ANALISIS UPAYA NON PENAL PENANGGULANGAN NARKOBA OLEH PENEGAK HUKUM DI KOTA BANDAR LAMPUNG

`

ABSTRAK

ANALISIS UPAYA NON PENAL PENANGGULANGAN NARKOBA
OLEH PENEGAK HUKUM DI KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh
M. NOVAN SATRIA

Upaya non penal penanggulangan Narkoba lebih diutamakan dari kebijakan penal
berorientasi kepada upaya pencegahan dan pembinaan. Kebijakan non penal
dilakukan melalui upaya-upaya yang bersifat preventif dan premitif yang
diimplementasikan melalui penyuluhan, safari narkotika, penyebaran pamflet dan
baliho serta pendekatan terhadap tokoh adat dan agama serta pembinaan terhadap
masyarakat. Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika merupakan masalah
sosial sekaligus menjadi masalah hukum dalam masyarakat. Penanggulangan
terhadap penyalahgunaan narkotika dilakukan melalui kebijakan yang terarah
yang pokok dalam suatu kebijakan yaitu adanya tujuan (goal), sasaran (objectives)
dan kehendak (purpose). Kebijakan non penal ditunjukan pada anak (termasuk
remaja usia sekolah) dan masyarakat umum. Kebijakan ini bukan hanya menjadi

kehendak pemerintah atau penegak hukum melainkan kehendak seluruh
masyarakat dalam menjamin keberlangsungan generasi bangsa indonesia yang
sehat dari bahaya narkoba. Adapun upaya non penal dalam penanggulangan
narkoba oleh penegak hukum di Bandar Lampung dengan cara memberikan
penyuluhan kepada masyarakat untuk mencegah terjadinya pemakaian,
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan Pendekatan secara yuridis normatif
dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif merupakan suatu pendekatan
yang dilakukan melalui penelaahan terhadap kaedah-kaedah, norma-norma,
peraturan-peraturan,yang berhubungan dengan upaya non penal penanggulangan
narkoba oleh penegak hukum di kota Bandar Lampung. Sedangkan pendekatan
yuridis empiris merupakan suatu pendekatan yang dilakukan dengan meneliti dan
mengumpulkan data primer yang diperoleh secara langsung melalui penelitian
terhadap objek penelitian dengan cara observasi dan wawancara dengan
responden atau narasumber yang berhubungan dengan upaya non penal
penanggulangan narkoba oleh penegak hukum di kota Bandar Lampung.

M. Novan Satria
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa upaya
non penal penanggulangan narkoba oleh penegak hukum di kota Bandar Lampung

yaitu Menumpas jaringan sindikat narkoba hingga ke akar-akarnya melalui
pemutusan jaringan sindikat narkoba dalam dan/atau luar negri dan penghancuran
kekuatan ekonomi jaringan sindikat narkoba dengan cara penyitaan aset yang
berasal dari tindak pidana narkotika melalui penegakan hukum yang tegas dan
keras. Memberikan pengobatan/perawatan terhadap pengguna Narkoba yang
mengalami ketergantungan di panti-panti pusat rehabilitasi dan pelayanan bagi
korban narkoba. Mengadakan penyuluhan dan sosialisasi Undang-Undang tentang
narkoba. Melaksanakan program Pencegahan, Pemberantasan Penyalahgunaan
dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN). Melakukan pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba secara komprehensif
dan sinergis dengan pemusnahan ladang-ladang ganja. Adapun faktor yang
menjadi penghambat dalam penanggulangan narkoba di kota Bandar Lampung
yaitu jumlah anggota BNP berasal dari Pejabat Pemerintah belum banyak
berperan disebabkan kesibukan tugasnya sehari-hari. Rendahnya dukungan
anggaran penanggulangan narkoba pada sebagian besar Kabupaten/Kota. Belum
optimalnya dukungan perangkat hukum dan Perundang-Undangan yang ada serta
upaya penegakan hukum oleh aparat berwenang. Mahalnya biaya pemeriksaan
darah / urine termasuk bahaya narkoba. Belum adanya pedoman kelembagaan
penanggulangan narkoba secara Nasional sampai tingkat Kecamatan dan Desa.
Mengingat kelembagaan BNP dan BNK merupakan lembaga non teknis daerah,

maka adanya jabatan rangkap tidak dapat dihindari. Hal ini sangat berpengaruh
pada kinerja BNP yang dianggap sebagai beban anggaran tambahan.
Kelembagaan penanggulangan narkoba pada tingkat Kecamatan dan
Desa/Kelurahan masih sangat rendah.
Adapun saran yang diberikan penulis yaitu upaya non penal dalam
penanggulangan narkoba oleh penegak hukum di kota Bandar Lampung perlunya
diberikan penyuluhan secara intensif kepada masyarakat untuk mencegah
terjadinya pemakaian, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Membentuk
pusat rehabilitasi bagi para pecandu narkoba dengan sarana dan prasarana yang
memadai. Harus lebih meningkatkan kerjasama dengan instansi atau lembaga
terkait sehingga dalam pelaksanaan penanggulangan narkoba dapat berjalan
dengan baik
Kata Kunci: Non Penal, Penanggulangan, Narkoba

DAFTAR ISI

Hal
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang……………………………………………………………… 1
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup………………………………………...


5

C. Tujuan dan Kegunaan penelitian…………………………………………..

6

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual………………………………………...

7

E. Sistematika Penulisan……………………………………………………… 10
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Dampak Penggunaan Narkoba....................……………………………....

12

B. Konsepsi Penanggulangan Bahaya Narkoba.................…………………..

16


C. Penanggulangan Melalui Sarana Penal…………………………………...

18

D. Penanggulangan Melalui Sarana Non Penal.....................………………..

20

E. Pendirian Badan Kordinasi Narkotika Nasional.......................................... 21
F. Pengaturan Penyalahgunaan Narkoba Sebagai Tindak Pidana Dalam
Peraturan Perundang-Undangan Indonesia.................................................

22

III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah……………………………………………………..

24


B. Sumber dan Jenis Data…………………………………………………..

24

C. Penentuan Populasi dan Sampel…………………………………………

26

D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data…………………………….

26

E. Analisis Data…………………………………………………………….

28

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden .......................................................................... ... 29
B. Upaya Penanggulangan Bahaya Narkoba Di Kota Bandar Lampung ........ ... 30
C. Faktor Penghambat Upaya Penanggulangan Bahaya Narkoba Di Kota

Bandar Lampung................................…………………................................ 41
V.

PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................ ... 44
B. Saran ........................................................................................................... ..

DAFTAR PUSTAKA

46

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Istilah “ narkoba “ tergolong belum lama, istilah narkoba ini muncul sekitar tahun
1998, dimana banyak terjadi peristiwa penggunaan atau pemakaian barang-barang
yang termasuk narkotika dan obat-obatan adiktif yang terlarang.

Pengguna atau pemakai atau juga pengedar atau bandar narkotika tersebut barangbarang itu merupakan barang terlarang di masyarakat maka tidak mungkin
diedarkan secara terang-terangan. Dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997,

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik alamiah, sintesis, maupun semi sintesis, yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan.

Pengguna narkoba mulanya adalah orang-orang kalangan menengah keatas karena
selain barang yang sulit didapat dan harganya pun relatif mahal. Narkoba
dijadikan simbol status sosial selaku anak modern. Perkembangan berikutnya
diikuti oleh remaja kota yang kondisi ekonomi lemah tetapi mereka ingin
mengikuti gaya hidup modern akhirnya narkoba pun dikemas sesuai dengan selera
pasar terdiri dari berbagai jenis dengan harga yang terjangkau sehingga
penyalahgunaan dan peredaran narkoba telah menjadi masalah serius yang

2

dihadapi bangsa indonesia saat ini. Sebab penyalahgunaanya terus meningkat dari
tahun ke tahun dan telah masuk ke seluruh lapisan masyarakat terutama dikotakota besar khusus di kota Bandar Lampung.

Hal yang sangat mengkhawatirkan lagi ternyata sebagian besar warga yang
terlibat penyalahgunaan narkoba ini adalah kalangan generasi muda yaitu para

remaja usia sekolah dan mahasiswa. Kondisi tersebut sangat memprihatinkan dan
seharusnya menjadi perhatian seluruh element masyarakat, pemerintah maupun
swasta. Berbagai penanggulangan permasalahan narkoba telah dilakukan salah
satu diantaranya adalah dengan mengadakan penyuluhan-penyuluhan keseluruh
lapisan masyarakat dan pemasangan spanduk-spanduk tentang bahayanya
pemakaian narkoba.

Sedangkan dari data yang didapat dari kepolisian daerah Lampung dari periode
januari sampai bulan desember 2011 terdapat 218 orang pelajar yang melakukan
penyalahgunaan narkoba. tetapi disini tidak dapat diungkapkan sekolah mana
yang siswanya terlibat untuk menjaga nama baik pihak sekolah sedangkan dari
hasil Survey Nasional Penyalahgunaan Narkoba kerja sama antara BNN terhadap
pelajar di Seluruh kabupaten dan kota di Bandar Lampung dari tahun 2007 sampai
tahun 2011 menunjukan pelaku penyalahgunaan narkoba dalam 4 tahun terakhir
terdapat 553 penyalahguna narkoba terhadap pelajar diseluruh kabupaten dan kota
Bandar Lampung.

Penaggulangan narkoba melalui sarana Non Penal yang dilakukan oleh penegak
hukum di kota Bandar Lampung dilakukan dengan cara sebagai berikut :


3

a.

Menumpas jaringan sindikat narkoba hingga ke akar-akarnya melalui
pemutusan jaringan sindikat narkoba dalam dan/atau luar negri dan
penghancuran kekuatan ekonomi jaringan sindikat narkoba dengan cara
penyitaan aset yang berasal dari tindak pidana narkotika melalui penegakan
hukum yang tegas dan keras.

b.

Memberikan pengobatan/perawatan terhadap pengguna Narkoba yang
mengalami ketergantungan di panti-panti pusat rehabilitasi dan pelayanan
bagi korban narkoba.

c.

Mengadakan penyuluhan dan sosialisasi Undang-Undang tentang narkoba.


d.

Melaksanakan program Pencegahan, Pemberantasan Penyalahgunaan dan
Peredaran Gelap Narkoba (P4GN).

e.

Melakukan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkoba secara komprehensif dan sinergis.

f.

Pemusnahan ladang-ladang ganja.

Menurut teori pemidanaan bahwa tujuan pengenaan sanksi pidana terhadap para
pelaku tindak pidana secara refresif juga dapat menanggulangi tindak pidana
secara preventif. Untuk mengatasi terhadap penyalahgunaan narkotika itu perlu
sekali diadakan penerapan ancaman pidana yang berat untuk menyangkal
penyebaran meluasnya penyalahgunaan narkoba khususnya dikota Bandar
Lampung.
Hukuman yang berat merupakan salah satu sarana untuk mencegah dan
memberantas

bertambahnya

penyelundupan,

pengedaran,

dan

pemakaian

narkotika secara ilegal dan disamping perlu juga mengadakan atau melakukan

4

pengawasan yang ketat serta mendirikan pusat-pusat rehabilitasi bagi korban
narkotika. (M. Ridha Ma’roef 1976 : 86)
Pengenaan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana akan mengurangi
terjadinya tindak pidana tersebut, artinya jika sanksi pidana yang diancamkan
oleng Undang-undang narkotika secara benar pada pelaku penyalahguna, maka
secara teoritis penyalahguna narkoba akan berkurang. Contoh kasus, seorang
pemakai ganja dipersidangan mengaku setelah menghisap beberapa ganja yang
dibentuk seperti rokok, badannya terasa enteng dan melayang. Contoh lain
pengguna pil ekstasi merasa dirinya keliatan senang dan kuat bejoget sambil
kepalanya geleng-geleng semalam suntuk, demikian pula dengan pemakai
narkoba jenis sabu-sabu.
Hal ini sangat meresahkan para orang tua yang tidak dapat sepenuhnya memantau
kegiatan anak mereka diluar rumah. Apalagi ancaman penyalahgunaan narkoba
bukan hanya terjadi pada anak dari keluarga broken home saja melainkan juga
anak yang berasal dari rumah tangga harmonis pun bisa menjadi korbannya.
Faktor lingkungan pergaulan adalah sebagai salah satu penyebab mengapa
seorang anak terjerumus kedalam penyalahgunaan narkoba. Namun remaja yang
rentan dipengaruhi pergaulan buruk lingkungan sekitarnya pada umumnya adalah
remaja yang pembinaan dalam keluarga atau sekolahnya masih kurang baik.
Sehingga diperlukanya kerjasama dari berbagai pihak untuk memerangi dampak
negatif dari narkoba terhadap perkembangan masyarakat Indonesia khususnya
remaja-remaja yang masih produktif.

5

Berdasarkan laporan Rekapitulasi data Narkoba BNN Provinsi Lampung, kasus
Narkoba yang terungkap cenderung meningkat. Dari 189 kasus pada bulan
januari, meningkat menjadi 382 kasus pada bulan desember tahun 2011, dengan
kenaikan rata-rata kasus sebesar 70,1% per tahun (Data BNN Provinsi Lampung
Tahun 2011, dalam Rekapitulasi Data Narkoba, BNN Provinsi Lampung Tahun
2011).

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul “Analisis Upaya Non Penal
Penanggulangan Narkoba Oleh Penegak Hukum Di Kota Bandar Lampung”

B. Permasalahan dan ruang lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang
akan dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana upaya non penal penanggulangan bahaya Narkoba di Kota Bandar
Lampung?
b. Apakah faktor-faktor penghambat upaya penanggulangan bahaya Narkoba di
Kota Bandar Lampung?

6

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah analisis upaya non penal penanggulangan
narkoba oleh penegak hukum di Bandar Lampung. Adapun ruang lingkup
penelitian ini adalah dibatasi penelitian yang dilakukan pada wilayah hukum kota
Bandar Lampung.

C. Tujuan dan Kegunaan penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui upaya penanggulangan bahaya Narkoba yang telah
dilakukan di Indonesia khususnya di Kota Bandar Lampung.
b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat upaya penanggulangan
bahaya Narkoba di kota Bandar Lampung.

2. Kegunaan Penelitian

a. Secara teoritis, hasil penelitian diharapkan dapat menjadi sumbangan
pemikiran dari penulis untuk para pemegang kebijakan dalam menanggulangi
kejahatan yang bersifat internasional khususnya dalam rangka menyusun
konsep-konsep untuk menanggulangi bahaya Narkoba.
b. Secara praktis, hasil penelitian dapat diharapkan berguna sebagai masukan bagi
pihak-pihak, baik instansi pemerintahan, aparat penegak hukum, organisasi
kemasyarakatan dan masyarakat pada umumnya dalam rangka menanggulangi
bahaya Narkoba.

7

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis
Kerangka Teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi
dari hasil penelitian atau kerangka acuan yang pada dasarnya untuk mengadakan
identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.
(Soerjono Soekanto, 1998 : 125)
Berbicara tentang upaya non penal penanggulangan Narkoba lebih diutamakan
dari kebijakan penal berorientasi kepada upaya pencegahan dan pembinaan.
Kebijakan non penal dilakukan melalui upaya-upaya yang bersifat preventif dan
premitif

yang

diimplementasikan

melalui

penyuluhan,

safari

narkotika,

penyebaran pamflet dan baliho serta pendekatan terhadap tokoh adat dan agama
serta pembinaan terhadap masyarakat.
Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika merupakan masalah sosial
sekaligus menjadi masalah hukum dalam masyarakat. Penanggulangan terhadap
penyalahgunaan narkotika dilakukan melalui kebijakan yang terarah yang pokok
dalam suatu kebijakan yaitu adanya tujuan (goal), sasaran (objectives) dan
kehendak (purpose). Kebijakan non penal ditunjukan pada anak (termasuk remaja
usia sekolah) dan masyarakat umum. Kebijakan ini bukan hanya menjadi
kehendak pemerintah atau penegak hukum melainkan kehendak seluruh
masyarakat dalam menjamin keberlangsungan generasi bangsa indonesia yang
sehat.

8

Upaya penanggulangan tindak pidana narkotika di Bandar Lampung di gunakan
teori penanggulangaan kejahatan yang diartikan sebagai usaha nasional untuk
penanggulangan bahaya narkoba khususnya di kota Bandar Lampung.
Menurut Barda Nawawi (1992 : 48) penanggulangan diterapkan dengan cara :
1. Penerapan hukum pidana ( Criminal Law Aplication ).
2. Penerapan tanpa pidana ( Prevention Without Punishment ).
3. Pemidanaan lewat media massa ( Influencing vie of Society on Crime and
Funishmen by Massa Media ).
Pada butir (1) Menitikberatkan pada sifat refrensif ( penindakan atau
pemberantasan / penumpasan ) sesudah kejahatan terjadi termasuk dalam sarana
penal. Sedangkan pada butir (2) dan (3) menitikberatkan pada sifat prevetif (
pencegahan / penanggulangan / pengendalian ) sebelum terjadi kejahatan,
dikelompokkan dalam sarana non penal. (Kunarto 1996 : 3)
Tindakan pencegahan terhadap penyalahgunaan narkoba yaitu :
1. Pencegahan Primer atau pencegahan dini ditunjukan kepada yang belum
tersentuh narkoba.
2. Pencegahan sekunder yaitu pencegahan bagi kelompok yang rentan terhadap
narkoba.
3. Pencegahan tersier yaitu pencegahan untuk mencegah kambuh.

Selain upaya pencegahan yang menndukung perlu juga memakai Fase Follow Up
yaitu fase pembinaan khusus setelah penderita keluar dari perawatan yang

9

dilakukan dengan kerjasama antara pihak keluarga dan petugas sosial. (M. Ridha
Ma’roef 1976 : 86)
2. Konseptual

Kerangka konseptual adalah kerangka yang menggabarkan hubungan antara
konsep-konsep khusus yang merupakan arti-arti yang berkaitan dengan istilah
yang ingin diteliti atau diketahui. (Soerjono Soekarto, 1986: 124)
Adapun konseptual yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai
berikut:
a. Analisis adalah merangkum sejumlah data besar data yang masih mentah
menjadi informasi yang dapat diinterpretasikan, Kategorisasi atau pemisahan
dari komponen-komponen atau bagian-bagian yang relevan dari seperangkat
data juga merupakan bentuk analisis untuk membuat data-data tersebut mudah
diatur. Semua bentuk analisis berusaha menggambarkan pola-pola secara
konsisten dalam data sehingga hasilnya dapat dipelajari dan diterjemahkan
dengan cara yang singkat dan penuh arti.
b. Upaya penanggulangan adalah setiap usaha yang dilakukan oleh seluruh
lapisan masyarakat untuk menghentikan atau memberantas bahaya Narkoba,
baik yang bersifat preventif maupun bersifat refresif (Bahan Penyuluhan
Hukum, Departemen Hukum dan HAM RI, 2005: 57).
c. Non Penal adalah pendekatan terhadap kejahatan tanpa menggunakan sarana
pemidanaan, Departemen Hukum dan HAM RI, 2005: 57).
d. Narkoba adalah akronim dari Narkotika, psikoropika dan obat-obatan lainnya
(Bahan Penyuluhan Hukum, Departemen Hukum dan HAM RI, 2005: 57).

10

e. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman
baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan (pasal angka 1 Undang-Undang
Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika).
f. Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
saraf yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku(pasal 1 angka 1 undang-undang Nomor 5 tahun 1997 tentang
Psikotropika).

E. Sistematika Penulisan

I. PENDAHULUAN
Pendahuluan merupakan bagian yang memuat latar belakang masalah, kemudian
permasalahan dan ruang lingkup, selanjutnya juga memuat tujuan dan kegunaan
penelitian, kerangka teoritis dan konseptual sebagai acuan dalam membahas sripsi
ini, serta sistematika penulisan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Bagian ini berisi uraian tentang bahaya narkoba, konsepsi penanggulangan bahaya
narkoba dan pengaturan penyalahgunaan narkoba sebagai tindak pidana dalam
Peraturan Perundang-undangan Indonesia.

11

III. METODE PENELITIAN
Bagian ini merupakan bagian yang menguraikan tentang langkah-langkah yang
akan ditempuh dalam pendekatan masalah, sumber data, jenis data, cara
pengumpulan dan pengolahan data serta analisis data.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Uraian dalam bagian ini terdiri dari tiga subbagian, yaitu subbagian karakteristik
responden, subbagian upaya penanggulangan bahaya Narkoba di Kota Bandar
Lampung dan Subbagian faktor-faktor sosiologis yang menghambat upaya
penanggulangan bahaya Narkoba di kota Bandar lampung.
V. PENUTUP
Bab ini merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan dari hasil penelitian
dan saran yang berkaitan dengan permasalahan yang ada dalam penulisan karya
ilmiah skripsi ini.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Dampak Penggunaan Narkoba
Pengaruh penggunaan narkoba berbeda pada setiap orang, selain tergantung
dengan beberapa takaran yang digunakan, cara pemakaian berapa sering
menggunakan jenis obat apa yang dikonsumsi, juga dipengaruhi oleh kondisi
badan pemakai. Sementara pengaruh yang bisa ditimbulkan dalam jangka pendek
adalah hanya merupakan kenikmatan sesaat seperti dapat menghilangkan stress,
perasaan gembira dan merasa bebas dan juga dapat menghilangkan rasa sakit.
Pengaruh buruknya adalah sulit bernafas, tekanan darah melemah pupil mata
mengecil dan sering merasa ngantuk. Dosis yang tinggi dapat menyebabkan
mabuk bahkan bisa menghentikan fungsi alat-alat tubuh yang dapat berakibat fatal
yaitu kematian. Jenis narkotika dapat mengakibatkan kekebalan tubuh menurun,
pikiran menjadi lamban dan menganggu perkembangan janin bila sedang hamil.
Jenis alkohol bisa mengakibatkan denyut jantung tidak teratur, pendarahan otak
dan dapat terserang stroke.
Secara khusus diuraikan bahwa penyalahgunaan narkoba dalam dosis tinggi
beresiko pada kerusakan pada susunan syaraf otak secara permanen. Lebih bahaya
lagi jika pengunaan tidak disertai dengan resep dokter yang bisa berdampak pada
kematian. Kerusakan pada syaraf otak yang disebabkan oleh penyalahgunaan obat
karena zat aktif dan merusak susunan syaraf. Susunan syaraf merupakan bagian

13

tubuh yang dipakai untuk berfikir, bereaksi dan mengatur gerak beberpa bagian
tubuh

lainya.

Apalagi

beberapa

zat

psikotropika

dapat

menimbulkan

ketergantungan secara fisik dikenal dengan istilah adiksi dan ketergantungan
psikis yang disebut habituasi (Soekedy, 2002: 93).
Narkoba menjadi suatu ancaman dan bahaya dalam masyarakat bila kurang
waspada, dapat menjadi bencana yang bisa saja menimpa kita. Sebagai suatu
pembanding, dapat kita rasakan betapa serius dan kompleksnya musibah bencana
alam yang akhir-akhir ini terjadi di tanah air. Tsunami di Aceh, gempa di NTT,
tanah longsor, gejolak gunung merapi, hingga gempa di jogja dan Jawa Tengah
yang telah menelan banyak korban, distribusi logistic, penyedian tempat
pengungsian dan kegiatan yang tidak mudah dilakukan oleh Pemerintah dan
segenap pihak dalam tempo yang secepat-cepatnya. Mengingatkan kepada kita
tentang perlunya manajemen yang handal dalam menghadapi suatu bencana
massal, tentu termasuk bencana bahaya akibat Narkoba.
Pemakaian Narkoba sangat Mempengaruhi kerja otak yang berfungsi sebagai
pusat kendali tubuh dan mempengaruhi seluruh fungsi tubuh. Karena bekerja pada
otak, narkoba merubah suasana perasaan, cara berfikir, kesadaran dan perilaku
pemakainya. Berdasarkan Itulah sebabnya Narkoba disebut zat psikoaktif.
Menurut Lydia H. martono dan Satya Joewana (2006: 11), ada beberapa macam
pengaruh Narkoba pada kerja otak sebagai berikut:

14

1) Nakoba yang menghambat kerja otak, yang disebut depresansia, yang
menyebabkan kesadaran menurun dan timbul kantuk.Contohnya opoida
(candu, morfin, heroin, petidin), obat penenang/tidur (sedative, dan henotika)
seperti pil KB, Lexo, Rohyp, MG dan sebagainya serta alkohol.
2) Narkoba yang memacu kerja otak yang disebut stimulansia, yang
menimbulkan rasa segar dan semangat, percaya diri meningkat, hubungan
dengan orang lain menjadi akrab, akan tetapi menyebabkan tidak bisa tidur,
gelisah, jantung berdebar lebih cepat dan tekanan darah meningkat. Contohnya
amfetamin, ekstasi, shabu, kokain, dan nikotin yang terdapat dalam tembakau.
3) Narkoba

yang menyebabkan

khayal

yang

disebut

halusinogenetika.

Contohnya LSD, ganja, yang menimbulkan berbagai pengaruh seperti
berubahnya persepsi waktu dan ruang serta meningkatnya daya khayal.
Karena itulah ganja dapat digolongkan sebagai halusinogenetika.

Sel otak pada manusia terdapat macam-macam zat kimia yang disebut
neurotransmitter, Zat kimia ini bekerja pada sambungan sel saraf yang satu
dengan sel saraf yang lainnya (sinaps). Beberapa diantara neurotransmitter itu
mirip dengan beberapa jenis Narkoba. Semua zat psikoaktif (Narkotika,
psikotropika dan bahan aditif lainnya) dapat mengubah prilaku, perasaan dan
pikiran seseorang melalui pengaruhnya terhadap salah satu atau beberapa
neurotransmitter. (Esti Susanti H, 2005 : 4 )
Bagian otak yang bertanggungjawab atas kehidupan perasaan adalah system
limbus, sebagai pusat kenikmatan. Jika Narkoba masuk ke dalam tubuh dengan
cara ditelan, dihirup atau disuntikkan, maka Narkoba mengubah susunan

15

biokimiawi pada system limbus. Karena ada masukan narkoba dari luar, maka
produksi dalam tubuh terhenti atau terganggu, sehingga ia akan selalu
membutuhkan Narkoba dari luar. (Esti Susanti H, 2005 : 5 )
Adapun yang terjadi pada ketergantungan adalah semacam pembelajaran sel-sel
otak pada pada pusat kenikmatan.Jika mengkonsumsi Narkoba, otak membaca
tanggapan orang itu. Jika merasa aman, otak mengeluarkan neurotransmitter
dopain dan akan memberikan kesan menyenangkan. Jika memakai Narkoba lagi,
orang kembali merasa nikmat seolah-olah kebutuhan batinnya terpuaskan. Otak
akan merekamnya sebagai sesuatu yang harus dicari sebagai prioritas sebab
menyenangkan, akibatnya otak membuat program salah, seolah-olah orang itu
memerlukannya

sebagai

kebutuhan

pokok

(terjadi

kecanduan

atau

ketergantungan).
Ketergantungan terhadap seseorang yang memakai narkoba jika tidak timbul
gejala putus zat jika pemakainnya dihentikan atau jumlahnya dikurangi, sehingga
gejalanya bergantung pada jenis Narkoba yang digunakan. Gejala putus opioida
(heroin) mirip orang sakit flu berat, yaitu hidung berair, keluar air mata, bulu
badan berdiri, nyeri otot, mual, muntah, diare dan sulit tidur. Narkoba juga
mengganggu fungsi organ-organ tubuh yang lain seperti jantung, paru, hati dan
system produksi, sehingga dapat timbul berbagai penyakit.
Opioida menyebabkan sembelit, gangguan menstruasi dan impotensi. Jika
memakai jarum suntik bergantian, beresiko tertular virus hepatitis B/C (penyakit
radang hati, juga beresiko tertular HIV/AIDS yang menurunkan kekebalan tubuh,
sehingga mudah terserang infeksi, dan dapat menyebabkan kematian. Ganja

16

menyebabkan hilangnya minat, daya ingat terganggu, gangguan jiwa, bingung,
depresi serta menurunnya kesuburan.Sedangkan kokain dapat menyebabkan
tulang sekat hidung menipis atau berlobang, hilangnya memori, gangguan jiwa,
kerja jantung meningkat dan serangan jantung.
Perasaan nikmat, rasa nyaman, tenang atau rasa gembira merupakan hal yang
pertama yang dicari oleh pemakai Narkoba, sekalipun bahayanya sangat besar,
seperti ketergantungan, kerusakan berbagai organ tubuh, berbagai macam
penyakit, rusaknya hubungan dengan keluarga dan teman-teman, rongrongan,
bahkan kebangkrutan keuangan, rusaknya kehidupan moral, putus sekolah,
pengangguran, serta hancurnya masa depan dirinya. Disamping mengancam
ketahanan nasional bangsa dan Negara Indonesia.

B. Konsepsi Penanggulangan Bahaya Narkoba
Upaya penanggulangan bahaya Narkoba, secara internasional diawali dengan
upaya Liga Bangsa-Bangsa (LBB) yang menyelenggarakan persidangan tentang
cara-cara pengawasan perdagangan gelap obat bius pada tahun 1909 di shanghai,
Cina yang dilanjutkan dengan persidangan Opium Commision (Komisi Opium) di
Den Haag, Belanda pada tahun 1912, telah menghasilkan traktat pertama
mengenai obat bius, yaitu international Opium Convention 1912 (konvensi
Internasional tentang Opium 1912).
Berdasarkan dalam naungan PBB telah dihasilkan Single Convention on Narcotic
Drugs, 1961(konvensi Tunggal Narkotika 1961) di New York, Amerika Serikat
pada tanggal 30 Maret 1961, dan telah diubah dengan 1972 Protokol amending

17

the Single Convention on Narcotic Drugs, 1961 (protocol 1972 tentang Perubahan
Konvensi tunggal Narkotika 1961) dan Convention on Psychotropic Substances,
1971 (konvensi Psikoropika 1971) di Wina Austria pada tangggal 25 Maret 1972,
dan terahir adalah United nations Corventions Against illicit traffic on Narcotic
Drugs and psychotropic Substances, 1988 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
tentang Pemberantasan Peredaran gelap narkotika dan Psikotropika 1988).
Isi pokok dalam Konvensi PBB tentang Pemberantasan Peredaran Gelap
Narkotika dan Psikotropika 1988 tersebut, antara lain menentukan, bahwa
penanggulangan terhadap bahaya Narkoba dilakukan melalui pemberantasan
peredaran gelap narkotika dan psikotropika dengan cara menetapkan sebagai
kejahatan setiap peredaran gelap narkotika dan psikotropika dengan cara
menetapkan sebagai kejahatan mulai dari penanaman, produksi, penyaluran, lalu
lintas, pengedaran sampai kepemakaiannya, termasuk untuk pemakai pribadi.
Sebelum

disahkannya

konvensi

Perserikatan

Bangsa-Bangsa

Tentang

pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika 1988, pada tanggal
17-26 juni 1987 digelar Konfrensi PBB yang membahas masalah mengenai
masalah penyalahgunaan Nakoba dan perdagangan gelapnya (International
Convrence on Drug Abuse andIllicit Trafficking) di Wina, Austria. Pertemuan
yang merupakan konfrensi ke-93 itu, menetapkan beberapa butir kesepakatan
dunia dalam usaha memerangi Narkoba.
Resolusi tersebut disimpulkan beberapa hal penting guna menghadapi bahaya
Narkoba, yaitu perlunya mengadopsi The Declaration and the Comprenchensive
Multidiciplinaty outlaine of future Avtivities in dug abuse Control/CMO

18

(Deklarasi dan garis Besar Multidisiplin Komperenshensif untuk kegiatan
Pengawasan Narkoba), menyetujui semua komitmen dalam konferensi ini sebagai
ekspresi dari kemauan politik bangsa-bangsa dalam menghadapi bahaya Narkoba,
menggunakan CMO sebagai rekomendasi dalam perang melawan Narkoba,
penyebarluasan CMO, serta menetapkan tanggal 26 Junisebagai International Day
Against Drug Abuse Illicit trafficking (IDADAIT) yang di Indonesia dikenal
sebagai Hari Anti Narkoba Internasional (HANI).
Salah satu butir Resolusi PBB tahun 1987 yang berkaitan dengan HANI adalah
momentum ekspresi perjuangan semua Negara dunia untuk melawan bahaya
Narkoba. Karena itu, dalam setiap peringatanm HANI, kegiatan-kegiatan yang
berhubungan dengan masalah narkoba digelar diseluruh penjuru bumi, baik
berupa kampanye massal anti Narkoba, pemusnahan barang bukti Narkoba,
laporan kasus Narkoba yang telah terjadi setahun sebelumnya, perenungan korban
Narkoba, aksi damai hingga kegiatan variatif lainnya.
Berkaitan dengan upaya penaggulangan bahaya Narkoba yang bersifat
internasional di atas, penaggulangan terhadap bahaya Narkoba secara nasional di
Indonesia dilakukan melalui sarana hukum pidana dan sarana non-hukum pidana.

C. Penanggulangan Melalui Sarana Penal
Upaya penaggulangan bahaya Narkoba di Indonesia melalui saran hukum pidana
telah dimulai sejak berlakunya Verdoovende Middelen Ordonnantie(Ordonansi
Obat bius), Stb. 1927 No.2798 jo. No. 536. Ordonansi ini kemudian diganti
dengan Undang-Undang Nomor 9 tahun 1976 tentang narkotika, yang dinyatakan

19

berlaku sejak 26 juli 1976, yang didahului oleh lahirnya Undang-Undang Nomor
8 tahun 1976 tentang Pengesahan konvensi Tunggal narkotika 1961 serta
protokolnya.
Perkembangan terakhir Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika
diganti dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentangNarkotika.
Sementara itu untuk menanggulangi penyalahgunaan psikotropika telah pula
dikeluarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
Lahirnya kedua Undang-Undang tentang Narkoba di atas didahului dengan
keluarnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1996 tentang Pengesahan Konvensi
Psikotropika Tahun 1971 dan Undang-undang Nomor 7 tahun 1997 tentang
pengesahan Konvensi PBB tentang pembrantasan peredaran Gelap Narkotika dan
Psikotropika tahun 1988. Perangkat peundang-undangan untuk menanggulangi
bahaya Narkoba tersebut (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 dan UndangUndang Nomor 22 Tahun 1997) juga dilengkapi dengan berbagai Peraturan
Menteri kesehatan (Permenkes), antara lain tentang Peredaran Psikotropika
(Permenkes nomor 688/Menkes/Per/VII/1997) dan tentang Ekspor dan Impor
Psikotropika (Permenkes Nomor 785/Menkes/per/VII/1997).
Pokok-pokok penanggulangan bahaya Narkoba melalui sarana hukum pidana
menurut Barda Nawawi Arief (2007: 192-193) adalah sebagai berikut :

20

a.

Mengkriminalisasi semua perbuatan yang berhubungan dengan peredaran
gelap Narkoba dan Penyalahgunaannya (mulai dari penanaman, produksi,
mengimpor, dan mengekspor, penyaluran, lalu lintas, pengedaran, memiliki,
menyimpan sampai kepemakaianya termasuk pemakaian pribadi, serta tidak
malporkan adanya penyalahgunaan).

b.

Memberikan kewenangan kepada hakim untuk memerintahkan terpidana
Narkoba yang mengalami ketergantungan untuk menjalani perawatan /
pengobatan.

D. Penangulangan Melalui Sarana Non-Penal
Penaggulangan melalui sarana Non-hukum pidana dilaksanakan kegiatan-kegiatan
sebagai berikut :
a.

Menumpas jaringan sindikat narkoba hingga ke akar-akarnya melalui
pemutusan jaringan sindikat narkoba dalam dan/atau luar negri dan
penghancuran kekuatan ekonomi jaringan sindikat narkoba dengan cara
penyitaan aset yang berasal dari tindak pidana narkotika melalui penegakan
hukum yang tegas dan keras.

b.

Memberikan pengobatan/perawatan terhadap pengguna Narkoba yang
mengalami ketergantungan di panti-panti pusat rehabilitasi dan pelayanan
bagi korban narkoba.

c.

Mengadakan penyuluhan dan sosialisasi Undang-Undang tentang narkoba.

d.

Melaksanakan program Pencegahan, Pemberantasan Penyalahgunaan dan
Peredaran Gelap Narkoba (P4GN).

21

e.

Melakukan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkoba secara komprehensif dan sinergis.

f.

Pemusnahan ladang-ladang ganja.

E. Pendirian badan Koordinasi Narkotika Nasional
Melalui Keputusan Presiden RI Nomor 116 tahun 1999 tanggal 29 desember
1999, lembaga khusus penanganan narkoba di Indonesia bernama Badan
Koordinasi narkotika nasional (BKNN) mulai dibentuk. Lembaga ini merupakan
pengganti Badan Koordinasi Pelasana (BAKOLAK) inpres Nomor 6 tahun 1971,
yaitu sebuah lembaga yang didalamnya terdapat bagian khusus penanganan
Narkoba.Saat itu, pembentuk BKNN didasari kenyataan di mana masalah
Narkoba di Indonesia mulai berkembang pesat.
Pembentukan BKNMN merupakan tanggapan dari masalah-masalah Narkoba
yang sedemikian pesat terjadi. Pada saat itu, hampir diseluruh dunia setiap Negara
mempunyai lembaga khusus dalam penanganan Narkoba, seperti halnya drug
Rnforcement Administration (DEA) di Amerika Serikat, Office of theNarcotics
Control Board (ONCB) di Thailand, atau Control Narcotics Bureau (CNB) di
Singapura.Dengan perubahan tersebut, lembaga terkait mempunyai kekuatan
untuk melakukan penegakan hukum di bidang narkoba dan memiliki anggaran
yang cukup untuk menjalankan fungsinya.
Berdasarkan kepres No.17 tahun 2002 tentang badan Narkotika Nasional (BNN)
tanggal 22 Maret 2002, BKNN berubah nama menjadi BNN. Adapun tugas BNN
adalah mengkoordinasikan semua kegiatan penaggulangan bahaya Narkoba secara

22

nasional, terutama yang dilakukan oleh lembaga Negara. Ketua BNN dijabat oleh
Kapolri, sedangkan operasionalnya dipimpin oleh Kepala Pelaksana harian
(Kalakhar).
Pendirian BNN ini sebagai upaya penanggulangan bahaya narkoba khususnya
yang menggunakan sarana hukum pidana diharapkan lebih efektif dan efisien.
Karena badan ini sesuai dengan tugasnya sebagai koordinasi yang dapat
membantu aparat penegak hukum dalam memecahkan masalah-masalah yang
berkaitan dengan upaya penanggulangan bahaya Narkoba.

F. Pengaturan Penyalahgunaan Narkoba Sebagai tindak Pidana dalam
Peraturan Perundang-Undangan Indonesia.

Penggunaan Narkoba bukan untuk tujuan pengobatan atau lebih dikenal dengan
istilah “penyalahgunaan Narkoba” merupakan tindak pidana yang bersifat
universal. Dikatakan demikian, karena hampir semua Negara anggota PBB
mengakui dan menyatakan, bahwa penggunaan Narkoba bukan untuk tujuan
pengobatan merupakan tindak pidana. Di Indonesia, bahwa penggunaan narkoba
bukan untuk tujuan pengobatan merupakan tindak pidana termuat di dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
Bentuk-bentuk perbuatan dikategorikan sebagai tindak pidana penyalahgunaan
narkoba yang diatur dalam peraturan Perundang-undangan Indonesia adalah
sebagai berikut:

23

a. Menggunakan psikotropika golongan I selain untuk tujuan ilmu pengetahuan,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) Tahun, paling lama
15 (lima belas) Tahun dan pidana denda paling sedikit Rp150.000.000,00
(seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh
ratus lima puluh juta rupiah) (Pasal 59 ayat (1) huruf a. Undang-undang Nomor
5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika).
b. Menggunakan narkoba golongan I, dipidana dengan pidana penjara paling lama
4 (empat) Tahun (pasal 85 huruf a. Undang-undang Nomor 22 tahun 1997
Tentang Narkotika).
c. Menggunakan narkotika golongan II dipidana dengan penjara paling lama 2
(dua) Tahun (Pasal 85 huruf b. Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika).
d. Menggunakan narkotika golongan III, dipidana denga pidana penjara paling
lama 1 (satu) Tahun (Pasal 85 huruf c. Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika).

Pengaturan penyalahgunaan narkoba sebagai pidana dalam Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1997 tentang psikotropika dan Undang-undang Nomor 35 tahun
2009 tentang Narkotika menggarisakan, bahwa narkotika lebih berbahaya
daripada psikotropika jika digunakan tanpa pengawasan dokter atau bukan untuk
pengobatan. Hal ini dapat dinyatakan berdasarkan ketentuan Pasal 85 Undangundang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Berdasarkan ketentuan Pasal 85 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika, semua golongan narkotika, baik golongan I, golongan II dan golongan

24

III dilarang digunakan jika bukan untuk tujuan pengobatan. Sebaliknya
psikotropika yang dilarang digunakan hanyalah psikotropika golongan I,
sedangkan golongan II dan golongan III tidak dilarang.

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Proses pengumpulan dan penyajian sehubungan dengan penelitian ini maka
digunakan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan
Yuridis Normatif adalah suatu pendekatan yang dilakukan dimana pengumpulan
dan penyajian data dilakukan dengan mempelajari dan menelaah konsep-konsep
dan teori-teori serta peraturan-peraturan secara kepustakaan yang berkaitan
dengan pokok bahasan penulisan skripsi ini. Sedangkan pendekatan yuridis
empiris dilakukan untuk mempelajari hukum dalam kenyataan yang ada
khususnya dalam penegakan hukum terhadap produsen narkotika di Indonesia.

B. Sumber dan Jenis data

Sumber dan jenis data dalam penelitian ini hanya menggunakan primer dan data
sekunder.Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari observasi di
lapangan. Dalam rangka penelitian lapangan terutama yang menyangkut pokok
bahasan skripsi ini. Dalam hal ini data diperoleh dengan melakukan wawancara
terhadap beberapa responden. Sedangakan data sekunder yaitu data yang
diperoleh dari bahan literatur kepustakaan dengan melakukan studi dokumen,
arsip yang bersifat teoritis, konsep-konsep, doktrin dan asas-asas hukum yang
berkaitan dengan pokok cara membaca, mengutip dan menelaah peraturan

26

perundang-undangan yang berkenaan dengan permasalahan yang akan di
bahas(Soerjono Soekanto, 1986 : 57), yang terdiri antara lain:
1. Bahan Hukum Primer, antara lain:
a) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Nomor 73
Tahun 1958 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
b) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(KUHAP).
c) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
2. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan
bahan hukum primer dalam hal ini teori-teori yang dukemukakan para ahli dan
peraturan-peraturan pelaksana dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah,
Kepres, Perda.
3. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang terdiri dari:
a) Literatur
b) Kamus
c) Internet, surat kabar, dan lain-lain

27

C. Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi yaitu jumlah keseluruhan dari unit analisa yang dapat diduga-duga.
Populasi adalah sejumlah manusia atau unit yang mempunyai ciri-ciri dan
karakteristik yang sama (Soerjono Soekanto, 1986 : 72). Populasi dalam
penelitian ini adalah Kepolisian Resor Kota Bandar Lampung.
Sampel merupakan sejumlah objek yang jumlahnya kurang dari populasi. Pada
sampel penelitiannya diambil dari beberapa orang populasi secara “purposive
sampling” atau penarikan sample yang bertujuan dilakukan dengan cara
mengambil subjek berdasarkan pada tujuan tertentu (Masri Singarimbun dan
Sofian Efendi, 1987 : 152).
Dalam penelitian ini responden sebanyak 3 orang, yaitu :
1. Badan Narkotika Nasional Povinsi Lampung

: 3 orang

2. Kepala Unit Narkoba Polresta Bandar Lampung

: 1 orang

Jumlah

: 4 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan, dengan studi pustaka dan studi
literatur.
a. Studi Pustaka

28

Studi kepustakaan dilakukan dengan cara mempelajari undang-undang,
peraturan pemerintah dan literatur hukum yang berkaitan dengan pokok
bahasan. Hal ini dilakukan dengan cara membaca, mengutip dan
mengidentifikasi data yang sesuai dengan pokok bahasan dan ruang lingkup
penelitian ini
b. Studi lapangan
Studi lapangan dilakukan melalui wawancara dengan responden yang telah
direncanakan sebelumnya. Metode yang dipakai adalah pengamatan langsung
dilapangan serta mengajukan pertanyaan yang disusun secara teratur dan
mengarah pada terjawabnya permasalahan dalam penulisan skripsi ini.

2. Pengolahan Data

Tahapan pengolahan data dalam penelitian ini meliputi kegiatan-kegiatan sebagai
berikut:
1. Identifikasi data, yaitu mencari data yang diperoleh untuk disesuaikan dengan
pembahasan yang akan dilakukan dengan menelaah peraturan, buku atau
artikel yang berkaitan dengan judul dan permasalahan.
2. Klasifikasi data, yaitu hasil identifikasi data yang selanjutnya diklasifikasi
atau dikelompokkan sehingga diperoleh data yang benar-benar objektif.
3. Penyusunan data, yaitu menyusun data menurut sistematika yang telah
ditetapkan

dalam

penelitian

menginterpresentasikan data.
E. Analisis Data

sehingga

memudahkan

peneliti

dalam

29

Analisis terhadap data yang diperoleh dilakukan dengan cara analisis kualitatif
yaitu analisis yang dilakukan secara deskriktif yakni penggambaran argumentasi
dari data yang diperoleh di dalam penelitian. Dari hasil analisis tersebut
dilanjutkan dengan menarik kesimpulan secara kualitatif yaitu suatu cara berfikir
yang didasarkan pada realitas yang bersifat umum yang kemudian disimpulkan
secara khusus.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden

Sebelum sampai pada hasil penelitian dan pembahasan, perlu penulis uraikan
terlebih dahulu mengenai karakteristik responden. Responden adalah orang yang
memberi atau mengetahui secara jelas atau menjadi sumber informasi (Kamus
Besar Bahasa Indonesia, 1997: 609).

Biodata Responden
1. Nama

: Drs. Zoelpikar Zoebir

Pendidikan

: Sarjana (S-1)

Instansi

: Petugas Badan Narkotika Propinsi

Jabatan

: Kepala Pelaksana Harian Sekretariat

2. Nama

: Noer Afifah Dwi Lestari

Pendidikan

: SMU sederajat

Instansi

: Petugas Badan Narkotika Propinsi

Jabatan

: Staf Sekretariatan

3. Nama

: Adi Saputra

Pendidikan

: SMU sederajat

Instansi

: Petugas Badan Narkotika Propinsi

31

Jabatan

: Staf Sekretariatan

4. Nama

: Iptu. Hari Sutrisno S.H

Pendidikan

: Sarjana (S-1)

Instansi

: Poltabes Bandar Lampung

Jabatan

: Kepala Unit Narkotika Poltabes Bandar Lampung

Penentuan responden ini berdasarkan pada pertimbangan bahwa para responden
dapat mewakili dan menjawab permasalahan yang penulis angkat dalam skripsi
ini. Jawaban yang diberikan oleh penulis berdasarkan pengetahuan dan
pengalaman para responden di lembaga atau institusinya masing-masing, sehingga
dalam penelitian ini dapat diperoleh informasi yang dapat dipertanggung
jawabkan.

B. Bagaimana Upaya Penanggulangan bahaya Narkoba di Kota Bandar
Lampung

Berikut ini ada beberapa data jumlah Narkoba atau Narkotika dan Psikotropika.
Hasil dari tindak pidana dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel jumlah narkoba, narkotika dan psikotropika hasil tindak pidana di Bandar
Lampung Tahun 2010 sampai dengan 2011.

NO

BULAN

TAHUN 2010

TAHUN 2011

1.

Maret

60 KG GANJA

80 KG GANJA

2.

Juni

600 BUTIR EKSTASI

700 BUTIR EKSTASI

3.

Agustus

400 BUTIR INEKS

600 BUTIR INEKS

4.

Desember

10 GRAM PUTAU

25 GRAM PUTAU

Sumber : Majalah Bulanan BNP Tahun 2011

32

Dari hasil tabel diatas dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2011 mengalami
kenaikan jumlahnya dari tahun 2010 mengenai narkotika itu sendiri. Hal ini
dikarenakan peran masyarakat tidak bekerjasama dengan pihak kepolisian.
Akibatnya bukan berkurang jumlah peredaran narkotika di Bandar Lampung
tetapi malah justru bertambah pesat, hal ini yang dikatakan oleh Zoelpikar Zoebir
sewaktu

penulis

melakukan

penelitian

di

lapangan.

Zoelpikar

Zoebir

menambahkan aparat hukum terdapat pula sebagai pemakai dan pengedar
narkotika yang terdapat di Lampung Tengah kasusnya. Untuk itu perlu peraturan
atau undang-undang narkotika yang tegas sehingga membuat segala lapisan
masyarakat baik sipil maupun militer menjadi takut untuk mencoba apalagi
mengedarkan narkotika.

Sesuai dengan tugas dan fungsi Badan Narkotika Propinsi menurut SK Gubernur
Nomor 33 Tahun 2004 maka dapat diketahui bahwa peranan Badan Narkotika
Propinsi dalam upaya penanggulangan tindak pidana narkotika di Bandar
Lampung adalah :

a) Badan Narkotika Propinsi melakukan kebijakan dalam menyusun langkahlangkah antisipasi
operasionalisasi

penyalahgunaan Narkotika, serta dilakukan upaya

penanggulangan

dalam

bentuk

program

pembinaan,

pengawasan dan pengendalian terhadap seluruh kegiatan yang berhubungan
dengan Narkotika.
b) Melaporkan secara berkala kepada Gubernur
c) Mengkordinasikan Dinas/Instansi/Lembaga pemerintah yang terkait.

33

d) Melaksanakan kerjasama Nasional, Regional/antar daerah dan wilayah dalam
rangka penanggulangan masalah Narkotika

Berdasarkan hasil wawancara dengan Staf Sekretariat di BNP yaitu Noer Afifah
bahwa antisipasi penyalahgunaan narkotika telah dilakukan namun belum ada
perubahan didalam penanggulangan, peredaran dan pemberantasan narkotika.
Misalnya anggota BNP melakukan kerjasama dengan GRANAT dan Polisi
melakukan penyuluhan-penyuluhan disekolah-sekolahdan tempat-tempat hiburan
malam. Menurut Noer Afifah bahwa BNP rutin melaporkan setiap perkembanganperkembangan mengenai masalah penanggulangan narkotika yang berkerjasama
secara Nasional, Regional, maupun wilayah kepada Gubernur. BNP juga
melakukan kejasama terhadap Dinas/Instansi/Lembaga Pemerintah yang terkait
serta memberikan laporan tentang peredaran narkotika yang ada di Bandar
Lampung kepada Badan Narkotika Nasional.

Menurut Kepala Pelaksana Harian BNP Zoelpikar Zoebir bahwa segala usaha
telah diberikan untuk mengantisipasi penyalahgunaan narkotika akan tetapi
hasilnya nihil, hal ini disebabkan anggota kepolisian kurang menerapkan aturan
hukum secara efektif dikalangan para pejabat dan anggota kepolisian itu sendiri.
Kebanyakan para aparat hukum dan pejabat itu sendiri menjadi pemakai narkotika
sehingga belum adanya sanksi tegas yang diberikan kepada mereka, dengan
demikian masyarakat menjadi resah dan peredaran narkotika menjadi merajalela.
Zoelpikar juga menyatakan bentuk laporan rutin yang dilakukan secara berkala
kepada Gubernur tentang perkembangan peredaran, penyalahgunaan dan
antisipasi pemakaian narkotika di kalangan remaja khususnya dan masyarakat

34

pada umumnya. Zoelpikar mengkordinasi Dinas/Instansi/Pemerintah yang terkait
untuk dapat bekerjasama secara Nasional, Regional dan antar wilayah dalam
rangka penanggulangan masalah Narkotika di Bandar Lampung.

Menurut penulis sendiri dapat disimpulkan bahwa BNP itu sendiri telah
melakukan operasionalisasi penanggulangan dalam bentuk program pembinaan,
pengawasan dan pengendalian terhadap masalah narkotika. Namun penulis
menganggap BNP belum efektif dan efesien melakukan upaya penanggulangan
serta antisipasi penyalahgunaan narkotika. Penulis beranggapan bahwa belum
adanya kerjasama yang baik antara pihak kepolisian dan BNP itu sendiri, hal ini
menjadi sebuah catatan di BNP bahwa segala upaya penanggulangan yang
dilakukan tidak dapat berjalan jika kerjasama antara pihak kepolisian dan BNP
tidak terjadi dengan baik.

Peranan Badan Narkotika Propinsi dalam upaya penanggulangan tindak pidana
narkotika di Bandar Lampung adalah :

a) Badan Narkotika Propinsi melakukan penyuluhan-penyuluhan di sekolahsekolah baik tingkat dasar sampai dengan Perguruan Tinggi yang bekerjasama
dengan pihak kepolisian, menurut responden.
b) Badan Narkotika Propinsi melakukan pemantauan / suvei ke lapangan
mengenai peredaran dan penyalahgunaan narkotika yang ada di Bandar
Lampungn serta daerah sekitarnya.
c) Badan Narkotika Propinsi melakukan pengawasan terhadap para pecandupecandu narkoba di pusat-pusat panti rehabilitasi yang ada di Bandar Lampung
dan sekitarnya

35

d) Badan Narkotika Propinsi melakukan upaya penanggulangan tindak pidana
narkotika dengan membentuk satgas-satgas di bidang keamanan dan tempat
rehabilitasi khusus bagi pecandu narkotika dan sejenisnya.

Mengenai Badan Narkotika Propinsi dapat kita ketahui bahwa secara garis
besarnya merupakan suatu Lembaga / Instansi di bawah naungan Gubernur, oleh
karena itu belum memiliki suatu komponen ataupun kewenangan di dalam
peranannya memberantas peredaran narkoba. Jadi Badan Narkotika itu sendiri di
bawah pengawasan Badan Narkotika Nasional yang