Hubungan Peran Stakeholders dengan Partisipasi Masyarakat Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor

HUBUNGAN PERAN STAKEHOLDERS DENGAN
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM
AGROPOLITAN DESA KARACAK KECAMATAN
LEUWILIANG KABUPATEN BOGOR

SISKA OKTAVIA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Peran
Stakeholders dengan Partisipasi Masyarakat Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang
Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun.

Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2013

Siska Oktavia
NIM I34090085

iv

ABSTRAK
SISKA OKTAVIA. Hubungan Peran Stakeholders dengan Partisipasi Masyarakat
dalam Program Agropolitan Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten
Bogor. Dibimbing oleh SAHARUDDIN
Program agropolitan merupakan program pengembangan kawasan yang
berupaya mengurangi kesenjangan antara kota dan desa. Program ini
diimplementasikan melalui program pengembangan sumberdaya manusia,

pengembangan budidaya, pengembangan permodalan dan peningkatan fasilitas
infrastruktur. Tujuan dari penelitian ini yaitu menganalisa tingkat partisipasi dan
bentuk masyarakat dalam program agropolitan, menganalisa peran stakeholders
dalam program agropolitan di Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten
Bogor dan menganalisa hubungan antara peran stakeholders dengan tingkat
partisipasi masyarakat. Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif dan
kualitatif menggunakan kuesioner serta panduan wawancara mendalam. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat berada pada
tingkat tokenisme dalam keseluruhan tahapan program dengan bentuk partisipasi
yang dominan adalah partisipasi menyumbang pendapat. Hasil pengujian
hipotesis menyatakan bahwa terdapat hubungan antara peran stakeholders dengan
partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan, yaitu semakin tinggi peran
stakeholders maka semakin tinggi pula tingkat partisipasi masyarakat.
Kata kunci: partisipasi, stakeholders, agropolitan

ABSTRACT
SISKA OKTAVIA. The Relationship between Role of the Stakeholders and
Community participation in Agropolitan Program in Karacak Village, Leuwiliang
Subdistrict, Bogor District. Supervised by SAHARUDDIN
Agropolitan is a program which seeks to reduce disparities between towns

and villages. This program was implemented through human resource
development, agriculture development, capital development and improvement of
infrastructure facilities. There are three purposes of this study, that is to analyze
the level and form of community participation in the agropolitan program, to
analyze the role of stakeholders in the agropolitan program of Karacak village,
Leuwiliang subdistrict, Bogor district and to analyze the relationship between the
role of the stakeholders with the level of community participation. The research
was carried out by quantitative and qualitative methods using questionnaires and
in-depth interview guide. The results of this study indicate that the level of
community participation is at the level of tokenisme in all phases of the program
with the participation of the dominant forms of participation contribute opinions.
The results of testing the hypothesis clarify that there is a relationship between the
role of stakeholders and community participation in the implementation. That is,
the higher level of stakeholders roles will be higher level of community
participation.
Keywords: participation, stakeholders, agropolitan.

ii

HUBUNGAN PERAN STAKEHOLDERS DENGAN

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM
AGROPOLITAN DESA KARACAK KECAMATAN
LEUWILIANG KABUPATEN BOGOR

SISKA OKTAVIA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

iv

Judul Skripsi : Hubungan Peran Stakeholders dengan Partisipasi Masyarakat

Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor
Nama
: Siska Oktavia
NIM
: I34090085

Disetujui oleh

Dr. Ir. Saharuddin, M.Si
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

vi


PRAKATA
Puji Syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Hubungan Peran Stakeholders dengan Partisipasi
Masyarakat dalam Program Agropolitan Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang
Kabupaten Bogor” dengan baik. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk
memenuhi persyaratan kelulusan di Departemen Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
proposal penelitian ini, diantaranya:
1. Dr. Ir. Saharuddin, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan waktu dan bimbingan serta saran selama proses penulisan
sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian dengan baik.
2. Bapak Andi dan Pak Arifin (pihak P4W–IPB) yang telah membantu dan
memberikan masukan tentang agropolitan sehingga penulis paham akan
konsep agropolitan.
3. Ibunda tercinta Umi Kulsum dan ayahanda, selaku orang tua tercinta atas
doa terbaiknya serta Dimas Bintang Kelana, Rafli Timur dan Raka Jihad

Firdaus selaku adik-adikku tersayang yang telah memberikan dorongan
semangat kepada penulis.
4. Isnurdiansyah, S.E yang selalu memberikan motivasi dan dukungan
kepada penulis sehingga terselesaikannya skripsi ini.
5. Sahabat terbaikku di Departemen SKPM 46, yaitu: Tanti Ningsih, Rizka
Amalia, Hamdani Pramono, M. Iyos Rosyid, Arif Rachman, Lulu Hanifah,
Indra Setiyadi, Fajrina Nissa Utami dan Iqbaludin Akbar yang selalu
menjadi sahabat selama penulis menimba ilmu di IPB serta teman-teman
seperjuangan akselerasi yang telah mendukung dan memotivasi.
6. Pihak Dompet Dhuafa atas beasiswa aktivisnya yang telah diberikan
sehingga membantu kelancaran kuliah.
7. Rekan BEM KM, FIM, BINDES BEM KM, PASKIBRA IPB,
HIMASIERA, KAMMI IPB untuk mengasah softskill organisasi dan
manajemen serta pengalaman luar biasa kepada penulis.
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu doa, semangat dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik. Akhir kata, semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan memberikan inspirasi sebagai
alternatif solusi terkait program agropolitan di pedesaan.

Bogor, Februari 2013
Siska Oktavia

viii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xiii

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

3

Tujuan Penelitian

4

Manfaat Penelitian

5

PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka


7
7

Program Pengembangan Kawasan Agropolitan

7

Analisis Stakeholders

8

Peran Stakeholders dalam Program Agropolitan

10

Konsep Partisipasi

12


Tingkat Partisipasi

15

Kerangka Pemikiran

18

Hipotesis Penelitian

19

Definisi Konseptual

20

Definisi Operasional

20

METODE PENELITIAN

27

Lokasi dan Waktu

27

Teknik Sampling

28

Teknik Pengumpulan Data

29

Teknik Pengolahan Dan Analisis Data

29

GAMBARAN UMUM PENELITIAN

31

Gambaran Umum Kecamatan Leuwiliang

31

Gambaran Umum Desa Karacak

31

Keadaan Wilayah

31

Kondisi Demografi

32

Potensi Wilayah

34

x

Kondisi Agroekosistem

35

Aksesibilitas menuju Desa Karacak

35

Kondisi Kelembagaan

36

PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN

39

KABUPATEN BOGOR

39

Gambaran Umum Program Agropolitan

39

Kepengurusan POKJA dan POSKO

41

Pembentukan Kelompok Kerja (POKJA) Agropolitan Kabupaten Bogor

41

Strategi Pengembangan Kawasan Agropolitan

43

Program Pengembangan Kawasan Agropolitan di Desa Karacak

43

Periode 2005-2010

43

Program Pengembangan Sumberdaya Manusia

44

Program Pengembangan Budidaya

45

Program Pengembangan Permodalan

46

Program Peningkatan Fasilitas Infrastruktur

47

PERAN STAKEHOLDERS DALAM PROGRAM AGROPOLITAN

49

Stakeholders Agropolitan

49

Tingkat Pengaruh Stakeholders dalam Program Agropolitan

50

Kekuatan Dana

51

Kekuatan Jaringan

52

Personality

52

Pengaruh Stakeholders dalam Perencanaan Program Agropolitan

54

Pengaruh Stakeholders dalam Pelaksanaan Program Agropolitan

55

Pengaruh Stakeholders dalam Evaluasi Program Agropolitan

56

Kepentingan stakeholders dalam Penyelenggaraan Program Agropolitan

57

Kepentingan stakeholders dalam Perencanaan Program Agropolitan

58

Kepentingan stakeholders dalam Pelaksanaan Program Agropolitan

59

Kepentingan stakeholders dalam Evaluasi Program Agropolitan

60

Klasifikasi Stakeholders
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM AGROPOLITAN
Karakteristik Partisipan

60
65
65

Umur

65

Jenis Pekerjaan

66

Tingkat Pendidikan

67

Tingkatan Partisipasi Masyarakat

68

Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Program Agropolitan

68

Tingkat Partisipasi Masyarakat pada Tahap Perencanaan

70

Tingkat Partisipasi Masyarakat pada Tahap Pelaksanaan

71

Tingkat Partisipasi Masyarakat pada Tahap Evaluasi

76

Bentuk Partisipasi

77

HUBUNGAN PERAN STAKEHOLDERS DENGAN PARTISIPASI
MASYARAKAT
Hubungan Peran Stakeholders dengan Partisipasi Masyarakat
SIMPULAN DAN SARAN

79
79
87

Kesimpulan

87

Saran

88

DAFTAR PUSTAKA

89

RIWAYAT HIDUP

125

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Tangga partisipasi berdasarkan tiga kategori dari delapan tangga
partisipasi Arnstein

22

Jadwal pelaksanaan penyusunan proposal, kolokium, penelitian dan
skripsi.

27

Informan penelitian, jenis data penelitian dan metode pengumpulan
data

28

Luas wilayah dan persentase jenis penggunaan tanah Desa Karacak
tahun 2011

32

Jumlah dan persentase masyarakat Desa Karacak menurut tingkat
pendidikan tahun 2011

33

Jumlah dan persentase masyarakat Desa Karacak menurut jenis
pekerjaan tahun 2011

33

Jumlah dan persentase kepemilikan lahan pertanian tanaman pangan
rumah tangga di Desa Karacak Tahun 2011

34

Jarak dan waktu tempuh Desa Karacak ke pusat pemerintahan

36

xii

9.

Matriks stakeholders program agropolitan

50

10.

Frekuensi dan persentase dukungan dana, jaringan dan personality
stakeholders

51

11.

Keterlibatan stakeholders dalam setiap tahapan program agropolitan

64

12.

Jumlah dan presentase tingkat partisipasi masyarakat dalam program
agropolitan

69

DAFTAR GAMBAR
1.

Delapan tingkatan dalam tangga partisipasi masyarakat

17

2.

Kerangka pemikiran

19

3.

Tangga tingkatan pengaruh dan kepentingan stakeholders

23

4.

Matriks power and interest menurut IFC (2007)

30

5.

Struktur kepengurusan kelompok kerja agropolitan

42

6.

Persentase responden berdasarkan tingkat pengaruh stakeholders dalam
program agropolitan

53

Persentase responden berdasarkan tingkat pengaruh stakeholders dalam
perencanaan program agropolitan

54

Persentase responden berdasarkan tingkat pengaruh stakeholders dalam
pelaksanaan program agropolitan

55

Persentase responden berdasarkan tingkat pengaruh stakeholders dalam
evaluasi program agropolitan

56

10. Persentase responden berdasarkan tingkat kepentingan stakeholders
dalam penyelenggaraan program agropolitan

57

11. Persentase responden berdasarkan tingkat
dalam perencanaan program agropolitan

58

7.
8.
9.

kepentingan stakeholders

12. Persentase responden berdasarkan tingkat kepentingan stakeholders
dalam pelaksanaan program agropolitan

59

13. Persentase responden berdasarkan tingkat
dalam evaluasi program agropolitan

60

kepentingan stakeholders

14. Klasifikasi stakeholders

61

15. Persentase umur penerima program agropolitan

66

16. Persentase jenis pekerjaan penerima program agropolitan

67

17. Persentase tingkat pendidikan penerima program

68

18. Persentase responden berdasarkan
penyelenggaraan program agropolitan

tingkat

partisipasi

dalam
69

19. Persentase responden berdasarkan
perencanaan program agropolitan

tingkat

partisipasi

dalam
70

20. Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi dalam evaluasi
program agropolitan

71

21. Persentase responden berdasarkan tingkat
penyelenggaraan program pengembangan SDM

72

partisipasi

dalam

22. Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi
penyelenggaraan program pengembangan Budidaya

dalam

23. Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi
penyelenggaraan program pengembangan permodalan

dalam

73
74

24. Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi dalam
penyelenggaraan program peningkatan fasilitas dan infrastruktur

75

25. Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi dalam evaluasi
program agropolitan

76

26. Jumlah dan persentase bentuk partisipasi masyarakat

77

DAFTAR LAMPIRAN
1.

Peta kawasan agropolitan Desa Karacak

93

2.

Pembagian kawasan agropolitan per zonasi

94

3.

Dokumentasi penelitian

95

4.

Kerangka sampling

96

5.

Hasil pengolahan data

100

6.

Panduan wawancara mendalam

103

7.

Kuesioner penelitian

110

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris dengan ciri kehidupan pedesaannya.
Fenomena pembangunan ekonomi yang sentralistik di perkotaan yang selama ini
diterapkan telah menyebabkan disparitas ekonomi antar daerah terutama antara
perkotaan dengan pedesaan. Hal ini menyebabkan ketertinggalan perkembangan
kehidupan sosial ekonomi di pedesaan seperti rendahnya kesejahteraan, tingkat
pendidikan, terbatasnya ketersediaan lapangan pekerjaan, kurangnya akses
transportasi, permodalan, dan fasilitas umum lainnya di pedesaan. Data penduduk
Indonesia tahun 2011 menunjukkan perbandingan penduduk yang bertempat
tinggal di perdesaan tidak jauh berbeda jika dibandingkan di perkotaan, yakni
119.7 juta jiwa di pedesaan dan 120.6 juta jiwa di perkotaan (BPS 2011). Namun,
perbandingan tingkat kesejahteraan masyarakat dan tingkat pembangunan wilayah
di antara keduanya menunjukkan kawasan pedesaan masih tertinggal jika
dibandingkan dengan perkotaan. Terbukti dengan perbandingan jumlah penduduk
miskin di perdesaan dengan perkotaan pada tahun 2011. Jumlah penduduk miskin
di pedesaan hingga tahun 2011 mencapai 18.9 juta jiwa, jauh lebih tinggi
dibandingkan penduduk miskin perkotaan, yaitu 11 juta jiwa.
Kesenjangan pertumbuhan wilayah tersebut juga terjadi karena lemahnya
keterkaitan antara desa dan kota yang memunculkan gagasan pengembangan
kawasan pedesaan yang mampu menangani urban bias. Konsep pembangunan
yang menawarkan solusi untuk permasalahan tersebut salah satunya diwujudkan
dalam program agropolitan (Rustiadi 2007). Pentingnya agropolitan dalam
pembangunan ekonomi daerah pedesaan adalah mengurangi disparitas antar
daerah karena terjadinya “pendaerahan” pengelolaan pembangunan ekonomi
akibat UU No 32 tahun 2004 yang mengatur otonomi daerah seperti dijelaskan
oleh Amalia (2006). Program agropolitan tersebut direalisasikan menjadi program
nasional yang tertera dalam Rencana Jangka Panjang Pembangunan Nasional
(RJPN) tahun 2005–2025, pada point 321 yang menyebutkan bahwa agropolitan
merupakan salah satu program yang akan diusung untuk pembangunan pedesaaan
terutama pedesaan yang berbasiskan pada pertanian.
Perkembangan kawasan agropolitan dari tahun 2002 sampai dengan tahun
2008 telah mencapai 172 kawasan 2 , yaitu sebanyak 146 kawasan merupakan
kawasan agropolitan dengan basis agribisnis peternakan, pertanian sayuran, buahbuahan dan tanaman pangan yang tersebar di 33 propinsi di Indonesia.
Agropolitan ini juga mendapatkan dukungan program yang dilaksanakan oleh
pemerintah yang diwakili oleh: Departemen Pertanian, Departemen Dalam Negeri,
Depatemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan instasi terkait lainnya. Pihak
tersebut mendukung pengembangan kawasan agropolitan melalui program
pengembangan sistem usaha agribisnis, pengembangan sarana–prasarana kawasan,
1

Disusun oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang disampaikan dalam Musrenbang
Jangka Panjang di Jakarta tanggal 7 februari. Diunduh dari
http://www.batan.go.id/ref_utama/rpjp_2005.pdf
2
Ditulis dalam Rustiadi E dan Bardak E.E. 2007. Agropolitan Strategi Pengembangan Pusat
Pertumbuhan Pada Kawasan Perdesaan. Crespent Press. Bogor

2

peningkatan sumber daya manusia (SDM), permodalan, kelembagaan dan usaha
tani serta melaksanakan pekerjaan non-fisik seperti penyusunan rencana teknis
dan perkerjaan fisik pembangunan prasarana-sarana kimpraswil (PSK), meliputi:
peningkatan jalan usahatani, jalan poros, perbaikan pasar desa, sub-terminal
agribisnis, pembangunan kios dan saluran pembawa air baku.
Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah agropolitan yang berpusat
di Kecamatan Leuwiliang. Kecamatan tersebut memiliki desa-desa pusat dan
penyangga agropolitan. Desa Karacak merupakan salah satu pusat agropolitan di
Kecamatan Leuwiliang dengan daerah hinterland pada kawasan pendukung yaitu:
Leuwisadeng, Rumpin, Cibungbulang, Pamijahan, Nanggung, Jasinga, Cigudeg,
dan Sukajaya. Hal ini dibuktikan dengan SK. Mentan No.312/TU.210/A/X/2002
yang menjelaskan tentang pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten
Bogor. Sesuai dengan persyaratan pembagian zonasi kawasan agropolitan yang
harus memperhatikan: komoditas unggulan, kondisi agroklimat, kondisi
sumberdaya manusia, kelembagaan, kependudukan, aspek posisi geografis
kawasan agropolitan dan ketersediaan infrastruktur, maka Desa Karacak terpilih
menjadi salah satu desa pusat agropolitan yang memiliki komoditi unggulan buah
manggis. Sebagai program berkelanjutan, program agropolitan membutuhkan
partisipasi masyarakat yang diwujudkan dalam kelembagaan lokal. Kondisi
kelembagaan dalam program agropolitan diwujudkan dengan dukungan
kelembagaan pertanian berupa koperasi dan kelompok tani yang memfasilitasi
anggotanya dalam mengatasi permasalahan pertanian. Menurut laporan evaluasi
Dinas Pertanian tahun 2010, sejak tahun 2005–2010 telah dilaksanakan banyak
program yang terkait dengan pengembangan kawasan agropolitan di Desa
Karacak, antara lain empat program besar yang terkait dengan pengembangan
sumberdaya manusia, pengembangan budidaya dan pengembangan permodalan
serta peningkatan fasilitas dan infrastruktur.
Indikator keberhasilan program agropolitan yang berupa pengembangan
infrastruktur kawasan agropolitan dan sistem usaha agribisnis yang baik dapat
diukur dengan adanya peningkatan infrastruktur serta kemajuan agribisnis setelah
adanya program agropolitan. Proses pengembangan kawasan agropolitan di
Kecamatan Leuwiliang khususnya Desa Karacak memerlukan usaha bersama
dalam pemahaman terhadap karakteristik wilayah juga melibatkan peran aktif
semua stakeholders dalam menggambarkan kemampuan kawasan agropolitan
bersama keterlibatan masyarakat sebagai subyek pembangunan. Selama ini
program agropolitan seringkali mengandalkan peran pemerintah, mulai dari
penyusunan masterplan sampai pembentukan POKJA dan POSKO agropolitan di
setiap kabupaten. Sedangkan kelompok tani sebagai “obyek program” belum
terlihat eksistensinya. Tanpa keterlibatan semua stakeholders baik LSM, pihak
swasta maupun pemerintah dengan peran yang proposional serta kerjasama
dengan masyarakat maka tidak terjadi keberlanjutan program. Berdasarkan
kondisi tersebut diperlukan penelitian lebih lanjut untuk melihat bagaimana
bentuk dan tingkat partisipasi masyarakat dalam program agropolitan dan
peran stakeholders dalam program agropolitan, selain itu juga perlu
mengetahui hubungan pengaruh peran stakeholders terhadap partisipasi
masyarakat dalam setiap tahapan program pembangunan agropolitan.

3
Perumusan Masalah
Pelaksanaan program agropolitan sudah berlangsung sejak tahun 2005 di
Indonesia, namun keberhasilan program yang ditandai dengan sustainability
program agropolitan, belum tercapai. Di Kabupaten Bogor, hasil evaluasi
pelaksanaan agropolitan Propinsi Jawa Barat oleh BAPPEDA Jawa Barat tahun
2010 menjelaskan bahwa terdapat beberapa kelemahan program agropolitan,
antara lain: belum optimalnya peran masing-masing sektor baik di tingkat propinsi
maupun kabupaten, masih lemahnya perlindungan terhadap petani terutama terkait
kepemilikan lahan, benih/bibit dan harga jual hasil produksi. Hal tersebut juga
didukung dengan hasil evaluasi dari BP4K Kabupaten Bogor tentang kondisi
agropolitan Kabupaten Bogor saat ini yang menyatakan bahwa pendapatan
masyarakat dan keluarga petani di kawasan agropolitan belum meningkat (belum
mencapai 5 persen), peningkatan investasi (petani, swasta, dan BUMN) belum
mencapai 10 persen, selain itu pengelolaan sumberdaya alam juga belum optimal.
Hal ini dikarenakan kurangnya keterlibatan masyarakat pada setiap kawasan dan
kurang efektifnya program peningkatan sumber daya manusia.
Berdasarkan rencana program pengembangan kawasan agropolitan di
Kabupaten Bogor masa proyek 2005-2010, program agropolitan di Desa Karacak
sudah selesai. Optimalisasi pemanfaatan prasarana dan sarana tersebut seakan
berhenti setelah program selesai tanpa ada keberlanjutan. Tentunya agar
representasi keberhasilan, pemenuhan harapan, dan optimalisasi pencapaian
dampak sesuai dengan indikator keberhasilan maka program agropolitan
seyogyanya disinergikan dengan konsep pembangunan berlandaskan ekonomi
lokal. Keberhasilan pelaksanaan program agropolitan sangat ditentukan
keterlibatan termasuk masyarakat yang merupakan aktor utama dalam
pembangunan yang harus diprioritaskan partisipasinya dimulai dari proses
sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi program untuk
mewujudkan tujuan utama dari agropolitan serta keberlanjutan program di
kawasan agropolitan. Selain itu pelaksanaan program juga melibatkan
stakeholders yang menghasilkan peran stakeholders yang berasal dari pengaruh
dan kepentingan stakeholders terhadap program agropolitan. Melalui kerjasama
dengan masyarakat dalam pengembangan program agropolitan harapannya
seluruh pihak yang berkepentingan nantinya mampu memahami program secara
utuh mulai dari proses perencanaan sampai evaluasi. Penempatan masyarakat
dalam tingkat partisipasi yang tepat dan peran stakeholders yang nantinya dapat
mendukung masyarakat sebagai subyek pembangunan wilayah melalui program
agropolitan sangat diharapkan.
Menurut Sastropoetro (1988), partisipasi merupakan keterlibatan pikiran
dan emosi/perasaan seseorang di dalam situasi kelompok yang mendorongnya
untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan
serta turut bertanggungjawab terhadap usaha pembangunan yang bersangkutan.
Termasuk dalam program agropolitan, sesuai dengan prinsip dasar pembangunan
agropolitan maka dibutuhkan partisipasi masyarakat yang dalam hal ini dilihat
dari keterwakilan masyarakat dimana setiap tahapan memiliki jenis aktivitas yang
berbeda-beda. Terkait dengan agropolitan, proses program saat ini telah berada
pada tahap menikmati hasil menurut Uphoff (1977) sehingga pengukuran tingkat
partisipasi dalam program tersebut lebih menyeluruh.

4

Arnstein (1969) mengemukakan bahwa terdapat delapan tingkatan dalam
tangga partisipasi yang merepresentasikan partisipasi masyarakat, tingkatan
tersebut adalah manipulasi, terapi, informasi, konsultasi, placation (penenangan)
kemitraan, delegasi kewenangan dan kontrol warga negara yang kemudian
digolongkan menjadi kelompok non-partisipasi, tokenisme dan citizen power.
Terkait partisipasi masyarakat dalam program agropolitan maka diperlukan
analisis sejauhmana tingkat partisipasi masyarakat dan bentuk partisipasi
dalam tahapan program agropolitan.
Terdapat empat program agropolitan yang dijalankan selama tahun 2005
sampai tahun 2010 di Desa Karacak sesuai dengan masterplan agropolitan
Kabupaten Bogor. Banyak pihak yang turut berpartisipasi dalam pelaksanaan
program agropolitan yang digolongkan sebagai stakeholders agropolitan.
Stakeholders tersebut mempunyai pengaruh dan kepentingan masing–masing
yang kemudian melahirkan peran yang berbeda dalam pelaksanaan program
agropolitan sehingga perlu menganalisis peran stakeholders dalam
penyelenggaraan program agropolitan. Pihak yang terlibat dalam program
agropolitan tersebut tentunya memiliki tujuan dan motif dalam penyelenggaraan
program sehingga menghasilkan kinerja yang berbeda. Keterlibatan stakeholders
secara langsung maupun tak langsung dapat dikelompokkan dalam klasifikasi
stakeholders yang menunjukan posisi stakeholder dalam grid stakeholders
menurut IFC (2007).
Tentunya peran tersebut erat kaitannya dengan partisipasi masyarakat yang
beragam, interaksi antara masyarakat dengan stakeholders dalam program
melahirkan hubungan relasi individu masyarakat dengan stakeholders dan saling
mempengaruhi antar keduanya sehingga antara jaringan, kekuatan dana,
personality dan kepentingan yang dimiliki oleh stakeholders memungkinkan
memiliki pengaruh yang berbeda pada masyarakat maka perlu dianalisa
hubungan antara peran stakeholders melalui keterlibatannya dalam program
agropolitan terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam menjalankan
tahapan program agropolitan selama masa proyek tahun 2005-2010.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan pertanyaan penelitian yang telah
dipaparkan di atas, disusun beberapa tujuan penelitian guna menjawab rumusan
masalah dan pertanyaan penelitian tersebut, antara lain:
1. Menganalisis peran stakeholders dan posisi masing-masing stakeholders
berdasarkan dalam klasifikasi stakeholders selama penyelenggaraan
program agropolitan di Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten
Bogor.
2. Menganalisis tingkat partisipasi dan bentuk partisipasi masyarakat dalam
setiap tahapan program agropolitan di Desa Karacak Kecamatan
Leuwiliang Kabupaten Bogor.
3. Menganalisis hubungan antara peran stakeholders dengan tingkat
partisipasi masyarakat dalam tahapan program agropolitan di Desa
Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor.

5
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi berbagai pihak,
terutama pihak yang berkepentingan dengan program agropolitan, antara lain:
1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi
dan kajian untuk penelitian selanjutnya tentang hubungan peran
stakeholders dengan partisipasi masyarakat dalam program pembangunan
khususnya agropolitan.
2. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan dalam penetapan kebijakan program agropolitan kedepan
sehingga lebih mengarahkan kepada partisipasi masyarakat pada tingkatan
kemandirian dalam pelaksanaan program.
3. Bagi masyarakat, dapat memberikan pemahaman tentang peran yang
dilakukan oleh stakeholders dalam program agropolitan sehingga dapat
mempengaruhi partisipasi masyarakat. Penelitian ini juga diharapkan dapat
menambah pengetahuan bagi masyarakat dalam mengoptimalkan
partisipasi masyarakat, khususnya dalam program agropolitan.

PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Pada bagian ini disajikan tinjauan literatur yang berkaitan dengan beberapa
konsep yang digunakan pada penelitian ini. Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu
melihat hubungan antara peran stakeholders dengan partisipasi masyarakat, maka
dijelaskan dalam tinjauan literatur ini, antara lain: konsep program pengembangan
kasawan agropolitan, analisis stakeholders, peran stakeholders dalam program
agropolitan, partisipasi dan tingkat partisipasi masyarakat.
Program Pengembangan Kawasan Agropolitan
Program agropolitan merupakan suatu upaya percepatan pembangunan
pedesaan. Gatra terkait dengan pengembangan agropolitan antara lain adalah
pembangunan dalam arti luas, seperti: redistribusi lahan, kesesuaian lahan, desain
tata guna lahan dan pembangunan sarana dan prasarana. Secara fenomenal konsep
ini mewujudkan pelayanan perkotaan di kawasan pedesaan atau istilah lain yang
digunakan oleh Friedmann adalah “Menciptakan kota di pedesaan” (Tarsudi
2010). Pendekatan pembangunan perdesaan ditujukan untuk mewujudkan
kemandirian pembangunan perdesaan yang didasarkan pada potensi wilayah itu
sendiri, dimana ketergantungan dengan perekonomian kota dapat diminimalkan.
Agropolitan menjadi relevan dengan wilayah perdesaan karena pada umumnya
sektor pertanian dan pengelolaan sumberdaya alam memang merupakan mata
pancaharian utama bagi sebagian besar masyarakat perdesaan.
Menurut Saefulhakim dkk (2004) pengertian agropolitan berasal dari kata
“agro” yang bermakna “tanah yang dikelola” atau “budidaya tanaman” yang
digunakan untuk menunjuk berbagai aktivitas berbasis pertanian dan “polis”
bermakna “a Central Point or Principal”. Agro-polis bermakna lokasi pusat
pelayanan sistem kawasan sentra-sentra aktivitas ekonomi berbasis pertanian.
Kawasan agropolitan adalah kawasan terpilih dari kawasan agribisnis atau sentra
produksi pertanian terpilih dimana pada kawasan tersebut terdapat kota pertanian
(agropolis) yang merupakan pusat pelayanan. Berdasarkan uraian tersebut diatas
agropolitan dapat diartikan sebagai suatu model pembangunan mengandalkan
desentralisasi, pembangunan infrastruktur setara wilayah perkotaan, dengan
kegiatan pengelolaan agribisnis yang berkonsentrasi di wilayah perdesaan.
Pendekatan agropolitan dapat mengurangi dampak negatif pembangunan yang
telah dilaksanakan. Konsep agropolitan sendiri merupakan konsep pembangunan
berkelanjutan yang mendapatkan dukungan masyarakat dan menjadi milik
masyarakat sehingga dominasi peran berada di pihak masyarakat (Rustiadi 2006)
Secara lebih luas pengembangan kawasan agropolitan diharapkan dapat
mendukung terjadinya sistem kota-kota yang terintegrasi. Djakapermana (2003)
menyatakan bahwa pengembangan kawasan agropolitan menjadi sangat penting
dalam konteks pengembangan wilayah mengingat kawasan dan sektor yang
dikembangkan sesuai dengan keunikan lokal. Selain itu pengembangan kawasan
agropolitan dapat meningkatkan pemerataan mengingat sektor yang dipilih
merupakan basis aktifitas masyarakat. Keberlanjutan dari pengembangan kawasan
dan sektor menjadi lebih pasti mengingat sektor yang dipilih mempunyai

8

keunggulan kompetitif dan komparatif dibandingkan dengan sektor lainnya.
Penetapan pusat agropolitan terkait dengan sistem pusat-pusat nasional, propinsi,
dan kabupaten (RTRW Propinsi/Kabupaten) sehingga dapat menciptakan
pengembangan wilayah yang serasi dan seimbang. Menurut Rivai dalam Tarsudi
(2003), tujuan pengembangan kawasan agropolitan adalah untuk meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat melalui percepatan pengembangan
wilayah dan peningkatan keterkaitan desa dan kota dengan mendorong
berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing berbasis
kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi (wewenang berada di pemerintah
daerah dan masyarakat) di kawasan agropolitan.
Melalui berkembangnya sistem dan usaha agribisnis maka di kawasan
agropolitan tersebut tidak saja membangun usaha budidaya (on- farm) saja tetapi
juga "off-farm"nya, yaitu usaha agribisnis hulu (pengadaan sarana pertanian),
agribisnis hilir (pengolahan hasil pertanian dan pemasaran) dan jasa penunjangnya,
sehingga akan mengurangi kesenjangan pendapatan antar masyarakat, mengurangi
kemiskinan dan mencegah terjadinya urbanisasi tenaga produktif, serta akan
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Melalui dukungan sistem
infrastruktur transportasi yang memadai, keterkaitan antar kawasan agropolitan
dan pasar dapat dilaksanakan. Dengan demikian, perkembangan kota yang serasi,
seimbang, dan terintegrasi dapat terwujud.
Analisis Stakeholders
Menurut Freedman (1975), stakeholders merupakan kelompok dan
individu yang dapat mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh pencapaian tujuan
dari sebuah program. Stakeholders juga diartikan sebagai mereka yang memiliki
kepentingan dan keputusan tersendiri, baik sebagai individu maupun wakil
kelompok. Individu, kelompok, maupun komunitas dan masyarakat dapat
dikatakan sebagai stakeholders jika memiliki karakteristik seperti yang
diungkapkan oleh Budimanta dkk (2008), yaitu mempunyai: kekuasaan, legitimasi,
kepentingan terhadap program. Soemanto (2007) mengkategorikannya ke dalam
empat kelompok, antara lain: pemerintah (government), sektor privat (private
sector), lembaga swadaya masyarakat (LSM)/Non-Governmental Organizations
(NGOs), dan Masyarakat (community). Mitchell et al dalam Sukada (2007)
mengungkapkan bahwa derajat relevansi pemangku kepentingan terhadap
aktivitas perusahaan ditimbang dengan tiga hal, yaitu: kekuasaan, legitimasi, dan
urgensi. Kekuasaan adalah derajat kemampuan pemangku kepentingan untuk
mempengaruhi perusahaan melalui penggunaan unsur-unsur koersif atau
pemaksaan, insentif atau disinsentif material, dan normatif atau simbolik.
Pemangku kepentingan yang dapat menggunakan salah satu atau lebih unsurunsur kekuasaan itu, mampu mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk
mempertahankan dirinya. Keterlibatan masyarakat dan pemangku kepentingan
tidaklah baru, dalam pengertian bahwa dalam program pihak tersebut selalu
berinteraksi dengan berbagai kelompok eksternal, seperti: pembuat peraturan,
pemerintah, pelanggan, dan penduduk asli. Menurut Sukada (2007) pelibatan
pemangku kepentingan ditentukan berdasarkan derajat relevansinya atau
kesesuian dengan keberadaan serta program yang akan diselenggarakan.

9

Analisis stakeholders diperlukan untuk mengetahui peran masing–masing
stakeholders yang merupakan semua aktor atau kelompok yang mempengaruhi
dan/atau dipengaruhi oleh kebijakan, keputusan dan tindakan dari sebuah program.
Analisis stakeholders dilakukan menggunakan metode pendekatan yang
dikembangkan oleh Groenendijk (2003) untuk mengetahui peranan dan fungsinya.
Metode tersebut diawali dengan mengidentifikasi stakeholders yang terlibat dan
mengklasifikasikan berdasarkan keterkaitannya secara langsung/tidak langsung
dengan proyek yang ada. Kemudian, tiap stakeholders yang berbeda tersebut
tentunya memiliki atribut yang berbeda untuk dikaji sesuai dengan situasi dan
tujuan dari analisis. Atribut yang dimasukkan dalam analisis adalah pengaruh
(power) dan kepentingan (importance).
Menurut Reed et al. (2009), analisis stakeholders dilakukan dengan cara:
(1) melakukan identifikasi stakeholders; (2) mengelompokkan dan membedakan
antar stakeholders; dan (3) menyelidiki hubungan antar stakeholders. Identifikasi
stakeholders merupakan proses yang dilakukan secara berulang, hingga ditetapkan
stakeholders yang benar-benar mengetahui permasalahan. Colfer et al. (1999)
menjelaskan bahwa untuk mengidentifikasi pengaruh dan kepentingan para
stakeholders dilakukan melalui pemberian skor pada dimensi keikutsertaan dalam
agropolitan, kewajiban dan hak serta ketergantungan terhadap program
agropolitan sesuai dengan kepentingan program setelah para stakeholders
terindetifikasi, maka langkah selanjutnya yaitu mengelompokkan dan
mengklasifikasikan antar stakeholders sehingga dapat terlihat pihak mana yang
berpengaruh penting dalam program agropolitan. Menurut Bryson (2004) dan
Reed et al. (2009) untuk memperjelas peran masing-masing stakeholders dapat
menggunakan matriks pengaruh (influence) dan kekuatan (power) dengan
membedakan stakeholders ke dalam beberapa kategori key players, context
setters, subjects, dan crowd. Bisa juga menggunakan metode power and interest
grid (IFC 2007) yang mengklasifikasikan stakeholders menjadi manage closely,
keep statisfied, keep informed dan monitor dengan menggunakan matriks
pengaruh (power) dan kepentingan (interest). Kepentingan (importance) merujuk
pada kebutuhan stakeholders dalam pencapaian output dan tujuan (Reed et al.
2009) sedangkan kekuatan (power) merujuk pada pengaruh stakeholders pada
metode power and interest grid merujuk pada kekuatan pengaruh yang dimiliki
stakeholders untuk mengontrol proses dan hasil dari suatu keputusan. Penjelasan
dari klasifikasi stakeholders adalah sebagai berikut:
1. Context setter atau keep statisfied memiliki pengaruh yang tinggi tetapi sedikit
kepentingan. Oleh karena itu, mereka dapat menjadi risiko yang signifikan
untuk harus dipantau.
2. Key player atau manage closely merupakan stakeholders yang aktif karena
mereka mempunyai kepentingan dan pengaruh yang tinggi terhadap
pengembangan suatu proyek/program.
3. Subjects atau keep informed memiliki kepentingan yang tinggi tetapi
pengaruhnya rendah dan walaupun mereka mendukung kegiatan, kapasitasnya
terhadap dampak mungkin tidak ada. Namun mereka dapat menjadi pengaruh
jika membentuk aliansi dengan stakeholders lainnya.
4. Crowd atau monitor merupakan stakeholders yang memiliki sedikit
kepentingan dan pengaruh terhadap hasil yang diinginkan dan hal ini menjadi

10

pertimbangan untuk mengikutsertakannya dalam pengambilan keputusan.
Pengaruh dan kepentingan akan mengalami perubahan dari waktu ke waktu,
sehingga perlu menjadi bahan pertimbangan.
Peran Stakeholders dalam Program Agropolitan
Agropolitan berasal dari ketetapan pemerintah pusat yang kemudian
diterapkan di tingkat propinsi dan kabupaten. Menurut Rustiadi (2006), sebagai
unit wilayah fungsional, kawasan agropolitan bisa saja mencangkup lingkup
wilayah satu kecamatan administratif yang berbeda setiap daerah. Kawasan
agropolitan bisa berada dalam satu wilayah kecamatan, beberapa kecamatan
dalam satu wilayah kabupaten. Beberapa kecamatan dalam lintas wilayah
beberapa kabupaten atau bahkan beberapa kabupaten dalam satu propinsi atau
lintas propinsi sehingga dalam tahap perkembangan awal pengembangan kawasan
agropolitan pemerintah harus memfasilitasi untuk terbentuknya kawasan
pengembangan agropolitan. Berdasarkan Pedoman Pengelolaan Ruang Kawasan
Sentra Produksi Pangan Nasional dan Daerah (agropolitan) tahun 2002,
pelaksanaan kawasan agropolitan tingkat daerah harus ditentukan pihak-pihak
yang terlibat dan menjadi subjek dalam pelaksanaan kegiatan dan program yang
telah direncanakan, yaitu:
1.

Pemerintah berperan memberikan proteksi, menyelenggarakan pembangunan
melaksanakan fungsi fasilitasi, regulasi dan distribusi. Pemerintah
memberikan perangkat kriteria rasional dan obyektif yang dijadikan acuan
dalam penentuan wilayah pengembangan program agropolitan. Peran
pemerintah dijalankan oleh berfungsinya departemen dan lembaga tingkat
pusat yang terkait dengan pengembangan kawasan. Peranan pemerintah untuk
memfasilitasi pengembangan kawasan agropolitan ini harus didasarkan pada
UU No. 4 Tahun 1992, UU No. 22 Tahun 1999 dan PP No. 25 Tahun 2000,
dengan peta kewenangan masing-masing sebagai berikut:
1.1

Pemerintah Pusat
Tugas pemerintah pusat adalah membantu pemerintah propinsi dan
pemerintah kabupaten/kota dalam pengembangan kawasan agropolitan
serta kewenangan dalam bidang pemerintahan yang menyangkut lintas
propinsi dan koordinasi lintas departemen. Peran pemerintah pusat
adalah menyusunan rencana, program dan kebijakan pengembangan
kawasan agropolitan dalam bentuk peraturan pemerintah dan pedoman
umum pengembangan kawasan agropolitan serta pedoman lainnya dari
departemen teknis terkait. Selanjutnya memberikan pelayanan
informasi dan dukungan pengembangan jaringan informasi serta
memfasilitasi kerjasama lintas propinsi dan lintas sektoral. Selain itu
sebagai penyelenggaraan studi, penelitian dan kajian untuk
pengembangan kawasan agropolitan dan yang terpenting adalah
pembangunan sarana dan prasarana publik yang bersifat strategis dalam
skala nasional dan lintas propinsi.

11

1.2

1.3

Pemerintah Propinsi/ Daerah Tingkat I
Peranan pemerintah propinsi adalah: a) mengkoordinasikan rencana
program dan kebijakan pengembangan kawasan agropolitan di wilayah
propinsi; b) memberikan pelayanan informasi tentang rencana
pengembangan wilayah dan tata ruang kawasan agropolitan; c)
memfasilitasi kerjasama lintas kabupaten dan lintas departemen/instansi
terkait dalam penyusunan rencana dan pengembangan kawasan
agropolitan; d) menyelenggarakan pengkajian teknologi sesuai
kebutuhan petani dan pengembangan wilayah; e) membangun prasarana
dan sarana publik yang bersifat strategis dan mendukung perkembangan
kawasan agropolitan di dalam wilayah propinsi.
Pemerintah kabupaten/kota
Sesuai dengan titik berat otonomi daerah pada kabupaten/kota, maka
penanggungjawab di tingkat pemerintah tingkat II adalah bupati atau
walikota. Oleh karena itu peranan utama dari pemerintah daerah tingkat
II, antara lain: a) merumuskan program, kebijakan operasional dan
koordinasi perencanaan dan pelaksanaan pengembangan kawasan
agropolitan; b) mendorong partisipasi dan swadaya masyarakat dalam
mempersiapkan masterplan, program dan melaksanakan program
pengawasan kawasan agropolitan; dan c) menumbuhkembangkan
kelembagaan, sarana dan prasarana pendukung program pengembangan
kawasan agropolitan. Sebagai pengelola kawasan yang biasanya
diwakili oleh BAPPEDA, dinas sektoral dan instansi terkait harus
mampu memahami dan mengerti aspek-aspek pengembangan kawasan
agropolitan, serta dapat mewujudkan koordinasi dan keterkaitan yang
sinergis antara pihak yang berkepentingan dalam agropolitan. Selain itu
mampu mengembangkan jaringan kerjasama dan kemitraan untuk
pengembangan program agropolitan. Pemerintah kabupaten juga
bertanggungjawab menyusun rencana induk terkait rencana aksi pada
tahun-tahun awal, serta mengendalikannya bersama stakeholders
pengembangan kawasan lainnya.

Selain pihak di atas, stakeholders yang terdapat dalam program
agropolitan diantaranya adalah: Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah,
Departemen Pertanian, Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen
Perdagangan dan Perindustrian, Departemen Dalam Negeri, Departemen
Perhubungan, Departemen Kehutanan, Badan Pertanahan Nasional, BPPT/LIPI.
Peran fasilitas pemerintah berdimensi ganda, yaitu meningkatkan kapasitas dan
kemandirian masyarakat, yang selanjutnya didorong dengan fasilitas infrastruktur
(fisik dan kelembagaan) dan sistem insentif yang tepat dan proprosional.
2.

Masyarakat berperan sebagai pelaku utama pengembangan program
agropolitan yang bersinergi dengan pihak pemerintah. Masyarakat dibedakan
ke dalam dua pihak yaitu: Perguruan tinggi, sebagai center of excellence
akan menjadi mitra pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah dalam
pengembangan riset dibidang budidaya pertanian, peternakan, perikanan, dan
agrowisata. Perguruan tinggi diharapkan menjadi soko guru bagi

12

pengembangan pendidikan dan pelatihan terkait dengan perkembangan
agropolitan kepada masyarakat dan dunia usaha. Masyarakat Lokal sebagai
sasaran program, biasanya sasaran merupakan kelompok tani yang membantu
memberikan dukungan sekaligus pelaksana program agropolitan.
3.

Swasta berperan sebagai pemasok jasa, keahlian, dana maupun material yang
diperlukan. Mereka akan mendapat lahan usaha, dan keuntungan dari usaha
serta peran sertanya dalam pelaksanaan pengembangan wilayah dengan
terciptanya pasar bagi produk–produk mereka. Upaya mewujudkan
penyelenggaraan penataan ruang perlu terus didorong dengan keterlibatan
masyarakat dan dunia usaha dengan pendekatan community driven planning,
dengan pendekatan ini diharapkan terciptanya kesadaran, kesepakatan dan
ketaatan masyarakat serta dunia usaha terhadap aturan tata ruang kawasan
agropolitan.

Konsep Partisipasi
Menurut Sumarjo dan Saharudin dalam Ariyani (2007) seseorang untuk
dapat berpartisipasi dalam pembangunan ada tiga prasyarat, yaitu adanya
kesadaran pada diri yang bersangkutan tentang adanya kesempatan, dan adanya
kemauan (sikap positif terhadap sasaran partisipasi) serta didukung oleh
kemampuan (inisiatif untuk bertindak dengan komitmen). Kemauan dan
kemampuan merupakan potensi yang dimiliki oleh pelaku secara individu maupun
kelompok. Kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan
dipengaruhi oleh faktor tertentu terutama ketersediaan sarana dan prasarana fisik,
kelembagaan, kepemimpinan, pengaturan dan pelayanan yang dilakukan oleh
pemerintah sedangkan Wardojo (1995) mengartikan bahwa partisipasi masyarakat
dalam pembangunan adalah keikutsertaan dalam baik dalam bentuk pernyataan
maupun dalam bentuk kegiatan. Keikutsertaan tersebut terbentuk sebagai akibat
terjadinya interaksi sosial antara individu atau kelompok masyarakat dalam
pembangunan mencangkup partisipasi dalam pembuatan keputusan, perencanaan
kegiatan, pelaksanaan kegiatan, pemantauan dan evaluasi kegiatan, serta
pemanfaatan hasil pembangunan. Menurut Tanjung (2003), definisi dari
partisipasi adalah keterlibatan seseorang secara sadar ke dalam interaksi sosial
dalam situasi sosial tertentu yang berarti seseorang berpartisipasi dalam suatu
kelompok jika ia mengidentifikasi dirinya dengan kelompok tersebut melalui
bermacam sikap “berbagi” yaitu berbagi nilai tradisi, berbagi perasaan, kesetiaan,
kepatuhan dan tanggung jawab bersama, serta melalui persahabatan pribadi.
Pembangunan partisipatif merupakan model pembangunan yang melibatkan
stakeholders dalam semua proses, mulai dari perencanaan, implementasi,
monitoring dan evaluasi. Pelaku pembangunan tersebut adalah semua unsur yang
ada dalam komunitas yang terdiri atas pemerintah dan masyarakat (civil society).
Perumusan rencana pembangunan perlu dilakukan secara demokratis, professional
dan terukur artinya dapat mewujudkan kebutuhan masa depan, handal, dan dapat
dipertanggungjawabkan kepada semua stakeholders untuk itu pembangunan
daerah harus menganut prinsip-prinsip: Partisipasi artinya seluruh anggota
masyarakat diharapakan berperan aktif dalam perencanan, pelaksanaan, dan
pengawasan seluruh kegiatan pembangunan. Transparansi artinya setiap kegiatan

13

dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dari seluruh kegiatan dapat diketahui
oleh semua pihak yang berkepentingan. Akuntabilitas artinya setiap kegiatan
seharusnya dapat dipertanggungjawabkan baik secara teknis maupun administratif.
Keberlanjutan artinya pembangunan untuk masyarakat harus dapat berkelanjutan
dari generasi ke generasi dan dikembangkan oleh masyarakat sendiri melalui
wadah institusi masyarakat yang mandiri.
Menurut Uphoff (1977) menyatakan partisipasi yang dilakukan oleh
masyarakat penerima program pembangunan terdiri perencanaan, pelaksanaan/
implementasi, pemanfaatan dan evaluasi. Partisipasi masyarakat dalam setiap
tahapan yaitu:
1. Tahap Perencanaan
Partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan dalam proses
rencana pembangunan biasanya dilakukan melalui musyawarah untuk
mencapai mufakat yang bertujuan untuk memilih alternatif dalam perencanaan
pelaksanaan pembangunan. Partisipasi masyarakat dalam pengambilan
keputusan sangat penting, karena masyarakat dituntut untuk menentukan arah
dan strategi pembangunan disesuaikan dengan sikap dan budaya masyarakat
setempat. Partisipasi dalam pengambilan keputusan merupakan suatu proses
dalam memilih alternatif yang diberikan oleh semua unsur masyarakat dan
lembaga sosial (Siagian 1972).
2. Tahap pelaksanaan
Partisipasi dilihat dari keikutsertaan masyarakat dalam bentuk sumbangan
pemikiran, bantuan tenaga, materi serta keikutsertaan secara langsung dalam
kegiatan pembangunan. Koentjaraningrat (1984) menyatakan bahwa partisipasi
rakyat, terutama rakyat pedesaan dalam pembangunan sebenarnya menyangkut
dua tipe yang pada prinsipnya berbeda, yaitu: pertama, partisipasi dalam
aktivitas bersama dalam proyek pembangunan yang khusus. Rakyat pedesaan
diperintahkan untuk mengerjakan pekerjaan yang sifatnya fisik. Jika rakyat ikut
serta berdasarkan atas keyakinannya bahwa proyek itu akan bermanfaat
baginya, maka mereka akan berpartisipasi dengan semangat dan spontanitas,
tanpa mengharapkan upah yang tinggi. Sebaliknya, kalau mereka hanya
diperintah dan dipaksa oleh atasan untuk menyumbangkan tenaga atau harta
bendanya kepada proyek, maka mereka tidak akan turut berpartisipasi dengan
semangat. Kedua, partisipasi sebagai individu diluar aktivitas bersama dalam
pembangunan. Tipe partisipasi ini tidak memerlukan perintah atau paksaan dari
atasannya tetapi berdasarkan kemauan mereka sendiri.
3. Pemanfaatan (Benefits)
Partisipasi dalam menerima hasil atau manfaat pembangunan yang
merupakan segala sesuatu yang bisa diperoleh masyarakat setelah adanya
program pembangunan, yang mana tidak bisa mereka dapatkan sebelum
adanya program pembangunan di pedesaan. Dari segi distribusi dapat dilihat
pada jumlah maupun kualitas manfaat. Dari segi lain dapat dibedakan antara
material benefit dan social benefits. Material benefits dalam menganalisa akan
berhubungan dengan konsumsi atau pendapatan, kekayaan, sedangkan social
benefits seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, air bersih, jalan-jalan dan
fasilitas transportasi. (Uphoff 1977)

14

4. Evaluasi
Merupakan tahap pengumpulan data mengenai seberapa besar hasil dari
suatu proyek pembangunan, dan bagaimana sistem pengawasan untuk
menjalankan arah serta dampak yang ditimbulkan dari pelaksanaan proyek
pembangunan tersebut. Pada tahap ini masyarakat memberikan umpan balik
yang sebagai masukan untuk pelaksanaan proyek selanjutnya. Evaluasi
program pembangunan dibedakan menjadi tiga jenis evaluasi, antara lain: 1)
Project Contered Evaluation, 2) Political Activities, 3) Public Opinion Efforts.
Project Contered Evaluation, bila evaluasi ini dipandang sebagai proses
evaluasi formal. Sedangkan Public opinion Efforts, opini publik dalam
mengevaluasi suatu program tidak secara langsung melainkan mempengaruhi
melalui media masa/surat kabar, misalnya: melalui surat pembaca dalam
mengungkapkan beberapa gagasan.
Partisipasi juga suatu bentuk khusus dalam pembagian kekuasaan, tugas
dan tanggung jawab dalam komunitas. Selain itu partisipasi dipengaruhi oleh
kebutuhan motivasi, struktur sosial, stratifikasi sosial dalam masyarakat, orang
akan berpartisipasi menyangkut adanya kebutuhan akan kepuasan, mendapatkan
keuntungan, dan meningkatkan status. Menurut Madrie (1986) partisipasi dapat
dibedakan lagi menjadi beberapa jenis, yaitu :
1. Partisipasi dalam menerima hasil-hasil pembangunan :
a. Mau m