Ekstraksi Propolis dan Sintesis Nanopropolis Lebah Madu Trigona spp

EKSTRAKSI PROPOLIS DAN SINTESIS
NANOPROPOLIS LEBAH MADU Trigona spp

NURUL SYIFA QURBATUSSOFA

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Ekstraksi Propolis dan
Sintesis Nanopropolis Lebah Madu Trigona spp adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013

Nurul Syifa Qurbatussofa
NIM G84070033

iv

ABSTRAK
NURUL SYIFA QURBATUSSOFA. Ekstraksi Propolis dan Sintesis
Nanopropolis Lebah Madu Trigona spp. Dibimbing oleh I MADE ARTIKA dan
EMAN KUSTAMAN.
Propolis merupakan bahan perekat dari resin yang dikumpulkan lebah
pekerja dari kuncup, kulit kayu, dan bagian tumbuhan lainnya. Propolis kaya akan
manfaat, diantaranya sebagai antibakteri, antivirus, dan antikanker. Penelitian ini
bertujuan mencari metode ekstraksi dan sintesis nanopropolis yang akan
menghasilkan efektivitas tinggi serta mengetahui aktivitas antibakteri dan
mengetahui nilai optimasi nanopropolis sebagai antibakteri terhadap bakteri E.
coli. Propolis diekstrak menggunakan metode maserasi dengan modifikasi MAE

(microwave-assisted extraction). Selanjutnya pembuatan nanopropolis
menggunakan metode Aimi yang dimodifikasi dengan teknik homogenisasi
kecepatan tinggi, harapannya nanopropolis dapat lebih efektif dibandingkan
propolis sebagai antibakteri. Rendemen ekstrak propolis yang diperoleh sebesar
10.93%. Nilai PSA (particle size analyzer) dari nanopropolis memiliki sebaran
176.30 nm, 205.10 nm, dan 295.80 nm. Hasil pengujian antibakteri nanopropolis
dengan metode difusi cakram terhadap E. coli, menunjukkan nanopropolis tidak
bersifat antibakteri terhadap E. coli, karena tidak menghasilkan zona bening
diarea kertas cakram. Hasil dari ampisilin menunjukkan hal yang sama, yaitu tidak
bersifat antibakteri terhadap E. coli.
Kata kunci : antibakteri, nanopropolis, propolis.

ABSTRACT
NURUL SYIFA QURBATUSSOFA. The Extraction of Propolis and Synthesis of
Nanopropolis Honey Bee Trigona spp. Under the direction of I MADE ARTIKA
and EMAN KUSTAMAN.
Propolis is a resin adhesive material collected from worker bees from the
buds, bark, and other plant parts. Propolis have many benefits are as antibacterial,
aniviral, and anticancer. The purpose of this study is to search method of
extraction and nanopropolis synthesis that will produce the high effectiveness,

knowing antibacterial activity and knowing value of optimization nanopropolis as
antibacterial against E. coli . Propolis extracted uses the method maceration with
modification MAE (microwave-assisted extraction). Futhermore synthesis of
nanopropolis use Aimi methode modified by high speed homogenization,
hopefully nanopropolis more effective than propolis as antibacterial. The yield of
propolis extract is 10.93%. The values of PSA from nanopropolis are 176.30 nm,
205.10 nm, and 295.80 nm. Result activity antibacterial nanopropolis with disc
diffusion methode againts E. coli indicated nanopropolis does not have
antibacterial, because nanopropolis does not produce cleare zones in disc paper
area. The result from ampicilin is does not have antibacterial againts E. coli.
Key word : antibacterial, nanopropolis, propolis.

EKSTRAKSI PROPOLIS DAN SINTESIS
NANOPROPOLIS LEBAH MADU Trigona spp

NURUL SYIFA QURBATUSSOFA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada

Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

vi

Judul
Nama
NIM

: Ekstraksi Propolis dan Sintesis Nanopropolis Lebah Madu
Trigona spp
: Nurul Syifa Qurbatussofa
: G84070033

Disetujui oleh


Dr.Ir. I Made Artika, M.App.Sc.
Pembimbing I

Ir. Eman Kustaman
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr.Ir. I Made Artika, M.App.Sc.
Ketua Departemen Biokimia

Tanggal lulus :

viii

PRAKATA
Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat-Nya
penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Banyak kendala yang penulis hadapi
pada proses pembuatan skripsi ini berkaitan dengan data dan pembahasan. Namun,

atas rahmat Allah SWT dan dorongan semangat dari keluarga, suami, dan temanteman tercinta, skripsi dengan judul ekstraksi propolis dan sintesis nanopropolis
lebah madu Trigona spp dapat diselesaikan dengan baik.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr.Ir. I Made Artika, M.App.Sc
selaku pembimbing utama dan. Ir. Eman Kustaman selaku pembimbing kedua
yang telah membimbing dan mendukung penulis secara moril serta memberikan
bimbingan dan arahan hingga terselesaikannya skripsi ini. Terima kasih kepada
Ir.H.A.E. Zainal Hasan, M.Si atas saran, dukungan secara materil dan moril.
Ucapan terimakasih pula penulis haturkan kepada orang tua, suami, dan adik-adik,
yang selalu memberi motivasi dan dukungan, teman-teman satu kontrakan, Mike,
Putri, Neina, Laras, Mevi, Umi, Huda yang selalu menghadirkan semangat,
kepada Pak Tono dan Mega atas bantuannya selama penelitian, kepada dosendosen dan laboran atas ilmunya yang diberikan selama penulis menimba ilmu di
IPB, khususnya di Biokimia. serta rekan-rekan Biokimia 44 yang selalu
memberikan dukungannya.
Penulisan skripsi ini tak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.

Bogor, September 2013

Nurul Syifa Qurbatussofa


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

METODE


2

Bahan

2

Alat

2

Metode

2

Ekstraksi Etanol Propolis

2

Pembuatan Nanopropolis


3

Pembuatan Media

3

Regenerasi Bakteri Uji

3

Uji Pendahuluan Aktivitas Antibakteri

4

Penentuan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum

4

Analisis Statistik


4

HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Hasil

5

Pembahasan

7

Ekstrak Propolis

7

Nanopropolis


8

Uji Antibakteri

10

SIMPULAN

12

SARAN

11

DAFTAR PUSTAKA

12

RIWAYAT HIDUP

18

x

DAFTAR TABEL
1 Formulasi preparasi pembuatan nanopropolis

3

2 Hasil rendemen EEP didalam β-siklodekstrin

6

DAFTAR GAMBAR
1 Propolis kasar lebah madu Trigona spp

5

2 Ekstrak etanol propolis

5

3 Hasil uji antibakteri

6

4 Struktur molekul dan bentuk toroid β-siklodekstrin

8

DAFTAR LAMPIRAN
1 Alur penelitian

14

2 Alur pembuatan ekstrak etanol propolis

15

3 Alur pembuatan nanopropolis

16

4 Alur pengujian antibakteri

17

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki keanekaragaman
hayati. Salah satu kekayaan hayati yang dapat dimanfaatkan adalah lebah madu.
Madu merupakan salah satu produk alam yang dihasilkan oleh lebah yang telah
lama dikenal dan dimanfaatkan di Indonesia karena khasiatnya dalam
menyembuhkan berbagai macam penyakit. Selain menghasilkan madu, ternyata
lebah juga menghasilkan produk lain seperti royal jelly, pollen, venom, dan
propolis. Setiap produk lebah tersebut mempunyai fungsi dan manfaat yang
berbeda bagi kesehatan manusia.
Propolis atau lem lebah merupakan suatu bahan resin yang dikumpulkan
oleh lebah madu dari berbagai macam jenis tumbuhan. Jenis lebah yang dikenal
mampu menghasilkan propolis dalam jumlah banyak, yaitu jenis Trigona spp.
Lebah madu Trigona spp merupakan lebah asli Asia dari genus trigona yang
memiliki karakteristik spesifik yaitu madu yang dihasilkan mempunyai rasa asam
namun tahan terhadap fermentasi dan bersifat jarang sekali berpindah tempat,
serta harga produk madunya lebih tinggi dibandingkan dengan madu produk lebah
genus Apis. Jenis lebah madu Trigona spp menghasilkan propolis yang lebih
banyak dibandingkan dengan lebah madu genus Apis (Sihombing 1997).
Propolis banyak digunakan dalam bidang kesehatan. Penelitian terhadap
propolis telah banyak dilakukan baik secara in vivo maupun in vitro. Penelitian
mengenai propolis yang diekstrak menggunakan metode maserasi, menyebutkan
bahwa propolis memiliki potensi sebagai antibakteri. Ekstrak propolis lebah madu
Trigona lebih efektif menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus,
Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Pseudomonas aeruginosa dibandingkan
dengan propolis komersial yang berasal dari lebah madu Apis mellifera (Angraini
2006). Menurut Lasmayanti (2007) propolis Trigona spp dapat digunakan sebagai
antikaries alternatif dalam pasta gigi karena mampu menghambat pertumbuhan
serta jumlah bakteri Streptococcus mutans, suatu bakteri penyebab karies gigi.
Prasetyo (2011) menyatakan bahwa nanopropolis efektif menghambat
pertumbuhan bakteri baik Gram positif maupun Gram negatif.
Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
maserasi dengan modifikasi MAE (microwave-assisted extraction). MAE
merupakan metode ekstraksi menggunakan energi gelombang mikro yang dapat
menghancurkan sel sehingga zat yang akan diekstrak keluar dari dalam sel dan
memperbesar kontak antara pelarut dan sampel (Jang et al 2009). Diharapkan
dengan modifikasi MAE, zat aktif dari propolis akan banyak terekstrak.
Pengembangan dan pemanfaatan teknologi nano saat ini telah banyak
dilakukan. Salah satunya teknologi nano dapat diaplikasikan dalam bidang
kesehatan untuk pembuatan obat. Keuntungan dari teknologi nano ini adalah
meningkatkan efek terapi obat. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan
diterapkan teknologi nano terhadap propolis, sehingga diharapkan dapat
meningkatkan fungsi dari propolis tersebut. Propolis yang berukuran nano diduga
dapat melewati membran luar bakteri sehingga senyawa-senyawa aktif
antibakterinya dapat merusak dinding sel bakteri.
Pengujian aktivitas antibakteri terhadap propolis maupun nanopropolis telah
banyak dilakukan, namun untuk mengetahui optimasi nanopropolis sebagai

2

antibakteri khususnya pada bakteri Escherichia coli, maka digunakan berbagai
formulasi nanopropolis menggunakan β-siklodekstrin.
Penelitian ini bertujuan untuk mencari metode ekstraksi dan sintesis
nanopropolis, serta menguji aktivitas antibakteri dan mengetahui nilai optimasi
nanopropolis sebagai antibakteri. Manfaat dari hasil penelitian ini dapat
memberikan informasi ilmiah mengenai metode ekstraksi propolis dan sintesis
nanopropolis yang lebih baik dan memberikan informasi mengenai aktivitas
antibakteri nanopropolis lebah madu Trigona spp serta nilai optimasi nanopropolis
sebagai antibakteri terhadap bakteri E. coli.

METODE
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah propolis kasar Trigona spp asal
Pandeglang, bakteri Gram negatif (E. coli), media padat NA (Nutrient Agar),
media cair NB (Nutrient Broth), media PYG (Pepton Yeast extract Glucose),
akuades, etanol 70%, β-siklodekstrin, bufer fosfat 50 mM pH 10 dan bufer fosfat
300 mM pH 5, dan ampisilin 10 mg/ml.
Alat
Alat-alat yang digunakan adalah microwave, rotavator EYELA OSB-2100,
penangas air, cawan porselen, cawan petri, homogenizer 22000 rpm merek Tokebi,
laminar air flow cabinet, wrap, shaker orbital EYELA, lemari es, neraca analitik,
vortex, tabung Eppendorf, jarum ose, kaca sebar, autoklaf, mikropipet, dan alatalat gelas lainnya.
Metode
Ekstrak Etanol Propolis
Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
maserasi yang dimodifikasi dengan menggunakan MAE (Jang et al. 2009).
Langkah pertama dalam ekstraksi etanol propolis adalah propolis kasar ditimbang
sebanyak 1 gram, kemudian dilarutkan dalam 20 mL etanol 70% dan dimasukkan
ke dalam labu Erlenmeyer. Labu Erlenmeyer yang telah berisi ekstrak propolis
dibungkus dengan plastik gelap lalu diinkubasi di atas shaker orbital selama 18
jam dengan kecepatan 200 rpm. Setelah diinkubasi selama 18 jam, labu
Erlenmeyer berisi ekstrak propolis dimasukkan ke dalam microwave selama 30
menit pada suhu 50°C. Ekstrak etanol propolis kemudian disaring dan diletakkan
di atas cawan uap yang dipanaskan pada suhu sekitar 40°C. Ekstrak yang
diperoleh ditimbang dan dihitung rendemennya (Lampiran 2).

3

Pembuatan Nanopropolis
Pembuatan partikel nanopropolis menggunakan metode Aimi et al. (2009)
yang dimodifikasi. Nanopropolis dirancang sebanyak tiga belas sampel dengan
rancangan perbandingan komposisi antara ekstrak etanol propolis (EEP), βsiklodekstrin, serta pelarut etanol 70%. Fomulasinya dapat dilihat pada Tabel 1.
Masing-masing sampel tersebut dihomogenisasi dengan tiga variasi waktu yang
diperoleh berdasarkan waktu optimum penelitian sebelumnya (Dwitaharyani
2011). Tahap I selama 20 menit, tahap II dan tahap III selama 30 menit. Tahap I
semua bahan dihomogenisasi dengan kecepatan 22000 rpm selama 20 menit.
Selanjutnya etanol diuapkan menggunakan rotavapor dengan suhu 40οC, hingga
larutan menjadi sedikit pasta. Ekstrak yang telah menjadi pasta diambil dan
ditimbang. Kemudian ekstrak dilarutkan dalam larutan bufer fosfat 50 mM pH 10
(75 mL bufer fosfat pH 10 untuk 250 mg ekstrak), dan dihomogenisasi dengan
waktu tahap II dengan kecepatan 22000 rpm. Hasil homogenisasi tersebut diambil
sebanyak 10 mL dan dilarutkan dalam 100 mL larutan bufer fosfat 300 mM pH 5,
dan dihomogenisasi dengan waktu tahap III dengan kecepatan 22000 rpm
(Lampiran 3).
Pembuatan Media
Formula pembuatan media agar NA yaitu 28 gram serbuk NA untuk 1 liter
akuades, sedangkan formula pembuatan media cair NB yaitu 13 gram serbuk NB
untuk 1 liter akuades. Setelah media serbuk NA dan NB dilarutkan dengan
akuades, kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf dengan suhu 121oC selama
15 menit.
Pembuatan media PYG menggunkan metode Hadioetomo (1990).
Komposisi media PYG terdiri atas pepton, yeast ekstrak, glukosa, dan agar,
dengan perbandingan secara berurutan sebesar 1:1:2:2. Semua bahan dilarutkan
Tabel 1 Formulasi preparasi pembuatan nanopropolis
No
Sampel

EEP
(mg)

β-siklodekstrin
(mg)

Etanol
70% (mL)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

30
70
30
70
21.7
78.3
50
50
50
50
50
50
50

150
150
350
350
250
250
108.6
391.4
250
250
250
250
250

30
70
30
70
22
78
50
50
50
50
50
50
50

4

dengan akuades, kemudian dipanaskan hingga terbentuk larutan sempurna.
Sterilkan dengan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Tuangkan ke dalam
cawan petri. Setelah agar PYG membeku, dimasukkan ke dalam inkubator 37oC
selama 24 jam.
Regenerasi Bakteri Uji
Bakteri yang akan digunakan terlebih dahulu diregenerasi sebelum dipakai
untuk uji aktivitas antibakteri yaitu dengan memilih koloni-koloni yang terpisah
dari masing-masing bakteri uji sebanyak 1 ose. Kemudian digoreskan biakan dari
stok bakteri tersebut ke permukaan agar miring NA yang masih baru. Selanjutnya
diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Biakan tersebut merupakan aktivitas
awal dari stok bakteri yang telah disimpan pada suhu 4-5 oC. Diambil sebanyak 1
ose dari biakan tersebut dan diinokulasikan ke dalam tabung reaksi yang berisi 10
mL NaCl, sehingga mempunyai kekeruhan sesuai dengan suspensi McFarland no.
3 yaitu 9x109 sel per bakteri. Kemudian dari larutan suspensi tersebut dipipet
sebanyak 0.5 mL ke dalam 4.5 mL NaCl sehingga diperoleh konsentrasi 10-6
bakteri per mL.
Uji Pendahuluan Aktivitas Antibakteri
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode difusi cakram
(Hadioetomo 1990). Inokulum bakteri hasil dari pengenceran diambil 1 mL untuk
disebarkan di dalam cawan petri, lalu dituangkan 20 ml media PYG bersuhu ±
45oC, lalu cawan petri digoyangkan agar bakteri tersebar merata. Selanjutnya
didiamkan pada suhu kamar sampai media agar memadat. Setelah padat,
diletakkan kertas cakram yang mengandung ekstrak uji 50 ppm, kontrol positif
ampisilin 10 mg/mL serta kontrol negatif berupa akuades, kemudian diinkubasi
selama 24 jam lalu diamati dan diukur lebar daerah hambat (LDH) masing-masing
cakram terhadap pertumbuhan bakteri. Lebar daerah hambat diukur dari diameter
zona bening yang terbentuk. Semakin lebar daerah hambat menunjukkan semakin
besar aktivitas antibakterinya.
Penentuan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum
Penentuan KHTM dilakukan setelah diketahui bahwa ekstrak propolis
memiliki aktivitas antibakteri. Tahap pertama yaitu pengenceran nanopropolis
dengan akuades sehingga diperoleh 10 konsentrasi (0.009% sampai 5% v/v).
Setiap konsentrasi sebanyak 50 µl dimasukkan ke dalam lubang media PYG padat
yang mengandung bakteri uji, lalu diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam.
Aktivitas antibakteri diperoleh dengan mengukur diameter zona bening di sekitar
lubang sampel menggunakan jangka sorong.
Analisis Statistik
Analisis statistik yang digunakan dalam pengolahan data adalah rancangan
percobaan dua faktor dalam rancangan acak lengkap. Berikut ini merupakan
model rancangannya,

5

Yij = µ + τi + εij
Yij = pengamatan pada perlakuan ke-I dan ulangan ke-j
µ = pengaruh rataan umum
τ = pengaruh perlakuan ke-i
ε = pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j.
Data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA (Analysis of varience) pada
tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0.05. Uji selanjutnya yang digunakan adalah
uji Duncan. Seluruh data dianalisis dengan menggunakan program SPSS 17.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Propolis kasar berbentuk serbuk yang berasal dari lebah madu Trigona spp
(Gambar 1) diekstraksi dengan cara maserasi selama 18 jam, kemudian
dimodifikasi menggunakan metode MAE (microwave-assisted extraction) selama
30 menit dengan suhu 50oC. Setelah itu pelarut etanol 70% diuapkan dan
diperoleh ekstrak etanol propolis berwarna coklat tua (Gambar 2).

Gambar 1 Propolis kasar lebah
madu Trigona spp.

Gambar 2 Ekstrak etanol
propolis.

6

Rendemen ekstrak etanol propolis yang diperoleh sebesar 10.93%. Ekstrak
etanol propolis kemudian ditambahkan β-siklodekstrin dan dihitung rendemennya
(Tabel 2). Nanopropolis yang dihasilkan berupa cairan. Selanjutnya ukuran
partikel nanopropolis ditentukan menggunakan PSA (particle size analyzer).
Sebaran ukuran nanopropolis yang diperoleh adalah 176.30 nm, 205.10 nm, dan
295.80 nm dengan nilai PI (polydispersity index) sebesar 0.5. Kemudian sampel
nanopropolis diuji antibakteri terhadap bakteri E. coli dengan konsentrasi masingmasing sebesar 50 ppm. Hasil yang diperoleh dari pengujian antibakteri sampel
nanopropolis terhadap bakteri E. coli menunjukkan bahwa ketiga belas sampel
nanopropolis tersebut tidak berperan sebagai antibakteri. Kontrol positif yang
digunakan adalah antibiotik ampisilin 10 mg/ml, sedangkan kontrol negatif
menggunakan akuades. Hasil dari kontrol positif menunjukkan hal yang sama,
yaitu tidak menunjukkan perannya sebagai antibakeri. Nanopropolis dan ampisilin
tidak membentuk zona bening (Gambar 3).
Tabel 2 Hasil rendemen EEP
didalam β-siklodekstrin
No
Rendemen
Sampel
(%)
1
68.39
2
89.68
3
45.00
4
87.35
5
34.59
6
85.90
7
92.64
8
53.10
9
82.90
10
96.07
11
57.23
12
81.67
13
83.50

a
d
b
c
Gambar 3 Hasil uji antibakteri. Kontrol
positif, ampisilin 10 mg/mL (a), nanopropolis
(b dan d) dan kontrol negatif, akuades (c).

7

Pembahasan
Ekstrak Propolis
Propolis yang digunakan berasal dari sarang lebah madu Trigona spp asal
Pandeglang. Propolis berfungsi untuk menambal sarang lebah yang bocor dan
untuk memperkuat sarang. Propolis juga berfungsi untuk membungkus bangkai
binatang yang masuk ke sarang lebah agar tidak menyebarkan penyakit, serta
digunakan untuk mensterilkan sarang, menghentikan pertumbuhan dan
penyebaran bakteri, virus, dan jamur (Winingsih 2004). Selain itu, propolis dapat
berfungsi sebagai antibiotik alami karena kemampuan antimikrobnya. Kelebihan
propolis sebagai antibiotik alami dibandingkan dengan bahan sintetik adalah lebih
aman serta efek samping yang kecil. Satu-satunya efek samping yang terjadi dan
itu pun jarang yaitu timbulnya reaksi alergi yang digunakan secara lokal
sedangkan bila diberikan secara peroral tidak menimbulkan resistensi. Selain itu
propolis sebagai antibiotik memiliki selektivitas tinggi. Propolis hanya membunuh
penyebab penyakit sedangkan mikroba yang berguna seperti flora usus tidak
terganggu (Winingsih 2004).
Propolis diekstrak menggunakan metode Jang et al. (2009), yaitu cara
maserasi yang dimodifikasi menggunakan MAE (microwave-assisted extraction).
Ketika berlangsung proses maserasi, propolis dibuat dalam keadaan gelap dengan
dibungkus plastik hitam. Tujuan keadaan gelap dalam proses eksraksi adalah agar
propolis tidak langsung terkena cahaya matahari yang akan membuat bahan aktif
seperti flavonoid yang terkandung dalam propolis rusak. Setelah itu, propolis
dipanaskan menggunakan metode bantuan gelombang mikro atau yang disebut
MAE. Proses pemanasan dalam microwave berlangsung selama 30 menit. Waktu
pemanasan menggunakan microwave merupakan hasil optimasi dalam penelitian
Jannah (2011). MAE merupakan metode ekstraksi baru yang menggunakan energi
gelombang mikro yang dapat menghancurkan sel sehingga zat yang akan
diekstrak keluar dari dalam sel dan bercampur dengan pelarut serta memperbesar
kontak antara pelarut dan sampel (Jang et al. 2009) sehingga diharapkan senyawasenyawa yang diinginkan dapat terekstrak lebih baik dibandingkan metode
maserasi sederhana. Margeretha et al. (2012) menyebutkan bahwa metode MAE
merupakan metode yang efektif dalam ekstraksi flavonoid dan total fenolik pada
propolis lebah madu Trigona spp dibandingkan dengan metode maserasi dan
refluks. Routray & Orsat (2011) menyatakan hal yang sama bahwa MAE
merupakan metode potensial untuk menghasilkan senyawa flavonoid
dibandingkan metode ekstraksi lain. Metode MAE dikarakterisasi oleh kecepatan
dan pemanasan yang sama pada ekstrak dan pelarut. Menurut Jang et al. (2009)
waktu ekstraksi yang baik digunakan sekitar 15-30 menit. Penelitian Margeretha
(2012) menggunakan waktu ekstraksi yang sama, yaitu 30 menit.
Pelarut yang digunakan adalah etanol 70%. Etanol 70% bersifat semipolar
dengan nilai kepolaran 0.68 (Moyler dalam Ashurt 1995), sehingga mampu
mengekstrak senyawa aktif dengan kepolaran yang berbeda dalam propolis.
Menurut Woo (2004), propolis larut dalam etanol dan sedikit larut dalam air. Woo
(2004) juga mengatakan bahwa beberapa penelitian menunjukkan bahwa etanol
70% memberikan hasil terbaik bagi sifat antimikrob propolis. Keuntungan etanol

8

sebagai pelarut adalah etanol memiliki titik didih yang rendah dan mudah
menguap, sehingga memperkecil jumlahnya didalam ekstrak.
Setelah propolis diekstraksi dengan pelarut etanol 70%. Tahap selanjutnya
dilakukan penguapan untuk menghilangkan pelarutnya. Penguapan dilakukan
pada suhu 40oC. Penggunaan suhu 40oC untuk melindungi senyawa aktif pada
propolis, seperti flavonoid sebagai bahan antimikrob agar tidak rusak karena
flavonoid tidak tahan panas.
Berdasarkan hasil ekstraksi, rendemen ekstrak propolis yang diperoleh
tergolong tinggi, yaitu sebesar 10.93% dengan perbandingan 1 gram propolis
dalam 20 mL etanol 70%, sedangkan pada penelitian Prasetyo (2011) rendemen
yang dihasilkan sebesar 13.33%, dengan menggunakan propolis sebanyak 150
gram. Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian Prasetyo (2011) yaitu
metode maserasi sederhana. Metode maserasi sederhana memerlukan waktu yang
lebih lama, yaitu pengadukan selama 1 minggu, penggunaan jumlah ekstrak kasar
yang lebih banyak, serta memerlukan volume pelarut yang lebih banyak,
sedangkan metode maserasi dengan modifikasi MAE memerlukan waktu
pengadukan yang lebih singkat, yaitu 18 jam, serta bahan dan volume pelarut
yang sedikit. Penelitian Margeretha et al. (2012) menggunakan MAE untuk
propolis lebah madu Trigona spp memperoleh parameter optimum untuk nilai
maksimum flavonoid yaitu konsentrasi etanol sebesar 64.66%, waktu ekstraksi
selama 24.42 menit, dan diprediksi isi dari flavonoid sebesar 0.36%, sedangkan
parameter optimum untuk nilai maksimum total fenolik yaitu konsentrasi etanol
60.85%, waktu ekstraksi selama 30.57 menit, dan diprediksi isi dari total fenolik
sebesar 5.81%. Dilihat dari hasil rendemen, perbedaan nilai rendemen yang
diperoleh dapat dipengaruhi oleh warna propolis. Warna propolis dipengaruhi
oleh senyawa flavonoid yang terkandung dalam ekstrak. Propolis dengan warna
lebih gelap akan menghasilkan rendemen yang lebih besar dibandingkan dengan
propolis dengan warna lebih muda (Salomao et al. 2004). Warna propolis yang
diperoleh dalam penelitian ini berwarna cokelat tua, sedangkan pada penelitian
Prasetyo (2011) warna propolis yang diperoleh adalah cokelat. Bankova dan
Popova (2007), menyatakan bahwa perbedaan nilai rendemen dipengaruhi oleh
vegetasi tempat lebah Trigona spp dalam mendapatkan bahan baku propolis,
musim, dan lokasi geografi tempat pengambilan propolis.
Setelah itu, EEP (ekstrak etanol propolis) dilarutkan bersama βsiklodekstrin sebagai tahap awal pembuatan nanopropolis. Tahap tersebut
menghasilkan bentuk berupa serbuk karena proses evaporasi. Serbuk dihitung
rendemennya. Diperoleh nilai rendemen tertinggi pada sampel nanopropolis
nomor 10, yaitu sebesar 96.7%. Hal ini menunjukkan sampel nomor 10 memiliki
nilai efektifitas yang tinggi dibandingkan dengan sampel yang lainnya.
Selanjutnya akan dibuktikan pada uji aplikasi.
Nanopropolis
Teknologi nano merupakan teknik memanipulasi materi menjadi berskala
nanometer dari sekumpulan atomnya melalui pemurnian bentuk serbuknya
(Aitken et al. 2004). Nanopropolis yang dihasilkan dalam penelitian ini berupa
cairan. Nanopropolis dirancang sebanyak tiga belas formulasi untuk mencari
komposisi yang terbaik antara EEP, β-siklodekstrin, dan etanol. Pembuatan

9

nanopropolis menggunakan metode Aimi et al. (2009) yang dimodifikasi dengan
menggunakan teknik homogenisasi pada kecepatan 22000 rpm. Waktu
homogenisasi didasarkan pada waktu optimum yang diperoleh penelitian
Dwitaharyani (2012) yaitu tahap I dan II selama 20 menit, sedangkan tahap III
selama 30 menit. Teknik homogenisasi pada kecepatan tinggi bertujuan unuk
mengecilkan ukuran partikel serta terjadinya tumbukan dan benturan antar partikel
yang menyebabkan terjadinya interaksi antara propolis dan β-siklodekstrin pada
proses penyalutan. Proses penyalutan propolis menggunakan teknik
mikroenkapsulasi. Komponen mikroenkapsulasi terdiri atas bahan inti dan bahan
penyalut. Propolis merupakan bahan inti yakni bahan spesifik yang akan disalut.
Bahan penyalut merupakan bahan yang digunakan untuk menyelaputi inti dengan
tujuan tertentu. Bahan penyalut harus mampu memberikan suatu lapisan tipis yang
kohesif dengan bahan inti, tidak bereaksi dengan inti (bersifat inert) dan
mempunyai sifat yang sesuai dengan tujuan penyalutan (Laga 2008).
Bahan penyalut yang digunakan adalah β-siklodekstrin. β-siklodekstrin
merupakan salah satu jenis pati termodifikasi oleh aktivitas enzim CGTase
(siklodekstrin glikosil transferase) (Laga 2008). Struktur β-siklodekstrin
berbentuk seperti donat (toroid) dengan permukaan luar bersifat hidrofilik dan
bagian rongga dalam bersifat hidrofobik (Isadiartuti & Suwaldi 2005). Struktur
kimia β-siklodekstrin dapat dilihat pada Gambar 5. Penyalutan propolis oleh βsiklodekstrin akan membentuk kompleks inklusi. Pembentukan kompleks
dipengaruhi oleh sifat hidrofobik propolis yang berinteraksi dengan bagian rongga
dalam siklodekstrin. Kompleks inklusi yang terbentuk dapat meningkatkan
kelarutan dan stabilitas, selain itu, kompleks ini dapat melindungi senyawa aktif
yang terdapat dalam propolis dari pengaruh oksidasi (Yunianto 2000). Penelitian
Coneac et al. (2008), menunjukkan bahwa propolis dan β-siklodekstrin dalam
ukuran nanopartikel akan membentuk interaksi yang lebih baik. Oleh karena itu,
β-siklodekstrin dipilih sebagai bahan penyalut, karena propolis dan βsiklodekstrin dapat membentuk kompleks yang dapat meningkatkan kelarutan,
memiliki stabilitas yang tinggi, dan tidak toksik terhadap tubuh.
Metode Aimi et al. (2009) menggunakan bufer fosfat pH basa dan asam.
Penggunaan bufer fosfat tersebut bertujuan untuk membuat nanopropolis lebih
stabil dalam kondisi asam dan dapat mengontrol ukuran partikel. Bufer fosfat
yang digunakan adalah bufer fosfat 50 mM pH 10 dan bufer fosfat 300 mM pH 5.

Gambar 5 Struktur Molekul dan Bentuk
Toroid β-siklodekstrin (Dwitaharyani 2012).

10

Penggunaan bufer fosfat dengan perbedaan pH tersebut diharapkan dapat
mengkondisikan semakin banyak ekstrak yang membentuk kompleks dengan
siklodekstrin dan lebih stabil.
Selanjutnya ukuran nanopropolis ditentukan menggunakan PSA (particle
size analyzer). Hasil PSA yang diperoleh memiliki sebaran 176.30 nm, 205.10 nm,
dan 295.80 nm. Nanopropolis pada penelitian Dwitaharyani (2012) menunjukkan
ukuran partikel dengan sebaran 171 nm, 369 nm, dan 773 nm, sedangkan
nanopropolis pada penelitian Prasetyo (2011) menunjukkan ukuran partikel
dengan sebaran 175 nm, 197 nm, dan 307 nm. Berdasarkan ketiga penelitian
mengenai sintesis nanopropolis yang berasal dari lebah madu Trigona spp, ukuran
nanopropolis ketiganya tidak berbeda jauh, walaupun terdapat perbedaan didalam
pembuatannya. Sintesis nanopropolis Dwitaharyani (2012) menggunakan bahan
penyalut dan metode yang sama, yaitu β-siklodekstrin dan metode Aimi et al
(2009) yang dimodifikasi, sedangkan sintesis nanopropolis Prasetyo (2011)
menggunakan bahan penyalut dan metode yang berbeda. Sintesis nanopropolis
Prasetyo (2011) menggunakan bahan penyalut maltodekstrin dan menggunakan
penggabungan metode modifikasi Bhaskar et al. (2009) dengan Sutriyo et al.
(2004) yang hanya dilakukan dua tahap homogenisasi pada kecepatan 22000 rpm.
Maltodekstrin (C6H10O5).nH2O merupakan polimer dari D-glukosa yang berikatan
dengan ikatan α-1,4 glikosidik. Ikatan yang terdapat dalam maltodekstrin ini
sangat lemah dan mudah terputus. Maltodekstrin bersifat meningkatkan viskositas
membentuk matriks hidrogel dan memiliki daya rekat (Anwar 2004).
Nanopropolis yang dibuat oleh Coneac et al. (2008) dengan bahan penyalut
β-siklodekstrin menunjukkan bentuk partikel yang tidak seragam dan tepian yang
tidak rata. Hasil analisis SEM (scanning elektrone microscope) nanopropolis pada
penelitian Prasetyo (2011) juga menunjukkan bahwa partikel nanopropolis
memiliki bentuk yang tidak seragam dengan tepian yang tidak rata. Ukuran
nanopropolis yang dihasilkan pada penelitian ini serta penelitian Dwitaharyani
(2012) dan Prasetyo (2011) sesuai dengan pernyataan Mohanraj dan Chen (2006),
yaitu bahan organik dalam bentuk nanopartikel memiliki ukuran 10-1000 nm yang
dilindungi oleh matriks pembawanya.
Nilai indeks polidispersitas yang diperoleh dari hasil uji PSA yaitu 0.5.
Indeks polidispersitas merupakan parameter untuk menentukan distribusi ukuran
partikel dari sintesis nanopartikel. Nilai tersebut menunjukkan bahwa partikel
nanopropolis yang dibuat berada dalam rentang nanopartikel. Semakin mendekati
nol, maka distribusi parikel semakin baik.
Uji Antibakteri
Nanopropolis kemudian dilakukan uji aplikasi terhadap fungsi propolis
sebagai bahan antibakteri. Uji antibakteri menggunakan bakteri Escherichia coli.
E. coli merupakan bakteri Gram negatif. Bakteri ini bersifat tidak patogen, tetapi
dapat menyebabkan infeksi. E. coli termasuk famili Enterobacteriaceae yang
memiliki bentuk batang, berukuran 1.1-1.5 x 2.0-6.0 µm, penataan selnya tunggal
atau berpasangan. Bakteri ini tidak berkapsul dan tidak berspora. E. coli tumbuh
baik pada suhu optimum 37oC serta pada pH optimum 7.0-7.5. E. coli membentuk
koloni berwarna putih hingga kekuningan, bersifat nonmotil, dan hidup secara
anaerob fakultatif (Pelczar & Chan 1988).

11

Uji antibakteri dilakukan dengan metode difusi cakram karena metode ini
umum dan mudah dilakukan. Uji ini dilakukan secara dua kali ulangan atau duplo.
Ada tidaknya zona hambat yang terbentuk disekitar kertas cakram menunjukkan
aktivitas antibakteri dari nanopropolis. Pelczar dan Chan (1988) menyatakan
bahwa suatu senyawa memiliki kemampuan sebagai bahan antibakteri
dipengaruhi konsentrasi antibakteri, jumlah bakteri, dan jenis bakteri yang
digunakan. Semakin besar konsentrasi antibakteri yang digunakan, maka daya
hambatnya juga akan semakin besar.
Kontrol positif yang digunakan adalah antibiotik ampisilin. Ampisilin
merupakan antibiotik β-laktam dan termasuk ke dalam golongan penisilin.
Ampisilin mampu menghambat bakteri Gram positif dan Gram negatif. Namun,
dalam penelitian ini hal tersebut tidak berlaku, karena ampisilin tidak membentuk
zona bening terhadap E. coli. Artinya ampisilin tidak dapat menghambat bakteri
E.coli. Hal ini dapat disebabkan karena konsentrasi ampisilin yang terlalu rendah,
sehingga fungsi antibakterinya tidak terlihat jelas. Umumnya konsentrasi
ampisilin yang digunakan sebesar 100 mg/mL dan konsentrasi paling rendah
sebesar 50 mg/mL.
Mekanisme kerja dari antibiotik ampisilin adalah dengan menghambat
pembentukan ikatan silang pada biosintesis peptidoglikan yang melibatkan
penicillin-binding protein (PBP). Pada E. coli, PBP1-3 merupakan enzim bifungsi
yang mengkatalisis reaksi transglikosilase dan transpeptidase serta PBP3-6
mengkatalisis reaksi karboksipeptidasi.
Pengujian sampel nanopropolis terhadap bakteri E. coli menunjukkan tidak
terbentuknya zona bening atau zona hambat. Hal ini menunjukkan pada
nanopropolis tersebut tidak terdapat zat aktif sebagai bahan antibakteri. Diduga
senyawa flavonoid pada propolis rusak akibat proses homogenisasi. Penelitian
sebelumnya menunjukkan adanya aktivitas antibakteri terhadap E.coli. Hasil
penelitian Prasetyo (2011) menyatakan zona bening yang terbentuk dari
nanopropolis terhadap E.coli sebesar 15.55 mm, sedangkan pada ekstrak propolis
hanya membentuk zona bening sebesar 6.85 mm. Zona bening dari ekstrak
propolis yang dihasilkan Angraini (2006) sebesar 12.617 mm. Berdasarkan data
dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa nanopropolis memiliki daya hambat
yang lebih baik dibandingkan dengan ekstrak propolis.
Mekanisme antibakteri pada propolis belum diketahui sepenuhnya.
Diperkirakan peran propolis sebagai antibakteri adalah menghambat kerja enzim
polimerase DNA bakteri untuk melekat pada DNA sehingga replikasi DNA
bakteri tidak terjadi.
Angraini (2006) menyatakan berdasarkan hasil uji fitokimia yang dilakukan,
senyawa yang bersifat antibakteri adalah flavonoid, tanin, saponin, dan senyawa
fenolik. Menurut Cushine & Lamb (2005), gugus hidroksil pada flavonoid
menyebabkan berubahnya komponen organik dan transport nutrisi yang dapat
mengakibatkan efek toksik bagi bakteri.
Menurut penelitian Prasetyo (2011) nanopropolis lebih efektif dibandingkan
dengan propolis karena bentuk nanopropolis lebih larut dan memiliki
permeabilitas yang lebih tinggi dibandingkan propolis. Monharaj dan Chen (2006)
menyatakan bahwa nanopartikel memiliki ukuran yang sangat kecil sehingga luas
permukaannya semakin besar. Oleh karena itu, seharusnya proses pelepasan
senyawa aktif dari bahan pelindungnya semakin cepat. Namun yang terjadi dalam

12

uji pendahuluan antibakteri, hal tersebut tidak terjadi, karena tidak terbentuk zona
bening. Sehingga uji selanjutnya, yaitu uji KHTM (konsentrasi hambat tumbuh
minimum) tidak dapat dilakukan.

SIMPULAN
Metode maserasi dengan modifikasi MAE menghasilkan rendemen yang
tinggi yaitu sebesar 10.93%. Hasil uji PSA menunjukkan sebaran ukuran partikel
sebesar 176.30 nm, 205.10 nm, dan 295.80 nm. Sintesis nanopropolis belum
sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini terlihat dari tidak terbentuknya zona
bening. Begitu pula pada kontrol positif, yaitu ampisilin 10 mg/mL. Oleh karena
itu, uji KHTM tidak dapat dilakukan.

SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai metode ekstrak propolis
dengan menggunakan waktu pemanasan dan konsentrasi etanol yang berbeda,
sedangkan untuk sintesis nanopropolis perlu digunakan alat homogenisasi yang
berbeda agar diperoleh efektifitas yang lebih baik. Uji antibakteri perlu dilakukan
ulangan lebih banyak dan menggunakan ampisilin dengan konsentrasi yang lebih
tinggi. Selain itu, perlu dilakukan uji FTIR untuk melihat keberadaan propolis
dalam penyalut.

DAFTAR PUSTAKA
Aimi et al, penemu; United State Patent Aplication Publication. 12 Nov
2009 .Casein nanoparticle. US 2009/0280148 A1.
Aitken RJ, Creely KS, Tran CL. 2004. Nanoparticle: An occupational hygiene
review. Norwegia: St Clements House.
Angraini AD. 2006. Potensi propolis lebah madu Trigona spp sebagai bahan
antibakteri [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor.
Bankova V, Popova M. 2007. Propolis of stingless bee: a promising source of
biologically active compounds. Pharmacognosy Reviews 1: 88-92.
Coneac et al. 2008. Propolis extract/β-cyclodextrin nanoparticles: synthesis,
physico-chemical, and multivariate analyses. Journal of Agroalimentary
Processes and Technologies 14:58-70.
Dwitaharyani M. 2012. Nanopropolis sebagai penghambat poliferasi sel kanker
payudara MCF-7 [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Pertanian Bogor.
Fatoni A. 2008. Pengaruh propolis Trigona spp. Asal Bukittinggi terhadap
beberapa bakteri usus halus sapi dan penelusuran komponen aktifnya [tesis].
Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

13

Fitriannur. 2009. Aktivitas antibakteri propolis lebah Trigona spp asal Pandeglang
terhadap Enterobacter sakazakii [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Hadioetomo. 1990. Mikrobiologi Dasar dalam Praktik. Jakarta: Gramedia.
Jannah N. 2011. Potensi ekstrak propolis Trigona spp asal Sambas dan Malang
terhadap aktivitas sel kanker MCF-7 [skripsi]. Bogor: Universitas Pakuan.
Jang M-J et al. 2009. Optimization analysis of the experimental parameters on the
extraction process of propolis. Intenational Multi Conference of Engineers and
Computer Scientists 2: 1-5.
Jawetz E et al. 1995. Mikrobiologi Kedokteran ed. 20. San Francisco: University
of California.
Laga A. 2008. Pengaruh konsentrasi substrat hidrolisat tapioka dan akseptor
minimal pada pembentukan siklodekstrin. J. Teknologi dan Industri Pangan
XIX (2) : 149-157.
Lasmayanti M. 2007. Potensi antibakteri propolis lebah madu Trigona spp
terhadap bakteri kariogenik (Strepococcus mutans) [skripsi]. Bogor: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Margeretha I et al. 2012. Optimization and comparative study of different
extraction methods of biologically active components of Indonesian propolis
Trigona spp. Journal of Natural Products 5: 233-242.
Mohanraj VJ, Chen Y. 2006. Nanoparticles-A review. Tropical Journal of
Pharmaceutical Research 5: 561-573.
Pelczar MJ, Chan ECS. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Volume ke-1.
Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL, penerjemah; Jakarta: UI Pr.
Terjemahan dari: Elements of Microbiology.
Prasetyo R. 2011. Potensi nanopropolis lebah madu Trigona spp asal Pandeglang
sebagai antibakteri [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Routray W & Orsat V. 2011. Microwave-Assisted Extraction of Flavonoids: A
Review. Food Bioprocess Technol 1-2.
Salomao K et al. 2004. Chemical composition and microbicidal activity of
extracts from Brazilian and Bulgarian propolis. Letters in Applied
Microbiology 38:87–92.
Sihombing DTH. 1997. Ilmu Ternak Lebah Madu. Yogyakarta: Gajah Mada Univ
Pr.
Sutriyo, Djajadisastra J, Novitasari A. 2004. Mikrokapsulasi propanol
hidroklorida dengan penyalut etil selulosa menggunakan teknologi penguapan
pelarut. Majalah Ilmu Kefarmasian 1: 93-101.
Winingsih. 2004. Kediaman lebah sebagai antibiotik dan antikanker. [terhubung
berkala]. http://www.pikiranrakyat.com/cetak/0904/16/cakrawala.html [11
Oktober 2011]
Woo KS. 2004. Use of bee venom and propolis for apitherapi in Korea. Di Dalam
Proceeding of 7th Asian Apicultural Associato Conference and 10th BEE)ET
Symposium and Technofora; Los Banos, Februari 2004. Los Banos: Univ
Phillipines. hlm: 311-315.
Yunianto, Prasetyawan. 2000. Pengaruh pH dan suh terhadap produksi βsiklodekstrin glikosiltransferase (β-cgt-ase) oleh Bacillus sp. Jurnal Sains dan
Teknologi Indonesia 2(2) : 27-31

14

Lampiran 1 Alur penelitian

Propolis kasar

Pembuatan ekstrak propolis

Ekstrak etanol
propolis (EEP)

Ekstrak bentuk
pasta

Pembuatan nanopropolis

Kompleks propolis
dan ß-siklodekstrin

Ekstrak cair

Uji efektivitas antibakteri
terhadap masing-masing ekstrak

Analisis data

15

Lampiran 2 Alur pembuatan ekstrak etanol propolis

Raw propolis

Dilarutkan dalam alkohol 70% sebanyak 20 mL

Dikocok dengan kecepatan 200 rpm selama 18 jam dan
ditutup dengan plastik hitam

Dimasukkan kedalam microwave selama 30 menit

Disaring

Diuapkan diatas penangas air dengan suhu 40oC

Ekstrak etanol propolis

Ekstrak yang telah diuapkan kemudian ditimbang

Dihitung berat ekstrak dan rendemen

16

Lampiran 3 Alur pembuatan nanopropolis

Ekstrak + etanol + ß-siklodekstrin

Homogenisasi selama 20 menit (tahap 1)

Dievaporasi

Serbuk

Dilarutkan dengan buffer fosfat 50 mM pH10

Homogenisasi selama 20 menit (tahap 2)

Diambil 10 ml

Dilarutkan dalam 100 ml buffer fosfat 300 mM pH 5

Homogenisasi selama 30 menit (tahap 3)

Kompleks propolis dan ßsiklodekstrin

17

Lampiran 4 Alur pengujian antibakteri

Pengujian sensitifitas
bakteri secara invitro

Pembuatan
ekstrak uji

Pembuatan media
PYG

Penyiapan
larutan stok
bakteri uji

Uji pendahuluan

Uji KHTM

Analisis data

Penyiapan kertas
cakram

18

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 18 Juni 1989 dari ayahanda
Oded Muhamad Danial dan ibunda Lala Nurlaeni (almh). Tahun 2006, ibunda Siti
Muntamah hadir dalam kehidupan penulis. Penulis merupakan putri pertama dari
tujuh bersaudara. Desember 2011 penulis menikah dengan seorang mahasiswa
teknik elektro. Kini penulis telah dikaruniai bayi mungil nan tampan bernama
Ahmad Fakhri Nurrobbani.
Tahun 2007 penulis lulus dari SMA PGII 1 Bandung dan pada tanggal 2 Juli
2007 penulis menginjakkan kakinya di Institut Pertanian Bogor. Penulis berhasil
masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih
Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah mengikuti kegiatan Praktik
Lapangan di laboratorium teknologi genetika, Biotek-BPPT kawasan
PUSPIPTEK, Serpong Tangerang, dengan tema perbedaan metode elektroporasi
dan metode heat shock pada transformasi gen SAD (Stearoyl-acyl carrier protein
desaturase) pada kelapa sawit. Di samping itu, penulis aktif di berbagai
kelembagaan kampus. Tahun pertama (2007-2008) penulis menjadi staf divisi
politik BEM TPB, tahun kedua (2008-2009) penulis menjadi sekretaris umum
DPM KM, dan tahun ketiga (2009-2010) penulis menjadi staf divisi public
relation SERUM G.