Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Petani Manggis Di Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN
PETANI MANGGIS DI DESA KARACAK KECAMATAN
LEUWILIANG KABUPATEN BOGOR

LIBER H DAMANIK
H34080119

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Kemitraan
Terhadap Pendapatan Petani Manggis Di Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang
Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan

dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Liber H Damanik
NIM H34080119

ABSTRAK
LIBER H DAMANIK. Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Petani
Manggis Di Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor. Dibimbing
oleh SUHARNO.
Manggis merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari hutan
tropis yang teduh di kawasan Asia Tenggara yaitu hutan belantara Malaysia dan
Indonesia. Buah manggis adalah salah satu komoditi unggulan Indonesia yang
memiliki potensi untuk di ekspor ke luar negeri. Namun, keterbatasan petani
manggis terhadap informasi harga dan jaminan pasar menjadi kendala paling
besar untuk mengembangkan potensi buah manggis. Salah satu upaya untuk
mengatasinya, yaitu dengan kemitraan. Petani manggis Desa Karacak, Kecamatan
Leuwiliang, Kabupaten Bogor telah melakukan kemitraan dengan PT.Agung
Mustika Selaras. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan mekanisme

pelaksanaan kemitraan antara PT. Agung Mustika Selaras dengan petani manggis
di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor dan menganalisis
pengaruh kemitraan terhadap pendapatan petani manggis di Desa Karacak,
Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Pengambilan data pada penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2012. Responden penelitian ini
adalah seluruh petani mitra di Desa Karacak sebanyak 23 orang dan petani non
mitra sebanyak 25 orang. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif, statistika
deskriptif, analisis pendapatan usahatani, dan rasio (R/C).
Kata kunci: manggis, kemitraan, analisis pendapatan petani, rasio(R/C)

ABSTRACT
LIBER H DAMANIK. Ethanolic Extract of Eugenia polyantha Leaves and Its
Fraction as -Amylase Inhibitor. Supervised by SUHARNO.
Mangosteen is a fruit tree crop that comes from a shady tropical forests in
Southeast Asia. Mostly comes from Malaysian and Indonesian jungle.
Mangosteen fruits one of Indonesia'sleading commodities for agribussiness. And
therefore mangosteen have the potential to be exported to foreign countries. But
the limitations of mangosteen farmers towards price information and market
assurance are recognized as the greatest obstacle to developing the potential of the
mangosteen fruit. One effort to resolve that problems is by using the partnership.

Mangosteen farmers in Karacak Village, Leuwiliang, Bogor, has already made a
partnership with PT. Agung Mustika Selaras. The aim of this research is to
describes the implementation of partnership mechanism between PT. Agung
Mustika Selaras with mangosteen farmers in Karacak Village, Leuwiliang, Bogor
and also to analyzes the influence of partnership toward mangosteen farmer’s
income in the Karacak village, Leuwiliang, Bogor. Data for this research was
taken from October 2012 to November 2012. The respondent of this research is all

partners farmer in Karacak village with the amount 23 farmers and non partner
farmers with the amount 25 farmers This research is analyzed by using descriptive
analysis, descriptive statistical , analysis of farming income, and the ratios (R/C).
Keywords: manggosteen, partnership, analysis of farming income, the ratio (R/C)

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN
PETANI MANGGIS DI DESA KARACAK KECAMATAN
LEUWILIANG KABUPATEN BOGOR

LIBER H DAMANIK
H34080119
Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Petani Manggis Di Desa
Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor
Nama
: Liber H Damanik
NIM
: H34080119

Disetujui oleh

Dr Ir Suharno MA.Dev

Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Skripsi yang berjudul Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Petani Manggis
Di Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor ini disusun sebagai
salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen
Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Suharno MA.Dev selaku
pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak
Nanang selaku Ketua Koperasi Bina Usaha Al-Ihsan, serta Bapak Bakri beserta
petani manggis di Desa Karacak, yang telah membantu selama pengumpulan data.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga
yang selalu memberikan dukungan, doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013
Liber H Damanik

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

5

Tujuan Penelitian

6

Manfaat Penelitian

6


Ruang Lingkup Penelitian

7

TINJAUAN PUSTAKA
Kemitraan

7
7

Pola Kemitraan

7

Manfaat dan Kendala Dalam Kemitraan

8

Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Petani


9

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis

10
10

Konsep Kemitraan

10

Pola Kemitraan Agribisnis

10

Pola Kemitraan Inti Plasma

11


Pola Kemitraan Subkontrak

11

Pola Kemitraan Dagang Umum

12

Pola Kemitraan Keagenan

13

Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA)

13

Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Petani
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN


14
15
17

Lokasi dan Waktu Penelitian

17

Jenis dan Sumber Data

18

Metode Penentuan Sampel

18

Metode Pengolahan dan Analisis Data

18

Analisis Pendapatan Usahatani

19

Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (Rasio R/C)

20

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

20

Gambaran Umum Desa Karacak

20

Karakteristik Sosial Ekonomi Petani

21

Usia Petani

22

Pendidikan Petani

22

Pengalaman Petani

23

Luas Lahan dan Status Kepemilikan Petani

24

HASIL DAN PEMBAHASAN

24

Gambaran Kemitraan

24

Motivasi Bermitra

28

Manfaat dan Kendala Dalam Kemitraan

29

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI
MANGGIS
Keragaan Kegiatan Tani Buah Manggis

30
30

Pemeliharan

30

Pemanenan

31

Analisis Pendapatan Usahatani

31

Penerimaan Usahatani

31

Biaya Tunai Produksi

32

Biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK)

32

Pajak Lahan

33

Biaya Tidak Tunai (yang diperhitungkan)

33

Biaya Penyusutan

34

Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK)

34

Bibit

34

Biaya Pengangkutan

35

Analisis Pendapatan Usahatani dan Analisis Imbangan
Penerimaan Terhadap Biaya (R/C Rasio)
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

35
37
37

Saran

38

DAFTAR PUSTAKA

38

LAMPIRAN

40

RIWAYAT HIDUP

47

DAFTAR TABEL
1 Pertumbuhan dan Kontribusi PDB Sektor Pertanian (diluar Perikanan
dan Kehutanan) Tahun 2009-2011
2 Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Buah Di Indonesia Tahun
2010
3 Produksi Manggis Di Provinsi Jawa Barat (Ton) Tahun 2010
4 Luas Lahan Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Barat (Ha)
Tahun 2010
5 Produksi Manggis Di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor Tahun
2010
6 Analisis Pendapatan Usahatani
7 Pemanfaatan Lahan Desa Karacak
8 Produktivitas Pohon Manggis Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten
Bogor Tahun 2011
9 Sebaran Petani Responden Menurut Usia Pada Usahatani Manggis Di
Desa Karacak Tahun 2012
10 Sebaran Petani Responden Menurut Pendidikan Pada Usahatani
Manggis Di Desa Karacak Tahun 2012
11 Sebaran Petani Responden Menurut Pengalaman Pada Usahatani
Manggis Di Desa Karacak Tahun 2012
12 Sebaran Petani Responden Menurut Luas Lahan Pada Usahatani
Manggis Di Desa Karacak Tahun 2012
13 Biaya Penyusutan Peralatan Pertanian Petani Mitra dan non Mitra Per
Tahun Di Desa Karacak
14 Struktur Biaya Usahatani Petani Mitra dan Petani non Mitra Di Desa
Karacak, Januari-Maret 2012
15 Analisis Pendapatan Usahatani dan R/C Rasio Usahatani Manggis Pada
Petani Mitra dan Petani non Mitra Di Desa Karacak Tahun 2012

1
2
3
3
4
19
21
21
22
23
23
24
34
35
36

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

Pola Kemitraan Inti Plasma
Pola Kemitraan Subkontrak
Pola Kemitraan Dagang Umum
Pola Kemitraan Keagenan
Pola Kemitraan Agribisnis Kerjasama Operasional (KOA)
Bagan Kerja Penelitian Operasional

11
12
12
13
14
17

DAFTAR LAMPIRAN
1 Dokumentasi
2 Analisis Pendapatan Usahatani Petani Mitra Manggis Di Desa Karacak
Tahun 2012
3 Analisis Pendapatan Usahatani Petani non Mitra Manggis Di Desa
Karacak Tahun 2012

40
41
42

4 Daftar Responden Petani Mitra Di Desa Karacak Tahun 2012
5 Daftar Responden Petani non mitra Di Desa Karacak Tahun 2012
6 Jumlah Pohon dan Produktivitas Buah Manggis Petani non Mitra Tahun
2012
7 Jumlah Pohon dan Produktivitas Buah Manggis Petani Mitra Tahun
2012

43
44
45
46

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor Pertanian (selain peternakan, kehutanan, dan perikanan) mempunyai
arti yang strategis dalam perekonomian nasional dan perekonomian daerah. Hal
ini dapat dilihat dari peranannya dalam pembentukan produk domestik bruto
(PDB). Kontribusi PDB sektor pertanian (di luar perikanan dan kehutanan)
terhadap PDB nasional pada tahun 2011 mencapai 11,88 persen, lebih tinggi
dibandingkan tahun 2010 yang baru mencapai 11,49 persen dimana pada tahun
2011 (sampai dengan Triwulan III), PDB sektor pertanian (di luar perikanan dan
kehutanan) tumbuh sebesar 3.07 persen dimana tingkat pertumbuhan tersebut
lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahun 2010 yang hanya 2,86 persen yang
berasal dari sub sektor perkebunan (6,06 persen), disusul dengan sub sektor
peternakan (4,23 persen), dan sub sektor tanaman bahan makanan (1,93 persen)1.
Tabel 1 Pertumbuhan dan Kontribusi PDB Sektor Pertanian (diluar Perikanan dan
Kehutanan) Tahun 2009-2011
Sektor/Subsektor
Pertumbuhan PDB
1. Tanaman Bahan Makanan
2. Tanaman Perkebunan
3. Peternakan dan Hasil-hasilnya
Kontribusi terhadap PDB Nasional

2009(%)

Tahun
2010(%)

2011(%)

3,98

2,86

3,07

4,97

1,81

1,93

1,84

2,51

6,06

3,45

4,06

4,23

11,34

11,49

11,88

*) sampai Triwulan III 2011, dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2010

Pertumbuhan dan Kontribusi PDB sektor pertanian menunjukan bahwa
sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan
perekonomian. Priyohutomo (2010) menyatakan bahwa pembangunan ekonomi
Indonesia akan dipengaruhi oleh peran sektor pertanian, dimana sektor pertanian
merupakan sektor unggulan dalam penyusunan strategi pembangunan nasional.
Mengingat strategisnya pembangunan pertanian, maka pembangunan
pertanian tidak hanya pada upaya meningkatkan ketahan pangan, tetapi juga
mampu untuk menggerakan perekonomian nasional melalui kontribusi dalam
penyediaan bahan pangan, bahan baku industry, pakan, dan bio-energi, penyerap
tenaga kerja, sumber devisa Negara dan sumber pendapatan masyarakat serta
berperan dalam pelestarian lingkungan melalui praktik budidaya pertanian yang
ramah lingkungan2.
Salah satu komoditas pertanian yang sedang mendapat perhatian khusus
adalah komoditas hortikultura. Komoditas hortikultura memiliki daya tarik
tersendiri bagi petani dan masyarakat karena nilai jualnya yang tinggi, jenisnya
beragam, tersedianya lahan dan teknologi, serta potensi serapan pasar di dalam
negeri dan internasional yang terus meningkat (Kementerian Direktorat Jenderal
1
2

Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2011
Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2010

2
Hortikultura, 2011). Komoditass hortikultura telah memberikan sumbangan yang
berarti bagi sektor pertanian maupun perekonomian nasional. Pada tingkat
nasional di tahun 2010, komoditas hortikultura menyumbang Produk Domestik
Bruto (PDB) sekitar 16, 67 persen terhadap pertanian dan mengalami kenaikan
sebesar 2,47 persen dari tahun sebelumnya (Rangkuman Hasil Rakor Pangan
Nasional, 2011).
Ekspor Negara Indonesia banyak dihasilkan dari sektor pertanian,
khususnya komoditas hortikultura, terutama dari sektor buah-buahan unggulan
dan merupakan salah satu penghasil devisa Negara karena mampu menembus
pasar internasional. Indonesia yang beriklim tropis memiliki keragaman dalam
sumber daya tanaman buah-buahan untuk dikembangkan sebagai komoditas
komersial. Salah satu komoditi unggulan Indonesia yang memiliki potensi besar
untuk di ekspor adalah buah manggis. Buha manggis merupakan tanaman buah
berupa pohon yang berasal dari hutan tropis yang teduh di kawan Asia Tenggara,
yaitu hutan belantara Malaysia atau Indonesia.
Buah manggis dikatakan salah satu komoditi andalan Indonesia karena
memiliki nilai ekspor yang tinggi dibandingkan dengan buah-buahan lainnya,
seperti nenas, mangga, pisang, semangka dan jeruk. Pada tahun 2010, buah
manggis memiliki volume ekspor tertinggi dibandingkan buah ekspor lainnya
yaitu sebesar 11.387,70 ton dan memiliki nilai ekspor sebesar 8.754.427
US$ (Kementerian Direktorat Jenderal Hortikultura, 2011). Kondisi tersebut
menunjukan buah manggis merupakan salah satu buah komoditi unggulan di
bidang hortikultura yang dapat menjadi andalan Indonesiaa dalam meningkatkan
devisa Negara. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2 Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Buah Di Indonesia Tahun 2010
No
1
2
3
4
5

Buah
Manggis
Jeruk
Mangga
Durian
Pisang
TOTAL

Volume Ekspor (Ton)

Nilai ekspor (US $)

11.387,70
1.400,06
998,55
24,87
13,58
13.824,76

8.754.427
2.087.685
1.065.259
15.849
48.395
11.970.525

Di Indonesia terdapat beberapa daerah sentra produksi manggis, seperti
Tapanuli Selatan, Limapuluh Kota, Sawah Lunto, Pasaman, Kampar, Kerinci,
Merangin, Sorolangun, Lebong, Tanggamus, Purwakarta, Subang, Bogor,
Tasikmalaya, Sukabumi, Porworejo, Trenggalek, Blitar, Banyuwangi, dan
Lombok Barat. Musim panen/panen raya manggis di Indonesia berlangsung pada
bulan Januari, Februari, Maret.
Salah satu sentra produksi manggis terbesar di indonesia berada di
Provinsi Jawa Barat. Tercatat kontribusi produksi manggis di Provinsi Jawa Barat
terhadap produksi manggis nasional adalah sebesar 38 persen. Sebagian besar
produksi mangis berasal dari Kabupaten Purwakarta, Subang, Bogor, dan
Tasikmalaya. Kontribusi produksi manggis dari empat kabupaten tersebut
terhadap Provinsi Jawa Barat sebesar 90 persen, dan terhadap nasional sebesar 29
persen. Salah satu sentra produksi manggis di Jawa Barat adalah Bogor yang

3
memberikan kontribusi sebesar 13 persen untuk provinsi Jawa Barat dengan
jumlah produksi sebesar 3.766 ton pada tahun 2010. Bogor menempati urutan
kedua terbesar dalam memproduksi buah manggis setelah tasikmalaya. Hal ini
dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3 Produksi Manggis Di Provinsi Jawab Barat (Ton) Tahun 2010
No
1
2
3
4
5
6

Kabupaten
Tasikmalaya
Bogor
Subang
Purwakarta
Sukabumi
Lainnya
TOTAL

Produksi (Ton)
13.487
3.766
3.458
321
1.707
2.355
27.983

Kontribusi (%)
48,20
13,46
12,36
11,47
6,10
8,42
100,00

Bogor yang merupakan salah satu penghasil buah manggis yang terbesar
di Provinsi Jawa Barat, didukung dengan luas lahan pertanian yang dimiliki oleh
bogor. Luas lahan pertanian di bogor menempati urutan kelima terbesar di
Provinsi Jawa Barat yaitu dengan luas lahan bukan sawah seluas 124.039 Ha dan
luas lahan sawah sebesar 48.484 yang ditunjukan pada tabel 4. Dengan luas lahan
yang dimiliki bogor maka hal tersebut semakin mendukung untuk menjadikan
bogor menjadi sentra produksi manggis.
Tabel 4 Luas Lahan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat (Ha) Tahun
2010
No

Kabupaten

1
2
3
4
5
6
7

Sukabumi
Cianjur
Garut
Tasikmalaya
Bogor
Ciamis
Lainnya
TOTAL

Luas Lahan Pertanian
Luas Lahan
Luas Lahan
Bukan Sawah
Sawah (Ha)
(Ha)

Luas Lahan
Bukan Pertanian
(Ha)

Jumlah Luas Lahan
Per Kabupaten (Ha)

64.077
6.554
5.027
49.556
48.484
51.853
926.944

232.023
173.218
153.594
170.489
124.039
118.269
1.501.553

113.282
111.39
102.655
51.207
97.024
74.357
1.022.362

409.382
350.148
306.519
271.252
269.547
244.479
3.450.859

1.256.724

2.473.185

1.572.277

5.302.186

Kabupaten bogor sendiri memiliki beberapa sentra produksi manggis dan
salah satunya adalah Kecamatan Leuwiliang. Pada tahun 2010, kecamatan
Leuwiliang memproduksi 20.220 kuintal yang terbagi di beberapa desa. Salah satu
desa yang menghasilkan buah manggis adalah Desa Karacak dimana desa ini
memproduksi buah Manggis tertinggi di Kecamatan Leuwiliang dengan 6.425
kuintal pada tahun 2010 dengan kontribusi 31,78 persen. Dengan kemampuan
desa karacak menghasilkan produksi manggis tertinggi di kecamatan leuwiliang,
hal ini mendorong penulis untuk melakukan penelitian di desa karacak, kecamatan
leuwiliang, kabupaten bogor. Produksi manggis di kecamatan leuwiliang,
kabupaten bogor dapat dilihat pada tabel 5.

4
Tabel 5 Produksi Manggis di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor Tahun
2010
No
1
2
3
4
5

Desa
Karacak
Barangkok
Pabangbon
Cibeber II
Karysari
TOTAL

Produksi (Kuintal)

Kontribusi (%)

6.425

31,78

5.365
421
31
112

26,53
20,82
15,33
5,54

575.79

100,00

Desa karacak yang merupakan desa berkontribusi tertinggi dalam
memproduksi buah manggis di kecamatan leuwiliang pada tahun 2010 memiliki
banyak petani manggis. Bahkan, setiap rumah tangga di desa karacak memiliki
pohon manggis walaupun hanya lima sampai enam pohon saja. Desa karacak
sendiri letak geografisnya cukup jauh dari kota dan transportasi umum menuju
desa karacak juga terbilang minim. Hal ini mengakibatkan petani manggis yang
memiliki luas lahan dan pohon manggis yang cukup banyak menjual buah
manggisnya kepada para tengkulak.
Keterbatasan pasar dan informasi harga yang kurang transparan menjadikan
petani harus menjual buah manggis kepada para tengkulak. Buah manggis yang
dijual kepada tengkulak ada dua cara yang biasa dilakukan di desa ini, yaitu petani
menjual setelah panen dimana tengkulak tidak melakukan sortiran sehingga
mengakibatkan petani kurang mengetahui bahwa buah manggis yang akan
dipasarkan tersebut memiliki grade masing-masing seperti grade super (super I,
super II, super III) dan second grade (barang sisa), dan masing-masing grade
memiliki harga yang berbeda. Cara yang kedua, tengkulak melakukan sistem
tebas yang artinya, petani menjual buah manggisnya sebelum masa panen tiba.
Ketika pohon manggis masih berbunga atau belum berbunga, petani sudah
melakukan negoisasi dengan tengkulak dan menaksir berapa harga buah manggis
yang akan diproduksi oleh masing-masing pohon. Setelah negosasi menjalin
kesepakatan, petani tidak memiliki hak lagi kepada buah yang akan dipanen oleh
pohon manggis yang dimiliki oleh petani tersebut.
Berbeda halnya ketika petani menjual langsung buah manggisnya kepada
sebuah perusahaan khususnya eksportir karena buah manggis memiliki pasar yang
berpotensi lebih besar diluar negeri. Untuk melakukan pemasaran buah manggis
sebuah perusahaan, biasanya dilakukan melalui sebuah program kerjasama yang
dinamakan kemitraan. Kemitraan merupakan bentuk kerjasaama yang bertujuan
untuk memerbikan keuntungan bagi kedua belah pihak yang bermitra. Sebuah
perusahaan khususnya eksportir juga melakukan sortasi untuk masing-masing
kualitas buah manggis dan transparansi harga lebih terbuka.
Di desa karacak sendiri terdapat sebuah koperasi yang merupakan wadah
bagi petani manggis untuk saling berbagi informasi. Berdirinya koperasi ini
bertujuan agak petani dapat saling membantu didalam memilihara dan menjual
buah manggis yang dimiliki petani. Koperasi ini bernama Koperasi Bina Usaha
Al-Ihsan. Keberadaan KBU Al-Ihsan ini memudahkan petani untuk memasarkan
buah manggis yang dari para petani. Pada tahun 2007, KBU Al-Ihsan telah

5
menjalin kemitraan dengan sebuah perusahaan eksportir bernama PT. Agung
Mustika Selaras.
Kemitraan ini diharapkan dapat mengatasi setiap kendala yang dihadapi
oleh petani seperti jaminan pasar dan transparansi harga buah manggis, sehingga
kemitraan ini dapat memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak yang
bermitra. Petani sebagai produsen dapat mengatasi masalah-masalah yang terjadi
di lapangan dan perusahaan dapat menampung hasil yang diperoleh petani.
Perusahaan sebagai mitra melalui KBU Al-Ihsan mengharapkan petani dapat
memenuhi kebutuhan pasokan manggis PT Agung Mustika Selaras.
Kemitraan antara petani dan perusahaan besar seperti Eksportir merupakan
salah satu strategi dalam pengembangan kegiatan bisnis. Program kemitraan telah
menjadi program dari setiap perusahaan terkhusus perusahaan agribisnis
disamping telah menjadi program pokok pemerintah dalam pengembangan
agribisnis. Kemitraan seharusnya dapat meningkatkan pendapatan petani dengan
setiap potensi dan tantangan dalam menerapkan pola kemitraan sebagai suatu
inovasi dalam meningkatkan kesejahteraan petani maka perlu dilakukan analisis
pengaruh kemitraan terhadap pendapatan petani manggis dengan PT. Agung
Mustika Selaras di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor.
Perumusan Masalah
Kemitraan pada komodti manggis semakin banyak yang melakukannya. Hal
ini dikarenakan buah manggis merupakan komoditi unggulan nasional dimana
kualitas buah manggis Indonesia disukai oleh konsumen luar negeri dan hal ini
menjadikan perusahaan semakin banyak melakukan kemitraan dengan gabungan
kelomok tani atau koperasi buah manggis yang ada di Indonesia. Salah satu sentra
buah manggis berada di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor.
Koperasi Bina Usaha Al-Ihsan berada di Desa Karacak dan merupakan
wadah bagi para petani manggis. Koperasi ini berdiri pada tanggal 21 januari
2003, dimana terbentuknya koperasi ini dilatarbelakangi kegiatan produksi
manggis yang masih minim sehingga menyebabkan kualitas buah yang dihasilkan
beragam. Hal ini terjadi karena petani tidak memiliki pengetahuan yang baik
terhadap sasaran dari produk manggis yang mereka hasilkan, selain itu dalam
sistem pemasarannya diserahkan kepada para tengkulak yang melakukan sistem
tebas, harga jual beli manggis yang kurang terbuka, dan lemahnya posisi tawar
petani.
Keberadaan KBU Al-Ihsan memberikan perubahan dalam pemeliharan dan
sistem pemasaran buah manggis di Desa Karacak. Keberadaan KBU Al-Ihsan
juga pada akhirnya mampu memperpendek jalur rantai pasokan manggis dengan
cara menjalin kerjasama langsung dengan pihak eksportir. Sistem yang dilakukan
KBU Al-Ihsan sangat transparan dalam penentuan harga buah manggis sehingga
tidak terjadi kecurangan dalam penentuan harga buah manggis.
Koperasi Bina Usaha Al-Ihsan yang berlokasi di Desa Karacak telah
melakukan pertemuan di Kabupaten Bogor untuk membahas secara lebih spesifik
dengan PT Agung Mustika Selaras yang dihadiri oleh 50 orang dari Koperasi Bina
Usaha Al-Ihsan. Koperasi Bina Usaha Al-Ihsan menjadi supplier mitra dengan
eksportir dan mewakili Kabupaten Bogor dalam penandatangan kerjasama yang

6
dirumuskan kedalam suatu MOU (Memorandum Of Understanding) antara para
pelaku buah manggis dengan PT. Agung Mustika Selaras (AMS) yang diikuti dari
12 provinsi dengan 39 kontributor. Kemitraan ini memberikan jaminan pasar dan
harga yang lebih tinggi bagi para petani karena sebelumnya para petani hanya
memberikan hasil buah manggis kepada para tengkulak karena letak geografis
Desa Karacak yang jauh dari pasar dimana jalan utama penghubung LeuwiliangCibungbulang-Dramaga-Kota Bogor, orang harus menempuh 5-7 kilometer jika
hendak ke Desa Karacak disamping transportasi umum menuju Desa Karacak
juga terbilang minim, sedangkan pihak eksportir mendapatkan kepastian pasokan
produk sesuai dengan kualitas yang sebelumnya disepakati.
Petani manggis mitra di Desa Karacak melalui KBU Al-Ihsan dan PT.
Agung Mustika Selaras memiliki kekuatan dan kelemahan yang jika digabungkan
maka akan saling menguatkan sehingga kesejahteraan petani manggis menjadi
lebih baik melalui peningkatan pendapatan petani. PT. Agung Mustika Selaras
juga akan mendapatkan pasokan buah manggis sesuai dengan kualitas dan
kuantitas yang dibutuhkan.
Dari pemaparan tersebut maka permasalahan yang akan dikaji dalam
penelitian ini yaitu :
1. Bagaimana mekanisme proses kemitraan antara PT. Agung Mustika Selaras
dengan petani manggis di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten
Bogor?
2. Bagaimana pengaruh kemitraan terhadap pendapatan petani manggis di Desa
Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas maka penelitian ini memiliki tujuan
sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan mekanisme pelaksanaan kemitraan antara PT. Agung
Mustika Selaras dengan petani manggis di Desa Karacak, Kecamatan
Leuwiliang, Kabupaten Bogor.
2. Menganalisis pengaruh kemitraan terhadap pendapatan petani manggis di Desa
Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat member manfaat berupa :
1. Bagi Petani
Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada petani manggis di Desa
Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor mengenai pengaruh
kemitraan yang dilakukan terhadap pendapatan petani agar menjadi bahan
pertimbangan keberlanjutan pelaksanaan kemitraan.
2. Bagi perusahaan
Penelitian ini sebagai masukan bagi perusahaan dalam pelaksanaan yang dapat
diterapkan dalam menjalin kerjasama yang saling menguntungkan dengan
petani manggis.
3. Bagi Penulis

7
Kegiatan penelitian ini menjadi proses pembelajaran yang baik untuk
meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan dan wawasan dalam hal
kemitraan yang terjadi dan terjalin antara perusahaan dengan petani.
4. Bagi Masyarakat Umum
Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi sumber informasi untuk
mengetahui bagaimana kemitraan yang terjalin antara perusahaan dengan
petani.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian mencakup tentang analisis pengaruh kemitraan
terhadap pendapatan petani manggis di Desa Karacak, dimana analisis ini
dilakukan dengan membandingkan tingkat pendapatan petani yang menjalin
kemitraan dan petani yang tidak menjalin kemitraan(menjual kepada tengkulak),
sesuai dengan fakta di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor.

TINJAUAN PUSTAKA
Kemitraan
Kemitraan merupakan salah satu solusi dalam mengatasi permasalahan yang
terjadi di Indonesia. Definisi kemitraan menurut Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 44 Tahun 1997 yaitu kerjasama usaha antara Usaha Kecil
dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar dengan memperhatikan prinsip saling
memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Dengan kemitraan
diharapkan terjadi transfer informasi, modal, dan sumberdaya lainnya dari pihak
satu ke pihak yang lainnya.
Pola Kemitraan
Perusahaan-perusahaan di Indonesia membutuhkan pola dan bentuk
kemitraan yang bervariasi yang disesuaikan dengan kebutuhan dari masingmasing perusahaan. Pola kemitraan yang terjalin antara petani semangka di
Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah dengan CV Bimandiri adalah jenis kontrak
kerja, dimana perusahaan menerapkan harga flat atau harga datar (Damayanti
2009). Kemitraan yang berlangsung antara kedua belah pihak tidak dalam bentuk
pemberian modal melainkan hanya pemberian bantuan suplai bibit semangka serta
pembinaan petani dalam budidaya, pengendalian hama serta menjamin pasar dari
semangka Baby Black yang dihasilkan petani oleh CV Bimandiri. Hak dan
kewajiban petani mitra telah dirumuskan dalam memo kesepakatan dimana hak
petani mitra adalah mendapatkan harga jual sesuai dengan yang disepakati serta
medapatkan bimbingan dan pengarahan dari perusahaan sedangkan kewajiban
petani mitra adalah menanam semangka sesuai dengan jumlah dan kriteria yang
ditetapkan perusahaan.
Sedangkan pola kemitraan yang dilakukan oleh Agropurna Mitra Mandiri
dengan petani kentang mitra menggunakan pola Kemitraan Inti Plasma karena
perusahaan inti yaitu Agropurna Mitra Mandiri menyediakan sarana produksi,
bimbingan teknis, manejemen, menampung, dan memasarkan hasil produksi

8
dimana petani mitra memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan perusahaan
dengan produk yang mempunyai daya kompetetif dan nilai jual tinggi ( Stiandy
2011).
Pola kemitraan lainnya yang terjalin adalah kemitraan antara peternak ayam
broiler dengan PT X di Yogyakarta merupakan pola kemitraan inti plasma dimana
pihak peternak plasma tidak diperbolehkan menjual hasil panen atau memasok
sarana produksi ternak dari pihak selain PT X (Lestari 2009). Kontrak kemitraan
PT X dengan peternak plasma ayam broiler terdiri dari kontrak perjanjian
kerjasama, kontrak harga sapronak dan kontrak harga panen.
Sedangkan pola kemitraan yang dilakukan antara PT Sierad Produce dengan
peternak mitra merupakan pola kemitraan Kerjasama Operasional
Agribisnis(KOA) (Deshinta 2006). Kerjasama kemitraan yang dilakukan PT
Sierad Produce dengan petani mitra diatur dalam surat kesepakatan yang harus
dipatuhi dan dilaksanakan oleh kedua belah pihak. Apabila dalam kesepakatan
antar PT Sierad Produce dengan petani mitra terjadi perselisihan maka akan
ditempuh dengan jalan musyawarah. Dan apabila peternak menimbulkan kerugian,
maka akan dikenakan sanksi yang sesuai dengan kesepakan
Manfaat dan Kendala Dalam Kemitraan
Di dalam pelaksanaan kemitraan yang terjalin antar kedua belah pihak,
kemitraan memberikan manfaat bagi perusahaan mitra maupun petani mitra. Salah
satu bentuk kemitraan yang memberikan manfaat adalah kemitraan yang terjalin
antara perusahaan CV Bimandiri dengan petani semangka di Kebumen
(Damayanti 2009), manfaat yang diperoleh CV Bimandiri adalah ketersediaan
produk yang sesuai dengan kriteria yang diterapkan secara kontinue sehingga
kebutuhan pasar terpenuhi.
Perusahaan juga dapat menyediakan produk yang berkualitas dan kontinue
sehingga perusahaan mendapatkan nilai lebih dari pelanggan yang menjadikan
permintaan dari pelanggan terus meningkat. Petani mitra sendiri mendapatkan
manfaat seperti adanya jaminan pasar yang pasti, bimbingan teknis oleh tim
penyuluh dari CV Bimandiri mengenai cara bercocok tanam semangka yang baik,
informasi terkait pertanian sehingga patani memiliki wawasan dan dapat
menghasilkan produk yang baik dan berkualitas. Kemitraan yang terjalin ini juga
memiliki kendala seperti kegagalan panen akibat kondisi cuaca yang tidak
menentu, serta keterbatasan bentuk modal serta munculnya pesaing baru
semangka Baby Black.
Manfaat kemitraan juga dirasakan oleh petani kacang tanah di Desa
Palarang, Kecamatan Jangkar, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur yang
bekerjasama dengan PT. Garudafood, yaitu adanya jaminan pasar, kepastian harga,
meningkatkan pendapatan petani, dan menambah pengetahuan mengenai
budidaya kacang tanah sedangkan manfaat yang diperoleh perusahaan adalah data
memenuhi kebutuhan bahan baku (Aryani 2009). Kendala yang dihadapi dalam
pelakasanaan kemitraan diantaranya adalah penggunaan pupuk yang tidak sesuai
anjuran, masih adanya petani mitra yang menjual hasil produksinya ke perusahaan
lain, serta PT. Garudafood yang juga membeli kacang tanah dari petani non mitra
dengan harga yang sama dari petani mitra.
Manfaat kemitraan juga dirasakan oleh petani tebu di Kecamatan Trangkil,
Pati, Jawa Tengah yang melakukan kemitraan dengan Pabrik Gula milik PT.

9
Kebon Agung dengan mendapatkan kredit ketahanan pangan (KKP) dan
menerima pupuk bersubsidi. Petani tebu responden yang diteliti oleh
Najmidinrohman (2010), memanfaatkan fasilitas kredit sebanyak 81,8 persen,
sisanya tidak mengambil kredit karena tidak ingin menanggung hutang. Pengajuan
kredit Pabrik Gula berperan sebagai penanggung jawab risiko kegagalan
pengembalian kredit. Petani pun mendapatkan kredit akselerasi dari Dinas
Perkebunan yang dikhususkan bagi penanaman tebu baru.
Petani kentang di Desa Kertawangi Kecamatan Cisarua dan Cibodas
Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat juga merasakan manfaat dari
kemitraan yang dijalin dengan Agropurna Mitra Mandiri dengan mengalami
peningkatan dan jaminan pasar, penguasaan terhadap kemampuan memanfaatkan
kredit, dan tersedianya lapangan kerja (Stiandy, 2011). Pelaksaan kemitraan yang
dijalankan Agropurna Mitra Mandiri dan petani mitra mengalami beberapa
kendala sehingga menyebabkan kerugian bagi kedua belah pihak seperti kualitas
bibit yang rendah diperoleh petani mitra sehingga mengakibatkan produktivitas
bibit menurun dan mudah terserang penyakit. Harga jual yang ditawarkan pasar
tradisional cukup tinggi sehingga perusahaan sulit untuk menentukan kesepakatan
harga dan perbedaan harga kentang dapat member peluang bagi petani mitra untuk
menjual kentangnya ke pasar tradisional.
Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Petani
Penelitian terdahulu mengenai pengaruh kemitraan terhadap pendapatan
petani telah beberapa kali dilaksanakan yang bertujuan untuk mengetahui
pengaruh dari kemitraan itu sendiri terhadap pendapatan petani mitra dengan
petani non mitra (mandiri). Penelitian terdahulu mengenai perbandingan tingkat
pendapata antara petani mitra dengan petani non mitra telah dilakukan oleh
Najmudinrohman (2010), Aryani (2009), Astria (2011), dan Stiandy (2011).
Petani tebu di Kecamatan Trangkil Pati Jawa Tengah yang melakukan
kemitraan dengan Pabrik Gula , pendapatan atas biaya tunai dan biaya totalnya
lebih besar dibandingkan petani non mitra (Najmudinrohman 2010). Hal ini
disebabkan karena produksi tebu petani mitra lebih tinggi. Harga tidak
berpengaruh karena harga jual petani mitra dan non mitra tidak dibedakan oleh
pabrik gula. R/C atas biaya total petani mitra lebih tinggi disebabkan biaya petani
mitra lebih renda, baik biaya tunai maupun biaya yang diperhitungkan. Hal ini
karena pengalokasian input produksi lebih efisien, misalnya petani mitra memliki
tenaga kerja tetap, memiliki kemudahan akses terhadap pupuk bersubsidi,
sehingga biaya pupuk menjadi efektif karena mampu melakukan pemupukan
sesuai rekomendasi dari pabrik gula.
Hal yang sama juga terjadi pada petani kacang tanah di Desa Paralang,
Kecamatan Jangkar, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur yang menjalin kemitraan
dengan PT. Garudafood (Aryani 2009). Berdasarkan hasil analisis pendapatan
usahatani yang dilakukan Aryani (2009), petani mitra memperoleh pendapatan
usahatani lebih besar dari pada non mitra, baik untuk pendapatan atas biaya tunai
maupun pendapatan atas biaya total. Hasil R/C rasio pun jauh lebih besar petani
mitra. R/C rasiio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total petani mitra yaitu
2,77 dna 1,47. Sedangkan hasil perhitungan R/C rasio atas biaya tunai dan R/C
rasio total petani mitra adalah 1,92 dan 0,96.

10
Pada kenyataanya tidak semua petani yang menjalin kemitraan memiliki
pendapatan yang lebih besar dibandingkan petani non mitra. Petani mitra kentang
di Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua dan Desa Cibodas Kecamatan Lembang,
Kabupaten Bandung Barat memperoleh pendapatan yang lebih kecil dibandingkan
petani non mitra dengan besarnya R/C rasio petani mitra atas biaya tunai dan R/C
rasio atas biaya total adalah 0,51 dan 0,48. Hasil R/C rasio petani non mitra jauh
lebih besar dibandingkan petani mitra dengan besarnya R/C rasio petani mitra atas
biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total adalah 1,73 dan 1,5.
Hal ini dapat terjadi karena kendala yang dialami selama menjalin kemitraan
mulai dari bibit yang kurang baik, pergantian manejemen yang berbeda dengan
sebelumnya, dan jadwal kegiatan usaha tidak tepat waktu yang menyebabkan
kerugian petani mitra. Astria (2011) juga melakukan analisis kemitraan antara
petani tebu denga pabrik gula Karangsuwung. Usahatani tebu yang dilakukan
petani mitra mengalami keuntungan bila dilihat dari hasil analisis R/C rasio atas
biaya tunai petani mitra sebesar 1,52. Tetapi berdasarkan hasil analisis R/C atas
biaya total dapat disimpulkan bahwa kemitraan yang diikuti petani mengalami
kerugian.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga bagian,
yaitu konsep kemitraan, pola kemitraan agrbisnis, dan pengaruh kemitraan
terhadap pendapatan petani.
Konsep Kemitraan
Konsep formal kemitraan telah tercantum dalam Undang-undang nomor 9
tahun 1995 yang berbunyi, “kerjasama anatar usaha kecil dengan usaha menengah
atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan yang
berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan
prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan”.
Konsep tersebut diperjelas dengan definisi kemitraan pada Peraturan
Pemerintah nomor 44 tahun 1997 yang menerangkan bahwa bentuk kemitraan
yang ideal adalah yang saling memperkuat, saling menguntungkan, dan saling
menghidupi. Tujuan kemitraan adalah untuk meningkatkan pendapatan,
kesinambungan usaha, meningkatkan kualitas sumber daya kelompok mitra,
peningkatan skala usaha, serta menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan
usaha kelompok usaha mandiri.
Pola Kemitraan Agribisnis
Dalam sistem agribisnis di Indonesia, terdapat lima bentuk kemitraan yang
terjadi diantara petani dengan pengusaha besar seperti Pola Kemitraan Inti Plasma,
Pola Kemitraan Subkontrak, Pola Kemitraan Dagang Umum, Pola Kemitraan
Keagenan, dan Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis (Sumardjo et
al,2004).

11
Pola Kemitraan Inti Plasma
Pola ini merupakan hubungan antar petani, kelompk tani, atau kelompok
mitra sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra usaha. Perusahaan inti
menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manejemen, menampung
dan mengolah serta memasarkan hasil-hasil produksi. Sementara itu, kelompok
mitra bertugas memenuhi kebutuhan perusahaan inti sesuai dengan persyaratan
yang telah disepakati. Untuk lebih jelas pola kemitraan inti plasma dapat dilihat
pada gambar 1.

Gambar 1 Pola Kemitraan Inti Plasma
Keunggulan dari pola kemitraan ini yaitu tercipta saling ketergantungan dan
saling memperoleh keuntungan, tercipta peningkatan usaha, dan dapat mendorong
perkembangan ekonomi. Sedangkan kelemahan dari pola ini yaitu pihak plasma
masih kurang memahami hak dan kewajibannya, komitmen perusahaan inti masih
lemah dalam memenuhi fungsi dan kewajibannya sesuai dengan kesepakatan yang
diharapkan oleh plasma, dan belum ada kontrak kemitraan yang menjamin hak
dan kewajiban komoditas plasma sehingga terkadang perusahaan inti
mempermainkan harga komoditas plasma.
Pola Kemitraan Subkontrak
Pola subkontrak merupakan pola kemitraan antara perusahaan mitra usaha
dengan kelompok mitra usaha yang memproduksi komponen yang diperlukan
perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. Keunggulan dari pola ini
adalah adanya kesepakatan tentang kontrak bersama yang mencangkup volume,
harga, mutu, dan waktu. Dalam banyak kasus, pola subkontrak sangat bermanfaat
juga kondusif bagi terciptanya alih teknologi, modal, keterampilan, dan
produktivitas, serta terjaminnya pemasaran produk pada kelompok mitra.
Hubungan kemitraan pola subkontrak tersaji pada Gambar 2.

12

Gambar 2. Pola Kemitraan Subkontrak
Sedangkan kelemahan pada pola ini antara lain:
1. Hubungan subkontrak yang terjalin semakin lama cenderung mengisolasi
produsen kecil dan menengah mengarah ke monopoli atau monopsoni,
terutama pada penyediaan bahan baku serta dalam hal pemasaran.
2. Berkurangnya nilai-nilai kemitraan antara kedua belah pihak. Perasaan saling
menguntungkan, saling memperkuat, dan saling menghidupi berubah menjadi
penekanan terhadap harga input yang tinggi atau pembelian produk dengan
harga rendah.
3. Kontrol kualitas produk ketat, tetapi tidak diimbangi dengan sistem
pembayaran yang tepat. Dalam kondisi ini, pembayaran produk perusahaan
inti sering terlambat bahkan cenderung dilakukan secara konsinyasi.
Pola Kemitraan Dagang Umum
Pola kemitraan dagang umum merupakan hubungan usaha dalam pemasaran
hasil produksi. Pihak yang terlibat dalam pola ini adalah pihak pemasaran dengan
kelompok usaha pemasok komoditas yang diperlukan oleh pihak pemasaran
tersebut. Dalam kegiatan agribisnis, khususnya hortikultura, pola ini telah
dilakukan. Beberapa petani atau kelompok tani hortikultura bergabung dalam
bentuk koperasi atau badan usaha lainnya kemudian bermitra dengan toko
swalayan atau mitra usaha lainnya. Koperasi tani tersebut bertugas memenuhi
kebutuhan toko swalayan sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati
bersama. Pola hubungan ini dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Pola Kemitraan Dagang Umum
Keunggulan dari pola ini yaitu kelompok mitra atau koperasi tani berperan
sebagai pemasok kebutuhan yang diperlukan perusahaan mitra dan perusahaan
mitra memasarkan produk kelompok mitra ke konsumen. Kondisi tersebut
menguntungkan pihak kelompok mitra karena tidak perlu bersusah payah
memasarkan hasil produknya sampai ke tangan konsumen. Keuntungan dalam
pola kemitraan ini berasal dari margin harga dan jaminan harga produk yang
diperjual-belikan, serta kualitas produk sesuai dengan kesepakatan pihak yang
bermitra.

13
Sedangkan kelemahan yang ditemukan dalam implementasi pola kemitraan
dagang ini antara lain :
1. Dalam praktiknya, harga dan volume produknya sering ditentukan secara
sepihak oleh perusahaan mitra sehingga merugikan pihak kelompok mitra.
2. Sistem perdagangan sering ditemukan berubah menjadi bentuk konsinyasi.
Dalam sistem ini, pembayaran barang-barang pada kelompok mitra tertunda
sehingga beban modal pemasaran produk harus ditanggung oleh kelompok
mitra. Kondisi seperti ini sangat merugikan perputaran uang pada kelompok
mitra yang memiliki keterbatasan modal.
Pola Kemitraan Keagenan
Pola kemitraan keagenan merupakan bentuk kemitraan yang terdiri dari
pihak perusahaan mitra dan kelompok mitra atau perusahaan kecil mitra. Pihak
perusahaan mitra (perusahaan besar) memberikan hak khusus kepada kelompok
mitra untuk memasarkan barang atau jasa perusahaan yang dipasok oleh
perusahaan besar mitra. Perusahaan besar atau menengah bertanggung jawab atas
mutu dan volume produk (barang atau jasa), sedangkan usaha kecil mitranya
berkewajiban memasarkan produk atau jasa. Diantara pihak-pihak yang bermitra
terdapat kesepakatan tentang target-target yang harus dicapai dan besarnya fee
atau komisi yang diterima oleh pihak yang memasarkan produk. Untuk lebih
memahami pola ini, dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Pola Kemitraan Keagenan
Keunggulan pola ini yaitu memungkinkan dilaksanakan oleh para perusaha
kecil yang kurang kuat modalnya karena biasanya menggunakan sistem mirip
konsinyasi. Kelemahan pola ini adalah usaha mitra menetapkan harga produk
secara sepihak sehingga harganya menjadi tinggi di tingkat konsumen dan sering
memasarkan produk dari dari beberapa mitra usaha saja sehingga kurang mampu
membaca segmen pasar dan tidak memenuhi target.
Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA)
Pola kemitraan KOA merupakan pola hubungan bisnis yang dijalankan oleh
kelompok mitra dan perusahaan mitra. Kelompok mitra menyediakan lahan,
sarana, dan tenaga kerja, sedangkan pihak perusahaan mitra menyediakan biaya,
modal, manajemen, dan pengadaan sarana produksi untuk mengusahakan atau
membudidayakan suatu komoditas pertanian. Disamping itu, perusahaan mitra
juga sering berperan sebagai penjamin pasar produk dengan meningkatkan nilai
tambah produk melalui pengolahan dan pengemasan. KOA telah dilakukan pada
usaha perkebunan, seperti perkebunan tebu, tembakau, sayuran, dan usaha

14
perikanan tambak. Dalam pelaksanaannya, KOA terdapat kesepakatan tentang
pembagian hasil dan risiko dalam usaha komoditas pertanian yang dimitrakan.
Pola kemitraan ini dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA)
Keunggulan pola KOA ini sama dengan keunggulan sistem inti plasma. Pola
KOA paling banyak ditemukan pada masyarakat pedesaan, antara usaha kecil di
desa dengan usaha rumah tangga dalam bentuk sistem bagi hasil. Pola ini
memiliki kelemahan pada pelaksanaannya, antara lain :
1. Pengambilan untung oleh perusahaan mitra yang menangani aspek pemasaran
dan pengolahan produk terlalu besar sehingga dirasakan kurang adil bagi
kelompok usaha kecil mitranya.
2. Perusahaan mitra cenderung monopsoni sehingga memperkecil keuntungan
yang diperoleh pengusaha kecil mitranya.
3. Belum ada pihak ketiga yang berperan efektif dalam memecahkan
permasalahan diatas.
Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Petani
Kemitraan merupakan bentuk kerja sama yang saling memperkuat, saling
menguntungkan, saling menghidupi, dan bertujuan untuk meningkatkan
pendapatan, kesinambungan usaha, meningkatkan kualitas sumber daya kelompok
mitra, peningkatan skala usaha, serta menumbuhkan dan meningkatkan
kemampuan usaha (Sumardjo et al. 2004). Berkaitan dengan teori ini, kemitraan
antara petani manggis di desa karacak dengan PT Agung Mustika Selaras (AMS),
seharusnya mempunyai pengaruh yang positif terhadap pendapatan petani
manggis. Pengaruh positif atau manfaat kemitraan menurut Hafsah (2000)
meliputi empat hal yaitu produktivitas, efisiensi, risiko, serta jaminan kualitas,
kuantitas, dan kontinuitas.
1. Produktivitas
Dengan bermitra produktivitas akan meningkat apabila dengan input yang sama
dapat diperoleh hasil yang lebih tinggi atau sebaliknya dengan tingkat hasil yang
sama hanya membutuhkan input yang lebih rendah.
2. Efisiensi
Penerapan dalam kemitraan, efisiensi terjadi pada input misalnya tenaga kerja
artinya,perusahaan besar dapat menghemat tenaga dalam mencapai target tertentu
dengan menggunakan tenaga kerja yang dimiliki oleh perusahaan yang kecil.
Sebaliknya perusahaan yang kecil, yang umumnya relatif lemah dalam hal
kemampuan teknologi dan sarana produksi, dengan bermitra akan dapat
menghemat waktu produksi melalui teknologi dan sarana produksi yang dimiliki
perusahaan besar.

15
3. Risiko
Dengan kemitraan diharapkan risiko yang besar dapat ditanggung bersama (risk
sharing) dimana tentunya pihak-pihak yang bermitra akan menanggung risiko
proposional sesuai dengan besarnya modal dan keuntungan yang akan diperoleh.
Jaminan Kualitas, Kuantitas, dan Kontinuitas.
4. Jaminan Kualitas, Kuantitas, dan Kontinuitas
Produk akhir dari suatu kemitraan ditentukan oleh dapat tidaknya diterima di
pasar dimana indikator diterimanya suatu produk oleh konsumen adalah adanya
kesesuaian mutu yang diinginkan konsumen. Perusahaan besar memerlukan
barang atau bahan baku dengan kualitas dan jumlah tertentu secara kontinu dan
perusahaan kecil/petani dapat meningkatkan pendapatannya karena adanya
jaminan penyerapan hasil produksi oleh pasar sepanjang memenuhi standar mutu
yang telah disepakati.
Menurut Hernanto (1996), pendapatan adalah balas jasa dari kerjasama
faktor-faktor produksi lahan, tenaga kerja, modal, dan pengelolahan. Pendapatan
usahatani adalah selisih antara penerimaan dan pengeluaran (semua biaya).
Pendapatan usahatani ini dibedakan menjadi tiga, yaitu total pendapatan usahatani,
total pendapatan tunai usahatani, dan pendapatan bersih. Total pendapatan adalah
total penerimaan dikurangi total biaya dan total pendapatan tunai adalah
penerimaan tunai. Sedangkan pendapatan bersih adalah total pendapatan tunai
dikurangi biaya penyusutan peralatan.
Penerimaan tunai merupakan penerimaan yang berasal dari penjualan hasil
produksi yang diterima petani secara langsung dalam bentuk uang tunai. Selain itu,
ada juga penerimaan yang diperhitungkan atau penerimaan non tunai yang
merupakan hasil produksi yang digunakan untuk dikonsumsi sendiri. Jumlah dari
penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan disebut total penerimaan.
Dengan membandingkan pendapatan petani manggis mitra dan petani non
mitra diduga pendapatan petani mitra lebih besar dibandingkan petani non mitra
karena adanya pengaruh kemitraan untuk meningkatkan pendapatan petani.
Kerangka Penelitian Operasional
Manggis (Garcinia Mangostana L.) merupakan komoditas buah indonesia
yang sering mendapatkan julukan sebagai “Queen of The Tropical Fruits”.
Manggis berasal dari hutan tropis yang teduh di kawasan Asia Tenggara. Di
indonesia terdapat beberapa sentra buah manggis dan salah satunya adalah
kabupaen Bogor. Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat
yang memiliki potensi pengembangan komoditas manggis cukup besar,
mengingat potensi pertanian Kabupaten Bogor yang cocok budidaya manggis.
Desa karacak yang terletak di kecamatan Leuwiliang merupakan penghasil
manggis terbesar di Kabupaten Bogor. Kualitas varietas manggis di desa kacarak
yang tergolong baik ini, tidak didukung jaminan pasar yang pasti karena letak
desa karacak ini cukup jauh dari pasar perkotaan. Kebanyakan petani menjual
manggisnya kepada para tengkulak dengan sistim Ijon, yang artinya tengkulak
telah membayar setiap pohon manggis yang menghasilkan buah kepada petani
sebelum masa panen tiba atau pada saat bunga bakal buah telah muncul di pohon
manggis. Terlepas berapapun jumlah buah yang akan dihasilkan setiap pohon,
petani hanya menyerahkan sepenuhnya kepada tengkulak kecil dan tengkulak

16
kecil akan menjual kepada tengkulak besar dan tengkulak besar menjualnya ke
pasar.
Dengan kondisi seperti ini, dimana rantai pemasaran yang terlalu panjang
karena petani melakukan usaha secara sendiri-sendiri sehingga harga jual manggis
di tingkat petani jauh lebih rendah dibandingkan harga jual manggis di
pasar/tingkat konsumen. Akibatnya, pendapatan petani menjadi rendah. Untuk
mengatasi hal tersebut dan memperpendek rantai pemasaran, petani manggis yang
tergabung didalam Koperasi Bina Usaha (KBU) Al-Ihsan yang berlokasi di Desa
Karacak, Kecamatan Leuwiliang, mulai mengembangkan pengelolaan kebun
petani secara usaha bersama, dimana KBU Al-Ihsan yang bertindak sebagai
pengumpul besar, bekerjasama dengan PT. Agung Mustika Selaras sebagai
eksportir.
Pada awal pembentukan kerjasama di tahun 2007, petani manggis yang
tergabung didalam KBU Al-Ihsan sangat antusias untuk menjalin kerjasama
dengan PT. Agung Mustika Selaras. Kualitas manggis yang dibutuhkan oleh PT.
Agung Mustika Selaras adalah kualitas super