Kampanye anti perdagangan ilegal satwa liar

(1)

(2)

(3)

(4)

Daftar Riwayat Hidup

Data Pribadi

Nama Lengkap : Ade Saputra

Tempat, Tanggal Lahir : Bukittinggi, 13 Januari 1990 Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Jl. Kubang Sari I No 32

Telepon : 081363816585

E-mail : dhey_blue@yahoo.com

Pendidikan Formal

2009 – 2013 : Universitas Komputer Indonesia – Desain Komunikasi Visual S1 Bandung

2005 – 2008 : SMA Negeri 3 Bukittinggi 2002 – 2005 : SMP Negeri 2 Bukittinggi 1996 – 2002 : SDN Negeri 22 Bukittinggi 1995 – 1996 : TK Kartika

Demikian Daftar Riwayat Hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Hormat saya,


(5)

Laporan Pengantar Tugas Akhir

KAMPANYE ANTI PERDAGANGAN ILEGAL

SATWA LIAR

DK 38315 /Tugas Akhir Semester II 2012-2013

Oleh:

Ade Saputra 51909202

Program Studi Desain Komunikasi Visual

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Pengantar Tugas Akhir yang berjudul “Kampanye Anti Perdagangan Ilegal Satwa Liar”.

Penulis menyadari dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang ada selama melakukan pengkajian dan penyusunan Laporan ini, namun atas segala dukungan, bantuan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak akhirnya laporan ini dapat diselesaikan.

Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada Drs. Agus Rahmat Mulyana, M.Sn. selaku dosen pembimbing mata kuliah Tugas Akhir yang telah memberikan masukan dan pengarahan dalam penyusunan laporan ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu penulis mengharapkan adanya masukan berupa kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan laporan ini.

Bandung, 20 Juli 2013


(7)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PENYERAHAN HAK EKSKLUSIF ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 2

1.3 Rumusan Masalah ... 3

1.4 Batasan Masalah ... 4

1.5 Tujuan Perancangan ... 4

BAB II KAMPANYE ANTI PERDAGANGAN ILEGAL SATWA LIAR 2.1 Definisi Kampanye ... 5

2.1.1 Jenis Kampanye ... 5

2.1.2 Tujuan Kampanye ... 8

2.1.3 Manfaat Kampanye ... 8

2.2 Pengertian Satwa dan Satwa Liar ... 8

2.2.1 Satwa Liar Yang Dilindungi ... 10

2.3 Perdagangan Satwa Liar ... 10

2.3.1 Perdagangan Ilegal Satwa Liar ... 13

2.3.2 Pembagian Satwa Liar ... 15

2.4 Bentuk-Bentuk Perdagangan Satwa Liar ... 17

2.4.1 Perdagangan Satwa Liar Yang Masih Hidup ... 17

2.4.2 Perdagangan Satwa Liar Yang Sudah Mati ... 19


(8)

2.5.1 Perdagangan Ilegal Kukang di Kota Bandung ... 23

2.6 Kesimpulan dan Solusi ... 24

BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL 3.1 Strategi Perancangan ... 25

3.1.1 Pendekatan Komunikasi ... 25

3.1.1 Pendekatan Visual ... 26

3.1.2 Pendekatan Verbal ... 26

3.1.3 Gagasan Visual ... 26

3.1.2 Target Audien ... 27

3.1.3 Strategi Kreatif ... 29

3.1.4 Strategi Media ... 30

3.1.5 Strategi Distribusi ... 33

3.2 Konsep Visual ... 34

3.2.1 Format Desain ... 34

3.2.2 Tata Letak ... 34

3.2.3 Tipografi ... 35

3.2.4 Ilustrasi ... 36

3.2.5 Warna ... 39

BAB IV TEKNIK PRODUKSI MEDIA 4.1 Pra Produksi ... 41

4.2 Teknik Produksi ... 42

4.2.1 Media Utama ... 42

4.2.2 Media Pendukung ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 55 LAMPIRAN


(9)

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra, Hadi.S. 2010. Teknik Pengelolaan Satwa Liar. Bogor: PT. Penerbit IPB Press.

Kusrianto, Adi.2006. Pengantar Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta :C.V ANDI OFFSET

Nursahid, Rosek ( Tanpa tahun ). Perdagangan Satwa Liar Itu Kejam dan Kriminal. Jakarta: Profauna Indonesia.

Pusparini, Sari.S. 2009. Ensiklopedia Anak: Mamalia. Bandung: Rosda.

Ruslan, Rosady. 1997. Kiat dan Strategi Kampanye Public Relations, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Rustan, Surianto. 2009. Layout dasar & penerapannya. Jakarta: PT. Gramedia: Pustaka Utama.

Sukarsono. 2009. Pengantar Ekologi Hewan. Malang: UMM Press.

Venus, Antar. 2004. Manajemen Kampanye. Jakarta: Simbiosa Rekatama Media.

WEBSITE

Nurmatari Avitia. 2009. Setiap Tahun 15 Ribu Satwa Liar di Indonesia Ditangkap. Tersedia di http://bandung.detik.com (10 januari 2013)

Pengertian Dan Devinisi Perdagangan.Tersedia di

http://carapedia.com/pengertian_definisi_perdagangan_info2147.html (28 maret 2013)

Pro Fauna. 2012. Monitoring Perdagangan Satwa Dilindungi di Pasar Burung pada Bulan Februari 2012. Tersedia di http://profauna.net (10 januari 2013) Wardah Fathiyah. 2012. Modus Baru Perdagangan Satwa Liar Marak. Tersedia di http://voaindonesia.com (10 januari 2013)


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

CITES (Convention on International Trade in Endangered Species) mengungkapkan bahwa perdagangan satwa liar di Indonesia semakin tak terkendali. Secara tidak disadari masyarakat telah ikut menyumbang perdagangan satwa liar dengan membeli barang-barang yang dihasilkan tadi. Penjualan produk-produk ini menyebabkan banyak hewan terancam punah dan tindak kejahatan semakin meningkat. Secara global, perdagangan satwa liar ilegal telah berkembang dan memberi kontribusi yang sangat besar pada punahnya satwa liar yang paling berharga.

Habitat dan kepunahan satwa liar banyak yang dirusak secara sengaja ataupun tidak sengaja oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Upaya dan langkah yang nyata perlu dilakukan untuk melindungi satwa liar, sebab tidak tertutup kemungkinan spesies yang telah ataupun hampir punah memiliki peran yang sangat penting dalam keseimbangan ekosistem.

Manusia melakukan perburuan satwa liar pada dasarnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, namun seiring perkembangan zaman maka perburuan satwa liar kini telah dilakukan sebagai hobi komersial, yaitu hobi yang dilakukan untuk mendapatkan keuntungan dalam perdagangan satwa liar itu sendiri. dan untuk diperdagangkan sebagai produk satwa liar yang dilindungi.

Perdagangan satwa liar tersebut apabila tidak ditangani dengan serius tentunya akan mengakibatkan masalah serius di kemudian hari, antara lain kepunahan populasi, mengganggu keseimbangan ekosistem dan rantai makanan yang nantinya akan berdampak buruk bagi kelangsungan hidup makhluk di bumi . Pengendalian perdagangan satwa liar yang dilidungi ini agar tidak menjadi punah harus memerlukan penanganan yang serius dari pemerintah.

Menurut data Pro Fauna Indonesia pada bulan Februari 2012 ditemukan sebanyak 60% mamalia yang diperdagangkan di pasar burung di Pulau Jawa adalah jenis satwa liar dan dilindungi undang-undang. Primata yang


(11)

diperdagangkan tersebut terdiri dari 3 spesies yaitu Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) dan Kukang (Nycticebus sp).

Perdagangan secara ilegal satwa-satwa liar yang dilindungi di Indonesia salah satu pemicu sehingga semakin marak adalah lemahnya penegakan hukum dan perlindungan satwa liar tersebut. Perdagangan satwa liar yang dilindungi undang-undang terjadi dengan terbuka di sejumlah tempat. Satwa-satwa langka yang dilindungi sangat mudah ditemukan terjual di berbagai pasar-pasar burung. Seperti kakak tua jambul kuning, padahal UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya telah jelas melarang kegiatan tersebut. Perdagangan dan kepemilikan satwa yang dilindungi adalah dilarang (pasal 21). Pelanggar dari ketentuan tersebut dapat dikenakan pidana penjara 5 tahun dan denda maksimum Rp.100 juta (Pasal 40) 9. Perdagangan ilegal satwa liar yang dilindungi dengan demikian adalah merupakan suatu tindak pidana.

Perlindungan satwa liar dan langka itu sendiri pada hakikatnya merupakan upaya penyadaran masyarakat terhadap pentingnya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan khususnya satwa liar secara berkelanjutan. Pada kota-kota besar sendiri masyarakat banyak yang tidak mengetahui jenis-jenis satwa liar, sehingga masyarakat secara tidak langsung berkontribusi terhadap perdagangan satwa liar tersebut. Bentuk-bentuk kegiatan tersebut antara lain berupa pemberian informasi, penyuluhan, kampanye, pendirian berbagai suaka margasatwa dan hutan lindung, operasi penertiban sampai penindakan secara hukum termasuk pendidikan kepada masyarakat tentang bahaya ataupun akibat yang terjadi jika satwa-satwa tersebut terus diperdagangkan secara bebas harus lebih ditingkatkan. (Novi Hardianto, Wildlife Conservation Society (WCS).

1.2 Identifikasi Masalah

Penangkapan satwa liar merupakan kegiatan ilegal yang diminati masyarakat, sehingga kegiatan perburuan akan terus berkelanjutan tanpa henti.

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka identifikasi masalah dalam perdagangan ilegal satwa liar yaitu sebagai berikut:


(12)

1. Perdagangan satwa liar ilegal telah berkembang dan memberi kontribusi yang sangat besar pada punahnya satwa liar yang paling berharga, dan maraknya peredaran satwa liar di kota-kota besar.

2. Seiring perkembangan zaman maka perburuan satwa liar kini telah dilakukan sebagai hobi komersial dan untuk diperdagangkan sebagai produk satwa liar yang dilindungi.

3. Perdagangan satwa liar tersebut apabila tidak segera ditangani tentunya akan mengakibatkan masalah serius di kemudian hari, antara lain kepunahan populasi, mengganggu keseimbangan ekosistem dan rantai makanan yang nantinya akan berdampak buruk bagi kelangsungan hidup makhluk di bumi.

4. UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya telah jelas melarang kegiatan perdagangan ilegal satwa. Perdagangan dan kepemilikan satwa yang dilindungi adalah dilarang (pasal 21). Pelanggar dari ketentuan tersebut dapat dikenakan pidana penjara 5 tahun dan denda maksimum Rp.100 juta (Pasal 40) 9. Perdagangan ilegal satwa liar yang dilindungi dengan demikian adalah merupakan suatu tindakan kriminal.

1.3 Rumusan Masalah

Indonesia memiliki beraneka satwa liar, dan banyak diantara satwa liar tersebut diperdagangkan secara ilegal. Untuk menghindari kesalahan dalam penelitian, penulis membuat batasan masalah dalam permasalahan ini yaitu:

1. Kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat akan bahaya ancaman kepunahan, rusaknya ekosistem dan rantai makanan yang disebabkan oleh perdagangan ilegal satwa liar.

2. Perdagangan satwa liar ilegal telah berkembang dan memberi kontribusi yang sangat besar pada punahnya satwa liar yang paling berharga, apabila tidak ditangani tentunya akan mengakibatkan kepunahan populasi, mengganggu keseimbangan ekosistem dan rantai makanan.


(13)

1.4 Batasan Masalah

Untuk memperjelas arah penelitian dan tidak meluas, maka penulis membatasi masalah yaitu pembelian ilegal satwa liar di Pulau Jawa. Karena kegitan penjualan satwa liar akan perlahan berhenti jika peminat atau pembeli dari satwa liar tersebut tidak ada. Pulau Jawa dipilih karena masih adanya perdagangan satwa liar yang tinggi salah satunya kukang, dan agar mengantisipasi tingginya angka perdagangan satwa liar tersebut.

1.5 Tujuan Perancangan

Tujuan dari perancangan antara lain:

1. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya perdagangan ilegal satwa liar agar tidak membeli dan memelihara satwa yang terancam punah.

2. Meminimalisasi tingkat perdagangan satwa liar dan kepunahan populasi satwa liar di alam.


(14)

BAB II

KAMPANYE ANTI PERDAGANGAN ILEGAL SATWA LIAR

2.1 Definisi Kampanye

Kampanye merupakan kegiatan komunikasi yang dilakukan secara terlembaga, penyelenggara kampanye bukanlah individu tetapi lembaga atau organisasi. Lembaga tersebut dapat berasal dari pemerintah, swasta atau lembaga swadaya masyarakat (LSM).

Menurut Roger Storey (1987) dalam buku Manajemen Kampanye yang ditulis oleh Antar Venus (2004, 7) kutipan Kibthya (2011) kampanye merupakan tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan mendapatkan efek tertentu pada khalayak dalam jumlah besar yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu.

Menurut Charles U. Larson dalam (Antar Venus, 2004, 11) kampanye dibedakan menjadi beberapa kategori diantaranya ialah ideologically oriented campaigns atau kampanye yang berorientasi pada tujuan-tujuan yang bersifat khusus dan seringkali berdimensi perubahan sosial. Oleh sebab itu kampanye jenis ini sering disebut sebagai change campaigns yaitu kampanye yang ditujukan untuk menangani masalah- masalah sosial perubahan sikap dan perilaku publik yang terkait.

Menurut Pfau dan Parrot dalam (Antar Venus, 2004, 10) Kampanye adalah suatu proses yang dirancang secara sadar, bertahap dan berkelanjutan yang dilaksananakan pada rentang waktu tertentu dengan tujuan mempengaruhi khalayak sasaran yang telah ditetapkan.

2.1.1 Jenis Kampanye

Menurut (Antar Venus, 2004, 10) kampanye dapat dibedakan menurut jenisnya terbagi 4 macam, yaitu:

1. Kampanye Sosial.

Merupakan suatu kegiatan kampanye yang mengkomunikasikan pesan-pesan yang berisi tentang masalah sosial kemasyarakatan, dan bersifat


(15)

non komersil. Tujuan dari kampanye sosial adalah untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat akan gejala-gejala sosial yang sedang terjadi.

Gambar 2.1 Media Kampanye Sosial

Sumber : http://handsonblog.org/2012/06/05/celebrate-world-environment-day-go-green/ (31 April 2013)

2. Kampanye Bisik.

Merupakan kampanye yang dilakukan melalui gerakan untuk melawan atau mengadakan aksi secara serentak dengan menyiarkan kabar angin. 3. Kampanye Promosi

Merupakan kegiatan kampanye yang dilaksanakan dalam rangka promosi produk untuk meningkatkan atau mempertahankan penjualan dan sebagainya.


(16)

Gambar 2.2 Media Kampanye Produk

Sumber: http://arantan.wordpress.com(31 April 2013)

4. Kampanye Politik.

Merupakan kampanye yang menyampaikan pesan-pesan kepada masyarakat agar masyarakat memperoleh informasi tentang apa dan bagaimana suatu partai, program maupun visinya. Dengan demikian masyarakat dapat memahami maksud dan tujuan dari partai tersebut untuk menentukan dipilih atau tidak ( Venus Antar, 2004, 20).

Gambar 2.3 Media Kampanye Politik

Sumber:http://www.desainstudio.com (31 April 2013)

Untuk kampanye anti perdagangan ilegal satwa termasuk ke dalam kampanye sosial, karena kampanye ini membahas tentang masalah sosial


(17)

masyarakat yang bertujuan marubah perilaku masyarakat untuk tudak menjual dan membeli satwa liar.

2.1.2 Tujuan Kampanye

Tujuan dirancangnya suatu kampanye yaitu menyampaikan suatu pesan dari suatu lembaga atau instansi kepada khalayak sasaran yang biasanya mencakup masyarakat luas. Pesan tersebut biasanya berisi suatu informasi yang tujuannya untuk mengubah sikap, perilaku, atau pemikiran dari khalayak sasaran mengenai suatu masalah. Sehingga dapat berperilaku atau bersikap sesuai dengan pesan dari lembaga atau instansi tersebut.

Dalam kampanye anti perdagangan satwa liar diharapkan para konsumen yang terlibat baik yang menjual maupun menyimpan satwa liar dapat memahami dampak dari perdagangan satwa liar dan dapat merubah perilaku ataupun aktivitasnya untuk tidak terlibat dalam kegiatan perdagangan ilegal satwa liar.

2.1.3 Manfaat Kampanye

Kampanye mampu memberikan manfaat yang sangat besar dalam penanggulangan suatu masalah, sebab kampanye merupakan salah satu jenis komunikasi massa yang memiliki kelebihan mampu menyampaikan pesan secara sistematis untuk mencapai khalayak yang luas dan tersebar.

Dalam strategi penyampaian pesan yang tepat dan kemudian dilaksanakan dengan sungguh-sungguh maka pesan untuk tidak terlibat dalam perdagangan ilegal satwa liar dapat tersampaikan, dengan diadakan kampanye ini maka angka perdagangan satwa liar dapat menurun dan berkurangnya tingkat kepunahan dari satwa liar itu sendiri.

2.2 Pengertian Satwa dan Satwa Liar

Pengertian perlindungan satwa liar tersebut sebelum diuraikan lebih lanjut, maka pertama sekali yang perlu diketahui ialah pengertian dari satwa liar karena tidak semua hewan dapat dikategorikan sebagai satwa liar yang dilindungi.


(18)

Pemakaian bahasa sehari-hari menunjukkan bahwa satwa dapat diistilahkan dengan berbagai kata yaitu hewan, binatang maupun fauna ataupun mahluk hidup lainnya selain manusia yang dapat bergerak dan berkembang biak serta memiliki peranan dan manfaat dalam kehidupan.

Pengertian satwa itu sendiri menurut UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya seperti yang tercantum dalam Pasal 1 butir 5 yaitu, “Satwa adalah semua jenis sumber daya alam hewani, baik yang hidup didarat maupun di air”.

Pengertian satwa liar lainnya antara lain dirangkum dalam Pasal 1 butir 7 undang-undang tersebut yaitu:

”Satwa liar adalah semua binatang yang hidup didarat, dan/atau di air dan/atau di

udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia”.

Pembatasan dalam penggolongan atau pengkategorian lainnya terhadap satwa liar tersebut juga termuat dalam penjelasan Pasal 1 butir 7 yaitu, “Ikan dan ternak tidak termasuk dalam pengertian satwa liar tetapi termasuk dalam pengertian satwa”.

Penjabaran mengenai berbagai pengertian tentang satwa liar yang dilindungi seperti yang telah diuraikan sebelumnya menunjukkan kriteria satwa dan perlindungan seperti apa yang akan diberikan, dari berbagai uraian tersebut maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa perlindungan satwa liar yang dilindungi ialah suatu bentuk perlindungan yang tidak hanya mencakup terhadap satwa yang masih hidup saja tetapi juga mencakup kepada keseluruhan bagian-bagian tubuh yang tidak terpisahkan dari satwa liar tersebut seperti gading dengan gajahnya, cula dengan badaknya, harimau dengan kulitnya dan sebagainya.

Pengertian satwa liar dikaitkan dengan adanya asosiasi dengan lingkunganya secara alamiah, dimana satwa liar melakukan evolusi. Satwa liar atau wildlife ( Anderson,1985; Bailey, 1984 ; Leopald, 1933 ) dapat diartikan sebagai hewan yang hidup liar. Arti yang sesungguhnya dari wildlife adalah kehidupan secara umum terdiri dari kelompok tumbuhan dan kelompok hewan.


(19)

2.2.1 Satwa Liar yang Dilindungi

Banyak diantara spesies satwa liar yang tersebar di wilayah zoogeografinya pada saat ini terancam kepunahan. Banyak faktor yang menyebabkannya, terutama adalah karena penyempitan dan kerusakan habitatnya, pemburuan tidak terkendali, dan pencemaran lingkungan. Ancaman kepunahan tersebut semakin dipercepat dengan meluasnya kegiatan perdagangan satwa liar. Berbagai negara termasuk Indonesia giat melakukan upaya mencegah terjadinya kepunahan spesies. Salah satu diantaranya adalah menetapkan daftar nama spesies yang dilindungi, baik mamalia, aves, maupun reptilia. Bahkan serangga, ikan dan tumbuhan juga telah banyak yang dimasukkan dalam daftar kehidupan liar yang dilindungi. (Alikodra ,2010, 352 ).

Gambar 2.4 Satwa yang di awetkan Sumber: http://profauna.net ( 10 januari 2013 ) 2.3 Perdagangan Satwa Liar

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (2007) meyatakan kegiatan perdagangan satwa liar, sebagaimana diatur dalam peraturan perundangan yang berlaku dan CITES, secara umum mengikuti tahapan penentuan kuota, perizinan,


(20)

perdagangan satwa liar, dan pengawasan peredaran satwa liar sebagai suatu sistem dalam pengendalian perdagangan satwa liar.

1. Kuota

Perdagangan jenis satwa liar diawali dengan penetapan kuota pengambilan / penangkapan satwa liar dari alam. Kuota merupakan batas maksimal jenis dan jumlah satwa liar yang dapat diambil dari habitat alam. Penetapan kuota pengambilan / penangkapan satwa liar didasarkan pada prinsip kehati-hatian dan dasar-dasar ilmiah untuk mencegah terjadinya kerusakan atau degadrasi populasi.

Kuota ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) berdasarkan rekomendasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk setiap kurun waktu satu tahun. Dalam proses penyusunan kuota disadari bahwa ketersediaan data potensi satwa liar yang menggambarkan populasi dan penyebaran setiap jenis masih sangat terbatas. Untuk itu peranan lembaga swadaya masyarakat dan perguruan tinggi akan sangat berarti dalam membantu informasi mengenai potensi dan penyebaran jenis satwa liar yang dimanfaatkan.

2. Perizinan

Perdagangan jenis satwa liar hanya dapat dilakukan oleh Badan Usaha yang didirikan menurut hukum Indonesia, dan mendapat izin dari Pemerintah (Departemen Kehutanan dalam hal ini Direktorat Jenderal PHKA). Menurut Keputusan Menteri Kehutanan No. 477/Kpts-II/2003, dikenal tiga jenis izin perdagangan satwa liar, yaitu:

 Izin mengambil atau menangkap satwa liar, yang diterbitkan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).

 Izin sebagai pengedar satwa liar Dalam Negeri, yang diterbitkan BKSDA.

 Izin sebagai pengedar satwa liar ke dan dari Luar Negeri, yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal PHKA.

3. Perdagangan satwa liar

Legalitas peredaran satwa liar untuk tujuan perdagangan ditunjukkan dengan memiliki dokumen berupa Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa Liar Dalam Negeri (SATS-DN), untuk meliput peredaran tumbuhan dan satwa liar di dalam negeri, Dan Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa Liar Luar Negeri


(21)

(SATS-LN), untuk meliput peredaran tumbuhan dan satwa liar ke luar negeri (ekspor)/CITES export permit, dari luar negeri (impor)/CITES import permit, dan pengiriman lagi ke luar negeri (re-ekspor)/CITES re-export permit. Dokumen tersebut memuat informasi mengenai jenis dan jumlah tumbuhan dan satwa liar yang diangkut, nama dan alamat pengirim, serta asal dan tujuan pengiriman. 4. Pengawasan dan pembinaan perdagangan satwa liar

Dilakukan mulai dari tingkat kegiatan pengambilan atau penangkapan spesies satwa liar, pengawasan peredaran dalam negeri, dan pengawasan ke dan dari luar negeri. Pengawasan penangkapan satwa liar di alam dilakukan dengan tujuan agar pemanfaatan sesuai dengan izin yang diberikan (tidak melebihi kuota tangkap), penangkapan dilakukan dengan tidak merusak habitat atau populasi di alam, dan untuk spesies yang dimanfaatkan dalam keadaan hidup, tidak menimbulkan banyak kematian yang disebabkan oleh cara pengambilan atau penangkapan yang tidak benar. Di samping itu, dalam rangka pengendalian perdagangan satwa liar, Direktorat Jenderal PHKA beserta BKSDA melakukan pembinaan kepada para penangkap satwa liar, pengedar satwa liar dalam negeri, pengedar satwa liar luar negeri, dan para asosiasi pemanfaat satwa liar. Namun demikian, pengawasan terhadap berbagai aktivitas di atas, mulai dari penangkapan di habitat alam, pengiriman di dalam negeri dan pengiriman ke luar negeri, adalah pekerjaan yang tidak mudah. Untuk itu kerjasama dan koordinasi antara Direktorat Jenderal PHKA dan BKSDA dengan instansi terkait seperti Bea Cukai, Balai Karantina, dan Kepolisian serta masyarakat (lembaga swadaya masyarakat) sangat penting.


(22)

Gambar 2.5 Satwa liar yang diperdagangkan Sumber: http://profauna.net ( 10 januari 2013 )

2.3.1 Perdagangan ilegal satwa liar

Pengaturan perdagangan satwa liar yang dijalankan berdasarkan peraturan perundangan nasional dan CITES, adalah dalam upaya memanfaatkan potensi satwa liar secara lestari. Di balik itu, kita dihadapkan pada kenyataan bahwa perdagangan satwa liar ilegal juga terjadi baik di tingkat nasional maupun internasional (BKSDA ,2007). Satwa liar yang menjadi sasaran perdagangan ilegal mengancam lebih parah kelestarian suatu jenis satwa liar, karena pada umumnya dari jenis-jenis yang berdasarkan hukum nasional termasuk dalam kategori dilindungi, atau masuk dalam kategori Apendiks I CITES. Beberapa jenis satwa liar yang diperdagangkan secara ilegal yang masuk dalam dua kategori itu, yaitu dilindungi dan masuk Apendiks I CITES, diantaranya adalah orangutan, harimau Sumatera, gajah, dan badak. Perburuan liar terhadap jenis-jenis tersebut dilakukan untuk tujuan peliharaan, kulit, taring, dan gading atau cula (BKSDA , 2007).


(23)

Peraturan Pemerintah (PP) No. 8 Tahun 1999 dan CITES menjelaskan bahwa, pemanfaatan satwa liar dilindungi dan terdaftar dalam Apendiks I CITES dimungkinkan dilakukan, melalui upaya penangkaran. Satwa liar dilindungi dapat dimanfaatkan melalui upaya penangkaran, setelah hasil penangkaran mencapai generasi kedua , dan unit usaha penangkarannya telah terdaftar di Sekretariat CITES.

Namun demikian perdagangan satwa liar dilindungi dan terdaftar dalam Apendiks I CITES dari hasil penangkaran, di Indonesia tidak banyak dilakukan, kecuali untuk jenis arwana dan beberapa jenis burung. Faktanya adalah perdagangan satwa liar dilindungi dan terdaftar dalam Apendiks I CITES yang diambil dari habitat alam masih terjadi, baik untuk perdagangan di dalam negeri dan perdagangan ke luar negeri. Tentu saja, perburuan ilegal ini semakin mengancam keberadaan populasi jenis satwa liar yang di habitat alam sudah semakin sedikit, dengan habitat yang semakin terbatas. Langkah penting untuk mengatasi perburuan ilegal adalah melakukan penegakan hukum secara tegas, dan mengembangkan secara terus menerus teknik/metode penangkaran satwa liar dilindungi dan terdaftar dalam Apendiks I CITES (BKSDA, 2007).

Gambar 2.6 Jumlah dan jenis satwa dilindungi yang diperdagangkan di sejumlah pasar burung pada bulan Februari 2012


(24)

Gambar 2.7 Jumlah dan jenis parrot yang diperdagangkan disejumlah pasar burung pada bulan Februari 2012

Sumber : http://www.profauna.net (10 januari 2013) 2.3.2 Pembagian Satwa Liar

Satwa dapat diistilahkan dengan berbagai kata yaitu hewan, binatang maupun fauna ataupun makhluk hidup lainnya selain manusia yang dapat bergerak dan berkembang biak serta memiliki peranan dan manfaat dalam kehidupan. Tidak semua hewan dapat dikategorikan sebagai satwa liar yang dilindungi. Satwa adalah semua jenis sumber daya alam hewani, baik yang hidup di darat maupun di air. Sedangkan pengertian satwa liar itu sendiri adalah semua binatang yang hidup di darat, dan/atau di air dan/atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia. Namun ikan dan ternak tidak termasuk dalam pengertian satwa liar tetapi termasuk dalam pengertian satwa (UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya).

Satwa liar yang dilindungi seperti yang telah diuraikan sebelumnya menunjukkan kriteria satwa dan perlindungan seperti apa yang akan diberikan, dari berbagai uraian tersebut maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa perlindungan satwa liar yang dilindungi ialah suatu bentuk perlindungan yang tidak hanya mencakup terhadap satwa yang masih hidup saja tetapi juga mencakup kepada keseluruhan


(25)

bagian-bagian tubuh yang tidak terpisahkan dari satwa liar tersebut seperti gading dengan gajahnya, cula dengan badaknya, harimau dengan kulitnya dan sebagainya.

Satwa liar dibagi menjadi beberapa golongan, terutama didasarkan pada ukuran, habitat, perilaku, dan manfaat serta kerugiannya pada manusia. Mengikuti pembagian golongan satwa liar seperti yang tercantum dalam pasal 1 ayat (2) Peraturan Perburuan Jawa dan madura 1940 (Jachtverordening Java en Madira 1940), yaitu sebagai berikut ;

1. Binatang liar yang elok seperti banteng, kerbau air, jenis-jenis rusa, kijang, dan burung merak.

2. Binatang liar yang kecil seperti jenis-jenis kancil, kelinci, tekukur, perkutut, dederuk, katik, walik, punai, pergam, kadanca dan sebangsanya, jenis ayam hutan, puyuh, pelung, blekek kembang, madar, tikusan, belibis dan meliwis.

3. Binatang liar yang berpindah-pindah seperti burung trulek, terik, trinil, gajahan, biru laut dan sebaginya. Sejenis burung mandar, kareo, burung blekek, dan ayam-ayaman.

4. Binatang liar yang merugikan seperti babi hutan, celeng, harimau, macan, dan buaya laut.

5. Binatang yang merugikan seperti kera abu-abu atau monyet, kera hitam, lutung, kalong, bangsa pemakan buah-buahan, luwak, tupai, bajing, landak, pecuk, pecik ular, gagak, gelatik, emprit, peking, bandol dan sejenisnya.

Perdagangan satwa yang dilindungi baik dalam keadaan hidup maupun yang sudah mati ataupun bagian-bagian tubuhnya adalah merupakan suatu tindak pidana. Pasal 21 ayat (2) huruf d UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya juga menjabarkan hal tersebut yaitu:


(26)

Pasal 21 (2) Setiap orang dilarang untuk:

"Memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh atau bagian- bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang terbuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat ke Indonesia ke tempat lain baik didalam maupun diluar Indonesia"

Perlindungan terhadap satwa tersebut umumnya ditujukan pada beberapa karakteristik tertentu dimana satwa-satwa tersebut terancam kepunahan yaitu:

a. Nyaris punah, dimana tingkat kritis dan habitatnya telah menjadi sempit sehingga jumlahnya dalam keadaan kritis.

b. Mengarah kepunahan, yakni populasinya merosot akibat eksploitasi yang berlebihan dan kerusakan habitatnya.

c. Jarang, populasinya berkurang.

2.4 Bentuk-Bentuk Perdagangan Satwa Liar

2.4.1 Perdagangan Satwa Liar yang Masih Hidup

Bentuk-bentuk perdagangan satwa seperti ini pada umumnya ialah terhadap satwa-satwa liar yang biasanya diperjualbelikan untuk dipelihara oleh manusia dengan harga tinggi. Satwa-satwa seperti ini kebanyakan ialah satwa langka dan untuk jenisnya kebanyakan ialah dari bangsa jenis burung-burungan (aves) seperti kakaktua raja, kakaktua jambul kuning, gelatik, burung bayan dan sebagainya maupun dari jenis mamalia atau primata sepertimonyet hitam, lutung jawa, kukang, atau jenis lainnya yang kebanyakan dipelihara manusia sebagai unsur kesenangan terhadap hewan-hewan tersebut.

Satwa-satwa tersebut diburu dari alam kemudian diselundupkan untuk kemudian diperdagangkan diberbagai kota besar bahkan hingga ke mancanegara. Satwa-satwa yang masih hidup ini pada umumnya diperdagangkan oleh para pelaku dengan menggunakan jalur pelabuhan laut. Satwa-satwa tersebut dibius terlebih dahulu untuk kemudian diangkut dengan kapal yang pada akhirnya tidak jarang mengakibatkan satwa-satwa tersebut mati dalam perjalanan (Tony Suhartono dalam Sukarsono, 2009,11)


(27)

Gambar 2.8 Pedagang Hewan BIP Sumber: Dokumentasi Pribadi

Tabel 2.1 Jumlah dan jenis satwa dilindungi yang diperdagangkan di sejumlah pasar burung pada bulan Februari 2012

Sumber : http://www.profauna.net ( 10 januari 2013)

No

Jenis Satwa Nama Ilmiah

Nama Pasar Burung Juml

ah Mal an g Satr ia B rat ang K up ang T uri Pram uk a Jat in egar a B ari to

1 Lutung jawa Trachypithecus 0 0 1 0 0 2 1 0 4

2 Kukang Nycticebus sp* 0 0 0 0 0 8 6 3 17

3 Nuri kepala hitam Lorius lory* 0 0 0 0 0 2 0 2 4


(28)

5 Kakatua besar jambul Cacatua galerita* 0 0 0 0 0 2 0 0 2

6 Nuri talaud Eos histrio* 0 2 0 0 0 0 0 0 2

7 Jalak putih Sturnus 0 3 1 1 0 0 0 0 5

8 Tohtor Megalaima 0 0 0 4 0 0 0 0 4

9 Alap alap sapi Falco moluccensis* 0 0 1 0 0 0 2 0 3

10 Elang laut perut putih Haliaeetus 0 0 0 0 0 1 0 0 1

11 Jalak bali Leucopsar 0 0 0 0 0 2 0 0 2

12 Elang hitam Ictinaetus 0 0 0 0 0 1 2 0 3

13 Tukik penyu hijau Chelonia mydas* 0 0 0 0 0 0 8 0 8

14 Paok pancawarna Pitta guajana* 0 3 0 0 0 0 0 0 3

15 Musang air Cynogale bennetti* 0 1 0 0 0 0 0 0 1

2.4.2 Perdagangan Satwa Liar yang Sudah Mati/ Bagian-Bagian Tubuhnya Bentuk perdagangan satwa liar seperti ini pada umumnya ialah memanfaatkan bagian-bagian tubuh satwa liar tersebut baik sebagian atau seluruhnya yang kemudian diolah untuk dijadikan berbagai macam bahan ataupun komoditas yang bernilai tinggi bagi sebagian orang.

Komoditas bagian tubuh seluruh satwa liar yang sudah mati umumnya banyak berbentuk berupa pajangan atau hiasan berupa satwa liar yang telah diawetkan atau dikeraskan (dengan kata lain telah diopset) umumnya bentuk seperti ini banyak disukai oleh kolektor hewan langka. Pemanfaatan bentuk sebagian tubuh hewan maksudnya adalah memanfaatkan atau mengambil bagian tubuh hewan tertentu yang dianggap memiliki nilai jual, bentuk seperti ini misalnya saja adalah kulit harimau dan kulit ular untuk dijadikan mantel ataupun tas, dompet serta aksesoris lainnya. Bagian-bagian tubuh satwa lainnya seperti cula badak, gading gajah maupun tempurung kura-kura dan telur penyu. Satwa- satwa tersebut umumnya dimanfaatkan untuk hiasan, peliharaan, sumber makanan dan protein maupun dijadikan komoditas bisnis berupa bentuk barang.

Data menunjukkan bahwa omset perdagangan satwa di Indonesia saja khususnya Papua memiliki nilai tidak kurang dari ratusan miliar rupiah setiap bulannya. Perdagangan satwa liar bahkan disinyalir memiliki keuntungan yang sama besarnya dengan praktik ilegal logging dan narkotika. Perdagangan


(29)

satwa-satwa liar ini dikirim dengan cara diselundupkan ataupun diperdagangkan secara diam-diam maupun terang-terangan. Satwa liar banyak juga yang diperdagangkan secara terbuka diberbagai pasar-pasar hewan, misalnya saja pasar burung pramuka Jakarta dan pasar burung sukahaji Bandung. Pedagang-pedagang umumnya tidak merasa bersalah memperdagangkan hewan-hewan yang dilindungi tersebut.

Tindakan nyata dan permanen untuk melindungi satwa liar tersebut dari pemerintah sementara ini belum menunjukkan hasil yang maksimal. Usaha yang dilakukan pemerintah terkadang hanya merazia sekali-sekali pasar burung dan hewan-hewan tersebut tanpa ada usaha kelanjutannya yang menunjukkan kesan pemerintah tidak serius dalam menertibkan para pedagang tersebut sehingga apabila razia dihentikan, perdagangan hewan-hewan tersebut kembali marak terjadi. (Tony Suhartono dalam Sukarsono, 2009,12)

Gambar 2.9 Gading gajah

Sumber: http://voaindonesia.com ( 10 januari 2013 )

2.5 Perdagangan Ilegal Satwa Liar Kukang

Menurut Anna Nekaris Kukang kadang-kadang disebut pula malu-malu adalah jenis primata yang bergerak lambat. Warna rambutnya beragam, dari kelabu keputihan, kecoklatan, hingga kehitam-hitaman. Pada punggung terdapat garis coklat melintang dari belakang hingga dahi, lalu bercabang ke dasar telinga dan mata. Berat tubuh 0,375-0,9 kg, panjang tubuh dewasa 19-30 cm.


(30)

Keluarga kukang atau sering disebut-sebut malu-malu, terdiri dari 8 marga (genus) dan terbagi lagi dalam 14 jenis. Penyebarannya cukup luas, mulai dari Afrika sebelah selatan Gurun Sahara, India, Srilanka, Asia Selatan, Asia Timur dan Asia Tenggara. Dari 8 Marga yang ada, di Indonesia hanya ditemui 1 marga, yaitu Nycticebus.

Marga Nycticebus terdiri atas 5 jenis, yaitu:

Nycticebus coucang yang tersebar di Semenanjung Malaya, Sumatera dan kepulauan sekitarnya.

Nycticebus pygmaeus tersebar di Indocina, Laos dan Kamboja.

Nycticebus bengalensis, tersebar di India hingga Thailand.

Nycticebus javanicus, hanya tersebar di Jawa.

Nycticebus menagensis, hanya tersebar di Kalimantan serta kepulauan sekitarnya.

Kukang merupakan primata yang hidup di hutan tropis Indonesia, menyukai hutan primer dan sekunder, semak belukar dan rumpun-rumpun bambu. Kukang tersebar di Asia Tenggara. Di Indonesia kukang ditemukan di Sumatera, Kalimantan dan Jawa. Akan tetapi sampai saat ini belum ada data yang pasti dan akurat tentang jumlah populasi kukang di alam. Akan tetapi jika dilihat dari berkurangnya habitat kukang serta maraknya perburuan dan perdagangan illegal bisa dijadikan indikator bahwa keberadaan kukang di alam mengalami penurunan. Di Indonesia kukang sudah dilindungi sejak tahun 1973 dengan Keputusan Menteri Pertanian tanggal 14 Pebruari 1973 No. 66/ Kpts /Um/2/1973. Perlindungan ini dipertegas lagi dengan Peraturan Pemerintah(PP) Nomor 7 tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, yang memasukan kukang dalam lampiran jenis-jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi.

Dengan adanya peraturan tersebut, maka semua jenis kukang yang ada di Indonesia telah dilindungi. Sementara itu badan konservasi dunia IUCN, memasukan kukang dalam kategori Vulnerable (rentan), yang artinya memiliki peluang untuk punah 10% dalam waktu 100 tahun. Sedangkan CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of wild fauna and flora) memasukan kukang ke dalam apendix I. Status CITES: Sebelumnya kukang


(31)

masuk dalam appendix II CITES yang berarti perdagangan internasionalnya diperbolehkan, termasuk penangkapan kukang dari alam.

Dengan masuknya kukang dalam appendix I CITES pada tahun 2007, maka perdagangan internasional kukang semakin diperketat. Perdagangan kukang tidak boleh lagi hasil penangkapan dari alam, tapi harus hasil penangkaran. Masuknya kukang dalam appendix I CITES ini akan memberi perlindungan yang lebih maksimal bagi kukang, sehingga kukang di alam akan lebih terjamin kelestariannya.

Survey yang dilakukan ProFauna sejak tahun 2006 hingga 2011 menunjukan bahwa kukang yang diperdagangkan bebas di beberapa pasar burung adalah hasil tangkapan dari alam, bukan hasil penangkaran.

Beberapa tempat di Indonesia yang menjadi daerah penangkapan kukang adalah

 Kabupaten Sumedang, Jawa Barat

Salah satu lokasi penangkapan kukang di Jawa Barat adalah di Kabupaten Sumedang, dalam satu hari penangkap bisa menangkap 6 – 7 ekor kukang. Kukang hasil tangkapan ini langsung dibawa ke pengepul yang kemudian oleh pengepul akan dikirim ke pasar burung yang ada di Bandung, Jakarta, Semarang dan Surabaya.

 Sukabumi, Jawa Barat

Saat ini semakin sulit menangkap kukang di daerah Sukabumi, padahal sebelum tahun 2000 Sukabumi adalah salah satu pemasok perdagangan kukang di Indonesia. Kemunkinan besar populasinya di alam jauh berkurang, sehingga semakin sulit untuk ditangkap.

 Bengkulu, Sumatera

Sedikitnya ada 40 ekor kukang yang ditangkap dan diperdagangkan secara illegal di Bengkulu. Sebagian besar Kukang tersebut ditangkap dari kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat.

Berdasarkan survey dan monitoring yang dilakukan ProFauna Indonesia sejak tahun 2006 hingga 2011, diperkirakan setiap tahunnya ada sekitar 6000 hingga 7000 ekor kukang yang ditangkap dari alam di wilayah Indonesia untuk diperdagangkan. Ini menjadi serius bagi kelestarian kukang di alam, mengingat


(32)

perkembangbiakan kukang cukup lambat yaitu hanya bisa melahirkan seekor anak dalam satu tahun setengah.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 (pasal 5), suatu jenis satwa wajib ditetapkan dalam golongan dilindungi apabila telah mempunyai kriteria;

 Mempuyai populasi kecil

 Adanya penurunan yang tajam pada jumlah individu di alam.

 Daerah penyebaran yang terbatas (endemik).

Permasalahan lain adalah belum adanya data ilmiah yang pasti mengenai populasi liar kukang di alam. Kukang yang aktif di malam hari dengan pergerakannya yang lambat membuat sangat sulit untuk menemui kukang di alam. Dikhawatirkan tanpa disadari populasi kukang di alam akan turun drastis akibat penangkapan untuk diperdagangkan.

Berdasarkan pemantauan ProFauna pada tahun 2002 saja sedikitnya ada 5000 ekor kukang diselundupkan dari Sumatera ke Pulau Jawa untuk diperdagangkan melalui Lampung. Ini sangat mengkhawatirkan keberadaan kukang di hutan alami Pulau Sumatera.

2.5.1 Perdagangan Ilegal Kukang di Kota Bandung

Kukang merupakan salah satu jenis satwa yang diminati pembeli dan ditemukan hampir di semua pasar satwa/pasar burung. Salah satu lokasi penangkapan kukang di Jawa Barat adalah di Kabupaten Sumedang, yaitu di Hutan Kareumbi. Di daerah ini metode penangkapan dilakukan dengan cara tradisional yaitu dengan menangkap kukang langsung diatas pohon bambu.

Kukang hasil Tangkapan ini langsung dibawa ke pengepul yang kemudian dikirim kepasar burung yang ada di Bandung. Perdagangan kukang ini tidak hanya terjadi di pasar burung melainkan juga di mall-mall, di Bandung Indah Plaza (BIP) setiap harinya biasa dipajang 1-2 ekor kukang. Kukang tersebut ditawarkan seharga Rp 500.000 hingga Rp 600.000 per ekornya. Sedangkan di pasar burung sukahaji Bandung kukang ditawarkan dari harga Rp 350.000 hingga Rp 500.00 per ekor.


(33)

2.6 Kesimpulan dan Solusi

Alam kepunahan satwa liar dapat terjadi karena adanya evolusi. Namun, pada saat ini manusia merupakan penyebab utama terjadi kepunahan, terutama semakin meningkatnya perdagangan satwa liar. Untuk menjamin kelestariannya telah dilakukan upaya perlindungan terhadap spesies-spesies yang diancam kepunahan. Upaya perlindungan satwa liar ini dilakukan baik secara nasional maupun internasional. Secara nasional, upaya yang sangat penting adalah menetapkan spesies-spesies satwa liar yang dilindungi, disusun dalam daftar satwa liar yang dilindungi dan dituangkan dalam surat keputusan menteri. Mekanisme perlindungan terhadap perdagangan satwa liar yang dilindungi secara internasional adalah diatur dalam peraturan CITIES.

Usaha-usaha untuk melindungi satwa-satwa yang terancam kepunahan kurang menarik perhatian masyarakat luas, karena pengertianya masih terbatas pada lingkup perlindungan untuk kelangsungan hidupnya. Sedangkan, keinginan masyarakat pada umumnya berkisar pada kepentingan ekonomi. Untuk itu perlu dilakukan kegiatan antara lain berupa pemberian informasi, penyuluhan, kampanye, pendirian berbagai suaka margasatwa dan hutan lindung, operasi penertiban sampai penindakan secara hukum termasuk pendidikan kepada masyarakat tentang bahaya ataupun akibat yang terjadi jika satwa-satwa tersebut terus diperdagangkan secara bebas harus lebih ditingkatkan.


(34)

BAB III

STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL

3.1 Strategi Perancangan

Permasalahan yang ditemukan adalah kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang perdagangan ilegal satwa liar. Untuk mempengaruhi dan mengubah perilaku masyarakat agar tidak menjual maupun membeli satwa liar, dibutuhkan suatu bentuk komunikasi yang mampu menyampaikan informasi atau pesan yang dapat dimengerti oleh target audien. Solusi yang digunakan dalam memecahkan masalah tersebut adalah membuat sebuah kampanye sosial yang efektif dan mudah dimengerti.

3.1.1 Pendekatan Komunikasi

Pendekatan komunikasi yang dilakukan dengan cara komunikasi persuasif. Pendekatan komunikasi persuasif merupakan pendekatan komunikasi yang dilakukan dengan cara mengajak, membujuk dan mempengaruhi target audien dengan tujuan agar target audien mau mengikuti pesan atau saran yang disampaikan dalam kampanye. Kampanye larangan perdagangan ilegal satwa menggunakan bahasa visual dan verbal. Dalam hal ini penulis memberikan solusi berupa kampanye sosial.

a. Tujuan Komunikasi

Dalam pembuatan media informasi tujuan komunikasi sangatlah penting agar pesan yang disampaikan dapat tepat sasaran dan dipahami masyarakat, adapun tujuanya adalah masyarakat mampu mengerti dan memahami pesan apa yang disampaikan dalam kampanye tersebut.

b. Pesan Utama Komunikasi

Pesan yang ingin yang disampaikan yaitu ajakan yang berupa larangan untuk tidak membeli satwa liar karena merupakan tindakan kriminal, dan perdagangan satwa liar itu sendiri dapat mempercepat kepunahan dan mengganggu keseimbangan ekosistem. Headline yang digunakan yaitu “Stop

Perdagangan Ilegal Satwa Liar”, headline ini digunakan agar masyarakat atau target audien yang akan membeli satwa liar akan mengetahui dampak dari


(35)

perdagangan tersebut, dan para penjual satwa liar secara tidak langsung menjadi sasaran dari kampanye ini.

3.1.1.1 Pendekatan Visual

Untuk merancang sebuah kampanye larangan perdagangan ilegal satwa liar, pendekatan visual yang akan dilakukan adalah memberikan gambaran secara rasional untuk tidak membeli satwa liar, serta memberitahukan bahwa satwa tersebut tidak boleh diperjual-belikan. Gaya visual untuk kampanye ini menggunakan teknik digital imaging dan fotografi, agar pesan yang disampaikan tidak kaku dan formal, sehingga lebih mudah untuk diterima dan dipahami oleh target audien.

3.1.1.2 Pendekatan Verbal

Dalam menyampaikan pesan anti perdagangan ilegal satwa, bahasa yang digunakan yaitu bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Bahasa Indonesia digunakan untuk menyapaikan pesan agar lebih efektif dan dimengerti. Semua data yang didapat dirangkum menjadi informasi yang jelas agar mudah tersampaikan maksud dan tujuannya, serta memperkuat visual yang ditampilkan. Menggunakan bahasa yang terkesan santai namun dapat mempengaruhi target audien untuk tidak menjual dan membeli satwa liar.

 Jangan Jadikan Mereka Sejarah

Tagline diambil dari akibat yang ditimbulkan dari perdagangan satwa liar tersebut, dimasa yang akan datang kepunahan menjadi ancaman terhadap satwa-satwa liar sehingga satwa-satwa liar tersebut sudah tidak dapat ditemui dan menjadi sejarah seperti satwa-satwa yang telah punah lainnya.

3.1.1.3 Gagasan Visual

Gagasan visual berawal dari pemahaman verbal yang mengunakan pendekatan secara rasional dan pemahaman tagline. Berawal dari pesan yang ingin disampaikan yaitu larangan untuk tidak membeli satwa liar dengan aksi yang dilakukan pihak yang terlibat perdagangan ilegal dapat mengurangi tingkat kepunahan satwa liar. Maka visualisasi yang digunakan adalah gambaran dari


(36)

akibat perdagangan ilegal satwa liar yaitu mempercepat kepunahan, dengan demikian keyword PUNAH diambil untuk visualisasi iklan. Visualisasi yang dimunculkan yaitu seekor satwa yang mewakili satwa liar yang telah punah dan hanya tinggal tulang dibeberapa tahun kedepan. Kukang dipilih karena dalam perdaganganya satwa kukang lebih diminati dan angka perdaganganya lebih tinggi dari yang lainya. Untuk itu pada tahapan pertama kampanye terlebih dahulu diberikan informasi tentang satwa liar kukang, agar pada tahapan selanjutnya masyarakat akan lebih tahu informasi tentang satwa kukang tersebut.

3.1.2 Target Audien

 Segmentasi Geografis

Segmentasi geografis menurut M. Suyanto (2006, 20) merupakan pembagian pasar menjadi unit-unit geografis yang berbeda, misalnya wilayah, negara, provinsi, dan kota.

Target audien dalam kampanye anti perdagangan satwa liar dikhususkan di kota Bandung, karena Bandung merupakan daerah yang banyak peminat dan penjualan ilegal satwa liar.

 Segmentasi Demografis

Segmentasi demografis menurut M. Suyanto (2006, 22) adalah pasar yang dikelompokan berdasarkan usia, pendapatan, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan kelas sosial.

Dalam kampanye anti perdagangan ilegal satwa liar, target audien ditujukan kepada kalangan menengah ke atas yang mampu membeli satwa-satwa liar yang harganya cukup tinggi.

Usia: 23-35 th.

Pekerjaan : Pegawai Kantoran, Pengusaha.

 Segmentasi Psikografis

Pada segmentasi psikografis hal yang diperhatikan yaitu mengenai gaya hidup seseorang, kebiasaan, dan kepribadian. Sementara itu target audien pada kampanye ini ditujukan kepada masyarakat yang mempunyai hobi memelihara binatang, dan kebiasaan masyarakat mengoleksi satwa-satwa langka.


(37)

Consumer Insight

Pengertian Consumer Insight Menurut Amalia E. Maulana yaitu proses mencari tahu secara lebih mendalam dan holistik, tentang latar belakang perbuatan, pemikiran dan perilaku seorang konsumen yang berhubungan dengan produk dan komunikasi iklan.

Untuk kampanye anti perdagangan ilegal satwa liar target audien adalah remaja dewasa kelas menengah dan menengah keatas. Audien yang dituju adalah yang memiliki pendapatan tinggi dan memiliki hobby atau kesenangan dalam memelihara atau menyimpan satwa-satwa liar. Dengan pendapatan yang tinggi sangat dimungkinkan target membeli satwa-satwa liar baik hidup ataupun sudah mati yang harganya relatif mahal.

Berikut insight dari target audien:

 Mengikuti gaya hidup Lifestyle

 Adanya kebanggan karena memiliki satwa liar.

 Senang atau hobi terhadap sesuatu yang langka.

Dengan target audien yang bekerja di perkantoran dan insight dari target yaitu seseorang yang tidak ingin disibukan dengan hal-hal di luar pekerjaanya dan tidak mempedulikan hal-hal sekitar, maka kampanye anti perdagangan ilegal satwa liar dibuat dengan tidak melibatkan target audien secara langsung, dengan arti kata media ataupun pesan yang ditujukan dengan media yang tanpa disadari digunakan oleh target audien.

Consumer Journey

Untuk menentukan cara penyampaian ide yang sudah dibentuk kedalam media-media yang akan digunakan maka diperlukan perencanaan yang baik agar mendapatkan interaksi yang menjangkau sasaran dengan tepat maka diperlukan daftar aktifitas dari target audien. Consumer journey ini lah yang nantinya akan digunakan untuk aplikasi dari media yang telah dibentuk.


(38)

Tabel 3.1 Consumer Journey

Sumber : Pribadi

No Kegiatan Tempat Point Of Contact

1. Bangun pagi Kamar tidur Koran,

2. Perjalanan ke kantor/ tempat kerja

Jalan, tempat kerja Iklan majalah, Billboard, stiker

3. Di kantor Kantor Koran, iklan majalah, lift,

internet

4. Istirahat Kantin, Kafe. Mug, iklan majalah,

billboard, lift, poster, stiker

5. Pulang kantor Jalan Billboard, lift, stiker.

3.1.3 Strategi Kreatif

Strategi kreatif yang akan dilakukan pada kampanye anti perdagangan satwa liar akan disampaikan dengan cara memberikan gambaran secara rasional kepada target audien untuk tidak menjual maupun membeli satwa liar, dengan menggunakan media cetak seperti Billboard dan poster. Pesan dapat tersampaikan kepada target audien jika pesan itu dibuat dengan visual yang menarik dan berbeda dengan iklan kampanye yang lain. Oleh sebab itu diperlukan suatu strategi kreatif, sehingga dapat mencapai hasil yang terbaik.

Dalam kampanye anti perdagangan ilegal satwa menggunakan bahasa Indonesia yang bertujuan agar pesan yang disampaikan diterima dengan baik dan jelas. Pendekatan komunikasinya berupa tampilan yang bersifat ajakan, menginformasikan bahaya jika melakukan perdagangan ilegal satwa yang nantinya akan mempercepat kepunahan. Semua itu disatupadukan dan disusun secara menarik dan disesuaikan dengan pesan yaitu ajakan untuk berhenti menjual, membeli maupun menyimpan satwa liar. Ini diharapkan agar menarik target kampanye untuk mau melindungi, menghargai dan melestarikannya.


(39)

3.1.4 Strategi Media

Media kampanye merupakan alat yang digunakan untuk menyampaikan suatu pesan dari komunikator kepada target audien. Adapun media yang akan digunakan diantaranya media utama dan media pendukung, pemilihan media berdasarkan permasalahan yang terjadi diharapkan dapat memberikan solusi yang tepat. Pemilihan media ini berfungsi untuk membatasi media yang akan digunakan dalam perancangan kampanye agar tidak terlalu luas dan mencapai efektifitas. Strategi media yang diterapkan mengacu pada konsep dan strategi kampanye periklanan terpadu, yang dipakai pada perancangan ini. Terdapat tiga media yaitu media utama, media pendukung dan media kreatif.

a. Media Utama

Billboard

Billboard termasuk ke dalam media above the line, billboard adalah media yang sering kita jumpai khususnya di ruas-ruas jalan, ukurannya yang besar dapat menjadi pusat perhatian. Akan tetapi tingkat keterbacaannya rendah, karena pengguna jalan akan melihat billboard secara sekilas. Sehingga pesan yang disampaikan harus singkat dan tepat. Pemilihan media ini dapat menjadi media Informasi bagi pengguna jalan untuk tidak menjual ataupun membeli satwa liar. Teknik produksi menggunakan teknik digital printing. Media ini akan ditempatkan di ruas jalan yang terdapat lampu merah, pada daerah yang aktivitas berlalu lintasnya tinggi. Pada media billboard ini iklan yang ditampilkan sebagai informasi dari kampanye anti perdagangan ilegal satwa liar dan ditempatkan pada Jl.Merdeka Bandung dimana di jalan tersebut terdapat kegiatan perdagangan ilegal satwa liar yaitu di depan mall BIP.

b. Media Pendukung

Sebagai pendukung media utama, maka media pendukung yang akan digunakan seperti:


(40)

 Brosur

Media ini memberikan pesan yang lebih lugas dan jelas dengan mengutamakan informasi sehingga sasaran dapat langsung mengerti pada pesan yang disampaikan.

 Poster

Poster merupakan media lini atas yang juga termasuk media luar ruang, poster dapat ditempatkan atau dipasang di tempat-tempat umum dan informasi yang akan disampaikan dapat cepat tersampaikan kepada khalayak sasaran. Visualisai yang ditampilkan berbeda dengan media billboard pada media ini tagline dan body teks telah singkat dengan jelas.

 Iklan Koran

Iklan pada media koran adalah iklan media cetak yang berupa visual dan informasi. Koran didistribusikan oleh pedagang di tempat-tempat umum yang memungkinkan target audien untuk melihat dan membacanya, seperti ruang tunggu rumah sakit, stasiun dan kantor polisi. koran yang digunakan yaitu Pikiran Rakyat.

 Iklan Majalah

Iklan pada media cetak majalah sebagai media dalam kampanye yang sangat mudah dijangkau oleh khalayak yang berlangganan majalah tersebut. Sama halnya dengan media koran. Pesan yang disampaikan yaitu larangan untuk perdagangan ilegal satwa liar. Majalah yang digunakan yaitu majalah Suara Satwa.

 Kaos

Kaos atau t-shirt digunakan pada saat kampanye dilaksanakan, hal ini berguna agar masyarakat atau target audien mengetahui kalau kalau diadakanya kampanye anti perdagangan ilegal satwa liar.

c. Media Gimmick

Gimmick yang dipilih adalah barang yang bisa dipakai dalam keseharian target audien seperti:


(41)

Sticker

Merupakan bahan promosi yang bersifat fleksibel yang dapat ditempel dimana saja. Media ini dapat menjadi media kampanye berjalan juga. Jika

sticker ini dipasang di kendaraan maka secara tidak langsung pengguna jalan tersebut telah ikut serta memberitahukan informasi wajib untuk tidak menjual dan membeli satwa liar.

 Pin

Pin digunakan sebagai media pengingat adanya kampanye perdagangan ilegal satwa liar, dengan digunakanya pin maka diharapkan target audien dapat mengingat anti perdagangan ilegal satwa liar.

 Gantungan Kunci

Sama seperti media pin, gantungan kunci digunakan sebagai media pengingat yang digunakan oleh target audien.

d. Media Kreatif

Lift

Media ini di tempatkan di mall, kantor dan gedung-gedung yang mempunyai

lift. Media ini bersinggungan langsung dengan target audien yang dilihat pada saat menunggu untuk menaiki lift. Ambient media berupa pemasangan stiker di lift yang terdapat di beberapa kantor di daerah Bandung. Pemasangan stiker ini berguna juga untuk meningkatkan Awarness terhadap satwa liar dan juga menciptakan suasana emosional terhadap visual dan pesan yang disampaikan. pada media target audien yang dituju bisa lebih banyak dan efektif, karena stiker pada pintu lift bisa dibaca dan diperhatikan target audien pada saat menunggu lift.

Web Banner

Banner internet merupakan media yang dapat dengan cepat sampai kepada khalayak karena beberapa satwa liar di perjual belikan di internet. Visualisasi yang ditampilkan pada banner ini diaplikasikan pada website yang sering dikunjungi oleh target audien. Website yang nantinya akan digunakan yaitu detik.news


(42)

3.1.5 Strategi Distribusi

a. Pertimbangan dasar distribusi.

Agar pesan yang ingin disampaikan lebih dapat menjangkau sasaran. Dalam kampanye ini penyebaran distribusinya langsung kepada khalayak sasaran berupa stiker serta media lainnya disesuaikan dengan khalayak sasaran.

b. Jadwal distribusi

Jadwal penyebaran media dilakukan dalam 6 (enam) bulan, dan dibiayai oleh organisasi masyarakat ProFauna dengan berbagai pertimbangan yang disesuaikan dengan kebutuhan khalayak sasaran dan dibagi kedalam 3 tahap mulai dari menginformasikan (informatif), mengajak (persuasive) sampai pada tahap mengingatkan (reminding). Berikut dibawah ini tabel jadwal penyebaran media yang akan dilakukan.

 Geografis : Kota Bandung

 Lokasi penyebaran : Jalur car free day Jl. Ir. H. Juanda

 Jadwal penyebaran : Pada hari hewan sedunia

Tabel 3.2 Jadwal Distribusi

Tahap I

Agustus 2013 September

2013

Pemasangan Media Memperkenalkan

Billboard Jalan Umum

Brosur

Jalur Car free day, parkiran

mall

Majalah Majalah Trust

Tahap II

Oktober 2013 November 2013

Mengajak Poster

Mall, pasar burung Sukahaji

Iklan Koran Surat Kabar (

Pikiran Rakyat)

Web banner Website

detik.news

Kaos Jalur Car free

day

Stiker Kaca mobil


(43)

Mengingatkan

Sticker Tempat Umum,

Mobil Pin

Gantungan Kunci

Lift Mall BIP

3.2 Konsep Visual

Desain yang baik adalah desain yang telah mempunyai konsep yang terecana, sehingga visual yang tercipta akan menarik. Konsep visual yang akan ditampilkan dalam media komunikasi adalah gambaran secara rasional tentang larangan menjual atau membeli satwa liar serta aksi yang dilakukan target audien yang nantinya berpengaruh terhadap satwa .

3.2.1 Format Desain

Bilboard merupakan media utama dalam kampanye ini, format desain yang akan digunakan yaitu portrait. Format portrait dipilih agar jarak pandang menjadi lebih pendek, sehingga mata tidak mudah lelah saat membaca informasi yang akan disampaikan. Untuk media pendukung lainnya format yang digunakan yaitu

potrait dan landscape, pemilihan format ini disesuaikan dengan penempatan dari media itu sendiri.

3.2.2 Tata Letak

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dr. Mario R. Garcia dan Pegie Stark dalam Surianto Rustan (2010: 76) di daerah yang menggunakan bahasa dan tulisan latin umumnya orang membaca dari kiri ke kanan serta dari atas ke bawah. Selain itu arah gerak mata juga dipengaruhi oleh pembedaan dalam suatu tata letak misalnya warna, ukuran, style, dan lain-lain. Kabiasaan yang lainnya yaitu membaca sesuai dengan urutan tertentu.

Penataan elemen-elemen grafis yang muncul dalam visualisasi kampanye ini akan dikomposisikan dengan tidak terlalu penuh dan sesak sehingga dapat terlihat kesan yang elegan dan sederhana tetapi juga mempertimbangkan sisi arah baca. Komposisi pun disesuaikan dengan format desain yang digunakan sesuai dengan lokasi penempatan media itu sendiri.


(44)

Gambar 3.1 Skema Layout

Sumber: Dokumentasi Pribadi

3.2.3 Tipografi

Rangkaian huruf dalam sebuah kalimat bukan saja suatu makna yang mengacu pada suatu gagasan, tetapi juga mampu memberikan kesan secara visual. Pemilihan huruf harus sesuai dengan kesan yang ingin disampaikan. Pesan dalam kampanye ini ingin mengajak masyarakat kota besar, khususnya bagi kalangan menengah keatas yang memiliki hobi memelihara maupun mengoleksi satwa liar untuk tidak memperjualbelikan satwa. Konsep dalam desainnya tidak terlalu formal. Penulisan headline harus jelas dan mudah terbaca, jenis huruf yang digunakan yaitu Dirty Ego. Dilihat dari bentuknya font ini termasuk kedalam jenis

sans serif. Font seperti ini dapat memberikan kesan menekan dan tegas. Sesuai dengan pendekatan komunikasi pada kampanye yaitu mengajak, membujuk dan mempengaruhi target audien untuk tidak menjual ataupun membeli satwa liar.


(45)

Dirty Ego 36pt

ABCDEFGHIJKLMNOPQRSTUVWXYZabcd

efghijklmnopqrstuvwxyz

1234567890.:,;

’ ”

The quick brown fox jumps over

the lazy dog

Untuk body teks jenis huruf yang digunakan yaitu Myriad pro agar penjelasan dan tingkat keterbacaan lebih tinggi.

Myriad pro 28pt

3.2.4 Ilustrasi

Ilustrasi gambar yang digunakan dalam perancangan media kampanye ini adalah ilustrasi yang mengajak untuk tidak menjual atau membeli satwa liar. Visual yang digunakan merupakan hasil dari teknik digital imaging. Berikut ini adalah beberapa alternatif visual yang dirancang untuk kampanye anti perdagangan ilegal satwa liar.


(46)

Gambar 3.2 Contoh Visual Sumber: Dokumentasi Pribadi

Gambar 3.3 Contoh Visual Sumber: Dokumentasi Pribadi


(47)

a. Konsep Logo

Mengambil bentuk telapak tangan yang berarti larangan atau hentikan. Telapak tangan ini dibentuk dari kumpulan satwa liar yang artinya satwa-satwa liar berada di genggaman tangan manusia, dan pada bagian tengah logogram terdapat logotype "Stop Animal Trade"

Tipografi atau pemilihan huruf dalam kampanye ini adalah jenis huruf san serif. Dengan tujuan keterbacaan dan agar menampilkan bahaya dari perdagangan

satwa liar maka huruf yang digunakan pada logo kampanye ini adalah “ Dirty

Ego", dimana jenis huruf tersebut memiliki karakteristik yang tegas, dan menampilkan bahaya atau kehancuran.

Dirty Ego

ABCDEFGHIJKLMNOPQRSTUVWXYZ

Abcdefghijklmnopqrstuvwxyz

1234567890!@#$%^&*()_+{}:”<>?

Gambar 3.4 Logo Kampanye Sumber: Dokumentasi Pribadi


(48)

Tagline “Stop Animal Trade” menggunakan Bahasa Inggris agar efektifitas

tata letak lebih tercapai dibandingkan penggunaan bahsa indonesia yang lebih panjang. Warna kuning yang digunakan diartikan sebgai kehati-hatian, sedangkan merah yang digunakan pada logotype diartikan sebagai sesuatu yang bahaya.

3.2.5 Warna

Kesan yang ingin disampaikan yaitu ajakan untuk tidak menjual ataupun membeli satwa liar. Warna abu-abu diartikan sebagai warna yang netral dan ketidak jelasan, dalam hal ini diartikan sebagai nasib satwa liar yang diperjual belikan. Sedangkan warna merah melambangkan kesan energi, kekuatan, ketenaran, hasrat, keberanian, simbol dari api, resiko, cinta, perjuangan, bahaya, kecepatan, panas, kekerasan.Untuk warna hitam diartikan sebagai kematian, ketakutan, dan misteri, sedangkan warna coklat diartikan sebagai tanah atau bumi. Dalam iklan ini warna merah digunakan pada tagline yang berarti penekanan agar memperkuat visualisasi dan tagline dari karya. Pada karya ini warna merah dan kuning digambarkan pada sesuatu hal yang berbahaya dan hati-hati.

Agar tidak ada kesalahan dalam penggunaan maka kode warna CMYK dan RGB telah ditentukan, sesuai penggunaan CMYK untuk visual yang menggunakan media cetak dan RGB untuk media yang menggunakan tampilan monitor.


(49)

Gambar 3.5 Warna yang digunakan Sumber: Dokumentasi Pribadi


(50)

BAB IV

TEKNIK PRODUKSI MEDIA

4.1 Pra Produksi

Pada bab ini akan dibahas mengenai teknis produksi media yang digunakan dalam anti perdagangan ilegal satwa liar. Sebelum memasuki tahap produksi pada media kampanye, tahap pertama yang harus dilakukan dalam sebuah perancangan visual kampanye yaitu:

 Sketsa

Sketsa merupakan tahapan awal setelah konsep dibuat. Sketsa merupakan gambaran sederhana tampilan visual yang akan dibuat. Sketsa dibuat berdasarkan tema dan tujuan dari kampanye yang nantinya akan diolah dengan komputer.

 Pengolahan Gambar

Setelah desain dibuat secara manual, langkah selanjutnya yaitu gambar diolah di komputer. Dalam pembuatan visual kampanye penulis menggunakan 2 software

desain, diantaranya Adobe Photoshop cs5 dan Corel Draw x4. Pengolahan gambar secara keseluruhan meliputi penempatan visual, logo, headline, bodycopy, dan

tagline kampanye.

 Pemilihan Alternatif

Pengolahan gambar dibuat dalam beberapa alternatif untuk memilih gambar yang sesuai dengan keyword untuk digunakan dalam beberapa alternatif visual. setelah gambar alternatif dipilih kemudian barulah visual dilengkapi dengan konten-konten kampanye meliputi logo, headline, tagline, dan bodycopy. Untuk keseragaman dari beberapa alternatif visual, headline yang digunakan satu dengan yang lainnya berbentuk sama, hal ini agar ada kesinambungan antara satu visual dengan yang lainnya.

Finishing

Setelah mendapatkan tampilan visual yang diinginkan dan menempatkan konten-konten visual, maka dipilih media yang tepat untuk menyampaikan pesan kepada target audiens. Media-media yang dipilih dirancang sesuai dengan tema kampanye dan visual disesuaikan dengan bentuk dan ukuran media, setelah itu media tersebut mulai dicetak dan diaplikasikan.


(51)

4.2 Teknik Produksi

Teknik media dibuat berdasarkan pengelompokan tahapan perancangan media kampanye, media dibagi atas dua bagian yaitu media utama dan media pendukung.

4.2.1 Media Utama

Billboard

Billboard termasuk ke dalam media above the line, billboard adalah media yang sering kita jumpai khususnya di ruas-ruas jalan, ukurannya yang besar dapat menjadi pusat perhatian. Akan tetapi tingkat keterbacaannya rendah, karena pengguna jalan akan melihat billboard secara sekilas. Sehingga pesan yang disampaikan harus singkat dan tepat. Pemilihan media ini dapat menjadi media Informasi bagi pengguna jalan untuk tidak menjual ataupun membeli satwa liar. Teknik produksi menggunakan teknik digital printing. Media ini akan ditempatkan di ruas jalan yang terdapat lampu merah, pada daerah yang aktivitas berlalu lintasnya tinggi. Pada media billboard ini iklan yang ditampilkan sebagai informasi dari kampanye anti perdagangan ilegal satwa liar.


(52)

Ukuran : 4 x 8 meter Material : frontlite

Teknik Produksi : Digital printing

Gambar 4.1 Media Billboard

Sumber : Dokumentasi Pribadi

4.2.2 Media Pendukung

Sebagai pendukung media utama, maka media pendukung yang akan digunakan seperti:

Poster

Poster merupakan media lini atas yang juga termasuk media luar ruang, poster dapat ditempatkan atau dipasang di tempat-tempat umum dan informasi yang akan


(53)

disampaikan dapat cepat tersampaikan kepada khalayak sasaran. Pada media ini poster dirancang sebagai ajakan kepada target audien agar tidak membeli satwa liar. Visual yang ditampilkan berbeda dengan media billboard pada media ini

tagline dan body teks telah singkat dengan jelas.

Ukuran : A2

Material : Art paper 260 gr Teknik Produksi : Cetak Offset

Gambar 4.2 Media Poster1 Sumber : Dokumentasi Pribadi


(54)

Gambar 4.3 Media Poster 2 Sumber : Dokumentasi Pribadi

Gambar 4.4 Media Poster3 Sumber : Dokumentasi Pribadi


(55)

Gambar 4.5 Media Poster 4 Sumber : Dokumentasi Pribadi

Gambar 4.6 Media Poster 5 Sumber : Dokumentasi Pribadi


(56)

 Brosur

Media ini memberikan pesan yang lebih lugas dan jelas dengan mengutamakan informasi sehingga sasaran dapat langsung mengerti pada pesan yang disampaikan.

Ukuran : A4

Material : Art paper 150gr Teknik Produksi : Cetak Offset

Gambar 4.7 Media Brosur Tampak Depan Sumber : Dokumentasi Pribadi

Gambar 4.8 Media Brosur Tampak Belakang Sumber : Dokumentasi Pribadi


(57)

 Iklan Koran

Iklan pada media koran adalah iklan media cetak yang berupa visual dan informasi. Koran didistribusikan oleh pedagang di tempat-tempat umum yang memungkinkan target audien untuk melihat dan membacanya, seperti ruang tunggu rumah sakit, stasiun dan kantor polisi. koran yang digunakan yaitu Pikiran Rakyat.

Ukuran : A5

Material : Kertas koran Teknik Produksi : Cetak

Gambar 4.9 Iklan Koran Sumber : Dokumentasi Pribadi


(58)

 Iklan Majalah

Iklan pada media cetak majalah sebagai media dalam kampanye yang sangat mudah dijangkau oleh khalayak yang berlangganan majalah tersebut. Sama halnya dengan media koran. Pesan yang disampaikan yaitu larangan untuk perdagangan ilegal satwa liar. Majalah yang digunakan yaitu majalah Suara Satwa.

Ukuran : A3

Material : Art paper 150gr Teknik Produksi : Cetak Offset

Gambar 4.10 Iklan Majalah Sumber : Dokumentasi Pribadi

 Kaos

Kaos atau t-shirt digunakan pada saat kampanye dilaksanakan, hal ini berguna agar masyarakat atau target audien mengetahui kalau kalau diadakanya kampanye anti perdagangan ilegal satwa liar.

Ukuran : A3

Material : Cotton Combed


(59)

Gambar 4.11 Kaos Sumber : Dokumentasi Pribadi

Sticker

Merupakan bahan promosi yang bersifat fleksibel yang dapat ditempel dimana saja. Media ini dapat menjadi media kampanye berjalan juga. Jika sticker ini dipasang di kendaraan maka secara tidak langsung pengguna jalan tersebut telah ikut serta memberitahukan informasi wajib untuk tidak menjual dan membeli satwa liar.

Ukuran : 7,5 x 9 cm

Material : Sticker cromo


(60)

Gambar 4.12 Stiker Sumber : Dokumentasi Pribadi

 Pin

Pin digunakan sebagai media pengingat adanya kampanye perdagangan ilegal satwa liar, dengan digunakanya pin maka diharapkan target audien dapat mengingat anti perdagangan ilegal satwa liar.

Ukuran : 4,5 x 4,5 cm

Material : Kaleng , Plastik Teknik Produksi : Press pin


(61)

Gambar 4.13 Pin dan Gantungan Kunci Sumber : Dokumentasi Pribadi

 Gantungan Kunci

Sama seperti media pin, gantungan kunci digunakan sebagai media pengingat yang digunakan oleh target audien.

Ukuran : 4,5 x 4,5 cm

Material : Kaleng , Plastik Teknik Produksi : Press pin

Lift

Media ini di tempatkan di mall, kantor dan gedung-gedung yang mempunyai lift. Media ini bersinggungan langsung dengan target audien yang dilihat pada saat menunggu untuk menaiki lift. Ambient media berupa pemasangan stiker di lift

yang terdapat di beberapa kantor dan mall di daerah Bandung. Pemasangan stiker ini berguna juga untuk meningkatkan awarness terhadap satwa liar dan juga menciptakan suasana emosional terhadap visual dan pesan yang disampaikan. pada media target audien yang dituju bisa lebih banyak dan efektif, karena stiker pada pintu lift bisa dibaca dan diperhatikan target audien pada saat menunggu lift.


(62)

Ukuran : 225 x 125 cm Material : Sticker

Teknik Produksi : Digitalprint

Gambar 4.14 Iklan Lift Sumber : Dokumentasi Pribadi

Web Banner

Banner internet merupakan media yang dapat dengan cepat sampai kepada khalayak karena beberapa satwa liar di perjual belikan di internet. Visualisasi yang ditampilkan pada banner ini diaplikasikan pada website yang sering

Ukuran : 275 x 413 pixel

Material : -


(63)

Gambar 4.15 Iklan Web Sumber : Dokumentasi Pribadi


(1)

49

 Iklan Majalah

Iklan pada media cetak majalah sebagai media dalam kampanye yang sangat mudah dijangkau oleh khalayak yang berlangganan majalah tersebut. Sama halnya dengan media koran. Pesan yang disampaikan yaitu larangan untuk perdagangan ilegal satwa liar. Majalah yang digunakan yaitu majalah Suara Satwa.

Ukuran : A3

Material : Art paper 150gr

Teknik Produksi : Cetak Offset

Gambar 4.10 Iklan Majalah Sumber : Dokumentasi Pribadi

 Kaos

Kaos atau t-shirt digunakan pada saat kampanye dilaksanakan, hal ini berguna agar masyarakat atau target audien mengetahui kalau kalau diadakanya kampanye anti perdagangan ilegal satwa liar.

Ukuran : A3

Material : Cotton Combed


(2)

50 Gambar 4.11 Kaos Sumber : Dokumentasi Pribadi

Sticker

Merupakan bahan promosi yang bersifat fleksibel yang dapat ditempel dimana saja. Media ini dapat menjadi media kampanye berjalan juga. Jika sticker ini dipasang di kendaraan maka secara tidak langsung pengguna jalan tersebut telah ikut serta memberitahukan informasi wajib untuk tidak menjual dan membeli satwa liar.

Ukuran : 7,5 x 9 cm

Material : Sticker cromo


(3)

51

Gambar 4.12 Stiker Sumber : Dokumentasi Pribadi

 Pin

Pin digunakan sebagai media pengingat adanya kampanye perdagangan ilegal satwa liar, dengan digunakanya pin maka diharapkan target audien dapat mengingat anti perdagangan ilegal satwa liar.

Ukuran : 4,5 x 4,5 cm

Material : Kaleng , Plastik


(4)

52

Gambar 4.13 Pin dan Gantungan Kunci Sumber : Dokumentasi Pribadi

 Gantungan Kunci

Sama seperti media pin, gantungan kunci digunakan sebagai media pengingat yang digunakan oleh target audien.

Ukuran : 4,5 x 4,5 cm

Material : Kaleng , Plastik

Teknik Produksi : Press pin

Lift

Media ini di tempatkan di mall, kantor dan gedung-gedung yang mempunyai lift. Media ini bersinggungan langsung dengan target audien yang dilihat pada saat menunggu untuk menaiki lift. Ambient media berupa pemasangan stiker di lift yang terdapat di beberapa kantor dan mall di daerah Bandung. Pemasangan stiker ini berguna juga untuk meningkatkan awarness terhadap satwa liar dan juga menciptakan suasana emosional terhadap visual dan pesan yang disampaikan. pada media target audien yang dituju bisa lebih banyak dan efektif, karena stiker pada pintu lift bisa dibaca dan diperhatikan target audien pada saat menunggu lift.


(5)

53

Ukuran : 225 x 125 cm

Material : Sticker

Teknik Produksi : Digitalprint

Gambar 4.14 Iklan Lift Sumber : Dokumentasi Pribadi

Web Banner

Banner internet merupakan media yang dapat dengan cepat sampai kepada khalayak karena beberapa satwa liar di perjual belikan di internet. Visualisasi yang ditampilkan pada banner ini diaplikasikan pada website yang sering

Ukuran : 275 x 413 pixel

Material : -


(6)

54

Gambar 4.15 Iklan Web Sumber : Dokumentasi Pribadi