Eksplorasi Gen Growth Hormone Exon 3 Pada Kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen Dan Pesa Melalui Teknik PCR-SSCP

EKSPLORASI GEN GROWTH HORMONE EXON 3 PADA
KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE), SAANEN
DAN PESA MELALUI TEKNIK PCR-SSCP

SKRIPSI
__
PAULINA YUNIARSIH

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

RINGKASAN
PAULINA YUNIARSIH. D14070043. 2011. Eksplorasi Gen Growth Hormone
Exon 3 pada Kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA Melalui
Teknik PCR-SSCP. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota


: Dr. Jakaria, S.Pt., M.Si.
: Prof Dr. Ir. Muladno, MSA

Ternak kambing memiliki keunggulan sebagai ternak yang memiliki potensi
produktivitas yang cukup tinggi. Sehingga kambing memiliki peran penting sebagai
sumber daya genetik ternak. Jumlah populasi kambing dan konsumsi daging di
Indonesia yang masih rendah. Upaya peningkatan mutu genetik ternak kambing
dapat dilakukan dengan seleksi dan persilangan. Pengukuran potensi ternak dapat
diamati melalui sifat pertumbuhan. Pertumbuhan merupakan sifat yang dikendalikan
banyak gen. Salah satu gen penting yang mempengaruhi pertumbuhan ternak
kambing adalah gen growth hormone (GH) yang disekresikan oleh kelenjar
pituitary. Keragaman gen GH dapat diidentifikasi melalui teknik single-strand
conformation polymorphism (SSCP). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
keragaman gen GH exon 3 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA
(Persilangan PE dan Saanen) melalui teknik PCR-SSCP.
Sampel darah kambing yang digunakan berjumlah 234 sampel. Sampel ini
terdiri atas kambing PE berasal dari populasi Ciapus (20 sampel), Cariu (28 sampel)
dan Sukajaya (50 sampel). Kambing Saanen berasal dari populasi Cijeruk (21
sampel), Cariu (31 sampel) dan Sukabumi (40 sampel). Kambing PESA berasal dari
populasi Cariu (25 sampel) dan Balitnak (19 sampel). Sampel DNA kambing

diamplifikasi menggunakan primer Malveiro et al. (2001) yaitu forward 5’-GTG
TGT TCT CCC CCC AGG AG-3’ dan reserve 5’-CTC GGT CCT AGG TGG CCA
CT-3’. Produk PCR selanjutnya dilakukan polymerase chain reaction-single strand
conformation polymorphism (PCR-SSCP) dalam gel poliakrilamida 12% pada
tegangan 250 V selama 8 jam. Pewarnaan gel dilakukan menggunakan metode
pewarnaan perak. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penentuan frekuensi genotipe dan alel, pengujian keseimbangan Hardy-Weinberg
serta nilai heterozigositas.
Hasil pendeteksian keragaman GH exon 3 kambing dengan metode PCRSSCP ditemukan tiga alel (A, B dan C). Ada empat macam genotipe gen GH exon 3
dan frekuensinya yaitu genotipe AA (0,205), AB (0,856), AC (0,163) dan BC
(0,045). Rataan frekuensi alel pada kambing PE, Saanen dan PESA adalah alel A
(0,602) dan B (0,443) tinggi. Sedangkan rataan frekuensi genotipe tertinggi ketiga
kambing adalah AB (0,856). Nilai heterozigositas ketiga bangsa kambing di lokasi
berbeda adalah tinggi (0,94). Gen GH exon 3 memiliki polimorfisme yang tinggi.
Kata-kata kunci : Kambing perah, gen GH, PCR-SSCP, polimorfisme

ABSTRACT
Exploration of Exon 3 Growth Hormone Gene on
Etawah Grade (EG), Saanen and Their Crossbred Goat using
PCR-SSCP Technique

Yuniarsih, P., Jakaria, and Muladno
This research was conducted to identify genetic polymorphism at the exon 3 growth
hormone gene in three goat breeds. Polymorphisms at exon 3 growth hormone gene
was identified by single strand conformational polymorphism polymerase chain
reaction (SSCP-PCR) method. The DNA of 234 goat used were Etawah Grade (98
samples), Saanen (92 samples) and their crossbred (44 samples) in Cariu, Ciapus,
Sukajaya, Cijeruk, Balitnak and Sukabumi. The PCR-SSCP method was performed
at 250 V for 8 hours using 12% of acrylamide concentration. The result showed that
the annealing temperature is 60 0C. The PCR product was 157 bp (base pair). The
result SSCP method found four conformational patterns. The genotype frequency in
exon 3 are AA (0,205), AB (0,856), AC (0,163) and BC (0,045). Beside that it was
found three allele (allele A, B, and C). The highest frequencies were allele A (0,602)
and B (0,443) at Saanen, Etawah Grade and their crossbred goat. The highest
genotype frequency was AB at three goat breeds. The highest heterozygosity was
found in Etawah Grade, Saanen and their crossbred goat (0,938). Exon 3 GH gene on
three breeds goat have high polymorphism in six population.
Keyword : Dairy Goat, GH gene, PCR-SSCP, Polymorphism

EKSPLORASI GEN GROWTH HORMONE EXON 3 PADA
KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE), SAANEN

DAN PESA MELALUI TEKNIK PCR-SSCP

PAULINA YUNIARSIH
D14070043

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

Judul

: Eksplorasi Gen Growth Hormone Exon 3 pada Kambing
Peranakan Etawah (PE), Saanen Dan PESA Melalui Teknik
PCR-SSCP


Nama

: Paulina Yuniarsih

NIM

: D14070043

Menyetujui,

Pembimbing Utama,

Pembimbing Anggota,

Dr. Jakaria, S.Pt. M.Si.
NIP: 19660105 199303 1 001

Prof. Dr. Ir. Muladno, MSA
NIP: 19610824 198703 1 001


Mengetahui,
Ketua Departemen
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc.
NIP: 19591212 198603 1 004

Tanggal Ujian : 11 April 2011

Tanggal Lulus :

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 22 Juni 1989 di Tanjungkarang, Bandar
Lampung. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak
Ignasius. Jasmin dan Ibu Samirah.
Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1995 di Sekolah Dasar
Fransiskus Tanjungkarang dan diselesaikan pada tahun 2001. Pendidikan lanjutan
tingkat pertama dimulai pada tahun 2001 dan diselesaikan pada tahun 2004 di
Sekolah Menengah Pertama Fransiskus Tanjungkarang. Di tingkat menengah atas,

penulis dapat menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 9 Bandar
Lampung pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai
mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur USMI (Undangan
Seleksi Masuk IPB) pada Program Studi Produksi dan Teknologi Peternakan,
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB dan
diselesaikan pada tahun 2011.
Selama mengikuti pendidikan di perguruan tinggi, penulis aktif di Unit
Kegiatan Mahasiswa (UKM) Taekwondo sebagai Pelatih Tahun 2007-2010. Penulis
aktif di Tim Pendamping IPB dan Asisten Praktikum Mata Kuliah Teknik
Pengolahan Susu dan Genetika Ternak. Penulis aktif di Himpunan Mahasiswa
Produksi Ternak (HIMAPROTER) Fakultas Peternakan IPB

menjadi pengurus

periode 2009-2010. Penulis tergabung keanggotaan dalam Animal Breeding Science
(ABGSci).Penulis juga aktif menjadi panitia dalam berbagai kegiatan yang diadakan
Fakultas Peternakan IPB. Penulis juga merupakan penerima beasiswa PPA
(Peningkatan Prestasi Akademik) dan KSE (Karya Salemba Empat).

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini.
Skripsi ini berjudul Eksplorasi Gen Growth Hormone exon 3 pada Kambing
Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE dan Saanen) melalui
teknik PCR-SSCP.
Penelitian ini dilakukan untuk mengekplorasi gen growth hormone pada
ternak kambing. Hal ini perlu dilakukan karena informasi genetik mengenai ternak
kambing masih sangat jarang. Khususnya ternak kambing perah seperti kambing PE,
Saanen dan PESA yang memiliki potensi produksi susu.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini berupa keragaman genetik yang dapat
digunakan sebagai penciri DNA sebagai langkah awal untuk pembentukan bibit yang
unggul. Penulis berharap, adanya penulisan skripsi ini dapat menjadi inspirasi bagi
mahasiswa yang lain untuk lebih berani mengeksplorasi sumber daya genetik ternak
kambing. Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat untuk peternak
Indonesia.

Bogor, April 2011

Penulis


DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN .............................................................................................................. ii
ABSTRACT ............................................................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN.........................................................................................iv
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................... v
RIWAYAT HIDUP .....................................................................................................vi
KATA PENGANTAR ............................................................................................... vii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL .......................................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... x
PENDAHULUAN ........................................................................................................1
Latar Belakang ................................................................................................. 1
Tujuan .............................................................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................... 3
Klasifikasi Kambing ......................................................................................... 3
Kambing Lokal Indonesia................................................................................. 3
Kambing Peranakan Etawah (PE) .................................................................... 4
Kambing Saanen ............................................................................................... 5
Kambing Persilangan PE dan Saanen (PESA) ................................................. 6

Keragaman Genetik .......................................................................................... 7
Gen Growth Hormone (GH) .............................................................................7
Keragaman Gen Growth Hormone ................................................................... 9
PCR-SSCP ...................................................................................................... 10
MATERI DAN METODE.......................................................................................... 12
Lokasi dan Waktu ........................................................................................... 12
Materi.............................................................................................................. 12
Prosedur ..........................................................................................................13
Pengambilan Sampel Darah ................................................................ 13
Ekstraksi DNA .................................................................................... 14
Amplifikasi DNA................................................................................ 14
Pendeteksian Keragaman Gen GH dengan Metode PCR-SSCP ........15
Pewarnaan Perak ................................................................................. 15
Penentuan Genotipe ............................................................................15
Analisis Data ................................................................................................... 16
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................................. 17
Amplifikasi DNA Gen GH .............................................................................17
Pendeteksian Keragaman Gen GH ................................................................. 18

Frekuensi Genotipe dan Alel ..........................................................................19

Nilai Heterozigositas ...................................................................................... 22
KESIMPULAN ..........................................................................................................24
Kesimpulan ..................................................................................................... 24
Saran ............................................................................................................... 24
UCAPAN TERIMA KASIH ...................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 26
LAMPIRAN ............................................................................................................... 30

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1. Hasil Frekuensi Genotipe Gen GH Kambing Algarvia dengan
Teknik SSCP……………………………………………………………

9

2. Frekuensi Genotipe Gen GH Exon 3 pada Kambing PE, Saanen
dan PESA ……………………………………………………………...

20

3. Frekuensi Alel Gen GH Exon 3 pada Kambing PE, Saanen dan PESA

21

4. Nilai Heterozigositas Pengamatan pada Fragmen Gen GH …………… 22

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1. Rekonstruksi Struktur Gen GH Berdasarkan Sekuens gen GH di
GenBank (Kode Akses D00476)……………………………………

8

2. Fragmen Gen GH Capra hircus didasarkan pada Sekuens Gen GH
di GenBank (Kode Akses D00476)…………………………………

10

3. Sekuens Primer Didasarkan pada Sekuens Gen GH exon 3 Kambing

13

4. Hasil Visualisasi Pita Gen GH pada Kambing Algarvia melalui
Teknik PCR-SSCP…………………………………………………..

16

5. Hasil Amplifikasi Gen GH Exon 3 melalui PCR pada Gel
Poliakrilamida 6%...............................................................................

17

6. Hasil Visualisasi Pita Gen GH Exon 3 melalui Teknik
PCR-SSCP pada Gel Poliakrilamida 12 %..........................................

18

7. Diagram Elektroforesis (Zymogram) Pita Gen GH Exon 3 ………....

18

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kambing merupakan ternak ruminansia kecil yang telah berkembang cukup
luas di masyarakat Indonesia. Ternak kambing memiliki keunggulan yang
menjadikannya sebagai ternak yang memiliki potensi produktivitas tinggi.
Pemanfaatan kambing digunakan untuk produksi daging dan susu. Pemanfaatan yang
lain adalah produksi kulit dan bulu sebagai hasil ikutan ternak. Kambing mampu
beradaptasi pada lingkungan dengan hijauan yang terbatas sehingga tahan terhadap
beberapa penyakit, dapat beranak sepanjang tahun, bersifat prolifik. Sehingga
kambing memiliki peran penting sebagai sumber daya genetik ternak.
Jumlah populasi kambing di Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini
didukung oleh data Direktorat Jenderal Peternakan (2009) menyatakan bahwa
populasi kambing di Indonesia pada tahun 2009 berjumlah 15.655.740 ekor. Kendala
lain yang dihadapi adalah sistem pemeliharaan yang buruk. Pemanfaatan kambing
secara genetik belum diteliti secara optimal. Banyak bangsa kambing di Indonesia
yang belum dapat dikarakterisasi dan sebagian jumlah populasi mendekati punah.
Kambing sebagai sumber daya genetik ternak belum dieksplorasi potensi keragaman
genetik untuk dimanfaatkan sebagai sumber peningkatan mutu genetik sebagai
penghasil susu dan daging. Upaya peningkatan mutu genetik ternak dapat dilakukan
dengan seleksi dan persilangan.
Perkembangan ilmu genetika molekuler telah membuka peluang untuk
mengetahui tingkat keragaman genetik pada tingkat DNA yang dapat digunakan
untuk mengetahui potensi genetik suatu ternak. Teknologi DNA dapat menjadi dasar
untuk penentuan genotipe gen-gen yang bernilai ekonomis yang diperlukan sebagai
bibit yang unggul. Data produksi dan molekuler ternak kambing masih terbatas
sehingga hal ini menjadi tantangan di teknologi molekuler untuk mengeksplorasi.
Pengukuran potensi ternak dapat diamati melalui sifat pertumbuhan.
Pertumbuhan merupakan perubahan bobot tubuh dan komposisi tubuh dalam waktu
tertentu. Pertumbuhan merupakan sifat yang dikendalikan banyak gen. Salah satu
gen penting yang mempengaruhi pertumbuhan ternak kambing adalah gen growth
hormone (GH) yang disekresikan oleh kelenjar pituitary. Growth Hormone memiliki
peranan penting dalam pertumbuhan jaringan, laktasi, reproduksi, dan metabolisme
1

protein, lipid dan karbohidrat. Pendeteksian gen GH pada ternak kambing penting
dilakukan untuk mengetahui keragaman gen tersebut karena diduga terkait dengan
sifat-sifat yang bernilai ekonomis dapat dijadikan sebagai penciri genetik.
Keragaman gen dapat diidentifikasi dengan dua metode yaitu metode
restriction fragment length polymorphism (RFLP) dan metode single-strand
conformation polymorphism (SSCP). Kedua teknik tersebut dapat dimanfaatkan
untuk mengidentifikasi karakteristik gen-gen yang penting untuk pertumbuhan pada
ternak. Teknik PCR-SSCP merupakan teknik yang mudah dan efisien untuk
mengidentifikasi variasi urutan nukleotida pada fragmen gen DNA. Keterbatasan
terhadap informasi keragaman genentik kambing sehingga teknik ini digunakan
untuk mengidentifikasi gen GH pada ternak kambing.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan frekuensi genotipe, frekuensi alel
dan nilai heterozigositas pada gen Growth Hormone. Analisis tersebut digunakan
untuk mendapatkan keragaman gen Growth Hormone exon 3 pada kambing
Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE dan Saanen) melalui
teknik polymerase chain reaction single-strand conformation polymorphism (PCRSSCP).

2

TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Kambing
Kambing diklasifikasikam ke dalam kingdom Animalia; phylum Chordata;
subphylum Vertebrata; class Mammalia; ordo Artiodactyla; sub-ordo Ruminantia;
family Bovidae; sub family Caprinae dan genus Capra (Mileski dan Myers 2004).
Kambing memiliki 60 kromosom (30 pasang kromosom) yang terdiri atas 29 pasang
kromosom autosom dan sepasang kromosom kelamin (Gall, 1981).
Kambing merupakan hewan yang didomestifikasi oleh manusia untuk
produksi daging, susu dan kulit. Penyebaran kambing sangat luas dan hampir
menyebar di seluruh dunia. Hal ini disebabkan daya adaptasi yang baik dari kambing
terhadap berbagai iklim dan kemampuan bertahan hidup pada daerah dengan hijauan
terbatas (Gall, 1981). Kambing adalah hewan ternak yang sanggup hidup di daerah
kering dan pakan hijauan pakan yang terbatas, serta mampu memanfaatkan hijauan
pakan secara efisien (Devendra dan Burns, 1994). Kambing dapat dikelompokkan
berdasarkan kegunaannya, yaitu kambing penghasil daging, susu, dan bulu (mohair).
Di samping itu, ada pula beberapa bangsa kambing yang tergolong tipe dwiguna
(dual purpose), seperti bangsa kambing PE yang tergolong tipe daging dan susu
(Heriyadi, 2004).
Kambing Lokal Indonesia
Kambing lokal merupakan kambing asli yang berasal dari Indonesia.
Kambing lokal ini termasuk dalam kambing tipe pedaging. Kambing lokal Indonesia
terdiri dari kambing Kacang, kambing Marica, kambing Samosir, kambing Muara,
kambing Kosta, kambing Gembrong, kambing Peranakan Etawah (PE).
Kambing Kacang memiliki ciri bulu pendek dan berwarna tunggal (putih,
hitam dan cokelat). Tanduk berbentuk pedang lengkung ke atas dan ke belakang.
Pada umumnya telinga kambing pendek dan tegak. Kambing Kacang memiliki leher
yang pendek dan punggungnya melengkung sedikit lebih tinggi dari pada bahunya.
(Devendra dan Burns, 1983). Kambing jantan dan betina dewasa memiliki bobot
kurang lebih 25 dan 20 kg (Devendra dan Burns, 1983; Pamungkas et al., 2009).
Kambing Marica banyak dijumpai di sekitar Kabupaten Maros, Kabupaten
Jeneponto, Kabupaten Sopeng dan daerah Makassar di Propinsi Sulawesi Selatan
3

(Pamungkas et al., 2009). Kambing ini memiliki potensi genetik yang mampu
beradaptasi baik di daerah agroekosistem lahan kering di daerah tanah bebatuan
dengan curah hujan sepanjang tahun sangat rendah. Ciri yang paling khas pada
kambing ini adalah telinganya tegak dan relatif kecil pendek dibanding telinga
kambing kacang. Tanduk pendek, kecil, kelihatan lincah dan agresif (Pamungkas et
al., 2009).
Kambing Samosir merupakan kambing yang dipelihara oleh masyarakat di
Pulau Samosir, di tengah Danau Toba, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara
(Pamungkas et al., 2009). Kambing ini dapat beradaptasi dengan kondisi ekosistem
lahan kering dan berbatu-batu. Ciri khas yang paling menonjol adalah warna bulu
putih yang sangat dominan, warna tanduk dan kuku agak keputihan (Pamungkas et
al., 2009).
Kambing Muara berasal dari daerah Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli
Utara, Propinsi Sumatera Utara. Kambing ini memiliki penampilan yang gagah dan
tubuh kompak. Selain itu, kambing ini memiliki warna bulu yang bervariasi yaitu
warna bulu cokelat kemerahan, putih dan bulu hitam. Rata-rata bobot badan induk
kambing adalah 49,4 kg dan pejantan dewasa 68,3 kg (Pamungkas et al., 2009).
Kambing Kosta banyak dikembangkan di Jakarta dan Propinsi Banten.
Kambing Kosta merupakan persilangan kambing Kacang dan kambing Khasmir
(Pamungkas et al., 2009). Kambing ini memiliki bentuk tubuh sedang, tanduk
pendek, bulu pendek, hidung rata dan ditemukan melengkung. Warna tubuh kambing
Kosta adalah cokelat tua sampai hitam (Pamungkas et al., 2009).
Kambing Gembrong berasal dari daerah timur Pulau Bali terutama di
Kabupaten Karangasem. Ciri khas yang dimiliki kambing ini adalah rambut panjang
mencapai 15-25 cm. Rambut ini terdapat pada bagian kepala sampai menutupi muka
dan telinga. Warna tubuh dominan kambing gembrong pada umumnya putih
(61,5%), sebagian berwarna cokelat muda (23,08%) dan cokelat (15,38%)
(Pamungkas et al., 2009).
Kambing Peranakan Etawah (PE)
Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan

hasil persilangan antara

kambing Etawah dari India dengan kambing Kacang dari Indonesia. Kambing PE
banyak dikembangkan di Indonesia terutama di daerah pedesaan Jawa Tengah, Jawa
4

Timur dan pesisir utara Jawa Barat. Kambing PE telah berkembang dengan baik dan
diterima masyarakat (Heriyadi, 2004).
Pemeliharaan kambing PE dapat menghasilkan daging dan susu (kambing
tipe dwiguna). Kambing PE betina memiliki kemampuan menghasilkan susu yang
baik. Kambing PE betina rata-rata dapat menghasilkan susu 1,2 liter per ekor per hari
selama fase 70 hari pertama laktasi (Balai Penelitian Ternak, 2001). Kambing PE di
Indonesia mampu menghasilkan susu 2-3 liter per ekor per hari dengan masa laktasi
lebih dari 150 hari (Direktorat Jenderal Peternakan, 2003). Kambing PE memiliki
karakteristik tubuh yang besar dengan bobot badan jantan dan betina mencapai 90
dan 60 kg (Direktorat Jenderal Peternakan, 2003).
Ciri-ciri spesifik kambing PE antara lain bentuk hidung benguk, panjang
telinga 25-30 cm menggantung ke bawah dan sedikit kaku, tanduk melengkung,
warna bulu bervariasi, kuping, kaki dan bulu yang panjang, memiliki ambing besar,
dan produksi susu tinggi (Direktorat Jenderal Peternakan, 2003). Kambing PE
memiliki ukuran tubuh yang relatif tinggi (65-86 cm), ramping dan relatif besar jika
dibandingkan kambing Kacang
Kambing PE dapat beranak 3 kali dalam 2 tahun dengan rataan jumlah
sekelahiran 1-3 ekor (Balai Penelitian Ternak, 2001). Rataan bobot lahir kambing PE
kelahiran tunggal betina dan jantan masing-masing sebesar 3,2 dan 3,7 kg (Setiadi
dan Sutama, 1997).
Kambing Saanen
Kambing Saanen berasal dari Swiss Barat. Kambing Saanen adalah kambing
perah yang baik, memberikan penampilan yang baik, disesuaikan terhadap
lingkungan subtropik dan sangat peka terhadap sinar matahari yang kuat. Kambing
ini sangat peka terhadap cahaya sehingga pemeliharaan kambing Saanen di daerah
tropis menggunakan naungan (Devendra dan McLeroy, 1982).
Kambing Saanen memiliki ciri khas tubuh berwarna putih, krem pucat atau
cokelat muda dengan bercak hitam pada hidung, telinga dan ambing. Kambing ini
berbulu pendek, telinga tegak dan mengarah ke depan dengan muka lurus dan
ramping (Devendra dan Burns, 1994; Greenwood, 1997). Kambing ini memiliki
bentuk kepala yang lancip dengan leher panjang dan halus. Saanen betina biasa tidak

5

bertanduk (Greenwood, 1997). Kambing Saanen memiliki bentuk tubuh perah yang
bagus dan ambing yang berkembang sangat baik (Devendra dan McLeroy, 1982).
Kambing Saanen memiliki rata-rata produksi susu 216 kg dengan panjang
laktasi 275 hari (Gall, 1981). Menurut Devendra dan Burns (1994) rata-rata produksi
susu kambing Saanen di daerah tropis mencapai 1-3 kg per ekor per hari, di daerah
temperate prduksi susu dapat mencapai lima kg per ekor per hari. Kambing Saanen
mempunyai rata-rata produksi susu tertinggi dibandingkan dengan bangsa kambing
perah manapun sehingga bangsa kambing ini telah dimasukkan ke banyak negara
(Devendra dan Burns, 1994).
Kambing Saanen mempunyai bobot dewasa kelamin sekitar 50-70 kg dan
tinggi betina dan jantan sekitar 81 dan 94 cm (Devendra dan Burns, 1994). Rataan
berat badan kambing betina dan jantan berturut-turut adalah 65 dan 75 kg (Devendra
dan McLeroy, 1982). Jumlah anak lahir seperindukan adalah 1,80 ekor (Devendra
dan Burns, 1994).
Kambing Persilangan PE dan Saanen (PESA)
Kambing PESA merupakan kambing hasil persilangan antara kambing PE
betina dengan kambing Saanen jantan. Wahyuarman (2001) melaporkan hasil
persilangan PE dan Saanen memiliki keunggulan bobot lahir, bobot sapih dan
produksi susu yang melebihi tetua PE masing-masing sebesar 0,22%; 5,47% dan
2,87%.
Kambing PESA mempunyai produksi susu yang lebih baik daripada kambing
PE, tetapi produksinya lebih rendah dari kambing Saanen impor dan kambing Saanen
keturunan F1 (Ruhimat, 2003). Produksi susu harian kambing Saanen, PE dan PESA
di PT Fajar Taurus Dairy Farm masing-masing sebesar 2; 1,6 dan 1,8 liter. Kambing
PESA mempunyai produksi susu yang lebih rendah dari Saanen karena mempunyai
masa laktasi yang lebih pendek dan merupakan hasil persilangan dengan PE (tipe
dwiguna). Rataan lama laktasi kambing Saanen keturunan F1, kambing Saanen
impor, kambing PESA dan kambing PE berturut-turut adalah 321,82 ± 113,44 hari,
310,60 ± 60,00 hari, 178 ± 65,05 hari (Ruhimat, 2003).

6

Keragaman Genetik
Genotipe hewan merupakan sebuah pendekatan yang berguna untuk
menggambarkan prinsip-prinsip genetika dan penerapan langsung dalam hal
pewarisan sifat. Hukum Hardy-Weinberg menyatakan bahwa frekuensi genotipe
suatu populasi yang cukup besar akan selalu dalam keadaan seimbang bila tidak
ditemukan seleksi, migrasi, mutasi dan genetic drift. Sifat-sifat ditemukan dalam
keragaman genetik dalam spesies dan bangsa atau galur dalam masing-masing
spesies. Genetika dipandang dari segi populasi, terutama frekuensi gen dengan efek
yang diinginkan (Warwick et al., 1990).
Frekuensi gen merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan
proporsi dari semua lokus untuk pasangan gen atau rangkaian alel ganda dalam suatu
populasi. Frekuensi gen dari perbedaan-perbedaan itu sangat beragam dari bangsabangsa dan antar galur (Warwick et al., 1990). Frekuensi gen yang timbul
dipengaruhi oleh seleksi, mutasi gen, pencampuran dua populasi yang frekuensi gen
berbeda, silang dalam (inbreeding), silang luar (outbreeding) dan genetic drift.
Ekspresi gen dapat mempengaruhi sifat yang yang muncul. Fenotipik yang
muncul dapat dipengaruhi oleh variasi gen pada arah dan besar respon terhadap
perubahan lingkungan (Noor, 2008). Fenotipik yang bersifat ekonomis merupakan
sifat kuantitatif yang dikontrol oleh banyak gen dan masing-masing gen memberikan
sedikit kontribusi pada sifat tersebut (Noor, 2008). Gen semacam ini disebut dengan
gen mayor yang terletak pada lokus sifat kuantitatif atau quantitative traits loci
(QTL). Gen mayor yang dapat digunakan sebagai kandidat dalam program Marker
Assisted Selection (MAS) jika gen tersebut mempunyai fungsi dan pengaruh biologis
yang nyata terhadap sifat kuantitatif (Diyono, 2009).
Gen Growth Hormone (GH)
Gen growth hormone (GH) dikenal sebagai somatotropin yaitu terdiri atas
22.000-dalton hormon polipeptida rantai tunggal. Gen ini disintesis dan disekresi sel
somatotrof pada lobus anterior pituitary. Gen GH pada vertebrata terdiri atas rantai
polipeptida tunggal 190 atau 191 asam amino yang terdiri atas jembatan dua sulfida
di antara sistein pada posisi 53-164 dan 181-89 (Paladini et al., 1983).
Gen GH memiliki peranan penting dalam pertumbuhan jaringan, laktasi,
reproduksi, metabolisme protein, lipid dan karbohidrat (Garrett et al., 2008; Malveiro
7

et al., 2001). Gen GH pada hewan yang sedang tumbuh, berguna untuk
meningkatkan efisiensi produksi, pengurangan deposisi lemak, merangsang
pertumbuhan otot, meningkatkan efisiensi penggunaan pakan, meningkatkan
pertumbuhan organ dan meningkatkan pertumbuhan tulang (Etherton dan Bauman,
1998). Pada ternak ruminansia, gen GH berperan dalam pengaturan perkembangan
kelenjar mamae (Akers, 2006).
Gen GH dijadikan sebagai salah satu kandidat gen yang dapat digunakan
sebagai penanda genetik dalam program seleksi ternak (Malveiro et al., 2001). Gengen lain yang berpengaruh terhadap pertumbuhan yaitu gen Growth Hormone
Releasing Hormone (GHRH), Somatotropin Releasing-Inhibitor Factor (SRIF),
Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (PIT-1) (Brunsch et al., 2002), dan
insulin-like growth factor-1 (IGF-1) (Hartman, 2000).
Gen GH memiliki kode yang terdiri atas empat intron dan lima exon pada
semua spesies (Khan, 2009). Struktur gen GH dapat dilihat pada Gambar 1. Exon
adalah pengkode protein sementara intron merupakan spacer internal antara
pengkode protein, pada saat transkripsi bagian intron hilang (splicing), sehingga
proses translasi berjalan dengan baik (Jakaria, 2008). Sekuens gen GH pada Capra
hircus berjumlah 2544 base pair (bp) yang dapat dilihat pada Gambar 2 (Malveiro et
al., 2001).
5’
kodon awal ATG
exon 1
Flanking
region 5’

3’

Coding sequence (CDS)

intron 1

kodon akhir TAG

exon 2

exon 3
intron 2

intron 3

exon 4

exon 5
intron 4

Flanking
region 3’

Keterangan :
Lokus
Panjang
Gen
Sekuen depan
exon 1
exon 2
exon 3
exon 4
exon 5

= D00476
= 2544 bp
= 432-444, 692-852, 1080-1196, 1426-1587, 1864-2064.
= 431
= 431 bp
= 432-444
= 12 bp
intron 1 = 445-691
= 692-852
= 160 bp
intron 2 = 853-1079
= 1080-1196
= 116 bp
intron 3 = 1197-1425
= 1426-1587
= 161 bp
intron 4 = 1588-1863
= 1864-2064
= 200 bp

= 246 bp
= 226 bp
= 228 bp
= 275 bp

Gambar 1. Rekonstruksi Struktur Gen GH Berdasarkan Sekuens gen GH di GenBank
(Kode Akses D00476)
8

Keragaman Gen Growth Hormone (GH)
Identifikasi keragaman gen GH dapat dihubungkan antara sifat produksi susu
dan polimorfisme gen GH kambing (Malveiro et al., 2001; Marques et al., 2003).
Marques et al. (2003) melaporkan bahwa sampel DNA kambing Serrana yang
dianalisis dengan teknik PCR-SSCP memiliki perbandingan yang tinggi pada
polimorfisme genetik terutama gen GH. Dua bentuk konformasi dideteksi pada exon
1 dan 2, enam pola pada exon 3, sepuluh pola pada exon 4 dan lima pola pada exon 5.
Yao et al. (1996) melaporkan bahwa ada dua polimorfisme yaitu T → C pada intron
3 dan A → C pada exon 5 dengan menggunakan metode PCR-SSCP. Sedangkan
Malveiro et al. (2001) melaporkan bahwa ada keragaman gen GH kambing melalui
polimorfisme SSCP didapatkan dua bentuk konformasi pada exon 1 dan 2, empat
pola pada exon 3, enam pola pada exon 4 dan lima pola pada exon 5. Pada exon 4 dan
5 gen GH ternak kambing Algarvia memiliki produksi, protein dan lemak susu
tertinggi. Menurut Marques et al. (2003) pada exon 4 memiliki potensi produksi susu
tinggi sehingga gen GH digunakan sebagai Marker Assisted Selection (MAS).
Keragaman haploid gen GH│HaeIII pada kambing Boer berpengaruh terhadap bobot
lahir, bobot sapih, pertambahan bobot badan per hari sebelum sapih dan bobot pada
umur 11 bulan (Hua, 2009). Hasil frekuensi genotipe kambing Algarvia melalui
teknik SSCP disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Frekuensi Genotipe Gen GH Kambing Algarvia dengan Teknik SSCP
Exon

Jumlah Pola Frekuensi Genotipe (%)

1

2

M (97,2); N (2,8)

2

2

A/B (75,9); B/B (24,1)

3

4

A/A (8,3); B/B (33,3); A/B (18,5); B/C (39,8)

4

6

5

5

A/A (13,9); B/B(27,8); C/C(35,2); D/D (5,6); E/E (14,8);
F/F2,8)
A/A (2,8); B/B (27,8); A/B (14,8); B/C (44,4); A/C (10,2)

Sumber : Malveiro et al. (2001)

9

1
61
121
181
241
301
361
421
481
541
601
661
721
781
841
901
961
1021
1081
1141
1201
1261
1321
1381
1441
1501
1561
1621
1681
1741
1801
1861
1921
1981
2041
2101
2161
2221
2281
2341
2401
2461
2521

gggattttct
ggctgagcca
tggggtgggc
aggggatgat
gagaggaggt
agagcacaca
agagaccaat
gctcaccaac
aagggggtga
ctgaatgcga
ccctggaggg
ctccgtcgcg
accctgctct
ggcctgtttg
ttcaaagagt
gaatccgcac
agtaaggatg
aaggcagtga
agcgcaccta
gcttctccga
gtggccacct
ctctgcaccg
ggaggatgat
ctgccccgag
cgcatctcac
ttcaccaaca
gaggaaggca
gggggccatg
agatccctgc
cccgttttga
agcgggcagg
caggagctgg
tttgacacaa
ttccggaagg
ggggaggcga
cctagaccct
ttgcatcaca
gcgagaggga
tgctgaataa
gtgacacacc
agctcaggag
ccctcatcag
caggctatga

gacccaggga
cctgggaagc
tctcaagctg
gatgagcctg
tctaaattat
ggtgggggga
tccaggatcc
tatgatggct
tgcgggagaa
acataggtat
aagggcaggc
gccctcctgg
gcctgccctg
ccaacgctgt
ttgtaagctc
cccctccaca
tggtcagggg
ggggaaccac
catcccggag
aaccatcccg
aggaccgagg
ggcctggggt
ggttggtggt
cccggggcac
tgctccttat
gcctggtgtt
tcctggcgct
cccaccctct
tctctctctc
aacctccttc
agggagccgc
aagatgttac
acatgcggag
acctgcacaa
gctgcgcgtt
ggaaggtgcc
ttgtctgagt
ggattgggaa
ttgacccggt
cggtcctcgc
ggctctgcct
cccaccaaac
agtacagagg

ttaaacctga
ccattcgttt
agaccctgtg
ggggacatga
ccattagcac
aagggagaga
caggacccag
gcaggtaagc
ctgccgatgg
ctgcacccag
gggggctggc
tctctcccta
gactcaggtg
gctccgggct
cccagagatg
caatgggagg
agtagaaatg
acaccagctt
ggacagagat
gcccccacgg
agcaggggac
ggcgttctcc
ggtggcagga
ccaccaacca
ccagtcgtgg
tggcacctcg
gatgcgggtg
cctggcttag
tctttctagc
ctcgcccttc
tcctgagggc
cccccgggct
tgacgacgcg
gacggagacg
ctagttgcca
actccagtgc
aggtgtcatt
gacaatagca
tcttcctggg
ccctggtcct
tcagtcccac
caaacctagc
gaga

gtctcctgca
ctgctacctc
tgtacagccc
ccccagagaa
aggctgccag
gaagaagcca
ttcaccagac
tcacaaaaat
atgtgtccac
acatttggcc
aggagatcag
gggccccgga
gtgggcgcct
cagcacctgc
tgtcctagag
gaactgagga
ggggtgtgtg
agacccgggt
actccatcca
gcaagaatga
ctccttcatc
ctgaggtggc
ggtcctcggg
cccatctgcc
cttgggcccc
gaccgtgtct
aggatggcgt
ccaggagaac
agcccagtct
tccaagccta
cttcggcctc
gggcagatcc
ctgctgaaga
tacctgaggg
gccatctgtt
ccactgtcct
ctattctagg
gggatgctgt
ccagaaggaa
tagttccagc
ccgctaaagt
ctccaagagt

tttgcagctc
ccccttaaaa
tcaggctggt
ggaacgggaa
tggtccttgc
gggtataaaa
gactcagggt
cccctccatt
agctttgggt
aagtttgaaa
gcatccagct
cgtccctgct
tcccagccat
atcaactggc
gtggggaggc
cctcagtggt
gggtggggag
gggtgtgttc
gaacacccag
ggcccagcag
ttaagtaggc
agagggtgtt
cagaggccga
agcaggactt
tgcagttcct
atgagaagct
tgttgggtcc
acacgtgggc
tgacccagga
taggggaggg
tctgtctctc
tcaagcagac
actacggtct
tcatgaagtg
gttacccctc
ttcctaataa
gggtggggtc
gggctctatg
gcaggcacat
cccactcata
gcttggagcg
gggaagaaat

gattctttat
agaaaaccta
ggcagtggag
caggatgagt
ataaatgtat
agggcccagc
cctgctgaca
agcgtgtcct
tttagggctt
tgttctcagt
ctctgggccc
cctggctttc
gtccttgtcc
tgctgacacc
aggaaggggt
attttatcca
ggttccgaat
tccccccagg
gttgccttct
aaatcagtga
tgccccagct
ggatggcagt
ccttgcaggg
ggagctgctt
cagcagagtc
gaaggacctg
cttccatgct
tgggggagag
gaaacctctt
tggaaaatgg
cctcccttgg
ctatgacaaa
gctctcctgc
tcgccgcttc
cccgtgcctt
agcgaggaaa
aggcaggata
ggtacccagg
ccccttctct
ggacactcat
gtttctcctt
taaagcaaga

Gambar 2. Fragmen Gen GH Capra hircus didasarkan pada Sekuens Gen GH di
GenBank (Kode Akses D00476)
Polymerase Chain Reaction-Single Strand Conformation Polymorphism
(PCR-SSCP)
Teknik single-strand conformation polymorphism (SSCP) merupakan teknik
yang digunakan untuk mendeteksi polimorfisme genetik dan mendeteksi mutasi
DNA (Malveiro et al, 2001; Orita et al.,1989). Teknik SSCP juga dapat digunakan
untuk menemukan unsur-unsur genetik yang terlibat dalam penyakit keturunan
manusia (Orita et al., 1989). Teknik SSCP merupakan teknik yang mudah dan efisien
untuk mengidentifikasi variasi urutan nukleotida pada DNA amplifikasi. Asumsi
yang mendasari metode analisis SSCP adalah bahwa perubahan yang terjadi pada
10

nukleotida akan mempengaruhi bentuk (conformation) dari fragmen DNA untai
tunggal (Bastos et al., 2001) dan laju migrasi pada saat elektroforesis (Orita et al.,
1989; Baroso et al,. 1999) walaupun perbedaan hanya satu nukleotida saja (Nataraj et
al., 1999). Fragmen DNA untai tunggal yang mengalami perubahan pada susunan
nukleotida akan membentuk suatu konformasi tiga dimensi yang kompleks dan
berbeda fragmen DNA yang tidak mengalami perubahan (normal). Konformasi yang
berbeda akan mempengaruhi laju migrasi dalam gel poliakrilamida sehingga
diidentifikasi keragaman.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sensitifitas SSCP yaitu: (1) komposisi gel,
ukuran fragmen DNA, konsentrasi DNA, kandungan basa G dan C dalam fragmen
DNA (Nataraj et al., 1999); (2) komposisi bufer (termasuk kekuatan ion dan derajat
keasaman), bufer aditif seperti gliserol dan suhu saat elektroforesis (Sheffield et al.,
1993 dan Nataraj et al., 1999); (3) persentase akrilamida dan rasio bis (Sheffield et
al., 1993); (4) lokasi mutasi pada fragmen DNA (Baroso et al., 1999); (5) kelebihan
dNTP dan primer dalam reaksi PCR (Cai and Touitou, 1994).
Metode analisis SSCP meliputi beberapa tahapan yaitu amplifikasi DNA
target menggunakan primer melalui PCR, tahap denaturasi DNA produk PCR pada
suhu 94 0C yang diikuti pendinginan untuk mencegah pre-annealing dari untaian
DNA, penambahan formamida dye dan tahap elektroforesis dalam gel poliakrilamida
(Nataraj et al., 1999; Hidayat et al., 2010).
Beberapa kelebihan SSCP dibanding metode lain yaitu: (1) sederhana dan
tidak memerlukan peralatan yang rumit dan khusus (Bastos et al., 2001; Nataraj et
al., 1999); (2) dapat mendeteksi mutasi pada fragmen DNA (Baroso et al., 1999)
sehingga dapat dibedakan dengan yang normal (Nataraj et al., 1999); (3) visualisasi
tidak perlu menggunakan bahan radioaktif (Nataraj et al., 1999); (4) dapat dikerjakan
di laboratorium biasa dan tidak terlalu mahal (Bastos et al., 2001).
Nataraj et al. (1999) juga menyatakan kekurangan PCR-SSCP yaitu ukuran
fragmen DNA yang dapat dianalisis terbatas, membutuhkan kondisi yang beragam
untuk mendeteksi semua kemungkinan mutasi, kadang-kadang sulit untuk
menginterpretasikan pita-pita yang dihasilkan, tidak efisien untuk fragmen DNA
yang tidak diketahui urutan nukloetida.

11

MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan mulai September 2010 sampai Januari 2011.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Molekuler Ternak, Bagian
Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Materi
Sampel Darah dan Ekstraksi DNA
Sampel darah kambing disediakan sebanyak 234 sampel yang berasal dari
kambing PE, Saanen dan PESA (Persilangan PE dan Saanen) pada lokasi berbeda.
Sampel tersebut terdiri atas kambing PE berasal dari populasi Ciapus (20 sampel),
Cariu (28 sampel) dan Sukajaya (50 sampel). Kambing Saanen berasal dari populasi
Cijeruk (21 sampel), Cariu (31 sampel) dan Sukabumi (40 sampel). Kambing PESA
berasal dari populasi Cariu (25 sampel) dan Balitnak (19 sampel).
Peternakan kambing perah Cariu memelihara kambing Peranakan Etawah,
Saanen dan PESA dimana kandang berbentuk panggung. Bahan pakan yang
diberikan berupa hijauan alam dan konsentrat yaitu ampas bir, ampas tahu dan
dedak. Produksi susu harian 1-1,5 liter per hari per ekor. Bangsa kambing perah yang
banyak dipelihara di Peternakan Cariu adalah Peranakan Etawah dengan sistem
pemeliharaan intensif. Pakan yang diberikan berupa hijauan dan konsentrat berupa
kulit ari kacang kedelai dan konsentrat. Rataan produksi susu kambing 0,8-1 liter per
hari per ekor. Pemeliharaan ternak kambing perah di daerah Cijeruk adalah kambing
Saanen dan PESA. Pemeliharaan ternak berbentuk kandang panggung. Produksi susu
yang dihasilkan 2-4 liter per hari per ekor. Sampel kambing perah asal Balai
Penelitian Ternak yang digunakan adalah kambing PESA. Produksi susu rata-rata 1
liter per hari per ekor (Nasution, 2010).
Bahan-bahan yang digunakan untuk mengekstraksi DNA adalah TE (Tris
EDTA), STE (Sodium Tris-EDTA), NaCl, SDS (sodium dodesil sulfat), CIAA
(Chloroform iso amil alkohol), etanol absolut.

12

Primer GH
Primer merupakan molekul oligonukleotida yang berukuran pendek (18-24
base pair) dan menempel pada DNA cetakan di tempat yang spesifik. Primer yang
digunakan dalam penelitian berdasarkan Malveiro et al. (2001) yaitu gen GH exon 3
sebagai berikut forward 5’-GTG TGT TCT CCC CCC AGG AG-3’ dan reverse 5’CTC GGT CCT AGG TGG CCA CT-3’. Primer dapat menempel gen GH dengan
panjang produk 157 bp yang disajikan pada Gambar 3.
1021 aaggcagtga ggggaaccac acaccagctt agacccgggt gggtgtgttc tccccccagg
1081 agcgcaccta catcccggag ggacagagat actccatcca gaacacccag gttgccttct
1141 gcttctccga aaccatcccg gcccccacgg gcaagaatga ggcccagcag aaatcagtga
1201 gtggccacct aggaccgagg agcaggggac ctccttcatc ttaagtaggc tgccccagct

Keterangan : huruf tebal dan garis bawah merupakan situs primer

Gambar 3. Sekuens Primer Didasarkan pada Sekuens Gen GH Exon 3 pada Kambing
Gel Poliakrilamida 12% untuk Polymerase Chain Reaction-Single-Strand
Conformation Polymorphism (PCR-SSCP)
Komponen Gel Poliakrilamida 12% terdiri atas 10 ml larutan 30% akrilamida
(acrylamide : bisacrylamide = 29:1); 2,5 ml larutan 5 x TBE (tris boric acid-EDTA);
15 µl TEMED (N,N,N’,N’-tetramethylethylenediamine) dan 150 µl 10% APS
(ammonium peroxodisulfat). Alat-alat yang digunakan adalah plat kaca cetakan gel
berukuran 20 x 20 cm, pipet makro dan mikro.
Pewarnaan Perak
Bahan-bahan yang digunakan dalam pewarnaan perak adalah amonia,
AgNO3, NaOH, 10 N NaOH, formaldehid dan asam asetat. Alat yang digunakan
adalah nampan dan water bath shaker.
Prosedur
Pengambilan Sampel Darah
Sampel darah diambil melalui pembuluh vena jugularis menggunakan tabung
vaccutainer yang mengandung antikoagulan. Sampel tersebut kemudian disimpan
dalam termos es dan suhu dipertahankan sekitar 40C.

13

Ekstraksi DNA
Ekstraksi DNA dilakukan menggunakan sampel darah mengikuti metode
phenol-chloroform (Sambrook et al., 1989). Sampel darah dipindahkan sebanyak 200
µl ke dalam tabung 1,5 ml. Sampel ditambahkan aquadest atau TE sebanyak 1000 µl
kemudian divorteks dan disentrifugasi kecepatan 8000 rpm selama lima menit.
Sampel darah akan terbentuk dua lapisan. Lapisan supernatan dibuang dan
ditambahkan TE sebanyak 1000 µl. Hal yang sama diulangi yaitu sampel divorteks
dan disentrifugasi kecepatan 8000 rpm selama lima menit. Sampel akan terbentuk
dua lapisan lagi. Lapisan atas yang disebut supernatan dibuang dan ditambahkan
SDS 10% sebanyak 40 µl, STE 400 µl, proteinase K 10 µl. Sampel diinkubasi pada
suhu 55 0C selama dua jam. Lalu sampel ditambahkan larutan fenol, CIAA, 5 M
NaCl berturut-turut 400 µl, 400 µl, dan 40 µl. Sampel dikocok pelan selama satu jam
lalu disentrifugasi kecepatan 12000 rpm selama lima menit. DNA bening yang
berada di tabung 1,5 ml dipindahkan ke tabung baru sebanyak 400 µl dan
ditambahkan EtoH absolute sebanyak 800 µl dan 5 M NaCl sebanyak 40 µl. Sampel
DNA dibekukan selama over night. Setelah itu, sampel DNA disentrifuse kecepatan
12000 rpm selama lima menit. Supernatan yang muncul dibuang dan didiamkan
dalam keadaan terbuka sampai alkohol hilang. Sampel DNA ditambahkan TE 80%
sebanyak 100 µl. Sampel DNA disimpan dalam freezer sampai siap digunakan.
Amplifikasi DNA
Gen GH exon 3 diamplifikasi oleh PCR menggunakan primer forward dan
reverse (Gambar 3). Amplifikasi panjang fragmen gen GH exon 3 adalah 157 bp.
Menurut Malveiro et al. (2001) reaksi PCR dilakukan dalam mesin thermocyler.
Bahan pereaksi PCR terdiri atas 1,0 µl sampel DNA; 8,5 µl air destilasi; 0,1 µl
primer; 0,1 µl dNTP; 1,0 µl MgCl2 dan 0,05 µl taq DNA dengan volume akhir 12 µl.
Proses amplifikasi diawali tahap denaturasi pada suhu 94 0C selama lima menit,
tahap kedua memiliki 30 siklus yang masing-masing siklus terdiri atas denaturasi
pada suhu 94 0C selama 30 detik, penempelan (annealing) primer pada suhu 60 0C
selama 45 detik dan pemanjangan (extension) DNA pada suhu 72 0C selama satu
menit. Tahap terakhir adalah pemanjangan primer pada suhu 72 0C selama 10 menit.
Hasil amplifikasi DNA dianalisis dengan elektroforesis.

14

Pendeteksian Keragaman Gen GH melalui Teknik Polymerase Chain Rreaction
Single-Strand Conformation Polymorphism (PCR-SSCP)
Pendeteksian gen GH exon 3 berdasarkan Malveiro et al. (2001) dilakukan
menggunakan 10 µl produk PCR yang ditambahkan larutan formamida dye ( 95%
formamida;10 mM NaOH; 0,05% xylene cyanol dan 0,05% bromofenol blue) hingga
mencapai 20 µl. Campuran tersebut didenaturasi pada suhu 95 0C selama lima menit
dengan tujuan membuat fragmen DNA untai ganda menjadi untai tunggal. Setelah
itu, tabung tersebut segera didinginkan pada suhu 0 0C selama tiga menit. Larutan
formamida dye berfungsi untuk mencegah penempelan kembali antara DNA untai
tunggal. Sehingga didapatkan DNA untai tunggal yang dapat dideteksi keragaman
bentuk dalam gel poliakrilamida 12%. Sampel sebanyak 5 µl dimasukkan ke dalam
gel poliakrilamida 12% untuk mendeteksi konformasi untai DNA. Sampel DNA
dielektroforesis pada gel poliakrilamida pada tegangan 250 volt selama delapan jam
pada suhu 4 0C. Gel poliakrilamida 12% dikeluarkan dari kaca dan dilakukan proses
pewarnaan perak.
Pewarnaan Perak
Pewarnaan perak dilakukan menggunakan metode Byun et al. (2009) yang
telah dimodifikasi. Tahap awal, gel direndam dalam larutan A (200 ml air destilasi;
0,23 g AgNO3; 80 µl N NaOH dan 800 µl ammonia) selama delapan menit sambil
digoyang menggunakan water bath shaker. Kemudian larutan dibuang dan gel
dibilas dengan menggunakan air destilasi.
Pemunculan pita diperoleh dengan merendam gel dalam larutan B (200 ml air
destilata, 6 g NaOH, 200 µl formaldehid) sambil dipanaskan. Setelah itu, larutan B
dibuang dan gel direndam dalam 100 ml asam asetat untuk menghentikan reduksi
perak.
Penentuan Genotipe
Keragaman genotipe tiap-tiap individu dapat ditentukan dari pola migrasi
pita-pita DNA yang muncul pada gel poliakrilamida. Penentuan genotipe sampel
kambing PE, Saanen dan PESA berdasarkan Malveiro et al. (2001) dapat dilihat pada
Gambar 4.

15

Gambar 4. Hasil Visualisasi Pita Gen GH Exon 3 pada Kambing Algarvia Melalui
Teknik PCR-SSCP (Malveiro et al., 2001)
Analisis Data
Frekuensi Alel dan Genotipe
Hasil genotipe dilakukan perhitungan frekuensi alel dan genotipe. Perhitungan
frekuensi alel sebagai berikut (Nei dan Kumar, 2000) sebagai berikut:

Frekuensi genotipe dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Nei
dan Kumar, 2000) :

Keterangan :
Xi = frekuensi alel ke-i
Xii = frekuensi genotipe ke-i
nii = jumlah individu bergenotipe ii
nij = jumlah individu bergenotipe ij
N = jumlah total sampel
Derajat Heterozigositas
Keragaman genetik dilakukan melalui perhitungan nilai heterozigositas
pengamatan (Ho) (Weir, 1996) :

Keterangan :
Ho = frekuensi heterozigositas pengamatan
N1ij = jumlah individu heterozigositas pada lokus ke-1
N = jumlah individu yang dianalisis
16

HASIL DAN PEMBAHASAN
Amplifikasi Gen GH
Gen GH exon 3 pada kambing PE, Saanen, dan PESA (Persilangan PE dan
Saanen) berhasil diamplifikasi menggunakan metode PCR (Polymerase Chain
Reaction). Panjang fragmen gen GH berukuran 2544 bp (GenBank Kode Akses
D00476). Hasil amplifikasi gen GH exon 3 pada kambing adalah berukuran 157 bp.
Proses amplifikasi gen GH exon 3 menggunakan pasangan primer Malveiro et al.
(2001). Proses amplifikasi sangat dipengaruhi kondisi penempelan primer pada DNA
target, bahan pereaksi PCR dan kondisi mesin thermal cycler. Gambar 5
memperlihatkan hasil amplifikasi gen GH exon 3 kambing.
M
300 bp

1

2

3

4

5

6

7

8

9
(-)

200 bp
157 bp
100 bp
(+)
Gambar 6. Hasil Amplifikasi Gen GH Exon 3 Melalui Teknik PCR pada Gel
Poliakrilamida 6% (M : marker 100 bp DNA)
Keberhasilan amplifikasi gen GH exon 3 dapat ditentukan oleh penempelan
primer. Suhu yang digunakan agar primer dapat menempel pada fragment DNA
target 60 0C. Suhu penempelan primer (annealing) sesuai dengan suhu yang
digunakan dalam penelitian Malveiro et al. (2001). Suhu annealing menjadi penting
dalam proses amplifikasi, hal ini dikarenakan proses penggandaan DNA baru dimulai
dari primer. Suhu annealing adalah suhu yang membuat pasangan primer menempel
dengan pasangan (komplemen) pada fragmen DNA target pada saat proses PCR
dilakukan.
Keberhasilan amplifikasi gen GH sebesar 98,29 % atau sebanyak 230 sampel
yang berhasil diamplifikasi dari total 234 sampel. Kegagalan amplifikasi DNA dapat
dikarenakan penempelan primer tidak secara tepat sehingga perbanyakan secara in
vitro tidak terjadi dan metode ekstraksi yang digunakan tidak optimal sehingga masih
ditemukan materi pengotor (Agung, 2009). Tingkat keberhasilan amplifikasi DNA
17

ditentukan oleh konsentrasi sampel DNA, taq polymerase, dinukleotida, ion Mg,
bufer dan primer (Muladno, 2002).
Pendeteksian Keragaman Gen GH
Hasil pendeteksian keragaman GH exon 3 kambing melalui teknik PCRSSCP dan gambaran dari diagram elektroforesis (zymogram) dari masing-masing
genotipe kambing dapat dilihat pada Gambar 7 dan 8.
1

2

3

4

5

6

7

8
(-)

pita
target

(+)
AB

BC

AA

AB

AB

AA

AB

AC

Gambar 7. Hasil Visualisasi Pita Gen GH Exon 3 Kambing Melalui Teknik PCRSSCP pada Gel Poliakrilamida 12 %.

AA

CC

BB

AB

AC

BC

Gambar 8. Diagram Elektroforesis (Zymogram) Pita Gen GH Exon 3
Pendeteksian keragaman gen GH exon 3 dilakukan menggunakan teknik
polymerase chain reaction single-strand conformation polymorphism (PCR-SSCP).
Asumsi yang mendasari teknik SSCP adalah bahwa perubahan yang terjadi pada
18

nukleotida akan mempengaruhi bentuk (conformation) dari fragmen DNA untai
tunggal (Bastos et al., 2001).
Hasil pendekteksian ditemukan empat macam genotipe yaitu genotipe AA,
AB, AC dan BC. Munculnya empat macam genotipe dibedakan berdasarkan jumlah
pita yang muncul pada gel poliakrilamida 12%. Penentuan keempat macam genotipe
didasarkan pada Malveiro et al. (2001). Genotipe AA merupakan genotipe
homozigot yang muncul dua pita. Genotipe AB terbentuk karena dua genotipe
homozigot (genotipe AA dan BB) bergabung men