1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan bangsa. Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab Depdiknas, 2011: 50.
Pendidikan merupakan kebutuhan mutlak bagi kehidupan manusia yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan mustahil manusia
dapat berkembang secara baik. Pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh
pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan. Oleh sebab itu, pendidikan perlu dikelola secara sistematis dan
konsisten berdasarkan berbagai pandangan teoretikal dan praktikal sepanjang waktu sesuai dengan lingkungan hidup manusia itu sendiri. Begitu susahnya
mengajar dan membuat siswa semangat belajar, atau jika menggunakan
2
perspektif siswa sendiri, betapa sulitnya menumbuhkan semangat belajar dalam diri, karena proses panjang dalam pembelajaran akan memunculkan
berbagai macam masalah yang dapat menghalangi dan merintangi tercapainya tujuan pendidikan yang hendak dicapai.
Pendidikan karakter
character education
dalam konteks sekarang sangat relevan untuk mengatasi krisis moral yang sedang melanda di negara.
Krisis tersebut antara lain berupa meningkatnya pergaulan bebas, maraknya angka kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan terhadap teman, pencurian
remaja, kebiasaan menyontek, penyalahgunaan obat-obatan, pornografi, dan perusakan milik orang lain sudah menjadi masalah sosial yang hingga saat ini
belum dapat diatasi secara tuntas Akhwan, 2011: 1 Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter
kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap
Tuhan Yang Maha Esa YME, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan
karakter di sekolah, semua komponen
stakeholders
harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum,
proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau
kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
Pendidikan karakter merupakan usaha menjadikan diri manusia agar berperilaku baik atau berkeutamaan. Pendidikan karakter diharapkan dapat
3
membangun kinerja budaya dan religius dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa yang didalamnya bernaung insan-insan yang berakhlak mulia,
mengembangkan kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual. Terdapat sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu:
pertama, karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; kedua, kemandirian dan tanggungjawab; ketiga, kejujuranamanah, diplomatis; keempat, hormat
dan santun; kelima, dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royongkerjasama; keenam, percaya diri dan pekerja keras; ketujuh,
kepemimpinan dan keadilan; kedelapan, baik dan rendah hati, dan; kesembilan, karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan Suyanto, 2010: 27.
Keberhasilan pendidikan
karakter tergantung
banyak pihak,
diantaranya; komitmen pemerintah dan masyarakat, kurikulum, peran media massa termasuk industri televisi nasional dan film. Dewasa ini, perkembangan
film di Indonesia semakin diterima oleh masyarakat, baik melalui pandangan yang positif maupun pandangan yang negatif. Banyaknya film yang dibuat
untuk menghibur masyarakat, terdapat beberapa film yang memberikan pesan- pesan di dalamnya. Dalam banyak penelitian tentang dampak film terhadap
masyarakat, hubungan antara film dan masyarakat selalu dipahami. Artinya, film selalu mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan
pesan di dalamnya. Kritik yang muncul didasarkan bahwa film adalah potret dari masyarakat, di mana film itu dibuat.
Film-film yang sering muncul baik di dalam televisi, VCD maupun di bioskop, biasanya film yang mempunyai pesan-pesan moral bahkan ada cerita
4
yang diangkat dari suatu pandangan masyarakat mengenai hal-hal yang bernuansa mistik. Film adalah gambar-hidup, juga sering disebut
movie
gambar berpindah. Film, secara kolektif, sering disebut ‘sinema‘. Gambar- hidup adalah bentuk seni, bentuk populer dari hiburan, dan juga bisnis. Film
dihasilkan dengan rekaman dari orang dan benda termasuk fantasi dan figur palsu dengan kamera, danatau oleh animasi Ikhsan, 2008: 2.
Film-film yang beredar sekarang ini seringkali hanya menarik perhatian masyarakat sesaat saja. Namun di antara film-film remaja dan film-
film mistik yang banyak beredar di perfilman nasional, masih ada sebuah film yang mempunyai makna tersendiri untuk masyarakat khususnya anak sekolah,
yaitu film ”Surat Kecil Untuk Tuhan.” Film ini menceritakan seorang gadis kecil Gita Sesa Wanda Cantika atau yang dikenal dengan nama panggilan
Keke, seorang gadis remaja berusia 13 tahun yang semula hidup cukup beruntung kemudian terkena kanker. Perjuangan mengobati kanker Keke
penuh lika-liku. Meskipun sudah ditolak di bebrapa rumah sakit, ayah Keke tidak pernah sekalipun menyerah untuk menyembuhkan anaknya, terbukti
bahwa ia sanggup ke pedalaman bahkan keluar negeri hanya untuk menyembuhkan Keke. Meskipun ratusan dokter memprediksi bahwa hidup
Keke tidak akan lebih dari 3 bulan, Keke berhasil bertahan untuk lebih dari setahun. Meskipun pada akhirnya, Keke harus menerima kenyataan bahwa ia
memang tidak dapat disembuhkan karena kanker itu sudah terlalu menyebar. Melalui film akan terjadi komunikasi antara komunikator dan
komunikan film tersebut yang merupakan suatu proses sosial yang bersifat
5
ideologis, dimana pesan-pesan yang disampaikan oleh komunikator media massa tersebut menyembunyikan makna-makna sekunder konotatif atau
ideologis. Lambang-lambang yang disampaikan dalam film tersebut merupakan representasi dari realitas. Sebagai representasi dari realitas, film
mampu membentuk dan menghadirkan kembali realitas berdasarkan kode- kode atau pesan, konvensi-konvensi dan ideologi dari kebudayaannya Sobur,
2004:128. Pesan merupakan seperangkat lambang bermakna yang disampaikan
oleh komunikator Effendy, 2001:18. Pesan dapat berupa gagasan, pendapat dan sebagainya yang sudah dituangkan dalam suatu bentuk dan melalui
lambang komunikasi diterukan kepada orang lain atau komunikan. Ada tiga faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pesan, yaitu kode pesan, isi pesan
dan wujud pesan. Kode pesan adalah sekumpulan simbol yang dapat disusun sedemikian rupa, sehingga bermakna bagi seseorang. Isi pesan ialah bahan
atau material yang dipilih sumber untuk menyatakan maksudnya. Wujud pesan adalah keputusan-keputusan yang dibuat sumber mengenai bagaimana
cara sebaiknya menyampaikan maksud-maksud dalam bentuk pesan Hanafi, 1999:200.
Film ”Surat Kecil untuk Tuhan” bukan sekadar tontonan belaka. Sebagai media massa, tentunya film membawa dan menawarkan suatu pesan
moral tertentu yang ingin disampaikan kepada penontonnya. Selain itu, film dapat membawa ideologi, nilai, dan budaya tertentu. Film menawarkan pesan
moral yang ingin disampaikan oleh komunikator kepada penontonnya yang
6
mayoritas anak-anak. Pesan moral tersebut merupakan ideologi yang terkonstruksi dalam isi film “Surat Kecil untuk Tuhan” itu sendiri. Melalui
film ini juga, anak-anak diharapkan dapat belajar perilaku-perilaku moral yang sesuai dengan norma dan nilai religius.
Hal ini sejalan dengan penanaman karakter berbangsa dan bernegara dalam pendidikan pancasila dan kewarganegaraan PPKn. Pelajaran PPKn
sebagai pendidikan karakter merupakan salah satu misi yang harus diemban. Misi lain adalah sebagai pendidikan politikpendidikan demokrasi, pendidikan
hukum, pendidikan HAM, dan bahkan sebagai pendidikan anti korupsi. Dibandingkan dengan mata pelajaran lain, mata pelajaran PPKn dan Agama
memiliki posisi sebagai ujung tombak dalam pendidikan karakter. Maksudnya dalam kedua mata pelajaran tersebut pendidikan karakter harus menjadi tujuan
pembelajaran. Perubahan karakter peserta didik merupakan usaha yang disengajadirencanakan, bukan sekedar dampak ikutanpengiring. Hal ini dapat
ditunjukkan bahwa nilai karakter utama dan pokok dalam pelajaran PPKn salah satunya adalah karakter religius. Karakter ini menghendaki pikiran,
perkataan, dan tindakan seseorang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai- nilai Ketuhanan danatau ajaran agamanya Cholisin, 2011: 1.
Karakter religius sangat mutlak diperlukan karena dengan karakter yang agamis manusia tidak akan kehilangan arah tujuan dalam mengarungi
kehidupan yang fana ini. Hal tersebut tidak berbeda dengan orang Islam sendiri yang menjadikan Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai pedoman hidup
yang tertinggi dan dapat menjamin keselamatan di dunia maupun di akherat bagi yang menjalankannya. Karakter religius menyangkut
7
keseluruhan diri pribadi manusia secara total dalam integrasinya hubungan ke dalam keesaan Tuhan. Nilai-nilai religius bertujuan untuk mendidik agar
manusia lebih baik menurut tuntunan agama dan selalu ingat kepada Tuhan. Nilai-nilai religius yang terkandung dalam karya sastra dimaksudkan agar
penikmat karya tersebut mendapatkan renungan-renungan batin dalam kehidupan yang bersumber pada nilai-nilai agama. Nilai-nilai religius dalam
sastra bersifat individual dan personal Rosyadi, 2005: 90. Bertolak dari uraian di atas, maka melalui kajian semiotika terhadap
film ”Surat Kecil Untuk Tuhan” diharapkan mampu menciptakan konstruksi- konstruksi ideologi melalui pesan-pesan yang mengandung muatan
pendidikan karakter religius. Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul: ”KONSTRUKSI PENDIDIKAN KARAKTER
RELIGIUS PADA FILM ”SURAT KECIL UNTUK TUHAN Analisis Semiotik Dalam Perspektif PPKn.”
B. Identifikasi Masalah