PELAKSANAAN HAK NARAPIDANA ANAK UNTUK MENDAPAT PENDIDIKAN WAJIB BELAJAR 9 TAHUN (Studi di lembaga pemasyarakatan Kelas II A Kotabumi Lampung Utara)

(1)

PELAKSANAAN HAK NARAPIDANA ANAK UNTUK MENDAPAT PENDIDIKAN WAJIB BELAJAR 9 TAHUN

(Studi di lembaga pemasyarakatan Kelas II A Kotabumi Lampung Utara)

Oleh : EDI SENTOSA

Anak adalah karunia Tuhan yang terbesar bagi keluarga, agama, bangsa, dan negara. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara anak adalah penerus cita-cita bagi kemajuan suatu negara. Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pembidanaan dalam tata peradilan pidana. Dalam Pasal 20 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan bahwa Negara, Pemerintah, Masyarakat, Keluarga dan Orang Tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Bentuk perlindungan tersebut diantaranya adalah dalam hal Anak yang berhadapan dengan hukum dan itu merupakan kewajiban tanggung jawab Pemerintah dan masyarakat. Selain itu di dalam Pasal 48 UU No. 23 Tahun 2002 juga disebutkan bahwa pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua anak. Sehubungan dengan hal tersebut, maka penulis memahami bahwa hak pendidikan bagi narapidana anak sangatlah penting bagi perkembangan narapidana anak itu sendiri. LAPAS adalah tempat untuk melakukan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan, sifat dari pemidanaan terhadap Anak Pidana adalah untuk memberikan pelajaran kepadanya agar tidak melakukan perbuatan tindak pidana kembali dan dapat berguna bagi masyarakat disekitarnya. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka penulis tertarik untuk melukukan pengkajian secara labih mendalam tentang bagaimanakah pelaksanaan pendidikan bagi narapidana anak di Lembaga Pemasyarakatan serta faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat terlaksananya hak pendidikan Narapidana Anak di Lembaga Pemasyarakatan Penelitian dalam skripsi ini penulis melakukan dengan pendekatan Yuridis Normatif dan Yuridis Empiris, dilakukan dengan cara mempelajari buku-buku, peraturan Perundang-undangan dan mengadakan penelitian di lapangan terhadap pihak-pihak yang dianggap mengetahui permasalahan yang berhubungan dengan hak pendidikan narapidana anak di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kotabumi Lampung Utara.


(2)

Hak Pendidikan Narapidana Anak di LAPAS Anak Kelas II A Kotabumi Lampung Utara, maka dapat disimpulkan sebagai salah satu program kegiatan dari pembinaan LAPAS Anak Kelas II A Kotabumi Lampung Utara memberikan program paket kepada Narapidana Anak agar tetap mendapat haknya sebagai warga negara. Pembinaan intlektual ini bertujuan agar Narapidana Anak dapat mengaktualisasikan dirinya sebagai makhluk yang berakal budi. Dalam melaksanakan pendidikan Narapidana Anak di LAPAS Anak Kelas II A Kotabumi Lampung Utara dilaksanakan berdasarkan pada Pasal 22 ayat (1) UU No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Pasal 1 Angka 1 (satu) Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional selain itu memakai MoU Dirjen Pendidikan Luar Sekolah, pemuda dan olahrga Depdiknas dengan Dirjen Pemasyarakatan LAPAS Anak Kelas II A Kotabumi Lampung Utara dijadikan percontohan LAPAS Anak. Faktor penghambat pelaksanaan pendidikan di LAPAS Anak kelas II A Kotabumi Lampung Utara yaitu : kurangnya personil dan mutu sumber daya tenaga pengajar, pendanaan yang kurang memadai, kurang nya keterlibatan pihak swasta dan instansi pemerintah dalam mendukung pendidikan di LAPAS Anak Kelas II A Kotabumi Lampung Utara.

Berdasarkan kesimpulan di atas maka saran yang dapat penulis kemukakan adalah perlu adanya peningkatan kualitas dan mutu sumber daya tenaga pengajar, program paket belajar baik paket A, paket B maupun paket C. Sebaiknya perlu diadakannya penambahan tenaga pengajar program tenaga pengajar untuk semua program paket belajar. Sebaiknya melakukan kerjasama dengan pihak-pihak baik dengan instansi pemerintah maupun swasta yang peduli dengan hak Pendidikan Narapidana Anak.


(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga telah menegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum, tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka. Bahkan dalam Amandemen ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 1 ayat (3)

yang dinyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Hukum

menetapkan apa yang harus dilakukan dan atau apa yang boleh serta yang dilarang. Sasaran hukum yang hendak dituju bukan saja orang yang nyata-nyata berbuat melawan hukum, melainkan juga perbuatan hukum yang mungkin akan terjadi, dan kepada alat perlengkapan negara untuk bertindak menurut hukum. Sistem bekerjanya hukum yang demikian itu merupakan salah satu bentuk penegakan hukum.1

Sistem hukum Indonesia, dikenal hukum kepidanaan yakni sistem aturan yang mengatur semua perbuatan yang tidak boleh dilakukan (yang dilarang untuk dilakukan) yang disertai sanksi yang tegas bagi setiap pelanggar aturan pidana

1


(4)

tersebut serta tata cara yang harus dilalui bagi pihak yang berkompeten dalam penegakannya.2

Hukum pidana Indonesia, berpegang pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Indonesia (KUHAP) dan peraturan perundang-undangan pidana lainnya yang mengatur secara khusus. Sementara itu, dalam Pasal 10 KUHP dikenal dua macam pidana yakni pidana pokok dan tambahan, dimana salah satu pidana pokoknya adalah pidana penjara yang mana orang yang menjalani pidana penjara lazim disebut sebagai narapidana.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan sebagai salah satu peraturan perundang-undangan yang sangat terkait dengan pelaksanaan pidana penjara tersebut telah memberikan pengertian mengenai narapidana yaitu dalam Pasal 1 angka 7 yang menyatakan bahwa narapidana adalah terpidana yang menjani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS).

Anak yang melakukan tindak pidana adalah anak yang berusia 16 (enam belas) tahun saat melakukan perbuatan tindak pidana, demi memberikan perlindungan terhadap anak yang melakukan tindak pidana karena mereka juga manusia yang dapat melakukan kesalahan dan kekhilafan maka wajib disidangkan di lingkungan peradilan anak.3

Pelaku yang melakukan perbuatan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan untuk menjalani pidana sebagai konsekuensinya tidak jauh berbeda seperti halnya

2

Evi hartanti. 2007. Hal: 39.

3


(5)

orang dewasa yang melakukan perbuatan tindak pidana, mereka menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut dengan LAPAS untuk dididik untuk dapat dikembalikan kepada masyarakat paling lama sampai usia 18 tahun. LAPAS adalah tempat melakukan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan, sifat dari pemidanaan terhadap anak pidana adalah untuk memberikan pelajaran kepadanya agar tidak melakukan perbuatan pidana kembali dan dapat berguna bagi masyarakat disekitarnya.

Pasal 1 angka 3 UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menyebutkan bahwa LAPAS adalah tempat melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Pidana. Dalam hal LAPAS Anak maka seperti yang diamanatkan oleh Pasal 60 UU No. 3 Tahun 1997 Anak Pidana yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di LAPAS khusus bagi anak dan terpisah dari orang dewasa.

Sesuai dengan tujuan sistem pemasyarakatan yakni diselenggarakan dalam membentuk para warga binaannya (nara pidana) agar menjadi manusia yang seutuhnya dan dapat diterima kembali oleh masyarakat. Hal itu dapat kita lihat dalam Pasal 2 UU. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan :

“Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk

Warga Binaan Pemasyarakatan agar lebih menjadi manusia yang seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindakan pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup

secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab”

Pasal 14 UU No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan telah mengatur hak-hak dari narapidana yang dimana narapidana anak juga mendapatkan hak-hak tersebut terkecuali dalam mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang telah


(6)

dilakukan, dengan kata lain narapidana anak tidak boleh bekerja karena dalam hal anak menjadi narapidana hanya kehilangan hak kemerdekaannya saja sedangkan hak-hak yang lain masih tetap melekat padanya.4

Tujuan dari sistem pemasyarakatan adalah untuk membentuk warga binaan agar menjadi manusia yang seutuhnya kembali kepada fitrah yang sebenarnya dalam hubungan dengan Tuhan dan sesama manusia dan lingkungan sekitarnya. Pemasyarakatan bukanlah semata-mata merupakan tujuan pidanaan, akan tetapi merupakan suatu proses yang bertujuan memulihkan kembali kesatuan hubungan kehidupan penghidupan antara individu anak pidana dengan anak pidana lainnya maupun antara individu dengan masyarakat dimana ia akan kembali menjadi angggotanya. Pemasyarakatan adalah sistem yang sesuai dengan tuntutan para aktivis kemanusian yang mengingatkan perlindungan Hak Asasi Manusia yang mencerminkan aspirasi nasional dan kebudayaan bangsa yang melekat dalam diri falsafah pancasila.

Sistem pemasyarakatan berfungsi menyiapkan Warga Binaan Pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan berrtanggung jawab. Memperhatikan isi dari Pasal 29 ayat (1) UU No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dinyatakan bahwa salah satu hak yang melekat pada anak pidana adalah hak pendidikan, karena anak pidana bukanlah objek akan tetapi subjek

4


(7)

yang harus dilindungi masa depannya sebagai karunia Tuhan yang terbesar bagi keluarga, agama, bangsa dan Negara.5

Pasal 6 ayat (1) UU No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan disebutkan bahwa pembinaan dilakukan oleh LAPAS dan BAPAS, pembinaan sendiri dilakukan atas unsur :

a. Pengayoman;

b. Persamaan perlakuan dan pelayanan; c. Pendidikan;

d. Pembimbingan;

e. Penghormatan harkat dan martabat manusia;

f. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan; dan

g. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu.

Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pembidanaan dalam tata peradilan pidana. Dalam Pasal 20 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan bahwa Negara, Pemerintah, Masyarakat, Keluarga dan Orang Tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Bentuk perlindungan tersebut diantaranya adalah dalam hal Anak yang berhadapan dengan hukum dan itu merupakan kewajiban tanggung jawab Pemerintah dan masyarakat. Selain itu di dalam Pasal 48 UU No. 23 Tahun 2002 juga disebutkan bahwa pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 5


(8)

(sembilan) tahun untuk semua anak. Sehubungan dengan hal tersebut, maka penulis memahami bahwa hak pendidikan bagi narapidana anak sangatlah penting bagi perkembangan narapidana anak itu sendiri.6

Meskipun anak mempunyai status sebagai narapidana, Narapidana Anak tetap berhak mendapatkan pendidikan. Karena, pendidikan merupakan hak yang harus tetap terpenuhi, sekalipun mereka berada dalam masa hukuman. Hal ini dikarenakan Narapida Anak tidak mendapatkan pendidikan, padahal usianya berkisar 13 tahun hingga 17 tahun, atau masih pada tingkatan SMP/SMA. Paling tidak mereka mendapatkan pendidikan paket B atau paket C, termasuk keterampilan dan olahraga.

Kepala Lapas Anak Tanjung Gusta Medan Arpan, mengatakan peran pemerintah untuk mencerdaskan pendidikan para tahanan di lapas anak sangat kurang. Hal itu dikatakannya saat meninjau pelaksanaan UN delapan tahanan di lapas yang ia pimpin, Senin (25/4/2011).Telah kita ketahui, banyak media dan pihak pemerintah datang. Tetapi sayangnya hanya untuk melihat dan kenapa tidak ada tanggapan berupa meningkatkan mutu pendidikan di Lapas," ujarnya.Ia berharap, dengan datangnya para petinggi pemerintah terutama perwakilan Diknas Pemprovsu, ada tanggapan berupa diberikannya fasilitas pendidikan bagi anak-anak di lapas. "Tulis di media Anda besar-besar pemerintah kurang memperhatikan pendidikan di Lapas. Jangan hanya datang ketika ada perlu saja," ujar Arpan.7

Kurangnya perhatian dari pihak terkait pendidikan khususnya pemerintah di daerah baik pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota merupakan salah satu kendala dalam pemenuhan hak narapidana anak dalam hal pendidikan. Padahal

6

Pasal 48. UU No. 23 Th 2002.

7


(9)

kita ketahui pendidikan anak sekalipun ia didalam penjara masih tetap dipikirkan dan diatur dalam UU.8

Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kotabumi Lampung Utara atau yang dikenal dengan LAPAS Kotabumi, pembinaan dan pendidikan napi anak-anak di LAPAS ini belum optimal. Pasalnya, di LAPAS Kelas II A Kotabumi Lampung Utara ini, pembinaan bimbingan rohani dan bimbingan keterampilan hidup Narapidana Anak masih belum cukup memadai. Padahal kita ketahui bahwa telah diatur di dalam UU Narapidana Anak memiliki hak memperoleh pendidikan dan dalam rangka Wajib Belajar Sembilan Tahun.

Hasil laporan dari Plt Kepala Kanwil Kemenkum HAM RI wilayah Lampung Drs Radja Grand Sjachputra Bc IP SH MSi MM, Lapas dan Rutan yang ada di propinsi Lampung secara total telah mengalami kelebihan kapasitas hunian hingga mencapai 45 persen.Dengan perincian kapasitas 3137 orang, dengan jumlah penghuni sejumlah 4373 orang narapidana dan tahanan. Khusus di Bandar Lampung sendiri, jumlah narapidana dan tahanan di 3 Lapas dan 1 Rutan sejumlah 2056 dengan perincian narapidana sejumlah 1559 orang serta tahanan sejumlah 497 orang.9

Semua LAPAS kabupaten/kota berkoordinasi dengan LAPAS Kotabumi untuk mendidik narapidana anak. Pendidikan khusus napi anak itu dengan mengikutkan napi pada program paket A, B, dan C. Untuk mengikuti pendidikan kejar paket itu, semua LAPAS yang ada di kabupaten/kota di Provinsi Lampung harus mengirimkan narapidana anak ke LAPAS Kotabumi, sedangkan anggaran yang tersedia masih terbatas.10

8

Pasal 3. PP RI. No 32.Th 1999.

9

Kepala Kanwil Kemenkum HAM RI wilayah Lampung

10


(10)

Hal ini dikarenakan percontohan LAPAS anak di Kotabumi baru aktif dioprasikan satu tahun ini. Sehingga, masih dalam tahap koordinasi dan pematangan kinerja internal. Target dari Kantor Wilayah Hukum dan Ham usia lebaran nanti berkoordinasi dengan PKMB Kotabumi untuk menyelenggarakan pendidikan

Paket sesuai dengan kebutuhan narapidana anak yang ada di LAPAS Bandar Lampung. Kendala pendidikan khusus narapidana anak sebenarnya karena belum adanya lapas anak di Bandar Lampung, dan baru ada satu di Provinsi Lampung yaitu di Kotabumi Lampung Utara. Narapidana anak juga memerlukan perhatian khususnya pendidikan agar masa depannya tidak suram, terutama setelah lapas dari LAPAS.

Pendidikan merupakan hak yang harus tetap terpenuhi, sekalipun mereka berada dalam masa hukuman. Hal ini dikarenakan narapidana anak diKotabumi tidak mendapatkan pendidikan, padahal batas usianya berkisar 13 tahun hingga 17 tahun, atau masih pada jenjang pendidikan tingkatan SMP/SMA. Paling tidak mereka mendapatkan pendidikan paket B atau paket C, termasuk keterampilan dan olahraga. Walaupun statusnya sebagai narapidana, mereka tetap berhak mendapatkan pendidikan.

Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana. Pasal 20 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan bahwa Negara, Pemerintah, Masyarakat, Keluarga dan Orang Tua berkewajiban dan


(11)

bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Bentuk perlindungan tersebut diantaranya adalah dalam hal anak yang berhadapan dengan hukum dan itu merupakan kewajiban tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.11

Selain itu di dalam Pasal 48 UU No. 23 Tahun 2002 juga disebutkan bahwa pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua anak12. Sehubungan dengan hal tersebut, maka penulis memahami bahwa hak pendidikan bagi narapidana anak sangatlah penting bagi perkembangan narapidana anak itu sendiri. Bahkan tidak hanya itu, anak yang mengalami hukuman juga harus terpenuhi hak-haknya, seperti kesempatan untuk bermain, mendapatkan waktu luang dan perlindungan kesehatan.

Berdasrkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis tertarik untuk melakukan pengkajian secara lebih mendalam tentang : Pelaksanaan Hak Narapidana Anak untuk Mendapat Pendidikan Wajib Belajar 9 Tahun” ( Studi Kasus di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kotabumi Lampung Utara)

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan dalam penelitian ini adalah

11

Pasal 20. UU No. 23. Th 2002.

12


(12)

a. Bagaimanakah pelaksanaan hak anak untuk mendapatkan pendidikan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kotabumi Lampung Utara ?

b. Faktor-faktor apa sajakah yang menjadi penghambat terlaksananya hak pendidikan Narapidana Anak di lembaga pemasyarakatan Kelas II A Kotabumi Lampung Utara ?

2. Ruang Lingkup

Untuk membatasi permasalahan diatas maka, penulis membatasi permasalahan hanya pada pelaksanaan pendidikan bagi Narapidana Anak di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas II A Kotabumi Lampung Utara, dan mengetahui faktor penghambatnya. Sedangkan ruang lingkup lokasinya di LAPAS Anak Kota Bumi Lampung Utara.

C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang akan dibahas, maka tujuan penelitian dari skripsi antara lain:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan hak Narapidana Anak untuk mendapatkan pendidikan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kotabumi Lampung Utara


(13)

2. Untuk mengetahui Faktor-faktor yang menjadi penghambat terlaksananya hak pendidikan narapidana anak di lembaga pemasyarakatan Kelas II A Kotabumi Lampung Utara

2. Kegunaan Penelitian a. Teoristis

1. Memperkaya ilmu pendidikan bagi penulis khususnya dan masyarakat pada umumnya.

2. Memberikan sumbangan penting dan memperluas kajian tentang penerapan hak pendidikan bagi narapidana anak.

b. Praktis

Kegunaan secara Praktis penelitian ini merupakan sumbangan pemikiran bagi masyarakat luas untuk dpat dijadikan pedoman dalam pendidikan dan pembinaan narapidana khususnya narapidana anak.

D. Kerangka Teori dan Konseptual 1. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah kerangka yang sebenarnya yang merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk


(14)

mengadakan indikasi atau kesimpulan terhadap demensi-demensi sosial yang dianggap relefan untuk penelitian oleh seorang peneliti.13

Untuk membahas permasalahan dalam skripsi ini, penulis bersandarkan kepada ketentuan UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam Pasal 2 UU No. 12 Tahun 1995.

“Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar lebih menjadi manusia yang seutuhnya, menyadari kesusilaan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup

secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab”

Selain itu dalam Pasal 29 ayat (1) UU No. 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan dikatakan bahwa “anak negara memperoleh hak-hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, kecuali huruf g dan i”.

Dalam Pasal 1 Angka satu Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, disebutkann bahwa pendidikan adalah perbuatan usaha sadar untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengbangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara melalui :

Proses pemasyarakatan :

Tahap 1, Pada tahap ini disebut sebagai tahap admisi dan oreantasi dalam LAPAS, yaitu pada saat Narapida Anak menjalani pidananya dari 0 sampai 1/3

13


(15)

masa pidananya. Narapidana Anak yang baru mendapatkan putusan hakim dalam sidang pengadilan dan abru masuk kedalam LAPAS mendapatkan pengamanan semaksimal mungkin. Pada tahap ini kegiatan pembinaan meliputi admisi dan oreantasi, serta pembinaan dalam LAPAS. Dalam kegiatan admisi pembinaan meliputi penerimaan, pendaftaran dan penempatan.

Tahap II, Pembinaan ini dimulai setelah menjalani 1/3 sampai 2/3 masa pidana yang dijalani. Pada tahap ini Narapidana Anak mendapatkan penerapan keamanan yang bersifat medium security, hal ini karena Narapidana Anak telah mulai menyesuaikan diri dengan lingkungan LAPAS. Pada tahap ini Narapidana Anak tidak lagi dalam masa karantina, tetapi sudah bergaul dengan yang lainnya.

Tahap III, disebut juga sebagai tahap asimidasi. Tahap ini dimulai setelah menjalani ½ sampai 2/3 masa pidanya, sistem keamanan yang diterapkan pada tahap ini mash memakai medium security. Dalam tahap ini memungkinkan Narapidana Anak dapat melakukan kegiatan diluar LAPAS agar dapat menyesuaikan dengan lingkungan masyarakat diluar LAPAS.

Tahap IV, disebut sebagai tahap integrasi, Narapidana Anak telah menjalani 2/3 masa pidananya samapai dia lepas. Kerena telah menjelang masa bebas maka Narapidana Anak akan mendapatkan penerapapan sistem keamanan yang bersifat minimum security. Pengawasan selain dilakukan oleh LAPAS juga dilakukan oleh instansi lain yang terkait seperti, Bapas, Kejaksaan negri dan POLRI. Pada tahap ini Narapidana Anak harus dikondisikan untuk terbiasa hidup dalam masyarakat denagn pembinaan yang bewujud pelepasan bersyarat dan cuti menjelang bebas.


(16)

- Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum14

menurut Soerjono Soekanto menyatakan ada lima faktor yang mempengaruhi bekerjanya hukum dimasyarakat, yaitu : Sarana Prasarana.

2. Konseptual

Menurut pengertian (Soerjono Soekanto,1986:124) kerangka konseptual adalah suatu kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan anti-anti yang berkaitan dengan istilah yang ingin diteliti, baik dalam penelitian normatif maupun empiris.

Hal ini dilakukan, dimaksudkan agar tidak terjadi kesalah pahaman dalam melakukan penelitian. Maka disini akan dijelaskan tentang pengertian pokok yang dijadikan konsep dalam penelitian, sehinga akan memberikan batasan yang tetap dalam penafsiran terhadap beberapa istilah.

Istilah-istilah yang dimaksud adalah :

1. Pelaksanaan pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani narapidana dana anak Didik Pemasyarakatan.15

2. Pendidikan adalah perbuatan usaha sadar untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan 14

Soerjono Soekanto dan mustafa abdullah, sosiologi hukum dalam masyarakat.CV Raja Wali Jakarta, 1980

15


(17)

dirinya, masyarakat,bangsa dan negara (Pasal 1 Angka 1(satu) Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).

3. Narapidana Anak (Anak Pidana) adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan mejalani pidana di LAPAS anak paling lama sampai berumur 18 tahun. (Pasal 1 Angka 8(delapan) Huruf a Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan).

4. Lembaga Pemasyarakatan Anak adalah unit pelaksana teknis pemasyarakatan yang menampung, merawat, dan membina anak didik (anak pidana). (Departemen Kehakiman, 1990:6)

5. Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah (Pasal 1 PP N0. 47 tahun 2008 tentang Wajib Belajar)

6. Program paket A adalah program pendidikan dasar jalur non formal yang setara SD ( Pasal 1 butir 7 PP N0. 47 tahun 2008 tentang Wajib Belajar) 7. Program paket B adalah program pendidikan dasar jalur non formal yang

setara SMP ( Pasal 1 butir 8 PP N0. 47 tahun 2008 tentang Wajib Belajar)


(18)

Agar pembaca dapat dengan mudah memahami isi dalam penulisan skripsi ini dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan, maka skripsi ini disusun dalam 5 (lima)16. Bab dengan sistematika penulisan adalah sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN

Pada bab ini menguraikan tentang latar belakang pemilihan judul yang akan diangkat dalam penulisan skripsi. Kemudian permasalahan-permasalahan yang dianggap penting disertai pembatasan ruang lingkup penelitian. Selanjutnya juga membuat tujuan dan kegunaan penelitian yang dilengkapi dengan kerangka teori dan konseptual serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan tinjauan pustaka yang merupakan pengantar dan pemahaman dan pengertian umum tentang pengertian sistem pemasyarakatan, tujuan sistem pemasyarakatan, pengertian pendidikan serta proses pembinaan anak pidana dalam hal pendidikan.

III. METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang metode yang akan digunakan dalam penelitian berupa langkah-langkah yang dapat digunakan dalam

16


(19)

melakukan pendekatan masalah, penguraian, tentang sumber data, jenis data serta prosedur analisis data yang telah didapat.17

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini membahasan hasil penelitian dan pembahasan tentang bagaimana plaksanaan pembinaan terhadap anak pidana khususnya pelaksanaan pendidikan yang dilaksanakandi LAPAS Anak Kota Bandar Lampung Utara serta faktor penghambatnya.

V. PENUTUP

Merupakan bab penutup dari penulisan skripsi yang secara singkat berisikan hasil pembahasan dari penelitian yang telah dilakukan dan kesimpulan serta saran-saran yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas18

17

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. 2010. Universitas Lampung.

18


(20)

18

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Sistem Pemasyarakatan

Merujuk dalam Pasal 1 angka 2 dan Pasal 2 UU No. 12 Tahun 1995 Tentang pemasyarakatan, bahwa yang dimaksud dengan sistem pemasyrakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembianaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.19

Sistem pemasyarakatan dalam pasal iut adalah memulihkan narapidana dan anak didik pemasyarakatan kepada fitrahnya dalam hubungan manusia dengan Tuhannya, manusia dengan pribadinya, manusia dengan sesamanya, dan manusia dengan lingkungannya sehingga dapat menjadi manusia yang seutuhnya dengan memasukkan nilai-nilai lihur Pancasila serta Agama.

19


(21)

19

Pamasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan warga binaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana.

Hukuman mempunyai dua fungsi, yaitu melihat kemasa lalu dan melihat ke masa depan. Fungsi melihat ke masa lalu mempunyai sifat retrospektif, dimana hukuman itu terbagi dalam :

1. Retributif adalah si penjahat membayar kembali atas kejahatannya, memberikan bagian kepada si penjahat, memulihkan keseimbangan keadilan yang semula diperkosa.

2. Vindikatif karena mempertahankan, menopang, mengalahkan hukum dengan mendudukan orang yang secara tidak adil telah memberontak melanggar hukum tersebut, dan memulihkan kembali kewibawaan si pembuat hukuman yang telah ditantang oleh si penjahat tersebut.

Fungsi melihat ke masa depan sifatnya adalah prospektif, bentuknya ada dua macam yaitu :

1. Hukuman diarahkan untuk perbaikan si pelanggar dan merehabilitasikan sebagai anggota masyarakat, hal ini disebut dengan hukuman korektif.

2. Hukuman untuk menanggulangi dijalankannya kejahatan atau yang sama oleh oranglain dengan menunjukan apa yang terjadi dengan para pelanggar, hal ini disebut dengan hukuman prefentif.20

20


(22)

20

Memperhatikan Pasal 2 UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, yang

dimaksud dengan “menjadi manusia seutuhnya” adalah :

1. Menyadari kesalahannya, 2. Memperbaiki diri,

3. Tidak mengulang pidana,

4. Menjadi warganegara yang baik dan bertanggung jawab.

Pelaksanaan sistem pemasyarakatan menurut Pasal 5 UU No.12 Tahun 1995 berdasarkan asas :

a. Pengayoman;

b. Persamaan perlakuan dan pelayanan; c. Pendidikan;

d. Pembimbingan;

e. Penghormatan harkat dan mertabat manusia;

f. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan; dan

g. Terjamninnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu.

Selama berada di LAPAS Anak Pidana tetap memperbolehkan hak-hak sipilnya seperti halnya warga negara lainnya, dengan kata lain bahawa saatu-satunya penderitaan yang didapat adalah kehilangan kemerdekaan dalam jangka waktu tertentu21. Negera mempunyai kesempatan penuh utnuk memperbaiki Anak Pidana supaya dapat kembali kelingkunga sosialnya serta selama berada di LAPAS mereka tetap harus diperlakukan denga penuh hormat terhadap kehormatan dan martabatnya sebagai manusia biasa yang pernah tersesat.

21


(23)

21 Dimaksud dengan “Pendidikan dan Pembimbingan” dalam asas yang ada dalam

pasal tersebut adalah penyelenggaraan pendidikan dan bimbingan dilaksanakan berdasarkan Pancasila, anatara lain penanaman jiwa kekeluargaan, keterampilan, pendidikan kerohanian, dan kesempatan untuk memnunaikan ibadah.

Sistem pemasyarakatan masih menganggap Anak pidana sebagai manusia biasa yang mempunyai itikad baik yang melekat pada tiap-tiap manusia, asal saja ia tetap sadar akan eksistensinya sebagai mahkluk Tuhan.

Pemasyarakatan bukanlah semata-mata merupakan tuujtuan pemidanaan, akan tetapi merupakan suatu proses yang bertujuan memulihkan kembali kesatuan hubungan kehidupan penghidupan antara individu anak pidana dengan anak pidana lainnya maupun antara individu dengan masyarakat dimana ia akan kembali menjadi anggotanya. Dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan diperlukan adanya kerjasama yang baik dan terintegrasi diantara komponen yeng terlibat didalamnya demi kepentingan anak pidana itu sendiri.

Disaat menyelenggarakan pembinaan dan pembimbingan terhadap warga binaan pemasyarakatan, dapat dilakukan kerjasama dengan instansi pemerintah terkait, badan-badan kemasyarakatan lainnya, atau perseorangan yang kegiatannya seiring dengan penyelenggaraan sistem pemasyarakatan.

B. Tinjauan tentang Narapidana Anak

Anak-anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita bangsa memilki pranan strategis dan mempunyai ciridan sifat khusus. Didalam Pasal 1 angka 5UU No.12


(24)

22

Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan disebutkan bahwa warga binaan adalah Narapidana, Anak didik Pemasyarakatan, dan klien Pemasyarakatan22. Masih dalam Pasal 1, didalam angka 8 disebutkan bahwa anak didik pemasyarakatan adalah :

1. Anak Pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun;

2. Anak Negara yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan kepada negara untuk dididk dan di tempatkan di LAPAS Anak paling lama samapai berumur 18 (delapan belas) tahun;

3. Anak Sipil yaitu anak yang sesuai permintaan orang tua atau walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun.

Kesimpulan

Jadi yang disebut denga Anak Pidana adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalanni pidana di LAPAS untuk dididik paling lama sampai berumur 18 tahun. Penjatuhan pidana atau pemidanaan oleh hakim adalah jalan terkhir dan fase yang menentukan bagi nasib seoarang anak yang telah melakukan perbuatan pidana atau kehjahatan. Penjatuhan pidana adalah nestapa yang berwujud membatasi kebebasan pribadi dalam bergerak, oleh kerena itu hakim haruslah jeli dan cermat dalam menjatuhkan atu mengambil putusan agar tidak menyebabkan penjahatabnak tersesat lebih jauh lagi.

22


(25)

23

Anak adalah sumber daya yang besar bagi suatu negara, jika mereka gagal membuktikan darma baktinya demi kepentingan umum dan yang lebih menyedihkan lagi adalah apabila mereka menjadi musuh dan penghalang maka kemajuan tidak akan tercapai oleh masyarakat bahkan kehancuran yang akan didapat. Kejahatan dapat menyebabkan penderitaan, penderitaan ini dapat dialami oleh pribadi baik pelaku ataupun korban dan lebih ekstrem lagi adalah penderitaan yang dialami oleh individu yang lebih luas yaitu masyarakat. Meningkatnya kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak merupakan ancaman serius bagi masa depan negara dan bangsa, terlabih laggi jika pelaku kejahatan anak-anak ini masih duduk dibangku sekolah. Upaya penanggulangan kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak sangatlah penting diusahakan penanggulangannya, aparat penegak hukum haruslah memperhatikan dengan cermat upaya penaggulangan secara dini maka kajahatan yang dilakukan oleh anak dapat ditekan.

Penjatuhan pidana ataupun pemidanaan oleh hakim adalah jalan terkhir dan fase yang menentukan bagi nasib seorang terdakwa. Penjatuhan pidana adalah suatu nestapa yang berwujud membetasi kebebasan pribadi dalam bergerak , oleh kerena itu hakikm haruslah jeli dan cermat dalam menjatuhkan atau mengambil putusan agar tidak menyebabkan penjahat anak tersesat lebih jauh lagi.

Sistem pemasyarakatan warga binaan diarahkan kepada pengenalan kepada diri sendiri dengan beberapa metode sehingga mengetahui potensi yang ada dalam dirinya, inin dapat menjadi bekal dirinya dalam membina oarang ataupun kelompoknya. Bimbingan dan didikan harus berdasarkan Pancasila.23

23


(26)

24

Pelaku kejahatan anak-anak menuntut hakim dalam menjatuhkan ponis harus bijaksana, hakim dalam mengambil suatu keputusan bahwa sipelaku kejahatan yang masih dibawah umur jangan sampai berada di balik tembok penjara. Bagi hakim pidana penjara bagi pelaku kejahatan yang masih anak-anak adalah alternatif terakhir, karena masih ada putusan yang lain yaitu diserahkan kerumah pendidikan.

Penjahat anak-anak yang telah mendapat putusan hakim dan divonis penjara bersetatus sebagai anak pidana yang memerlukan penanganan yang serius. Krena anak-anak adalah bagian dari generasi muda sebgai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-citabangsa memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat yang khusus. Selama anak pidana berada dalam LAPAS harus dipersiapkan sedemikian rupa, sehingga kelak jika dia keluar dari LAPAS dia tidak akan mengulangi lagiperbuatan jahat dan telah mempunyai bekal hidup mandiri.

Berhasil tidaknya pembinaan terhadapa anak pidana hauslah ditunjang dengan tenaga-tenaga yang cakap dan penuh rasa pengabdian, keluarga dan masyarakat juga haruslah diikut sertakandalam pembinaan anak pidana agar setelah menjalani masa hukuman mereka dapat kembali sebagai bagian dalam anggota sosial dapat diterima kembali dan dapat menempuh kehidupan barunya sehingga dapat aktif dalam pembangunan nasioanal.

Menurut penjelasn UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, usaha pembinaan anak pidana dimulai sejak hari pertama masuk dalam LAPAS samapai


(27)

25

dia selesai menjalani masa pidanya24. Unsur yang mendukung dalam pembinaan dengan sistem pemasyarakatan adalah sebagai berikut :

1. Warga binaan itu sendiri

Warga binaan haruslah diupayakan untuk ikhlas dan terrbuka dalam menerima pengeruh dari proses dari pembinaan yang dilakukan. Warga binaan harus yakin bahwa kegiatan pembinaan adalahuntuk perbaikan dan kepentingan mereka sendiri, keluarga dan masyarakat serta demi untuk masa depan mereka sendiri.

2. Petugas pemasyarakatan

Petugas pemasyrakatan harus menyadari bahwa mereka bukan saja abdi negara tetapi juga sebagai pendidik dan pengabdi kemanusian dalam arti yang sebenarnya. Petugas pemasyarakatan pada dasarnya manusia yang terpanggil dan memiliki idealisme yang tinggi.

3. Masyarakat

Masyaarakat adalah wadah sekaligus partisipasi untuk mengembalikan warga binaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbagsa dan bernegara. Oleh karena itu masyarakat haruslah berpartisipasi didalam pembinaan bersama-sama petugas pemasyarakatan.

Pasal 1 angka (8) UU NO.12/1995 ditentukan tentang Anak Didik Pemasyarakatan atau Narapidana Anak adalah Anak yang berdasarkan putusan

24


(28)

26

pengadilan menjalani pidana di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun.

C. Pembinaan Narapidana Anak

1. Proses Pembinaan Narapidana Anak

Berdasarkan buku petunjuk dalam pelaksanaan pembinaan anak didik di dalam LAPAS, proses pembinaan anak pidana ditentukan berdasarkan lamanya pidana yang bersangkutan. Tahap pembinaan dikelompokkan kedalam tiga bagian sebagai berikut :

1. Proses pembinaan bagi Narapidana Anak yang masa pembinaan melebihi satu tahun, melalui empat tahap :

1. Tahap I, sejak diterima dan didaftar hingga enam bulan pertama. 2. Tahap II, sejak berkhirnya tahap I hingga akhir enam bulan kedua. 3. Tahap III, sejak berkhirnya tahap II hingga akhir enam bulan ketiga. 4. Tahap IV, sejak berkhirnya tahap III hingga akhir enam bulan keempat. 5. Tahap V, sejak berkhirnya tahap IV hingga akhir enam bulan kelima. 6. Tahap VI, sejak berkhirnya tahap VI hingga selesai masa pidana.

2. Proses pembinaan anak pidana yang sisa masa pidananya kurang dari satu tahun, terdiri atas:

a. Tahap I, sejak diterima sampai sekurang-kurangnya sepertiga bagian dari masa pidana.

b. Tahap II, sejak sepertiga sampai sekuarang-kurangnya setengah dari masa pidana.


(29)

27

c. Tahap III, sejak duapetiga sampai habis masa pidananya.

3. Proses pembinaan bagi anak pidana yang sisa masa pidananya sampau satu tahun, terdiri atas:

a. Tahap I, sejak diterima sampai sekurang-kurangnya setengah dari masa pidana.

b. Tahap II, sejak setengah dari masa pidana sampai sekuarng-kuragnya duapertiga dari masa pidana.

c. Tahaap III, sejak duapertiga masa pidana samapai selesai masa pidananya.

2. Metode Pembinaan Narapidana Anak

1. Tahap 1, Pada tahap ini disebut sebagai tahap admisi dan oreantasi dalam LAPAS, yaitu pada saat Narapida Anak menjalani pidananya dari 0 sampai 1/3 masa pidananya. Narapidana Anak yang baru mendapatkan putusan hakim dalam sidang pengadilan dan abru masuk kedalam LAPAS mendapatkan pengamanan semaksimal mungkin. Pada tahap ini kegiatan pembinaan meliputi admisi dan oreantasi, serta pembinaan dalam LAPAS. Dalam kegiatan admisi pembinaan meliputi penerimaan, pendaftaran dan penempatan.

2. Tahap II, Pembinaan ini dimulai setelah menjalani 1/3 sampai 2/3 masa pidana yang dijalani. Pada tahap ini Narapidana Anak mendapatkan penerapan keamanan yang bersifat medium security, hal ini karena Narapidana Anak telah mulai menyesuaikan diri dengan lingkungan


(30)

28

LAPAS. Pada tahap ini Narapidana Anak tidak lagi dalam masa karantina, tetapi sudah bergaul dengan yang lainnya.

3. Tahap III, disebut juga sebagai tahap asimidasi. Tahap ini dimulai setelah menjalani ½ sampai 2/3 masa pidanya, sistem keamanan yang diterapkan pada tahap ini mash memakai medium security. Dalam tahap ini memungkinkan Narapidana Anak dapat melakukan kegiatan diluar LAPAS agar dapat menyesuaikan dengan lingkungan masyarakat diluar LAPAS.

4. Tahap IV, disebut sebagai tahap integrasi, Narapidana Anak telah menjalani 2/3 masa pidananya samapai dia lepas. Kerena telah menjelang masa bebas maka Narapidana Anak akan mendapatkan penerapapan sistem keamanan yang bersifat minimum security. Pengawasan selain dilakukan oleh LAPAS juga dilakukan oleh instansi lain yang terkait seperti, Bapas, Kejaksaan negri dan POLRI. Pada tahap ini Narapidana Anak harus dikondisikan untuk terbiasa hidup dalam masyarakat denagn pembinaan yang bewujud pelepasan bersyarat dan cuti menjelang bebas.

Metode pembinaan yang dilaksanakan terhadapa anak pidana menurut buku petunjuk pelaksanaan pembinaan anak didik di dalam LAPAS adalah sebagai berikut:

a. Pembinaan yang berupa intraksi secara langsung dan kekeluargaan antara pembina dengan yang dibina.

b. Pembinaan yang bersifat persuasif edukatif yaitu dengan cara menempatkan anak pidana sebagai manusia, memperlakukan secara adil dan memberikan


(31)

29

keteladanan bagi anak pidana agar mereka mampu mengubah tingkah lakunya yang tidak terpuji.

c. Pembinaan yang dilakukan secara sistematis daan berkesinambungan.

d. Pemeliharaan dan peningkatan langkah-langkah keamanan yang disesuaikan dengan keadaan.

e. Pendekatan baik secara individu atau kelompok.

f. Dedikasi yang tinggi akan tugasnya, sehingga dapat memberikan contoh yang baik antara petugas dan anak pidana.

D. Pendidikan Wajib Belajar 9 Tahun

Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Pendidikan Wajib Belajar 9 tahun dimulai dengan menempuh jenjang Pendidikan Dasar, jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah, berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan madrasahtsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat25. Sekolah Dasar yang selanjutnya disebut SD adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar. Madrasah ibtidaiyah yang selanjutnya disebut MI adalah salah satu bentuk salah satu satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan dasar, didalam pembinaan Menteri Agama. Sekolah Menengah Pertama yang selanjutnya disebut SMP adalah salah satu bentuk satuan

25


(32)

30

pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan dasar sebagai lanjutan dari SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat. Madrasah Tsanawiyah ang selanjutnya disebut MTs adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan dasar sebagai lanjutan dari SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat didalam pembinaan Meteri Agama. Dalam Pendidikan Wajib Belajar 9 Tahun diterapkan paket pembelajaran khusus bagi pendidikan non formal antara lain :

1. Program paket A adalah program pendidikan dasar jalur non formal yang setara SD.

2. Program paket B adalah program pendidikan dasar jalur non formal yang setara SMP.

Tujauan dari sistem pemasyarakatan adalah untuk membentuk warga binaan agar menjadi menusia yang seutuhnya kembali kepada fitrah yang sebenarnya dalam hubungan dengan Tuhan dan sesama manusia dan llingkungan sekitarnya. Pemasyarkatan bukanlah semaata-mata merupakan tujuan pemidanaan, akan tetapi merupakan suatu proses yang bertujuan memulihkan kembali kesatuan hubungan kehidupan penghidupan antara individu anak pidana dengan anak pidana lainnya maupun antara individu dengan masyarakat dimana ia akan kembali menjadi anggotanya. Pemasyarakatan adalah sisitem yang sesuai dengan tuntutan para aktivis kemanusian yang menginginkan perlindungan Hak Asasi Manusia yang mencerminkan aspirasi nasioanal dan kebudayaan bangsa yang melakat dalam diri falsafah Pancasila.


(33)

31

Sistem pemasyarakatan mempunyai tujuan tertentu, berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang dimaksud dengan sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan yang mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas waga binaan pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

Hal yang tercantum dalam pasal tersebut sesuai dengan apa yang dicita-citakan oleh Pancasila sebagai ideologi dan filsafah bangsa Indonesia. Tujuan pemasyarakatan menurut Romli Atmasasmita (1982:14)26adalah sebagai berikut:

1. Mencegah pengulangan perlanggaran hukum,

2. Berperan secara aktif dan produktif serta berguna bagi masyarakat, 3. Mampu hidup di dunia dan akhirat.

Sistem pemasyarakat berfungsi menyiapkan Waraga Binaan Pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab.

Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut dengan LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidan dan Anak Pidana hal ini berdasarkan pada Pasal 1 angka 3 UU No.12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Dalam hal LAPAS Anak maka seperti yang diamanatkan oleh Pasal 60 UU No. 3 Tahun 26


(34)

32

1997 Anak Pidana yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di LAPAS khusus bagi Anak dan terpisah dari orang dewasa.27

LAPAS juga mengemban tugas dan tangggung jawab sebagai instiutisi sosial yang ada dalam masyarakat, eksistensi LAPAS sebagai institusi sosial dapat dianggap tidak ada dan tidak berarti jika institusi yang sebenarnya tidak melaksanakan fungsinya dengan baik. Hal ini dapat kita simpulkan bahwa sebenarnya tidak diperlukan jika saja institusi sosial dapat menjalankan fungsinya, idealnya LAPAS menjadi harapan dalam mengatasi kegagalan-kegagalan yang dialami oleh institusi sosial dalam membina masyarakat yang berlaku menimpang. Di LAPAS juga harus dapat melayani kepentingan dalam hal mempengaruhi anggota masyarakat lain agar takut untuk melawan hukum.

Di LAPAS seoarang terpidana bukan saja dipidana secara fisik akan tetapi secara psikologisnya juga, warga binaan akian disiapkan baik secara lahir maupun batin untuk dapat kembali kelingkungan masyarakat karna telah menyimpang dari norma-norma yang telah ditentukan oleh masyarakat. Peran lain dari LAPAS adalah sebagai tempat pembinaan, ditempat inilah orang-orang yang pernah berbuat salah dan khilaf dibina kembali agar sesuai dengan dengan nilai-nilai filsafah Pancasila dan agama.

Orang yang tersesat haruslah dibina dan dibimbing aagar dia menyadari perbuatan yang telah dilakukannya itu tidak benar dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Bagaimanapun juga mereka adalah manusia, oleh karena itu haruslah diperlakukan seperti manusia walaupun ia telah tersesat.

27


(35)

33

LAPAS didirikan di setiap ibukota kabupaten atau kotamadya, jika dianggap perlu di tingkat kecamatan atau kota administratif dapat didirikan cabang LAPAS. Mengingat luasnya negara kita yang terdiri dari 33 Provinsi dan banyaknya jumlah pelanggaran pidana hal ini sangat diperlukan agar pembinaan yang dilakukan oleh LAPAS dapat berjalan dengan semestinya.

Pasal 5 UU No. 12 Tahun 1995 menyebutkan bahwa pembinaan berdasarkan pada:

a. Pengayoman;

b. Persamaan perlakukan dan pelayanan; c. Pendidikan;

d. Pembimbingan;

e. Penghormatan harkat dan martabat manusia;

f. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderiataan; dan

g. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dangan keluarga dan orang-orang tertentu.

Disaat pembinaan dilakukan penggolongan atas dasar ; a. Umur;

b. Jenis kelamin;

c. Lama pidana yang diajukan; d. Jenis kejahatan; dan


(36)

34

Hal ini dapat dilihat dalam pasal 12 ayat (1) UU No. 12 tentang Pemasyarakatan28.

Pemidanaan adalah upaya dari negara sebagai wakil dari warga negara dalam memelihara kebutuhan dan kepentingan umum karena telah diwakili oleh warga negara maka apabila ada warga negara yang dirugikan oleh orang lain ia tidak boleh melakukan pembalasan karena kebutuhan dan kepentingan telah diwakili dan dijalankan oleh negara.

Upaya dari negara itu adalah menyadarkan mereka yang tersesat agar tidak mengulangi dan menyadari bahwa perbuatan itu adalah salah, dengan kata lain bahwa tujuan dari pembinaan adalah kesadaran. Tujuan ini tidak akan dapat tercapai tanpa adanya peran serta dari warga binaan sendiri, keluarga warga binaan, masyarakat, serta petugas LAPAS sendiri.

Suatu pembinaan haruslah muncul dari warga binaan itu sendiri, karena bagaimanapun juga seseorang yang ingin merubah dirinya harus dimulai dari dalam terlebih dahulu. Hal-hal yang dimunculkan pertama kali adalah :

1. Kemauan/hasrat; 2. Kepercayaan diri;

3. Berani mengambil keputusan; 4. Berani menanggung resiko;

5. Termotivasi untuk terus-menerus merubah diri.

28


(37)

35

Rasa tobat tidak mungkin dapat dicapai dengan penyiksaan, akan tetapi dapat dicapai dengan cara pembinaan dan bimbingan. Negara sebagai wakil masyarakat tidak berhak membuat seseorang yang telah tersesat menjadi lebih buruk atau lebih jahat daripada sebelum ia masuk LAPAS. Tiap orang adalah manusia dan diperlakukan sebagai manusia maskipun ia telah tersesat, tidak dibenarkan jika ia diperlakukan dan ditunjukkan bahwa ia adalah penjahat. Bimbingan dan didikan harus berdasarkan Pancasila.

Sistem pemasyarakatan warga binaan diarahkan kepada pengenalan diri sendiri dengan beberapa metode sehingga mengetahui potensi yang ada dalam dirinya, ini dapat menjadi bekal dirinya dalam membina orang lain atau kelompoknya.29

Pemidanaan atau penjatuhan pidana oleh hakim merupakan fase yang apaling menentukan bagi nasib seseorang yang telah tersesat, pemidanaan merupakan nestapa yang berwujudkan pembatasn ruang gerak pribadinya. Pemidanaan merupakan alternatif terkhir, oleh karena itu hakik haruslah jeli dan cermat dalam menjatuhkan atau mengambil keputusan.

Berhasil tidaknya pembinaan warga binaan haruslah ditunjang dengan tenaga-tenaga yang cakap dan penuh dengan rasa pengabdian, keluarga dan masyarakat juga haruslah diikut sertakan dalam pembinaan warga binaan agar setelah menjalani masa hukuman mereka dapat kembali sebagai bagian dalam anggota sosial dapat diterima kembali dan dapat menempuh kehidupan barunya sehingga dapat aktif dalam pembangunan nasioanal.

29


(38)

36

Keberadaan LAPAS Anak di indonesia merupakan perwujudan dari usaha menciptakan perlindungan dan kesejahtraan anak, pengeturan mengenai perlindungan anak sebenarnya telah terwujud dalam UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak30. Dalam Pasal 9 ayat (1) disebutkan bahwa anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.31

Pasal 59 UU No. 23 Tahun 2001 Tentang Perlindungan Anak mengatur tentang perlindungan khusus terhadap anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan/ seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropikadan zat adiktif lainnya, dan lain sebagainya.32

30

❦❦❧ ♠. 23 ♥♦♣qr 2002 31

❦❦❧ ♠. 23. ♥♣ 2002 32


(39)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dan yurudis empiris.

1. Yuridis normatif dilakukan dengan cara mempelajari buku-buku, bahan-bahan bacaan literatur peraturan perundang-undangan yang menunjang dan berhubungan sebagai penelaahan hukum terhadap kaidah yang dianggap sesuai dengan penelitian hukum tertulis. Penelitian normatif dilakukan terhadap hal-hal yang bersifat teoritis asas-asas hukum, dasar hukum dan konsep-konsep hukum.

2. Yuridis empiris yaitu pendekatan yang dilakukan dengan mengadakan penelitian di lapangan terhadap pihak-pihak yang dianggap mengetahui permasalahan yang berhubungan dengan penelitian34.

B. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

✈✇


(40)

1. Data Primer

Data primer adalah data yang didapat secara langsung melalui kegiatan penelitian di LAPAS Anak Kelas II A Kota Bumi Lampung Utara dengan melihat pendapat para responden tentang hak pendidikan narapidana anak di LAPAS Anak Kelas II A Kota Bumi Lampung Utara. Untuk mendapat data primer penulis melakukan penelitian di LAPAS Anak Kelas II A Kota Bumi Lampung Utara.

2. Data Skunder

Data sekunder diperoleh dari penelitian kepustakaan melalui studi dokumentasi dan literature, khususnya ketentuan peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan permaslahan penelitian. Data sekunder terdiri dari:

a. Bahan hukum primer yaitu antara lain meliputi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

b. Bahan hukum sekunder yaitu meliputi buku-buku, literatur dan karya ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan.

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, antara lain meliputi buku-buku, literatur, karya ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti, surat kabar, kamus besar bahasa Indonesia, kamus hukum dan ensiklopedia.


(41)

C. Prosedur Pengumpulan Data dan Pengolahan Data 1. Prosedur Pengumpulan data

Data yang dikumpulakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data skunder35.

a. Data Primer

Data primer diperoleh dari studi lapangan melalui wawancara dengan pimpinan dan staf serta warga binaan (anak pidana) di LAPAS Anak Kota Bumi Lampung Utara.

b. Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan dengan cara mengutip bahan literatur mengidentifikasi perturan perundag-undangan yang berhubungan dengan materi pembahasan, tekhnik yang dipergunakan adalah pengumpulan data.

2. Pengolahan Data

Seluruh data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder kemudian diolah dengan metode sebagai berikut36:

a. Editing, yaitu data yang diperoleh dari penelitian diperiksa dan diteliti kembali mengenai kelengkapannya, kejelasannya dan kebenarannya sehingga terhindar dari kekurangan dan kesalahan.

➇➈

➉ ➊➋➌➍➎➏➉ ➊➏➐➑ ➒ ➓➎➏➔➎ →➣➎↔➑ ➍ ➒➎ ↕➙➛➜ ➝➜ ➞➟➏ ➒ ➠ ➊→➓➒ ➡➎ ➓➢➎ ➍➤➐➏ ➥ ➞ ➇6


(42)

b. Interpretasi, yaitu menghubungkan, membandingkan dan menguraikan data serta mendeskripsikannya dalam bentuk uraian untuk kemudian ditarik suatu kesimpulan.

c. Sistematisasi, yaitu penyusunan data secara sistematis sesuai dengan pokok permasalahan sehingga memudahkan analisis data.

D. Populasi dan Sampel

Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi adalah :

1. Pegawai (sipir) Lembaga Pemasyarakatan Anak Kota Bumi Lampung Utara. 2. Anak Pidana Lembaga Pemasyarakatan Anak Kota Bumi Lampung Utara.

Untuk mendapatkan data yang diperlukan dari populasi, penulis menggunakan metode Purposice Sampling. Menurut Irawa Soehartono (1998:89) metode

purposive sampling adalah metode pengambilan anggota sample berdasarkan atas pertimbangan maksud dan tujuan penelitian37. Jadi anggota sample diambil oleh peneliti sesuai dengan pertimbangan maksud dan tujuan penelitian yang telah ditetapkan, maka dalam penelitian ini sample yang diambil sebanyak 7 orang dengan rincian sebagai berikut :

1. Pegawai LAPAS (sipir) Anak Kota Bumi Lampung Utara 2 orang 2. Narapidana anak LAPAS Anak Kota Bumi Lampung Utara 5 orang

Jumlah 7 orang

37


(43)

E. Analisis Data

Setelah data diperoleh, langkah selanjutnya adalah melakukan analisis data yang dilakukan melalui analisis kualitatif. Analisis kualitatif adalah uraian data dalam bentuk kalimat-kalimat yang jelas, teratur dan sistematis sehingga dapat memperoleh gambaran yang jelas mengenai tinjuan hak pendidikan narapidana anak di LAPAS Anak Kota Bumi Lampung Utara. Dari analisis tersebut dilanjutkan dengan menarik kesimpulan secar induktif, yaitu suatu cara berpikir yang didasarkan fakta-fakta yang berifat umum yang kemudian mengambil kesimpulan secara khusus38.

38


(44)

V. PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya mengenai hak pendidikan Narapidana Anak Kelas II A Kotabumi Lampung Utara, maka dapat disimpulkan :

1. Penerapan hak pendidikan bagi Narapidana Anak di LAPAS Kelas II A Kotabumi Lampung utara dengan cara memberikan program paket belajar yang terdiri dari program paket A, paket B, peket C kepada Narapidana Anak agar tetap mendapatkan haknya sebagai warga negara. Pembinaan intelektual ini bertujuan agar Narapidana Anak dapat mengaktulisasikan dirinya sebagai makhluk ang berakal budi. Dalam melaksanakan pendidikan Narapidana Anak di LAPAS Anak Kelas II A Kotabumi Lampung Utara dilaksanakan berdasarkan pada pasal 22 ayat (1) Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, Pasal 1 Angka (1) Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional selain itu memakai MoU Dirjen Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda dan Olahraga Depdiknas dengan Dirjen Pemasyarakatan LAPAS Kotabumi bahwa LAPAS Anak Kotabumi dijadikan percontohan LAPAS Anak.


(45)

2. Faktor penghambat Pendidikan Narapidana Anak di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas II A Kotabumi lampung Utara yaitu hal : kurangnya personil dan mutu sumber daya tenaga pengajar, pendanaan yang kurang memadai, kurangnya keterlibatan pihak swasta dan instansi pemerintah dalam mendukung pendidikan di LAPAS Anak Kelas II A Kotabumi Lampung Utara.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas maka saran-saran yang dapat penulis kemukakan adalah :

1. Perlu adanya peningkatan kualitas dan mutu sumber daya tenaga pengajar program paket belajar baik paket A, paket B, maupun paket C.

2. Sebaiknya perlu diadakannya penambahan tenaga pengajar program paket belajar untuk semua program paket belajar.

3. Sebaiknya melakukan kerjasama denga pihak-pihak baik dengan instansi pemerintah maupun swasta yang peduli dengan Hak Pendidikan Narapidana Anak.


(46)

( Skripsi)

Oleh

Edi Sentosa

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(47)

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup... 10

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 11

D. Kerangka Teori dan Konseptual... 11-14 E. Sistematika Penulisan ... 16

DAFTAR PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Sistem Pemasyarakatan ... 18

B. Tinjauan tentang Narapidana Anak ... 21

C. Pembinaan Narapidana Anak... 26

1. Proses Pembinaan Narapidana Anak ... 26

2. Metode Pembinaan Narapidana Anak ... 27

D. Pendidikan Wajib Belajar 9 Tahun ... 29

DAFTAR PUSTAKA III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah... 37

B. Jenis dan Sumber Data... 37

C. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 39

D. Penentuan Populasi dan Jenis Sampel ... 40

E. Analisis Data ... 41 DAFTAR PUSTAKA


(48)

Pemasyarakatan Kelas II A Kotabumi Lampung Utara ... 42 B. Pelaksanaan hak Anak untuk mendapatkan Pendidikan di Lembaga

Pemasyarakatan Anak Kelas II A Kotabumi Lampung Utara ... 52 C. Faktor Penghambat Pendidikan Narapidana Anak di Lembaga

Pemasyarakatan Anak Kelas II A Kotabumi lampung Utara ... 57 DAFTAR PUSTAKA

V. PENUTUP

A. Kesimpulan ... 66 B. Saran ... 67


(49)

Departemen kehakiman . 1990. Pembinaan Narapidana dan Tahanan. Jakrta: Depertemen Kehakiman

Wahyono, Agung dan Siti Rahayu. 1993. Tinjauan Tentang Peradilan Anak di Indonesia. Penerbit PT. Sinar Grafika. Jakarta.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1997. Kartika. Surabaya.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional.


(1)

66

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya mengenai hak pendidikan Narapidana Anak Kelas II A Kotabumi Lampung Utara, maka dapat disimpulkan :

1. Penerapan hak pendidikan bagi Narapidana Anak di LAPAS Kelas II A Kotabumi Lampung utara dengan cara memberikan program paket belajar yang terdiri dari program paket A, paket B, peket C kepada Narapidana Anak agar tetap mendapatkan haknya sebagai warga negara. Pembinaan intelektual ini bertujuan agar Narapidana Anak dapat mengaktulisasikan dirinya sebagai makhluk ang berakal budi. Dalam melaksanakan pendidikan Narapidana Anak di LAPAS Anak Kelas II A Kotabumi Lampung Utara dilaksanakan berdasarkan pada pasal 22 ayat (1) Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, Pasal 1 Angka (1) Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional selain itu memakai MoU Dirjen Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda dan Olahraga Depdiknas dengan Dirjen Pemasyarakatan LAPAS Kotabumi bahwa LAPAS Anak Kotabumi dijadikan percontohan LAPAS Anak.


(2)

67

2. Faktor penghambat Pendidikan Narapidana Anak di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas II A Kotabumi lampung Utara yaitu hal : kurangnya personil dan mutu sumber daya tenaga pengajar, pendanaan yang kurang memadai, kurangnya keterlibatan pihak swasta dan instansi pemerintah dalam mendukung pendidikan di LAPAS Anak Kelas II A Kotabumi Lampung Utara.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas maka saran-saran yang dapat penulis kemukakan adalah :

1. Perlu adanya peningkatan kualitas dan mutu sumber daya tenaga pengajar program paket belajar baik paket A, paket B, maupun paket C.

2. Sebaiknya perlu diadakannya penambahan tenaga pengajar program paket belajar untuk semua program paket belajar.

3. Sebaiknya melakukan kerjasama denga pihak-pihak baik dengan instansi pemerintah maupun swasta yang peduli dengan Hak Pendidikan Narapidana Anak.


(3)

PELAKSANAAN HAK NARAPIDANA ANAK UNTUK MENDAPAT PENDIDIKAN WAJIB BELAJAR 9 TAHUN

(Studi di lembaga pemasyarakatan Kelas II A Kotabumi Lampung Utara)

( Skripsi)

Oleh Edi Sentosa

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(4)

DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup... 10

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 11

D. Kerangka Teori dan Konseptual... 11-14 E. Sistematika Penulisan ... 16

DAFTAR PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Sistem Pemasyarakatan ... 18

B. Tinjauan tentang Narapidana Anak ... 21

C. Pembinaan Narapidana Anak... 26

1. Proses Pembinaan Narapidana Anak ... 26

2. Metode Pembinaan Narapidana Anak ... 27

D. Pendidikan Wajib Belajar 9 Tahun ... 29

DAFTAR PUSTAKA III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah... 37

B. Jenis dan Sumber Data... 37

C. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 39

D. Penentuan Populasi dan Jenis Sampel ... 40

E. Analisis Data ... 41 DAFTAR PUSTAKA


(5)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden dan Gambaran Umum Lembaga

Pemasyarakatan Kelas II A Kotabumi Lampung Utara ... 42 B. Pelaksanaan hak Anak untuk mendapatkan Pendidikan di Lembaga

Pemasyarakatan Anak Kelas II A Kotabumi Lampung Utara ... 52 C. Faktor Penghambat Pendidikan Narapidana Anak di Lembaga

Pemasyarakatan Anak Kelas II A Kotabumi lampung Utara ... 57

DAFTAR PUSTAKA V. PENUTUP

A. Kesimpulan ... 66 B. Saran ... 67


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Departemen kehakiman . 1990. Pembinaan Narapidana dan Tahanan. Jakrta: Depertemen Kehakiman

Wahyono, Agung dan Siti Rahayu. 1993. Tinjauan Tentang Peradilan Anak di Indonesia. Penerbit PT. Sinar Grafika. Jakarta.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1997. Kartika. Surabaya.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional.