Preferensi Predator Menochilus sexmaculatus Fabr. dan Micraspis lineata Thun. (Coleoptera: Coccinellidae) terhadap Kutukebul Bemisia tabaci Genn. (Hemiptera: Aleyrodidae) dan Kutudaun Myzus persicae Sulz. (Hemiptera: Aphididae)

(1)

(H

M

TERHAD

HEMIPTE

Myzus per

DEPA

IN

DAP KUT

ERA: ALE

TUKEBU

EYRODI

UL

Bemisi

IDAE) DA

ia tabaci

G

AN KUTU

Genn.

UDAUN

rsicae

Sulz. (HEMIIPTERA:: APHIDIIDAE)

KEISH

HA DISA P

PUTIRAM

MA

ARTEME

FAKU

NSTITUT

EN PROT

TEKSI TA

ANAMAN

N

ULTAS PE

ERTANIA

AN

T PERTA

ANIAN BO

OGOR

BOGO

OR


(2)

TERHADAP KUTUKEBUL

Bemisia tabaci

Genn.

(HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) DAN KUTUDAUN

Myzus persicae

Sulz. (HEMIPTERA: APHIDIDAE)

KEISHA DISA PUTIRAMA

A34080045

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(3)

dan Micraspis lineata Thun. (Coleoptera: Coccinellidae) terhadap Kutukebul

Bemisia tabaci Genn. (Hemiptera: Aleyrodidae) dan Kutudaun Myzus persicae

Sulz. (Hemiptera: Aphididae). Dibimbing oleh PURNAMA HIDAYAT.

Predator yang sering ditemukan menyerang B. tabaci dan M. persicae adalah M. sexmaculatus dan M. lineata. Informasi mengenai kemampuan pemangsaan dan preferensi predator M. sexmaculatus dan M. lineata terhadap kutukebul B. tabaci dan kutudaun M. persicae masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui preferensi predator terhadap jenis mangsa dan stadia mangsa. Pengujian preferensi terhadap stadia mangsa dilakukan dengan cara memasukkan 1 ekor serangga predator yang telah dipuasakan 14 jam ke dalam cawan petri yang telah diisi mangsa sebanyak 10, 20, dan 40 individu untuk setiap stadia. Stadia B. tabaci yang digunakan adalah nimfa instar I, nimfa instar II, nimfa instar III, dan nimfa instar IV (pupa). Sedangkan stadia M. persicae yang digunakan adalah nimfa instar II, instar III, instar IV, dan imago. Stadia predator yang digunakan adalah larva instar II, larva instar III, larva instar IV, serta imago betina. Pengamatan dilakukan dengan menghitung banyaknya jumlah mangsa yang dimakan oleh predator pada 1, 2, 4, dan 8 jam setelah perlakuan (JSP). Pengujian pemilihan mangsa dilakukan dengan cara yang sama dengan pengujian preferensi. Namun pada pengujian pemilihan mangsa, stadia B. tabaci yang digunakan hanya nimfa instar IV (pupa) serta stadia M. persicae imago. Hasil penelitian menunjukkan bahwa predator M. sexmaculatus dan M. lineata memiliki preferensi yang sama terhadap stadia mangsa yang diujikan. Kedua predator memiliki preferensi paling tinggi terhadap nimfa instar IV untuk mangsa B. tabaci dan stadia imago untuk mangsa M. persicae. Stadia predator yang menunjukkan pemangsaan paling tinggi adalah imago betina M. sexmaculatus yang mampu mengkonsumsi sebanyak 14 individu nimfa instar IV B. tabaci dan 30 individu imago M. persicae dalam 8 jam. Sedangkan larva instar IV predator M. lineata mampu memangsa 22 individu nimfa instar IV B. tabaci dan 19 individu imago M. persicae. M. sexmaculatus lebih menyukai M. persicae dibandingkan dengan B. tabaci, sebaliknya M. lineata menunjukkan preferensi terhadap B. tabaci dibanding M. persicae. Berdasarkan tiga taraf kerapatan mangsa (10, 20, dan 40 individu) yang tersedia, semakin tinggi kerapatan mangsa yang tersedia, pemangsaan oleh predator semakin meningkat.


(4)

Myzus persicae Sulz. (Hemiptera: Aphididae) Nama : Keisha Disa Putirama

NRP : A34080045

Disetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Purnama Hidayat, M.Sc. NIP. 19601218 198601 1 001

Diketahui,

Ketua Departemen Proteksi Tanaman

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si. NIP. 19650621 198910 2 001


(5)

Penulis dilahirkan pada tanggal 10 Juli 1991 di Belitung dari ibu Tenri Uleng Rivai dan ayah M. Risal Saswitho. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis bersekolah di SMAN 1 Tanjungpinang, kemudian pindah dan melanjutkan pendidikan menengah atas di SMAN 2 Dumai pada tahun 2006 hingga tamat di tahun 2008. Selama menjalani pendidikan menengah atas, penulis aktif dalam kegiatan kesiswaan dengan menjabat sebagai Sekretaris Umum OSIS SMAN 2 Dumai pada tahun 2006-2007 dan juga aktif menjadi kepala redaksi Majalah Dinding (mading) sekolah.

Tahun 2008, penulis diterima di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB melalui jalur Ujian Saringan Masuk IPB (USMI). Di tahun yang sama, penulis meraih peringkat 3 dalam Darmasiswa Chevron Riau (DCR). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan baik dalam organisasi maupun terlibat dalam kepanitiaan. Pada tahun pertama kuliah, penulis menjadi anggota aktif International Association of Students in Agricultural and Related Sciences (IAAS). Tahun 2009-2010, penulis aktif sebagai pengurus HIMASITA IPB divisi Public Relation. Selain kegiatan kemahasiswaan, penulis juga aktif mengikuti kegiatan ilmiah mahasiswa dengan menjadi ketua kelompok PKM yang didanai DIKTI pada tahun 2012. Penulis juga aktif dalam public speaking selama perkuliahan dengan menjadi Master of Ceremony dalam berbagai kegiatan tingkat departemen dan fakultas.


(6)

dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Preferensi Predator Menochilus sexmaculatus Fabr. dan Micraspis lineata Thun. (Coleoptera: Coccinellidae) terhadap Kutukebul Bemisia tabaci Genn. (Hemiptera: Aleyrodidae) dan Kutudaun Myzus persicae Sulz. (Hemiptera: Aphididae)” dengan baik.

Studi mengenai preferensi telah banyak dilakukan terhadap serangga yang bersifat fitofag. Namun untuk serangga-serangga predator, informasi mengenai preferensi pemangsaan masih sangat terbatas. Hasil dari tugas akhir ini diharapkan dapat menambahkan informasi dan dapat dimanfaatkan sebagai acuan untuk menentukan tindakan pengendalian yang lebih tepat dalam upaya pengendalian kutukebul B. tabaci maupun kutudaun M. persicae.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Punama Hidayat, M.Sc. atas bimbingan, kritik, dan masukan dalam proses penelitian dan penyusunan tugas akhir ini. Kepada dosen penguji tamu, Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin, M.Si., yang telah member banyak masukan serta kritik sehingga tugas akhir ini menjadi lebih baik, penulis ucapkan terima kasih. Terima kasih juga penulis sampaikan atas bantuan, kerjasama, dan dukungannya untuk Ibu Aisyah, Mba Atiek, Fiqi Syaripah, M. Karami, Vani, Ari, Ciptadi, Ka Bowo, Ka Basten, Teh Vani, Pak Bagus, dan semua keluarga besar Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, IPB. Kepada Annisa Puspandini dan Yuni Sarianti atas bantuannya penulis juga mengucapkan terima kasih.

Rasa terima kasih penulis sampaikan untuk teman-teman Proteksi Tanaman IPB Angkatan 45 (2008) khususnya untuk Sagita Phinantie, Rizky Irawan, Risa Sondari, Rizky Nazarreta, Rizkika Latania, Nia Trikusuma, Meirza Safitri, dan Siti Syarah untuk kebersamaan, dukungan moril, dan semangat yang dibagi bersama. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga Asy Syifa Lizza, Mba Dini, Jeanni, Ela, Fatma, Bunda, Mami, dan Mba Embhan atas kebersamaan dan semangat yang diberikan.

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibunda tercinta, Tenri Uleng Rivai atas nasehat, doa, dukungan, semangat, dan cintanya sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan dengan baik. Kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan selama berlangsungnya penulisan tugas akhir ini hingga selesai penulis ucapkan terima kasih. Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat.

Penulis, Desember 2012

Keisha Disa Putirama


(7)

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Predator dan Preferensi Predator ... 3

Biologi Predator M. sexmaculatus ... 4

Biologi Predator M. lineata ... 5

Biologi KutukebulB. tabaci ... 6

Biologi KutudaunM. persicae ... 8

BAHAN DAN METODE ... 10

Tempat danWaktu ... 10

Bahan danAlat ... 10

Metode Penelitian ... 10

Perbanyakan B. tabaci dan M. persicae ... 10

Perbanyakan M. sexmaculatus dan M. lineata ... 11

Uji preferensi predator terhadap stadia mangsa ... 12

Uji preferensi predator terhadap jenis mangsa ... 15

Analisis data ... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

Pengaruh stadia predator dan pemilihan terhadap jenis mangsa ... 18

Preferensi M. sexmaculatus danM. lineata terhadap stadia mangsa .. 22

Hubungan kerapatan mangsa dan dengan pemangsaan ... 27

KESIMPULAN ... 29

Kesimpulan ... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30


(8)

... 18 2.

3.

Halaman 1. Daya pemangsaan berbagai stadia predator M. sexmaculatus dan

M. lineata pada kerapatan 10 individu/jenis mangsa ... Daya pemangsaanberbagai stadia predator M. sexmaculatus dan

M. lineata pada kerapatan 20 individu/jenis mangsa ... 19 Dayapemangsaanberbagai stadia predator M. sexmaculatus dan


(9)

Halaman 1. Imago M. sexmaculatus ... 5 2. Imago M. lineata ...

angsa ... 16 11.

14.

15.

... 25 18.

5 3. Beberapa nimfa dan imago kutukebul B. tabaci ... 7 4. Koloni kutudaun M. persicae ... 9 5. Tanaman cabai dengan kurungan silindris untuk perbanyakan

kutukebul B. tabaci dan kutudaun M. persicae ... 11 6. Imago B. tabaci dan berbagai nimfa M. persicae ... 11 7. Imago betina M. sexmaculatus dan M. lineata... 12 8. Diagram perlakuan preferensiM. sexmaculatus terhadap berbagai

stadia mangsa ... 13 9. Diagram perlakuan preferensiM. lineata terhadap berbagai stadia

mangsa ... 14 10. Diagram perlakuan preferensi predator terhadap jenis m

Pengujian preferensi makan predator ... 17 12. Indeks preferensi (Li) predator M. sexmaculatus dan M. lineata

terhadap kutukebul B. tabaci pada kerapatan 10 individu/stadia

mangsa ... 23 13. Indeks preferensi (Li) predator M. sexmaculatus dan M. lineata

terhadap kutudaun M. persicae pada kerapatan 10 individu/stadia

mangsa ... 23 Indeks preferensi (Li) predator M. sexmaculatus dan M. lineata

terhadap kutukebul B. tabaci pada kerapatan 20 individu/stadia

mangsa ... 24 Indeks preferensi (Li) predator M. sexmaculatus dan M. lineata

terhadap kutudaun M. persicae pada kerapatan 20 individu/stadia

mangsa ... 24 16. Indeks preferensi (Li) predator M. sexmaculatusdanM. lineata

terhadap kutukebul B. tabaci pada kerapatan 40 individu/stadia

mangsa ... 25 17. Indeks preferensi (Li) predator M. sexmaculatus dan M. lineata

terhadap kutudaun M. persicae pada kerapatan 40 individu/stadia mangsa ...

Pemangsaan imago betina M. sexmaculatus dan M. lineata terhadap


(10)

n ... 35 2.

.... 37 4.

6. 7.

9.

M. persicae pada kera ... 43

10. Uji preferensi larva instar III M. sexmaculatus terhadap berbagai stadia

M. persicae pada kerapatan berbeda ... 44 11. Uji preferensi larva instar IV M. sexmaculatus terhadap berbagai stad

5 12.

8 15.

9

... 51 18.

Halama 1. Uji preferensi larva instar II M. sexmaculatus terhadap berbagai stadia

B. tabaci pada kerapatan berbeda ...

Uji preferensi larva instar III M. sexmaculatus terhadap berbagai stadia

B. tabaci pada kerapatan berbeda ... 36 3. Uji preferensi larva instar IV M. sexmaculatus terhadap berbagai stadia

B. tabaci pada kerapatan berbeda ... Uji preferensi imago betina M. sexmaculatus terhadap berbagai stadia

B. tabaci pada kerapatan berbeda ... 38 5. Uji preferensi larva instar II M. lineata terhadap berbagai stadia

B. tabaci pada kerapatan berbeda ... 39 Uji preferensi larva instar III M. lineata terhadap berbagai stadia

B. tabaci pada kerapatan berbeda ... 40 Uji preferensi larva instar IV M. lineata terhadap berbagai stadia

B. tabaci pada kerapatan berbeda ... 41 8. Uji preferensi imago betina M. lineata terhadap berbagai stadia

B. tabaci pada kerapatan berbeda ... 42 Uji preferensi larva instar II M. sexmaculatus terhadap berbagai stadia

patan berbeda ... ...

ia

M. persicae pada kerapatan berbeda ... 4 Uji preferensi imago betina M. sexmaculatus terhadap berbagai stadia

M. persicae pada kerapatan berbeda ... 46 13. Uji preferensi larva instar II M. lineata terhadap berbagai stadia

M. persicae pada kerapatan berbeda ... 47 14. Uji preferensi larva instar III M. lineata terhadap berbagai stadia

M. persicae pada kerapatan berbeda ... 4 Uji preferensi larva instar IV M. lineata terhadap berbagai stadia

M. persicae pada kerapatan berbeda ... 4 16. Uji preferensi imago betinaM. lineata terhadap berbagai stadia

M. persicae pada kerapatan berbeda ... 50 17. Preferensi larva instar II M. sexmaculatus terhadap nimfa instar IV

B. tabaci dan M. persicae pada kerapatan berbeda ... Preferensi larva instar III M. sexmaculatus terhadap nimfa instar IV


(11)

19.

5 22.

6

aci

. 58 Preferensi larva instar IV M. sexmaculatus terhadap nimfa instar IV

B. tabaci dan M. persicae pada kerapatan berbeda ... 53 20. Preferensi imago betina M. sexmaculatus terhadap nimfa instar IV

B. tabaci dan M. persicae pada kerapatan berbeda ... 54 21. Preferensi larva instar II M. lineata terhadap nimfa instar IV B. tabaci

dan M. persicae pada kerapatan berbeda ... 5 Preferensi larva instar III M. lineata terhadap nimfa instar IV B. tabaci

dan M. persicae pada kerapatan berbeda ... 5 23. Preferensi larva instar IV M. lineata terhadap nimfa instar IV B. tab

dan M. persicae pada kerapatan berbeda ... 57 24. Preferensi imago betina M. lineata terhadap nimfa instar IV B. tabaci


(12)

Latar Belakang

Predator Menochilus sexmaculatus Fabr. dan Micaspis lineata Thun. (Coleoptera: Coccinellidae) merupakan predator yang berpotensi untuk mengendalikan kutukebul Bemisia tabaci Genn. (Hemiptera: Aleyrodidae) (Hidayat et al. 2009). Hal yang sama disampaikan oleh Syahrawati dan Hamid (2010) bahwa berdasarkan hasil survei lapang yang dilakukan, predator M. sexmaculatus dan M. lineata merupakan spesies predator yang paling sering ditemukan pada pertanaman yang terserang kutukebul B. tabaci dan kutudaun

Myzus persicae Sulz. (Hemiptera: Aphididae).

Kesuksesan pengendalian hayati dengan menggunakan predator sebagai musuh alami berkaitan dengan keefektifan serangga predator tersebut. Ciri-ciri dari predator yang efektif adalah (1) memiliki kemampuan tinggi dalam mencari dan menemukan mangsa, terutama saat populasi mangsa rendah, (2) mempunyai kekhususan mangsa, (3) masa perkembangan pendek dengan keperidian yang tinggi, terutama dalam kondisi lingkungan yang berbeda, dan (4) memiliki kemampuan untuk menempati seluruh relung mangsa (Sumiati 2002). Menurut Holling (1959) terdapat lima komponen utama yang memengaruhi pemangsaan oleh predator, yaitu (1) kerapatan populasi mangsa, (2) kerapatan populasi predator, (3) sifat mangsa seperti reaksi terhadap predator, (4) jumlah dan kualitas makanan pengganti yang tersedia untuk predator, dan (5) sifat predator seperti jenis makanan yang disukai dan efisiensi dalam menyerang.

Penelitian mengenai preferensi predator M. sexmaculatus dan M. lineata diperlukan untuk mengetahui kecenderungan kedua predator tersebut dalam memangsa. Studi preferensi telah banyak dilakukan terhadap serangga yang bersifat fitofag, namun untuk serangga-serangga yang bersifat predator, informasi mengenai preferensi pemangsaan masih sangat terbatas. Studi mengenai cakupan mangsa esensial coccinellids predator adalah langkah penting untuk mengetahui potensinya sebagai agens pengendali hayati mangsa tertentu (Hodek dan Honek 1996). Informasi mengenai preferensi dan kekhususan mangsa predator dapat


(13)

alami di lahan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui preferensi predator M. sexmaculatus dan M. lineate terhadap kutukebul B. tabaci dan kutudaun M. persicae.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat menambah informasi mengenai preferensi predator M. sexmaculatus dan M. lineata terhadap kutukebul B. tabaci dan kutudaun M. persicae sehingga dapat dijadikan acuan untuk tindakan pengendalian hama yang dilakukan petani.


(14)

Predator dan Preferensi Predator

Serangga predator merupakan serangga yang memangsa serangga lainnya untuk dijadikan sumber nutrisi. Serangga-serangga yang termasuk predator diantaranya berasal dari ordo Odonata, Hemiptera, Mantodea, Diptera, Coleoptera, Hymenoptera, dan Neuroptera. Pola makan serangga predator dapat bersifat polifag (memangsa berbagai spesies), oligofag (memangsa beberapa spesies), dan monofag (memangsa satu spesies saja) (Roger 1999). Serangga predator pada umumnya bersifat generalis (memangsa beberapa jenis mangsa), termasuk serangga predator dari famili Coccinellidae (Price 1997). Meskipun bersifat generalis, predator akan melakukan seleksi terhadap mangsanya dan seleksi ini belangsung secara alami.

Dalam praktek pengendalian hama, serangga predator dapat dimanfaatkan sebagai musuh alami untuk mengendalikan populasi hama. Menurut Jervis dan Kidd (1996) musuh alami seperti predator memiliki peranan penting dalam penekanan populasi serangga hama karena dapat meningkatkan mortalitas hama. Keefektifan predator dalam mengendalikan populasi hama dapat diukur dari daya pemangsaan oleh predator (Roger 1999). Daya pemangsaan oleh predator kemudian dapat digunakan untuk mengukur atau menilai kemampuan predator dalam mengatur keseimbangan populasi mangsa. Menurut teori pencarian makan optimal terdapat dua hal penting yang memengaruhi pemangsaan yang dilakukan predator. Pertama, kesesuaian predator dengan mangsa yang berasosiasi dengan seleksi oleh predator. Seleksi ini bersifat alami, umumnya dipengaruhi oleh pengalaman dari predator dalam memangsa. Kedua, keputusan memangsa atau tidak oleh predator. Predator akan memutuskan untuk memakan mangsa yang dapat memaksimalkan asupan energi yang didapat.

Coccinellid predator memiliki cakupan mangsa yang luas dan beragam, namun tidak semua mangsa yang dapat dimakan oleh predator merupakan mangsa yang sesuai untuknya. Dixon (2000) menyatakan bahwa kekhususan mangsa predator, preferensi makan, dan kapasitas pemangsaan untuk memangsa pada


(15)

mangsa.

Cisneros dan Rosenheim (1998) menyatakan bahwa preferensi merupakan seleksi terhadap proporsi mangsa yang tersedia dalam satu lingkungan tertentu. Preferensi dapat diduga dengan menggunakan persamaan yang dikembangkan oleh Strauss (1979). Indeks linier pemilihan mangsa atau indeks preferensi (Li)

merupakan selisih antara proporsi mangsa yang dimangsa oleh predator (ri) dan

proporsi mangsa yang tersedia (pi). Komponen yang dapat mempengaruhi

preferensi terhadap mangsa adalah ketertarikan dan kesesuaian terhadap mangsa, pengenalan terhadap mangsa, keputusan menyerang atau tidak, dan kemampuan menangkap serta mengkonsumsi mangsa.

Biologi Predator Menochilus sexmaculatus

Menurut Borror et al. (1996),M. sexmaculatus diklasifikasikan dalam kelas Insekta, ordo Coleoptera, famili Coccinellidae. Predator ini mengalami 4 stadia dalam hidupnya, yaitu telur, larva, pupa, dan imago (metamorfosis sempurna (holometabola)). M. sexmaculatus membunuh mangsanya dengan cara mengunyah semua bagian tubuh mangsanya (Oka 1998).

Larva instar pertama berwarna kelabu dan belum banyak berpindah. Larva instar pertama rata-rata berukuran panjang 1.64 mm dan stadia ini berlangsung selama rata-rata 2 hari. Larva instar II berwarna hitam dan memiliki sebuah garis putih vertikal pada bagian dorsal. Larva instar II rata-rata berukuran panjang 3.06 mm. Stadia ini berlangsung selama 1 sampai 2 hari. Larva instar III berukuran panjang rata-rata 6.27 mm berwarna hitam serta memiliki garis jingga vertikal dan horisontal pada bagian dorsal. Stadia larva instar III berlangsung selama 1 sampai 2 hari. Larva instar terakhir berukuran rata-rata 8.25 mm. Lamanya stadia ini adalah 3 sampai 4 hari. Morfologi instar ini sama dengan instar III. Lama perkembangan hidup larva berlangsung selama rata-rata 9.44 hari (Engka 2003) dengan kisaran 9 sampai 10 hari (Mahrub 1991). Periode prapupa berlangsung selama 1 sampai 2 hari dan ditunjukkan dengan keaktifan predator yang menurun, berdiam diri, dan tubuh terlihat mengerut agak melengkung.


(16)

Gambar 1 Imago M. sexmaculatus(IRRI 2007)

Pupa berwarna kehitaman dengan ujung abdomen yang melekat pada tempat dimana proses pembentukan pupa berlangsung. Stadia pupa berlangsung selama 3 sampai 4 hari. Pupa berukuran panjang rata-rata 4.45 mm dan lebar 3.41 mm. Menjelang imago tubuh menjadi berwarna kuning dan kemudian muncul guratan-guratan berwarna jingga kemerahan dan pada bagian punggung terdapat bintik-bintik hitam. Imago betina memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan imago jantan. Imago jantan berukuran panjang rata-rata 4.27 mm, sedangkan imago betina 5.73 mm. Imago mempunyai sepasang sayap berwarna jingga yang memiliki garis-garis zig-zag dan bintik-bintik berwarna hitam.

Biologi Predator Micraspis lineata

Menurut Borror et al. (1996), M. lineata diklasifikasikan dalam kelas Insekta, ordo Coleoptera, famili Coccinellidae. Predator ini mengalami 4 stadia dalam hidupnya, yaitu telur, larva, pupa, dan imago.


(17)

garis bulan sabit berwarna hitam pada elitranya. Umumnya baik larva maupun imago serangga ini memangsa kutu-kutuan dan wereng namun apabila tidak menemukan mangsa, M. lineata dapat memanfaatkan polen sebagai makanannya. Anderson dan Hales (1983) menyatakan bahwa M. lineata adalah kumbang yang mampu mencapai nektar di dasar bunga namun tidakberperan dalam membantu proses penyerbukan. Pada tanaman padi, keberadaan predator ini menjadi predator utama wereng coklat. Predator M. lineata mampu memangsa 2.83 wereng batang coklat per hari (Lubis 2005). Sedangkan pada tanaman jagung, predator ini memangsa kutudaun.

Telur M. lineata memiliki bentuk yang sama dengan telur Coccinellidae predator lainnya, yaitu berwarna kekuningan pada saat baru diletakkan dan menjadi keabuan saat akan menetas. Stadia telur berlangsung selama 3 sampai 5 hari. Larva instar pertama hidup selama 2.17 ± 0.07 hari. Larva instar kedua 3.87 ± 0.08 hari, instar III selama 3.43 ± 0.10 hari, dan instar IV mampu hidup selama 8.77 ± 0.44 hari. Semua stadia larva berwarna hitam dengan garis vertikal dan horisontal berwarna putih pada bagian dorsal tubuhnya. Pupa berwarna jingga kemerahan dengan garis-garis merah pada bagian tubuhnya. Stadia pupa terjadi selama 5.50 ± 0.64 hari. Lama hidup imago berkisar selama 21.23 ± 6.07 hari. Siklus hidup M. lineata dari telur hingga menjadi dewasa berlangsung selama 44.97 ± 6.29 hari hari (Usyati 2010).

Biologi Kutukebul Bemisia tabaci

B. tabaci tergolong ke dalam kelas Insekta, ordo Hemiptera, subordo Sternorryncha, superfamili Aleyrodoidea, famili Aleyrodidae (Martin et al. 2000). Serangga ini umum disebut kutukebul atau dalambahasa Inggris disebut sebagai

whitefly. Kutukebul mengalami metamorfosis paurometabola. B. tabaci telah menjadi hama penting pada berbagai tanaman pertanian di daerah subtropis maupun tropis (Brown et al. 1992). B. tabaci bersifat polifag dengan kisaran inang lebih dari 600 spesies tanaman (Greathead 1986). Inang kutukebul B. tabaci


(18)

dengan menghisap cairan tanaman.

Telur B. tabaci berbentuk bulat panjang dengan tangkai pendek pada salah satu ujungnya. Telur berukuran panjang 0.2 sampai 0.3 mm. Telur umumnya diletakkan di permukaan bawah daun, terutama pada pucuk tanaman. Kutukebul

B. tabaci memiliki 4 stadia nimfa yang melekat pada permukaan daun bagian bawah dan tidak berpindah tempat. Nimfa instar I B. tabaci memiliki 3 pasang tungkai serta aktif bergerak selama 1 hingga 2 hari, lalu akan menetap setelah mendapat tempat yang sesuai dan tidak lagi bergerak (Gameel 1977). Menurut Badri (1983), nimfa instar I berbentuk bulat panjang, berwarna hijau cerah dengan panjang tubuh ± 0.22 mm, lebar ± 0.17mm, dan memiliki bulu-bulu halus dengan lapisan lilin tipis pada pinggir tubuhnya. Nimfa instar II memiliki ukuran panjang ± 0.28 mm dan lebar 0.17 mm serta nimfa instar III panjang ± 0.47 mm dan lebar ± 0.31 mm, keduanya berwarna hijau gelap, tungkai tereduksi dan memiliki 3 pasang duri di bagian dorsal tubuhnya. Nimfa instar IV B. tabaci

umum disebut sebagai pupa, berbentuk bulat panjang berwarna kuning dengan toraks agak melebar cembung dan ruas abdomen terlihat dengan jelas. Bagian pinggir tubuh dari stadia ini tidak rata, pada bagian dorsal terdapat tujuh pasang duri dan pada bagian anal terdapat satu pasang. Panjang pupa berukuran ± 0.61 mm dan lebarnya ± 0.42 mm.

Imago B. tabaci berwarna kekuningan dan tubuhnya tertutup oleh sekresi berupa tepung lilin yang berasal dari kelenjar lilin. Sayap depan berwarna putih, antena sebanyak tujuh ruas dengan ruas terakhir yang meruncing dan ditutupi rambut-rambut halus. Imago berukuran 1.0 sampai 1.5 mm.


(19)

pada suhu 28 sampai 30 °C (Badri 1983). Perkembangan nimfa secara keseluruhan berlangsung selama 12 hingga 15 hari pada suhu 28 sampai 32 °C. Lama hidup imago jantan umumnya lebih pendek daripada imago betina. Imago jantan lama hidupnya berkisar antara 9.54 hingga 17.20 hari sedangkan imago betina mencapai 37.75 hingga 74.20 hari (Gameel 1977). Imago betina B. tabaci

yang hidup pada tanaman cabai dapat menghasilkan 37.71 ± 18.11 butir telur pada suhu 25 °C sedangkan pada suhu 29 °C telur yang dapat dihasilkan sebanyak 31.96 ± 10.65 butir (Subagyo 2010).

B. tabaci merupakan serangga vektor 111 jenis virus tanaman dari genus Geminivirus (Geminiviridae), Crinivirus (Closteroviridae), dan Carlavirus atau Ipomovirus (Potyviridae) (Jones 2003). Menurut Hidayat et al. (2008), kutukebul berperan sebagai vektor virus pada tanaman tomat dan cabai. Virus Gemini pada tanaman cabai diketahui melibatkan kutukebul B. tabaci sebagai vektor. Kejadian penyakit kuning oleh virus Gemini sangat erat kaitannya dengan vektor kutu kebul (Purnomodan Sudiono 2009). Tingginya serangan virus Gemini ini berkaitan dengan populasi kutukebul (Rusli et al. 1999).

Biologi Kutudaun Myzus persicae

M. persicae digolongkan dalam kelas Insekta, ordo Hemiptera, superfamili Aphidoidea, dan famili Aphididae (Borror et al. 1996). Kutudaun ini umum disebut sebagai kutudaun persik dalam bahasa Inggris disebut green peach aphid, atau tobacco aphid. Myzus persicae Sulzer (Hemiptera: Aphididae), kutudaun tembakau, merupakan hama kosmopolitan dan merupakan spesies yang bersifat polifag (Kalshoven 1981). Tanaman sayuran yang umumnya diserang oleh kutudaun ini adalah tomat, cabai,dan kubis. Kutudaun umumnya hidup di permukaan bagian bawah daun secara berkelompok. Kutudaun memenuhi kebutuhan nutrisi dengan menghisap cairan tanaman. Kutudaun mengalami metamorfosis paurometabola dan terdapat 3 stadia yaitu telur, nimfa, dan imago dalam perkembangannya. 

M. persicae berukuran kecil sampai sedang dengan panjang tubuh bervariasi antara 1.2 sampai 2.6 mm (Blackman dan Eastop 2000). Nimfa berwarna


(20)

Imago M. persicae umumnya tidak bersayap, tetapi pada populasi tinggi sering terbentuk imago bersayap. Adanya imago bersayap berfungsi untuk keperluan pemencaran. Imago bersayap selalu berwarna hitam sedangkan imago yang tidak bersayap berwarna kuning, hijau, atau merah (Kalshoven 1981). Imago yang bersayap umumnya berukuran lebih panjang daripada imago yang tidak memiliki sayap. Bentuk seksual M. persicae di daerah subtropis terjadi pada musim gugur. Sedangkan, M. persicae jantan tidak pernah dijumpai di daerah tropis seperti di Indonesia dan reproduksi terjadi secara partenogenesis. Seekor imago dapat menghasilkan 50 keturunan dalam waktu satu minggu pada suhu yang sesuai. Seperti halnya spesies-spesies lain dari famili Aphididae, M. persicae memiliki daya reproduksi tinggi, karena siklus hidupnya pendek dan keperidiannya tinggi. Siklus hidup serangga ini berlangsung selama ± 18 hari. Nimfa dan imago memiliki sepasang tonjolan pada ujung abdomen yang biasa disebut kornikel. Blackman dan Eastop (2000) menyebutkan bahwa lebih dari 100 macam virus dapat ditularkan oleh serangga ini.


(21)

Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung dari bulan April sampai dengan Oktober 2012.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman cabai merah varietas Laris untuk perbanyakan serangga, berbagai stadia predator M. sexmaculatus dan M. lineata sebagai serangga uji, serta kutukebul B. tabaci dan kutudaun M. persicae berbagai stadia yang digunakan sebagai mangsa dalam pengujian.

Alat yang digunakan yaitu kurungan serangga yang terbuat dari plastik mika dan kain kasa untuk pemeliharaan B. tabaci dan M. persicae, botol kaca dan kain kasa untuk mengumpulkan predator, wadah pemeliharaan serangga, serta kuas, jarum mikro, cawan petri berdiameter 15 cm, dan mikroskop stereo Olympus SZ51 untuk pengujian preferensi.

Metode Penelitian Perbanyakan B. tabaci dan M. persicae

Perbanyakan B. tabaci dan M. persicae untuk dijadikan mangsa diawali dengan penyemaian benih cabai merah pada nampandengan media berupa campuran tanah dan pupuk kompos. Bibit yang berumur 3 minggu dipindahkan ke wadah penanaman yang lebih besar dan dipelihara hingga berumur 2 sampai 3 bulan. Tanaman yang siap digunakan untuk perbanyakan mangsa ditutup dengan kurungan silindris dari plastik mika yang kedua ujungnya terbuat dari kain kasa.Perbanyakan B. tabaci dilakukan dengan cara menginfestasikan 20 pasang imago B. tabaci yang diambil dari tanaman kapas dari rumah kaca percobaan Cikabayan.Perbanyakan M. persicae dilakukan dengan menginfestasi 20 imago betina M. persicae yang diambil dari tanaman kubis di daerah Dramaga.


(22)

Gamb Gamb Tana dipelihara dilakukan Perbanya Pred diambil d SituGede, dipelihara yang men Imago ya cawan pet predator d daun caba menjaga k dengan me

bar 5 Tana kutuk

bar 6 Imago

aman yang a hingga po

dengan pen

akan M. sex

dator M. sex

dari lahan serta keb a pada cawan netas dari te ang didapat tri, dibiarka diberi pakan ai (bagian kesegaran eletakkan k

aman cabai d kebul B. tab

o B. tabaci (

telah diin opulasi kut nyiraman da xmaculatus xmaculatus tanaman ja bun percoba

n petri dan elur ditemp t dari lahan an berkopula n berupa ni pangkal da daun). Sem kertas buram

dengan kuru

bacidan kutu

(kiri) dan be

festasikan B

tukebul dan an penyiang

s dan M.line

dan M. lin

agung, sorg aan Leuwik

dibiarkan m atkan pada n maupun asi, dan me imfa dan im aunnya dib mua wadah m yang telah

1.0 mm

ungan silind udaun M. pe

eberapa nim

B. tabaci d n kutudaun gan tanaman

eata neata yang

ghum, dan kopo. Telu menetas. Lar wadah pem hasil peme enghasilkan

mago M. p

beri kapas pemelihar h dibasahi p

dris untuk p

ersicae

mfa M. pers

dan M. per

tinggi.Pera n.

digunakan padi di d ur yang di rva dari lah meliharaan eliharaan d

telur. Selam

ersicae den yang telah raan dijaga

ada dasar w

1.0 m

perbanyakan

icae (kanan

rsicae kemu awatan tan untuk peng daerah Dram dapat kemu han maupun hingga ber dipelihara d

ma pemelih ngan meleta h dibasahi u

kelembaba wadah. mm n n) udian naman gujian maga, udian larva rpupa. dalam haraan akkan untuk annya


(23)

Gambar 7 Imago betina M. sexmaculatus (kiri) dan M. lineata (kanan)

Uji preferensi predator terhadap stadia mangsa

Daun cabai yang terinfestasi B. tabaci dan M. persicae diambil dari tanaman inang lalu diamati dibawah mikroskop untuk dihitung dan dibedakan stadianya. Stadia B. tabaci yang digunakan adalah nimfa instar I, instar II, instar III, dan instar IV (pupa). Stadia M. persicae yang digunakan adalah nimfa instar II, instar III, instar IV, dan imago.

Perlakuan dilakukan dengan 3 taraf kerapatan mangsa yang berbeda, yaitu 10, 20, dan 40 mangsa per stadia. Stadia predator yang digunakan dalam pengujian adalah larva instar II, instar III, instar IV, dan imago betina (Gambar 8 dan 9). Pengujian dilakukan sebanyak masing-masing 3 ulangan terhadap predator yang telah dipuasakan selama 14 jam.

1.0 mm 1.0 mm


(24)

Gambar 8 Diagram perlakuan preferensi M. sexmaculatusterhadap berbagai stadia mangsa

Larva instar II predatorM. sexmaculatus

• Nimfa instar I

• Nimfa instar II

• Nimfa instar III

• Nimfa instar IV (10, 20, dan 40 individu per stadia)

Bemisia tabaci

• Nimfa instar II

• Nimfa instar III

• Nimfa instar IV

• Imago

(10, 20, dan 40 individu per stadia)

Myzus persicae

Larva instar III predatorM. sexmaculatus

• Nimfa instar I

• Nimfa instar II

• Nimfa instar III

• Nimfa instar IV (10, 20, dan 40 individu per stadia)

Bemisia tabaci

• Nimfa instar II

• Nimfa instar III

• Nimfa instar IV

• Imago

(10, 20, dan 40 individu per stadia)

Myzus persicae

Larva instar IV predatorM. sexmaculatus

• Nimfa instar I

• Nimfa instar II

• Nimfa instar III

• Nimfa instar IV (10, 20, dan 40 individu per stadia)

Bemisia tabaci

• Nimfa instar II

• Nimfa instar III

• Nimfa instar IV

• Imago

(10, 20, dan 40 individu per stadia)

Myzus persicae

Imago betina predator M. sexmaculatus

• Nimfa instar I

• Nimfa instar II

• Nimfa instar III

• Nimfa instar IV (10, 20, dan 40 individu per stadia)

Bemisia tabaci

• Nimfa instar II

• Nimfa instar III

• Nimfa instar IV

• Imago

(10, 20, dan 40 individu per stadia)

Myzus persicae Uji preferensi predator M. sexmaculatus terhadap berbagai stadia mangsa


(25)

Gambar 9 Diagram perlakuan preferensi M. lineataterhadap berbagai stadia mangsa

Larva instar II predatorM. lineata

• Nimfa instar I

• Nimfa instar II

• Nimfa instar III

• Nimfa instar IV (10, 20, dan 40 individu per stadia)

Bemisia tabaci

• Nimfa instar II

• Nimfa instar III

• Nimfa instar IV

• Imago

(10, 20, dan 40 individu per stadia)

Myzus persicae

Larva instar III predatorM. lineata

• Nimfa instar I

• Nimfa instar II

• Nimfa instar III

• Nimfa instar IV (10, 20, dan 40 individu per stadia)

Bemisia tabaci

• Nimfa instar II

• Nimfa instar III

• Nimfa instar IV

• Imago (10, 20, dan 40 individu per stadia)

Myzus persicae

Larva instar IV predatorM. lineata

• Nimfa instar I

• Nimfa instar II

• Nimfa instar III

• Nimfa instar IV (10, 20, dan 40 individu per stadia)

Bemisia tabaci

• Nimfa instar II

• Nimfa instar III

• Nimfa instar IV

• Imago

(10, 20, dan 40 individu per stadia)

Myzus persicae

Imago betina predator M. lineata

• Nimfa instar I

• Nimfa instar II

• Nimfa instar III

• Nimfa instar IV (10, 20, dan 40 individu per stadia)

Bemisia tabaci

• Nimfa instar II

• Nimfa instar III

• Nimfa instar IV

• Imago

(10, 20, dan 40 individu per stadia)

Myzus persicae Uji preferensi predator M. lineata terhadap berbagai stadia mangsa


(26)

Pengamatan terhadap pemangsaan yang dilakukan oleh predator dicatat 1, 2, 4, dan 8 JSP (jam setelah perlakuan) pada hari terang antara pukul 08.00 sampai 17.00 WIB. Indeks pemilihan mangsa dihitung terhadap pemangsaan total masing-masing stadia mangsa oleh predator dalam 8 jam pemangsaan. Derajat kesukaan (indeks preferensi) dari predator diduga menggunakan persamaan yang dikembangkan oleh Strauss (1979) sebagai berikut:

Li = ri – pi

Keterangan:

L = indeks linier pemilihan mangsa i = stadia mangsa yang dimakan

ri = proporsi mangsayang dimangsa oleh predator

(jumlah mangsa stadia i yang dimakan/total pemangsaan) pi = proporsi mangsa tersedia

(jumlah mangsa stadia i yang tersedia/total mangsa tersedia)

Uji preferensi predator terhadap jenis mangsa

Daun cabai keriting yang terinfestasi B. tabaci dan M. persicae diambil dari tanaman inang lalu diamati dibawah mikroskop untuk dihitung dan dibedakan masing-masing stadianya. Pengujian preferensi predator terhadap jenis mangsa dilakukan dengan metode pilihan (Gambar 11). Stadia mangsa yang digunakan adalah nimfa instar IV (pupa) untuk B. tabaci imago untuk M. persicae.

Perlakuan dilakukan dengan 3 taraf kerapatan mangsa yang berbeda, yaitu 10, 20, dan 40 individu untuk setiap jenis mangsa (Gambar 10). Stadia predator yang digunakan dalam pengujian adalah larva instar II, larva instar III, larva instar IV, dan imago betina. Pengujian dilakukan sebanyak masing-masing 3 ulangan terhadap predator yang telah dipuasakan selama 14 jam. Pengujian dilakukan sebanyak masing-masing 3 ulangan. Pemangsaan predator diamati saat 1, 2, 4, dan 8 JSP pada hari terang antara pukul 08.00 sampai 17.00 WIB.


(27)

Gambar 10 Diagram perlakuan preferensi predator terhadap jenis mangsa Predator M. sexmaculatus

• Nimfa instar IV B. tabaci • Imago M. persicae

(Kerapatan 10, 20, dan 40 individu per stadia mangsa)

Larva instar II

Uji preferensi terhadap jenis mangsa

• Nimfa instar IV B. tabaci • Imago M. persicae

(Kerapatan 10, 20, dan 40 individu per stadia mangsa)

• Nimfa instar IVB. tabaci • Imago M. persicae

(Kerapatan 10, 20, dan 40 individu per stadia mangsa)

• Nimfa instar IV B. tabaci • Imago M. persicae

(Kerapatan 10, 20, dan 40 individu per stadia mangsa)

• Nimfa instar IV B. tabaci • Imago M. persicae

(Kerapatan 10, 20, dan 40 individu per stadia mangsa)

• Nimfa instar IV B. tabaci • Imago M. persicae

(Kerapatan 10, 20, dan 40 individu per stadia mangsa)

• Nimfa instar IV B. tabaci • Imago M. persicae

(Kerapatan 10, 20, dan 40 individu per stadia mangsa)

• Nimfa instar IV B. tabaci • Imago M. persicae

(Kerapatan 10, 20, dan 40 individu per stadia mangsa)

Imago betina Larva instar IV Larva instar III

Predator M. lineata

Larva instar II

Imago betina Larva instar IV Larva instar III


(28)

Gambar 11 Pengujian preferensi makan predator

Analisis data

Data preferensi terhadap stadia mangsa diolah dengan menggunakan rumus indeks linier pemilihan mangsa (Strauss 1979). Data diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel 2007. Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif dengan melihat nilai indeks preferensi dan kemampuan pemangsaan dari predator.


(29)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Stadia Predator dan Pemilihan terhadap Jenis Mangsa Stadia predator yang berbeda akan menunjukkan jumlah pemangsaan yang juga berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa larva instar II predator M. sexmaculatus memangsa 9 nimfa instar IV kutukebul B. tabaci dan 20 imago kutudaun M. persicae pada kerapatan 40 individu per jenis mangsa dalam 8 jam. Instar III M. sexmaculatus sebanyak 11 nimfa instar IV B. tabaci dan 20 imago M. persicae dalam 8 jam. Instar IV mampu memangsa 9 nimfa instar IV B. tabaci

dan 25 imago M. persicae dalam 8 jam. Pemangsaan oleh imago betina merupakan pemangsaan yang paling tinggi yaitu sebanyak 14 individu B. tabaci

dan 30 M. persicae (Tabel 3). Penelitian yang dilakukan oleh Tambunan (2011) menunjukkan bahwa lama pencarian imago betina predator terhadap nimfa dan imago M. persicae lebih cepat dibandingkan dengan larva instar M. sexmaculatus. Cahyadi (2004) bahwa imago predator membutuhkan lebih banyak nutrisi untuk pematangan reproduksi.

Tabel 1 Daya pemangsaan berbagai stadia predator M. sexmaculatus dan

M. lineata pada kerapatan 10 individu/jenis mangsa

Stadia Predator

Jumlah nimfa instar IV B. tabaci yang dimangsa dalam 8 jam pemangsaan

Jumlah imago M. persicae yang dimangsa dalam 8

jam pemangsaan

Rerata ± SD

(individu)

Persentase (%)*

Rerata ± SD (individu)

Persentase (%) M. sexmaculatus

Larva instar II 3.00 ± 1.00 30.00 9.00 ± 1.73 90.00

Larva instar III 3.67 ± 0.58 36.70 9.67 ± 0.58 96.70

Larva instar IV 4.33 ± 1.53 43.30 10.00 ± 0.00 100.00

Imago Betina 5.33 ± 2.31 53.30 8.67 ± 1.15 86.70

M. lineata

Larva instar II 4.33 ± 1.53 43.30 3.00 ± 1.73 30.00

Larva instar III 5.33 ± 1.53 53.30 4.33 ± 1.53 43.30

Larva instar IV 9.33 ± 0.58 93.30 6.34 ± 2.08 63.40

Imago Betina 7.33 ± 2.52 73.30 5.00 ± 2.00 50.00

*


(30)

Tabel 2 Daya pemangsaan berbagai stadia predator M. sexmaculatus dan

M. lineata pada kerapatan 20 individu/jenis mangsa

Stadia Predator

Jumlah nimfa instar IV B. tabaci yang dimangsa dalam 8 jam pemangsaan

Jumlah imago M. persicae yang dimangsa dalam 8

jam pemangsaan Rerata ± SD

(individu)

Persentase (%)*

Rerata ± SD (individu)

Persentase (%) M. sexmaculatus

Larva instar II 6.00 ± 1.00 30.00 16.00 ± 1.00 80.00

Larva instar III 7.00 ± 1.73 35.00 16.33 ± 1.15 81.65

Larva instar IV 8.67 ± 1.15 43.35 14.00 ± 1.73 70.00

Imago Betina 9.33 ± 0.58 46.65 19.00 ± 1.00 95.00

M. lineata

Larva instar II 13.33 ± 3.05 66.65 9.00 ±1.00 45.00

Larva instar III 14.00 ± 1.73 70.00 10.00 ± 3.21 50.00

Larva instar IV 16.33 ± 0.58 81.65 12.33 ± 1.53 61.65

Imago Betina 13.00 ± 3.00 65.00 9.67 ± 1.15 48.35

*

Persentase dihitung berdasarkan proporsi pemangsaan masing-masing jenis mangsa

Tabel 3 Daya pemangsaan berbagai stadia predator M. sexmaculatus dan

M. lineata pada kerapatan 40 individu/jenis mangsa

Predator dan Stadia Predator

Jumlah nimfa instar IV B. tabaci yang dimangsa dalam 8 jam pemangsaan

Jumlah imago M. persicae yang dimangsa dalam 8

jam pemangsaan Rerata ± SD

(individu)

Persentase (%)*

Rerata ± SD (individu)

Persentase (%) M. sexmaculatus

Larva instar II 9.00 ± 1.73 22.50 20.34 ± 3.06 50.85

Larva instar III 10.67 ± 3.21 26.68 20.33 ± 2.52 50.83

Larva instar IV 9.33 ± 2.31 23.33 24.67 ± 4.73 61.68

Imago Betina 14.00 ± 1.73 35.00 30.00 ± 3.00 75.00

M. lineata

Larva instar II 19.33 ± 0.58 48.33 15.01 ± 1.00 37.53

Larva instar III 16.33 ± 2.52 40.83 17.00 ± 2.65 42.50

Larva instar IV 22.01 ± 2.00 55.03 18.67 ± 1.53 46.68

Imago Betina 20.67 ± 4.04 51.68 16.67 ± 2.08 41.68

*

Persentase dihitung berdasarkan proporsi pemangsaan masing-masing jenis mangsa

Stadia larva instar II M. lineata memangsa 19 nimfa instar IV B. tabaci dan 15 imago M. persicae, sedangkan larva instar III mampu mengonsumsi 16 nimfa instar IV B. tabaci serta 17 imago M. persicae. Larva instar IV predator ini menunjukkan kecenderungan yang sama dalam memangsa. Jumlah mangsa yang


(31)

dapat dikonsumsi oleh larva instar IV M. lineata adalah 22 nimfa instar IV B. tabaci dan 19 imago M. persicae. Imago memangsa 21 nimfa instar IV B. tabaci

dan 17 imago M. persicae. Stadia predator M. lineata yang paling aktif dalam memangsa adalah larva instar IV (Tabel 3). Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Tambunan (2011), kemampuan pemangsaan larva instar IV M. lineata lebih tinggi dibanding pemangsaan oleh imago. Hal ini disebabkan larva instar empat memerlukan nutrisi yang cukup untuk perkembangan stadia berikutnya, yaitu stadia pra-pupa dan stadia pupa. Nutrisi ini didapat dengan memakan mangsa dalam jumlah yang lebih banyak sebelum predator memulai fase pra-pupa. Pada saat predator menjadi pupa, predator tidak lagi dapat memakan mangsa sehingga dibutuhkan nutrisi yang cukup dan dapat memenuhi kebutuhan predator. Selain itu, menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Tambunan (2011) lama pencarian mangsa oleh larva instar IV M. lineata lebih cepat dibandingkan dengan imago betinanya. Kecepatan waktu untuk menemukan mangsa akan memengaruhi jumlah mangsa yang dapat dikonsumsi oleh predator.

Predator dewasa umumnya lebih baik dalam mendeteksi keberadaan mangsa, memiliki mobilitas yang tinggi, dan lebih cepat dalam mengikuti mangsa (Sabelis 1992). Dalam hal pengenalan mangsa, predator pradewasa tidak dapat mengenali mangsa tanpa terjadi kontak dengannya. Predator pradewasa umumnya dapat mengenali mangsa melalui kontak dengan bagian ujung dari tarsus (Roger 1999) atau kontak dengan palpus (Dixon 2000).

Malcolm (1992) menyatakan bahwa kemampuan predator seperti kemampuan mencari dan menangkap mangsa mempengaruhi kemampuan predator dalam mengonsumsi mangsa. Larva predator muda memiliki mobilitas yang lebih rendah dibandingkan dengan larva instar akhir dan predator dewasa (Hajek dan Dahlsten 1987). Larva predator lebih tidak selektif dalam situasi pilihan dibandingkan serangga dewasa (Hodek dan Honek 1996). Meskipun larva lebih tidak selektif dalam memilih mangsanya dibandingkan serangga dewasa, larva juga membutuhkan nutrisi spesifik untuk pertumbuhan, perkembangan, dan keaktifan untuk mencari mangsa.

Hasil pengujian (Tabel 1-3) juga menunjukkan kecenderungan predator dalam memilih jenis mangsa. Price (1997) menyatakan bahwa predator umumnya


(32)

bersifat generalis dan dapat memangsa beberapa spesies mangsa, namun predator tetap memiliki kesukaan khusus terhadap jenis mangsa tertentu. Tipe atau jenis mangsa yang spesifik dapat memengaruhi pemangsaan oleh predator (Houck 1986). Pengujian dengan metode pilihan menunjukkan bahwa jumlah pemangsaan oleh semua stadia predator M. sexmaculatus terhadap imago kutudaun M. persicae

lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah pemangsaan terhadap nimfa instar IV B. tabaci (Lampiran 17-20). Hal ini menunjukkan bahwa predator M. sexmaculatus

lebih menyukai kutudaun M. persicae dibandingkutukebul B. tabaci.

Hasil yang berbeda diperlihatkan oleh pemangsaan oleh semua stadia predator M. lineata (Lampiran 21-24). Jumlah pemangsaan predator M. lineataterhadapnimfa instar IV kutukebul B. tabaci lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah pemangsaan terhadap imago kutudaun M. persicae. Hal ini menunjukkan bahwa M. lineata lebih menyukai kutukebul B. tabaci

dibandingkutudaunM. persicae. Berdasarkan pengujian yang dilakukan oleh Udiarto (2012) diketahui bahwa dalam waktu pemangsaan selama 24 jam, M. sexmaculatus memiliki preferensi paling tinggi terhadap M. persicae, sedangkan M. lineata menunjukkan preferensi tinggi terhadap mangsa B. tabaci.

Hal ini menunjukkan bahwa predator melakukan pemilihan secara alami untuk memangsa suatu mangsa tertentu. Kedua predator menunjukkan preferensi terhadap jenis mangsa yang berbeda walaupun predator coccinellid umumnya bersifat generalis. Hal ini seperti yang dikemukaan oleh de Bach (1979) bahwa predator akan menyeleksi kecocokan mangsanya dan seleksi ini berlangsung secara alamiah. Selain itu, preferensi oleh predator juga dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor fisik seperti cahaya, warna, bentuk, dan ukuran mangsa, juga faktor kimia berupa bau yang dihasilkan oleh mangsa (Tarumingkeng 1994).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Udiarto (2012) menunjukkan bahwa predator yang paling berpotensi dalam pengendalian B. tabaci adalah M. lineata. Sebaliknya, dari penelitian oleh Muharam dan Setiawati (2007) diketahui bahwa M. persicae merupakan mangsa yang lebih sesuai (dalam hubungannya dengan kemampuan pemangsaan dan kemampuan oviposisi oleh betina yang lebih tinggi) untuk predator M. sexmaculatus.


(33)

Secara keseluruhan, pemangsaan yang dilakukan oleh predator M. sexmaculatus lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pemangsaan total oleh M. lineata. Hal ini berkaitan dengan ukuran tubuh dari predator dan lama hidup dari predator khususnya stadia imago. Ukuran tubuh dari imago betina M. sexmaculatus lebih besar dibandingkan dengan ukuran tubuh imago betina M. lineata. Serangga dengan ukuran tubuh yang lebih besar akan membutuhkan lebih banyak energi dan nutrisi dibandingkan dengan serangga yang berukuran kecil (Roger 1999).

Preferensi M. sexmaculatus dan M. lineata terhadap Stadia Mangsa Kemampuan pemangsaan oleh suatu predator merupakan salah satu komponen penting dalam penggunaan predator sebagai musuh alami hama. Keefektifan predator dalam mengendalikan populasi hama dapat diukur dari daya pemangsaannya (Roger 1999). Semakin tinggi pemangsaan predator terhadap hama maka kemampuan predator untuk mengendalikan populasi hama menjadi lebih tinggi.Menurut Holling (1959) terdapat lima komponen utama yang memengaruhi pemangsaan oleh predator, yaitu (1) kerapatan populasi mangsa, (2) kerapatan populasi predator, (3) sifat mangsa seperti reaksi terhadap predator, (4) jumlah dan kualitas makanan pengganti yang tersedia untuk predator, dan (5) sifat predator seperti jenis makanan yang disukai dan efisiensi dalam menyerang. Tipe atau jenis mangsa yang spesifik dapat memengaruhi pemangsaan oleh predator (Houck 1986). Kesukaan predator terhadap mangsa tertentu secara spesifik dapat disebut sebagai preferensi pemangsaan. Tarumingkeng (1994) menegaskan bahwa beberapa faktor yang menentukan laju pemangsaan oleh predator diantaranya adalah preferensi terhadap jenis mangsa tertentu dan kerapatan mangsa.

Pemangsaan oleh predator M. sexmaculatus dan M. lineata terhadap stadia mangsa B. tabaci dan M. persicae diketahui dari jumlah mangsa yang dikonsumsi predator (Lampiran 1-16). Jumlah pemangsaan oleh predator kemudian diolah menggunakan rumus yang dikembangkan oleh Strauss (1979) untuk menghitung nilai indeks preferensi (Li). Indeks preferensi merupakan indeks penduga untuk melihat kecenderungan predator dalam memilih mangsa untuk dikonsumsi.


(34)

Gambar 12 Indeks preferensi (Li) predator M. sexmaculatus (kiri) dan M. lineata (kanan) terhadap kutukebul B. tabaci pada kerapatan 10 individu/stadia mangsa (L2, L3, L4 = larva instar 2, 3, 4; I = imago betina)

Gambar 13 Indeks preferensi (Li) predator M. sexmaculatus (kiri) dan M. lineata (kanan) terhadap kutudaun M. persicae pada kerapatan 10 individu/stadia mangsa (L2, L3, L4 = larva instar 2, 3, 4; I = imago betina)

-0.30 -0.20 -0.10 0.00 0.10 0.20 0.30 Nilai I n d e k s Preferen si (Li) -0.30 -0.20 -0.10 0.00 0.10 0.20

0.30 Nimfa Instar 1 Nimfa Instar 2

Nimfa Instar 3 Nimfa Instar 4

-0.30 -0.20 -0.10 0.00 0.10 0.20 0.30 Nilai I n d e k s Preferen si (Li) -0.30 -0.20 -0.10 0.00 0.10 0.20

0.30 Nimfa Instar 2 Nimfa Instar 3

Nimfa Instar 4 Imago

Stadia Predator Stadia Predator

L2 L3 L4 I

I L4 L3 L2 I L4 L3

L2 L2 L3 L4 I


(35)

     

Gambar 14 Indeks preferensi (Li) predator M. sexmaculatus (kiri) dan M. lineata (kanan) terhadap kutukebul B. tabaci pada kerapatan 20 individu/stadia mangsa (L2, L3, L4 = larva instar 2, 3, 4; I = imago betina)

Gambar 15 Indeks preferensi (Li) predator M. sexmaculatus (kiri) dan M. lineata (kanan) terhadap kutudaun M. persicae pada kerapatan 20 individu/stadia mangsa (L2, L3, L4 = larva instar 2, 3, 4; I = imago betina)

-0.30 -0.20 -0.10 0.00 0.10 0.20 0.30 Nilai I n d e k s Preferen si (Li) -0.30 -0.20 -0.10 0.00 0.10 0.20

0.30 Nimfa Instar 1 Nimfa Instar 2

Nimfa Instar 3 Nimfa Instar 4

-0.30 -0.20 -0.10 0.00 0.10 0.20 0.30 Nilai I n d e k s Preferen si (Li) -0.30 -0.20 -0.10 0.00 0.10 0.20

0.30 Nimfa Instar 2 Nimfa Instar 3

Nimfa Instar 4 Imago

Stadia Predator Stadia Predator

L2 L3 L4 I

L2

L2 L3 L2 L3

L3 L4 L4 L4 I I I 24


(36)

Gambar 16 Indeks preferensi (Li) predator M. sexmaculatus (kiri) dan M. lineata (kanan) terhadap kutukebul B. tabaci pada kerapatan 40 individu/stadia mangsa (L2, L3, L4 = larvainstar 2, 3, 4; I = imago betina)

Gambar 17 Indeks preferensi (Li) predator M. sexmaculatus (kiri) dan M. lineata (kanan)terhadap kutudaun M. persicae pada kerapatan 40 individu/stadia mangsa (L2, L3, L4 =larva instar 2, 3, 4; I = imago betina)

-0.30 -0.20 -0.10 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 Nilai I n d e k s Preferen si (Li) -0.30 -0.20 -0.10 0.00 0.10 0.20 0.30

0.40 Nimfa Instar 1 Nimfa Instar 2

Nimfa Instar 3 Nimfa Instar 4

-0.30 -0.20 -0.10 0.00 0.10 0.20 0.30 Nilai I n d e k s Preferen si (Li) -0.30 -0.20 -0.10 0.00 0.10 0.20

0.30 Nimfa Instar 2 Nimfa Instar 3

Nimfa Instar 4 Imago

Stadia Predator

Stadia Predator

L2 L3 L4 I L2 L3 L4 I

I L4 L3

L2 L2 L3 L4 I


(37)

Secara simetris nilai indeks preferensi adalah linier. Nilai dari pemilihan terhadap mangsa bervariasi antara -1 sampai dengan +1. Nilai Liyang negatif menunjukkan bahwa mangsa tersebut cenderung tidak dipilih atau tidak disukai oleh predator. Sebaliknya, nilai Li yang positif menunjukkan bahwa predator cenderung lebih memilih mangsa tersebut untuk dikonsumsi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kerapatan mangsa yang sama, nilai indeks preferensi terhadap nimfa instar III dan IV B. tabaci serta nimfa instar IV dan imago M. persicae bernilai positif sementara nilai indeks preferensi terhadap nimfa instar I dan II B. tabaci serta nimfa instar II dan III M. persicae bernilai negative. Hal ini menunjukkan bahwa predator M. sexmaculatus maupun M. lineata menyukai mangsa yang berukuran lebih besar dibandingkan dengan mangsa yang ukurannya lebih kecil. Preferensi predator terhadap berbagai stadia mangsa dapat dilihat pada Gambar 12-17.

Berdasarkan nilai indeks preferensi (Li) yang ditunjukkan oleh kedua predator dalam memangsa dua jenis mangsa, terlihat bahwa predator tidak memiliki kesukaan terhadap nimfa muda. Predator menunjukkan preferensi pada nimfa instar akhir dan imago mangsa yang terlihat dengan nilai indeks preferensi yang bernilai positif pada stadia mangsa tersebut. Stadia B. tabaci yang disukai oleh kedua predator adalah nimfa instar IV (pupa), sedangkan stadia M. persicae yang disukai adalah imago. Hagen et al. (1989) menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat memengaruhi interaksi pemangsa dengan mangsa adalah ukuran tubuh mangsa.

Secara umum predator mempertimbangkan efisieni pemangsaan pada saat memangsa mangsa dengan melakukan pemilihan terhadap mangsa yang akan dimangsa. Barnard (1983) menyatakan bahwa dalam memangsa predator akan menggunakan energi untuk mencari dan kemudian mengonsumsi mangsa. Hal ini akan menyebabkan predator harus memilih mangsa untuk dikonsumsi agar dapat memaksimalkan rasio penerimaan energi dan nutrisi dari proses pemangsaan yang dilakukannya (Roger 1999). Aktivitas memangsa merupakaan gabungan dari proses mencari, menangkap, dan mengonsumsi mangsa. Memangsa mangsa yang berukuran kecil akan meningkatkan waktu dalam pencarian mangsa yng berkaitan dengan pengenalan terhadap mangsa. Lamanya waktu pencarian akan


(38)

meningkatkan energi yang dibutuhkan dan digunakan oleh predator dan menurunkan total energi bersih yang didapatkan predator. Sebaliknya, memangsa mangsa dengan ukuran yang lebih besar dapat meningkatkan total energi bersih yang didapat oleh predator.

Kecenderungan predator dalam memilih stadia mangsa dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Hasil pengamatan yang dilakukan menunjukkan bahwa, preferensi predator M. sexmaculatus dan M. lineata terhadap stadia mangsa dengan ukuran yang lebih besar disebabkan karena stadia mangsa yang berukuran besar lebih dapat dikenali keberadaannya oleh predator dan mudah ditemukan dibandingkan dengan stadia mangsa yang berukuran kecil. Sabelis (1992) menyatakan bahwa pengenalan predator terhadap mangsa dapat memengaruhi pemangsaan yang dilakukan. Selain pengenalan terhadap mangsa, komponen yang dapat memengaruhi preferensi terhadap mangsa adalah ketertarikan dan kesesuaian terhadap mangsa, keputusan predator untuk menyerang atau tidak, dan kemampuan untuk menangkap lalu mengonsumsi mangsa (Cisneros dan Rosenheim 1998).

Hubungan Kerapatan Mangsa dengan Pemangsaan

Kerapatan mangsa yang berbeda dalam pengujian yang telah dilakukan memberikan hasil yang beragam terhadap jumlah pemangsaan oleh predator (Gambar 18). Jumlah B. tabaci yang dikonsumsi oleh imago M. sexmaculatus dalam 8 jam adalah sebanyak 5, 7, dan 14 individu berturut-turut pada kerapatan 10, 20, dan 40 mangsa. Konsumsi M. persicae oleh M. sexmaculatus pada kerapatan mangsa 10, 20, dan 40 individu adalah sebanyak 9, 16, dan 30 individu selama 8 jam.

Kecenderungan pemangsaan yang sama ditunjukkan oleh imago M. lineata yang dapat memangsa B. tabaci sebanyak 4, 13, dan 21 mangsa pada kerapatan 10, 20, dan 40 mangsa dalam 8 jam. M. persicae yang dimangsa oleh M. lineata dalam waktu yang sama adalah sejumlah 3, 10, dan 17 individu mangsa.


(39)

Gambar 18 Pemangsaan imago betina M. sexmaculatus (kiri) dan M. lineata (kanan) terhadap nimfa instar IV B. tabaci dan imago M. persicae pada kerapatan berbeda

Hasil ini menunjukkan bahwa pemangsaan oleh predator M. sexmaculatus dan M. lineata terjadi paling tinggi pada kerapatan mangsa 40 individu. Pemangsaan terendah oleh predator terjadi pada kerapatan mangsa 10 individu per stadia mangsa. Kecenderungan hubungan yang ditunjukkan antara kerapatan mangsa dan pemangsaan yang dilakukan oleh predator adalah semakin tinggi kerapatan mangsa maka pemangsaan yang dilakukan oleh predator meningkat.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wagiman (1997), kerapatan mangsa memberikan pengaruh terhadap jumlah mangsa yang dimakan. Perilaku pemangsaan oleh predator dapat berubah seiring dengan berubahnya kerapatan populasi mangsa (Hassel et al. 1977). Ketika populasi mangsa tinggi, kemungkinan predator untuk menemukan mangsanya akan meningkat dibandingkan pada saat populasi rendah. Kemungkinan menemukan mangsa inilah yang memengaruhi jumlah konsumsi predator terhadap mangsa. Semakin sering predator menemukan mangsa, maka semakin banyak mangsa yang dapat dikonsumsi. Pengujian dengan 3 taraf kerapatan mangsa (10, 20, dan 40 individu per jenis mangsa) menunjukkan kecenderungan semakin tinggi kerapatan mangsa yang tersedia maka semakin tinggi pula jumlah pemangsaan yang dilakukan oleh predator.

y = 4.335x + 0.106 R² = 0.888 y = 10.67x - 3.01

R² = 0.974

0 5 10 15 20 25 30 35 40

10 20 40

Juml

ah mangsa yang di

makan

ol

eh

predator/8 jam

(individu)

y = 8.17x - 3.676 R² = 0.998

y = 6.835x - 3.893 R² = 0.999 0 5 10 15 20 25 30 35 40

10 20 40

B. tabaci M. persicae


(40)

KESIMPULAN

Predator M. sexmaculatus lebih menyukai kutudaun M. persicae dibanding kutukebul B. tabaci, sebaliknya predator M. lineata lebih menyukaikutukebul B. tabaci dibanding kutudaun M. persicae. Predator M. sexmaculatus yang paling banyak memangsa adalah imago betina sedangkan predator M. lineata yang paling banyak memangsa adalah stadia larva instar IV.

Preferensi predator terhadap berbagai stadia B. tabaci menunjukkan hasil bahwa kedua predator M. sexmaculatus dan M. lineata menyukai nimfa instar IV dibandingkan stadia lainnya. Preferensi predator terhadap berbagai stadia M. persicae menunjukkan bahwa kedua predator menyukai imago dibandingkan stadia lainnya. Imago betina M. sexmaculatus dapat memangsa 14 nimfa instar IV B. tabaci dan 30 imago M. persicae dalam waktu 8 jam sedangkan imago betina M. lineata mampu memangsa 21 nimfa instar IV B. tabaci dan 17 imago M. persicae dalam waktu yang sama. Kemampuan pemangsaan oleh predator M. sexmaculatus lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan pemangsaan oleh predatorM. lineataterhadap B. tabaci dan M. persicae.Berdasarkan 3 taraf kerapatan yang mangsa diuji, yaitu 10, 20, dan 40 individu, semakin tinggi kerapatan mangsa maka pemangsaan semakin tinggi pula.


(41)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2001. Green peach aphid.

Anderson JME, Hales DF. 1983. Micraspis lineata (Thunberg) (Coleoptera: Coccinellidae) – seasonality and food. General and Applied Entomology.15: 47-52.

Badri I. 1983. Identification of the Aleyrodid on soybean from two location in west Java and some bionomics of Bemisia tabaci Genn. (Homoptera: Aleyrodidae) on three soybean varieties. Seameo-Regional Center for Tropical Biology. Bogor (ID): Biotrop.

Barnard CJ. 1983. Animal Behavior: Ecology and Evolution. Beckenham (UK): Croom Hell.

Blackman RL, Eastop VF. 2000. Aphids on the World’s Crops: An Identification and Information Guide 2nd ed. Chicheste (UK): Wiley.

Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga. Edisi ke-6. Partosoedjono S, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: An Introduction to the Study of Insects. Brown JK, Costa HS, Laemmlen F. 1992. First report of whirefly associated labu

silverleaf disorder of Cucurbita in Arizona and of white streaking disorder of

Brassica in Arizona and Californi. Plant Diseases. 76: 426.

Cahyadi AT. 2004. Biologi Sycanus annulicornis (Hemiptera: Reduviidae) pada tiga jenis mangga [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Cisneros JJ, Rosenheim JA. 1998. Changes in the foraging behavior, within plant vertical distribution, and microhabitat selection of a generalist insect predator: An age analysis. Environtmental Entomology. 27 (4): 949-957. De Bach P. 1979. Biological Control of Insect Pests and Weeds. London (UK):

Cambridge University Press.

Dixon AFG. 2000. Insect Predator–Prey Dynamics: Ladybird Beetles and Biological Control. Cambridge (UK): Cambridge University Press.

Engka R. 2003. Biologi predator Menochilus sexmaculatus (F) (Coleoptera: Coccinellidae) dengan makanan kutu daun Myzus persicae Sulzer (Homoptera: Aphididae) pada tanaman cabai. Eugenia 9(3): 176-182.

Gameel OJ. 1977. Bemisia tabaci Genn. Di dalam: Kranz J, Schummutterer H, Kock W, editor. Diseases, Pests, and Weed in Tropical Crops. New York (US): John Wiley and Sons.

Greathead AH. 1986. Host plants. Di dalam: Cock MJW, editor. Bemisia tabaci: A literature survey on the cotton whitefly with an annotated bibliography.

Silwood Park (UK): CAB International Institutes, Biological Control. Hlm 17-26.

Hagen et al. 1989. Biologi dan dampak predator. Di dalam: Mangoendihargjo S, penerjemah; Huffaker CB, Messenger PS, editor. Jakarta (ID): Universitas


(42)

Indonesia. Terjemahan dari: Theory and Practice of Biological Control. Hlm 114-158.

Hajek AE, Dahlsten DL. 1987. Behavioral interactions between three birch aphid species and Adalia bipunctata larvae. Environtmental Entomology. 45: 81-87.

Hassel MP, Lawton JH, Beddington JR. 1977. Sigmoid functional responses by invertebrate predators and parasitoids. Journal Animal Ecology. 46: 249-262.

Hidayat P, Aidawati N, Hidayat SH, Sartiami D. 2008. Tanaman indikator dan teknik RAPD-PCR untuk penentuan biotipe Bemisia tabaci Gennadius (Hemiptera: Aletrodidae). Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika.19:44-53.

Hidayat P, Setiawati W, Murtiningsih RRR. 2009. Strategi pemanfaatan musuh alami dalam pengendalian Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae) sebagai vector penyakit virus kuning pada pertanaman cabai merah [laporan penelitian KKP3T]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hodek I, Honek A. 1996. Ecology of Coccinellidae. Dordrecht (GR): Kluwer

Academi Publishers.

Holling CS. 1959. Some characteristic of simple types of predation and parasitism. Canadian Entomology.91: 385-398.

Houck MA. 1986. Prey preference in Stethorus punctum (Coleoptera: Coccinellidae). Environtmental Entomology. 15: 967-970.

IRRI. 2007. Lady beetle Menochilus sexmaculatus (Fabricius).

Jervis M,Kidd N. 1996. Population Dynamics. Di dalam: Jervis M,Kidd N, editor.Insect Natural EnemiesPractical Approaches to Their Study and Evaluation. London (UK): Chapman andHall.

Jones D. 2003. Plant viruses transmitted by whiteflies. European Journal of Plant Pathology. 109: 197-221.

Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia.Laan PA van der, penerjemah. Jakarta (ID): Ichtiar Baru-van Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie.

Lubis Y. 2005. Peranan keanekaragaman hayati artropoda sebagai musuh alami pada lahan padi sawah. Jurnal Penelitian Bidang Ilmu Pertanian.3(3): 16-24.

Mahrub E. 1991. Biologi dan Kemampuan Memangsa Predator Menochilus sexmaculatus F. pada Dua Jenis Aphis. Laboratorium Pengendalian Hayati Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta. 12 hal.

Malcolm SB. 1992. Prey defense and predator foraging.Crawley MJ, editor.Natural Enemies. Oxford (UK): Blackwell Scientific Publications.


(43)

Martin JH, Mifsud D, Rapisarda C. 2000. The whiteflies (Hemiptera: Aleyrodidae) of Europe and Mediterranean basin. Bulletin of Entomological Research.86: 407-448.

Muharam A, Setiawati W. 2007. Teknik perbanyakan masal predator Menochilus sexmaculatus pengendali serangga Bemisia tabaci vektor virus kuning pada tanaman cabai. Jurnal Hortikultura. 17(4): 365-373.

Oka IN. 1998. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press.

Price PW. 1997. Insect Ecology. New York (US): John Wiley and Sons.

Purnomo, Sudiono. 2009. Populasi kutu kebul (Bemisia tabaci Genn.) pada berbagai pola tanaman cabai (Capsicum annum L.). Jurnal Pertanian Terapan.9(2): 86-89.

Roger C. 1999. Mechanisms of Prey Selection in the LadybeetleColeomegilla maculata lengi Timb. (Coleoptera:Coccinellidae) [tesis]. Canada (US): McGill University.

Rusli ES, Hidayat SH, Suseno R, Tjahjono B. 1999. Virus Gemini pada cabai: Variasi gejaladan studi cara penularan. Buletin Hama dan Penyakit Tumbuhan.11(1): 26-31.

Sabelis MW. 1992. Predatory arthropods. Di dalam: Crawley MJ, editor. Natural Enemies. Oxford (UK): Blackwell Scientific Publication.

Shepard M, Carner GR, Ooi PAC. 2008. Lady beetle Micraspis lineata. Desember 2012]

Strauss RE. 1979. Reliability estimates for Ivlev’s electivity index, the forage ratio, and proposed linear index of food selection. Trans. of the American Fisheries Society. 108: 544-552.

Subagyo VNO. 2010. Neraca kehidupan kutukebul Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae) pada tanaman tomat (Lycopersicon esculentum

Mill.), tanaman cabai (Capsicum annum L.), dan gulma babadotan (Ageratum conyzoides L.) pada suhu 25 °C dan 29 ° C [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sumiati. 2002. Evaluasi peran kumbng tanah Pheropsopu occipitalis (Mcleay) (Coleoptera: Carabidae) sebagai predator larva Lepidoptera di laboratorium [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.

Syahrawati M, Hamid H. 2010. Diversitas Coccinellidae Predator pada Pertanaman Sayuran di Kota Padang. Padang (ID): Universitas Andalas Padang.

Tambunan VB. 2011. Kemampuan pemangsaan predator Menochilus sexmaculatus Fab. dan Micraspis lineate Thun. (Coleoptera: Coccinellidae) terhadap kutukebul Bemisia tabaci Genn. (Hemiptera: Aleyrodidae) dan kutudaun Myzus persicae (Hemiptera: Aphididae) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.


(44)

Tarumingkeng RC. 1994. Dinamika Pertumbuhan Populasi Serangga. Bogor (ID): IPB Press.

Udiarto BK. 2012. Potensi pemanfaatan tanaman pinggir dan predator (Coccinellidae) untuk pengendalian Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aphididae) sebagai vektor Geminivirus pada pertanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Usyati N. 2010. Keefektifan Padi Transgenik yang Mengandung Gen Cry untuk

Pengelolaan Hama Penggerek Batang Padi Kuning Scirpophaga incertulas

(Walker) (Lepidoptera: Pyralidae) [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Wagiman FF. 1997. Ritme aktivitas harian Menochilus sexmaculata memangsa

Aphis craccivora. Prosiding Perhimpunan Entomologi Indonesia V dan Simposium Entomologi. Bandung (ID). Pp. 278-280.


(45)

(46)

Lampiran 1 Uji preferensi larva instar II M. sexmaculatus terhadap berbagai stadia B. tabaci pada kerapatan berbeda

Stadia Mangsa

JSP*

1 2 4 8

1 2 3 Rerata 1 2 3 Rerata 1 2 3 Rerata 1 2 3 Rerata

Kerapatan 10

Nimfa instar I 0 1 1 0.67 2 0 0 0.67 0 2 0 0.67 1 0 0 0.33

Nimfa instar II 1 2 2 1.67 2 1 1 1.33 1 0 0 0.33 2 1 0 1.00

Nimfa instar III 2 1 3 2.00 1 2 2 1.67 1 1 0 0.67 1 0 1 0.67

Nimfa instar IV 4 0 2 2.00 2 1 2 1.67 0 2 1 1.00 0 1 2 1.00

Kerapatan 20

Nimfa instar I 1 2 0 1.00 0 1 0 0.33 0 1 1 0.67 1 1 0 0.67

Nimfa instar II 3 1 2 2.00 1 1 1 1.00 0 2 2 1.33 0 2 1 1.00

Nimfa instar III 3 2 2 2.33 2 2 3 2.33 2 1 1 1.33 1 0 0 0.33

Nimfa instar IV 4 8 4 5.33 3 2 2 2.33 2 0 1 1.00 1 1 2 1.33

Kerapatan 40

Nimfa instar I 0 2 1 1.00 1 2 0 1.00 1 2 1 1.33 1 1 2 1.33

Nimfa instar II 1 2 2 1.67 1 0 0 0.33 0 1 0 0.33 0 0 0 0.00

Nimfa instar III 4 6 4 4.67 2 4 3 3.00 2 3 2 2.33 2 1 1 1.33

Nimfa instar IV 9 7 6 7.33 5 6 8 6.33 2 0 2 1.33 0 3 0 1.00

* jam setelah perlakuan


(47)

Lampiran 2 Uji preferensi larva instar III M. sexmaculatus terhadap berbagai stadia B. tabaci pada kerapatan berbeda

Stadia Mangsa

JSP*

1 2 4 8

1 2 3 Rerata 1 2 3 Rerata 1 2 3 Rerata 1 2 3 Rerata Kerapatan 10

Nimfa instar I 2 1 0 1.00 0 0 3 1.00 1 1 0 0.67 0 0 0 0.00

Nimfa instar II 1 1 1 1.00 0 2 0 0.67 0 2 1 1.00 0 0 0 0.00

Nimfa instar III 0 1 2 1.00 1 1 2 1.33 4 1 1 2.00 4 2 3 3.00

Nimfa instar IV 3 2 2 2.33 2 4 0 2.00 2 1 2 1.67 1 2 1 1.33

Kerapatan 20

Nimfa instar I 2 1 1 1.33 1 1 0 0.67 3 2 0 1.67 0 1 0 0.33

Nimfa instar II 3 2 4 3.00 0 2 2 1.33 5 4 1 3.33 2 2 2 2.00

Nimfa instar III 4 2 2 2.67 2 3 1 2.00 0 3 3 2.00 2 3 1 2.00

Nimfa instar IV 2 6 7 5.00 2 1 2 1.67 2 2 1 1.67 2 1 3 2.00

Kerapatan 40

Nimfa instar I 0 1 0 0.33 1 0 1 0.67 0 1 0 0.33 1 0 0 0.33

Nimfa instar II 2 2 1 1.67 0 2 1 1.00 1 3 2 2.00 2 1 0 1.00

Nimfa instar III 2 5 3 3.33 3 1 1 1.67 3 1 1 1.67 2 1 2 1.67

Nimfa instar IV 8 8 7 7.67 6 5 8 6.33 4 2 3 3.00 2 3 3 2.67

* jam setelah perlakuan


(48)

Lampiran 3 Uji preferensi larva instar IV M. sexmaculatus terhadap berbagai stadia B. tabaci pada kerapatan berbeda

Stadia Mangsa

JSP*

1 2 4 8

1 2 3 Rerata 1 2 3 Rerata 1 2 3 Rerata 1 2 3 Rerata Kerapatan 10

Nimfa instar I 0 0 0 0.00 1 0 3 1.33 1 0 1 0.67 1 2 0 1.00

Nimfa instar II 2 2 2 2.00 1 1 1 1.00 2 2 1 1.67 2 1 3 2.00

Nimfa instar III 2 3 3 2.67 1 2 1 1.33 0 0 2 0.67 1 0 1 0.67

Nimfa instar IV 4 2 3 3.00 2 1 1 1.33 3 4 2 3.00 1 3 1 1.67

Kerapatan 20

Nimfa instar I 1 0 0 0.33 1 0 1 0.67 0 1 0 0.33 0 0 0 0.00

Nimfa instar II 2 3 1 2.00 3 1 2 2.00 4 2 0 2.00 1 2 3 2.00

Nimfa instar III 3 3 3 3.00 3 4 4 3.67 2 3 3 2.67 2 2 1 1.67

Nimfa instar IV 3 4 7 4.67 4 1 1 2.00 3 4 1 2.67 5 4 3 4.00

Kerapatan 40

Nimfa instar I 1 0 1 0.67 1 2 2 1.67 1 4 1 2.00 1 2 0 1.00

Nimfa instar II 2 1 3 2.00 0 2 1 1.00 2 3 2 2.33 5 3 2 3.33

Nimfa instar III 1 4 7 4.00 2 2 2 2.00 3 4 2 3.00 7 4 1 4.00

Nimfa instar IV 8 7 4 6.33 5 3 1 3.00 3 4 2 3.00 6 5 2 4.33

* jam setelah perlakuan


(49)

Lampiran 4 Uji preferensi imago betina M. sexmaculatus terhadap berbagai stadia B. tabaci pada kerapatan berbeda

Stadia Mangsa

JSP*

1 2 4 8

1 2 3 Rerata 1 2 3 Rerata 1 2 3 Rerata 1 2 3 Rerata Kerapatan 10

Nimfa instar I 1 0 0 0.33 1 0 1 0.67 2 1 0 1.00 0 0 1 0.33

Nimfa instar II 2 2 2 2.00 1 1 1 1.00 2 2 1 1.67 2 1 3 2.00

Nimfa instar III 2 3 3 2.67 1 2 1 1.33 0 0 2 0.67 1 0 1 0.67

Nimfa instar IV 4 2 3 3.00 2 1 1 1.33 3 4 2 3.00 1 3 1 1.67

Kerapatan 20

Nimfa instar I 0 0 1 0.33 0 1 0 0.33 1 2 0 1.00 1 0 0 0.33

Nimfa instar II 2 2 2 2.00 2 3 1 2.00 2 3 2 2.33 2 3 1 2.00

Nimfa instar III 4 3 4 3.67 3 3 3 3.00 2 3 3 2.67 2 2 1 1.67

Nimfa instar IV 5 4 3 4.00 3 4 7 4.67 1 3 4 2.67 4 1 1 2.00

Kerapatan 40

Nimfa instar I 2 0 1 1.00 1 1 1 1.00 0 1 0 0.33 0 1 1 0.67

Nimfa instar II 4 5 3 4.00 3 4 2 3.00 2 3 3 2.67 2 3 1 2.00

Nimfa instar III 6 5 6 5.67 4 5 2 3.67 2 3 5 3.33 6 4 2 4.00

Nimfa instar IV 7 9 5 7.00 5 4 4 4.33 5 4 3 4.00 2 5 4 3.67

* jam setelah perlakuan


(50)

Lampiran 5 Uji preferensi larva instar II M. lineata terhadap berbagai stadia B. tabaci pada kerapatan berbeda

Stadia Mangsa

JSP*

1 2 4 8

1 2 3 Rerata 1 2 3 Rerata 1 2 3 Rerata 1 2 3 Rerata Kerapatan 10

Nimfa instar I 0 0 0 0.00 1 0 0 0.33 1 3 1 1.67 0 0 0 0.00

Nimfa instar II 3 1 4 2.67 2 0 1 1.00 0 3 0 1.00 2 0 1 1.00

Nimfa instar III 2 3 4 3.00 0 1 1 0.67 3 1 0 1.33 1 0 1 0.67

Nimfa instar IV 4 5 2 3.67 2 0 3 1.67 2 4 1 2.33 2 3 1 2.00

Kerapatan 20

Nimfa instar I 0 1 0 0.33 0 0 1 0.33 1 0 2 1.00 0 0 0 0.00

Nimfa instar II 0 6 6 4.00 2 0 0 0.67 3 0 4 2.33 2 3 2 2.33

Nimfa instar III 0 4 4 2.67 2 0 2 1.33 2 1 6 3.00 1 2 4 2.33

Nimfa instar IV 2 4 2 2.67 4 2 4 3.33 8 8 5 7.00 3 2 4 3.00

Kerapatan 40

Nimfa instar I 2 4 4 3.33 5 2 1 2.67 2 0 4 2.00 0 0 1 0.33

Nimfa instar II 10 5 4 6.33 0 6 2 2.67 0 2 5 2.33 5 3 3 3.67

Nimfa instar III 5 3 5 4.33 0 7 4 3.67 10 4 7 7.00 2 4 5 3.67

Nimfa instar IV 5 5 4 4.67 5 3 2 3.33 10 7 8 8.33 4 6 7 5.67

* jam setelah perlakuan


(51)

Lampiran 6 Uji preferensi larva instar III M. lineata terhadap berbagai stadia B. tabaci pada kerapatan berbeda

Stadia Mangsa

JSP*

1 2 4 8

1 2 3 Rerata 1 2 3 Rerata 1 2 3 Rerata 1 2 3 Rerata Kerapatan 10

Nimfa instar I 1 2 1 1.33 0 1 1 0.67 2 0 1 1.00 0 1 0 0.33

Nimfa instar II 2 2 1 1.67 1 1 1 1.00 0 2 2 1.33 2 1 0 1.00

Nimfa instar III 1 1 2 1.33 1 1 1 1.00 2 3 1 2.00 1 2 3 2.00

Nimfa instar IV 3 4 3 3.33 3 1 2 2.00 2 3 3 2.67 2 0 4 2.00

Kerapatan 20

Nimfa instar I 1 1 0 0.67 0 1 0 0.33 2 1 1 1.33 1 1 1 1.00

Nimfa instar II 4 5 3 4.00 2 0 1 1.00 3 3 3 3.00 2 4 3 3.00

Nimfa instar III 3 1 2 2.00 0 2 0 0.67 5 6 2 4.33 3 3 4 3.33

Nimfa instar IV 4 3 2 3.00 3 5 4 4.00 4 5 3 4.00 4 5 4 4.33

Kerapatan 40

Nimfa instar I 4 2 1 2.33 1 4 3 2.67 1 2 0 1.00 4 4 1 3.00

Nimfa instar II 9 6 3 6.00 2 3 2 2.33 2 3 4 3.00 4 2 2 2.67

Nimfa instar III 5 6 6 5.67 2 0 3 1.67 11 9 9 9.67 3 6 5 4.67

Nimfa instar IV 10 7 5 7.33 6 7 2 5.00 8 9 10 9.00 4 7 5 5.33

* jam setelah perlakuan


(52)

Lampiran 7 Uji preferensi larva instar IV M. lineata terhadap berbagai stadia B. tabaci pada kerapatan berbeda

Stadia Mangsa

JSP*

1 2 4 8

1 2 3 Rerata 1 2 3 Rerata 1 2 3 Rerata 1 2 3 Rerata Kerapatan 10

Nimfa instar I 1 0 2 1.00 1 1 0 0.67 0 0 0 0.00 0 0 0 0.00

Nimfa instar II 2 2 2 2.00 2 2 1 1.67 1 3 2 2.00 1 0 1 0.67

Nimfa instar III 2 3 1 2.00 1 1 2 1.33 1 2 0 1.00 1 1 2 1.33

Nimfa instar IV 5 5 2 4.00 3 2 2 2.33 1 1 4 2.00 2 1 2 1.67

Kerapatan 20

Nimfa instar I 1 2 1 1.33 1 1 1 1.00 1 1 0 0.67 0 1 0 0.33

Nimfa instar II 5 6 4 5.00 1 1 2 1.33 2 4 3 3.00 3 2 3 2.67

Nimfa instar III 5 3 3 3.67 2 2 4 2.67 5 4 2 3.67 1 5 3 3.00

Nimfa instar IV 3 6 9 6.00 4 4 3 3.67 3 3 5 3.67 3 4 3 3.33

Kerapatan 40

Nimfa instar I 3 4 3 3.33 2 3 2 2.33 0 1 1 0.67 0 1 0 0.33

Nimfa instar II 5 6 8 6.33 3 3 3 3.00 2 3 3 2.67 4 1 1 2.00

Nimfa instar III 10 6 8 8.00 4 4 3 3.67 9 9 7 8.33 6 4 3 4.33

Nimfa instar IV 13 8 11 10.67 6 8 3 5.67 11 6 9 8.67 3 5 6 4.67

* jam setelah perlakuan


(53)

Lampiran 8 Uji preferensi imago betina M. lineata terhadap berbagai stadia B. tabaci pada kerapatan berbeda

Stadia Mangsa

JSP*

1 2 4 8

1 2 3 Rerata 1 2 3 Rerata 1 2 3 Rerata 1 2 3 Rerata Kerapatan 10

Nimfa instar I 1 0 4 1.67 0 0 4 1.33 0 0 0 0.00 0 0 0 0.00

Nimfa instar II 1 1 3 1.67 3 1 4 2.67 3 2 0 1.67 0 1 1 0.67

Nimfa instar III 2 1 5 2.67 2 4 2 2.67 1 0 0 0.33 1 0 1 0.67

Nimfa instar IV 1 4 5 3.33 4 1 3 2.67 1 0 2 1.00 1 0 0 0.33

Kerapatan 20

Nimfa instar I 1 0 1 0.67 0 2 0 0.67 0 2 0 0.67 0 5 0 1.67

Nimfa instar II 7 3 6 5.33 2 0 3 1.67 2 5 5 4.00 0 6 4 3.33

Nimfa instar III 3 3 4 3.33 2 1 4 2.33 5 10 6 7.00 6 6 5 5.67

Nimfa instar IV 4 5 10 6.33 4 1 2 2.33 9 8 4 7.00 3 5 4 4.00

Kerapatan 40

Nimfa instar I 6 3 3 4.00 3 0 3 2.00 1 0 0 0.33 1 4 5 3.33

Nimfa instar II 8 9 6 7.67 4 0 1 1.67 2 5 0 2.33 1 8 3 4.00

Nimfa instar III 10 5 7 7.33 6 3 5 4.67 0 2 2 1.33 0 2 8 3.33

Nimfa instar IV 10 10 3 7.67 7 7 4 6.00 1 4 0 1.67 8 4 7 6.33

* jam setelah perlakuan


(54)

Lampiran 9 Uji preferensi larva instar II M. sexmaculatus terhadap berbagai stadia M. persicae pada kerapatan berbeda

Stadia Mangsa

JSP*

1 2 4 8

1 2 3 Rerata 1 2 3 Rerata 1 2 3 Rerata 1 2 3 Rerata Kerapatan 10

Nimfa instar I 2 1 0 1.00 0 1 0 0.33 1 0 1 0.67 0 0 0 0.00

Nimfa instar II 0 0 2 0.67 2 1 3 2.00 1 1 2 1.33 2 1 1 1.33

Nimfa instar III 2 2 1 1.67 1 0 1 0.67 1 0 0 0.33 1 1 1 1.00

Nimfa instar IV 3 4 2 3.00 1 3 1 1.67 1 2 2 1.67 1 1 2 1.33

Kerapatan 20

Nimfa instar I 0 1 0 0.33 0 0 0 0.00 0 0 1 0.33 0 1 0 0.33

Nimfa instar II 1 1 0 0.67 1 2 1 1.33 1 1 0 0.67 1 2 3 2.00

Nimfa instar III 1 2 1 1.33 1 2 0 1.00 1 3 2 2.00 1 1 2 1.33

Nimfa instar IV 3 3 4 3.33 2 1 1 1.33 2 0 1 1.00 2 1 0 1.00

Kerapatan 40

Nimfa instar I 1 1 2 1.33 2 1 1 1.33 0 2 1 1.00 1 0 0 0.33

Nimfa instar II 2 3 4 3.00 3 1 3 2.33 1 2 4 2.33 0 2 1 1.00

Nimfa instar III 6 2 5 4.33 2 3 2 2.33 2 3 1 2.00 2 1 1 1.33

Nimfa instar IV 14 6 8 9.33 3 5 4 4.00 3 0 2 1.67 1 3 1 1.67

* jam setelah perlakuan


(1)

Lampiran 20 Preferensi imago betina M. sexmaculatus terhadap nimfa instar IV B. tabaci dan imago M. persicae pada kerapatan berbeda

Mangsa

JSP*

1 2 4 8

1 2 3 Rerata 1 2 3 Rerata 1 2 3 Rerata 1 2 3 Rerata

Kerapatan 10

B. tabaci 1 2 3 2.00 1 0 2 1.00 1 1 2 1.33 1 1 1 1.00

M. persicae 2 4 2 2.67 2 3 2 2.33 2 2 3 2.33 2 1 1 1.33

Kerapatan 20

B. tabaci 6 3 5 4.67 2 3 2 2.33 2 2 1 1.67 0 1 1 0.67

M. persicae 5 7 7 6.33 6 5 6 5.67 4 4 4 4.00 3 4 2 3.00

Kerapatan 40

B. tabaci 10 8 7 8.33 4 5 5 4.67 1 2 0 1.00 0 0 0 0.00

M. persicae 13 12 11 12.00 8 9 9 8.67 2 7 7 5.33 4 5 3 4.00


(2)

Lampiran 21 Preferensi larva instar II M. lineata terhadap nimfa instar IV B. tabaci dan imago M. persicae pada kerapatan berbeda

Mangsa

JSP*

1 2 4 8

1 2 3 Rerata 1 2 3 Rerata 1 2 3 Rerata 1 2 3 Rerata

Kerapatan 10

B. tabaci 1 2 4 2.33 1 1 2 1.33 1 1 0 0.67 0 0 0 0.00

M. persicae 2 3 1 2.00 0 2 0 0.67 0 0 0 0.00 0 0 1 0.33

Kerapatan 20

B. tabaci 6 7 4 5.67 5 3 5 4.33 2 3 1 2.00 2 2 2 2.00

M. persicae 6 4 3 4.33 2 3 3 2.67 1 1 3 1.67 0 0 1 0.33

Kerapatan 40

B. tabaci 9 12 13 11.33 6 4 3 4.33 2 1 2 1.67 2 2 2 2.00

M. persicae 10 11 11 10.67 3 2 1 2.00 0 1 1 0.67 2 2 1 1.67


(3)

Lampiran 22 Preferensi larva instar III M. lineata terhadap nimfa instar IV B. tabaci dan imago M. persicae pada kerapatan berbeda

Mangsa

JSP*

1 2 4 8

1 2 3 Rerata 1 2 3 Rerata 1 2 3 Rerata 1 2 3 Rerata

Kerapatan 10

B. tabaci 2 3 1 2.00 1 1 2 1.33 1 1 0 0.67 1 2 1 1.33

M. persicae 3 1 2 2.00 1 2 0 1.00 1 0 0 0.33 1 1 1 1.00

Kerapatan 20

B. tabaci 4 5 6 5.00 4 4 5 4.33 2 3 1 2.00 2 3 3 2.67

M. persicae 3 5 3 3.67 3 3 5 3.67 0 3 2 1.67 1 2 2 1.67

Kerapatan 40

B. tabaci 11 7 10 9.33 7 5 5 5.67 5 2 3 3.33 3 4 2 3.00

M. persicae 10 9 8 9.00 6 5 4 5.00 2 4 2 2.67 0 1 0 0.33


(4)

Lampiran 23 Preferensi larva instar IV M. lineata terhadap nimfa instar IV B. tabaci dan imago M. persicae pada kerapatan berbeda

Mangsa

JSP*

1 2 4 8

1 2 3 Rerata 1 2 3 Rerata 1 2 3 Rerata 1 2 3 Rerata

Kerapatan 10

B. tabaci 4 3 2 3.00 1 2 3 2.00 3 2 2 2.33 2 2 2 2.00

M. persicae 3 4 1 2.67 4 1 1 2.00 1 0 2 1.00 0 2 0 0.67

Kerapatan 20

B. tabaci 8 6 5 6.33 4 3 6 4.33 2 4 5 3.67 3 3 0 2.00

M. persicae 5 7 4 5.33 2 2 3 2.33 3 4 2 3.00 2 1 2 1.67

Kerapatan 40

B. tabaci 10 11 14 11.67 5 6 4 5.00 3 3 5 3.67 2 2 1 1.67

M. persicae 10 10 13 11.00 4 3 6 4.33 3 4 1 2.67 2 0 1 1.00


(5)

Lampiran 24 Preferensi imago betina M. lineata terhadap nimfa instar IV B. tabaci dan imago M. persicae pada kerapatan berbeda

Mangsa

JSP*

1 2 4 8

1 2 3 Rerata 1 2 3 Rerata 1 2 3 Rerata 1 2 3 Rerata

Kerapatan 10

B. tabaci 5 3 2 3.33 3 2 2 2.33 1 0 2 1.00 1 0 1 0.67

M. persicae 2 3 1 2.00 1 2 3 2.00 0 1 1 0.67 0 1 0 0.33

Kerapatan 20

B. tabaci 7 8 4 6.33 2 2 3 2.33 1 2 1 1.33 3 4 2 3.00

M. persicae 7 6 5 6.00 1 2 1 1.33 1 1 2 1.33 0 0 3 1.00

Kerapatan 40

B. tabaci 9 11 13 11.00 6 3 5 4.67 3 3 3 3.00 2 0 4 2.00

M. persicae 9 10 10 9.67 4 6 3 4.33 2 2 1 1.67 1 1 1 1.00


(6)

Data pemanngsaan imago betina M. lineata terhadap berbagai stadia B. tabaci

pada kerapatan 40 individu/stadia mangsa

Pemangsaan terhadap nimfa instar I

= 9.66

Pemangsaan terhadap nimfa instar II

= 15.67

Pemangsaan terhadap nimfa instar III

= 16.66

Pemangsaan terhadap nimfa instar IV

= 21.67

Total

pemangsaan =

63.66

L

nimfa instar I

= 9.66/63.66 – 40/160

= 0.15253 – 0.25

=

0.09747

-0.10

L

nimfa instar II

= 15.67/63.66 – 40/160

= 0.24743 – 0.25

=

0.00257

0.00

L

nimfa instar II I

= 16.66/63.66 – 40/160

= 0.26170 – 0.25

=

0.01170

0.01

L

nimfa instar IV

= 21.67/63.66 – 40/160

= 0.34040 – 0.25

=

0.09040

0.09


Dokumen yang terkait

Efektivitas Granula Paecilomyces fumosoroseus (Wize) Brown & Smith Terhadap imfa Kutukebul (Bemisia tabaci Genn.).

0 4 13

EFEKTIVITAS GRA ULA Paecilomyces fumosoroseus (WIZE) BROW & && & SMITH TERHADAP IMFA KUTUKEBUL (Bemisia tabaci Genn.)

0 5 12

EFEKTIVITAS GRA ULA Paecilomyces fumosoroseus (WIZE) BROW & SMITH TERHADAP IMFA KUTUKEBUL (Bemisia tabaci Genn.)

0 6 13

KARAKTERISASI DAN VIRULENSI ISOLAT CENDAWAN Paecilomyces fumosoroseus pada KUTU KEBUL (Bemisia tabaci Genn.)

0 2 13

Pengaruh Varietas dan Umur Kedelai terhadap Pola Perilaku dan Pertumbuhan Populasi Bemisia tabaci Genn. (Homoptera : Aleyrodidae)

0 13 96

Pemanfaatan tanaman pembatas pinggir dan predator Coccinellidae untuk pengendalian kutukebul Bemisia tabaci, vektor begomovirus pada pertanaman cabai merah

4 44 125

Ketahanan enam genotipe cabai (Capsicum spp.) terhadap Begomovirus dan pengaruhnya terhadap perkembangan vektor kutukebul Bemisia tabaci Genn. (Hemiptera: Aleyrodidae)

0 4 87

Kemampuan Pemangsaan Predator Menochilus sexmaculatus Fab. dan Micraspis lineata (Thunberg) (Coleoptera: Coccinellidae) terhadap Kutukebul Bemisia tabaci (Genn.) (Hemiptera: Aleyrodidae) dan Kutudaun Myzus persicae Sulz. (Hemiptera: Aphididae).

0 6 67

KOMPATIBILITAS ANTARA CENDAWAN ENTOMOPATOGEN Beauveria bassiana DAN PREDATOR Menochilus sexmaculatus SEBAGAI AGENS PENGENDALIAN HAYATI HAMA KUTUDAUN Neotoxoptera sp. PADA TANAMAN BAWANG.

0 0 6

Laporan Akhir Penelitian Fundamental Eksplorasi Dan Perkembangbiakan Massal Musuh Alami Kutukebul (Bemisia Tabaci Genn.) Dari Beberapa Sentra Produksi Tanaman Sayuran Di Jawa Barat.

0 0 3