Identifikasi keragaman gen β-Kasein (CSN2) pada kambing peranakan etawah, saanen dan persilangannya dengan metode PCR-SSCP

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN β-KASEIN (CSN2) PADA
KAMBING PERANAKAN ETAWAH, SAANEN DAN
PERSILANGANNYA DENGAN
METODE PCR-SSCP

SKRIPSI
FERDY SAPUTRA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

RINGKASAN
Ferdy Saputra. D14070024. 2011. Identifikasi Keragaman Gen β-Kasein (CSN2)
pada Kambing Peranakan Etawah, Saanen dan Persilangannya dengan Metode
PCR-SSCP. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. Sri Darwati, M.Si
Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc
Gen β-kasein secara langsung berkaitan dengan kualitas dan sifat susu.

Keragaman gen β-kasein pada kambing perah di Indonesia telah berhasil
diidentifikasi dengan metode Polymerase Chain Reaction-Single Strand
Conformation Polymorphism (PCR-SSCP). Metode PCR-SSCP merupakan metode
yang sensitif dalam mendeteksi adanya keragaman DNA. Metode ini merupakan
pemisahan asam nukleat rantai tunggal (single stranded nucleic acids) hasil
amplifikasi PCR dengan elektroforesis melalui gel poliakrilamid dan berdasarkan
pada perbedaan berat molekul pasangan basa, sehingga dapat menghasilkan
perbedaan struktur sekunder gen.
Berdasarkan pola migrasi, kambing PE di lokasi Ciapus ditemukan tiga
genotipe, yaitu CC, AA dan CA. Kambing PE di lokasi Cariu dan Elang 45
ditemukan empat genotipe, yaitu CC, AA, CA dan AO. Kambing Saanen di lokasi
Cijeruk ditemukan lima genotipe, yaitu CC, AA, OO, CA dan AO. Kambing Saanen
di lokasi Cariu dan Taurus ditemukan empat genotipe, yaitu CC, AA, CA dan AO.
Kambing PESA di lokasi Cariu ditemukan empat genotipe, yaitu AA, OO, CA dan
AO. Kambing PESA di lokasi Balitnak hanya ditemukan dua genotipe, yaitu CC dan
CA.
Pada kambing PE ditemukan frekuensi alel tertinggi pada alel C sebesar 0,66
dan frekuensi alel terendah pada alel O sebesar 0,00 keduanya di lokasi Ciapus.
Kambing Saanen ditemukan frekuensi alel tertinggi pada alel A sebesar 0,66 di
populasi Cijeruk dan frekuensi alel terendah pada alel O sebesar 0,12 di populasi

Taurus. Kambing PESA ditemukan frekuensi alel tertinggi pada alel C sebesar 0,83
dan frekuensi alel terendah pada alel O sebesar 0,00 keduanya di lokasi Balitnak.
Keragaman gen β-kasein pada Kambing PE, Saanen dan persilangannya
sangat tinggi dengan ditemukannya tiga alel, yaitu C, A dan O. Pada Kambing PE di
Cariu dan Elang 45 ditemukan tiga genotipe, yaitu CC, AA, CA dan AO. Kambing
Saanen di Cijeruk dan Kambing PESA di Cariu ditemukan lima genotipe, yaitu CC,
AA, OO, CA dan AO. Alel A merupakan alel yang frekuensinya tinggi pada
kambing PE, Saanen dan PESA yang berada di hampir semua lokasi dalam penelitian
ini kecuali pada kambing PE di Ciapus dan kambing PESA di Balitnak.
Kata-kata kunci: Gen β-kasein (CSN2), Kambing Perah, PCR-SSCP

ABSTRACT
Identification of β-Kasein Gene in Local Dairy Goat Using SSCP-PCR Method
Saputra, F., S. Darwati and C. Sumantri
Casein genetic polymorphisms are important and well known due to their effects on
quantitative traits and properties of milk. β-kasein gene is directly related to the
quality and properties of milk. A protocol for the rapid and simultaneous genotyping
of β-kasein alleles was conducted by single strand conformational polymorphism
polymerase chain reaction (SSCP-PCR) method in goat. Screening β-kasein gene
variability in 3 dairy goat breeds was conducted for Etawah Grade (77 samples),

Saanen (67 samples) and PESA (Crossbreed Etawah Grade with Saanen) (29
samples) in Bogor and Sukabumi. The objective of this research was to identify
polymorphism of the β-kasein (CSN2) gene in dairy goat. This research found three
alleles of the β-casein gene, ie CSN2*A, CSN2*C, dan CSN2*O. In most breeds,
CSN2*O occurred in the lowest frequency. The identification of the CSN2 gene
variability in the goat breeds indicated the highly of the A allele. The CSN2*A allele
had a high frequency in Saanen in Cijeruk (0,66); Etawah Grade in Cariu (0,62); and
PESA in Cariu (0,54). While the CSN2*C allele had a high frequency in PESA in
Balitnak (0,83); Etawah Grade in Ciapus (0,48); and Saanen in Taurus (0.38). Based
on the results of chi-square analysis, found that Saanen in Cariu and Taurus were not
in Hardy-Weinberg equilibrium.
Keyword: dairy goat, β-kasein gene (CSN2), SSCP-PCR

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN β-KASEIN (CSN2) PADA
KAMBING PERANAKAN ETAWAH, SAANEN DAN
PERSILANGANNYA DENGAN
METODE PCR-SSCP

Ferdy Saputra
D14070024


Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Peternakan Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

Judul : Identifikasi Keragaman Gen β-Kasein pada Kambing Peranakan
Etawah, Saanen dan Persilangannya dengan Metode PCR-SSCP
Nama : Ferdy Saputra
NIM : D14070024

Menyetujui,

Pembimbing Utama,


Pembimbing Anggota,

(Ir. Sri Darwati, M.Si)

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc)

NIP: 19631003 198903 2 001

NIP: 19591212 198603 1 004

Mengetahui,
Ketua Departemen
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc)
NIP: 19591212 198603 1 004

Tanggal Ujian: 11 Mei 2011

Tanggal Lulus:


RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 18 Maret 1990 di Rangkasbitung, Banten.
Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Jap Soey
Liong dan Ibu Mimih Riyati.
Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1995 di Sekolah Dasar
Mardi Yuana Rangkasbitung dan diselesaikan pada tahun 2001. Pendidikan lanjutan
tingkat pertama dimulai pada tahun 2001 dan diselesaikan pada tahun 2004 di
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Mardi Yuana Rangkasbitung. Penulis
melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Rangkasbitung pada
tahun 2004 dan diselesaikan pada tahun 2007.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Produksi
dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan pada tahun 2007. Penulis aktif
dalam kegiatan kepanitiaan dalam acara GENUS 2007, KATA 2009, MSP, Natal
Civa IPB 2008, DEKAN CUP 2009 dan lain-lain. Penulis pernah mengikuti UKM
Panahan.

Penulis pernah mengikuti kegiatan magang di Peternakan Sapi Perah,


Cisarua, pada tahun 2009. Penulis juga pernah menjadi anggota Animal Breeding
and Genetic Student Community (ABGSCi) periode 2010-2011.

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, atas rahmat
dan karunia yang diberikan-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan studi,
penelitian dan penulisan skripsi ini. Skripsi ini berjudul Identifikasi Keragaman Gen
β-Kasein pada Kambing Peranakan Etawah, Saanen dan Persilangannya dengan
Metode PCR-SSCP.
Kambing merupakan ternak yang banyak digunakan sebagai ternak penghasil
daging dan susu (dwiguna). Kambing dapat hidup di daerah kering dan dapat
memanfaatkan hijauan pakan secara efisien. Ternak kambing mempunyai potensi
untuk berkembang karena mempunyai kemampuan beradaptasi cukup tinggi.
Konsumsi susu dan impor susu akan terus meningkat, sehingga perlu peningkatan
populasi ternak perah, efisiensi produksi susu dan diversifikasi ternak perah.
Pemeliharaan kambing perah merupakan salah satu alternatif upaya diversifikasi
ternak perah dan peningkatan produksi susu. Indonesia memiliki beberapa jenis
ternak kambing perah, yaitu kambing Saanen, Peranakan Etawah dan PESA
(Persilangan Peranakan Etawah dan Saanen).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi keragaman gen

β-kasein (CSN2) pada kambing Peranakan Etawah, Saanen dan PESA (Persilangan
Peranakan Etawah dan Saanen) dengan menggunakan metode Polymerase Chain
Reaction-Single Strand Conformation Polymorphism (PCR-SSCP). Penulis berharap,
semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi kemajuan dunia
peternakan Indonesia. Amin.

Bogor, 11 Mei 2011

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ..........................................................................................

i

ABSTRACT .............................................................................................

ii


LEMBAR PENGESAHAN

...................................................................

iii

...............................................................................

iv

...........................................................................

v

..........................................................................................

vi

RIWAYAT HIDUP
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

..................................................................................

viii

..............................................................................

ix

..........................................................................

x

.................................................................................

1


Latar Belakang .............................................................................
Tujuan ..........................................................................................

1
2

DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN

TINJAUAN PUSTAKA

........................................................................

3

Klasifikasi Kambing ....................................................................
Kambing Lokal Indonesia ............................................................
Kambing Peranakan Etawah ............................................
Kambing Saanen ..............................................................
Kambing PESA (Persilangan Peranakan Etawah dengan
Saanen)................................................................................
Protein Susu .................................................................................
β-Kasein ...........................................................................
Keragaman Gen β-Kasein ................................................
Polymerase Chain Reaction-Single Strand Conformation
Polymorphism (PCR-SSCP) ........................................................
Pewarnaan Perak (Silver Staining) ..............................................
Hukum Keseimbangan Hardy-Weinberg .....................................

3
3
5
5

9
10
11

MATERI DAN METODE .......................................................................

12

Lokasi dan Waktu ........................................................................
Materi
Sampel Darah dan Bahan Ekstraksi DNA .......................
Polymerase Chain Reaction (PCR) .................................
Polymerase Chain Reaction-Single Strand Conformation
Polymorphism (PCR-SSCP) ............................................
Formamida Dye ...............................................................
Polyacrilamide Gel Elektroforesis (PAGE) 10% ............

12

6
6
7

12
12
13
13
13

Pewarnaan Perak (Silver Staining) ..................................
Prosedur .......................................................................................
Pengambilan Sampel Darah .............................................
Ekstraksi DNA .................................................................
Amplifikasi DNA .............................................................
Pendeteksian Keragaman Gen β-Kasein dengan Metode
(PCR-SSCP) ....................................................................
Pewarnaan Perak ..............................................................
Penentuan Genotipe .........................................................
Analisis Data ................................................................................
Frekuensi Genotipe ..........................................................
Frekuensi Alel ..................................................................
Hukum Keseimbangan Hardy-Weinberg .........................
Heterozigositas .................................................................

14
14
15
15
15
16
16
17

HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................
Amplifikasi Gen β-Kasein ............................................................
Keragaman Gen β-Kasein ............................................................
Frekuensi Genotipe, Alel dan Heterozigositas ............................
Keseimbangan Hardy-Weinberg ...................................................

18
18
18
20
23

KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................

25

Kesimpulan ..................................................................................
Saran ............................................................................................

25
25

UCAPAN TERIMAKASIH

13
14
14
14
14

....................................................................

26

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................

27

LAMPIRAN .............................................................................................

31

vii

DAFTAR TABEL
Nomor
1. Komposisi Protein Susu Ternak Ruminansia

Halaman
..................................

7

2. Hasil Frekuensi Alel Gen CSN2 dengan Metode SSCP ..................

8

3. Identitas Sampel Darah ....................................................................

12

4. Frekuensi Genotipe Gen β-Kasein pada Kambing PE, Saanen dan
PESA ................................................................................................

20

5. Frekuensi Alel dan Heterozigositas Gen β-Kasein pada Kambing
PE, Saanen dan PESA ......................................................................

22

6. Hasil Uji χ 2 Terhadap Populasi Kambing PE, Saanen dan PESA ...

23

DAFTAR GAMBAR
Nomor
1. Rekonstruksi Struktur Gen β-Kasein Berdasarkan Sekuens Gen
β-Kasein di GenBank (Kode Akses AF409096) ..........................

Halaman
9

2. Sekuens Primer Gen CSN2 pada Kambing ......................................

13

3. Diagram Elektroforesis (Zymogram) untuk Alel CSN2*A, CSN2*C
dan CSN2*0’ pada Gen β-Kasein ......................................................

15

4. Hasil Amplifikasi Gen β-Kasein Menggunakan Metode PCR pada
Gel Poliakrilamida 6% .....................................................................

18

5. Visualisasi Pola Pita Gen β-Kasein pada Gel Poliakrilamida 10%
dengan Metode PCR-SSCP ..............................................................

19

6. Rekonstruksi Pola Pita Gen β-Kasein pada Kambing PE, Saanen
dan PESA .........................................................................................

19

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1. Modifikasi Metode Ekstraksi DNA Menggunakan Metode
Sambrook .........................................................................................

31

2. Informasi Sekuen Gen β-Kasein pada Ternak Kambing .................

32

3. Jumlah Genotipe Gen β-Kasein pada Kambing PE, Saanen dan PESA
(Persilangan PE dengan Saanen) .......................................................

38

4. Nilai Harapan untuk Uji Chi-Kuadrat ..............................................

38

5. Contoh Perhitungan Chi-Kuadrat ....................................................

38

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kambing perah merupakan salah satu ternak alternatif yang banyak
digunakan sebagai ternak penghasil susu selain sapi perah. Kambing dapat hidup di
daerah kering dan dapat memanfaatkan hijauan pakan secara efisien.

Ternak

kambing mempunyai potensi untuk berkembang karena mempunyai kemampuan
beradaptasi cukup tinggi.
Jumlah produksi susu segar di Indonesia sebanyak 647 ton pada tahun 2008
(Direktorat Jenderal Peternakan, 2008). Impor produk susu pada tahun 2008 di
Indonesia sebesar 665.159,5 ton (Badan Pusat Statistika, 2008). Dari data tersebut,
produksi susu nasional belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan konsumsi
nasional. Konsumsi susu dan impor susu akan terus meningkat, sehingga perlu
peningkatan populasi ternak perah, efisiensi produksi susu dan diversifikasi ternak
perah.
Populasi kambing di Indonesia pada tahun 2008 berjumlah sekitar 15.147.432
ekor (Direktorat Jenderal Peternakan, 2008).

Data tersebut merupakan jumlah

seluruh bangsa kambing yang ada di Indonesia. Jadi, kemungkinan jumlah kambing
perah di Indonesia tidak terlalu banyak.

Untuk itu, perlu peningkatan jumlah

kambing perah di Indonesia. Pemeliharaan kambing perah juga merupakan salah
satu alternatif upaya diversifikasi ternak perah dan peningkatan produksi susu.
Indonesia memiliki beberapa jenis ternak kambing perah, yaitu kambing Saanen,
Peranakan Etawah dan Persilangan Peranakan Etawah dan Saanen (PESA).
Salah satu upaya untuk memperbaiki produksi dan kualitas susu kambing
adalah dengan seleksi dan persilangan. Bidang genetika molekuler dengan kemajuan
teknologi saat ini dapat melakukan seleksi dengan mengidentifikasi keragaman pada
tingkat DNA termasuk β-kasein.

Dalam beberapa tahun terakhir, polimorfisme

kasein pada kambing telah membangkitkan minat penelitian yang cukup besar karena
kasein berhubungan dengan kualitas dan komposisi susu (Martin et al., 2002).
Dalam rangka memperbaiki produksi dan kualitas susu kambing perah dilakukan
suatu upaya, yaitu dengan mengidentifikasi keragaman gen β-kasein.

Salah satu

metode analisis yang mempunyai keunggulan untuk mengidentifikasi polimorfisme
adalah Polymerase Chain Reaction-Single Strand Conformation Polymorphism

(PCR-SSCP).

Keragaman gen β-kasein pada kambing perah di Indonesia telah

berhasil diidentifikasi dengan metode PCR-SSCP.

Polymerase Chain Reaction-

Single Strand Conformation Polymorphism merupakan metode yang sensitif dalam
mendeteksi adanya keragaman DNA.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keragaman gen β-kasein
(CSN2) pada kambing Peranakan Etawah, Saanen dan PESA (Persilangan Peranakan
Etawah dan Saanen) dengan menggunakan metode Polymerase Chain ReactionSingle Strand Conformation Polymorphism (PCR-SSCP).

2

TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Kambing
Kambing diklasifikasikan kedalam kingdom Animalia; phylum Chordata;
subphylum Vertebrata; class Mamalia; ordo Artiodactyla; sub-ordo Ruminantia;
family Bovidae; sub family Caprinae dan genus Capra (Mileski, 2004). Kambing
(Capra hircus) memiliki 60 kromosom (30 pasang kromosom) yang terdiri dari 29
pasang kromosom autosom dan sepasang kromosom kelamin (Gall, 1981).
Penyebaran kambing sangat luas dan hampir menyebar di seluruh dunia. Hal
ini disebabkan, kambing memiliki daya adaptasi yang baik terhadap berbagai iklim
dan kemampuannya bertahan hidup pada daerah dengan hijauan terbatas (Gall,
1981). Kambing merupakan ternak yang dapat hidup di daerah kering dan daerah
dengan hijauan pakan yang mungkin tidak disukai oleh ternak lain, serta dapat
memanfaatkan hijauan pakan secara efisien (Devendra dan Burns, 1994).
Kambing Lokal Indonesia
Kambing Marica yang terdapat di Propinsi Sulawesi Selatan merupakan salah
satu genotipe kambing asli Indonesia yang menurut laporan FAO sudah termasuk
kategori langka dan hampir punah (endangered).

Kambing Marica mempunyai

potensi genetik yang mampu beradaptasi baik di daerah agro-ekosistem lahan kering,
yaitu daerah dengan curah hujan sepanjang tahun sangat rendah. Kambing Marica
dapat bertahan hidup pada musim kemarau walau hanya memakan rumput-rumput
kering di daerah tanah berbatu-batu (Pamungkas et al., 2009).
Kambing Samosir dipelihara penduduk setempat secara turun temurun di
Pulau Samosir, di tengah Danau Toba, Kabupaten Samosir, Propinsi Sumatera Utara.
Bobot badan kambing Samosir ini lebih besar jika dibandingkan dengan kambing
Marica, atau hampir sama besarnya dengan kambing Kacang, tetapi ciri khas yang
paling menonjol adalah warna rambut putihnya sangat dominan. Warna tanduk dan
kukunya juga agak keputihan. Kambing Samosir ini bisa menyesuaikan diri dengan
kondisi ekosistem lahan kering dan berbatu-batu, walaupun pada musim kemarau
biasanya rumput sangat sulit dan kering. Kondisi pulau Samosir yang topografinya
berbukit, ternyata kambing ini dapat beradaptasi dan berkembangbiak dengan baik
(Pamungkas et al., 2009).

Kambing Muara dijumpai di daerah Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli
Utara di Propinsi Sumatera Utara. Penampilan kambing ini gagah, tubuh kompak
dan sebaran warna rambut bervariasi antara warna rambut coklat kemerahan, putih
dan ada juga yang berwarna rambut hitam.

Bobot kambing Muara lebih besar

dibandingkan dengan kambing Kacang dan diduga kambing prolifik (Pamungkas et
al., 2009).
Kambing Kosta terdapat di sekitar Jakarta dan Propinsi Banten (Setiadi dan
Sutama, 1987). Kambing ini dilaporkan mempunyai bentuk tubuh sedang, hidung
rata dan kadang-kadang ada yang melengkung, tanduk pendek dan berambut pendek.
Kambing ini diduga terbentuk dari persilangan kambing Kacang dengan salah satu
rumpun kambing impor (Khasmir/Angora/Etawah) (Pamungkas et al., 2009).
Kambing Gembrong terdapat di daerah kawasan Timur Pulau Bali terutama
di Kabupaten Karangasem. Ciri khas dari kambing ini adalah berambut panjang.
Panjang rambut berkisar 15-25 cm, bahkan rambut pada bagian kepala sampai
menutupi muka dan telinga.

Rambut panjang terdapat pada kambing jantan,

sedangkan kambing Gembrong betina berambut pendek berkisar 2-3 cm (Pamungkas
et al., 2009).
Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia juga didapati di
Malaysia dan Filipina. Kambing Kacang sangat cepat berkembangbiak, pada umur
15-18 bulan sudah bisa menghasilkan keturunan.

Kambing ini cocok sebagai

penghasil daging dan kulit, bersifat prolifik, tahan terhadap berbagai kondisi dan
mampu beradaptasi dengan baik di berbagai lingkungan yang berbeda termasuk
dalam kondisi pemeliharaan yang sangat sederhana.

Ciri-ciri kambing Kacang

adalah antara lain rambut pendek dan berwarna tunggal (putih, hitam dan coklat)
(Pamungkas et al., 2009).
Kambing Benggala secara umum lebih besar daripada kambing Kacang,
umumnya didominasi warna hitam dan yang sedikit berwarna kecoklatan. Ciri khas
dari kambing ini antara lain: Bentuk telinga sedang, lurus ke samping dan kira-kira
sepertiga bagian ujung telinga jatuh seperti patah di ujung, garis muka lurus tidak
cembung seperti Peranakan Etawah (PE), garis punggung lurus, rambut sedang
menutup semua permukaan kulit tetapi tidak panjang atau tebal, penampilan sedang,
tanduk tegak ke belakang (Pamungkas et al., 2009).

4

Kambing Peranakan Etawah (PE)
Salah satu jenis kambing perah di daerah tropis khususnya di Indonesia
adalah kambing Peranakan Etawah.

Kambing PE merupakan hasil persilangan

antara kambing Etawah dan kambing lokal Indonesia. Disamping sebagai ternak
penghasil susu, pejantan kambing PE juga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan
potensi produksi susu kambing lokal Indonesia lainnya dengan inseminasi buatan
(IB) (Souhoka et al., 2009). Diharapkan dengan persilangan tersebut akan dihasilkan
kambing yang mampu memproduksi susu dan daging cukup tinggi (dual purpose).
Kambing PE dapat menghasilkan daging dan susu (kambing tipe dwiguna).
Kambing PE betina memiliki kemampuan menghasilkan susu yang cukup baik.
Menurut Atabany et al. (2001), produksi susu kambing PE adalah 0,99 kg/ekor/hari.
Rataan bobot lahir kambing PE kelahiran tunggal betina 3,2 kg, jantan 3,7 kg
(Setiadi dan Sutama, 1997).
Ciri khas kambing PE antara lain bentuk muka cembung melengkung dan
dagu berjanggut, terdapat gelambir di bawah leher yang tumbuh berawal dari sudut
janggut, telinga panjang, lembek menggantung dan ujungnya agak berlipat, ujung
tanduk agak melengkung, tubuh tinggi, pipih, bentuk garis punggung mengombak ke
belakang, rambut tumbuh panjang di bagian leher, pundak, punggung dan paha, bulu
paha panjang dan tebal. Warna rambut ada yang tunggal; putih, hitam dan coklat,
tetapi jarang ditemukan. Kebanyakan terdiri dari dua atau tiga pola warna, yaitu
belang hitam, belang coklat dan putih bertotol hitam (Pamungkas et al., 2009).
Kambing Saanen
Kambing Saanen berasal dari Swiss Barat. Kambing ini berwarna putih,
krem pucat atau coklat muda dengan bercak hitam pada hidung, telinga dan ambing.
Kambing ini berambut pendek dan telinganya agak tegak serta mengarah ke depan.
Kambing Saanen memiliki rataan produksi susu tertinggi dibanding bangsa kambing
lainnya (Devendra dan Burns, 1994). Kambing Saanen memiliki rataan produksi
susu 216 kg dengan panjang laktasi 275 hari (Gall, 1981). Menurut Devendra dan
Burns (1994), kambing Saanen memiliki rataan hasil susu harian sebanyak 1,06
kg/ekor/hari. Kambing Saanen biasanya dipelihara dan diberi pakan dalam kandang.
Kambing Saanen sangat peka terhadap sinar matahari sehingga menyebabkan
kambing ini sulit berkembang secara baik di daerah tropis.

Kambing Saanen

5

merupakan kambing yang tidak memiliki tanduk. Kambing Saanen memiliki tubuh
dengan konformasi tipe perah yang baik dan ambing yang berkembang baik pula.
Jumlah anak lahir seperindukan 1,80 ekor (Devendra dan Burns, 1994). Rataan berat
badan kambing betina dan jantan Saanen adalah 65 dan 75 kg (Devendra dan
McLeroy, 1982).
Kambing PESA (Persilangan Peranakan Etawah dengan Saanen)
Kambing PESA merupakan kambing hasil persilangan antara kambing
Peranakan Etawah (PE) betina dengan kambing Saanen jantan. Kambing PESA
memiliki produksi susu harian yang lebih baik daripada Peranakan Etawah tetapi
produksinya lebih rendah daripada kambing Saanen. Hal ini dibuktikan dengan
produksi susu harian dari kambing Saanen (F1) dan PESA di PT. Taurus Dairy Farm
masing-masing sebanyak 1,19 dan 1,12 kg/ekor/hari (Ruhimat, 2003).
Protein Susu
Susu merupakan sumber makanan alami bagi hewan mamalia yang baru
dilahirkan.

Produksi susu merupakan salah satu dari sifat kuantitatif yang

dikendalikan oleh banyak pasangan gen yang aksinya bersifat aditif (Velmala et al.,
1999). Produksi susu dalam satu spesies sangat dipengaruhi oleh bangsa, umur,
nutrisi, kesehatan, musim dan lain-lain (Fox dan Mc Sweeney, 1998). Susu dari
ternak terdiri dari sebagian air yang terlarut pada protein, gula susu (laktosa), mineral
dan vitamin-vitamin yang larut dalam air.
Protein susu secara umum dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu kasein dan
whey (Buckle et al., 1987). Kasein adalah protein yang bermutu tinggi karena
mengandung semua asam-asam amino esensial.
partikel koloid yang disebut casein micelle.

Kasein terdapat dalam bentuk
Kasein merupakan jenis protein

terpenting dalam susu dan terdapat dalam bentuk kalsium kaseinat (Rahman et al.,
1992). Rasio antara kasein dan whey dalam susu sapi, kerbau, kambing dan domba
adalah 80:20 (Fox dan Mc Sweeney, 1998). Kasein dalam susu terdiri dari tiga
fraksi yang berbeda yaitu α-kasein, β-kasein dan κ-kasein. Tiap fraksi mengambil
bagian berturut-turut sekitar 75, 22 dan 3% (Rahman et al., 1992). Konsentrasi
protein pada susu ternak ruminansia disajikan dalam Tabel 1.

6

Tabel 1. Komposisi Protein Susu Ternak Ruminansia
Jenis Protein
Kasein

Sapi

Domba

Kambing

-----------------------------------g/l---------------------------------

αs1-kasein

10

7

7

αs2-kasein

3,7

7

4

β-kasein

3,5

3,5

6

κ-kasein

10

8

10

α-lactalbumin

1,2

0,8-2,4

1,2

β-lactoglobulin

3,3

2.8-5

2,3

Serum Albumin

0,4

Whey

Lysozyme

Trace

Trace

Lactoferin

0,1

0,1

Immunoglobulin

0,7

0,5

Sumber: Martin dan Grosclaude (1993)

β-Kasein
β-kasein adalah bagian yang paling hidrofobik dari kasein dan mengandung
sejumlah besar prolin residu, memiliki ujung terminal hidrofilik C dan akhir terminal
hidrofobik N (Creamer, 2003). β-kasein terdiri dari 209 asam amino (Martin et al.,
2003), dan memiliki massa molekul 24,0 kDa (kilo Dalton) (Creamer, 2003);
mengandung lima kelompok phosphoseryl. β-kasein terkandung sekitar 60% dari
total kasein dalam susu kambing (Trujillo et al., 1997).
Keragaman Gen β-Kasein
Gen β-kasein merupakan gen yang berpengaruh terhadap produksi susu,
persentase protein dan hasil protein (Bovenhuis et al., 1992). Gen β-kasein secara
langsung berkaitan dengan kualitas dan sifat susu (Sztankóová et al., 2005). Namun,
dalam penelitian Moatsou et al. (2008), genotipe β-kasein tidak berhubungan dengan
kandungan β-kasein dalam susu.
Gen kasein pada sapi terdiri atas empat kelompok gen, yaitu αS1 -kasein, αS2 kasein, β-kasein dan κ-kasein (Braunschweig, 2008).

Menurut Kucerova et al.

7

(2006), gen protein susu terdiri αs1 -kasein (CSN1S1), β-kasein (CSN2), κ-kasein
(CSN3) dan β-lactoglobulin (LGB).

Polimorfisme gen-gen kasein yang tinggi

berpengaruh langsung terhadap produksi dan komposisi susu sapi perah (Ng-KwaiHang et al., 1986).
Menurut Bovenhuis et al. (1992), genotipe β-kasein sapi adalah A 1 A1 , A1 A2,
A2 A2, A1 B, B B, A1 A3, A2 A3, dan A3 B. Selanjutnya Chessa et al. (2005)
mengemukakan bahwa variasi genetik β-kasein kambing pada ekson 7 adalah
CSN2*A, CSN2*C dan CSN2*0’. Hasil frekuensi alel gen CSN2 menurut Chessa et
al. (2005) disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Frekuensi Alel Gen CSN2 dengan Metode SSCP
Jenis
Saanen
Camosciata
Jonica
Garganica
Maltese
Cilentana
Orobica

N
76
112
70
33
58
43
81

A
0,507
0,317
0,207
0,242
0,129
0,035
0,025

Alel Gen CSN2
C
0,493
0,683
0,700
0,712
0,819
0,872
0,975

0’
…..
…..
0,093
0,046
0,052
0,093
…..

Sumber: Chessa et al. (2005)

Gen adalah bagian segmen DNA termasuk semua nukleotida yang
ditranskripsi kedalam mRNA yang akan ditranslasi menjadi protein (Nicholas, 1996;
Brown; 1999; Muladno, 2002).

Bagian gen yang mengkode asam amino dan

menghasilkan protein disebut daerah penyandi (coding sequence) (CDS). Selain itu
terdapat pula bagian segmen depan (leader segment) dan segmen belakang (trailer
segment) yang mengapit daerah CDS. Beberapa gen pada eukaryot bersifat tidak
kontinyu karena adanya exon (pengkode protein) dan intron (space internal antara
pengkode protein). Pada saat transkripsi, bagian intron hilang (splicing), sehingga
proses translasi berjalan baik (Brown, 1999). Gen β-kasein memiliki kode yang
terdiri dari delapan intron dan sembilan ekson pada semua spesies (Wang et al.,
2001). Struktur gen β-kasein disajikan pada Gambar 1.

8

I1

I2

E1
Flanking region 5’

E2

I3
E3

I4
E4

I5
E5 E6

I6

I7
E7

I8
E8

E9
flanking region 3’

Keterangan :
Lokus
Panjang
Gen
Sekuen depan
Ekson 1 (E1)
Ekson 2 (E2)
Ekson 3 (E3)
Ekson 4 (E4)
Ekson 5 (E5)
Ekson 6 (E6)
Ekson 7 (E7)
Ekson 8 (E8)
Ekson 9 (E9)

= AF409096
= 13671 bp
= 4546-4593, 6588-6650, 7384-7410, 7523-7549, 9896-9919, 10016-10057,
11387-11881, 12464-12505, 13233-13555
= 4545
= 4545 bp
= 4546-4593
= 47 bp
Intron 1 (I1) = 4594 -6587 = 1993 bp
= 6588-6650
= 62 bp
Intron 2 (I2) = 6651 -7383 = 732 bp
= 7384-7410
= 26 bp
Intron 3 (I3) = 7411 -7522 = 111 bp
= 7523-7549
= 26 bp
Intron 4 (I4) = 7550 -9895 = 2345 bp
= 9896-9919
= 23 bp
Intron 5 (I5) = 9920 -10015 = 95 bp
= 10016-10057
= 41 bp
Intron 6 (I6) = 10058 -11386 = 1328 bp
= 11387-11881
= 484 bp
Intron 7 (I7) = 11882 -12463 = 581 bp
= 12464-12505
= 41 bp
Intron 8 (I8) = 12506 -13232 = 726 bp
= 13233-13555
= 322 bp

Gambar 1. Rekonstruksi Struktur Gen β-Kasein Berdasarkan Sekuens Gen β-Kasein
di GenBank (Kode Akses AF409096)
Sumber: Wang et al. (2001)

Polymerase Chain Reaction-Single Strand Conformation Polymorphism
(PCR-SSCP)
Metode ini merupakan pemisahan asam nukleat rantai tunggal (single
stranded nucleic acids) hasil amplifikasi PCR dengan elektroforesis melalui gel
poliakrilamid dan berdasarkan pada perbedaan berat model pasangan basa, sehingga
dapat menghasilkan perbedaan struktur sekunder gen. Suatu metode sederhana yang
dapat digunakan untuk mendeteksi mutasi DNA yang disebut dengan PCR-SSCP
(Orita et al., 1989).
Prinsip yang mendasari metode analisis SSCP adalah perubahan asam
nukleotida yang akan mempengaruhi bentuk dari fragmen DNA untai tunggal
(Bastos et al., 2001) akan menyebabkan pola migrasi pada saat elektroforesis dalam
gel poliakrilamida (Baroso et al., 1999) walaupun perbedaannya hanya satu
nukleotida saja (Nataraj et al., 1999). Metode analisis SSCP meliputi beberapa
tahapan yaitu amplifikasi DNA target menggunakan primer melalui PCR, tahap
denaturasi DNA produk PCR pada suhu 94 oC yang diikuti pendinginan untuk
mencegah pre-annealing dari untaian DNA, penambahan formamida dye dan tahap

9

elektroforesis dalam gel poliakrilamida nondenaturasi (Nataraj et al., 1999 ; Hidayat
et al., 2010).
Faktor-faktor yang mempengaruhi sensitivitas SSCP yaitu: (1) Komposisi
gel, ukuran fragmen DNA, konsentrasi DNA, dan kandungan basa G dan C dalam
fragmen DNA (Nataraj et al., 1999); (2) Komposisi buffer (termasuk kekuatan ion
dan derajat keasaman, buffer aditif seperti gliserol dan suhu pada saat elektroforesis
(Sheffield et al., 1993 dan Nataraj et al., 1999); (3) Persentase Akrilamida dan rasio
bis (Sheffield et al., 1993); (4) Lokasi mutasi pada fragmen DNA (Baroso et al.,
1999); dan (5) Kelebihan dNTP dan primer dalam reaksi PCR.
Kelebihan metode PCR-SSCP dibanding metode lain yaitu: (1) sederhana dan
tidak memerlukan peralatan yang rumit dan khusus (Bastos et al., 2001; Nataraj et
al., 1999), (2) dapat mendeteksi adanya mutasi pada fragmen DNA (Baroso et al.,
1999) sehingga dapat dibedakan dengan yang normal (Nataraj et al., 1999), (3)
visualisasi tidak perlu menggunakan bahan radioaktif (Nataraj et al., 1999), dan (4)
dapat dikerjakan di laboratorium biasa dan tidak terlalu mahal (Bastos et al., 2001).
Kekurangan PCR-SSCP yaitu ukuran fragmen DNA yang dapat dianalisis
terbatas, butuh kondisi yang beragam untuk mendeteksi semua kemungkinan mutasi,
kadang-kadang sulit untuk menginterpretasikan pita-pita yang dihasilkan dan tidak
efisien untuk fragmen DNA yang tidak diketahui urutan nukloetidanya (Nataraj et
al., 1999).
Menurut Gasser et al. (2006), konformasi dalam metode SSCP dipengaruhi
oleh panjang fragmen, urutan, lokasi, dan jumlah wilayah pasangan basa.

Oleh

karena itu, mutasi pada posisi nukleotida tertentu dalam urutan primer dapat
mengubah konformasi molekul.

Ketika dipisahkan dalam gel non-denaturing,

molekul berbeda dengan nukleotida tunggal bisa dilihat, mengingat perubahan dalam
mobilitas.
Pewarnaan Perak (Silver Staining)
Pewarnaan perak protein dalam gel poliakrilamida telah digunakan untuk
berbagai macam analisis fisik dan biologis. Baru-baru ini, telah diterapkan untuk
mendeteksi asam nukleat dalam gel poliakrilamida sebagai pengikat ion perak ke
dasar dan kemudian secara selektif dikurangi dalam formaldehida dalam kondisi

10

alkali. Pewarnaan perak terhadap asam nukleat secara luas digunakan untuk
mendeteksi DNA dalam metode PCR-SSCP (Byun et al., 2009).
Hukum Keseimbangan Hardy-Weinberg
Hukum Hardy-Weinberg menyatakan bahwa frekuensi genotipe suatu
populasi yang cukup besar tidak akan berubah dari satu generasi ke generasi lainnya
jika tidak ada seleksi, migrasi, mutasi, dan genetic drift (Noor, 2008). Nei dan
Kumar (2000) menyatakan bahwa populasi dinilai beragam jika memiliki dua atau
lebih alel dalam satu lokus dengan frekuensi yang cukup (biasanya lebih dari 1%).
Tingkat keragaman dalam populasi dapat digambarkan dari frekuensi alel. Frekuensi
alel merupakan rasio relatif suatu alel terhadap keseluruhan alel yang ditemukan
dalam suatu populasi (Nei dan Kumar, 2000).

11

MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan, yaitu mulai bulan November
2010 sampai April 2011. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika
Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu
Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Materi
Sampel Darah dan Bahan Ekstraksi DNA
Sampel darah kambing betina yang digunakan berjumlah 173 sampel terdiri
dari kambing Saanen (77 sampel), kambing PE (67 sampel) dan kambing PESA
(Persilangan kambing PE dan Saanen) (29 sampel). Sampel tersebut merupakan
sampel darah koleksi Laboratorium Genetika Molekuler Ternak. Bahan-bahan yang
digunakan untuk mengekstraksi DNA adalah TE (Tris EDTA), STE (Sodium TrisEDTA), NaCl, SDS, CIAA (kloroform isoamil alkohol) dan etanol. Identitas sampel
darah serta rincian sampel per lokasi disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Identitas Sampel Darah
Jenis Kambing
Peranakan Etawah

Lokasi
Ciapus

Jumlah Sampel
16

Cariu

21

Sukajaya/ Elang 45

40

Cijeruk

19

Cariu

23

PT Taurus Dairy Farm

25

Cariu

14

Balitnak

15

Saanen

PESA

Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pasangan primer yang digunakan untuk mengamplifikasi gen β-kasein adalah
primer forward: 5’-CCC AAA GTG AAG GAG ACT ATG-3’ dan primer reverse:
5’-CAT CAG AAG TTA AAC AGC ACA G-3’ (Chessa et al., 2005). Panjang
produk hasil amplifikasi ruas gen β-kasein sepanjang 374 pasang basa pada ekson 7

(Gambar 2). Polymerase Chain Reaction (PCR) menggunakan mesin thermocycler,
tabung PCR, mikropipet, vortex dan alat sentrifugasi.
11521 ccttcagcct gaaataatgg gagtccccaa agtgaaggag actatggttc ctaagcacaa
11581 agaaatgccc ttccctaaat atccagttga gccctttact gaaagccaga gcctgactct
11641 cactgatgtt gaaaagctgc accttcctct gcctctggtc cagtcttgga tgcaccagcc
11701 tccccagcct ctttctccaa ccgtcatgtt tcctcctcag tccgtgctgt ccctttctca
11761 gcccaaagtt ctgcctgttc cccagaaagt agtgccccag agagatatgc ccatccaggc
11821 ctttctgctg taccaggagc ctgtacttgg tcctgtccgg ggacccttcc ctattcttgt
11881 aagtctaaat ttactaactg tgctgtttaa cttctgatgt ttgtatgata tttgagtaat

Keterangan: huruf tebal dan garis bawah merupakan situs primer

Gambar 2. Sekuens Primer Gen CSN2 pada Kambing
Sumber: Wang et al. (2001)
Polymerase Chain Reaction-Single Strand Conformation Polymorphism
(PCR-SSCP)
Bahan-bahan yang diperlukan dalam Polymerase Chain Reaction-Single
Strand Conformation Polymorphism (PCR-SSCP) adalah produk PCR dan
formamida dye. Alat yang digunakan adalah water bath, ice bath, refrigerator, BioRad dan sentrifuse .
Formamida Dye
Komponen formamida dye terdiri dari 80% formamida solution, 10 µl EDTA,
1 mg/ml bromthymol blue dan 1 mg/ml xylene cyanol.
Polyacrilamide Gel Elektroforesis (PAGE) 10%
Komponen Gel Polyakrilamida 10% terdiri dari 8,3 ml larutan 30%
akrilamida (acrylamide : bisacrylamide = 29 : 1); 2,5 ml larutan 5 x TBE (tris boric
acid-EDTA); 15 µl TEMED (N,N,N’,N’-tetramethylethylenediamine); 150 µl 10%
APS (ammonium peroxodisulfat) dan 14 ml air destilasi. Alat-alat yang digunakan
adalah plat kaca cetakan gel berukuran 20 x 20 cm2, pipet mikro dan makro.
Pewarnaan Perak (Silver Staining)
Bahan-bahan yang digunakan dalam pewarnaan perak adalah AgNO3, NaOH,
amonia, formaldehida, air destilasi dan asam asetat.

13

Prosedur
Pengambilan Sampel Darah
Sampel darah diambil dari kambing pada vena jugularis di leher
menggunakan tabung vaccutainer yang mengandung antikoagulan. Sampel tersebut
kemudian disimpan dalam termos es dan suhunya dipertahankan sekitar 4 oC.
Ekstraksi DNA
Ekstraksi DNA dilakukan dengan metode Sambrook et al. (1989) yang telah
dimodifikasi (Lampiran 2).
Amplifikasi DNA
Campuran untuk mengamplifikasi DNA dalam mesin PCR terdiri dari 1 µl
sampel DNA; 0,1 μl Primer; 0,1 μl dNTP; 1 μl MgCl2; 1,25 μl DreamTaq Buffer;
0,05 μl Taq dan 8,5 μl air destilasi untuk volume akhir 12 µl. Proses amplifikasi
terjadi dalam 30 siklus terdiri dari denaturasi awal pada suhu 94 oC selama 5 menit,
denaturasi akhir pada suhu 94 oC selama 30 detik, penempelan primer (anneling)
pada suhu 60 oC selama 45 detik, pemanjangan DNA (ekstensi awal) pada suhu
72 oC selama 1 menit dan ekstensi akhir pada suhu 72 oC selama 5 menit. Hasil
amplifikasi DNA dianalisis dengan elektroforesis.
Pendeteksian Keragaman Gen β-Kasein dengan Metode PCR-SSCP
Produk PCR gen β-kasein sebanyak 5 µl disuspensikan dalam larutan
formamida dye sebanyak 5 µl, kemudian diinkubasi dalam water bath pada suhu
95 oC selama 7 menit. Setelah itu, segera didinginkan dengan ice bath selama 2
menit. Konformasi untai DNA dideteksi menggunakan PAGE 10%. Alat
elektroforesis diatur pada tegangan 350 V selama 20 jam pada suhu 4 oC. Perbedaan
konformasi disebabkan oleh adanya mutasi minimal satu basa sehingga terjadi
perbedaan migrasi pada pita DNA.
Pewarnaan Perak
Pewarnaan perak dilakukan dengan cara merendam gel dalam larutan A (200
ml air destilasi, 0,20 g AgNO3 , 80 µl 10 N NaOH dan 800 µl amonia) selama 8 menit
kemudian gel dibilas menggunakan air destilasi selama 1 menit.

Pencucian

14

selanjutnya menggunakan larutan B (6 g NaOH, 200 ml air destilasi dan 200 µl
formaldehid dipanaskan pada suhu 60 oC) sampai pita muncul. Bila muncul pita,
larutan B dibuang kemudian gel direndam dalam larutan asam asetat (100 ml air
destilasi dan 100 µl asam asetat) untuk menghentikan reduksi perak.
Penentuan Genotipe
Keragaman genotipe masing-masing individu ditentukan dari migrasi pitapita DNA yang muncul pada gel poliakrilamida. Penentuan genotipe Kambing PE,
Saanen dan PESA berdasarkan Chessa et al. (2005) yang dapat dilihat pada Gambar
3.

Analisis Data

Keterangan: (lingkaran: CSN2*A; bintang: CSN2*C; segitiga: CSN2*0’)

Gambar 3. Diagram Elektroforesis (Zymogram) untuk Alel CSN2*A, CSN2*C dan
CSN2*0’ pada Gen β-Kasein
Sumber: Chessa et al. (2005)

Analisis Data
Frekuensi Genotipe
Keragaman genotipe tiap-tiap individu dapat ditentukan dari migrasi pita-pita
DNA. Frekuensi genotipe merupakan rasio dari jumlah suatu genotipe terhadap
jumlah populasi. Model matematika frekuensi genotipe (Nei dan Kumar, 2000):

15

Keterangan:
= frekuensi genotipe ke ii
= jumlah sampel bergenotipe ii
N = jumlah seluruh sampel

Frekuensi Alel
Frekuensi alel merupakan rasio relatif suatu alel terhadap keseluruhan alel
pada suatu lokus dalam populasi. Masing-masing sampel dibandingkan berdasarkan
ukuran (marker) yang sama dan pita-pita DNA hasil SSCP diidentifikasi kemudian
hasil identifikasi dihitung frekuensi alelnya dengan merujuk pada rumus (Nei dan
Kumar, 2000):

Keterangan:
Xi = frekuensi alel ke i
nii = jumlah sampel yang bergenotipe ii
nij = jumlah sampel yang bergenotipe ij
N = jumlah seluruh sampel

Hukum Keseimbangan Hardy-Weinberg
Pengujian nilai genotipe antara hasil pengamatan dan nilai harapan dapat
diukur dengan menggunakan uji Chi-Kuadrat (Nei dan Kumar, 2000):

Keterangan:
χ2 = chi-kuadrat
O = nilai pengamatan
E = nilai harapan
∑ = sigma (jumlah dari nilai-nilai)
Suatu populasi dikatakan seimbang jika nilai χ2 yang didapatkan lebih kecil
daripada χ2 tabel pada selang kepercayaan 5% dan derajat bebas tertentu. Derajat
bebas dihitung dengan rumus derajat bebas = genotipe – alel (Nei dan Kumar, 2000).

16

Heterozigositas
Tingkat keragaman genetik dalam sebuah populasi biasanya diukur dari
rataan keanekaragaman gen, yang sering disebut rataan heterozigositas (Weir, 1996).
Keragaman gen pada lokus dapat dilambangkan sebagai berikut:

Keterangan:
H = nilai heterozigositas
N1ij = jumlah individu heterozigot pada lokus ke-1
N = jumlah individu yang diamati

17

HASIL DAN PEMBAHASAN
Amplifikasi Gen β-Kasein
Amplifikasi gen β-kasein ekson tujuh pada kambing PE, Saanen dan PESA
(Persilangan PE dan Saanen) dilakukan menggunakan metode PCR dengan mesin
thermocycler (AB System). Pasangan primer yang digunakan mengikuti Cheesa et
al. (2005). Suhu annealing adalah suhu yang memungkinkan terjadinya penempelan
primer pada sekuen DNA sampel. Suhu anneling menjadi sangat penting dalam
proses amplifikasi, hal itu disebabkan proses perpanjangan DNA baru dimulai dari
primer. Suhu anneling yang digunakan dalam penelitian ini adalah 60 oC. Hasil
amplifikasi gen β-kasein pada gel poliakrilamida 6% disajikan pada Gambar 4.

374 pb
300 pb
200 pb

100 pb
1

2

3

4

5

6

7

8

M

Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen β-Kasein Menggunakan Metode PCR pada Gel
Poliakrilamida 6% (M: Marker 100 pb)
Panjang fragmen gen β-kasein ekson tujuh hasil amplifikasi adalah 374 pb
(Cheesa et al., 2005). Panjang fragmen hasil amplifikasi dapat diketahui dengan cara
mencocokkan situs penempelan primer pada sekuen gen β-kasein ekson tujuh
(GenBank No. Acc. AF409096).
Keragaman Gen β-Kasein
Keragaman gen β-kasein ekson tujuh dilakukan dengan metode polymerase
chain reaction-single strand conformation polymorphism (PCR-SSCP).
analisis SSCP,

Dalam

pendeteksian keragaman diketahui dengan perubahan asam

nukleotida yang akan mempengaruhi bentuk dari fragmen DNA untai tunggal
(Bastos et al., 2001) akan menyebabkan pola migrasi pada saat elektroforesis dalam
gel poliakrilamida (Baroso et al., 1999) walaupun perbedaannya hanya satu
nukleotida saja (Nataraj et al., 1999). Hasil pendeteksian keragaman gen β-kasein
menggunakan metode PCR-SSCP pada gel poliakrilamida 10% divisualisasikan pada
Gambar 5 dengan Genotipe CA, CC, AA, OO dan AO yang direkonstruksi pada
Gambar 6.

CA

CC

AA

CC

OO

AO

Gambar 5. Visualisasi Pola Pita Gen β-Kasein pada Gel Poliakrilamida 10% dengan
Metode PCR-SSCP

CA

CC

AA

CC

OO

AO

Gambar 6. Rekonstruksi Pola Pita Gen β-Kasein pada Kambing PE, Saanen dan
PESA

19

Perbedaan hasil pendeteksian keragaman dengan metode PCR-SSCP sangat
bergantung kepada perubahan bentuk dari ikatan utas tunggal DNA. Bentuk dari
utas tunggal DNA dalam gel dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah
panjang fragmen, pemilihan matriks gel, suhu, konsentrasi ion dan konsentrasi
larutan dalam gel (Hayashi, 1991). Menurut Gasser et al. (2006), konformasi dalam
metode SSCP dipengaruhi oleh panjang fragmen, urutan, lokasi dan jumlah wilayah
pasangan basa. Oleh karena itu, mutasi pada posisi nukleotida tertentu dalam urutan
primer dapat mengubah konformasi molekul. Ketika dipisahkan dalam gel nondenaturing, molekul berbeda dengan nukleotida tunggal bisa diidentifikasi
berdasarkan perubahan dalam mobilitas.
Frekuensi Genotipe, Alel dan Heterozigositas
Pola migrasi utas tunggal DNA gen β-kasein pada gel poliakrilamida dalam
penelitian ini polimorfik (beragam).

Hal ini sesuai dengan pernyataan Nei dan

Kumar (2000) yang menyatakan jika terdapat dua alel atau lebih dengan nilai
frekuensi relatif dalam populasi lebih dari 1% maka disebut beragam (polimorfik).
Hasil frekuensi genotipe gen β-kasein disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Frekuensi Genotipe Gen β-Kasein pada Kambing PE, Saanen, dan PESA

Ciapus (16)

CC
0,50

AA
0,19

Genotipe
OO
CA
0,00
0,31

Cariu (21)

0,10

0,33

0,00

0,38

0,00

0,19

Elang 45 (40)

0,30

0,25

0,00

0,38

0,00

0,07

Cijeruk (19)

0,05

0,42

0,05

0,22

0,00

0,26

Cariu (23)

0,04

0,04

0,00

0,57

0,00

0,35

Taurus (25)

0,08

0,08

0,00

0,60

0,00

0,24

Cariu (14)

0,00

0,14

0,07

0,07

0,00

0,72

Balitnak (15)

0,67

0,00

0,00

0,33

0,00

0,00

Bangsa
Kambing

Lokasi (n)

PE

Saanen

PESA

CO
0,00

AO
0,00

Berdasarkan pola migrasi, kambing PE di lokasi Ciapus ditemukan tiga
genotipe, yaitu CC, AA dan CA. Adapun urutan frekuensi genotipe berturut-turut

20

dari yang tertinggi ke rendah adalah CC (0,50); CA (0,31); dan AA (0,19). Di lokasi
Cariu ditemukan empat genotipe, yaitu CC, AA, CA dan AO.

Adapun urutan

frekuensi genotipe berturut-turut dari yang tertinggi ke rendah adalah CA (0,38); AA
(0,33); AO (0,19); dan CC (0,10). Kambing PE di lokasi Elang 45 ditemukan empat
genotipe, yaitu CC, AA, CA dan AO. Adapun urutan frekuensi genotipe berturutturut dari yang tertinggi ke rendah adalah CA (0,38); CC (0,30); AA (0,25); dan AO
(0,07).
Kambing Saanen di lokasi Cijeruk ditemukan lima genotipe, yaitu CC, AA,
OO, CA dan AO.

Adapun urutan frekuensi genotipe berturut-turut dari yang

tertinggi ke rendah adalah AA (0,42); AO (0,26); CA (0,22); CC (0,05); dan OO
(0,05). Kambing Saanen di lokasi Cariu ditemukan empat genotipe, yaitu CC, AA,
CA dan AO. Adapun urutan frekuensi genotipe berturut-turut dari yang tertinggi ke
rendah adalah CA (0,57); AO (0,35); CC (0,04); dan AA (0,04). Kambing Saanen di
lokasi Taurus ditemukan empat genotipe, yaitu CC, AA, CA dan AO. Adapun
urutan frekuensi genotipe berturut-turut dari yang tertinggi ke rendah adalah CA
(0,60); AO (0,24); CC (0,08); dan AA (0,08).
Kambing PESA di Cariu ditemukan empat genotipe, yaitu AA, OO, CA dan
AO. Adapun urutan frekuensi genotipe berturut-turut dari yang tertinggi ke rendah
adalah AO (0,72); AA (0,14); OO (0,07); dan CA (0,07). Kambing PESA di lokasi
Balitnak ditemukan dua genotipe, yaitu CC dan CA masing-masing dengan frekuensi
genotipe (0,67) dan (0,33).
Genotipe yang ditemukan pada penelitian ini sesuai dalam penelitian Chessa
et al. (2005) ditemukan lima genotipe, yaitu AC, CO, CC, AA dan AO pada bangsabangsa kambing yang berada di Italia. Pada penelitian Chessa et al. (2005)
dilaporkan tidak ada bangsa-bangsa kambing Italia yang memiliki genotipe OO.
Namun dalam penelitian ini ditemukan individu dari ketiga bangsa kambing yang
diteliti yang memiliki genotipe OO dan tidak ditemukan genotipe CO. Genotipe CA
dan CC merupakan genotipe yang umum dari kambing PE, Saanen dan PESA hampir
di semua lokasi yang diteliti, kecuali kambing PESA di Cariu yang memiliki
genotipe AO.
Untuk β-kasein, beberapa varian yang terdeteksi pada kambing, beberapa
diantaranya berhubungan dengan kandungan kasein sangat rendah, namun penelitian

21

yang luas pada frekuensi dan efek dari varian tersebut masih harus dilakukan (Moioli
et al., 2007).

Dalam penelitian Moatsou et al. (2008), genotipe β-kasein tidak

berhubungan dengan kandungan β-kasein dalam susu. Bonfatti et al. (2010)
mengemukakan bahwa pada susu sapi Simmental, gen β-kasein berpengaruh
terhadap penurunan Rennet Coagulation Time (RCT) dan meningkatkan Curd
Firmness (a30).
Heterozigositas menggambarkan adanya variasi genetik pada suatu populasi.
Semakin tinggi nilai heterozigositas dalam suatu populasi maka semakin tinggi pula
variasi genetik pada populasi tersebut (Ferguson, 1980). Hasil frekuensi alel dan
heterozigositas gen β-kasein pada kambing PE, Saanen dan PESA tersaji pada
Tabel 5.
Tabel 5. Frekuensi Alel dan Heterozigositas Gen β-Kasein pada Kambing PE,
Saanen dan PESA
Bangsa
Kambing
PE

Saanen

PESA

Ciapus (16)

C
0,66

Alel
A
0,34

O
0,00

Cariu (21)

0,28

0,62

0,10

0,57

Elang 45 (40)

0,48

0,48

0,04

0,45

Cijeruk (19)

0,16

0,66

0,18

0,47

Cariu (23)

0,33

0,50

0,17

0,91

Taurus (25)

0,38

0,50

0,12

0,84

Cariu (14)

0,04

0,54

0,42

0,79

Balitnak (15)

0,83

0,17

0,00

0,33

Lokasi (n)

Hetero