Productivity of Trigona spp. as a Propolis Producer at Monoculture and Policulture Nutmeg Plantation in East Java

PRODUKTIVITAS LEBAH TRIGONA SPP. SEBAGAI
PENGHASIL PROPOLIS PADA PERKEBUNAN PALA
MONOKULTUR DAN POLIKULTUR DI JAWA BARAT

HEARTY SALATNAYA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Produktivitas Lebah Trigona spp.
sebagai Penghasil Propolis pada Perkebunan Pala Monokultur dan
Polikultur di Jawa Barat, adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.


Bogor, September 2012

Hearty Salatnaya
NIM D151100041

ABSTRACT
HEARTY SALATNAYA. Productivity of Trigona spp. as a Propolis Producer at
Monoculture and Policulture Nutmeg Plantation in East Java. Supervised by A.M.
FUAH and W.D. WIDODO
One of the stingless bee, namely Trigona spp. is a good propolis producer
but, until now the species is not cultivated yet. Propolis is made from resin
collected by bee from plants and mixed with enzim from bee saliva. The best resin
produced by plants that used as medicine. Nutmeg is original plant from
Indonesia, and commonly used as medicine. The aim of this study was to analyze
the productivity of Trigona bee as propolis producer which were cultivated at
monoculture and policulture plantations. This study was carried on at the
Experimental Plantation (Cicurug Monoculture Farm) and Community Plantation
(Cijeruk Policulture Farm) and data collection were conducted for three months
from March until May 2012. Methodology used in this study was direct
observation on daily activity and measurement the colony weight of Trigona that

was kept at two different farms. Propolis production was measured in the two
agroecosyestems and analysed to measure the flavonoid content of propolis
produced in each locality. The results showed that the weight of Trigona at
monoculture farm was higher than those at the policulture (299 g : 170 g), but the
weight of propolis at policulture farm was higher than monoculture farm (92,75 g
: 65,57 g). The result of flavonoid content of propolis at monoculture farm is
0,186%, and 0,288% at policulture farm. The difference might be related to the
activity of the stingless bee which were more active at the monoculture farm to
develop their colony rather than their product (propolis). It shows that the activity
of the stingless bee at monoculture was more active than those at the policulture
farm.
Keywords: trigona spp., monoculture, policulture, productivity, propolis

RINGKASAN
HEARTY SALATNAYA. Produktivitas Lebah Trigona spp. sebagai Penghasil
Propolis pada Perkebunan Pala Monokultur dan Polikultur di Jawa Barat.
Dibimbing oleh. A.M. FUAH dan W.D.WIDODO
Trigona spp. adalah salah satu jenis lebah bersengat (stingless bee) sebagai
penghasil propolis yang baik. Namun, spesies ini belum banyak dibudidaya oleh
masyarakat, karena merupakan penghasil madu yang sedikit. Tidak adanya sengat

memungkingkan Trigona diternak secara meluas, karena propolis yang dihasilkan
memiliki nilai jual yang tinggi.
Propolis adalah salah satu produk dari lebah yang berasal dari getah (resin)
tanaman yang kemudian dicampur dengan ludah (saliva). Propolis digunakan oleh
lebah untuk melindungi sarangnya dari kontaminasi bakteri, virus dan jamur.
Sedangkan bagi manusia, propolis sangat bermanfaat bagi kesehatan. Kandungan
zat yang berfungsi sebagai antibiotik dan antimikroba membuat propolis dapat
digunakan untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Propolis juga dapat
digunakan untuk terapi penyakit, sebagai bahan pengawet dan dapat digunakan
untuk beberapa industri.
Sumber resin yang terbaik berasal dari resin tanaman yang telah digunakan
sebagai obat. Pala (Myristica fragrans Houtt) adalah tanaman asli Indonesia, dan
biasanya digunakan sebagai obat dan merupakan penghasil resin. Untuk itu,
dilakukan penelitian dengan tujuan mempelajari produktivitas lebah Trigona spp.
sebagai penghasil propolis yang dibudidaya pada perkebunan pala monokultur dan
polikultur. disamping itu propolis juga dianalisis untuk mengetahui kandungan
flavonoidnya.
Penelitian ini telah dilaksanakan di Kebun Percobaan Cicurug dan
Perkebunan Rakyat Cijeruk, dan penelitian dilaksanakan selama tiga bulan mulai
dari bulan Maret sampai dengan Mei 2012. Metode yang digunakan adalah

pengamatan langsung terhadap aktivitas harian lebah dan menghitung bobot
koloni Trigona secara berulang yang dipelihara pada dua kebun yang berbeda.
Produksi propolis terjadi secara berulang pada dua perkebunan.
Hasil menunjukkan bahwa bobot Trigona pada kebun monokultur lebih
tinggi dari kebun polikultur (299 g : 170 g), tetapi bobot propolis pada kebun
polikultur lebih tinggi dibandingkan kebun monokultur (92,75 g : 65,57 g).
Perbedaan ini ada kaitannya dengan aktivitas lebah pada kebun monokultur yang
lebih aktif mengembangkan koloni, sehingga menghasilkan bobot koloni lebih
tinggi dibandingkan menghasilkan produk (propolis). Hal ini menunjukkan bahwa
aktivitas dari lebah tidak bersengat (stingless bee) pada kebun monokultur lebih
aktif dibandingkan lebah pada kebun polikultur. Aktivitas yang tinggi dari koloni
lebah di kebun monokultur dipengaruhi oleh musim berbunga tanaman dan jarak
tanaman yang ada di masing-masing lokasi penelitian. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa aktivitas Trigona dimulai pada pukul 06.00, dan aktivitas
tertinggi terjadi pada pukul 10.00-12.00, kemudian semakin menurun sampai
dengan pukul 17.00.
Flavonoid adalah salah satu senyawa kimia yang penting pada propolis.
Hasil analisa kandungan flavonoid pada propolis di kebun monokultur adalah
0,186%, dan 0,288% pada kebun polikultur. senyawa flavonoid pada propolis


berfungsi sebagai antioksidan yang mampu mengatasi senyawa radikal
bebas sehingga sangat baik sebagai antikanker.
Lebah adalah serangga berdarah dingin yang peka terhadap perubahan suhu
lingkungan. Lingkungan juga mempengaruhi perkembangan dan produktivitas
koloni lebah. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap aktivitas lebah adalah
temperatur, kelembaban udara, dan intensitas cahaya matahari. Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa aktivtas lebah dimulai pada saat suhu berkisar antara 22-23
o
C, dengan kelembaban 70-88%, dan intensitas cahaya 183-4344 lux. Aktivitas
tertinggi terjadi pada saat suhu mencapai 26-28 oC, kelembaban 55-71%, dan
intensitas cahaya 46.875-91.347 lux.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa produktivitas
Trigona spp. berdasarkan bobot koloni lebah yang dipelihara pada kebun pala
monokultur sangat nyata lebih tinggi dibandingkan kebun polikultur, yang
dipengaruhi oleh musim berbunga dan jarak tanaman yang ada pada masingmasing lokasi. Kandungan flavonoid yang merupakan senyawa kimia yang
penting pada propolis yang dihasilkan oleh Trigona pada kebun pala monokultur
dan polikultur menunjukkan hasil yang bervariasi, yang berkaitan erat dengan
variasi lingkungan dan manajemen pemeliharaan.
Faktor lingkungan (suhu, kelembaban dan intensitas cahaya) dan waktu
nyata berpengaruh terhadap aktivitas terbang Trigona. Suhu dan intensitas cahaya

yang tinggi, meningkatkan aktivitas lebah, sementara kelembaban yang tinggi
menurunkan aktivitas lebah.

Kata Kunci: trigona spp., produktivitas, propolis, monokultur, polikultur

© Hak cipta milik IPB, tahun 2012
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

PRODUKTIVITAS LEBAH TRIGONA SPP. SEBAGAI
PENGHASIL PROPOLIS PADA PERKEBUNAN PALA
MONOKULTUR DAN POLIKULTUR DI JAWA BARAT

HEARTY SALATNAYA


Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Salundik, M.Si

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Tesis

Nama
Nomor Pokok

: Produktivitas Lebah Trigona spp. sebagai Penghasil

Propolis pada Perkebunan Pala Monokultur dan Polikultur
di Jawa Barat
: Hearty Salatnaya
: D151100041

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Asnath Maria Fuah, MS
Ketua

Dr. Ir. Winarso Drajad Widodo, MS
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi/Mayor
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB


Prof. Dr. Ir. Muladno, MSA

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

Tanggal Ujian: 27 September 2012

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
penyertaan-Nya, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Penulis
menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Asnath Maria Fuah, MS dan Dr. Ir.
Winarso Drajad Widodo, MS, sebagai komisi pembimbing yang telah
memberikan motivasi, bimbingan, arahan dan masukan kepada penulis mulai dari
proses penyusunan hingga akhir penulisan tesis.
Kepada Dr. Ir. Salundik, M.Si, selaku penguji luar komisi yang telah
memberikan saran dan masukannya bagi penulisan tesis ini, penulis menghaturkan
penghargaan dan ucapan terima kasih. Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada Dr. Ir. Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA selaku ketua program studi

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan yang telah memberikan arahan dan
bimbingan selama studi dan termasuk proses penyelesaian tugas akhir.
Drs. Wawan Lukman bersama seluruh staf Kebun Percobaan Cicurug Balai
Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITRO), yang telah membantu
penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan, Dr. Ir. Eddy Ch. Papilaya, M.Si dan
seluruh staf pengajar Sekolah Tinggi Pertanian Kewirausahan (STPK) Banau
Halmahera Barat, terima kasih atas bantuan dan dukungannya, serta perhatian
yang diberikan, yang memungkinkan penyelesaian penelitian dan penulisan tesis
ini.
Rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana ITP 2010 IPB, rekan-rekan Sisters
Voice, rekan-rekan Persekutuan Oikumene Umat Kristen Kampus IPB Dramaga
dan sekitarnya (POUKADS), Jemaat Sektor 27 GPIB Zebaoth Bogor, Persatuan
Mahasiswa Maluku (PERMAMA) Bogor, dan Gita Swara Pascasarjana (GSP)
Institut Pertanian Bogor, ungkapan terima kasih atas support dan doa serta
pertemanannya selama ini. Keluarga Eureka Zatnika, Keluarga SabandarDahoklory, Keluarga Leiwakabessy-Matrutty, Keluarga Bawole-Apituley,
Keluarga Jambormias, Keluarga Manuputty, Keluarga Tupan-Hitijiaubessy,
bantuan dan dukungan yang diberikan selama ini, merupakan kekuatan bagi
penulis untuk dapat menyelesaikan tesis ini.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan
kepada Keluarga tercinta, Mama tersayang, Risye, Rigo, Gerald dan Tante Lotje,

Keluarga Besar Salatnaya dan Keluarga Besar Hehakaya atas doa, cinta kasih,
pengertian, dan pengorbanan yang menjadi pendorong semangat dalam
menyelesaikan studi di Institut Pertanian Bogor.
Semoga tesis ini bermanfaat, Tuhan memberkati
Bogor, September 2012

Hearty Salatnaya

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Ambon, Maluku pada tanggal 19 September 1982
sebagai anak kedua dari pasangan Johannes Salatnaya (Alm) dan Henriette
Magdalena Hehakaya. Setelah lulus dari SMU Negeri 2 Ambon pada tahun 2001,
penulis menempuh program sarjana di Jurusan Ilmu Produksi Ternak, Program
Studi Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Sam Ratulangi
pada tahun 2001-2005. Pada tahun 2010, penulis berkesempatan melanjutkan
pendidikan pada Sekolah Pascarjana Institut Pertanian Bogor, Program Studi Ilmu
Produksi dan Teknologi Peternakan.
Sejak tahun 2009 hingga saat ini, penulis bekerja sebagai staf pengajar pada
Program Studi Agroekoteknologi, Sekolah Tinggi Pertanian Kewirausahaan
(STPK) Banau Halmahera Barat.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiv
PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
Latar Belakang .............................................................................................. 1
Tujuan Penelitian ................................................................................................. 2
Manfaat Penelitian ............................................................................................... 2
Kerangka Pemikiran ............................................................................................ 2
TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 5
Klasifikasi Lebah Trigona spp. ........................................................................... 5
Siklus Hidup Trigona spp. ................................................................................... 6
Tingkah Laku dan Habitat Trigona spp. ............................................................. 9
Produk Lebah .....................................................................................................12
Madu ..............................................................................................................12
Polen ..............................................................................................................13
Royal Jelly ....................................................................................................14
Propolis .........................................................................................................14
Jenis dan Sumber Pakan Lebah .........................................................................17
Karakteristik Tanaman ......................................................................................20
Pala (Myristica fragrans Houtt) ...................................................................20
Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk.) ............................................ 22
Mangga (Mangifera indica L.) ............................................................... 22
Rambutan (Nephellium lappaceum L.) ................................................... 23
Jambu Biji (Psidium guajava Linn) ....................................................... 23
Jambu Air (Eugenia aquea Burn) ........................................................... 24
Pisang (Musa spp.) ................................................................................ 24
Nanas (Ananas comosus (L.) Merr ......................................................... 24
Durian (Durio zibethinus Murr.) ............................................................ 25
Manggis (Garcinia mangostana L.) ....................................................... 25

Kedondong (Spondias cytherea) ............................................................ 26
Lengkeng (Euphoria longan (Lour) Steud ............................................. 26
Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz) ................................................... 26
Cengkeh (Syzygium aromaticum (L.) ..................................................... 27
Jati (Tectona Grandis L.F) ..................................................................... 27
Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Produktivitas Lebah ....................... 28
METODE PENELITIAN .........................................................................................31
Tempat dan Waktu .............................................................................................31
Materi dan Alat ..................................................................................................31
Prosedur Penelitian .................................................................................... 32
Rancangan Penelitian ................................................................................. 32
Parameter yang diukur ............................................................................... 33
Analisis Data .............................................................................................. 34
HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 35
Kondisi Umum Tempat Penelitian .............................................................. 35
Produktivitas Koloni .................................................................................. 38
Kandungan Propolis ................................................................................... 41
Aktivitas Trigona ....................................................................................... 42
Faktor Lingkungan dan Aktivitas Trigona .................................................. 46
SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 49
Simpulan .................................................................................................... 49
Saran .......................................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 50

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Siklus hidup lebah Trigona spp. ................................................................... 9

2

Tanaman sumber resin ............................................................................... 17

3

Jenis tumbuhan sumber pakan lebah di Indonesia ....................................... 18

4

Suhu dan aktivitas harian lebah .................................................................. 28

5

Jenis dan jumlah tanaman yang terdapat pada kebun polikultur .................. 32

6

Kondisi lingkungan kebun pala monokultur selama penelitian..................... 35

7

Jenis tanaman sumber pakan dan resin pada kebun polikultur ...................... 36

8

Kondisi lingkungan kebun polikultur selama penelitian ............................... 37

9

Curah hujan pada wilayah Cijeruk dan Cicurug ........................................... 38

10 Hasil panen 6 koloni lebah Trigona spp. pada kebun pala monokultur
dan polikultur ............................................................................................. 38
11 Kandungan flavonoid pada propolis di kebun pala monokultur
dan polkultur.. ............................................................................................ 41
12 Faktor lingkungan dan aktivitas Trigona di kebun pala monokultur ............ 46
13 Faktor lingkungan dan aktivitas Trigona di kebun pala polikultur .............. 47

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kasta sosial lebah Trigona spp. ...................................................................... 6
2 Sarang Trigona spp. ..................................................................................... 11
3 Rataan perkembangan bobot koloni Trigona spp. pada kebun pala
monokultur dan polikultur ............................................................................ 38
4 Perkembangan koloni Trigona spp. pada kebun pala monokultur dan

polikultur....................................................................................................... 40
5 Grafik aktivitas Trigona pada kebun pala monokultur dan polikultur ............ 42
6 Aktivitas lebah Trigona di kebun pala monokultur dan polikultur ................. 44

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Uji t terhadap bobot koloni ........................................................................... 56
2 Uji t terhadap waktu dan aktivitas ................................................................. 56
3 Uji t terhadap lingkungan dan aktivitas ......................................................... 57
4 Lokasi penelitian ........................................................................................... 58
5 Lay out kebun percobaan tanaman pala ........................................................ 59

PENDAHULUAN
Latar belakang
Lebah adalah serangga sosial kaya manfaat karena menghasilkan madu yang
dikenal berkhasiat untuk kesehatan. Selain madu, produk lain yang dihasilkan
berupa polen, royal jelly, propolis, malam lebah, bisa lebah, larva lebah, madu
sarang, dan roti lebah yang memiliki nilai nutrisi yang tinggi (Suranto 2007).
Berdasarkan karakteristik biologi, lebah terbagi menjadi dua kelompok
besar yaitu kelompok yang bersengat dan yang tidak bersengat. Genus Apis
merupakan jenis lebah bersengat dan memiliki produktivitas yang baik untuk
menghasilkan madu, sedangkan genus Trigona merupakan jenis lebah tidak
bersengat (stingless honeybee) yang belum banyak dibudidayakan, karena
menghasilkan madu lebih sedikit dibandingkan genus Apis. Namun, genus ini
merupakan salah satu penghasil propolis yang sangat baik. Propolis banyak
digunakan sebagai obat alami yang sangat bermanfaat untuk kesehatan dan
ketahanan tubuh. Trigona spp. biasanya menghasilkan sedikit madu, namun
propolis yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan dengan yang dihasilkan jenis
lebah lokal yang lain (Syariefa et al. 2010; Suranto 2007).
Propolis dibuat dari getah yang dikumpulkan oleh lebah dari berbagai pucuk
tanaman dan dari tanaman yang patah yang dicampur dengan enzim yang terdapat
dalam kelenjar ludah lebah dan digunakan untuk melindungi sarang dari
kontaminasi bakteri, virus dan jamur (Ghisalberti 1979; Gojmerac 1983; Marcucci
1995; Popova et al. 2005; Chen et al. 2008). Komponen utama propolis berasal
dari resin atau getah tanaman yang dikumpulkan oleh lebah. Banyak jenis
tanaman yang dapat dijadikan sumber resin untuk bahan baku pembentuk
propolis. Sumber resin yang terbaik berasal dari tanaman yang resinnya memang
sudah dimanfaatkan sebagai bahan farmasi atau obat. Tanaman pala (Myristica
fragrans Houtt) merupakan tanaman asli Indonesia yang memiliki nilai ekonomi
tinggi dan digunakan sebagai bahan rempah yang bermanfaat untuk mengobati
beberapa penyakit (Sunanto 1993; Muis et al. 2008). Tanaman pala termasuk
dalam tanaman yang dapat dijadikan sumber resin bagi Trigona (Siregar et al.
2011).

2

Trigona spp. memiliki potensi untuk menghasilkan propolis dengan jumlah
yang cukup tinggi dengan manfaat bagi kesehatan sebagai bahan untuk
pengobatan alternatif karena tidak memiliki efek samping. Namun demikian
Trigona spp. masih belum banyak dibudidayakan oleh masyarakat, padahal modal
yang dibutuhkan tidak terlalu mahal, koloni lebah tidak mudah kabur dan produk
propolisnya memiliki nilai jual yang tinggi (Mahani et al. 2011). Hal ini
merupakan peluang bagi masyarakat untuk dapat membudidayakannya dengan
memanfaatkan pala sebagai sumber daya alam untuk menghasilkan propolis.
Untuk pengembangan peternakan lebah Trigona perlu dilakukan suatu penelitian
tentang produktivitas propolis dari lebah Trigona.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui produktivitas lebah Trigona spp.
sebagai penghasil propolis yang dibudidayakan pada perkebunan pala monokultur
dan polikultur.

Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat:
1. Memberikan informasi bagi masyarakat tentang produktivitas Trigona spp.
sebagai penghasil propolis pada perkebunan pala monokultur dan polikultur.
2. Memberikan informasi tentang budidaya Trigona spp. pada lokasi monokultur
dan polikultur.

Kerangka Pemikiran
Ternak lebah yang selama ini dikembangkan di Indonesia adalah jenis yang
berasal dari luar, yakni Apis mellifera dan lebah madu lokal (Apis cerana) yang
menghasilkan madu sebagai produk utama. Produksi propolis yang tinggi, dapat
diperoleh dari sejenis lebah yang produksi madunya sangat rendah, yaitu lebah
Trigona spp.
Trigona cukup adaptif terhadap berbagai kondisi sarang, dimana koloninya
terdiri dari ratu, lebah pekerja, dan lebah jantan. Trigona di alam banyak
ditemukan pada batang-batang pohon yang besar, di lubang batu, tiang listrik,

3

celah-celah dinding, dan lubang bambu di dalam rumah (Syariefa et al. 2010).
Namun, bila akan diternakkan dengan tujuan komersil, yaitu diambil propolisnya
atau juga sebagai obat-obatan tentu saja membutuhkan sarang yang higienis.
Sarang yang disiapkan tidak harus mahal atau mewah. Tempat sarang dapat dibuat
dari bambu, kayu, kardus, pot, styrofoam, atau tempurung kelapa (Siregar et al.
2011).
Salah satu syarat hidup Trigona agar dapat berkembang dengan baik adalah
ketersediaan pakan. Vegetasi yang beragam menentukan kestabilan pertumbuhan
koloni Trigona (Siregar et al. 2011). Semakin beragam dan banyak jenis tanaman,
semakin pesat pula pertumbuhan koloninya. Trigona memerlukan lingkungan
dengan vegetasi yang menyediakan polen dan nektar alami, sehingga Trigona
dapat berkembang biak dan menghasilkan beragam produk lebah. Lebah sangat
terangsang untuk mengunjungi bunga-bunga tanaman disebabkan oleh sifat-sifat
bunga yang sangat menarik yang dapat dilihat dari bentuk bunga, warna bunga,
aroma bunga serta ada tidaknya kandungan nektar bunga. Karena ukuran
tubuhnya yang sangat kecil, Trigona dapat mengambil madu dari bunga-bunga
yang kecil (Syariefa et al. 2010). Selain mencari nektar dan tepung sari, lebah ini
gemar mengambil getah pohon (terutama dari bekas luka tebangan) untuk
menutup celah sarang. Jumlah madu yang dihasilkan sedikit, berasa asam, dan
sering digunakan untuk obat sariawan. Lilinnya digunakan untuk membatik yang
dikenal dengan sebutan malam klanceng. Lebah ini tidak memiliki sengat dan
mudah dipelihara. Propolis yang dihasilkan lebah berfungsi untuk mensterilkan
sarang dari kontaminasi bakteri, cendawan, dan virus.
Propolis mempunyai banyak manfaat untuk pengobatan karena kandungan
bahan kimia serta komposisinya yang kompleks dan beragam membuat propolis
mempunyai khasiat yang bermacam-macam, diantaranya sebagai antikanker,
antivirus, dan antibiotika. Propolis juga digunakan dalam industri farmasi sebagai
obat luka, dan campuran pasta gigi.
Setiap jenis lebah memiliki sumber resin tertentu yang ada di daerah
masing-masing sehingga komposisi propolis amat bervariasi. Variasi propolis
tergantung jenis pohon, suhu, wilayah, bahkan hari (saat) ketika propolis
dikumpulkan. Sumber resin yang terbaik berasal dari tanaman yang resinnya

4

memang sudah dimanfaatkan selama ini sebagai bahan farmasi atau obat (Syariefa
et al. 2010; Siregar et al. 2011).
Pala (Myristica fragrans Houtt) dikenal sebagai tanaman rempah yang
memiliki nilai ekonomi dan multiguna karena setiap bagian tanaman dapat
dimanfaatkan dalam berbagai industri. Beberapa bahan kimia yang terkandung
dalam pala diantaranya saponin, polifenol, flavonoid, dan minyak terbang.
Minyak yang dihasilkan dari biji, fuli, kulit, kayu, daun dan bunga hasil sarinya
sebagai oleoresins sering digunakan dalam industri pengawetan minuman ringan
dan kosmetik. Efek farmakologi pala diantaranya anti kembung, anti-insomnia,
peluruh kentut (carminative), dan perangsang (stimulant), mengobati gangguan
pencernaan, sakit perut, kejang lambung, mual, muntah-muntah, diare, muntaber,
jantung berdebar-debar, haid tidak lancar, kencing batu, kencing manis (DM),
demam nifas, lemah syahwat, tidak dapat tidur (insomnia), sakit telinga (otitis),
sariawan, menambah nafsu makan (stomachia), kepala pusing, sakit kepala,
rematik, sakit pinggang, dan kudis (scabies) (Sunanto 1993; Muis et al. 2008).
Penelitian tentang produktivitas lebah Trigona spp. sebagai penghasil
propolis masih belum banyak dilakukan. Tanaman pala merupakan salah satu
jenis tanaman perkebunan yang banyak dijumpai di beberapa daerah di Jawa Barat
dan Maluku, dan berpotensi sebagai sumber pakan bagi lebah Trigona. Untuk itu
perlu dilakukan suatu penelitian mengenai produktivitas Trigona spp. untuk
menghasilkan propolis yang berasal dari pohon pala di perkebunan monokultur
dan perkebunan polikultur. Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat
diketahui berapa banyak jumlah propolis yang dapat dihasilkan oleh lebah
Trigona spp. dan kandungan propolis yang dihasilkan dari pohon pala.

TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Lebah Trigona spp.
Lebah termasuk hewan serangga atau insekta. Dalam klasifikasi dunia
binatang, lebah dimasukkan dalam ordo Hymenoptera yang artinya “bersayap
bening”. Lebah ada yang memiliki sengat ada juga yang tidak. Penggolongan
zoologisnya adalah sebagai berikut (Singh 1962; Free 1982; Gojmerac 1983;
Sihombing 2005) :
Kingdom

: Animalia

Filum

: Arthropoda

Kelas

: Insecta

Ordo

: Hymenopetra

Subordo

: Apocrita

Famili

: Apidae (lebah madu)

Genus

: Trigona

Spesies

: Trigona spp.

Trigona spp. merupakan jenis lebah yang tidak menyengat (stingless bee).
Lebah bersengat lebih dikenal luas, tetapi hasil riset ahli taksonomi
menyimpulkan bahwa lebah tidak bersengat Trigona justru merupakan lebah
tertua yang pernah diketahui. Jenis lebah ini termasuk di dalam famili Apidae.
Lebah Trigona spp. ditemukan di daerah tropika dan sub tropika, seperti
Australia, Afrika, Asia Tenggara dan sebagian Meksiko dan Brazil. Lebah
Trigona spp. di daerah tropika selalu aktif sepanjang tahun, sedangkan di daerah
temperate menjadi tidak aktif di musim dingin. Lebah Trigona spp. merupakan
salah satu serangga yang hidup berkelompok dan membentuk koloni (Free 1982).
Sejak dahulu, Trigona telah dikenal oleh masyarakat Indonesia. Dalam
bahasa daerah lebah ini disebut klanceng atau lonceng (Jawa), teuweul (Sunda),
gala-gala atau lilin lebah (Perum Perhutani 1986). Di dunia tercatat ada sekitar
150 jenis Trigona, dan Indonesia memiliki kurang lebih 37 spesies yang tersebar
di berbagai pulau. Misalnya, di pulau Jawa sudah diketahui sekitar sembilan
spesies Trigona, Sumatera 18 spesies Trigona, Kalimantan 31 spesies Trigona,
dan Sulawesi dua spesies Trigona. Jumlah ini dapat lebih banyak lagi karena tiap
daerah memiliki keragaman spesies yang berbeda. Spesies yang paling luas

6

penyebarannya adalah Trigona indipennis atau T. laeviceps,

diikuti spesies

lainnya yaitu T. apicalis, T. fusco-balteata, T-valdezi, T. collina, dan T. terminate.
T. laeviceps pertama kali ditemukan di India, menghuni hutan di kawasan Asia
dan meluas ke Timur sampai Kepulauan Salomon, spesies ini juga yang
diternakkan di Lawang, Gunung Kidul, Yogyakarta, dan Pandeglang (Banten)
(Siregar et al. 2011).

Siklus Hidup Trigona spp.
Lebah hidup dalam sebuah koloni dengan sistem masyarakat yang
berhirarki, dimana dalam satu koloni lebah terdapat tatanan kehidupan yang penuh
gotong royong dan saling ketergantungan. Koloni mempunyai sifat polimorfisme
yaitu anggotanya mempunyai keunikan anatomis, fisiologis dan fungsi
biologisnya yang berbeda satu golongan atau strata lainnya (PPP 2003).
Koloni stingless bee terdiri atas beberapa ratus hingga mencapai sepuluh
ribu ekor, dan pertukaran informasi antara lebah pekerja merupakan kunci masa
depan untuk efisiensi pencarian pakan untuk koloni dan secara tidak langsung
untuk perkembangan koloni dan kesuksesan reproduksi (Biesmeijer & Slaa 2004).
Free (1982) menambahkan, satu koloni lebah Trigona berjumlah 300-80.000
lebah.
Lebah memiliki kasta sosial, dalam setiap kelompok masyarakat lebah
terdapat seekor lebah ratu (queen) yang memimpin lebah pekerja (worker-bees)
dan lebah jantan (drones) yang dapat dilihat pada Gambar 1 (Sihombing 2005).

A

B

C

Sumber: Koleksi Pribadi (2012)

Gambar 1 Kasta sosial lebah Trigona spp. A. Lebah jantan (Drone), B. Lebah
ratu (Queen), C. Lebah pekerja (Worker).

7

Ratu adalah anggota koloni yang teramat penting, suatu koloni tidak dapat
bertahan tanpa ratu. Dalam perkembangan evolusi lebah, ratu mengalami
spesialisasi hanya sebagai penghasil telur. Lebah ratu kehilangan kemampuan
dalam beberapa hal penting seperti mengasuh keturunannya (telur, larva, pupa),
menghasilkan malam (lilin lebah, wax), membuat sarang, dan mencari makan
(PPP 2003). Pendapat ini didukung oleh Sihombing (2005), bahwa ratu bahkan
untuk membuang kotorannya dari sarang pun tidak ada waktu. Untuk
mengeluarkan telur dari perutnya pun ratu harus dibantu oleh lebah pekerja, yaitu
para pekerja mengibas-ngibaskan antenanya ke perut ratu sehingga mudah keluar.
Menyisir atau membersihkan sayapnya sendiri pun harus dilakukan oleh lebah
pekerja.
Lebah ratu berpenampilan mencolok dan berbeda dari lebah pekerja karena
berukuran 3-4 kali lebih panjang dari lebah pekerjanya. Sifatnya tidak mau
berpindah-pindah tempat karena sangat gemuk dan tidak pandai terbang. Lebah
hanya pindah kalau sarangnya sudah terlampau tua dan buruk, atau lilinnya terlalu
keras. Pindahnya hanya ke tempat-tempat terdekat. Lebah ratu berfungsi sebagai
penghasil telur dan juga sebagai pabrik penghasil senyawa kimia, yaitu feromon,
yang merupakan pemersatu koloni dalam satu unit yang terorganisasi. Feromon
merupakan senyawa kimia sebagai alat komunikasi lebah madu yang membawa
informasi-informasi tentang apa yang harus dilakukan atau tingkah laku apa yang
yang harus diperhatikan oleh anggota-anggota koloni sesuai dengan keadaan yang
sedang ataupun akan dihadapi. Setiap lebah ratu menghasilkan senyawa kimia
yang berbeda-beda sehingga hal tersebut digunakan sebagai tanda pengenal pada
masing-masing koloni. Lebah pekerja maupun pejantan tidak mungkin tersesat
atau masuk koloni yang berbeda oleh karena memiliki tanda pengenal yang
berbeda (Perum Perhutani 1986; Sihombing 2005).
Berdasarkan kasta, lebah jantan masuk kasta kelompok kedua terbesar
dalam koloni lebah. Lebah jantan dalam koloninya dikenal sebagai lebah pemalas
karena lebah enggan mencari makan, tidak mau memelihara sarang, dan tak
pernah mengurus dirinya termasuk makan. Semua aktivitas-aktivitas tersebut
dilakukan oleh lebah pekerja, bahkan setiap hari lebah jantan minta disuapi dan
dibersihkan badannya (Singh 1962; Sihombing 2005).

8

Fungsi lebah jantan satu-satunya selama hidupnya adalah mengawini ratu
perawan (virgin queen). Lebah jantan suka bermalas-malasan di dalam sarang dan
hanya mau keluar dari sarangnya jika cuaca cerah, dan mau terbang tinggi kalau
mau meminang ratu lebah. Pada saat musim paceklik tiba sebagian lebah-lebah
jantan akan dibinasakan dan dikeluarkan oleh lebah-lebah pekerja dari sarang.
Hanya koloni yang tidak normal, seperti koloni yang kehilangan ratu atau kurang
subur, mempunyai lebah jantan pada musim paceklik (Singh 1962; Free 1982;
PPP 2003; Sihombing 2005). Pada musim kawin, sang ratu akan terbang ke udara
yang diiringi oleh para lebah jantan. Perkawinan terjadi ketika udara cerah dan
sesudah perkawinan, lebah jantan akan mati karena kantong sperma terpisah dan
tertinggal dalam kantong sperma ratu yang disebut spermatheca. Spermatecha
merupakan tempat penyimpanan sperma lebah jantan hasil perkawinan pada ratu
lebah (Gojmerac 1983; Amano 2002; Sihombing 2005).
Lebah pekerja merupakan anggota koloni yang paling banyak jumlahnya
dan beragam tugasnya. Jumlah lebah pekerja lebih banyak dalam satu koloni akan
lebih ideal. Lebah pekerja mempunyai tugas mencari dan mengumpulkan nektar.
Lebah-lebah pekerja merupakan lebah yang sangat sibuk. Lebah tidak pernah
berhenti bekerja. Ketika musim tanaman berbunga lebah mencari polen dan
nektar. Di dalam sarang, nektar dan polen yang dibawa oleh lebah pekerja
lapangan diserahkan pada lebah rumah tangga untuk disimpan dalam sel
penyimpanan cadangan makanan. Saat musim berbunga usai, lebah terbang
mencari getah atau resin di daun, pucuk, dan batang tanaman sebagai bahan untuk
memperbaiki dan menambal sarang yang rusak. Pekerjaan mencari resin
merupakan tugas lebah pekerja tua. Resin yang dikumpulkan dari tanaman
digunakan untuk menghasilkan propolis. Di dalam sarang lebah pekerja tidak
tinggal diam. Lebah pekerja membersihkan sarang dari kotoran dan sampah,
misalnya hama atau individu yang mati. Lebah pekerja berwarna hitam, berkepala
besar dan berahang tajam untuk menggigit musuh bila diganggu (Singh 1962;
Amano 2002; Syariefa et al. 2010).
Menjadi seekor lebah dewasa, baik lebah ratu, lebah jantan dan lebah
pekerja harus melewati perkembangan dari telur menjadi dewasa. Secara ringkas

9

waktu yang dibutuhkan dalam perkembangan lebah mulai dari stadium telur
sampai menjadi lebah dewasa ditampilkan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Siklus hidup lebah Trigona spp.
Kasta
Ratu
Pekerja
Jantan

Telur
(hari)
3
3
3

Larva
(hari)
5.5
6
6.5

Pupa
(hari)
7.5
12
14.5

Total
(hari)
16
21
24

Dewasa
2-5 tahun
6 pekan
8 pekan

Sumber: Syariefa et al. (2010)

Lebah pekerja adalah lebah betina yang alat reproduksinya tidak
berkembang sempurna. Dalam keadaan darurat, lebah pekerja dapat bertelur tetapi
tidak bisa melahirkan telur berjenis kelamin betina karena tidak memiliki
spermatheca untuk menampung sperma. Namun demikian, Lebah pekerja
mempunyai organ-organ tubuh yang memungkinkannya mampu melakukan
berbagai tugas dalam koloni. Tugas yang harus dikerjakan oleh lebah pekerja
dipengaruhi oleh keadaan anatomi dan kondisi fisik lebah tersebut, rangsangan
lingkungan, dan pembagian kerja sesuai dengan kriteria umurnya (Singh 1962;
PPP 2003; Sihombing 2005).

Tingkah Laku dan Habitat Trigona spp.
Trigona spp. merupakan lebah yang memiliki ukuran tubuh 3-8 mm, dan
sangat lincah bergerak. Untuk mengenalinya dari cara hidupnya yang selalu
bergerombol, baik saat terbang maupun di sarang. Serangga ini mempunyai 3
pasang kaki yang semuanya beruas-ruas. Sepasang kaki belakang memiliki duri
yang sangat banyak sehingga mampu „memegang‟ erat polen yang dipetik dari
tanaman. Di bagian kepala terdapat sepasang mata yang sangat lebar, mirip mata
belalang, sepasang antena, dengan mulut berbentuk moncong panjang sehingga
mudah menghisap madu. Sepasang sayap di punggungnya berukuran lebih
panjang sedikit dibandingkan badan yang membuatnya dapat bergerak sangat
lincah (Syariefa et al. 2010).
Tidak adanya sengat memungkinkan Trigona spp. diternak secara meluas.
Trigona memiliki pertahanan dengan cara atau membakar kulit musuhnya dengan

10

larutan basa atau menggigit musuhnya (Free 1982). Lebah tidak bersengat
memiliki beberapa keuntungan, diantaranya kurang berbahaya bagi manusia dan
hewan peliharaan.

Lebah tidak

bersengat

dapat

membantu pelestarian

keanekaragaman hayati dari populasi spesies tanaman yang ekosistemnya
terganggu akibat perbuatan manusia. Koloni lebah tidak bersengat juga hampir
tidak pernah melarikan diri dan resisten terhadap penyakit dan parasit (Heard
1999).
Trigona sangat menyukai tempat teduh dengan berbagai jenis tanaman.
Semakin banyak jenis tanaman, semakin banyak populasi yang akan berkembang
(Siregar et al. 2011). Sarang Trigona dibangun dari campuran lilin dan resin. Di
dalam sarang terdapat sel-sel tetasan yang dilindungi oleh selubung lembut yang
disebut involucrum dan sel-sel ini dikelilingi tempat penyimpanan makanan.
Madu dan polen disimpan dalam pot-pot terpisah. Trigona yang lebih primitif,
membangun sarang yang lebih sederhana. Pot-pot sferikal untuk menyimpan
madu dan pipa-pipa yang kaya lilin untuk menyimpan polen. Kadang-kadang
madu dan polen disimpan pada pot yang sama. Daerah tetasan dan penyimpanan
makanan disanggah oleh tiang-tiang dan semuanya dilindungi lapisan terluar yang
keras disebut batumen. Untuk mencapai bagian dalam sarang, dibuat lubang
masuk pada dindingnya. Sel-sel tetasan Trigona dibuat vertikal dan terbuka pada
bagian atasnya, sementara sisiran-sisiran sel disusun secara horizontal, yang
berbeda dengan jenis lebah madu yang lain. Trigona juga menyimpan banyak
persediaan makanan (Free 1982). Susunan sarang Trigona dapat dilihat pada
Gambar 2.
Keragaman Trigona terlihat pada pintu masuk. Pintu masuk ada yang kecil
sehingga cukup dilewati seekor Trigona, tetapi ada juga yang jauh lebih besar.
Selain itu, lorong masuk ada yang panjang atau pendek. Pintu-pintu masuk itu
dibuat dari batumen atau campuran cerumen, propolis, lumpur atau kapur serta
kotoran hewan atau serat tumbuhan. Ada spesies tertentu mendekorasi sarangnya
berbentuk cerobong pipa dari cerumen atau resin untuk sirkulasi udaranya, tetapi
saat malam hari ditutup lagi (Syariefa et al. 2010). Pintu masuk koloni terbuat dari
resin dan pintu masuk yang baru dibuat sangat lembek, setelah itu akan menjadi
lebih gelap dan menjadi keras (Danaraddi 2007).

11

A

C
B

Sumber: Koleksi Pribadi (2012)

Gambar 2 Sarang Trigona spp. A.Sel telur baru; B. Sel telur lama;
C. Tempat Pakan.
Keragaman juga ditemukan pada bentuk sarang. Secara garis besar terdapat
dua bentuk sarang, yaitu bentuk gunduk dan sisir. Sarang-sarang tersebut dibentuk
dari campuran lilin yang diproduksi oleh Trigona dan resin yang diambil dari
tanaman (Siregar et al. 2011). Sarang Trigona yang sudah diambil madunya
disebut raw propolis. Raw propolis terdiri atas sekitar 50% senyawa resin
(flavanoid dan asam fenolat), 30% lilin lebah, 10% minyak aromatik, 5% polen
dan 5% berbagai senyawa organik (Pietta et al. 2002). Trigona spp. atau klanceng
membuat sarang di dalam lubang-lubang pohon, celah-celah dinding atau lubang
bambu di dalam rumah (Perum Perhutani 1986).
Interior dalam sarang lebah Trigona jauh lebih rumit bila dibandingkan
genus Apis. Sel untuk anak-anak lebah atau brood, sel penyimpanan madu, dan
polen berbeda ukuran dan letaknya. Sel anakan lebih kecil ukurannya, sementara
sel pekerja dan jantan sama ukuran dan bentuknya, dan sel ratu ukuran sedikit
lebih besar. Sisiran sel untuk anakan tersusun horizontal. Dalam sarang Trigona
itu terdapat tumpukan atau lembaran lilin yang disebut involucrum, propolis,
kotoran, dan sampah, serta plat batumen (Syariefa et al. 2010).
Lebah Trigona dan lebah Apis memiliki cara komunikasi yang berbeda
untuk memberitahu sumber makanan pada koloninya. Lebah Apis menari-nari di
depan sarang untuk memberitahu kawanannya arah dan lokasi sumber makanan,

12

tercatat ada 8 tarian yang dimiliki Apis. Lebah Trigona tidak menggunakan tarian
sebagai alat komunikasi, namun Trigona memberi tahu koloninya sumber nektar
dengan meninggalkan bau di sepanjang lintasan terbangnya. Usai menemukan
sumber makanan, lebah terbang lalu hinggap di tanaman, batu, kayu, di sepanjang
lintasan pulang sambil meninggalkan bau sebagai tanda jejak. Trigona yang lain
terbang zig-zag menuju sarang setelah menemukan sumber makanan. Trigona
juga mengeluarkan suara sebagai tanda pada teman-temannya. Saat itu juga aroma
nektar, polen, dan resin ditangkap kawannya. Setelah makanan disimpan di
sarang, Trigona kembali terbang meninggalkan sarang ke sumber makanan diikuti
teman-temannya (Lindauer & Kerr 1960). Menurut Nieh (2004), kemampuan
terbang Trigona sangat terbatas, hanya 300-500 m/hari.

Produk Lebah
Madu
Madu adalah cairan manis berasal dari nektar tumbuhan yang diproduksi
oleh lebah. Lebah mengumpulkan nektar dari bunga yang mekar, cairan tumbuhan
yang mengalir di dedaunan dan kulit pohon, atau dari madu embun (Honey dew).
Nektar adalah senyawa kompleks yang dihasilkan kelenjar necteriffier dalam
bunga, bentuknya berupa cairan, berasa manis alami dengan aroma lembut. Nektar
mengandung air (50-90%), glukosa, fruktosa, sukrosa, protein, asam amino,
karoten, vitamin, dan minyak serta mineral esensial (Sihombing 2005). Madu
embun (honey dew) adalah zat manis yang lengket seperti tetesan embun di atas
daun dan kulit pohon yang diproduksi oleh beberapa jenis serangga yang
mengisap cairan tumbuhan. Komposisinya mirip nektar, tetapi mengandung lebih
banyak mineral. Biasanya lebah mengumpulkan madu embun bila nektar yang ada
tidak mencukupi (Suranto 2007). Sewaktu nektar dikumpulkan oleh lebah pekerja
dari bunga, bahan tersebut masih mengandung air tinggi (80%) dan juga gula
(sukrosa) tinggi. Setelah lebah mengubah nektar menjadi madu, kandungan air
jadi rendah dan sukrosa diubah menjadi fruktosa dan glukosa (Sihombing 2005).
Madu telah dimanfaatkan manusia sejak 7000 tahun sebelum Masehi.
Masyarakat mesir menggunakan madu untuk kegiatan spiritual, sosial, dan
ekonomi. Madu dipercaya sebagai obat yang ampuh untuk mencegah dan

13

mengobati berbagai macam penyakit. Kebiasaan minum madu yang dilakukan
oleh para atlit Mesir sebelum bertanding, menambah keyakinan bahwa madu
selain memiliki khasiat untuk pengobatan juga mampu menjaga kebugaran
(Gojmerac 1983). Secara umum madu berkhasiat untuk menghasilkan energi,
meningkatkan daya tahan tubuh, dan meningkatkan stamina. Banyak penyakit
dapat disembuhkan dengan madu diantaranya penyakit lambung, radang usus,
jantung dan hipertensi (Suranto 2008).
Madu dari lebah tanpa sengat memiliki kandungan air yang tinggi (>24%)
dan jumlahnya sedikit, tetapi tidak cepat terfermentasi (Mutsaers et al. 2005).
Syariefa et al. (2010) menyatakan bahwa produksi madu satu koloni lebah
Trigona hanya 6,5 kg per tahun. Namun menurut Suranto (2008), madu yang
dihasilkan oleh Trigona sangat baik untuk mengobati penyakit asam urat, jantung,
asma, dan kadar kolesterol yang tinggi.

Polen
Lebah mengumpulkan polen dari benang sari bunga. Polen menempel pada
bulu-bulu lebah pada saat lebah mengambil nektar. Lebah menghilangkan polen
dari bulu-bulunya dengan menggunakan sisir pada kakinya dan menambahkan
ludah untuk membantu terbentuknya bola-bola polen yang kemudian dimasukkan
ke kantong polen pada kaki bagian belakang dan dibawa pulang ke sarang. Lebah
penjaga sarang akan menerima polen tersebut, kemudian mengolah polen tersebut
dengan sedikit madu dan ludahnya, kemudian menyimpannya pada kantong polen
di dalam sarang (Mutsaers et al. 2005). Menurut Sihombing (2005), polen
dimakan oleh lebah terutama sebagai sumber protein dan lemak, sedikit
karbohidrat dan mineral-mineral. Sekitar separuh dari polen digunakan untuk
pemeliharaan tetasan. Polen berbentuk butiran berwarna dan berukuran 1-3 mm.
Warna polen tergantung dari jenis tumbuhan, yaitu kuning terang, oranye, coklat
tua, biru terang, ungu hitam, dan hijau. Rasa polen juga bervariasi dari manis
sampai pahit dengan bau seperti madu bunga. Polen diberikan pada larva sejak
hari kedua. Suranto (2007) menyatakan bahwa, polen juga menjadi makanan
pokok bagi lebah pekerja untuk memenuhi kebutuhan nitrogen, protein, dan
vitamin.

14

Royal Jelly
Royal jelly (susu lebah) adalah bahan makanan bagi tetasan lebah yang
dihasilkan oleh lebah pekerja muda dari kelenjar hipofarink (Mutsaers et al. 2005;
Sihombing 2005). Larva lebah pekerja, lebah jantan dan calon ratu memakan
produk ini untuk perkembangan lebah (Mutsaers et al. 2005). Suranto (2007)
menambahkan bahwa lebah pekerja hanya mengkonsumsi royal jelly pada dua
hari pertama saat larva, selanjutnya mendapatkan cairan yang lebih encer. Ratu
lebah mengkonsumsi royal jelly sepanjang hidupnya. Inilah yang menyebabkan
ratu lebah menjadi penghasil telur sejati dengan ukuran badan besar.
Royal jelly secara tradisional telah digunakan sejak berabad-abad yang lalu
untuk meremajakan kulit, meningkatkan daya tahan tubuh dan vitalitas. Orangorang mesir kuno percaya bahwa royal jelly dapat mempertahankan elastisitas
kulit hingga tetap bersinar dan awet muda (Suranto 2007).

Propolis
Selain mengambil madu, Trigona juga memanfaatkan resin (getah) dari
pohon tertentu. Resin keluar ketika ada bagian pohon, misalnya batang, dahan,
dan ranting yang rusak karena pemanenan oleh manusia, serangan hama, atau
diterjang angin rebut. Resin dikumpulkan dari berbagai macam pohon dan semak
belukar, kemudian dicampur dengan enzim yang terdapat dalam kelenjar ludah.
Resin yang telah diolah oleh lebah dikenal dengan nama propolis (Syariefa et al.
2010; Gojmerac 1983).
Propolis (lem lebah) merupakan nama generik dari resin yang dikumpulkan
oleh lebah dari berbagai macam tanaman. Kata propolis berasal dari bahasa
Yunani, yaitu “pro” artinya pertahanan dan “polis” artinya kota. Jadi propolis
artinya pertahanan kota atau sistem pertahanan pada sarang lebah (Ghisalberti
1979). Menurut Krell (1996), propolis digunakan oleh lebah untuk memperbaiki
sarang, melindungi sel-sel telur, menambal sarang yang retak atau berlubang,
memperkecil ukuran pintu keluar-masuk sarang. Jika ada binatang yang mati
dalam sarang dan terlalu berat untuk dibuang, lebah akan membungkusnya dengan
propolis. Propolis juga digunakan sebagai campuran malam untuk menutupi sel
berisi larva sehingga terlindung dari serangan penyakit. Lebah menggunakan

15

propolis untuk melindungi sarang dari kontaminasi bakteri, virus dan jamur
(Ghisalberti 1979; Marcucci 1995; Popova et al. 2005; Chen et al. 2008).
Presentase lebah pekerja yang bertugas mengumpulkan propolis sangat
rendah, tetapi dilakukan setiap saat. Di lokasi sumber, lebah pekerja pencari
propolis menggigit propolis dengan mandibulanya (rahang bawah) dan dengan
bantuan sepasang kaki pertamanya, propolis ditransfer ke keranjang polen.
Pengumpulan propolis membutuhkan waktu yang lama. Di dalam sarang, lebah
penjaga sarang memindahkan propolis dari lengan pekerja pencari dan meracik
propolis dengan mandibulanya, serta kadang-kadang ditambahkan sedikit lilin.
Kemudian diangkut ke tempat yang membutuhkan atau disimpan sebagai
cadangan (Ghisalberti 1979).
Sifat fisik dan kimia propolis tergantung pada sumber tanamannya, dan
propolis memiliki fungsi yang unik bagi lebah. Propolis dapat memperkuat
stabilitas struktural sarang lebah, mengurangi getaran yang berasal dari luar
sarang, melindungi sarang lebah dengan cara menambal celah-celah yang rusak,
mencegah parasit dan penyakit masuk ke dalam sarang, serta mencegah
pembusukan dalam sarang (Siregar et al. 2011). Pada suhu 20-45 oC propolis
menjadi sangat lengket, lentur, dan tidak keras. Di atas suhu tersebut, propolis
menjadi makin lengket dan seperti permen karet. Sedangkan pada suhu rendah,
propolis menjadi keras dan rapuh. Pada suhu 60-70 oC propolis mulai mencair
(Krell 1996). Warna, aroma, dan kandungan propolis bervariasi tergantung dari
tumbuhan asal. Propolis berwarna kuning sampai coklat tua, bahkan ada yang
transparan. Kebanyakan propolis berwarna cokelat terang sampai gelap, tetapi ada
yang berwarna hijau, merah, hitam, kuning, maupun putih. Hal ini dipengaruhi
oleh kandungan flavonoidnya (Gojmerac 1983).
Menurut Mahani et al. (2011