Hak Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan Dan Hubungannya Dengan Hak Asasi Manusia (Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II Anak Medan)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A.

Buku

Saleh, Roeslan, 1983, Stelsel Pidana Indonesia, Penerbit Aksara Baru, Jakarta. Arrasyid, Chainur, 1988, Pengantar Psikologi Kriminal

Harsono, C.I., 1995,

, Penerbit Yani Coorporation Medan.

Sistem Baru Pembinaan Narapidana Kartono, Kartini, 1992,

, Penerbit Djambatan, Jakarta. Psykologi Wanita

Panjaitan, Petrus Irwan dan Pandapotan Simorangkir, 1995,

, Penerbit CV. Mandar Maju..

Lembaga Pemasyarakatan, Penerbit Sinar Harapan, Jakarta.

Prinst, Darwin 1997, Hukum Anak Indonesia ---,

, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Sosialisasi Dan Deseminasi Penegakan Hak Asasi Manusia, Penerbit P.T. Citra Aditya Bakti, Bandung

Usman, Datuk, 1982, Kuliah Hukum Adat II Samosir, Djisman, 1992,

, Penerbit F.H-USU, Medan.

Fungsi Pidana Penjara Dalam Sistem Pemidanaan di Indonesia, Penerbit Bina Cipta, Bandung.

Simanjuntak, B., 1979, Latar Belakang Kenakalan Anak Soedarsono, 1991,

, Penerbit Alumni, Bandung. Kenakalan Remaja

Soesesilo, R., 1991,

, Penerbit PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Penerbit Politea, Bogor.

Widjaja, A.W., 1995, Masalah Kenakalan Remaja & penyalahgunaan Narkotika, Penerbit Armico, Bandung.

Gunawan, A., 1993 Hak-Hak Asasi Manusia Berdasarkan Ideologi Pancasila, Penerbit P.T. ,

Yogyakarta

Mr Jeff Christian & Direktorat Jendral Pemasyarakatan & RWI Kantor Jakarta, 2002 Kumpulan Instrumen Internasional Hak Asasi Manusia & Materi Terkait Praktek Pemasyarakatan & Membuat Standar-Standar Bekerja

, Penerbit Jakarta.


(2)

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

C Bahan Internet

Mei 2009.


(3)

BAB III

PELAKSANAAN HAK ASASI MANUSIA WARGA BINAAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK TANJUNG GUSTA MEDAN

A.Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta dan Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Anak Tanjung Gusta Medan

Klas IIA Anak Tanjung Gusta Medan terletak di wilayah Propinsi Sumatera Utara dengan status Lembaga Pemasyarakatan Anak. Daya tampung Anak Tanjung Gusta Medan adalah 250 orang.

Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan dibangun pada tahun 1980, merupakan bangunan baru dengan menempati areal kira-kira 3.000 M2. Apabila dari sistem pemasyarakatan, maka bentuk gedung Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan digolongkan dalam medium security. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M. 01.PR.07.03 Tahun 1985 tanggal 26 Februari 1985 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemasyarakatan; maka kedudukan Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan berdiri sendiri dan secara vertikal bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman Sumatera Utara di Medan.40

Peresmian Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan dilaksanakan tanggal 18 Oktober 1986 oleh Bapak Raja Harahap, SH, selaku Kepala Kantor Wilayah

40

Panjaitan, Petrus Irwan dan Pandapotan Simorangkir, 1995, Lembaga Pemasyarakatan, Penerbit


(4)

Departemen Kehakiman Sumatera Utara, pada saat ini ditinjau oleh Bapak Ismail, SH, yang pada saat itu Bapak Menteri Kehakiman RI.

Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan terletak pada perbatasan wilayah hukum Kotamadya Medan dengan wilayah hukum Daerah Tingkat II Deli Serdang tetapi mempunyai wilayah hukum Kota Medan, namun Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan ini tidaklah tertutup untuk wilayah hukum lain. Hal ini berarti Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan senantiasa terbuka untuk menampung atau menerima narapidana yang dipindahkan dari lembaga pemasyarakatan anak atau urutan yang ada di seluruh Wilayah RI.

Mengenai pembangunan gedung yang dipakai Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan adalah permanen yang dikelilingi oleh tembok pengaman. Gedung tersebut terdiri dari beberapa ruangan. Fasilitas tersedia antara lain :

1. Satu unit mobil sel tahanan.

2. Bengkel, alat pertukaran, cukur atau pangkas. 3. Listrik / penerarangan.

4. Air yang terdiri dari sumur bor. 5. Tenaga pengajar.

Di dalam Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan terdapat 3 blok yaitu Blok A, Blok B dan Blok C yaitu sel karantina yang digunakan untuk melaksanakan hukuman bagi narapidana atau tahanan yang melakukan pelanggaran tata tertib keamanan lembaga pemasyarakatan. Blok B untuk narapidana yang terdiri dari tujuh buah kamar yang dilengkapi dengan kamar mandi dan WC, daya tampung masing-masing kamar sekitar tujuh orang.


(5)

Di dalam tersebut terdapat pengelompokan narapidana seperti yang tertera dalam table di bawah ini :

Tabel 1 :

GOLONGAN

Jumlah Narapidana / Tahanan Berdasarkan Pengelompokan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan tanggal April 2009

Bangsa Indonesia Bangsa Asing Jumlah Luar LP Dalam LP Luar LP Dalam LP

B. I B. II a B. III B. IIIS - - - - 282 97 7 - - - - - - - - - 282 97 7 -

Titipan - - - - -

Anak Sipil - - - - - A. I A. II A. III A.IV A.IV - - - - - 37 259 177 19 - - - - - - - - - - - 37 259 177 19 -

121 22 - 143

Sumber :

Keterangan Tabel :

Sub Seksi Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan

1. Golongan B. I adalah narapidana yang menjalankan hukuman lebih dari satu tahun dalam satu vonis.

2. Golongan B. II adalah narapidana yang menjalankan hukuman tiga bulan satu hari sampai dengan satu tahun.

3. Golongan B. II b adalah narapidana yang menjalankan hukuman satu hari sampai dengan tiga bulan.


(6)

4. Golongan B. III adalah narapidana yang menjalankan pidana kurungan.

5. Golongan B.III S adalah narapidana yang menjalankan hukuman pidana pengganti denda.

6. Golongan A. I adalah golongan tahanan yang berada dalam tingkat pemeriksaan penyidik (tahanan polisi).

7. Golongan A.II adalah golongan tahanan yang berada dalam tingakt pemeriksaan atau penuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (tahanan Jaksa).

8. Golongan A.III adalah golongan tahanan yang berada dalam tingkat pemeriksaan di Pengadilan Negeri (tahanan hakim).

9. Golongan A. IV adalah golongan tahanan yang berada dalam tingkat pemeriksaan di Pengadilan Tinggi / Banding (tahanan hakim).

10.Golongan A.V adalah golongan tahanan yang berada dalam tingkat pemeriksaan di Mahkamah Agung.

Adapun Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan dikepalai oleh seorang kepala Lembaga Pemasyarakatan, dan dibantu oleh beberapa orang staf, seksi-seksi, petugas keamanan, pegawai tata usaha, dan bagian lainnya.

Kepala Lembaga Pemasyarakatan Anak bertanggung jawab penuh, baik ke dalam maupun keluar terhadap kelangsungan dan kelancaran kegiatan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Anak.

Seksi bagian tata usaha bertugas melakukan urusan tata usaha, urusan rumah tahanan Lembaga Pemasyarakatan Anak yang meliputi penyusunan rencana kerja umum, menyelenggarakan kegiatan tata usaha. Fungsinya adalah melakukan urusan surat


(7)

menyurat, perlengkapan dan rumah tangga Lembaga Pemasyarakatan Anak serta melakukan urusan kepegawaian dan keuangan Lembaga Pemasyarakatan Anak.

Bagian tata usaha di bagi atas dua bagian yaitu urusan umum dan urusan kepegawaian yang seluruhnya bertanggung jawab kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan Anak.

Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP), melaksanakan tugas penjagaan dan pengawasan terhadap anak didik, melakukan pemeliharaan keamanan dan ketertiban, melakukan penerimaan, penempatan, pengawal dan pengeluaran anak didik, melakukan pemeriksaan terhadap pelanggaran keamanan.Kesatuan Pengamanan dikepalai oleh seorang kepala seksi yang langsung bertanggung jawab kepada penjagaan.

Seksi bimbingan anak didik pemasyarakatan tugasnya adalah memberikan bimbingan kemasyarakatan kepada anak didik pemasyarakatan.Seksi Bimbingan Anak Didik ini terdiri dari sub seksi registrasi dan sub seksi bimbingan pemasyarakatan dan perawatan. Kepala Seksi bimbingan anak Didik Pemasyarakatan juga bertanggung jawab langsung kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan anak.

Seksi Kegiatan Kerja tugasnya melakukan dan memberikan bimbingan kerja, mempersiapkan sarana kerja dan megolah hasil. Seksi kegiatan kerja ini dibagi atas dua sub seksi yaitu Sub Keksi Kerja dan pengolahan hasil kerja serta Sub Seksi Cara Kerja. Kepala seksi kegiatan kerja bertanggung jawab langsung kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan Anak.

Seksi Administrasi Keamanan dan Tata Tertib, tugasnya adalah mengatur jadwal waktu, mengatur penggunaan perlengkapan dan pembagian tugas keamanan, menerima laporan harian dan berita acara dari kesatuan keamanan yang bertugas serta menyusun


(8)

laporan berkala bidang keamanan. Seksi ini dibagi atas dua sub seksi yaitu Sub Keamanan dan Sub Seksi Pelaporan Tata Tertib. Kepala Seksi Administrasi Keamanan dan Tata Tertib bertanggung jawab langsung kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan Anak.

Susunan Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Anak Berdasarkan SK Menteri Kehakiman RI. No. MO PR. 07.03 Th.1985.

26-2-1985 PBR. 10-5-1993

Kepala LP

Sub Bagian Tata Usaha


(9)

3. Tugas Lembaga Pemasyarakatan Anak

Tidak ada hal yang lebih penting bagi berlangsungnya pelaksanaan yang baik dari suatu lembaga selain petugas lapas. Lembaga yang terbaru dan terbaik dengan peralatan modern terbaik dan tercanggih tidak dapat menggantikan kelemahan akibat petugas yang bukan yang terbaik. Kebalikannya, petugas yang sangat baik dapat tentunya menggantikan kelemahan akibat gedung penjara dan peralatan yang sudah tua.

Lapas adalah seperti suatu masyarakat kecil. Orang-orang yang berada dalam masyarakat ini saling tergantung. Meskipun jumlah narapidana lebih banyak dari petugas, tetapi petugaslah yang memegang tampuk kekuasaan. Ketidakseimbangan kekuasaan antara individu petugas dan individu narapidana mungkin merupakan ketidakseimbangan kekuasaan paling ekstrim yang perna ada dalam masyarakat hukum.

Ada delapan faktor yang menentukan kualitas petugas di sebuah lapas: 1. Organisasi


(10)

2. Perekkrutan dan pelatihan dasar 3. Keterampilan dan perilaku profesional

4. Keadaan pelayanan dan status dalam masyarakat 5. Petugas ahli

6. Penggunaan kekerasan 7. Masalah jender

8. Kepemimpinan (Kelapas) 41 1. Organisasi

Semua lapas merupakan bagian dari suatu organisasi yang lebih besar. Organisasi ini harus memiliki peraturan dan kebijakan serta prosedur yang jelas yang mengatur kerja para petugas. Lapas harus memiliki pemimpin yang membuat kebijakan dan prosedur lokal untuk mengarahkan petugas.

Fungsi-fungsi di lapas harus dijabarkan secara baik dengan tanggung jawab yang jelas bagi setiap petugas. Lapas tidak boleh dijalankan dan diatur secara militer. Selain itu hubungan pelaporan harus dijabarkan dengan jelas. Setiap petugas harus tahu kepada siapa mereka bertanggung jawab dan hal-hal apa saja yang mereka harus pertanggungjawabkan.

2. Perekrutan dan Pelatihan Dasar

Seleksi awal petugas harus berdasarkan mutu dan kemampuan. Mereka yang terseleksi harus memenuhi standar pendidikan dan intelijensi. Setelah terseleksi, petugas harus dilatih sebelum mereka mulai bekerja di suatu lapas. Pelatihan itu harus sepesifik dengan pekerjaan yang akan ditugaskan kepadanya. Pelatihan berkelanjutan harus

41

Mr Jeff Christian & Direktorat Jendral Pemasyarakatan & RWI Kantor Jakarta, Buku I, Op.cit, hal., 29


(11)

disediakan untuk petugas setelah mereka mulai bekerja di lapas untuk menjaga agar ketrampilan mereka tidak berkurang. Petugas lapas membutuhkan kualitas-kualitas khusus, seperti:

1. Kemampuan untuk tetap waspada dan cermat dalam melakukan pengamatan. 2. kemampuan menjalin hubungan yang baik dengan narapidana.

3. keterampilan yang terasah baik dalam berhubungan sosial, terutama, salah satunya dalam memecahkan masalah.

4. kemampuan untuk menghormati perbedaan orang. 5. kemampuan untuk tidak menghakimi.

Bahan pelatihan harus mencakupi hal-hal seperti:

1. Hukum pengetahuan mengenai Undang-Undang Dasar dan Hukum pidana, karena juga berlaku bagi narapidana dan lapas.

2. Hukum internasional untuk lapas dan narapidana.

3. Undang-undang Hak Asasi Manusia untuk lapas dan narapidana.

4. Ketrampilan antar manusia terutama cara menangani narapidana yang terganggu maupun bermasalah.

5. bela diri.

6. psikologi mengerti implikasi psikologi akibat kurungan, dan pengetahuan umum lainnya mengenai penyakit jiwa yang biasanya ada di antara narapidana.

7. Kesehatan mengetahui tentang penyebab suatu penyakit, terutama bagaimana penyakit dapat menular dari satu orang ke orang lainnya; hal ini terutama penting berkaitan dengan penyakit yang membahayakan, seperti HIV/AIDS dan hepatitis.


(12)

8. Keragaman budaya banyak perbedaan kebudayaan diantara narapidana, yang dapat mengakibatkan konflik. Petugas yang mengerti perbedaan ini dapat membantu mengurangi konflik.

3. Keterampilan dan Perilaku Profesional

Orang-orang profesional membawa ke tempat kerja mereka rasa dedikasi untuk prinsip-prinsip jarang ada pada pekerja lainnya. Bila prinsip ini dimengerti dan dihormati, lapas akan berjalan dengan baik. Sikap profesional sering dikaitkan dengan hal-hal sebagai berikut:

1. Standar perilaku saat bekerja, dan bila di tengah masyarakat untuk semua petugas setiap saat; memberi contoh kepada yang lainnya.

2. memiliki integritas tinggi dan kejujkuran dalam segala hal. 3. konsisten dan adil dalam pelaksanaan peraturan ketentuan.

4. kemampuan untuk menciptakan dan memelihara hubungan profesional dengan narapidana, keluarga narapidana, rekan kerja dan atasan.

5. komitmen untuk mematuhi hukum yang berlaku. 4. Keadaan Pelayanan dan Status dalam Masyarakat

Petugas bekerja tidak lebih dari 50 jam per minggu. Pendapatan petugas harus mencukupi kehidupan mereka tanpa perlu mencari pekerjaan tambahan. Kondisi kerja harus memuat ketersediaan perawatan kesehatan, dan pengakuan bahwa stres dalam pekerjaan di lapas dapat menimbulkan masalah kesehatan jiwa. Terutama, petugas harus diyakinkan bahwa mereka akan mendapat perawatan apabila cedera dalam bertugas. 5. Petugas Ahli


(13)

Petugas ahli seperti guru, pekerja sosial, dokter, dokter gigi, psikolog, psikiater, dan lainnya harus yang berkualifikasi sesuai standar nasional. Mempekerjakan petugas yang tidak berkualitas dalam menjalankan fungsi sebagai petugas spesialis adalah tidak benar. Meskipun begitu, menggunakan petugas yang tidak berkualifikasi untuk membantu dan mendukung pekerjaan seorang yang profesional adalah sepenuhnya benar. 6. Penggunaan Kekerasan

Standar Perlakuan terhadap pidana dengan jelas menerangkan tentang penggunaan kekerasan fisik. Namun demikian, penting bagi petugas menyadari penuh bahwa mereka memiliki suatu hubungan kekuasaan dengan narapidana. Artinya, tidak akan pernah ada suatu diskusi yang setara yang melibatkan seorang anggota petugas dengan seorang narapidana.

Suatu bentuk kekerasan digunakan anggota petugas setiap kali memberikan pengarahan kepada narapidana. Alasan ini benar karena begitu besar kekuasaan yang dimiliki petugas terhadap narapidana. Bahkan ketika hanya menggunakan kata-kata yang sopan, kekuasaan masih berada di tangan anggota petugas, dan karena itu kekerasan digunakan. Tidak satu pun anggota petugas yang dapat memastikan narapidana melakukan sesuatu karena kemauan sendiri, perbedaan kekuasaan adalah sangat besar sehingga yang mungkin lebih sering terjadi adalah narapidana mematuhi perintah atau permintaan karena mereka tahu bahwa petugas lebih berkuasa.

Petugas perlu menyadari dan memahami penggunaan kekerasan tidak selalu berarti melibatkan kontak fisik dengan narapidana. Hal ini karena penggunaan kekerasan yang tidak benar dan tidak wajar, meskipun hanya verbal (ucapan), akan menimbulkan


(14)

dendam, dan dapat berakibat pada pembalasan ekstrim oleh narapidana yang merasa tidak memiliki pilihan kecuali bereaksi dengan melakukan kekerasan.

Adalah penting bagi lapas dan Direktorat Pemasyarakat yang menaunginya, memiliki perencanaan yang benar-benar terlatih dan teruji dalam penggunaan kekerasan bila dianggap perlu, dan mereka boleh secara resmi menggunakan kekerasan hanya bila dengan cara yang konsisten dengan hukum dan kebijakan yang ada.

Secara khusus, senjata api harus tidak berada di tangan petugas yang berhubungan langsung dengan narapidana. Selain itu, petugas yang menggunakan senjata api harus secara berkala dilatih dan disertifikasi cara penggunaan yang benar.

7. Masalah Jender

Lapas perempuan (atau blok yang diperuntukkan untuk narapidana perempuan) harus di bawah wewenang dan kontrol seorang Kepala lapas yang juga adalah perempuan. Kunci ke lapas perempuan harus selalu dalam kontrol seorang petugas perempuan yang diberi kuasa untuk itu. Tidak ada seorang pria yang diperbolehkan memasuki penjara perempuan, atau blok yang disediakan untuk perempuan, kecuali bila ia didampingi oleh petugas perempuan. Ini berlaku meskipun keadaan darurat, dimana sedikitnya, perempuan harus yang memegang komando dalam segala bentuk pertolongan darurat. Adalah tanggung jawab lembaga untuk menjamin adanya jumlah yang cukup dari petugas perempuan untuk selalu ada di tempat setiap saat agar dapat merespon dengan baik.

Harus ada kebijakan yang jelas untuk mencegah petugas pria mengganggu petugas perempuan. Ini berarti harus ada cara yang menjunjung kerahasiaan dimana


(15)

petugas perempuan dapat merasa nyaman melakukan pengaduan tentang tindakan pelecehan dari petugas lainnya, termasuk petugas pengawasnya.

8. Kepemimpinan (Kelapas)

Kepala lapas (Kalapas) memberikan kepemimpinan bagi petugas lapas. Merupakan tanggung jawab Kalapas untuk memberi contoh bagi petugas lainnya. Pada kenyataan, mereka memberi panutan melalui sikap dan tingkah laku mereka, dan lapas tersebut sering kali merupakan cerminan diri Kalapas tersebut.

Apabila penjara kotor, itu karena Kalapas membiarkannya. Apabila petugas tidak sopan, itu karena Kalapas membiarkannya. Apabila ada korupsi di dalam lembaga, itu karena Kalapas membiarkannya. Apabila warga binaan pemasyarakatan dianiaya, itu karena Kalapas membiarkannya. Apabila petugas dianiaya oleh petugas lain, atau petugas lebih senior, itu karena Kalapas mentolerirnya.

Tidak ada pihak lain manapun di lapas (selain Kalapas) yang memiliki otoritas untuk memberlakukan kebijakan, prosedur atau perubahan dalam pelaksanaan rutinitas.

Kepemimpinan merupakan hal yang amat penting dalam bagaimana petugas lapas bertindak. Pada saat bersamaan, setiap anggota petugas harus memahami bahwa mereka juga merupakan pemimpin di mata narapidana, dan mereka juga memiliki tanggungjawab yang sama atas perilaku mereka.

Salah satu tantangan yang paling besar bagi setiap sistem lapas adalah kebutuhan membuat narapidana sibuk dengan mengerjakan sesuatu yang positif, yang dapat membantu mereka hidup dengan mematuhi hukum dan mandiri setelah bebas dari lapas.

Bagian signifikan dari tantangan ini adalah program berkualitas tinggi membutuhkan uang. Seringkali, pemerintah tidak akan menyediakan dana untuk program


(16)

seperti ini. Namun demikian, ada banyak contoh sistem lapas yang kurang dana yang menemukan cara-cara untuk menciptakan program. Ada pula contoh dari negara kaya yang tidak mengimplementasikan program yang dibutuhkan. Maka pendanaan bukanlah isu satu-satunya. Kreatifitas, kejelian, kemauan dan keprihatinan pada kesejahteraan narapidana dapat mengatasi banyak hal.

Program pendidikan, pekerjaan, spritual, dan rekreasi perlu diberlakukan di setiap lapas. Keempat elemen dasar ini dapat membekali narapidana yang paling miskin sekalipun dengan keterampilan yang dapat digunakan setelah bebas, dan perilaku yang mendukung gaya hidup mematuhi hukum.

Program pelatihan keterampilan sangat diminati, juga karena hal ini memberikan narapidana ketrampilan yang sesuai pasar. Ini biasanya lebih sulit untuk dilakukan di lapas. Program pemulihan didisain dengan fokus pada kebutuhan khusus narapidana juga diperlukan. Bilamana terdapat banyak warga binaan pemasyarakatan yang kecanduan pada alkohol ataupun obat-obatan, harus ada program yang didisain pertama-tama adalah untuk melakukan detoksifikasi (membersihkan tubuh dari zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan), dan kedua memberikan informasi dan pemulihan khusus untuk mengurangi ketergantungan mereka pada alkohol ataupun obat-obatan.

a. Pendidikan

Lembaga pendidikan lokal di luar lembaga harus memberikan pendidikan yang terlembaga. Lapas tentunya harus membayar pendidikan jasa ini, karena dengan begitu lapas tidak perlu merekrut tenaga pengajar. Program di lembaga harus sama dengan yang ada di luar lembaga. Oleh karena itu, apabila narapidana telah bebas sebelum ia menyelesaikan pendidikannya, ia dapat melanjutkannya di luar lembaga.


(17)

b. Kerja

Lembaga harus memiliki program kerja narapidana yang didisain dengan baik. Idealnya setiap narapidana punya pekerjaan yang dilakukannya tiap hari. Pada umumnya lapas tidak bisa meraih keidealan ini, tetapi banyak yang sangat sukses dalam menciptakan lapangan kerja buat narapidana. Dalam sistem ini narapidana memperoleh sedikit uang untuk pekerjaan yang mereka lakukan. Ini memberi efek menciptakan situasi yang sama di dalam lapas dengan yang dianggap normal di luar lembaga.

Minimalnya, narapidana harus dipekerjakan dalam pemeliharaan lembaga itu sendiri. Narapidana dapat melakukan pekerjaan intensif seperti mencuci, mengecat, pertukangan, dan perbaikan di bawah pengawasan dari petugas lapas. Dengan melakukan ini, mereka memperoleh harga diri, dan juga keterampilan yang dibutuhkan di masyarakat. Lebih penting lagi mereka punya sedikit waktu kosong. Bilamana memungkinkan, narapidana harus dibayar sedikit uang untuk pekerjaan yang mereka lakukan.

Menggunakan perusahaan swasta adalah sesuai dengan standar, selama sumber eksternal tersebut tidak terlibat dalam proses yang korup untuk tujuan mendapatkan tenaga kerja murah. Proses kontrak apapun harus sangat transparan, dan tidak boleh melibatkan adanya narapidana yang dipekerjakan oleh petugas lapas. Tidak boleh ada transaksi antara narapidana dan petugas karena ini merupakan konflik kepentingan untuk petugas dan mengundang korupsi.

c. Spritual

Lembaga harus menyediakan layanan spritual untuk semua kepercayaan yang ada di lapas. Apabila tidak, maka ini merupakan tindak diskriminatif. Layanan spritual tidak


(18)

hanya mencakup layanan ritual, tetapi juga arahan spritual tersedia bagi narapidana yang menginginkannya. Bekerja dengan elemen-elemen lainnya, layanan spritual dapat menjadi faktor penting perubahan sikap narapidana. Pada saat bersamaan, penting untuk memperhatikan bahwa fundamentalis radikal dalam bentuk apapun harus dicegah, dari kepercayaan mana pun. Ini dapat menjadi suatu peroblem khusus apabila narapidana dari suatu kepercayaan memutuskan untuk menyerang narapidana lainnya yang berbeda kepercayaan.

d. Rekreasi

Rekreasi merupakan bagian terpenting dalam kehidupan masyarakat. Juga sama pentingnya di dalam lembaga. Suatu program adalah lebih dari hanya sekedar menyediakan peralatan. Ini termasuk kegiatan-kegiatan yang diatur, dan upaya untuk menjamin semua narapidana mempunyai kesempatan untuk berpartisipasi setiap harinya dalam berbagai bentuk olahraga. Mengadakan olahraga beregu merupakan cara yang sering digunakan untuk mendorong partisipasi maksimal.

e. Program Ketrampilan

Program ketrampilan memiliki komponen pendidikan dan kerja, yang menuju sertifikasi dalam suatu bidang ketrampilan yang dapat digunakan di masyarakat, seperti perledengan, pertukangan, perbengkelan dan seterusnya. Pelatihan ini harus diajarkan oleh instruktur berkualitas untuk dipertimbangkan sebagai suatu program.

f. Program Pemulihan

Program pemulihan dibentuk untuk berfokus pada kebutuhan tertentu narapidana. Ini dapat mencakup program kesehatan jiwa, program pengembangan kemampuan


(19)

membuat keputusan (Kognitif), program untuk mengatasi kecanduan, dan seterusnya. Program ini umumnya menuntut skill keahlian.

Dengan menyadari bahwa pemasyarakatan adalah suatu proses pembinaan narapidana yang sering disebut therapeutic process. Proses tersebut dimaksudkan untuk membina narapidana yang pengertiannya sama dengan menyembuhkan seseorang yang sementara tersebut hidupnya karena ada kelemahan-kelemahan yang dimilikinya.

Lembaga Pemasyarakatan Anak juga mempunyai tugas yang berat dalam rangka menyembuhkan si terpidana menjadi orang baik karena tujuan pemidanaan narapidana anak adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan ahklak para narapidana anak di dalam Lembaga Pemasyarakatan melalui sistem pembinaan.

Salah satu cara untuk mengerti sistem di lapas bisa dilihat pada diagram dibawah ini. 42

42

Mr Jeff Christian & Direktorat Jendral Pemasyarakatan & RWI Kantor Jakarta, Buku I, Op.cit., hal., 3


(20)

Sistem Keamanan Statis adalah tembok, pagar, pembatas, kunci, sel, senjata dan peralatan lain yang digunakan untuk memastikan narapidana dapat dikontrol secara fisik. Sering kali hanya ini cara yang orang pikirkan bilamana membicarakan tentang keselamatan dan keamanan.

Sistem Keamanan Dinamis adalah menciptakan hubungan yang benar antara petugas dan narapidana. Didasari pada penghormatan hak asasi manusia, hubungan ini mempunyai ciri-ciri terutama yaitu pengakuan dan pengertian akan ketidakseimbangan kekuatan antara petugas dan narapidana. Kedua ini tidak bisa menjadi sejajar, dan bagi mereka yang berpura-pura bahwa mereka sejajar artinya tidak bersikap jujur. Hubungan ini tidak dapat juga seperti hubungan antara ayah dan anak. Hubungan ini harus berupa profesionalisme dengan didasari saling menghormati setiap orang sebagai makhluk hidup, tetapi memahami juga realitas kedudukan masing-masing orang. Hubungan ini harus menyeimbangkan berbagai hal yang berbeda.

Merupakan kewajiban petugas dalam hubungan keamanan dinamis untuk menciptakan rasa menghormati hak asasi manusia. Petugas lapas harus menjadi pemimpin. Ini dilakukan dengan memperlakukan narapidana secara adil dalam segala hal, berkomunikasi dengan jujur dan terbuka dengan narapidana, berusaha sekonsisten mungkin, dan melalui kontak langsung yang kerap dengan narapidana. Hubungan


(21)

didasari prinsip-prinsip yang benar mengajarkan narapidana bagaimana sebaiknya berprilaku. Perilaku selain itu dari petugas akan memperkuat sikap negatif dari narapidana.

Contoh sederhana adalah ketika seorang petugas mengatakan kepada seorang narapidana bahwa ia akan melakukan sesuatu, petugas melakukannya, atau ia menjelaskan kepada narapidana mengapa tidak dilakukan. Dengan kata lain, petugas memahami bahwa narapidana tidak dapat melakukan hal ini dengan sendiri, dan oleh sebab itu ia tergantung pada bantuan dari anggota petugas. Petugas menerima tanggung jawab terhadap narapidana. Berpura-pura membantu, dan kemudian tidak melakukannya tanpa alasan, adalah perbuatan yang kejam dan tidak profesional. Hal tersebut akan menyebabkan narapidana merasa tertipu, yang akan menumbuhkan kebencian terhadap petugas.

Jika petugas lebih memeprlihatkan ketidak jujuran, perlakuan tidak adil, komunikasi yang berisikan kebohongan, narapidana juga diajarkan bagaimana berprilaku, sayangnya, perilaku negatiflah yang diajarkan, dan kecenderungan pada kriminilitas diperkuat.

Jika hubungan yang benar dijalin, narapidana (minimal salah satu dari mereka) akan selalu memberitahukan petugas bilamana akan ada bahaya yang berkembang. Banyak narapidana tidak ingin ada masalah di dalam lapas. Jika terjalin hubungan keamanan dinamis yang baik, akan ada cara berbagai informasi penting dengan petugas yang tidak akan menimbulkan masalah bagi mereka dengan narapidana lain. Dilihat hanya dari perspektif keselamatan, hal ini saja cukup untuk menjadi alasan mengimplementasikan sistem keamanan dinamis yang kuat.


(22)

Rutinitas harian adalah hal yang terjadi tiap hari. Lapas dan narapidana menyukai konsistensi dalam rutinitas harian. Pada saat bersamaan, rutinitas ini sendiri dapat menjadi perlakuan yang kejam, yang menambah penderitaan narapidana. Sebagai contoh, rutinitas yang mengharuskan narapidana berada dalam jangka waktu yang lama di dalam sel yang penuh sesak, ketika ada kemungkinan pilihan lain, harus diubah. Rutinitas harian perlu diperiksa dari waktu ke waktu untuk memastikan bahwa hal ini yang terbaik yang bisa dilakukan.

Cara petugas menjalankan rutinitas harian adalah untuk keselamatan di lapas. Ada cara yang aman dan tidak aman dalam melakukan berbagai hal. Petugas sering kembali melakukan praktek tidak aman karena hal tersebut lebih mudah. Hal ini tidak konsisten dengan penghormatan hak asasi manusia karena membahayakan semua orang. Selain itu, rutinitas cenderung memaksa, meskipun diperlukan. Maka penting bagi petugas untuk menunjukkan penghormatan hak asasi manusia dalam melakukan tugas ini.

Contohnya dalam cara narapidana diperiksa, atau cara pengunjung diperiksa. Pemeriksaan memang diperlukan, tetapi dapat dilakukan dengan cara yang lebih menghormati tanpa mengurangi keefektifannya.

Sistem Pendisplinan, harus berlaku untuk narapidana dan petugas. Narapidana harus mengetahui apa yang diharapkan dari mereka. Petugas harus mengetahui apa yang diharapkan dari mereka. Kedua-duanya harus mengetahui proses apa yang akan digunakan untuk mereka pertanggungjawabkan. Proses tersebut harus adil dan sesuai hukum yang perlaku. Terakhir, narapidana dan petugas harus mengetahui konsekuensi apa yang akan diberikan jika mereka terbukti bersalah atas perilaku yang memerlukan pendisplinan.


(23)

Sistem pendisplinan ini harus menghormati hak asasi narapidana dan petugas. Harus adil dan sesuai hukum yang berlaku. Bukti bersalah harus harus tersedia, tidak cukup hanya percaya seseorang telah melakukan kesalahan. Harus ada bukti yang lebih dari sekedar pengakuan dari narapidana, kecuali apabila narapidana tersebut mengaku bersalah telah melakukan pelanggaran.

Pihak manajemen lapas harus memastikan bahwa narapidana dan petugas bertanggung jawab untuk perbuatan mereka, tetapi pertanggungjawaban harus didasari bukti, bukan politik lembaga atau alasan lainnya.

Jika setiap orang mengerti peraturan, dan semua diminta pertanggungjawaban dengan cara adil, menghormati hak asasi dan martabat mereka, sistem pendisplinan ini akan mendapat kepercayaan petugas dan narapidana. Integritas sistem seperti ini sangat penting bagi keselamatan lingkungan lapas.

Jika ada peraturan khusus untuk sebagian orang, tetapi tidak untuk yang lain, sistem ini buruk/korup dan lembaga menjadi kurang aman, karena akan ada kemarahan dan pembalasan dari mereka yang diperlakukan tidak adil.

Sistem Pengaduan harus juga dimiliki narapidana, karena harus ada cara bagi mereka untuk melaporkan kekerasan oleh petugas dan narapidana lain. Sistem pengaduan ini haruslah yang tidak memberi peluang bagipetugas untuk dapat menghentikan pengaduan tersebut. Ia juga harus juga yang memberi kesempatan narapidana membuat pengaduan tanpa harus melakukannya di depan petugas yang mungkin hendak mereka adukan (atau kawan dari petugas tersebut). Jika kotak pengaduan digunakan, sebagai contoh, kotak harus ditempatkan di lokasi yang tidak diawasi secara terus menerus oleh petugas, sehingga narapidana dapat membuat pengaduan tanpa diketahui identitasnya


(24)

apabila mereka merasa itu perlu. Sistem pengaduan yang benar adalah yang menjamin setiap pengaduan dikaji dan diperiksa apabila diperlukan. Tergantung administrasi lapas untuk meyakinkan narapidana bahwa pengaduan mereka ditanggapi dengan serius.

Jika narapidana memiliki cara untuk menyuarakan pengaduan mereka sehingga pihak yang berwenang mendengar mereka, mereka cenderung tidak akan melakukan kekerasan untuk menarik perhatian seseorang mendengarkan mereka. Maka, sistem pengaduan yang efektif membuat lembaga lebih aman.

Sistem Penempatan, menjamin narapidana ditempatkan pada tingkat keamanan yang sesuai di lembaga. Itu berarti narapidana dengan keamanan tinggi ditempatkan di lembaga dengan keamanan tinggi, dan narapidana dengan keamanan rendah dipindahkan ke lembaga dengan keamanan rendah. Tidak didasarkan pada opini, atau kefavoritan, tetapi lebih pada penilaian akan resiko mengenai narapidana akan melarikan diri, atau melukai diri sendiri atau orang lain. Sistem penempatan yang baik didasari penelitian, daripada hanya pengalaman atau opini.

Sistem ini menjamin narapidana tidak diharuskan menghadapi pemaksaan keamanan tinggi bilamana tidak diperlukan, sehinga menghargai secara layak hak mereka akan privasi dan martabat diri pribadi. Jika narapidana ditempatkan sesuai dengan tingkat keamanannya, petugas dan narapidana lebih aman.

Aktivitas dan program, untuk narapidana faktor penting keselamatan di lapas manapun. Narapidana yang tidak punya cukup kegiatan akan mencari nafkah. Dalam beberapa kasus, ini akan berakhir dengan kekerasan. Terbukti bahwa jika ada banyak aktivitas dan program, narapidana memiliki waktu dan keinginan yang berkurang untuk berperilaku buruk.


(25)

Program yang memberi kesempatan bagi narapidana untuk mengembangkan diri melalui pendidikan atau manajemen kepribadian mengurangi kecenderungan adanya pemberontakan dari narapidana tersebut.

Program kerja yang memberi kesempatan narapidana untuk melakukan hal yang positif dengan waktu mereka, terutama yang memberi kesempatan narapidana untuk mendapatkan ketrampilan yang dapat digunakan setelah mereka bebas dari lapas, berkontribusi bagi keselamatan di lapas dengan menciptakan suasana yang baik.

Lapas yang menggunakan narapidana untuk mengecat dan membersihkan lembaga, mencapai banyak kesuksesan di bagian ini. Narapidana memiliki ketrampilan dan kemampuan yang sering tidak digunakan oleh administrasi lapas. Sebagai contoh, hampir semua lapas adalah tempat yang buruk. Padahal dengan populasi di dalam lapas, banyak orang yang tahu bagaimana mengecet. Mengapa mereka tidak mengecat.

Jika administrasi dan petugas lapas menunggu narapidana untuk secara sukarela melakukan pekerjaan tersebut, itu tidak akan terjadi. Kepemimpinan harus berasal dari yang berwenang. Narapidana, yang tinggal di lingkungan yang bersih, dan menyenangkan, akan selalu menikmati suasana yang lebih rileks daripada di lingkungan yang kotor, dan tidak nyaman. Narapidana akan bereaksi terhadap lingkungannya, sebagaimana orang lain. Reaksi yang positif meningkatkan keselamatan di lapas bagi semua orang.

Hak Asasi Manusia dan Keselamatan berhubungan erat. Semua sistem-sistem sebelumnya didukung oleh standard internasional hak asasi manusia dan peraturan minimum standar perlakuan terhadap narapidana.


(26)

B. Peraturan dan Tata Tertib di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan

Berdasarkan Pasal 23 ayat (1) Peraturan Pemerintah R.I nomor 27 Tahun 1983 bahwa Kepala Rumah Tahanan Negara atau Kepala Lembaga Pemasyarakatan diberikan wewenang untuk mengatur rumah tangganya sendiri sepanjang tidak bertentangan dengan pedoman yang telah dibuat oleh Menteri Kehakiman.

Menurut Bapak Bangsi Tarigan, Kepala Sub Seksi Bimbingan Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan bahwa tata tertib yang harus dilaksanakan setiap narapidana adalah :

a. Tata tertib keamanan yaitu narapidana tidak dibenarkan berkelahi, minum-minuman keras, mencuri, menyimpan benda-benda tajam atau benda-benda lain yang dapat membahayakan.

b. Tata tertib kerohanian/agama berupa keharusan bagi setiap narapidana untuk mengikuti kebaktian atau ibadah menurut agama dan kepercayaan masing-masing serta harus saling menghormati antara penganut agama yang satu dengan penganut agama yang lainnya

c. Tata tertib makan yaitu setiap narapidana tidak boleh saling berebut dan harus menunggu gilirannya masing-masing, nasi atau makanan lainnya tidak boleh dibagi sebelumnya jangka waktu yang ditetapkan.

d. Tata tertib kesehatan yaitu bahwa setiap narapidana demi untuk menjaga kesehatannya diharuskan senam pada setiap pagi (kecuali hari minggu), untuk melaporkan orang yang sakit kepada petugas jaga, membersihkan kamar/ ruangan masing-masing.


(27)

e. Tata tertib untuk melakukan suatu pekerjaan bahwa setiap narapidana diharuskan untuk melakukan pekerjaan didalam dan diluar tembok Lembaga Pemasyarakatan, kecuali mereka yang tidak sehat badannya atau menurut Keputusan Hakim tidak diwajibkan bekerja.

Ad. a. Tata tertib keamanan

Dalam prakteknya setiap narapidana tidak dibenarkan berkelahi, minum-minuman keras, mencuri, merokok, menyimpan benda-benda tajam atau benda-benda lain yang dapat membahayakan. Pelaksanaan tata tertib tersebut dimaksud untuk menjaga keamanan dan ketertiban didalam lembaga terserbut. Sanksi atau pelanggaran terhadap tata tertib keamanan adalah dengan memasukkan si narapidana yang melanggar ke sel karantina apabila kesalahan itu untuk ditolerir atau setidak-tidaknya si pelanggar selalu mengulangi kesalahan dalam bidang tata tertib ini. Apabila kesalahan hanya dilaksanakan sekali saja hanya diberikan peringatan oleh petugas Lembaga Pemasyarakatan.

Ad. b. Tata tertib kerohanian/agama

Tata tertib sedemikian mengharuskan setiap narapidana untuk mengikuti kebaktian atau ibadah menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Pada pelaksanaannya bagi setiap narapidana dapat mengikuti acara kerohanian yang diberikan oleh pimpinan jemaat atau ustad.

Berdasarkan jadwal kegiatan tahun 2008/2009 dan tata tertib waktu dapat diketahui dari tabel pelaksanaan acara kerohanian sebagai berikut :

Tabel 2 : Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Kerohanian di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan 2008/2009


(28)

No Hari Waktu Jam Kegiatan Pelaksanaan 1 Senin 19.00-10.30

10.30-11.00 12.00-13.30 14.00-16.00.

Penyuluhan Agama Kristen Penyuluhan Agama Islam

Sholat Zhuhur Pembinaan Generasi Muda/

Pendidikan Agama Kristen

YPP II Drs. T. Dhali Munthe

Bimpas STT. AS

2 Selasa 09.00-11.00

10.30-12.00 12.00-13.00

Penyuluhan Agama Kristen

Penyuluhan Agama Islam Sholat Zhuhur

Soli Deo Gloria dan CCA PIA / Kota Medan

Dra. Junaida

3 Rabu 09.00-11.00 10.30-12.00 12.00-13.00

Pembinaan Generasi Muda/ Pendidikan Agama Islam Penyuluhan Agama Kristen

Sholat Zhuhur

Al. Ustad II. AR. Hasby Marwan Rangkuti

Bimpas

4 Kamis 09.00-10.30 10.30-12.00 12.00-13.00

Penyuluhan Agama Kristen Penyuluhan Agama Islam

Sholat Zhuhur

Bethsaida Syakban Lubis SH

Bimpas 5 Jumat 09.00-10.30

10.30-12.00

Penyuluhan Agama Kristen Penyuluhan Agama Islam

Baitani Minggu I Chairul Anam 6 Sabtu 09.00-11.00

10.30-12.00 12.00-13.00 14.15-16.00

Penyuluhan Agama Kristen Penyuluhan Agama Islam

Sholat Zhuhur Penyuluhan Agama Kristen

Kristen / Sabath

GBKP H. Mhd Syukri Yusuf

Bimpas Advent Minggu I

7 Minggu 09.00-10.30 Kebaktian Agama Kristen

Sholat Zhuhur Kebaktian Agama Kristen

Sola Gratia Minggu Ganjil ITA Banda baru

Minggu Genap Bimpas KTJ. HKBP Minggu

Ganjil Pentakosta Minggu Genap

Sumber : Sub Seksi Bimpas dan Perawatan Anak Didik

Berdasarkan tabel di atas, terdapat jadwal ibadah beragama Kristen dan Islam. Hal ini disebabkan karena sebagian besar warga binaan pemasyarakatan di Lembaga pemasyarakatan beragama Kristen dan Islam. Jika ada warga binaan pemasyarakatan yang beragama Budha dan Hindu, maka ibadah dilakukan seperti kebiasaan sehari-hari di dalam Lembaga Pemasyarakatan di tempat yang telah disediakan.

Selain itu narapidana anak harus saling menghormati antara penganut agama yang satu dengan penganut agama yang lainnya. Hal ini sesuai dengan Penerapan dari sila I


(29)

Pancasila. Pemupukan rasa toleransi antar umat beragam sedemikian diperlukan untuk menggalang persatuan dan kesatuan antar para narapidana anak.

Ad.c. Tata tertib makan

Ketentuan mengenai tata tertib makan adalah bahwa setiap narapidana tidak boleh saling merebut dan harus menunggu gilirannya masing-masing. Nasi atau makanan lainnya tidak boleh di bagi sebelum jangka waktu yang ditetapkan.

Pelaksanaan jadwal makanan adalah tiga kali satu hari. Makan pagi dilaksanakan pada jam 08.00-08.30 WIB, maka siang pada pukul 13.00-13.30 WIB dan makan sore pada pukul 16.30-17.00 WIB. Ketentuan mengenai jam makan ini berlangsung setiap harinya, kecuali ada kunjungan-kunjungan dari pihak luar ke Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan.

Ad.d. Tata tertib kesehatan

Pelaksanaannya dilakukan oleh setiap narapidana demi untuk menjaga kesehatannya diharuskan senam pada setiap pagi (kecuali hari minggu). Yang dilaksanakan pada pukul 07.30-08.00 Wib setiap hari. Pemeriksaan kesehatan terhadap narapidana dilakukan setiap hari Selasa dan Kamis pukul 14.00-14.30 WIB.

Ad.e. Tata Tertib untuk melakukan suatu pekerjaan

Setiap narapidana diharuskan untuk melakukan pekerjaan di dalam dan di luar tembok Lembaga Pemasyarakatan, kecuali mereka yang tidak sehat badannya atau menurut keputusan Hakim tidak diwajibkan bekerja. Dalam prakteknya di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan, narapidana anak tidak diperbolehkan bekerja dengan alasan bahwa narapidana anak belum mencapai umur untuk dapat melaksanakan pekerjaan sebagaimana layaknya dilaksanakan oleh orang dewasa.


(30)

C.Pelaksanaan Hak Asasi Manusia Warga Binaan di Lembaga Pemasyarakatan Anak

Menurut penjelasan Bapak Bangsi Tarigan, Kepala Sub Seksi Pembinaan dan Perawatan Anak Didik Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan diketahui bahwa hak-hak yang diperbolehkan anak dalam menjalani hukuman adalah :

g. Berhak melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya. h. Berhak mendapat perawatan jasmani dan rohani.

i. Berhak mendapat pendidikan dan pengajaran.

j. Berhak mendapat pelayanan kesehatan dan makanan yang layak. k. Berhak menyampaikan keluhan.

l. Berhak untuk menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum atau orang tertentu lainnya.

Hak Asasi yang dapat dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan terhadap warga binaan pemasyarakatan dikarenakan keterbatasan pembina dan dana yang dikeluarkan oleh pemerintah.

Pelaksanaan hak-hak narapidana anak di lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan adalah sebagai berikut:

Ad.a. Berhak melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaaannya

Dalam Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan terhadap kesempatan bagi si anak untuk mendapatkan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Selain waktu pelaksanaan ibadah bagi narapidana anak, di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan terdapat fasilitas berupa mesjid dan gereja. Pelaksanaan ibadah bagi narapidana anak yang beragama Hindu dan Budha dilaksanakan di ruang pendidikan untuk melaksanakan ibadahnya.


(31)

Mengenai buku-buku kerohanian sebagai sarana penunjang pelaksanaan pendalaman rohani tersedia di perpustakaan lembaga pemasyarakatan yang dimaksud. Dalam pelaksanaan sarana tersebut belum dipergunakan oleh narapidana secara maksimal. Penyebab penggunaan sarana itu masih minim menurut Bangkit Tarigan dan pengakuan Freddy (narapidana anak) adalah kurangnya minat dan keinginan membaca dari para narapidana.

Ad.b. Bentuk mendapat perawatan jasmani dan rohani

Hak perawatan ini sebenarnya telah terlaksana di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan. Hal ini terbukti dengan adanya program wajib mengikuti senam kesegaran jasmani setiap hari dan pemeriksaan kesehatan setiap dua kali seminggu yang dilaksanakan oleh Bimpas.

Ad.c. Berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran

Pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan dilaksanakan melalui program Kejar Paket B. Realisasi pelaksanaan program ini adalah setiap hari Selasa, Rabu, Kamis dan Jumat pada jam 14.30-16.00 Wib.

Materi yang diajarkan pada Program Kejar Paket B disesuaikan dengan materi pendidikan Sekolah Menengah Lanjutan Pertama, apabila si narapidana telah menyelesaikan program tersebut, si terpidana berhak atas peroleh ijazah.

Menurut Bapak Bangsi Tarigan, pelaksanaan program ini mengalami kendala yaitu apabila si terpidana tidak memiliki sama sekali ijazah setingkat sekolah dasar. Telah


(32)

diketahui bahwa Program Kerja Paket B hanya diberikan kepada narapidana yang telah menyelesaikan studi Sekolah Dasar.

Jalan keluar yang diambil pihak Lembaga Pemasyarakatan adalah menyurati orang tua/wali si narapidana untuk mengurus ijazah Sekolah Dasar si narapidana supaya diperbolehkan mengikuti program yang dimaksud. Apabila tidak ada ijazah yang dimaksud, si narapidana diperbolehkan mengikuti program yang dimaksud tanpa memperoleh ijazah.

Untuk pelaksanaan Program Kejar Paket B, pihak Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas II-A Tanjung Gusta Medan bekerja sama dengan Departemen Pendidikan Nasional Kota Medan.

Ad.d. Berhak mendapat pelayanan kesehatan dan makanan yang layak

Pelayanan kesehatan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan dilaksanakan di Poliklinik Lembaga Pemasyarakatan. Pelaksanaan operasional klinik ditangani oleh seorang dokter yang jaga setiap hari Selasa dan Kamis.

Apabila seorang narapidana anak sakit saat dokter jaga tidak ada, maka si narapidana anak diperiksakan ke Puskesmas terdekat. Setiap narapidana yang memerlukan rawat inap, maka si narapidana di serahkan ke Rumah Sakit Umum Pringadi Medan sebagai mitra Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan. Daftar menu makanan narapidana anak di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta


(33)

Medan disesuaikan dengan Keputusan Menteri Kehakiman R.I. Nomor M.02.OM.01.06, TAHUN 1989.

Tabel 3 : Daftar Menu Makanan Sehari-hari di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas II- A Tanjung Gusta Medan Tahun Anggaran 2008/2009

Hari Daftar Menu Bagi Narapidana

Pagi Siang Sore

Senin Nasi

Tempe Tumis Toge/ oseng-oseng buncis Air Putih Nasi Semur Daging Sayur Sup Air Nasi Tempe Sayur Kolak

Selasa Nasi

Ubi Masak Ikan Asin Tumis Air Putih Nasi Ikan Asin Sayur Lodeh Pisang Nasi Tempe Pecel

Rabu Nasi

Tempe Bacam Oseng-oseng Kerang Air Nasi Telur Sayur Kol Nasi Tempe Sup Buncis

Kamis Nasi

Ikan Asin Urab Nasi Telur Sayur Kol Nasi Tempe Sup


(34)

Ubi Air

Buncis

Jumat Nasi

Ikan Asin Bubur Kacang Ijo Air Nasi Telur Sayur Lodeh Nasi Tempe Sayur

Sabtu Nasi

Ubi Tempe Pecel Nasi Tempe Sayur Sup Tumis Tempe Pisang Nasi Ikan Asin Urab

Minggu Nasi

Tempe Tumis Kolak Air Nasi Tempe Sayur Kari Nasi Ikan Asin Sayur Asem

Sumber : Sub Seksi Pembinaan dan Perawatan Anak Didik Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan

Berdasarkan Tabel di atas, makanan yang diberikan kepada warga binaan pemasyarakatan belum memenuhi gizi yang layak. Pelaksanaan disebabkan karena banyaknya warga binaan pemasyarakatan di dalam Lembaga Pemasyarakatan yang harus diberikan makanan sedangkan dana yang dikeluarkan oleh pemerintah terbatas.

Ket : Makanan Alternatif bagi narapidana

Pengaturan menu makanan itu dimaksud untuk tetap menjaga stamina dan daya tubuh kesehatan para narapidana anak di Lembaga Pemasyarakatan Anak.

Dalam pelaksanaannya tidak semua menu makanan tersebut dapat diberikan kepada narapidana dengan alasan keadaan keuangan yang dimiliki perekonomian negara ini sangat rumit atau krisis moneter.

Ad.e. Berhak menyampaikan keluhan

Dalam suasana kehidupan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Anak, para narapidana dapat menyampaikan keluhan-keluhannya kepada petugas Lembaga Pemasyarakatan. Keluhan-keluhannya yang kerap diberikan adalah mengenai persoalan-persoalan antara para narapidana di dalam lembaga dan keluhan mengenai kesehatan yang dialami oleh narapidana itu sendiri.


(35)

Menurut keterangan yang diperoleh, narapidana dalam mengajukan keluhan tidak selalu harus mengikuti prosedur tertentu. Hal terpenting dalam mengajukan keluhan tersebut adalah bahwa keluhan itu benar terjadi dan perlu mendapat perhatian secara khusus.

Ad.f. Berhak untuk menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum atau orang tertentu lainnya.

Setiap narapidana dapat menerima kunjungan dari para anggota keluarga sesuai dengan jam tamu yang diberikan oleh petugas lembaga. Jam bertamu ditentukan biasanya dilaksanakan pada saat jadwal kegiatan para narapidana kosong.

Jam bertamu terhadap para penasehat hukum dan orang tertentu lainnya dapat dilaksanakan sewaktu-waktu yang dibutuhkan dengan persetujuan kepala Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan.

Secara khusus jam bertamu terhadap para tahanan Jaksa yang berada di Blok C dilakukan dengan seizin Kepala Kejaksaan Negeri dan meminta ijin kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan Anak tersebut.

Proses jam bertamu terhadap para tahanan yang masih dalam proses pemeriksaan persidangan harus seijin Ketua Pengadilan Negeri dan Persetujuan Kepala Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan.

1. Hambatan yang dihadapi

Para narapidana tidak diperbolehkan bekerja sehingga dengan demikian tidak mungkin seorang narapidana mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilaksanakan sesuai dengan bunyi Pasal 14 ayat (1) Butir (g) Undang-Undang No. 12 tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan Anak


(36)

Hak-hak anak sebagaimana diatur dalam pasal 14 ayat (1) butir (I,j,k,dan m) Undang-Undang No. 12 tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan Anak, tidak dapat dilaksanakan dengan baik yaitu antara lain:

a. hak untuk mendapatkan masa pemotongan pidana atau Remisi, b. hak untuk mendapatkan assimilasi,

c. hak untuk mendapatkan pembebasan bersyarat. d. hak untuk mendapatkan cuti menjelang bebas. 2. Upaya untuk mengatasi hambatan

a. Hak untuk mendapatkan masa pemotongan pidana atau remisi, assimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas.

Hak yang sangat dinantikan oleh setiap narapidana anak di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Anak Tanjung Gusta adalah mengenai pemotongan masa tahanan namun pada saat sekarang ini menjadi kendala yaitu disebabkan karena selain dari faktor narapidana yang berupa tingkah laku narapidana selama menjalani hukuman juga tidak dapat mendapat perhatian dari orang tua, yang dikenal sebagai syarat substantif. Disamping itu terdapat kendala dalam pemenuhan syarat administratif yang berupa tidak adanya kerjasama dengan instansi lain, misalnya dari kejaksaan yang menerangkan bahwa si anak tidak terlibat tindak pidana yang lain dan surat dari kepala desa/Lurah yang menerangkan bahwa ada jaminan bagi si narapidana anak untuk mendapatkan hak tersebut.

Hal ini dapat terlihat dari minimnya perolehan hak tersebut bagi narapidana anak yang terdapat dalam tabel berikut ini:


(37)

Tabel 4 : Memperoleh Hak Remisi, berassimilasi, pembebasan bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas Tahun 2007-2009 di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan.

NO Jenis Hak Tahun Jumlah

2007 2008 2009

1 Remisi 78 60 - 138

2 Assimilasi/mengunjungi Keluarga - 19 7 26

3 Pembebasan Bersyarat - 18 15 33

4 Cuti Menjelang Bebas 3 61 2 67

Sumber : Sub Seksi Pemasyarakatan dan perawatan Anak Didik

Berdasarkan tabel tersebut diatas dapat diketahui bahwa penerimaan hak sebagaimana dimaksud adalah sangat sedikit yaitu 264 orang. Hal ini kurang proporsional bila dibandingkan jumlah narapidana yang saat ini di dalam Lembaga Pemasyarakatan Anak berjumlah 850 orang.

Solusinya bahwa orang tua atau rekan kerabat si narapidana anak harus memberikan perhatian khususnya mengenai kunjungan kepada si anak tersebut dan juga memantau perilaku narapidana anak di dalam Lembaga Pemasyarakatan karena dengan napi berprilaku baik Lembaga Pemasyarakatan menilai bahwa narapidana tersebut dapat memperoleh remisi, pembebasan bersyarat, maupun cuti menjelang bebas. Syarat pemberian hak tersebut wewenang dari Lembaga Pemasyarakatan Anak yang kemudian dilaporkan ke Menteri Kehakiman.

2. Pendidikan

Di Lembaga Pemasyarakatan Anak kelas IIA Tanjung Gusta, mengenai pendidikan ini sangat mencemaskan karena dalam standar pendidikan secara umum harus mempunyai kriteria yaitu:


(38)

b. Ventilasi sirkulasi udara c. Buku-buku

sedangkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak kelas IIA Tanjung Gusta tidak terlaksana terkhususnya disebabkan mengenai buku pelajaran, dimana tidak mungkin seorang napi anak untuk membeli buku pelajaran, sesuai dengan Standar Kurikulum Pendidikan Nasional, oleh sebab itu peran pemerintah sangat menonjol yaitu seperti: memberikan bantuan dana kepada Lembaga Pemasyarakatan Anak kelas IIA Tanjung Gusta,

Namun melihat situasi dari negara yang masih mengalami krisis moneter maka tidak dapat dimungkinkan bantuan dana tersebut, sehingga masalah pendidikan tetap menjadi hak asasi anak yang belum tercapai di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas IIA Tanjung Gusta Medan .

Solusinya yaitu hubungan Lembaga Pemasyarakatan dengan masyarakat setempat harus lebih dipererat supaya masyarakat dapat berperan aktif dalam memberikan bantuan terkhususnya mengenai bantuan buku atau mengenai masalah pendidikan yang telah disebutkan diatas.

3. Kesehatan

Masalah kesehatan yang menjadikan masalah pokok Di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Anak Tanjung Gusta Medan yang disebutkan oleh Kepala Lembaga Pemasyarakatan anak yaitu:Bp. Siswanto Noto Suwarno adalah mengenai over kapasitas, yaitu kapasitas atau daya tampung ruangan atau sel penjara yang melebihi batas tampung suatu ruangan. Sehingga menimbulkan banyak resiko yang terutama yaitu didalam ruangan tersebut para napi anak yang semula ruangan hanya mampu menampung 8 orang menjadi 20


(39)

orang, sehingga segala aktivitas napi anak mulai dari tempat tidur yang sama,berkeringat dan beraktivitas bersama-sama. Oleh sebab itu banyak menimbulkan banyak penyakit khususnya menimbulkan penyakit kulit bahkan sampai menimbulkan penyakit dalam karena terjadi pencemaran makanan.

Solusinya yaitu terutama peran pemerintah untuk memberikan bantuan untuk menanggulanginya dan juga peran masyarakat setempat pun menjadi harapan karena menurut Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Anak Tanjung Gusta Medan, karena semakin banyak jumlah narapidana anak Di Lembaga Pemasyarakatan Anak kelas IIA Tanjung Gusta maka jumlah bangunan dan ruangan pun perlu ditambah oleh sebab itu peran pemerintah dan masyarakat sangat membantu baik dari materi dan imateri.


(40)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Perlindungan Hak Asasi Warga Binaan Pemasyarakatan diatur di dalam Undang-Undang No 39 Tahun 1999 Pasal 52-Pasal 60 tentang hak asasi anak dan Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang hak asasi manusia terhadap warga binaan pemasyarakatan.

2. Pelaksanaan perlindungan hak asasi warga binaan pemasyarakatan yang dalam pelaksanaannya belum dapat terlaksana secara optimal yaitu sebagaimana diatur dalam pasal 14 ayat (1) Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan yang tidak dapat dilaksanakan dengan baik di dalam Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Anak yaitu antara lain:

a. hak untuk mendapatkan masa pemotongan pidana atau Remisi, b. hak untuk mendapatkankan barasimilasi,

c. hak untuk mendapatkan bebas bersyarat, cuti menjelang bebas.

B. Saran

1. Agar pelaksanaan hak asasi manusia harus dijalankan seoptimal mungkin di dalam kerja lapangan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Anak Tanjung Gusta Medan yang diatur di dalam Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 1995.

2. Perlu peninjauan kembali tentang penilaian terhadap prosedur pemberian hak untuk mendapat remisi, kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga, mendapatkan pembebasan bersyarat dan mendapat cuti menjelang bebas.


(41)

3. Agar sarana dan prasarana di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan perlu ditambah dan dilengkapi serta pelayanan terhadap narapidana perlu ditingkatkan dan diharapkan dapat meningkatkan pendidikan, kesejahteraan dan ketrampilan.

4. Perlunya anggaran yang dikeluarkan oleh pemerintah lebih perbesar lagi untuk melengkapi sarana dan prasarana di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan. Agar sarana dan prasarana di dalam Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan dapat ditambah dan dilengkapi serta juga pelayanan terhadap narapidana dapat ditingkatkan sehingga diharapkan juga dapat meningkatkan pendidikan, kesejahteraan dan ketrampilan..

5. Agar pihak yang berwenang dalam hal ini Dirjen Pemasyrakatan Hukum dan Perundang-Undangan RI memberi kelonggaran sserta mempermudah pemberian atas hak-hak narapidana anak, karena hal tersebut mempercepat proses pembinaan kearah yang lebih profesional.

6. Petugas Lembaga Pemasyarakatan Anak perlu memperhatikan bahwa seorang narapidana anak itu hanya dijatuhi pidana hilangnya kemerdekaan, dengan demikian narapidana anak harus diperlakukan secara manusiawi dan harus menghilangkan sifat menindas, maka dalam hal ini diperlukan petugas yang profesional


(42)

BAB II

PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA WARGA BINAAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN BERDASARKAN PERUNDANG-UNDANGAN DI

INDONESIA

Hak-hak yang merupakan Hak Asasi Manusia Anak yang harus dilindungi.

meliputi :

1. Hak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

2. Hak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan.

3. Hak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasannya dan usianya, dalam bimbingan orang tua.

4. Hak mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri Dalam hal karena suatu sebab, orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar, maka anak tersebut diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

5. Hak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual dan sosial.

6. Hak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan bakatnya.

7. Hak memperoleh pendidikan luar biasa bagi anak yang menyandang cacat dan hak mendapatkan pendidikan khusus bagi anak yang memiliki keunggulan.


(43)

8. Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasannya dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai nilai kesusilaan dan kepatutan.

9. Hak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat bakat dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.

10.Hak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial bagi anak yang menyandang cacat.17

g. Perlakuan salah lainnya, yakni perbuatan cabul terhadap anak. Anak wajib dilindungi dari perlakuan:

a.Diskriminasi, yakni perlakuan menbeda-bedakan jenis kelamin, ras, agama, status hukum anak.

b.Eksploitasi, yakni tindakan memperalat dan memeras anak.

c.Penelantaran, yakni dengan sengaja mengabaikan perawatan dan pengurusan anak.

d.Kekejaman, yakni tindakan yang keji, bengis, tidak menaruh belas kasihan anak.

e.Kekerasan dan penganiayaan, yakni perbuatan mencederai, melukai anak baik fisik, mental maupu n sosial.

f. Ketidak adilan, yakni kesewenang-wenangan terhadap anak. 18

17

Darwan Prinst, 2001, Buku II, Loc.cit

Penangkapan penahanan dan pidana penjara bagi anak dapat dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan dilakukan sebagai upaya terakhir. Hak anak yang diberikan sebagai pelaku tindak kekerasan atau pidana adalah dirahasiakan identitasnya serta mendapat bantuan hukum/biaya.

Anak yang dirampas kebebasannya mempunyai hak : a. mendapat perlakuan manusiawi.

b. ditempatkan dan dipisahkan dari orang dewasa. c. memperoleh bantuan hukum dan biaya.

d. membela diri.

18


(44)

e. dirahasiakan identitasnya.19

j. Anak korban perlakuan salah dan penelantaran.

Anak berhak memperoleh perlindungan khusus, perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada:

a. Anak dalam situasi darurat, yaitu anak yang menjadi pengungsi, korban kerusuhan, korban bencana alam, dan anak dalam situasi konflik

bersenjata.

b. Anak yang berhadapan dengan hukum. c. Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi.

d. Anak tereksploitasi secara ekonomi dan / atau seksual. e. Anak yang diperdagangkan.

f. Anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya (napza).

g. Anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan. h. Anak korban kekerasan baik fisik dan / atau mental. i. Anak yang menyandang cacat.

20

Hak Asasi Manusia Narapidana Anak yang diatur di dalam Undang-Undang No.39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dalam pasal 52-66.

A. Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

21

1. Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat, dan Negara.

Berikut isi ketentuan pasal-pasal dari Undang-Undang No 39 tahun 1999 Tentang HAM :

1. Pasal52

2. Hak anak adalah Hak Asasi Manusia dan untuk kepentingan hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan.

19

Ibid, 20

Ibid, 21


(45)

Hak Anak adalah hak asasi manusia sejak dalam kandungan mendapat perlindungan dari orang tuanya maupun dari walinya, masyarakat dan negara dan dilindungi oleh hukum

2. Pasal 53

1. Setiap anak sejak dalam kandungan, berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya.

2. Setiap anak sejak kelahirannya, berhak atas suatu nama dan status kewarganegaraan.

Yang dimaksud dengan “suatu nama” adalah nama sendiri, dan nama orang tua kandung dan atau nama keluarga dan atau nama marga.

3. Pasal 54

Setiap anak yang cacat fisik dan atau mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya Negara, untuk menjamin kehidupannya sesuai dengan martabat kemanusiaan, meningkatkan rasa percaya diri, kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pelaksanaan hak Anak yang cacat fisik dan atau mental atas biaya Negara diutamakan bagi kalangan yang tidak mampu.

Anak yang memiliki cacat fisik atau mental berhak mendapatkan penghidupan yang layak yang dibiayai oleh Negara dan lebih diutamakan kepada anak-anak yang taraf kehidupannya tidak mampu.

4. Pasal 55

Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan usianya dibawah bimbingan orang tua dan atau wali.

Anak diberikan hak untuk beribadah dan memeluk agamanya sesuai dengan kemampuan intelektualitasnya dan usianya dan di bawah bimbingan orang tuanya.


(46)

5. Pasal 56

1. Setiap anak berhak untuk mengetahui siapa orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oeh orang tuanya sendiri.

2. Dalam hal orang tua anak tidak mampu membesarkan dan memelihara anaknya dengan baik dan sesuai dengan undang-undang ini maka anak tersebut boleh diasuh atau diangkat sebagai anak oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Anak berhak mendapatkan pengakuan yang sah siapa yang menjadi orang tuanya atau siapa yang mengasuhnya

6. Pasal 57

1. Setiap anak berhak untuk dibesarkan, dipelihara, dirawat, dididik, diarahkan, dan dibimbing kehidupannya oleh orang tua atau walinya sampai dewasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Setiap anak berhak untuk mendapatkan orang tua angkat atau wali berdasarkan putusan pengadilan apabila kedua orang tua telah meninggal dunia atau karena suatu sebab yang sah tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai orang tua. Anak berhak memperoleh untuk dibesarkan, dipelihara, dirawat, dididik, diarahkan, dan dibimbing kehidupannya oleh orang tua sampai dewas dan jika orang tuanya tidak mampu melakukan kewajibannya terhadap anak, maka anak tersebut berhak untuk mendapatkan orang tua angkat atau wali.

Pasal 58

1) Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya, atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuh anak tersebut.

2) Dalam hal orang tua, wali, atau pengasuh anak melakukan segala bentuk penganiayaan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual termasuk pemerkosaan, dan atau pembunuhan terhadap anak yang seharusnya dilindungi maka harus dikenakan pemberatan hukum.

Anak berhak memperoleh perlindungan hukum terhadap semua perbuatan yang dapat mengancam hidup si anak.


(47)

1) Setiap anak berhak untuk tidak dipisahkan dari orang tuanya secara bertentangan dengan kehendak anak sendiri, kecuali jika ada alasan dan aturan hukum yang sah yang menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak.

2) Dalam keadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), hak anak untuk tetap bertemu langsung dan berhubungan pribadi secara tetap dengan orang tuanya tetap dijamin oleh undang-undang.

Pasal ini berkaitan dengan perceraian orang tua anak, atau dalam hal kematian salah seorang dari orang tuanya, atau dalam hal kuasa asuh orang tua dicabut, atau bila anak disiksa atau tidak dilindungi atau ketidakmampuan orang tuanya.

Pasal 60

1) Setiap anak berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya. 2) Setiap anak berhak mencari, menerima, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan usianya demi mengembangkan dirinya sepanjang sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatuhan.

Pendidikan yang dimaksud mencakup pendidikan tata krama dan budi pekerti. Pasal 61

Setiap anak berhak untuk beristirahat, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan dirinya.

Anak berhak melakukan hubungan interaksi dengan anak-anak yang sebayanya seperti bermain, berekreasi dan berkreasi sesuai minat, bakat dan tingkat kecerdasannya. Pasal 62

Setiap anak berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan jasmani sosial secara layak, sesuai dengan kebutuhan fisik dan mental spiritualnya.

Anak berhak memperoleh kesehatan. Pasal 63


(48)

Setiap anak berhak untuk tidak dilibatkan di dalam peristiwa peperangan, sengketa bersenjata, kerusuhan sosial dan peristiwa lain yang mengandung unsur kekerasan.

Anak berhak mendapatkan perlindungan dari kekerasan. Pasal 64

Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya, sehingga dapat menggangu pendidikan, kesehatan fisik, moral, kehidupan sosial, dan mental spritualnya.

Anak mendapatkan perlidungan hukum terhadap tindakan memperalat atau memeras anak dan tidak boleh dipekerjakan layaknya seperti orang yang dewasa.

Pasal 65

Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak, serta dari berbagai bentuk penyalahgunakan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.

Anak mendapatkan perlindungan dari setiap kegiatan eksploitasi, pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak, serta dari berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat-zat adiktif lainnya.

Pasal 66

1) Setiap anak berhak untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.

2) Hukuman mati atau hukuman seumur hidup tidak dapat dijatuhkan untuk pelaku tindak pidana yang masih anak.

3) Setiap anak berhak untuk tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum. 4) Penangkapan, penahanan, atau pidana penjara anak hanya boleh dilakukan sesuai

dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir.


(49)

5) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan dengan memperhatikan kebutuhan pengembangan diri sesuai dengan manusianya dan harus dipisahkan dari orang dewasa, kecuali demi kepentingannya.

Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku. Dan setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk membela diri dan memperoleh keadilan di depan Pengadilan Anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang yang tertutup untuk hukum.

Setiap anak memiliki kedudukan yang sama di dalam pengadilan tanpa membedakan harkat dan martabat anak tersebut.

B. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Lembaga Pemasyarakatan

Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Lembaga Pemasyarakatan menentukan bahwa warga binaan pemasyarakatan mempunyai hak :22

a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya. b. Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani. c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran.

d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak. e. Menyampaikan keluhan.

22

Mr Jeff Christian & Direktorat Jendral Pemasyarakatan & RWI Kantor Jakarta, Buku I, Op.cit., hal., 5


(50)

f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang.

g. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan.

h. Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum atau orang tertentu lainnya. i. Mendapatkan pengurangan masa pidana (premisi).

j. Mendapatkan kesempatan berassimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga. k. Mendapatkan kebebasan bersyarat.

l. Mendapatkan cuti menjelang bebas.

m. Mendapat hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ad.a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya

Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 menentukan bahwa : Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu.

Ketentuan ini berlaku juga terhadap narapidana anak yang sedang menjalani hukuman di lembaga pemasyarakatan anak karena perumusan pasal di atas merupakan bagian hak asasi manusia yang terdapat di Indonesia.

Menurut Manual Pemasyarakatan, bimbingan dan pendidikan agama di lembaga pemasyarakatan meliputi hal-hal sebagai berikut :23

1) Setiap petugas lembaga pemasyarakatan berkewajiban untuk memelihara dan menjaga ketertiban dalam pelaksanaan bimbingan dan pendidikan agama bagi narapidana.

23


(51)

2) Setiap petugas tidak diperkenankan untuk menghalang-halangi atau mencegah bagi narapidana untuk melakukan perintah-perintah agamanya dan mengikuti bimbingan ataupun pendidikan agama.

3) setiap petugas harus bersedia untuk menampung segala keluhan-keluhan ataupun pengaduan-pengaduan narapidana tentang pelaksanaan kewajiban menurut agamanya, dan dalam mengkuti bimbingan ataupun pendidikan agama.

4) Setiap petugas lembaga pemasyarakatan tidak diperkenankan untuk mendorong ataupun menghasut atau membujuk seseorang narapidana untuk berpindah agama. 5) Dalam pelaksanaannya bimbingan dan pendidikan agama, kepala lapas setempat

dapat mengadakan kerjasama dengan jawatan agama setempat ataupun perseorangan.

6) Pelaksanaan kerja sama lebih lanjut akan ditetapkan dalam petunjuk-petunjuk pelaksanaan bimbingan dan pendidikan agama di bawah ini, yaitu sebagai berikut: a. Pelaksanaan bimbingan dan pendidikan agama sehari-hari dilakukan oleh bimbingan sosial pada lembaga pemasyarakatan yang bersangkutan dengan dibantu oleh petugas keamanan.

b. Setelah bimbingan dan pendidikan agama selesai dilakukan petugas keamanan harus segera meneliti dan memeriksa kembali nama dan jumlah narapidana yang telah mengikuti bimbingan dan pendidikan.

c. Petugas bagian keamanan harus selalu menjaga agar pelaksanaan bimbingan dan pendidikan agama berlangsung secara tertib dan lancar.

7) Tiap-tiap narapidana diperbolehkan untuk membaca kitab suci menurut keyakinan agamanya masing-masing.


(52)

8) Penyebarluasan brosur-brosur yang menyangkut bimbingan dan pendidikan agama kepada narapidana harus terlebih dahulu dengan sepengetahuan dan seijin kepala lembaga pemasyarakatan.24

Ad.b. Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani

Hak untuk mendapatkan perawatan kesehatan merupakan standar internasional hak asasi manusia yang penting. Hak ini tidak hilang meskipun seseorang menjadi narapidana. Tanggung jawab untuk menjamin penghormatan atas hak ini pindah ke lapas karena narapidana tidak bisa melakukan semua ini secara mandiri.

Lapas memiliki kewajiban untuk melayani narapidana. Ini adalah salah satu dari prinsip-prinsip kunci dalam Peraturan Minimum Standar Perlakuan terhadap narapidana. Itu berarti apabila narapidana tidak dapat mencari perawatan kesehatannya sendiri, maka lapas harus menyediakannya. Karena narapidana tidak bisa berkunjung ke dokter yang ada di luar lapas, maka dokter tersebut yang akan mengunjungi narapidana. Hal tersebut berlaku juga untuk dokter gigi, dan untuk ahli kesehatan jiwa.

Standar perawatan kesehatan di lapas harus sekurangnya sama dengan standar kesehatan yang ada di masyarakat. Tak seorang pun harus menderita karena tidak adanya perawatan kesehatan hanya karena mereka di penjara. Selain itu, karena banyak orang miskin dan yang berpenyakit masuk penjara, otoritas lapas harus memperkirakan kebutuhan peraatan kesehatan yang lebih besar bagi narapidana yang ada di masyarakat pada umumnya.

Paramedis harus memberikan perawatan kesehatan di lapas. Dokter dan perawat yang berkualitas harus tersedia. Petugas lapas juga harus membantu mengidentifikasi narapidana yang mungkin sakit, dan memberikan pertolongan pertama kepada narapidana

24


(53)

yang cedera. Petugas lapas tidak boleh menghalangi warga binaan pemasyarakatan yang membutuhkan perawatan kesehatan, justru mereka harus membantu narapidana untuk menemui petugas medis. Ini juga berlaku untuk semua warga binaan pemasyarakatan baik itu yang sangat jahat sekalipun. Semua tergantung petugas medis untuk memutuskan apa yang perlu dilakukan terhadapwarga binaan pemasyarakatan, dan bukan petugas lapas.

Semua narapidana harus menerima pemeriksaan medis ketika masuk ke lapas. Penyakit kronis dan menular adalah yang terutama penting. Obat-obatan harus tersedia bilamana diresepkan oleh dokter. Petugas lapas harus membantu agar semua ini dapat berjalan dengan lancar.

Petugas lapas perlu memahami apa yang dimaksud dengan kontrol penyakit menular. Mereka harus dilatih dalam pencegahan universal, yang harus selalu mereka terapkan kapan pun juga. Ini adalah cara yang terbukti dapat melindungi mereka, rekan kerja mereka dan narapidana. Pencegahan ini secara gampang berarti memperlakukan semua cairan tubuh sebagai sesuatu yangtertular. Ini berarti air liur, air seni, darah dan tinja. Jika mereka melakukan tindakan ini, tidak perlu ada kekhawatiran khusus tentang terjangkit atau tidaknya narapidana. Ini peraturan yang sederhana. Perlakuan setiap orang seakan-akan mereka telah tertular, termasuk petugas lainnya dan pengunjung.

Selain itu, petugas harus memperlakukan setiap cairan tubuh yang tertumpah seakan-akan itu menular, dan karenanya, desinfeksi harus dilakukan secepatnya, menggunakan desinfektan yang telah disetujuidan efektif, seperti pemutih.

Warga binaan pemasyarakatan berpenyakit jiwa merupakan tantangan khusus. Warga binaan pemasyarakatan dengan penyakit jiwa kadang dapat dibantu dengan


(54)

obat-obatan, tetapi tidak selalu. Petugas lapas harus mendapat pengarahan dari ahli penyakit jiwa.

Bentuk lain masalah kejiwaan adalah orang yang secara mental cacat, baik karena penyakit, kemalangan atau cedera. Warga binaan pemasyarakatan lain sering menganiaya orang-orang ini. Petugas lapas harus mencegah ini terjadi dan mereka harus tidak melakukannya sendiri. Hal ini terutama penting untuk diingat, karena orang-orang ini dapat sangat menyulitkan dan kadang bahkan berbahaya untuk dikendalikan. Petugas harus menjaga agar tidak menggunakan kekerasan berlebihan atau pengekangan saat mengendalikan mereka.

Warga binaan pemasyarakatan mempunyai hak yang sama akan keberhasilan medis seperti orang lainnya di dalam masyarakat. Tidak perlu bagi petugas lapas mengetahui penyakit khusus yang mungkin diderita oleh narapidana. Jika informasi ini keluar, seringkali sebagian narapidana lainnya dan petugas akan mengejek dan mendiskriminasi narapidana tersebut. Bahkan mungkin ada serangan terhadap narapidana tersebut. Ini tidak benar dan tentunya melanggar hak asasi manusia. Kemungkinan terakhir narapidana akan rentan terhadap pemerasan, terutama bilamana narapidana berasal dari keluarga yang cukup kaya di dalam masyarakat.

Seorang dokter harus ditunjuk sebagai petugas medis di lapas. Dokter ini harus memeriksa penjara untuk mengindentifikasi masalah-masalah kejahatan, atau yang akan menjadi masalah kesehatan. Laporan harus dibuat secara teratur kepada Kepala Lapas dengan menjelaskan masalah pendekatan melindungi petugas dan narapidana dari kondisi yang mungkin berbahaya. Perawatan kesehatan tidak hanya untuk mengobati penyakit. Tanggung jawab untuk menjaga kesehatan warga binaan pemasyarakatan juga berarti


(55)

lapas menyediakan kesempatan untuk berolahraga, dan tidak menciptakan kondisi hidup yang tidak sehat bagi warga binaan pemasyarakatan.

Petugas lapas dapat banyak berperan dengan menciptakan kondisi hidup lebih sehat, dan dengan membantu pelaksanaan program rekresi. Petugas pemasyarakatan harus menyediakan pengarahan harian kepada narapidana tentang kebersihan diri mereka, dan upaya mereka untuk menjaga kebersihan tempat tinggal mereka.

Petugas pemasyarakatan dapat pula memberikan kontribusi signifikan pada program rekreasi di dalam lembaga, dan dapat lebih mendorong narapidana untuk partisipasi penuh. Petugas perlu menjaga bahwa partisipasi petugas pada program rekreasi bersama warga binaan pemasyarakatan tidak akan membahayakan hubungan profesional yang seharusnya ada antara narapidana dan petugas.

Menurut Manual Pemasyarakan, mendapat perawatan baik perawatan rohani maupun jasmani adalah menyangkut petunjuk penggunaan dan pemeliharaan pakaian yang dapat diperinci sebagai berikut :25

1) Pengawasan atas pemberian, penggunaan dan pemeliharaan pakaian narapidana dilakukan oleh petugas bagian perawatan di lembaga pemasyarakatan.

2) Segera setelah terhadap narapidana baru, selesai dilakukan pengerollan kepadanya diberikan satu stell pakaian seragam.

3) Selama warga binaan pemasyarakatan menjalani masa pembinaanya, kepada mereka disediakannya dua stell pakaian, yaitu :

a. Satu stell pakaian seragam untuk bekerja b. Satu stell pakaian seragam untuk persediaan

25

Mr Jeff Christian & Direktorat Jendral Pemasyarakatan & RWI Kantor Jakarta, Buku I, Op.Ciit,


(56)

4) Pakaian seragam tidak boleh diganti dengan pakaian pribadi milik pribadi narapidana, kecuali pada acara kunjungan hari raya dan hari-hari besar lainnya.

5) Pakaian seragam dapat diganti dengan pakaian pribadi jika narapidana yang bersangkutan telah memperoleh assimulasi tahap ketiga.

6) Pakaian seragam dikembalikan kepada bagian perawatan sejak narapidana yang bersangkutan habis menjalani masa pembinaannya di lembaga pemasyarakatan yang bersangkutan.

Ad.c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran

Berdasarkan Manual Pemasyarakatan dapat diketahui pelaksanaan pendidikan yang dimaksud meliputi pelaksanaan pendidikan umum dan pelaksanaan keterampilan di lembaga pemasyarakatan.

Pelaksanaan pendidikan umum di Lembaga Pemasyarakatan meliputi hal sebagai berikut :26

1) Setiap warga binaan pemasyarakatan tanpa membedakan menurut usia, lamanya pidana dan jenis kelamin, harus memperoleh kesempatan pendidikan umum yang ada. 2) Kesempatan untuk memperoleh pendidikan umum tidak dapat diberikan kepada

warga binaan pemasyarakatan yang sedang menjalani hukuman disiplin.

3) Kesempatan untuk memperoleh pendidikan umum harus lebih diutamakan kepada warga binaan pemasyaraakatan yang buta huruf dengan tidak memandang usia yang telah dicapai oleh narapidana yang bersangkutan.

4) Kesempatan untuk memperoleh pendidikan umum di luar lembaga pemasyarakatan, bagi narapidana harus dengan sepengetahuan dan seijin kepala lembaga

26


(57)

pemasyarakatan setempat, setelah memperoleh saran-saran dari dewan pembinaan pemasyarakatan.

Pelaksanaan pendidikan keterampilan menyangkut hal-hal sebagai berikut :

a) Setiap narapidana tanpa membedakan menurut lamanya usia dan jenis kelamin, harus memperoleh kesempatan untuk mengikuti pendidikan keterampilan di lembaga pemasyarakatan.

b) Kesempatan untuk mengikuti pendidikan keterampilan ini tidak dapat diberikan, apabila narapidana tersebut sedang sakit atau sedang menjalankan hukuman disiplin. c) Kesempatan untuk mengikuti pendidikan keterampilan dilaksanakan di lembaga

pemasyarakatan, kecuali bagi warga binaan pemasyarakatan yang : 1) Sedang menjalani lepas bersyarat

2) Sedang menjalani assimilasi tahap ketiga dapat dilakukan di luar lembaga pemasyarakatan.

d) Bagi warga binaan pemasyarakatan yang telah selesai mengikuti pendidikan keterampilan harus diberikan surat keterangan pada formulir yang tersedia.

Pemberian surat keterangan yang dimaksud dilakukan apabila :

1) Warga binaan pemasyarakatan yang bersangkutan memperoleh lepas bersyarat. 2) Warga binaan pemasyarakatan yang sedang menjalani assimilasi tahap ketiga. 3) Warga binaan pemasyarakatan yang sedang bersangkutan telah selesai menjalani

pidananya.


(1)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis panjatkan Puji dan Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Penulisan skripsi ini adalah merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam rangka ujian untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.

Adapun judul skripsi ini adalah “Hak Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan Dan Hubungannya Dengan Hak Asasi Manusia”

Penulis sadar sejak awal hingga akhir penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bimbingan, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH., M.H., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH., M.H., DFM, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak M. Husni, S.H., M.H., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Mariati Zendrato, SH., M.Hum, selaku Dosen Wali penulis.

6. Bapak Abul Khair, SH., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(2)

7. Bapak Lukman Hakim Nainggolan, SH, selaku Dosen Pembimbing I yang dengan tulus meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan, dan memberi masukan serta pandangan dan nasehat yang berguna bagi penulis sehingga skripsi ini dapat selesai.

8. Ibu DR. Marlina, SH., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang dengan tulus meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan, dan memberi masukan serta pandangan dan nasehat yang berguna bagi penulis sehingga skripsi ini dapat selesai.

9. Ibu Nurmalawaty, SH., M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10.Seluruh Dosen dan Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang dengan sabar mengajar dan membimbing penulis selama menempuh pendidikan di almamater ini.

Secara khusus pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa yang kepada mereka yang selama ini dekat dan mendapat tempat yang istimewa di hati sanubari penulis, diantaranya :

1. Teristimewa kepada kedua orang tua penulis, yang penulis cintai dan kasihi Ayahanda M. Pasaribu, SH, dan Ibunda B. Br. Sitompul, yang telah memberikan banyak doa dan dukungan serta motivasi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Buat kakakku (Denniwaty Pasaribu, SE/ Hisar Pandapothan Samosir), Terima kasih buat dukungan dan doanya.


(3)

3. Buat keluarga besarku, opung, tulang, tante, terima kasih atas dukungan yang selalu diberikan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan dari awal hingga selesai penulisan skripsi ini.

4. Terimakasih buat sahabatku, Rumondang, Fitri, Renhard Corry, yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Buat temen-teman stambuk 2005 , yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih buat dukungannya.

Akhirnya penulis berharap dan berdoa semoga apa yang penulis sajikan dalam skripsi ini ada manfaatnya. Dan semoga ilmu yang penulis peroleh di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dapat juga berguna bagi agama, nusa dan bangsa, Amin.

Medan, Maret 2009 Penulis


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAKSI ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan... 5

D. Keaslian Penulisan ... 6

E. Tinjauan Kepustakaan ... 6

1. Pengertian Anak ... 6

2. Pengertian HakAnak ... 10

3. Pengertian Hak Asasi Manusia ... 12

F. Metode Penelitian... 14

G. Sistematikan Penulisan ... 16

BAB II PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA WARGA BINAAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK BERDASARKAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA ... 17

A. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia ... 20

B. Undang-Undang No. 12 tahun 1995 Tentang Lembaga Pemasyarakatan ... 25

BAB III PELAKSANAAN ASASI MANUSIA WARGA BINAAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK TANJUNG GUSTA MEDAN 54

A. Gambaran Umum Lembaga pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Dan Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Anak Tanjung Gusta Medan ... 54

B. Peraturan dan Tata Tertib di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Anak Tanjung Gusta Medan ... 78

C. Pelaksanaan Hak Asasi Manusia Warga Binaan di Lembaga Pemasyarakatan Anak ... 83


(5)

1. Hambatan yang dihadapi……… 88

2. Upaya untuk mengatasi hambatan………. 89

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 93

A. Kesimpulan ... 93

B. Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 96 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(6)

Abstraksi

* Suandi Fernando Pasaribu1

a. Berhak melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya. * Lukman Hakim Nainggolan SH

* DR. Marlina SH.M.Hum

Penulis mengajukan judul hak warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II Anak dan hubungannya dengan hak asasi manusia studi kasus di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Anak Tanjung Gusta Medan karena di dalam Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Anak Tanjung Gusta Medan belum sepenuhnya mampu menunjukkan fungsi yang ideal. Adapun berbagai aspek dan kondisi dalam Lembaga Pemasyarakatan Anak sangat potensial menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia antara lain over kapasitas yaitu banyaknya jumlah narapidana, kualitas penghuni yang berubah dari kejahatan konvensional menjadi kejahatan transsional, terbatasnya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia.

Jenis penelitian ini merupakan perpaduan pendekatan penelitian hukum normatif dan pendekatan hukum sosiologis/empiris, dengan metode pengumpulan data melalui studi perpustakaan guna mendapat data primer, sekunder dan tersier.

Perlindungan Hak Asasi Manusia diatur di dalam Undang-Undang No.

39 Tahun tentang 1999 Pasal 52-66 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang No. 12 tahun 1995 Pasal 14 tentang Hak Warga Binaan Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan.

Adapun Hak Asasi Manusia terhadap warga binaan pemasyarakatan yaitu b. Berhak mendapat perawatan jasmani dan rohani.

c. Berhak mendapat pendidikan dan pengajaran.

d. Berhak mendapat pelayanan kesehatan dan makanan yang layak. e. Berhak menyampaikan keluhan.

f. Berhak untuk menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum atau orang tertentu lainnya.

1

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara * Dosen Fakultas Hukum Univesritas Sumatera Utara * Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara