Ketahanan enam genotipe cabai (Capsicum spp.) terhadap Begomovirus dan pengaruhnya terhadap perkembangan vektor kutukebul Bemisia tabaci Genn. (Hemiptera: Aleyrodidae)

KETAHANAN ENAM GENOTIPE CABAI (Capsicum spp.)
TERHADAP BEGOMOVIRUS DAN PENGARUHNYA
TERHADAP PERKEMBANGAN VEKTOR KUTUKEBUL
Bemisia tabaci GENN. (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE)

NISSA FAWWAZ ADILAH

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

ABSTRAK

NISSA FAWWAZ ADILAH. Ketahanan Enam Genotipe Cabai (Capsicum spp.)
terhadap Begomovirus dan Pengaruhnya terhadap Perkembangan Vektor
Kutukebul Bemisia tabaci Genn. (Hemiptera: Aleyrodidae). Dibimbing oleh SRI
HENDRASTUTI HIDAYAT.
Sejak musim tanam 2003 telah dilaporkan peningkatan kejadian penyakit
daun keriting kuning cabai di sebagian besar sentra penanaman cabai di Indonesia,

terutama di Jawa Tengah. Penyakit yang disebabkan oleh Begomovirus tersebut
ditularkan oleh serangga vektor yaitu kutukebul Bemisia tabaci (Gennadius)
(Hemiptera: Aleyrodidae). Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan evaluasi
ketahanan enam genotipe tanaman cabai [Meteor, Rimbun, Tornado, F1(12X14),
IPBC12, dan 35C2] terhadap infeksi Begomovirus. Evaluasi juga dilakukan untuk
mempelajari perkembangan serangga vektor kutukebul pada keenam genotipe
tersebut. Evaluasi ketahanan dilakukan melalui penularan Begomovirus
menggunakan serangga vektor kutukebul Bemisia tabaci. Pengamatan meliputi
jenis gejala, periode inkubasi, kejadian penyakit, dan keparahan penyakit. Deteksi
virus pada tanaman yang diinokulasi dilakukan menggunakan metode Polymerase
Chain Reaction (PCR). Pengujian perkembangan kutukebul pada enam genotipe
cabai dilakukan dengan pemeliharaan kutukebul pada masing-masing tanaman uji.
Analisis dilakukan terhadap jumlah telur, nimfa, pupa, dan imago, serta
menghitung persentase keberhasilan perkembangan kutukebul pada tiap stadia.
Hasil evaluasi ketahanan enam genotipe cabai terhadap infeksi Begomovirus
menunjukkan bahwa genotipe IPBC12 dapat dikelompokkan menjadi genotipe
tahan dengan keparahan berkisar antara 0 – 9,17 %, dan gejala yang ringan. Lima
genotipe lainnya yaitu Rimbun, Meteor, Tornado, F1(12X14), dan 35C2
dikelompokkan menjadi genotipe rentan dengan keparahan penyakit lebih dari
20%, dan gejala yang berat. Respon ketahanan genotipe IPBC12 dapat

dihubungkan dengan perkembangan kutukebul pada genotipe tersebut. Jumlah
telur kutukebul dan persentase keberhasilannya menjadi imago pada IPBC12
relatif lebih rendah dibandingkan lima genotipe lainnya.
Kata kunci: Begomovirus, cabai, evaluasi ketahanan, kutukebul

KETAHANAN ENAM GENOTIPE CABAI (Capsicum spp.)
TERHADAP BEGOMOVIRUS DAN PENGARUHNYA
TERHADAP PERKEMBANGAN VEKTOR KUTUKEBUL
Bemisia tabaci GENN. (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE)

NISSA FAWWAZ ADILAH

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2011

Judul Skripsi

: Ketahanan Enam Genotipe Tanaman Cabai (Capsicum
spp.) terhadap Begomovirus dan Pengaruhnya terhadap
Perkembangan Vektor Kutukebul Bemisia tabaci Genn.
(Hemiptera: Aleyrodidae)

Nama
NRP

: Nissa Fawwaz Adilah
: A34061005

Disetujui
Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc.

NIP : 19610708 19860 3 2001

Diketahui
Ketua Departemen

Dr. Ir. Dadang, M.Sc.
NIP: 19640204 19900 2 1002

Tanggal Lulus:

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 4 Maret 1989 dari Ayah
Muhammad Najib Subroto dan Ibu Atikah Wahab. Penulis merupakan putri kedua
dari tujuh bersaudara.
Tahun 2006 penulis menamatkan Sekolah Menengah Umum Negeri 26
Jakarta. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis selanjutnya
memilih program Studi Hama dan Penyakit Tanaman, Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Selama kuliah penulis memiliki pengalaman organisasi sebagai pengurus
Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) periode 2008-2009 dan
2009-2010. Penulis juga menjadi asisten praktikum mata kuliah Hama dan
Penyakit Benih dan Pascapanen pada tahun 2009, Pemanfaatan dan Pengelolaan
Pestisida, dan Pengendalian Hayati dan Pengelolaan Habitat pada tahun 2010.

PRAKATA

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian ini. Skripsi yang berjudul Ketahanan Enam Genotipe
Cabai (Capsicum spp.) terhadap Begomovirus dan Pengaruhnya terhadap
Perkembangan Vektor Kutukebul Bemisia tabaci Genn. (Hemiptera: Aleyrodidae)
merupakan tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana pada Institut Pertanian
Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya
kepada Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc. sebagai dosen pembimbing atas
kesabaran, arahan, dan bimbingan yang diberikan dalam merencanakan dan
melaksanakan penelitian serta menyusun laporan akhir ini. Kepada Dr. Ir.
Hermanu Triwidodo, M.Sc. sebagai dosen penguji tamu, penulis mengucapkan

terimakasih atas kritik, saran, masukan dan nasehatnya demi perbaikan laporan
tugas akhir ini. Terimakasih juga diucapkan kepada Dr. Ir. Abjad Asih
Nawangsih, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik yang senantiasa
memberikan perhatian dan semangat selama ini. Terimakasih juga disampaikan
kepada seluruh staf pengajar di Departemen Proteksi Tanaman atas bimbingan
yang diberikan selama melaksanakan pendidikan.
Penulis juga mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang tak
terhingga kepada orang tua penulis, Abi Najib dan Ummi Atikah tercinta yang tak
pernah berhenti memberikan kasih sayang, semangat, dan dukungan serta doa dan
harapan yang diberikan selama ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan
kepada kakakku Hudzaifah dan adik-adikku tersayang Maziya, Miqdad, Ayub,
Ya’qub, dan Hisyam atas semangat dan doa yang diberikan selama ini. Terima
kasih kepada sahabat-sahabat yang selalu memberi semangat dan bantuan serta
menjadi tempat berbagi untuk penulis terutama untuk Ina, Ita Sulis, Lara, Zumi,
Yuni, Elis, Indri, Yeyen, Ita Casillas, Amel, Andri, Herlie serta rekan-rekan
lainnya yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih kepada
Mbak Tuti atas segala bantuannya, terimakasih juga disampaikan kepada anggota
Laboratorium Virologi Tumbuhan; Pak Edi, Ibu Latifah, Pak Irwan, Ibu Asni,
Mbak Pipit dan Ibu Rita atas saran, masukkan serta bantuan yang diberikan serta
Pak Saefudin atas bantuannya di Rumah kaca Cikabayan.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini,
oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan
laporan tugas akhir ini. Akhirnya semoga laporan ini dapat memberikan manfaat.
Bogor, Januari 2011

Nissa Fawwaz Adilah

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................

ix

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................

x

DAFTAR LAMPIRAN. .............................................................................


xi

PENDAHULUAN.......................................................................................

1

Latar Belakang .................................................................................

1

Tujuan Penelitian .............................................................................

4

Manfaat Penelitian ...........................................................................

4

TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................


5

Taksonomi Begomovirus .................................................................

5

Kisaran inang Begomovirus .............................................................

5

Gejala penyakit yang disebabkan oleh Begomovirus ......................

6

Penularan Begomovirus ...................................................................

7

Serangga vektor Begomovirus: Bemisia tabaci Genn.
(Hemiptera: Aleyrodidae) ...........................................................


7

Pengendalian penyakit oleh Begomovirus .......................................

8

Varietas Tahan Begomovirus ...........................................................

10

BAHAN DAN METODE ...........................................................................

12

Tempat dan Waktu Penelitian.........................................................

12

Metode Penelitian ...........................................................................

Perbanyakan Serangga Vektor...............................................
Pembuatan Preparat Mikroskop dan Identifikasi Serangga
Vektor. ................................................................................
Perbanyakan Inokulum Begomovirus. ..................................
Penanaman Tanaman Uji. ......................................................
Penularan Virus melalui Serangga Vektor. ...........................
Rancangan Percobaan. ...........................................................
Pengujian Pertumbuhan Populasi Serangga Vektor pada
Enam Genotipe Cabai. .......................................................
Deteksi Virus .........................................................................
Ekstraksi DNA Total Tanaman .........................................
Amplifikasi DNA ..............................................................
Visualisasi Hasil PCR .......................................................

12
12

14
15
15
16
16

HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................

17

Respon Genotipe Cabai terhadap Infeksi Begomovirus ..................

17

12
13
13
13
13

viii
Deteksi Begomovirus pada Enam Genotipe Cabai. .........................

21

Perkembangan Kutukebul pada Beberapa Genotipe Cabai .............

22

KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................

25

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................

26

LAMPIRAN . ..............................................................................................

29

DAFTAR TABEL

Nomor
1. Kriteria gejala

Halaman
infeksi Begomovirus untuk menentukan skor

keparahan penyakit .........................................................................

14

2. Kriteria ketahanan tanaman terhadap infeksi Begomovirus ..........

14

3. Kejadian penyakit dan masa inkubasi Begomovirus pada enam
genotipe cabai .................................................................................

18

4. Kisaran keparahan penyakit akibat infeksi Begomovirus pada
enam genotipe cabai dan pengelompokkan respon ketahanan. ......

20

5. Pengamatan perkembangan populasi kutukebul B. tabaci pada
enam genotipe cabai ......................................................................

22

6. Keberhasilan perkembangan serangga vektor kutukebul pada
tiap stadia........................................................................................

24

DAFTAR GAMBAR

Nomor
Halaman
1. Gejala infeksi Begomovirus pada beberapa genotipe cabai (1)
Meteor, (2) Rimbun, (3) Tornado, (4) F1(12X14), (5) IPBC12,
(6) 35C2 ........................................................................................

19

2. Keparahan penyakit akibat infeksi Begomovirus pada enam
genotipe cabai.............................................................................

20

3. Pita DNA hasil amplifikasi PCR dengan menggunakan primer
CPPROTEIN-V1 dan CPPROTEIN-C1. Sampel DNA berasal
dari enam genotipe cabai yang diinokulasi Begomovirus: 35C2
(kolom 1-5), Meteor (kolom 6-10), Rimbun (kolom 11-15),
Tornado (16-20), IPBC12 (21-25), F1(12X14) (kolom 26-30).
Kolom M adalah DNA marker 1 Kb ladder. Visualisasi
menggunakan 1% gel agarosa ....................................................

21

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor
1.
2.

Halaman
Preparat puparium kutukebul Bemisia tabaci. ..........................
29
Analisis sidik ragam (ANOVA) rata-rata kejadian penyakit
pada enam genotipe uji. ............................................................

3.

Analisis rata-rata kejadian penyakit dengan uji lanjut
menggunakan uji Duncan pada taraf nyata 5%. .......................

4.

7.

29

Data pengamatan perkembangan kutukebul pada tiga
kurungan pada masing-masing genotipe uji............................

6.

29

Data pengamatan kejadian penyakit pada enam genotipe
cabai ..........................................................................................

5.

29

30

Data pengamatan keparahan penyakit (skoring) enam
genotipe cabai ...........................................................................

31

Deskripsi enam genotipe cabai .................................................

37

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Cabai (Capsicum spp.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang
cukup penting di Indonesia. Cabai memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi,
dan banyak digunakan sebagai bumbu masak, bahan baku industri makanan,
minuman dan obat-obatan. Pada tahun 2008 produksi cabai mencapai 1,311 juta
ton, terdiri dari jenis cabai merah besar 798,32 ribu ton dan cabai rawit 512,67
ribu ton. Daerah sentra produksi utama cabai besar dan cabai rawit tersebar di
beberapa kota di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur (Direktorat
Jenderal Hortikultura 2008).
Organisme pengganggu tanaman (OPT) menjadi salah satu masalah dalam
pertanaman cabai. Beberapa hama yang biasa menyerang tanaman cabai
diantaranya thrips (Thrips parvispinus, Thysanoptera: Thripidae), tungau merah
(Tetranichus bimaculatus, Acarina: Tetranychidae), kutu daun (Myzus persicae,
Hemiptera: Aphididae), dan kutukebul (Bemisia tabaci, Hemiptera: Aleyrodidae),
sedangkan penyakit pada cabai dapat disebabkan oleh bakteri (layu bakteri oleh
Ralstonia solanacearum), cendawan (antraknosa oleh Colletothricum capsici),
dan juga virus (penyakit kuning oleh Begomovirus). Menurut Pandey et al.
(2009), Tomato yellow leaf curl virus merupakan salah satu penyakit dari genus
Begomovirus yang membahayakan pertanaman dari Famili Solanaceae di wilayah
Tropis dan Subtropis di dunia termasuk diantaranya tanaman cabai.
Sejak musim tanam 2003 telah dilaporkan peningkatan kejadian penyakit
daun keriting kuning cabai di sebagian besar sentra penanaman cabai di Indonesia,
terutama di Jawa Tengah. Hasil pengamatan di beberapa daerah tersebut
menunjukkan bahwa luas serangan sudah mencapai 100% dengan intensitas
serangan yang cukup tinggi (Hidayat dan Sujiprihati 2007). Penyakit yang
disebabkan oleh Begomovirus ini ditularkan oleh serangga vektor yaitu kutukebul
yang populasinya sangat melimpah saat musim kemarau yang sangat panjang
(Sulandari et al. 2006). Sulandari et al. (2001) melaporkan terjadinya peningkatan
intensitas serangan Begomovirus pada cabai rawit dan cabai besar di daerah
Sleman, Bantul, Kulon Progo, dan Gunung Kidul, yaitu mencapai 50-100%.

2
Gejala utama yang ditimbulkan berupa pemucatan tulang daun yang kemudian
berkembang menjadi warna kuning yang sangat jelas, penebalan tulang daun, dan
penggulungan daun. Infeksi lanjut dari Begomovirus menyebabkan daun-daun
mengecil dan berwarna kuning terang, serta tanaman menjadi kerdil (Sulandari et
al. 2006).
Begomovirus merupakan salah satu genus dalam famili Geminiviridae
yang mempunyai anggota paling banyak dan menginfeksi banyak tanaman
dibandingkan 3 genus lainnya, yaitu Mastrevirus, Curtovirus, dan Topocuvirus
(ICTV 2009). Begomovirus banyak menimbulkan kerusakan pada berbagai
tanaman termasuk diantaranya adalah cabai.
Penularan atau pemencaran Begomovirus dibantu oleh serangga vektor
yaitu kutukebul Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae). Semakin
tinggi populasi kutukebul menyebabkan semakin tinggi pula penyebaran
Begomovirus. Kutukebul dapat menularkan virus secara persisten, yaitu sekali
makan pada tanaman yang mengandung virus, maka virus akan selalu ada dalam
tubuh serangga selama hidupnya, virus bahkan masih tetap dapat ditularkan
setelah vektor ganti kulit (Akin 2006). Jumlah kutukebul pada saat penularan
mempengaruhi tingginya kejadian penyakit dan masa inkubasi virus (Mehta et al.
1994). Kepadatan populasi kutukebul pada suatu pertanaman bergantung pada
kemampuan imago dalam peletakan telur dan juga aktifitas makan. Peletakan telur
dan aktifitas makan dipengaruhi oleh karakteristik dan morfologi daun seperti
bentuk daun, warna daun, trikoma pada daun, dan senyawa-senyawa kimia yang
dihasilkan dari proses metabolisme sekunder (Schoonhoven et al. 2005). Selain
itu, jumlah, panjang, dan tipe trikoma pada daun dapat mempengaruhi kepadatan
populasi kutukebul pada tanaman (Hendrival 2010).
Untuk menghindari terjadinya penurunan produksi akibat serangan
Begomovirus, perlu dilakukan pengendalian terhadap penyakit keriting.
Pengendalian penyakit ini bukan ditujukan untuk menyembuhkan tanaman yang
terinfeksi, namun lebih mengutamakan kepada pengelolaan ekosistem yang dapat
mencegah dan mengurangi terjadinya infeksi virus pada tanaman lainnya, atau
dengan kata lain mencegah penyebaran penyakit ke tanaman yang belum
terinfeksi. Selain itu, tindakan sebelum tanam (preventif) juga dapat dilakukan

3
untuk mencegah terjadinya serangan Begomovirus pada fase awal pertumbuhan
tanaman.
Upaya

pengendalian

secara

preventif

dapat

dilakukan

dengan

menggunakan varietas tahan karena varietas tahan dapat menekan serangan virus.
Sanitasi lingkungan dengan membersihkan lahan dari gulma yang merupakan
inang alternatif kutukebul, dan juga membersihkan lahan dari tanaman yang
menunjukkan gejala Begomovirus merupakan tindakan penting untuk mengurangi
sumber inokulum (Swanson dan Harrison 1993). Pengendalian hama terpadu
dengan upaya pemanfaatan musuh alami seperti Menochilus sexmaculatus
(Coleoptera: Coccinelidae), atau cendawan entomopatogen Beauveria bassiana
dapat menekan populasi serangga vektor (Duriat 2009). Rotasi atau pergiliran
tanaman dengan tanaman bukan inang virus (terutama bukan dari famili
Solanaceae seperti tomat, cabai, kentang, tembakau, dan famili Leguminosae
seperti kacang hijau) dapat mengurangi sumber inokulum (Holt et al. 1999).
Rotasi tanaman tersebut akan lebih berhasil apabila dilakukan paling sedikit
dalam satu hamparan,dan dilakukan serentak tiap satu musim tanam serta
dilakukan pada lahan seluas mungkin (Setiadi 2008).
Penggunaan varietas tahan merupakan salah satu strategi pengendalian
yang disarankan. Pembentukan varietas cabai tahan Begomovirus memerlukan
program pemuliaan tanaman yang antara lain diawali dengan pengujian ketahanan
beberapa genotipe cabai. Ganefianti (2010) telah melakukan uji ketahanan
beberapa galur cabai terhadap infeksi Begomovirus dan mendapatkan beberapa
genotipe potensial tahan Begomovirus diantaranya IPBC12. Galur-galur potensial
tersebut perlu dievaluasi lebih lanjut. Apabila hasil evaluasi ketahanan sesuai
dengan uji ketahanan sebelumnya, maka galur tersebut dapat digunakan dalam
perakitan varietas tahan. Varietas tahan yang berhasil dikembangkan selanjutnya
dapat disebarluaskan ke petani.

4
Tujuan Penelitian
Melakukan evaluasi ketahanan enam genotipe tanaman cabai [Meteor,
Rimbun, Tornado, F1(12X14), IPBC12, dan 35C2] terhadap infeksi Begomovirus.
Evaluasi juga dilakukan untuk mempelajari perkembangan serangga vektor
kutukebul pada enam genotipe cabai tersebut.

Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini akan diketahui respon genotipe cabai terhadap
infeksi Begomovirus dan kemampuannya dalam mendukung perkembangan
serangga kutukebul. Genotipe yang memperlihatkan respon ketahanan dapat
digunakan sebagai bahan tetua (plasma nutfah) dalam perakitan varietas tahan.

5
TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi Begomovirus
Famili Geminiviridae dapat dibedakan menjadi empat genus berdasarkan
struktur genom, jenis serangga vektor dan jenis tanaman inang yaitu Mastrevirus,
Curtovirus, Topocuvirus, dan Begomovirus (Valverde et al. 2003). Genus
Mastrevirus memiliki genom berukuran 2,6-2,8 kb, ditularkan oleh wereng hijau
(leafhopper) ke tanaman monokotil, salah satu anggota dari genus itu adalah
Maize streak virus. Genus Curtovirus merupakan virus dengan genom berukuran
2,9-3,0 kb, ditularkan juga oleh wereng hijau (leafhopper) ke tanaman dikotil,
dengan contoh spesies Beet curly top virus. Genus Topocuvirus mempunyai
ukuran genom yang sama dengan Curtovirus, namun virus ini ditularkan oleh
wereng pohon (treehopper) ke tanaman dikotil, anggota genus ini hanya satu yaitu
Tomato pseudo-curly top virus. Genus Begomovirus mempunyai genom
berukuran 2,5-2,9 kb, menyerang tanaman dikotil dan ditularkan oleh kutukebul
(whitefly, Bemisia tabaci Genn.), dengan contoh spesies yaitu Bean golden yellow
mosaic virus (pada awalnya Bean golden mosaic virus – Puerto Rico) (Fauquet et
al. 2003). Begomovirus mempunyai spesies yang paling banyak dibandingkan 3
genus yang lainnya. Berdasarkan data ICTV tahun 2009 anggota Begomovirus,
Curtovirus, Mastrevirus, dan Topocuvirus berturut-turut adalah 196, 7, 14 dan 1
spesies.
Kisaran Inang Begomovirus
Begomovirus banyak menimbulkan kerusakan dan kehilangan hasil pada
berbagai tanaman yang dibudidayakan termasuk diantaranya cabai, tomat,
singkong, dan kapas di daerah tropik maupun subtropik di dunia (Rusli et al.
1999; Xie et al. 2010). Selain itu, Begomovirus juga ditemukan pada tanaman
gulma spesies Ageratum conyzoides (Swanson dan Harrison 1993). Mansour dan
AL-Musa (1992) melaporkan beberapa tanaman yang menjadi inang Begomovirus
diantaranya tomat (Lycopersicon esculentum), Datura stramonium, Nicotiana
glutinosa, dan N. tabacum. Sulandari et al. (2006) melaporkan bahwa tanaman
dari famili Solanaceae, Compositae, dan beberapa dari famili Leguminosae
merupakan inang Begomovirus.

6
Berbagai Begomovirus telah dilaporkan di beberapa wilayah di berbagai
negara. Diantaranya yaitu Sweet potato leaf curl virus (SPLCV) menginfeksi
tanaman ubi di Mexico (Valverde et al. 2003), Bean golden yellow mosaic virus
(pada awalnya Bean golden mosaic virus) meninfeksi tanaman buncis di Puerto
Rico (Fauquet et al. 2003), Tomato golden mosaic virus (TGMV) menginfeksi
tanaman tomat di Brazil (Green dan Kalloo 2004).
Gejala Penyakit yang Disebabkan oleh Begomovirus
Gejala yang timbul karena infeksi Begomovirus sangat bervariasi,
tergantung pada strain virus dan spesies tanaman inangnya. Gejala umum yang
ditimbulkan berhubungan dengan kerusakan daun seperti mengeriting, berkerutkerut, menguning, dan pola mosaik serta kerdil. Infeksi Begomovirus pada
tanaman yang masih muda pada umumnya menyebabkan pertumbuhan tanaman
terhambat, daun menjadi melengkung dan berkerut-kerut dengan ukuran yang
lebih kecil dari ukuran normal (Pacheco et al. 1996).
Infeksi Begomovirus pada tanaman cabai umumnya menimbulkan gejala
berupa pemucatan tulang daun yang kemudian berkembang menjadi warna kuning
yang sangat jelas, penebalan tulang daun, dan penggulungan daun. Infeksi lanjut
dari Begomovirus menyebabkan daun-daun mengecil dan berwarna kuning terang,
serta tanaman menjadi kerdil. Di lapangan, gejala yang ditimbulkan pada
pertanaman cabai menunjukkan gejala yang beragam. Keragaman gejala tersebut
dapat dibedakan atas: a) keseluruhan daun berwarna kuning, b) daun mengalami
belang berwarna kuning dan hijau, c) daun berwarna kuning dengan tepi daun
melengkung ke atas (cupping) atau keriting, d) tanaman mengalami kekerdilan
dengan daun belang berwarna kuning dan hijau. Penyebaran gejala tersebut di
lapangan dapat bersifat sporadis atau merata (Sulandari et al. 2006; Rusli et al.
1999).

7
Penularan Begomovirus
Penularan dan pemencaran virus di lapangan sangat ditentukan oleh
serangga vektor. Menurut Rusli et al. (1999) Begomovirus asal cabai tidak dapat
ditularkan secara mekanis melalui cairan perasan daun tanaman sakit, tetapi dapat
dilakukan penularan dengan serangga vektor B. tabaci dan penyambungan
samping. Efisiensi penularan dengan serangga vektor lebih tinggi dibanding
penyambungan, sehingga pada penelitian yang berkaitan dengan infeksi
Begomovirus, metode penularan dengan menggunakan serangga vektor yang
sering digunakan (Ganefianti 2010).
Dalam hubungan antar tumbuhan, virus, dengan vektor terutama dari
golongan serangga dikenal beberapa istilah umum yaitu periode makan akuisisi,
periode makan inokulasi, periode laten, dan persistensi. Periode makan akuisisi
adalah periode yang diperlukan serangga untuk memperoleh cairan sel tumbuhan.
Periode makan inokulasi adalah periode yang diperlukan serangga untuk
mengisap cairan sel dan memindahkan virus ke tanaman sehat. Periode laten yaitu
periode setelah makan akuisisi selesai sampai serangga mampu menularkan virus
ke tumbuhan sehat. Persistensi yaitu periode yang diperlukan serangga untuk tetap
infektif menularkan virus setelah meninggalkan sumber virus, yang dibagi
menjadi tiga kategori yaitu non persisten, semi persisten, dan persisten (Wahyuni
2005).
Begomovirus merupakan virus yang ditularkan secara persisten atau
sirkulatif.

Virus tetap bertahan dalam tubuh vektor sedikitnya selama satu

minggu, bahkan dapat menularkan virus selama hidup vektor (Akin 2006).
Menurut penelitian Mehta et al. (1994) periode makan akuisisi (pma) dan periode
makan inokulasi (pmi) minimal bagi B. tabaci masing-masing adalah 15 menit.
Serangga Vektor Begomovirus: Bemisia tabaci Genn. (Hemiptera:
Aleyrodidae)
Kutukebul atau B. tabaci digolongkan ke dalam ordo Hemiptera, subordo
Sternorrhyncha, family Aleyrodidae (Borror 1996). Umumnya serangga tersebar
di daerah tropik dan subtropik, bersifat polifag, dan diketahui sebagai vektor virus
yang dapat menyebabkan penyakit pada tanaman (Kalshoven 1981).

8
Siklus hidup B. tabaci terdiri dari telur, nimfa, pupa dan imago. Telur
berbentuk bulat panjang dengan tangkai yang pendek pada salah satu ujungnya,
berwarna kekuningan dan biasanya tertutup lilin, serta menjadi berwarna coklat
setelah 24 jam. Masa inkubasi telur bergantung pada keadaan lingkungan, yaitu
sekitar 4-5 hari. Nimfa instar satu berbentuk bulat panjang, berwarna hijau cerah,
dan aktif bergerak. Nimfa instar dua berwarna hijau gelap dengan antena sangat
pendek dan tungkai yang tereduksi. Nimfa instar tiga mirip dengan instar 2 hanya
dengan ukuran yang sedikit lebih besar, nimfa instar 2 dan instar 3 tidak aktif
bergerak. Stadia nimfa secara keseluruhan berlangsung selama 12-15 hari.
Pupanya berbentuk bulat panjang, di bagian toraks agak melebar, cembung, dan
abdomen tampak jelas. Lama stadium pupa adalah 2-4 hari. Imago berwarna
kuning dengan sayap tertutup oleh tepung berwarna putih, ukuran serangga betina
bisanya berukuran lebih besar dari pada serangga jantan. Lama hidup imago
berkisar 6 hari (Kalshoven 1981; Gameel 1977).
B. tabaci merupakan serangga hama yang dapat secara langsung
menyebabkan kerusakan pada tanaman dan secara tidak langsung merupakan
vektor tanaman (Brown 1994). Menurut Berlinger (1986) ada tiga bentuk
kerusakan yang disebabkan oleh B. tabaci. Pertama adalah kerusakan langsung,
yaitu kerusakan yang disebabkan oleh bekas tusukan stiletnya. Akibatnya tanaman
akan menjadi lemah dan layu, menurunkan pertumbuhan tanaman, dan hasil.
Kedua adalah kerusakan tidak langsung, yaitu disebabkan akumulasi embun madu
yang dihasilkan oleh kutukebul. Embun madu merupakan substrat untuk
pertumbuhan cendawan embun jelaga pada daun dan buah. Akibatnya dapat
menurunkan efisiensi fotosintesis dan menurunkan mutu buah yang akan dijual.
Ketiga adalah kerusakan karena kutukebul dapat menularkan virus tanaman,
sehingga populasi kutukebul yang sedikit sudah dapat menimbulkan kerusakan
pada tanaman.
Pengendalian Penyakit oleh Begomovirus
Duriat (2009) menyatakan bahwa inti pengendalian penyakit kuning
keriting pada tanaman cabai adalah upaya terpadu untuk menghalangi terjadinya
infeksi terutama pada waktu tanaman masih muda atau yang dikenal dengan
istilah pengendalian secara preventif.

9
Upaya

pengendalian

secara

preventif

dilakukan

dengan

sanitasi

lingkungan yaitu membersihkan lahan dari gulma yang merupakan inang alternatif
kutukebul, dan juga membersihkan lahan dari tanaman yang menunjukkan gejala
Begomovirus merupakan tindakan penting untuk mengurangi sumber inokulum
(Swanson dan Harrison 1993). Pengendalian hama terpadu dengan upaya
pemanfaatan musuh alami seperti Menochilus sexmaculatus dan Coccinella
transfertalis

(Coleoptera:

Coccinelidae),

atau

cendawan

entomopatogen

Beauveria bassiana dapat menekan populasi serangga vektor. Menginduksi
ketahanan tanaman cabai dengan Vir-001 (ekstrak bunga pukul empat konsentrasi
50%) atau Vir-002 (bayam duri konsentrasi 25%) pada semaian cabai berdaun sejati
3-4 lembar dapat meningkatkan ketahanan tanaman dari serangan virus (Duriat

2009). Rotasi atau pergiliran tanaman dengan tanaman bukan inang virus
(terutama bukan dari famili solanaceae seperti tomat, cabai, kentang, dan
tembakau) dapat mengurangi sumber inokulum (Holt et al. 1999). Rotasi tanaman
tersebut akan lebih berhasil apabila dilakukan paling sedikit dalam satu hamparan,
dan dilakukan serentak tiap satu musim tanam serta dilakukan pada lahan seluas
mungkin (Setiadi 2008).
Penggunaan varietas tahan digunakan sebagai salah satu bentuk
pengendalian preventif karena varietas tahan dapat menekan serangan virus.
Tanaman memiliki respon ketahanan yang berbeda terhadap serangan virus, salah
satu penyebab pebedaan tersebut adalah adanya ketahanan dari dalam tubuh
tumbuhan tersebut. Menurut Agrios (1996) secara umum terdapat dua jenis
mekanisme ketahanan yang dimiliki oleh tumbuhan, yaitu ketahanan struktural
dan ketahanan biokimia. Ketahanan struktural yaitu sifat-sifat struktural yang
berfungsi sebagai penghalang fisik dan menghambat patogen mendapatkan
peluang masuk dan menyebar di dalam tumbuhan. Struktur-struktur tersebut
meliputi antara lain jumlah dan kualitas lilin serta kutikula yang menutupi sel
epidermis, struktur dinding sel epidermis, ukuran, letak, dan bentuk stomata dan
lentisel, kerapatan trikoma, dan jaringan dinding sel yang tebal yang menghambat
gerak maju patogen. Ketebalan dan kekuatan dinding bagian luar sel-sel epidermis
merupakan faktor penting dalam ketahanan beberapa jenis tanaman terhadap

10
beberapa patogen tertentu. Sel-sel epidermis yang berdinding kuat dan tebal akan
membuat penetrasi secara langsung mengalami kesulitan (Agrios 1996).
Ketahanan biokimia merupakan reaksi-reaksi biokimia yang terjadi di
dalam sel dan jaringan tumbuhan yang menghasilkan zat beracun bagi patogen
atau menciptakan kondisi yang menghambat pertumbuhan patogen pada
tumbuhan tersebut (Agrios 1996). Perubahan biokimia dapat terjadi antara lain
melalui sintesis dan akumulasi asam salisilat (Wobbe dan Klessig 1996) atau
fitoaleksin (Beynon 1997), yaitu senyawa hasil metabolit sekunder yang toksik
bagi virus, bakteri, maupun cendawan yang menyerupai asam lemak (Lowton et al
1992), dan dikeluarkannya elisitor berupa oligosakarida oleh tanaman (Nothnagel
et al 1983). Senyawa-senyawa ini dapat melindungi tanaman secara menyeluruh
terhadap serangan patogen namun dapat juga menekan perkembangan patogen
sehingga tidak menurunkan produksi. Mekanisme yang lain adalah tidak adanya
faktor pengenal pada tanaman yang dapat digunakan patogen untuk menentukan
inang yang sesuai. Tanaman ini juga dapat mempertahankan diri dengan tidak
memproduksi senyawa metabolit yang diperlukan oleh patogen sehingga patogen
tidak berkembang.
Varietas Tahan Begomovirus
Tanaman yang tahan terhadap virus adalah tanaman yang mampu
menghambat replikasi dan penyebaran virus di dalam tanaman. Ketahanan ini
dapat diwujudkan sebagai kemampuan tanaman untuk membatasi perkembangan
virus tertentu sehingga virus tersebut tidak menyebar ke sel-sel lainnya (Greenleaf
1986).
Varietas tahan Begomovirus telah ditemukan pada tanaman tomat dan
buncis. Tomat varietas komersial pertama yang tahan adalah “TY20” (Rom et al.
1993). Saat ini tomat galur H24 telah dirilis sebagai varietas tahan yang komersial
karena memperlihatkan ketahanan yang sangat baik terhadap strain TYLCV dari
Taiwan dan India selatan (Hanson et al. 2000). Pada tanaman buncis, persilangan
dilakukan terhadap Ras Mesoamerika dengan landraces Porillo Sintetico dan
Turrialba I yang menghasilkan ketahanan terhadap infeksi BGYMV. Selain itu
terdapat galur yang memiliki ketahanan tinggi yaitu A429 (Singh et al. 2000).

11
Galur ini mengekspresikan gejala yang lemah, tetapi karakter agronominya tidak
komersial.
Pada tanaman cabai belum banyak informasi mengenai galur yang tahan
terhadap Begomovirus. Percobaan yang dilakukan Ganefianti (2010) dengan
menggunakan 27 genotipe cabai menunjukkan bahwa IPBC12 tahan terhadap
Begomovirus dengan keparahan penyakit kurang dari 5%.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di rumah kaca Cikabayan dan Laboratorium Virologi
Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari sampai Desember 2010.
Metode Penelitian
Perbanyakan Serangga Vektor
Imago kutukebul (B. tabaci) yang digunakan sebagai vektor berasal dari
tanaman kapas. Serangga vektor tersebut merupakan koleksi dari laboratorium
Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor, yang sengaja dikembangbiakkan dan diperbanyak untuk
kepentingan penelitian. Perbanyakan serangga vektor B. tabaci tersebut dilakukan
di rumah kaca Departemen Proteksi Tanaman di Cikabayan. Serangga ini
dipelihara pada tanaman kapas dalam sebuah kurungan kasa kedap serangga.
Pembuatan Preparat Mikroskop dan Identifikasi Serangga Vektor
Puparium yang dikoleksi dari tanaman kapas dipindahkan ke dalam
alkohol 95% yang ditempatkan dalam tabung reaksi, kemudian dipanaskan selama
5-10 menit. Setelah itu cairan tubuh yang masih tersisa pada pupa dibersihkan
dengan cara menusuk bagian tubuh pupa secara hati-hati dengan menggunakan
jarum, kemudian dipindahkan secara hati-hati ke dalam tabung reaksi yang telah
berisi larutan KOH 10%, lalu dipanaskan kembali selama 5-10 menit (hingga
transparan). Pupa selanjutnya dicuci dengan akuades sebanyak dua kali, kemudian
dimasukkan ke dalam cawan syracus yang telah diisi dengan alkohol 50% selama
10 menit. Tahap selanjutnya adalah menambahkan acid fuchsin dan glacial acetic
acid masing-masing sebanyak satu tetes, kemudian didiamkan selama 20 menit.
Setelah itu puparium dimasukkan ke dalam alkohol 80% selama 5-10 menit, lalu
diganti dengan alkohol absolut selama 10 menit. Selanjutnya puparium
dimasukkan ke dalam minyak cengkeh selama 10 menit, kemudian ditempatkan
pada gelas objek dengan menggunakan canada balsam. Preparat mikroskop yang

13
telah jadi, dikeringkan di atas pemanas dan diidentifikasi dengan menggunakan
kunci identifikasi Dooley (2006).
Perbanyakan Inokulum Begomovirus
Sumber inokulum awal dari penelitian ini adalah isolat Begomovirus yang
merupakan isolat koleksi Laboratorium Virologi Tumbuhan, yang dipelihara di
rumah kaca di Cikabayan, Bogor. Perbanyakan inokulum Begomovirus tersebut
dilakukan pada tanaman tomat melalui penularan dengan kutukebul. Kutukebul
diberi periode makan akuisisi pada tanaman cabai sumber inokulum awal selama
24 jam (pma), kemudian dipindahkan ke tanaman tomat sehat yang berumur 6
MST sebanyak 10 ekor setiap tanaman dan dibiarkan selama 24 jam (pmi).
Tanaman tomat dipelihara untuk digunakan sebagai sumber inokulum pada
pengujian ketahanan varietas cabai.
Penanaman Tanaman Uji
Tanaman uji yang digunakan adalah tanaman cabai yang terdiri dari tiga
galur yaitu F1(12X14), IPBC12, dan 35C2, serta tiga varietas komersial yaitu
varietas Meteor, Rimbun, dan Tornado. Benih-benih cabai disemai pada media
semai komersial berupa campuran pupuk kandang, kompos, dan sekam. Bibit
yang tumbuh dipelihara hingga berdaun 3-4 helai atau berumur 3-5 minggu
setelah semai (MSS). Bibit kemudian dipindah ke polybag berukuran 30 cm x 35
cm yang telah diisi campuran tanah steril dan pupuk kandang (perbandingan 2:1)
sebanyak 5 kg. Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan menyiram tanaman
setiap hari dan mengendalikan serangga yang tidak diinginkan.
Penularan Virus Melalui Serangga Vektor
Penularan virus dengan serangga dilakukan seperti diuraikan sebelumnya
dengan pma 24 jam, pmi 24 jam, dan jumlah serangga 15 ekor setiap tanaman.
Semua serangga yang digunakan dimatikan setelah pmi.
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
(RAL) dengan enam genotipe [Meteor, Rimbun, Tornado, F1(12X14), IPBC12,
dan 35C2] sebagai perlakuan. Jumlah tanaman pada setiap perlakuan masing-

14
masing 30 tanaman yang terdiri dari tiga ulangan, dan setiap ulangan terdiri dari
10 tanaman.
Peubah yang diamati untuk evaluasi ketahanan varietas meliputi periode
inkubasi, gejala, intensitas dan kejadian penyakit. Periode inkubasi diamati sejak
munculnya gejala pertama sampai gejala yang terakhir muncul. Gejala diamati
dengan mencatat deskripsi gejala yang muncul pada tiap tanaman uji. Kejadian
penyakit dihitung pada minggu terakhir pengamatan, yaitu dengan menghitung
jumlah tanaman yang sakit dibagi dengan jumlah seluruh tanaman, kemudian
dikalikan dengan 100%. Intensitas penyakit dihitung dengan melakukan skoring
terhadap gejala penyakit setiap minggunya berdasarkan kriteria tertentu (Tabel 1).
Pengelompokkan genotipe cabai uji berdasarkan respon ketahanannya dilakukan
mengikuti kriteria yang digunakan oleh Ganefianti (2010) dengan modifikasi
(Tabel 2).
Tabel 1 Kriteria gejala infeksi Begomovirus untuk menentukan skor keparahan
penyakit
Skor
Gejala
0
Tidak bergejala
1
Tulang daun memucat, terlihat spot-spot kuning pada daun
Seluruh tulang daun menguning, sebagian besar lamina daun
2
menguning, daun keriting (malformasi)
Sebagian besar lamina daun menguning, daun keriting
3
(malformasi) dan kecil
Seluruh atau sebagian besar daun pada tanaman menguning, daun
4
keriting (malformasi), kecil, dan tanaman kerdil.

Tabel 2 Kriteria ketahanan tanaman terhadap infeksi Begomovirus
Respon Keparahan
Tahan
Agak Rentan
Rentan
Sangat Rentan

Gejala
Ringan
Sedang
Berat
Sangat Berat

Keparahan
Penyakit (IP)
1%