

 

LAMPIRAN

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

17
 

Tabel Lampiran 1 Jumlah kutu putih yang mengalami peluruhan lilin oleh
deterjen bubuk (b.a: sodium dodecyl benzene sulfonate).
Jumlah
Jumlah kutu yang mengalami peluruhan
Konsentrasi
hewan
lilin (%) HSP*
Ulangan
(%, w/v)
uji
1
2
3
4
5
Kontrol
1
10
20
0
0
0
0
2
10
10
10
0
0
0
3
10
0
0
0
0
0
4
10
0
0
0
0
0
5
10
0
0
0
0
0
0.05

1
2
3
4
5

10
10
10
10
10

50
20
30
20
30

50
30
20
30
20

20
30
0
20
10

0
0
0
0
10

0
0
0
0
0

0.10

1
2
3
4
5

10
10
10
10
10

50
40
40
10
30

40
30
20
40
10

50
50
0
40
10

20
20
0
30
0

0
0
0
0
0

0.20

1
2
3
4
5

10
10
10
10
10

60
60
40
70
60

60
60
20
50
50

30
50
10
50
0

10
20
0
30
0

0
0
0
0
0

Keterangan:
*HSP = Hari Setelah Perlakuan

18
 

Tabel Lampiran 2 Jumlah kutu putih yang mengalami peluruhan lilin oleh
deterjen cair (b.a: natrium alkyl benzena sulfonate).
Jumlah kutu yang mengalami peluruhan
lilin (%) HSP*
1
2
3
4
5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

Kontrol

1
2
3
4
5

Jumlah
hewan
uji
10
10
10
10
10

0.05

1
2
3
4
5

10
10
10
10
10

40
50
20
20
30

40
30
20
0
30

30
30
10
0
20

30
20
10
0
0

0
0
0
0
0

0.10

1
2
3
4
5

10
10
10
10
10

60
70
50
40
50

60
40
50
20
30

40
40
50
10
20

40
10
30
10
10

0
0
0
0
0

0.20

1
2
3
4
5

10
10
10
10
10

70
60
70
50
70

70
30
60
30
40

50
20
40
40
30

30
0
40
10
10

0
0
0
0
0

Konsentrasi
(%, w/v)

Ulangan

Keterangan:
*HSP = Hari Setelah Perlakuan

19
 

Tabel Lampiran 3 Jumlah kutu putih yang mengalami peluruhan lilin oleh
deterjen krim(b.a: sodium alkyl benzene sulfonate).
Jumlah
Jumlah kutu yang mengalami peluruhan
Konsentrasi
hewan
lilin (%) HSP*
Ulangan
(%, w/v)
uji
1
2
3
4
5
Kontrol
1
10
0
0
0
0
0
2
10
0
0
0
0
0
3
10
0
0
0
0
0
4
10
0
0
0
0
0
5
10
0
0
0
0
0
0.05

1
2
3
4
5

10
10
10
10
10

20
20
30
20
10

20
20
20
20
10

20
20
20
20
0

20
10
10
10
0

0
0
0
0
0

0.10

0
2
3
4
5

10
10
10
10
10

50
40
30
30
40

40
40
20
30
40

20
40
30
20
20

10
30
1
10
0

0
0
0
0
0

0.20

1
2
3
4
5

10
10
10
10
10

40
50
50
50
50

40
30
20
50
40

20
30
20
40
40

20
30
0
10
30

0
0
0
0
0

Keterangan:
*HSP = Hari Setelah Perlakuan

20
 

Tabel Lampiran 4 Mortalitas P. marginatus yang diberi perlakuan insektisida
berbahan aktif profenofos 500 EC dengan metode semprot
serangga pada daun.
Jumlah
Mortalitas (%) pada HSP*
Konsentrasi
Ulangan
hewan
(%, w/v)
uji
1
2
3
4
5
Kontrol
1
10
0
0
0
0
0
2
10
0
0
0
0
0
3
10
0
0
0
0
0
4
10
0
0
0
0
0
5
10
0
0
0
0
0
0.05

1
2
3
4
5

10
10
10
10
10

0
0
10
10
0

0
10
10
10
20

10
20
10
20
20

10
20
10
20
20

10
20
10
20
20

0.10

1
2
3
4
5

10
10
10
10
10

10
20
10
10
0

10
20
10
30
30

10
30
20
30
40

10
30
20
30
40

10
30
20
30
40

0.20

1
2
3
4
5

10
10
10
10
10

10
30
20
10
0

30
40
20
30
20

40
40
20
50
40

40
40
20
50
40

40
40
20
50
40

Keterangan:
*HSP = Hari Setelah Perlakuan

21
 

Tabel Lampiran 5 Mortalitas P. marginatus yang diberi perlakuan insektisida
berbahan aktif deltamethrin dengan metode semprot serangga
pada daun.
Jumlah
Mortalitas (%) pada HSP*
Konsentrasi
Ulangan hewan
(%, w/v)
1
2
3
4
5
uji
Kontrol
1
10
0
0
0
0
0
2
10
0
0
0
0
0
3
10
0
0
0
0
0
4
10
0
0
0
0
0
5
10
0
0
0
0
0
0.05

1
2
3
4
5

10
10
10
10
10

10
0
10
0
10

10
20
20
10
10

10
20
20
20
20

10
20
20
20
30

10
20
20
20
30

0.10

1
2
3
4
5

10
10
10
10
10

10
0
10
20
0

20
20
30
30
20

20
30
30
40
20

20
30
30
40
20

20
30
30
40
20

0.20

1
2
3
4
5

10
10
10
10
10

20
10
20
10
30

30
20
30
30
40

40
30
30
40
50

40
40
30
40
50

40
40
30
40
50

Keterangan:
*HSP = Hari Setelah Perlakuan

22
 

Tabel Lampiran 6 Mortalitas P. marginatus yang diberi perlakuan profenofos
500 EC dan deterjen cair dengan metode semprot serangga
pada daun.
Jumlah
Mortalitas (%) pada HSP
Konsentrasi
Ulangan
hewan
(%, w/v)
1
2
3
4
5
uji
Kontrol
1
10
0
0
0
0
0
2
10
0
0
0
0
0
3
10
0
0
0
0
0
4
10
0
0
0
0
0
5
10
0
0
0
0
0
0.05
1
10
0
10
10
20
20
2
10
10
10
20
20
20
3
10
10
20
40
40
40
4
10
20
30
30
30
30
5
10
10
20
30
30
30
0.10
1
10
10
20
30
30
30
2
10
20
30
40
40
40
3
10
30
30
50
50
50
4
10
20
30
40
40
40
5
10
10
30
50
50
50
0.20
1
10
40
50
70
70
70
2
10
60
70
70
70
70
3
10
30
50
50
50
50
4
10
10
30
40
40
40
5
10
30
40
40
40
40
Keterangan:
*HSP = Hari Setelah Perlakuan

23
 

Tabel Lampiran 7 Mortalitas P. marginatus yang diberi perlakuan deltametrin
dan deterjen cair dengan metode semprot
serangga pada daun.
Jumlah
Mortaliras (%) pada HSP*
Konsentrasi
Ulangan hewan
(%, w/v)
1
2
3
4
5
uji
Kontrol
1
10
0
0
0
0
0
2
10
0
0
0
0
0
3
10
0
0
0
0
0
4
10
0
0
0
0
0
5
10
0
0
0
0
0
0.05

1
2
3
4
5

10
10
10
10
10

0
0
20
20
10

10
20
40
30
10

30
20
40
30
30

30
20
40
30
30

30
20
40
30
30

0.10

1
2
3
4
5

10
10
10
10
10

20
0
30
30
20

40
30
30
40
50

40
30
40
50
60

40
30
40
50
60

40
30
40
50
60

0.20

1
2
3
4
5

10
10
10
10
10

50
30
60
50
30

70
50
70
80
40

80
60
80
80
60

80
60
80
80
60

80
60
80
80
60

Keterangan:
*HSP = Hari Setelah Perlakuan

 
 
 
 
 
 
 

24 
 

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Air Hitam, Langkat, Sumatera Utara pada tanggal 15
Agustus 1989 sebagai putri pertama dari Ibunda Ruslina Rumapea dan Ayahanda
Jonner Tambun.Penulis memperoleh pendidikan formal sekolah menengah atas di
SMA Negeri 1 Tanjung Pura, Langkat, Sumatera Utara dan lulus pada tahun 2007.
Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswi di Institut Pertanian
Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Setelah menjalani
Tingkat Persiapan bersama (TPB), pada tahun 2008 penulis memasuki jurusan di
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian.
Selama menjadi mahasiswi, penulis aktif dalam unit kegiatan mahasiswa
(UKM) sebagai Manager di UKM Sepak Bola IPB tahun 2009-2012, anggota
UKM Futsal Putri IPB, anggota koor Puella Domini, dan Kepala divisi Olahraga
dan Seni KEMAKI. Selain itu penulis juga pernah mengikuti turnamen Futsal
Nasional Putri tahun 2009, pemenang lomba paduan suara se-JaBoDeTaBek tahun
2011, dan berwirausaha tahun 2012-2013.