Hubungan Sistem Ijon dengan Karakteristik Petani Manggis Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor

HUBUNGAN SISTEM IJON DENGAN KARAKTERISTIK
PETANI MANGGIS DESA KARACAK KECAMATAN
LEUWILIANG KABUPATEN BOGOR

MUHAMMAD ROSYAD NURDIN

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Hubungan Sistem Ijon
dengan Karakteristik Petani Manggis Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang
Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dosen pembimbing dan
belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain Insya Allah telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam bentuk Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor. Semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.
Bogor, Maret 2014
Muhammad Rosyad Nurdin
H34096067

ABSTRAK
MUHAMMAD ROSYAD NURDIN. Hubungan Sistem Ijon dengan Karakteristik
Petani Manggis Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor.
Dibimbing oleh POPONG NURHAYATI.
Sistem ijon adalah budaya masyarakat desa yang sudah mereka lakukan
sejak dahulu. Sistem ini terjadi karena desakan kebutuhan petani terhadap uang
tunai. Sistem ijon merupakan bentuk pemberian pinjaman dari tengkulak ke petani
yang nantinya akan dibayar dengan hasil panen. Salah satu petani yang masih
melakukan sistem ijon adalah petani manggis di Desa Karacak. Permasalahan
petani manggis Desa Karacak adalah kebutuhan akan uang tunai. Tujuan dari
penelitian adalah mengetahui karakteristik petani manggis, mendeskripsikan
sistem ijon, dan menganalisis hubungan antara sistem ijon dengan karakteristik
petani. Pengambilan data dilakukan pada musim panen 2011/2012 di Desa
Karacak. Pengambilan responden sebanyak empat puluh lima orang berdasarkan

pertimbangan (purposive sampling). Metode pengolahan data menggunakan
analisis tabulasi silang. Hasil penelitian lima karakteristik yaitu umur, pendidikan
formal, pengalaman berusahatani, status usahatani dan status kepemilikan lahan
tidak mempengaruhi petani dalam memilih sistem ijon dalam memasarkan
usahatani manggis. Sedangkan tanggungan keluarga dan jumlah pohon
mempengaruhi sikap petani terhadap ijon.
Kata kunci: sistem ijon, karakteristik petani.

ABSTRACT
MUHAMMAD ROSYAD NURDIN. Relationship Future Contract (ijon
marketing system) With The Characteristics Of Mangosteen Village Farmers
Karacak Leuwiliang District of Bogor Regency Supervised by POPONG
NURHAYATI.
Future contract (ijon marketing system) is used when farmers can not fullfil
their needs. Usualy future contract (ijon marketing system) is conducted by rural
middlemen who will collect the debt as farmer yield. One of the farmers who still
do future contract is mangosteen farmers in the village Karacak. Problems
mangosteen farmers Karacak Village is need for cash. The purpose of the study
was to determine characteristics of mangosteen farmers, describe the future
contract, and analyze the relationship among future contract with the

characteristics of farmers. Retrieval of data conducted during harvest 2011/2012
in the village of Karacak. The respondents Intake of forty five people purposive
sampling. The data processing Methods of using crosstabs analysis. The results of
the study five characteristics that is age, formal education, farming experience, the
farm state and tenure does not affect farmers in choosing the future contract
within the farm market mangosteen. While the family burden and the number of
trees affect attitudes of farmers to future contract.
Keywords: future contract (ijon marketing system), the characteristics of farmers

HUBUNGAN SISTEM IJON DENGAN KARAKTERISTIK
PETANI MANGGIS DESA KARACAK KECAMATAN
LEUWILIANG KABUPATEN BOGOR

MUHAMMAD ROSYAD NURDIN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
Pada
Departemen Agribisnis


DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas kemudahan dan karuniaNya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Sistem Ijon dengan
Karakteristik Petani Manggis Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten
Bogor”.
Agribisnis terdiri dari beberapa subsistem yaitu subsistem input, subsistem
pertanian primer, subsistem pengolahan, subsistem pemasaran, dan subsistem
pendukung. Salah satu subsistem pendukung adalah pembiayaan. Sistem ijon
salah satu jenis pembiayaan non-formal yang masih dilakukan sebagian
masyarakat petani. Ijon adalah menjual hasil sebelum waktunya. Penyusunan
kajian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan karakteristik petani
yaitu umur, pendidikan, pengalaman, tanggungan keluarga, jumlah pohon, status
usahatani dan status kepemilikan lahan dengan sistem ijon. Selain itu untuk

mengetahui bagaimana sistem ijon yang terjadi di Desa Karacak. Hasil dari
penelitian diharapkan dapat memberikan informasi perkembangan sistem ijon saat
ini dan semoga penelitian ini bermanfaat.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Ir Popong
Nurhayati, MM selaku dosen pembimbing skripsi dan akademik atas bimbingan,
arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis. Dr Ir Ratna
Winandi, MS selaku dosen evaluator pada kolokium atas saran-saran yang
diberikan dalam perbaikan skripsi. Tintin Sarianti, SP. MM dan Rahmat Yanuar,
SP. MSi sebagai pembimbing sidang pertama. Dr Ir Anna Fariyanti, M.Si dan Dr
Ir Netti Tinaprilla, MM sebagai pembimbing sidang kedua atas saran dan
motivasinya. Seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis. Bapak ibu penjaga
perpustakaan baik perpustakaan Departemen maupun LSI (Layanan Sumberdaya
Informasi).
Kepada orang tua dan keluarga tercinta untuk do’a, motivasi dan materi
yang telah diberikan. Petani manggis Desa Karacak atas waktu dan wawancaranya.
Teman-teman Ekstensi Agribisnis angkatan VII, kakak kelas dan adik kelas.
Saudari Ria Rezki Kencana sebagai pembahas seminar. Teman-teman yang telah
hadir dalam kolokium maupun seminar.

Bogor, Maret 2014

Muhammad Rosyad Nurdin

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

xiii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA

1
4
5
5
5
5

Karakteristik Petani Buah di Indonesia
Pembiayaan Pertanian di Pedesaan
KERANGKA PEMIKIRAN

5
6
8


Kerangka Pemikiran Teoritis
Definisi Sikap dan Karakteristik Petani
Lembaga Pembiayaan dan Sistem Ijon
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN

8
8
8
9
11

Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengambilan Sampel
Metode Pengolahan Data dan Pengujian Hipotesis
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

11

11
12
12
13

Kondisi Geografis Desa Karacak
Sarana dan Prasarana Desa Karacak
Profil dan Sumberdaya Alam Kampung Cengal Desa Karacak
Budidaya Manggis di Desa Karacak
Pembibitan dan Penanaman Bibit
Pemeliharaan
Panen
Pemasaran dan Penentuan Harga
HASIL DAN PEMBAHASAN

13
14
17
17
17

18
19
20
21

Karakteristik Petani Manggis di Desa Karacak
Umur
Tingkat Pendidikan Formal

21
21
22

Pengalaman Berusahatani
Jumlah Tanggungan Keluarga
Jumlah Pohon Manggis yang Diusahakan
Status Usahatani
Status Kepemilikan Lahan
Sistem Ijon di Desa Karacak
Proses Ijon di Desa Karacak

Penentuan Harga dalam Sistem Ijon
Hubungan Sistem Ijon dengan Karakteristik Petani
Umur Petani
Pendidikan
Pengalaman
Tanggungan Keluarga
Jumlah Pohon
Status Usahatani
Status Kepemilikan Lahan
KESIMPULAN DAN SARAN

23
23
24
25
26
26
26
28
29
29
30
31
32
32
33
34
35

Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

35
35
36

LAMPIRAN

38

RIWAYAT HIDUP

47

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7

Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Tropis Indonesia Tahun
2004-2007
Produksi Manggis di Beberapa Provinsi Indonesia pada Tahun 2010
Produksi Buah Manggis di Wilayah Pengembangan Provinsi Jawa
Barat Tahun 2008 – 2009
Penggunaan Lahan di Desa Karacak Tahun 2007
Komposisi Penduduk Desa Karacak Berdasarkan Umur dan Jenis
Kelamin Tahun 2010
Komposisi Penduduk Desa Karacak menurut Tingkat Pendidikan
Tahun 2010
Komposisi Penduduk Desa Karacak Menurut Mata Pencaharian
Tahun 2010

1
2
2
14
15
16
16

8

Produksi Komoditas Buah-buahan di Kampung Cengal Desa
Karacak Tahun 2008
Prakiraan Bulan Panen pada Daerah Sentra di Kabupaten Bogor
Penggolongan Responden Berdasarkan Kelompok Umur
Penggolongan Responden Berdasarkan Pendidikan Formal
Penggolongan Responden Berdasarkan Pengalaman Berusahatani
Manggis
Penggolongan Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan
Keluarga
Penggolongan Responden Berdasarkan Jumlah Pohon
Penggolongan Responden Berdasarkan Status Usahatani
Penggolongan Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Tanah
Selisih Harga Beli Tengkulak Dilihat dari Status Hubungan Keluarga
pada Tahun 2012 di Desa Karacak
Jumlah Responden dilihat dari Umur Petani di Tahun 2012
Jumlah Responden dilihat dari Tingkat Pendidikan di Tahun 2012
Penerimaan Usahatani Manggis Petani Ijon dan Non-Ijon
Berdasarkan Rata-rata Panen Responden pada Musim Panen
2011/2012
Jumlah Responden dilihat dari Pengalaman Petani di Tahun 2012
Jumlah Responden dilihat dari Tanggungan Keluarga di Tahun 2012
Jumlah Responden dilihat dari Jumlah Pohon di Tahun 2012
Jumlah Responden dilihat dari Status Usahatani di Tahun 2012
Jumlah Responden dilihat dari Kepemilikan Lahan di Tahun 2012

9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

21
22
23
24
25

17
19
22
22
23
24
25
25
26
28
29
30

31
31
32
33
34
34

DAFTAR GAMBAR
1

2
3
4

Kerangka Pemikiran Operasional Hubungan Sistem Ijon dengan
Karakteristik Petani Manggis di Desa Karacak Kecamatan
Leuwiliang Kabupaten Bogor
Cara memanen buah manggis
Suasana grading disalah satu pedagang pengumpul
Perkembangan Buah Manggis dari Bunga sampai Buah Tua

11
20
21
27

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Daftar Responen Berdasarkan Jumlah Pohon Manggis Tahun
2012
Daftar Petani Responden di Kampung Berdasarkan Usaha Lain
Tahun 2012
Hasil Analisis Chi-Square Sistem Ijon dengan Karakteristik
Petani (menggunakan software SPSS 11.5)
Tabel Nilai Kritik Sebaran Chi-Kuadrat
Bentuk Alat yang Digunakan dalam Memetik Buah Manggis

39
40
42
45
46

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Hortikultura merupakan subsektor pertanian yang memiliki peranan bagi
pertanian di Indonesia. Subsektor hortikultura terus dikembangkan dalam rangka
pembangunan pertanian, subsektor ini mampu meningkatkan penerimaan petani di
Indonesia. Dengan wilayah Indonesia yang luas dan variasi agroklimat yang tinggi
membuat Indonesia, daerah yang potensial untuk pengembangan hortikultura baik
untuk tanaman dataran rendah maupun tanaman dataran tinggi. Salah satu
pengembangan subsektor hortikultura adalah melalui pengembangan komoditas
buah-buahan tropika.
Manggis salah satu komoditas hortikultura yang telah diekspor ke beberapa
negara. Manggis merupakan komoditas buah eksotik yang dijuluki sebagai
“Queen of the Fruit” karena memiliki warna dan rasa yang unik dibandingkan
dengan komoditas buah-buahan lainnya. Manggis masih menjadi andalan ekspor
Indonesia, hal ini terbukti ekspor manggis menempati nilai ekspor tertinggi jika
dibandingkan dengan buah-buahan tropis lainnya. Berdasarkan data tahun 2004
sampai 2007 manggis memiliki proporsi terbesar terhadap total ekspor buahbuahan dari Indonesia. Perkembangan ekspor buah-buahan tropika selengkapnya
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Tropis Indonesia Tahun 2004-2007a
Komoditas

2004
Jeruk
671
Mangga
1.880
Manggis
3.045
Nenas
2.431
Pisang
993
a
Sumber : Ditjen Hortikultura (2008)

Volume Ekspor (Ton)
2005
2006
526
210
964
1.181
8.437
5.697
644
142
3.647
4.443

2007
357
1.198
9.093
472
9

Berdasarkan Tabel 1 volume ekspor manggis memiliki proporsi terbesar jika
dibandingkan dengan komoditas lain yaitu jeruk, mangga, nenas dan pisang.
Volume ekspor manggis juga mengalami kenaikan pada tahun 2007 menjadi
9.093 ton dari tahun sebelumnya hanya 5.697 ton dan kenaikan pada tahun 2005
sebesar 8.437 ton yang sebelumnya 3.045 ton di tahun 2004. Volume ekspor
manggis bervariasi dalam kurun waktu empat tahun yaitu dari tahun 2004 sampai
2007. Kondisi tersebut dikarenakan terjadinya fluktuasi kualitas dan kuantitas
(jumlah) produksi buah manggis yang sangat tergantung pada kondisi alam dan
pemeliharaan.
Wilayah budidaya usahatani manggis tersebar dibeberapa propinsi di
Indonesia salah satunya berada di Provinsi Jawa Barat. Tabel 2 menunjukkan pada

2
tahun 2010 Propinsi Jawa Barat telah memberikan 33 persen dari total produksi
manggis nasional sebesar 27.983 ton.
Tabel 2 Produksi Manggis di Beberapa Provinsi Indonesia pada Tahun 2010a
Produksi
(Ton)
1
Jawa Barat
27.983
2
Jawa Timur
11.238
3
Sumatera Utara
7.751
4
Lampung
6.583
5
Bengkulu
4.442
6
Sumatera Barat
4.093
7
Jawa Tengah
3.260
8
Bangka Belitung
2.377
9
Banten
2.369
10 B a l i
2.236
Total Produksi
84.538
a
Sumber : Badan Pusat Statistik 2011 (diolah)
No

Provinsi

Sumbangan Terhadap Total
Produksi Nasional (%)
33.10
13.29
9.17
7.79
5.25
4.84
3.86
2.81
2.80
2.64

Menurut data Ditjen Bina Produksi Hortikultura (2004) terdapat enam
wilayah pengembangan manggis di Provinsi Jawa Barat yaitu Kabupaten Bogor,
Ciamis, Cianjur, Purwakarta, Sukabumi dan Tasikmalaya. Produksi manggis pada
masing-masing wilayah dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Produksi Buah Manggis di Wilayah Pengembangan Provinsi Jawa Barat
Tahun 2008 – 2009a
No

Wilayah Kabupaten

1
Bogor
2
Ciamis
3
Cianjur
4
Purwakarta
5
Sukabumi
6
Tasikmalaya
Jumlah
a
Sumber : Dinas Pertanian 2010 (diolah)

Produksi Buah Manggis (kuintal)
2008
2009
9.767
26.190
37.447
33.869
19.308
4.247
39.681
10.196
5.072
7.644
31.383
218.401
237.274
354.833

Kabupaten Bogor merupakan salah satu sentra pengembangan manggis di
Provinsi Jawa Barat. Kesesuaian agroklimat dan agroekosistem menjadi faktor
pendukung kegiatan usaha budidaya manggis untuk tetap dikembangkan.
Kabupaten Bogor sendiri telah terjadi peningkatan yang tadinya pada tahun 2008
menghasilkan 9.767 kuintal meningkat menjadi 26.190 kuintal pada tahun
berikutnya. Adanya program dari pihak-pihak terkait (pemerintah dan PKHT IPB).

3
Kesadaran petani akan usaha budidaya manggis telah meningkatkan jumlah
produksi. Kegiatan pemeliharaan yang meliputi penggemburan tanah, pemupukan,
pembersihan gulma, pemangkasan serta penyemprotan sedikit demi sedikit telah
dilaksanakan oleh petani. Padahal awalnya petani hanya membiarkan tanaman
manggis begitu saja. Peningkatan produksi diharapkan mampu meningkatkan
penerimaan bagi petani manggis.
Usaha peningkatan produksi manggis tidak terlepas dari kerjasama antara
pelaku usaha (petani) dan pihak-pihak terkait (stakeholder) seperti lembaga
penelitian, akademis, dan pihak pemerintah. Petani sebagai pelaku usahatani
sangat berperan dalam budidaya tanaman manggis. Permasalahan yang kerap
dihadapi petani adalah permodalan. Banyak diantara petani akhirnya terpaksa
menjual panen dengan sistem ijon
Sistem ijon merupakan bentuk pemberian pinjaman dari tengkulak ke petani
yang nantinya akan dibayar dengan hasil panen. Hasil panen dapat menjadi suatu
jaminan, namun karena bunga yang diberikan oleh tengkulak ke petani tergolong
tinggi lebih dari 20 % jika dibandingkan dengan bunga bank, maka petani kerap
dirugikan. Pengijon (tengkulak) yang memberikan pinjaman sering tidak meminta
pelunasan pinjaman pokok secara penuh bila saat pelunasan tiba, asal bunganya
dibayar penuh dan pinjaman pokok diangsur sebagian. Bahkan ada tengkulak yang
lebih menyukai cara pinjaman tersebut karena dianggap lebih menguntungkan.
Pengijon akan mempunyai tuntutan atas pendapatan si peminjam (petani yang
mengijonkan hasil penen) di masa depan dengan suku bunga yang telah disepakati
sebelumnya1.
Sistem ijon merupakan budaya masyarakat desa yang sudah mereka lakukan
sejak dahulu. Sistem ini terjadi karena desakan kebutuhan petani terhadap uang
tunai. Perbedaan pola pendapatan dan pengeluaran menjadi ciri khas kehidupan
petani Indonesia. Pendapatan petani diterima pada musim panen, sedangkan
pengeluaran harus diadakan setiap hari. Adanya kebutuhan dalam waktu yang
mendesak sebelum saat panen tiba banyak diantara petani yang akhirnya terpaksa
menjual hasil pertanian mereka dengan sistem ijon kepada tengkulak 2 . Petani
memerlukan uang tunai untuk berbagai tujuan, antara lain pengeluaran biaya
produksi seperti perawatan, pemupukan, penanggulangan hama dan penyakit.
Selain untuk biaya produksi uang tunai juga digunakan untuk kebutuhan pangan,
biaya sekolah anak, pengeluaran kesehatan, atau mungkin untuk upacara tertentu
seperti perkawinan dan penguburan, oleh sebab itu kebanyakan keperluan petani
yang besar hanya bisa dipenuhi pada masa panen.
Pemerintah telah menyediakan pinjaman untuk membiayai kebutuhankebutuhan tersebut, tetapi syarat-syarat yang dikemukakan oleh lembaga-lembaga
pinjaman (bank) tidak sesuai dengan harapan petani. Menurut Mosher (1978),
petani membutuhkan uang yang mudah, cepat, dan tepat tanpa harus banyak
persyaratan seperti tanda tangan dan surat-surat keterangan. Jumlah uang yang
diinginkan petani harus tersedia pada waktu yang tepat, bukan beberapa hari atau
beberapa minggu. Syarat-syarat tersebut tidak dibuat oleh petani tetapi
persyaratan-persyaratan inilah yang membedakan antara sistem ijon dengan
pinjaman dari pemerintah. Belum lagi waktu pembayaran dapat menimbulkan
masalah, tengkulak tidak menuntut pembayaran tepat waktu dan lunas penuh.
1
2

PSP LP IPB, 1993
Amelia Hapsari http://suaram erdeka.com/v1/index.php/read/news/2010/07/14/59660

4
Sebagian petani masih ada yang lebih suka meminjam dari sumber perorangan
(tengkulak), walaupun ada lembaga keuangan formal menawarkan pinjaman
dengan suku bunga yang lebih rendah.
Berdasarkan masterplan Bappeda (2005), Desa Karacak masuk dalam
Kawasan Zona Agropolitan I dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Bogor dan termasuk sentra pengumpul dan produksi tanaman manggis di
Kabupaten Bogor. Sejak diterbitkannya SK Mentan no 312/TU.210/A/X/2002
Desa Karacak menjadi sentra manggis. Masih ada petani manggis melakukan
penjualan dengan sistem ijon, tak terkecuali petani manggis di Desa Karacak.

Perumusan Masalah
Produksi pertanian sangat bergantung pada alam yang menjadikan adanya
musim panen dan musim paceklik. Pada musim panen, hasil produksi akan
melimpah di pasaran, sedangkan pada saat musim paceklik produk pertanian
kadang tidak ada di pasaran. Harga pada musim panen menjadi rendah karena
setiap petani berusaha menjual hasil pertaniannya secepat mungkin. Terdapat
kekhawatiran petani pada saat panen, hasilnya tidak akan ada yang membeli,
sementara itu untuk mengangkutnya ke kota besar petani tidak cukup memiliki
biaya untuk pengangkutan. Kebanyakan petani menjual hasil produksinya kepada
para pedagang pengumpul. Walaupun ada sebagian kecil petani yang mampu
menjual produknya langsung ke pasar. Tetapi mayoritas dari mereka lebih
memilih menjual hasil produksinya ke para pedagang pengumpul. Hal ini
dilakukan sebab, mereka sadar akan sifat produk pertanian yang cepat rusak.
Sehingga ketika produk tersebut tidak dijual cepat dan kolektif bisa jadi hasil
panen mereka hanya akan menumpuk dan membusuk.
Bagi petani di Desa Karacak tidak ada kriteria yang spesifik dalam memilih
mitra dalam memasarkan buah manggis. Petani secara umum menginginkan mitra
pemasaran baik itu dari koperasi maupun pedagang pengumpul bersedia membeli
buah manggis dengan harga yang tinggi. Keputusan petani untuk menjual buah
manggis juga dipengaruhi oleh kemampuan mitranya dalam menyediakan dana
pembelian (talangan) lebil awal. Oleh sebab itu banyak dari petani manggis di
Desa Karacak lebih suka menjual ke pedagang pengumpul.
Permasalahan petani manggis Desa Karacak adalah kebutuhan akan uang
tunai. Uang tunai selain digunakan untuk modal digunakan juga dalam kebutuhankebutuhan yang mendesak. Misalnya biaya kesehatan bila ada keluarga yang sakit
dan biaya sekolah. Adanya keterbukaan informasi harga antara petani dengan
tengkulak menjadikan sistem ijon di Desa Karacak masih dilakukan. Selain itu
menurut petani yang melakukan ijon adanya jaminan pemasaran menjadi daya
tarik tersendiri bagi petani. Menurut petani dengan melakukan ijon akan ada pasar
untuk buah manggisnya.
Berdasarkan rumusan masalah maka beberapa permasalahan yang akan
dijawab dalam penelitian ini adalah
1. Bagaimana karakteristik petani manggis yang terlihat dalam sistem ijon?
2. Bagaimana kegiatan sistem ijon yang terjadi di Desa Karacak?
3. Apakah ada hubungan antara sistem ijon dengan karakteristik petani yang
diamati?

5
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian jika dilihat dari latar belakang dan
perumusan masalah yang telah diuraikan adalah :
1. Mengetahui karakteristik petani manggis di Desa Karacak.
2. Mendeskripsikan sistem ijon yang terjadi di Desa Karacak.
3. Menganalisis hubungan antara sistem ijon dengan karakteristik petani.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini semoga bermanfaat bagi pelaku bisnis manggis dan kalangan
akademis sebagai literatur maupun referensi, selain itu menyediakan informasi
bagi kegiatan penelitian selanjutnya dengan topik yang sama.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kampung Cengal Desa Karacak Kecamatan
Leuwiliang Kabupaten Bogor, yang bergerak dalam bidang pertanian buah
manggis. Ruang lingkup kajian masalah yang diteliti lebih fokus pada tujuh
karakteristik petani meliputi umur, tingkat pendidikan formal, pengalaman
berusahatani, jumlah tanggungan keluarga, jumlah pohon, status usahatani dan
status penguasaan lahan. Informasi yang digunakan adalah informasi dalam kurun
waktu tahun 2011. Data yang digunakan adalah data musim panen buah manggis
pada Desember 2011 sampai dengan Febuari 2012.

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Petani Buah di Indonesia
Pemberdayaan masyarakat terhadap suatu obyek tertentu serta karakteristik
individu merupakan salah satu faktor yang penting untuk diketahui. Karakteristik
individu digunakan untuk mengetahui suatu perilaku dalam masyarakat.
Karakteristik individu merupakan ciri-ciri atau sifat-sifat individual yang
berhubungan dengan semua aspek kehidupan dalam lingkungan seseorang.
Darmihartini (2005) mengidentifikasi karakteristik petani yang berhubungan
dengan kompetensi petani adalah pendidikan formal, luas lahan usahatani,
pengalaman berusahatani, motivasi berusahatani, dan ketersediaan modal. Pada
penelitiannya pendidikan formal dibagi menjadi tiga katagori yaitu rendah (6-9

6
tahun), sedang (10-14 tahun), dan tinggi (15-19 tahun). Rata-rata pendidikan
formal 12 tahun dengan nilai pendidikan terendah 6 tahun dan tertinggi 19 tahun.
Untuk pengalaman berusahatani dibedakan menjadi dua katagori yaitu kurang
perpengalaman (11 tahun). Rata-rata
pengalaman petani 10 tahun dengan nilai terkecil yaitu 2 tahun dan nilai tertinggi
25 tahun. Untuk menganalisis data yang terkumpul digunakan uji Konkondasi
Kendall W pada taraf kepercayaan 0,05 dan 0,01.
Fitriah (2007) mengidentifikasikan karakteristik petani menjadi dua yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi umur, pendidikan,
pengalaman berusahatani, pengalaman manajemen usahatani, dan motivasi.
Faktor eksternal meliputi luas lahan, pemanfaatan media, intensitas hubungan
interpersonal, sarana dan prasarana produksi, dan kebijakan pemerintah. Dilihat
dari segi umur rata-rata responden berumur 42 tahun dengan kisaran umur 27-56
tahun. Fitriah menggolongkan umur menjadi tiga yaitu muda (< 35 tahun), sedang
(35-43 tahun), dan tua (> 43 tahun). Rata-rata pendidikan responden adalah 9
tahun dengan kisaran pendidikan formal 6-12 tahun. Adapun penggolangannya
adalah rendah (< 6 tahun), sedang (6-9 tahun) , dan tinggi (> 9 tahun). Rata-rata
pengalaman responden dalam berusahatani adalah 13 tahun dengan kisaran 5-20
tahun. Pengalaman perusahatani dikelompokkan menjadi tiga golongan yaitu
sedikit ( 15,67 tahun).
Untuk analisis hubungan, data dianalisis dengan mempergunakan koefisien Rank
Spearman pada taraf 0,01 dan 0,05.
Karakteristik petani pada petani nenas menurut Sihombing (2010) meliputi
umur, tingkat pendidikan, jenis kelamin, luas lahan dan status kepemilikan lahan.
Kisaran umur 20-60 tahun dengan tingkat pendidikan didominasi tamatan Sekolah
Dasar (SD). Luas lahan 0,5-2 hektar dengan status lahan bukan milik sendiri dan
pengalaman yang didapat petani secara turun-temurun.
Persamaan dari penelitian-penelitian tersebut tentang mendeskripsikan
karakteristik petani buah. Penelitian ini mengidentifikasi karakteristik menjadi dua
yaitu internal meliputi umur, pendidikan formal, pengalaman, jumlah tanggungan
dan eksternal meliputi jumlah tanaman, status usaha dan status kepemilikan lahan.
Karakteristik tersebut didapat dari penelitian terdahulu dan disesuaikan dengan
kondisi lapang. Sedangkan perbedaan terletak pada alat analisis yang digunakan,
dalam penelitian ini menggunakan analisis tabulasi silang (crosstabs).

Pembiayaan Pertanian di Pedesaan
Hubungan petani dengan tengkulak berawal dari hubungan dagang antara
penjual dengan pembeli (Romadhan, 2009). Dari hubungan dagang tersebut
terjadilah tindakan rasional dan tindakan non-rasional yang dilakukan oleh petani.
Tindakan rasional yang dilakukan petani, berusaha untuk mencapai tujuan bertani
yang berhasil dengan beragam cara ataupun akses yang lebih mudah yang akan
mereka pilih. Salah satu usaha untuk mengakses kemudahan dalam mendapatkan
uang tunai. Adapun tindakan non-rasional yang dilakukan petani yaitu dalam
melakukan pinjaman khususnya meminjam kepada tengkulak, petani tidak terlalu
memperhitungkan kerugian-kerugian yang mereka alami diantaranya kerugian

7
dalam mendapat bunga pinjaman yang lebih tinggi dari pada bunga bank. Selain
itu keharusan petani dalam menjual hasil pertaniannya kepada tengkulak yang
telah memberi pinjaman meskipun dengan harga jual yang jauh di bawah harga
standar di tingkat produsen. Ada sebagian petani berpendapat bahkan tidak jarang
hanya karena alasan kebiasaan yang sudah menjadi budaya turun temurun petani
tersebut tetap melakukan ijon.
Terdapat dua lembaga keuangan yaitu lembaga informal dan formal.
Menurut Team Departemen Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Institut Pertanian
Bogor (1978), lembaga informal sumber pinjaman dapat diperoleh dari orang
mampu, petani kaya, majikan, tetangga dan saudara.
Ada beberapa cara tanaman diijonkan, tetapi cara-cara tersebut memiliki
dasar yang sama, yaitu: pemilik tanaman menerima uang tunai (persekot) dari
tengkulak (pedagang pengumpung yang memberikan pinjaman) untuk hasil yang
masih akan diserahkan kemudian. Pada waktu persekot diterima tanaman masih
muda atau hijau, maka sistem ini dinamakan “mengijonkan tanaman”. Uang
persekot tidak perlu dikembalikan sebab uang tersebut merupakan pembayaran
pendahuluan (uang panjer). Menurut Tohir (1983), ada beberapa cara
mengijonkan tanaman diantaranya :
1. Ngijon
Uang muka diberikan untuk hasil bumi yang akan diserahkan kemudian.
Pada waktu panen petani yang telah menerima uang persekot diharuskan
menyerahkan sebagian dari hasil pemanenan sebanyak jumlah yang telah
ditentukan lebih dahulu (sewaktu uang muka diberikan). Jumlah hasil yang
diserahkan itu umumnya memiliki nilai hingga dua sampai tiga kali lipat jumlah
uang muka. Apabila hasil yang diserahkan itu didasarkan atas timbangan beratnya,
maka uang muka tersebut dinamakan “uang pikulan”.
2. Untung-untungan
Sebelum hasil dipungut sudah ditentukan lebih dahulu harga dari produk
yang diijonkan. Karena cara ini banyak mengandung risiko biasanya harga yang
ditentukan itu lebih rendah dari harga pasar. Setelah diperoleh kecocokan dalam
harga maka uang persekot diberikan. Jumlah uang persekot tergantung dari
perjanjian antara kedua pihak. Jumlah uang yang ditentukan dapat meliputi harga
dari seluruh pemanenen atau hanya sebagian.
3. Lelangan
Petani menerima uang muka (panjer) terlebih dahulu dengan perjanjian :
a. Uang panjer tidak akan dikembalikan, kalau orang yang memberikan uang
panjer itu kelak tidak ikut melakukan pelelangan dari hasil pemanenenan.
b. Pemberi panjer dapat perioritas dalam pelelangan, tetapi ini tidak berarti ia
akan memperoleh hasil panen begitu saja. Penawaran tertinggi yang akan
memperolehnya, kalau penawaran dari orang lain sama tingginya, maka
pemberi uang panjer yang akan dimenangkannya.
c. Kalau pelelangan tidak jatuh pada pemberi uang panjer, maka uang panjer
itu harus dikembalikan dengan bunganya (lazimnya berlipat ganda). Uang
panjer dikembalikan setelah pelelangan selesai dan pelelangan dilakukan
pada waktu tanaman dipanen.

8

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis
Definisi Sikap dan Karakteristik Petani
Ban dan Hawkins (1992) mendefinisikan sikap adalah perasaan, pikiran dan
kecenderungan seseorang mengenai dalam aspek-aspek tertentu dalam
lingkungannya. Sedangkan Sarwono (2002) menyatakan sikap adalah suatu reaksi
evaluasi yang menyenangkan terhadap sesuatu atau seseorang yang ditujukan
dalam kepercayaan, perasaan atau perilaku seseorang. Suparno (2001) sikap
didefinisikan sebagai keadaan internal seseorang yang mempengaruhi pilihanpilihan atas tindakan-tindakan pribadi yang dilakukan. Sedangkan sikap terhadap
sistem ijon adalah reaksi yang dilakukan petani dalam hal menolak atau menerima
tindakan yang dilakukan seseorang (tengkulak) untuk membantu masalah
keuangan petani dengan syarat hasil panen mereka sebagai jaminan.
Menurut Rogers diacu Darmihartini (2005), merinci karakteristik individu
sebagai berikut:
a. Status sosial ekonomi, meliputi: umur, pendapatan, tingkat pendidikan,
tanggungan keluarga, luas lahan atau jumlah pohon, sikap terhadap kredit.
b. Karakteristik pribadi, meliputi: empati, kemampuan abstrak, rasionalitas,
intelegensi, sikap terhadap pendidikan dan pengetahuan, fatalisme, motivasi
prestasi dan aspirasi.
c. Perilaku komunikasi, meliputi partisipasi sosial, keterkaitan dengan sistem
sosial, kontek dengan agen pembaharuan, keterbukaan terhadap media masa,
kegiatan mencari informasi inovasi, pengetahuan tentang inovasi, dan
hubungan dengan sistem sosial.

Lembaga Pembiayaan dan Sistem Ijon
Lembaga pembiayaan agribisnis memegang peranan yang penting dalam
mengembangkan usaha agribisnis, terutama dalam penyediaan modal kerja.
Fenomena yang menjadi penghambat berkembangnya usaha pertanian adalah
terbatasnya modal usaha pertanian, sementara skema kredit usaha kecil (KUK)
diintroduksi oleh pemerintah ternyata tidak mudah untuk menyentuh para petani.
Sa’id dan Intan (2004) untuk memperoleh pembiayaan pemerintah masih
mensyaratkan agunan sertifikat tanah dan hanya petani yang memilki aset yang
mampu memperoleh fasilitas pembiayaan tersebut.
Secara umum lembaga pinjaman dapat dibedakan antara lembaga keuangan
informal (non formal) dan lembaga keuangan formal (PSP-LP-IPB, 1993).
Lembaga keuangan informal adalah suatu lembaga yang menjalankan fungsi
lembaga keuangan namun tidak berlandasan kekuatan hukum. Di Indonesia
lembaga-lembaga ini beroperasi pada masyarakat kelompok bawah. Bentuk
lembaga keuangan informal antara lain sistem ijon. Menurut Wijaya (1991) ijon
merupakan bentuk pinjaman lembaga keuangan informal yang berkembang di

9
pedesaan. Umumnya prosedur dan perjanjian peminjaman cepat, sederhana, dan
berdasarkan perjanjian lisan atau tulisan yang sederhana.
Kata ijon berasal dari bahasa jawa yang artinya hijau. Petani menerima uang
terlebih dahulu (persekot) dari tengkulak dan akan mengembalikan pinjaman
tersebut sesudah panen tiba. Secara umum ijon adalah bentuk pinjaman uang yang
dibayar kembali dengan hasil panen. Transaksi ijon tidak seragam dan banyak
variasi, tingkat bunga pinjamannya pun jika diperhitungkan pada waktu
pengembalian akan sangat tinggi berkisar 10-40 persen dan umumnya pemberi
pinjaman
merangkap sebagai pedagang pengumpul (PSP-LP-IPB, 1993).
Menurut Partadirejda (1973) ada tiga ciri yang menonjol dalam ijon yaitu:
pertama, jaminan untuk pinjaman ini hanya berdasar azas kenal-mengenal, asal
calon peminjam dikenal baik maka transaksi pinjam meminjam dapat berlangsung.
Kedua, pinjaman biasanya dalam bentuk uang tunai, namun pembayaran kembali
adalah dalam bentuk barang. Ketiga, ijon tidak mengharuskan semua formalitas.
Sedangkan Firdaus dan Wagiono (2009) mengatakan sistem ijon dilakukan petani
karena keinginan untuk memperoleh uang secepat mungkin.
Sistem ijon dapat mengurangi penerimaan bagi petani. Menurut Soekartawi
(1995), penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh
dengan harga jual. Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut : TR = Y.Py
dimana: TR = total penerimaan
Y = produksi yang diperoleh
Py = harga Y
Pinjaman informal memiliki peranan dominan dalam membiayai suatu
kegiatan (PSP LP IPB, 1993). Dominasi pinjaman informal ini disebabkan oleh :
a. Prosedur untuk memperoleh pinjaman mudah, tidak diperlukan agunan dan
kemampuan baca tulis.
b. Biaya peminjaman relatif murah.
c. Waktu untuk memperoleh dana relatif singkat dan fleksibel.
d. Pemberi pinjaman biasanya juga sebagai pembeli produk usaha.
e. Kredit informal dapat diperoleh meskipun ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi.
f. Lembaga pinjaman formal tidak berminat pada usaha kecil, karena
(i). Biaya transaksi relatif lebih tinggi dari pada pinjaman untuk perusahaan
besar.
(ii). Risiko macet lebih besar.
g. Pengusaha kecil tidak memiliki informasi yang memadai tentang jasa lembaga
keuangan formal.

Kerangka Pemikiran Operasional
Ijon sudah menjadi budaya masyarakat petani dalam hal mendapatkan uang
tunai secara cepat dan tepat jumlahnya. Cepat artinya waktu petani membutuhkan
uang tunai tersebut tidak membutuhkan waktu sampai berhari-hari. Namun tidak
semua petani di Desa Karacak melakukan ijon, hal ini berhubungan dengan

10
karakteristik petani. Karakteristik diduga akan mempengaruhi apakah petani
melakukan ijon atau tidak dan akan perkuat dengann uji Chi-Square.
Alur pemikiran operasional dimulai dari identifikasi karakteristik petani
meliputi karakteristik internal dan eksternal. Karakteristik internal diggolongkan
menjadi empat yaitu umur petani responden, tingkat pendidikan formal responden,
pengalaman berusahatani responden dan jumlah tangggungan keluarga responden,
sedangkan karakteristik eksternal digolongkan menjadi tiga yaitu jumlah pohon
yang diusahakan oleh responden, status usahatani responden dan status
kepemilikan lahan responden. Ketujuh karakteristik tersebut diduga berhubungan
atau mempengaruhi
pengambilan keputusan sikap petani manggis terhadap
sistem ijon. Karakteristik diperoleh dari teorinya Rogers yaitu berdasarkan status
sosial ekonomi dan penelitian terdahulu mengenai status usahatani dan status
kepemilikan lahan. Karakteristik tersebut sudah disesuaikan dengan kondisi di
lapang.
Berdasarkan Gambar 1 dapat diuraikan bahwa status sosial ekonomi diduga
mempengaruhi sistem ijon. Umur berpengaruh pada kondisi fisik, umur yang
semakin tua akan mempengaruhi kinerja dalam pemanenan dan penjualan. Petani
sebagai kepala keluarga memiliki tanggungjawab bagaimana cara agar
keluarganya dapat memenuhi kebutuhan, termasuk kebutuhan yang tak terduga.
Pengalaman bertani menjadi salah satu sikap apakah petani tersebut mengijonkan
hasil panennya atau tidak. Hal ini berhubungan dengan masa lalu dimana sistem
ijon telah menjadi masalah (momok) negatif pertanian Indonesia. Jumlah
tanggungan yang banyak mempengaruhi kebutuhan anggota keluarga, baik itu
sandang, pangan maupun kebutuhan lain seperti pendidikan dan kesehatan. Hal ini
berpengaruh pada tindakan petani terhadap sistem ijon. Sistem ijon yang
aturannya sederhana memikat petani walaupun petani mengetahui dengan
melakukan ijon penerimaan mereka tidak akan maksimal (berkurang). Dilihat dari
jumlah pohon dapat mempengaruhi petani dalam melakukan ijon, sebab petani
akan mendapatkan pinjaman yang jauh lebih banyak. Status usahatani
mempengaruhi petani dalam menyikapi ijon. Petani yang tidak memiliki usaha
lain dan mengharapkan dari usahatani manggis saja petani tersebut diduga akan
melakukan ijon disaat petani dalam kesulitan keuangan. Status kepemilikan lahan
diduga mempengaruhi petani dalam mengijonkan hasil usahatanianya. Petani
responden yang tidak memiliki hak milik tidak akan berani melakukan ijon untuk
menjual manggisnya.
Gambaran sistem ijon diintepretasikan menggunakan analisis deskriptif.
Data analisis deskriptif diperoleh dari hasil wawancara dari petani responden.
Selain itu masing-masing karakteristik responden juga akan dijabarkan
menggunakan analisis deskriptif. Karakteristik yang dijabarkan meliputi umur,
Informasi diperoleh dari hasil wawancara kepada petani responden.
Untuk mengetahui apakah ada hubungan karakteristik petani dengan ijon
digunakan uji Chi-Square. Chi-Square digunakan untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan antara karakteristik yang diuraikan dengan sistem ijon atau dengan kata
lain apakah karakteristik petani mempengaruhi pengambilan sikap keputusan
petani manggis sehingga memilih sistem ijon dalam memasarkan hasil panen
usahatani manggisnya. Alur kerangka pemikiran operasional hubungan sistem ijon
dengan karakteristik petani manggis di Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang
Kabupaten Bogor disajikan dalam Gambar 1.

11

penggolongan

Usahatani Manggis di Desa
Karacak
Chi-Square

Karakteristik sosial ekonomi
internal
1. Umur
2. Pendidikan formal
3. Pengalaman berusahatani
4. Jumlah tanggungan

Chi-Square

Sistem Ijon

penggolongan

Karakteristik eksternal
1. Jumlah tanaman
2. Status usahatani
3. Status kepemilikan lahan

Rekomendasi untuk
petani

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Operasional Hubungan Sistem Ijon dengan
METODE
PENELITIAN
Karakteristik
Petani Manggis
di Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang
Kabupaten Bogor

Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian di Kampung Cengal Desa Karacak, Kecamatan
Leuwiliang, Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. Lokasi tersebut dipilih secara
sengaja (purposive). Pemilihan lokasi di Desa Karacak karena di daerah tersebut
merupakan sentra produksi dan daerah yang potensial untuk pengembangan
usahatani manggis dan Kampung Cengal merupakan kampung dengan luasan
terbesar di Desa Karacak. Penelitian dilakukan pada bulan September 2011
sampai Febuari 2012. Pengambilan data pada musim panen 2011/2012. Hasil
penelitian hanya dilakukan di Desa Karacak sehingga hasil yang diperoleh
mempunyai kecenderungan tidak dapat diterapkan secara luas (generalisasi).

Jenis dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian
data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari hasil
wawancara, pengamatan langsung pada kegiatan pertanian komoditas buah
manggis. Mengisi kuesioner yang menyangkut karakteristik petani dengan sistem
ijon yang terjadi di tempat penelitian. Kuesioner
dalam
penelitian
ini
digunakan untuk memperoleh data mengenai tanggapan petani terhadap
sistem ijon yang terjadi di Desa Karacak. Kuesioner tidak diberikan secara
langsung kepada petani responden melainkan menggunkan teknik wawancara.
Teknik wawancara ini digunakan untuk mendapat informasi yang lebih luas dan
tidak dibatasi oleh kuisioner. Data sekunder diperoleh melalui artikel, skripsi,
jurnal, majalah, internet, laporan perusahaan, serta data-data instansi terkait yang

12
mendukung penelitian seperti Badan Pusat Statsitika, Ditjen Hortikultura,
Departemen Pertanian. Data sekunder diperoleh melalui informasi maupun
laporan tertulis dari berbagai literatur yang berhubungan dengan penelitian ini
untuk proses lebih lanjut.

Metode Pengambilan Sampel
Menurut Gay dan Diehl diacu Darmihartini (2005) menuliskan untuk
penelitian deskriptif, sampel minimal 10 persen dari populasi sedangkan
penelitian korelasi paling sedikit 30 elemen populasi. Populasi dalam penelitian
ini adalah petani yang mengusahakan manggis di Desa Karacak. Secara pasti tidak
diketahui jumlah petani yang mengusahakan tanaman manggis tetapi dari
wawancara saat turun lapang diperkirakan 170 petani yang membudidayakan
manggis 3. Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan pertimbangan (purposive
sampling). Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 48 responden petani,
akan tetapi yang digunakan hanya 45 responden. Hal ini dikarenakan tiga
responden tidak sesuai dengan kriteria sampel. Adapun kriteria sampel sebagai
berikut:
a. Pohon manggis yang dimiliki petani sudah berproduksi atau menghasilkan.
b. Jumlah pohon yang diusahakan petani antara 20 – 230 pohon.

Metode Pengolahan Data dan Pengujian Hipotesis
Data yang telah didapatkan kemudian diolah dan dianalisis. Menurut
Walpole (1992) analisis deskriptif adalah metode yang berkaitan dengan
pengumpulan dan penyajian suatu data sehingga memberikan informasi yang
berguna. Analisis deskriptif meliputi upaya penelusuran dan pengungkapan
informasi relevan yang terkandung dalam data dan menyajikan dalam bentuk yang
lebih ringkas, sederhana, dan lebih informatif. Hasil akhir yang diperoleh
mengarah pada penjelasan dan penafsiran.
Analisis diskriptif yang digunakan adalah menggolongkan karakteristik
responden dan gambaran umum sistem ijon di Desa Karacak. Analisis deskriptif
dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang karakteristik responden. Agar
lebih mudah dalam pembacaan data maka dibuatlah tabel-tabel. Bentuk tabel
digunakan untuk menjabarkan karakteristik petani meliputi umur, pendidikan
formal, pengalaman berusahatani, tanggungan keluarga, jumlah pohon, status
usahatani dan status kepemilikan lahan. Bentuk tabel yang digunakan berupa tabel
kontingensi. Tabel kontingensi adalah tabel yang menyajikan data atau informasi
dalam bentuk baris dan kolom dalam bentuk umm. Metode analisis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif persentase. Deskriptif
persentase diolah dengan cara frekuensi dibagi dengan jumlah responden dikali
100 persen, seperti dikemukan oleh Sudjana (2001) adalah sebagi berikut:
3

Ketua kelompok Karya Mekar Desa Karacak

13

× 100%

Dimana:
P
: Persentase
f
: Frekuensi
N
: Jumlah responden
100%: Bilangan tetap
�=

Selain itu dalam penelitian juga menggunakan analisis tabulasi silang
(crosstabs). Analisis tabulasi silang merupakan salah satu analisis korelasional
yang digunakan untuk melihat hubungan. Crosstabs digunakan untuk menguji
keterkaitan karakteristik petani dengan ijon.
Crosstab terdiri atas satu baris atau lebih dan satu kolom atau lebih. Ciri
penggunaan crosstab adalah data input yang berskala nominal atau ordinal. Pada
penelitian ini menggunakan tabulasi antara sikap terhadap ijon dengan umur,
sikap terhadap ijon dengan pendidikan formal, sikap terhadap ijon dengan
pengalaman berusahatani, sikap terhadap ijon dengan, tanggungan keluarga,
sikap terhadap ijon dengan jumlah pohon, sikap terhadap ijon dengan status
usahatani, sikap terhadap ijon dengan status kepemilikan lahan.
Alat statistik yang sering digunakan untuk mengukur asosiasi pada sebuah
crosstab adalah chi-square (Malhotra, 2004). Alat ini pada praktek statistik dapat
diterapkan untuk menguji ada atau tidaknya hubungan antara baris dan kolom dari
sebuah crosstab. Analisis chi-square pada penelitian ini digunakan untuk
mengetahui hubungan antara karakteristik petani manggis dengan sistem ijon.
Hipotesis pada penelitian ini adalah:
H0 : Tidak ada hubungan antara sistem ijon dengan karakteristik petani.
H1 : Ada hubungan antara sistem ijon dengan karakteristik petani.
Dasar pengambilan keputusannya jika dilihat berdasarkan perbandingan
antara chi-square hitung dengan chi-square tabel adalah:
Chi-square hitung < chi-square tabel, maka H0 diterima.
Chi-square hitung > chi-square tabel, maka H0 ditolak.
Analisis lebih lanjut dapat dilihat dari Chi-Square test. Chi-Square test
diolah menggunakan software yang bernama SPSS 11.5 dengan taraf nyata lima
persen (α = 0,05)

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Kondisi Geografis Desa Karacak
Secara geografis Desa Karacak terletak di bagian timur wilayah Kecamatan
Leuwiliang yang terletak pada ketinggian 500-700 meter dari permukaan laut (m
dpl). Jenis tanahnya adalah latosol ck, andosol, podsolil ck, dan laterit tanah
dengan pH 3-6 serta disusun oleh batuan klasika (batu pasir, batu kapur, dan

14
endapan gunung berapi). Ketersediaan air tanah tersedia sepanjang tahun dengan
kedalaman relatif dangkal dengan mata air berasal dari gunung salak dan gunung
pangrango.
Kondisi curah hujan dan kelembapan Desa Karacak merujuk pada kondisi
agroklimat wilayah Kecamatan Leuwiliang secara umum. Curah hujan rata-rata
pertahun antara 3.500-4.900 mm dan suhu rata-rata antara 20-30 0C. Desa karacak
pada umumnya beriklim basah atau iklim menurut Schmidt & Ferguson adalah
tipe A. Iklim tipe A adalah dimana periode bulan basah relatif lebih panjang
sembilan bulan dari pada bulan kering.
Desa Karacak sebagian besar merupakan wilayah dengan topografi berbukit
dengan kemiringan lereng antara 15-25 persen seluas 499,88 ha dan sebagian lain
merupakan wilayah dengan topografi dataran seluas 210,15 ha. Dilihat letak
orbitasi (jarak dari pemerintah pusat desa) letak desa ± 5 km dari ibu kota
Kecamatan Leuwiliang dan 42 km dari ibu kota Kabupaten Bogor. Desa Karacak
merupakan wilayah yang terdiri dari beberapa kampung yakni Kampung Cengal,
Jamlang, Ciputih, dll.
Sebesar 270,02 hektar atau sekitar 38,03 persen dari total luas lahan Desa
Karacak digunakan sebagai tanah perkebunan rakyat. Tanah perkebunan rakyat
ditanam dengan tanaman manggis, selain manggis perkebunan rakyat di wilayah
tersebut banyak dimanfaatkan untuk budidaya tanaman hortikultura lain seperti
durian, pisang, duku, belimbing, dan rambutan. Penggunaan lahan lainnya
dimanfaatkan untuk sawah pertanian (29,68 persen), ladang dan tegalan (19,65
persen), pemukiman, lapangan, perkantoran dan lain-lain. Selengkapnya informasi
penggunaan lahan di Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel 4 Penggunaan Lahan di Desa Karacak Tahun 2007a
No
1
2
3
4
5
6
7

Penggunaan Lahan
Tanah Perkebunan Rakyat
Sawah
Ladang atau Tegalan
Pemukiman
Lapangan
Perkantoran Pemerintah
Lain-lain
Total
a
Sumber : Desa Karacak 2007

Luas (ha)
270.02
210.71
139.51
36.24
1.39
0.91
51.24
710.02

Persentase (%)
38.03
29.68
19.65
5.10
0.20
0.13
7.22
100.00

Sarana dan Prasarana Desa Karacak
Berdasarkan informasi dari Kecamatan Leuwiliang sarana dan prasarana di
Desa Karacak yaitu prasarana berupa jalan darat meliputi jalan kabupaten 6 km

15
dan jalan desa 7 km. Sarana berupa kendaraan umum yaitu angkotan kota,
angkotan desa, dan ojek. Prasarana pemerintah desa meliputi kantor kepala desa,
balai desa, dan kantor RW. Prasarana kesehatan meliputi puskesmas pembantu,
poliklinik, tempat praktek dokter umum, dan posyandu. Prasarana pendidikan di
Desa Karacak meliputi dua TK (Taman Kanak-kanak), empat PAUD (Pendidik
Anak Usia Dini), gedung SD/sederajat 8 unit, gedung SMP/sederajat 3 unit,
gedung SMA 1 unit. Prasarana peribadatan terdiri dari masjid dan mushola
Prasarana informasi dan komunikasi penduduk Desa Karacak adalah televisi
dan radio. Selain itu ada pula warga yang memanfaatkan telepon rumah dan
telepon genggam sebagai alat komunikasi.
Kependudukan
Jumlah secara keseluruhan penduduk Desa Karacak berdasarkan sensus
tahun 2010 sekitar 10.862 jiwa dengan komposisi jumlah penduduk laki-laki
5.512 (50,75%) jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 5.350 jiwa (49,25%).
Dengan jumlah kepala keluarga 2.855 Kepala Keluarga. Jumlah penduduk di Desa
Karacak lebih dari setengah masih berusia muda, yaitu 6 – 30 tahun, dengan
persentase sebanyak 57,33 persen. Berikut rincian jumlah penduduk Desa Karacak
berdasarkan komposisi umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Komposisi Penduduk Desa Karacak Berdasarkan Umur dan Jenis
Kelamin Tahun 2010a
Jumlah Penduduk (orang)
Laki-laki
Perempuan
0–5
603
564
6 – 12
979
995
13 – 21
1248
1214
22 – 30
927
864
31 – 37
350
354
39 – 45
656
635
46 – 55
385
352
56 – 65
289
286
> 65
75
86
Total
5512
5350
a
Sumber: Desa Karacak 2010
Rentang Usia
(tahun)

Total

Persentase (%)

1167
1974
2462
1791
704
1291
737
575
161
10862

10.74
18.17
22.67
16.49
6.48
11.89
6.79
5.29
1.48
100.00

Berdasarkan tingkat pendidikan sebagian besar penduduk Desa Karacak
tamat SD yaitu 21,83 persen sedangkan tamatan SMP adalah 16,77 persen dari
jumlah penduduk keseluruhan. Penduduk yang tamat SMA bekisar 25,01 persen,
sedangkan jumlah penduduk yang menyelesaikan tingkat perguruan tinggi hanya
2,09 persen dari keseluruhan jumlah penduduk di Desa Karacak. Penduduk yang
tidak pernah bersekolah jumlahnya lebih kecil dibandingkan penduduk yang

16
bersekolah. Secara umum masyarakat Desa Karacak menunjukkan sebagian besar
telah menyadari pentingnya pendidikan dasar. Jumlah penduduk berdasarkan
tingkat pendidikan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Komposisi Penduduk Desa Karacak menurut Tingkat Pendidikan
Tahun 2010a
Tingkat Penddidikan
Tidak pernah sekolah &
Tidak Tamat SD
Tamat SD
Tidak tamat SMP
Tamat SMP
Tidak tamat SMA
Tamat SMA
Diploma, Sarjana, Master
Total
a
Sumber : Desa Karacak 2010

Jumlah Penduduk (orang)
Laki-laki
Perempuan

Total

Persentase
(%)

72

160

232

4.70

103
247
428
592
461
58
1961

975
351
400
643
403
45
2977

1078
598
828
1235
864
103
4938

21.83
12.11
16.77
25.01
17.50
2.09
100.00

Dari Tabel 6, dapat diketahui bahwa banyak penduduk yang mengalami
putus sekolah baik dari SD ke SMP, maupun dari SMP ke SMA. Penduduk
yang putus sekolah lebih banyak didominasi oleh perempuan dibandingkan lakilaki.
Dilihat dari mata pencaharian sebagian besar penduduk Desa Karacak
adalah petani baik pertanian palawija, hortikultura, bahkan beberapa tanaman
keras seperti kayu-kayuan. Kegiatan pertanian merupakan mata pencaharian yang
secara turun-temurun ditekuni oleh masyarakat Desa Karacak. Selain di sektor
pertanian, penduduk Desa Karacak juga bekerja pada sektor-sektor lain yang
secara rinci dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Komposisi Penduduk Desa Karacak Menurut Mata Pencaharian
Tahun 2010a
Jumlah Penduduk (orang)
Laki-laki
Perempuan
Petani
711
201
Buruh Tani
328