Tingkat Spiritualitas Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan

(1)

Tingkat Spiritualitas Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan

Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan

SKRIPSI

Oleh

Jernita Efriyati Togatorop

111101080

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

SKRIPSI

Oleh

Jernita Efriyati Togatorop

111101080

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

(4)

(5)

Penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Tingkat Spiritualitas Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan” dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat dalm menyelesaikan tugas akhir di Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti mendapatkan bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak dengan memberikan butir-butir pemikiran yang sangat berharga bagi peneliti baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu peneliti mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S.Kp., MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

3. Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp., MNS selaku Pembantu Dekan II Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ikhsanuddin Ahmad Harahap, S.Kp, MNS selaku pembantu Dekan III Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.


(6)

pembimbing yang sangat sabar dan selalu memberi arahan, masukan, dukungan serta ilmu yang bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini.

7. Bapak Achmad Fathi, S.Kep, Ns, MNs selaku penguji I skripsi yang telah memberikan arahan, bimbingan dan ilmu yang bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini.

8. Ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku penguji II yang telah memberikan arahan, bimbingan dan ilmu yang bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini.

9. Kementrian Hukum dan HAM Kanwil Sumatera Utara atas ijinnya untuk penulis bisa melakukan penelitian di Lapas kelas II A wanita Tanjung Gusta Medan

10. Kepala Lapas Kelas II A wanita Tanjung Gusta Medan dan seluruh staff yang telah bersedia membantu selama proses penelitian

11. Seluruh narapidana yang telah bersedia menjadi responden dan berbaik hati mendengarkan penulis menjelas penelitian.

12. Kedua orang tua penulis yang sangat penulis sayangi yakni Bapak. Binsar Togatorop dan Ibu. Flora Hutagaol yang selalu memberikan doa, semangat, dan dorongan baik dalam moral maupun materil dan empat adik-adikku (Rinaldi, Ingwer, Ruth, Putri) yang selalu memberikan semangat dan dorongan.


(7)

mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun agar penulisan skripsi ini dimasa yang akan datang dapat lebih bermanfaat. Akhir kata peneliti mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Medan, Juli 2015


(8)

Halaman Pengesahan ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... ix

Daftar skema ... x

Abstrak ... xi

Abtrack ... xii

BAB 1Pendahuluan 1. LatarBelakang ... 1

2. Perumusan Masalah ... 5

3. Tujuan Penelitian ... 5

4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2 TinjauanPustaka 1. Spiritualitas ... 8

1.1Defenisi Spiritualitas ... 8

1.2Karakteristik Spiritualitas ... 9

1.3Dimensi Spiritualitas ... 12

1.4Faktor-faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas ... 13

2. Narapidana ... 19

2.1Konsep Narapidana ... 19

2.2Hak dan Kewajiban Narapidana ... 20

3. Spiritualitas Narapidana ... 21

BAB 3 Kerangka Penelitian 1. Kerangka Konseptual ... 23

2. Definisi Konseptual ... 24

BAB 4 MetodologiPenelitian 1. Desain Penelitian ... 26

2. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ... 26

2.1.Populasi Penelitian ... 26

2.2.Sampel Penelitian ... 26

2.3.Teknik Sampling ... 27

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

4. Pertimbangan Etik ... 28

5. Instrumen Penelitian ... 29


(9)

1. Hasil ... 36

2. Pembahasan ... 40

BAB 6. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan ... 49

2. Saran ... 49

2.1Penelitian Keperawatan ... 49 .

2.2Pendidikan Keperawatan ... 49

2.3Lembaga Pemasyarakatan ... 50

2.4Keterbatasan Penelitian ... 50

DaftarPustaka ... 52

Lampiran 1. Jadwal tentatif penelitian ... 55

Lampiran 2. Inform consent ... 57

Lampiran 3. Instrumen penelitian ... 58

Lampiran 4. Lembar bukti bimbingan ... 63

Lampiran 5. Taksasi dana ... 65

Lampiran 6. Riwayat hidup ... 66

Lampiran 7. Master tabel ... 67

Lampiran 8. Uji Reliabilitas kuesioner ... 80

Lampiran 9. Distribusi data demografi ... 81

Lampiran 10. Distribusi spiritualitas narapidana per item kuesioner ... 83

Lampiran 11. Distribusi Tingkat spiritualitas Narapidana ... 90 Lampiran 12. Lembar terjemahan abstrak

Lampiran 13. Lembar uji validitas 1 Lampiran 14. Lembar uji validitas 2

Lampiran 15. Surat permohonan survei awal Lampiran 16. Surat balasan survei awal

Lampiran 17. Surat permohonan izin penelitian Lampiran 18. Surat balasan izin penelitian

Lampiran 19 Surat bukti uji kuesioner dan penelitian Lampiran 20. Surat Etika penelitian


(10)

Tabel 2. Variabel, defenisi operasional, alat ukur, Hasil ukur dan skala... 24 Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase data demografi

narapidana dilapas kelas IIA wanita Tanjung Gusta Medan ... 37 Tabel 5.2 Distribusi frekuensi dan persentase spiritualitas

narapidana di Lapas kelas II A wanita Tanjung Gusta Medan ... 39 Tabel 5.3 Distribusi frekuensi dan persentase tingkat spiritualitas

narapidana di Lapas kelas II A wanita Tanjung Gusta Medan berdasarkan karakteristik spiritualitas ... 39


(11)

(12)

ABSTRAK

Pelaku tindak kriminal yang mendapat proses hukum disebut narapidana. Status sebagai narapidana akan mengakibatkan seseorang kehilangan kebebasan, kehilangan waktu dengan keluarga dan lingkungan, serta mengalami tekanan atau kesulitan selama berada dalam Lembaga Pamasyarakatan. Spiritualitas dapat dapat menjadi sumber dukungan, kekuatan dan sumber koping individu yang sedang menghadapi masalah ataupun tekanan. Desain penelitian ini adalah deskriptif bertujuan untuk menggambarkan tingkat spiritualitas narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan. Responden pada penelitian adalah narapidana yang sedang menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan berjumlah 79 dengan teknik pengambilan sampel accidental sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan tingkat spiritualitas narapidana mayoritas tinggi yaitu 67 responden (84,8%). Tingkat spiritualitas narapidana berdasarkan karakteristik spiritualitas mayoritas juga tinggi yaitu hubungan dengan Tuhan sebanyak 75 responden (94,9%), hubungan dengan diri-sendiri sebanyak 75 responden (94,9), hubungan dengan orang lain sebanyak 66 responden (83,5%), dan hubungan dengan alam sebanyak 56 responden (70,9%). Rekomendasi diharapkan spiritualitas narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan tetap dipertahankan dengan tetap mengadakan kegiatan-kegiatan positif seperti kegiatan beribadah bersama, kunjungan keluarga dan kegiatan senam yang melibatkan semua aspek dalam Lembaga Pemasyarakatan.

Kata kunci : Spiritualitas, Narapidana, Lembaga Pemasyarakatan Tahun : 2014/2015


(13)

University of Sumatera Utara Academic Year : 2014-2015

ABSTRACT

A perpetrator of criminal act who is sentenced is called a prisoner. The status of a prisoner will cause him to lose freedom, to lose time with family and neighborhood, and to undergo stress or difficulties during his imprisonment. Spirituality can be the source of support, strength, and coping for a person who is undergoing problems and stress. The research used descriptive method which was

aimed to describe the level of prisoners’ spirituality at the Woman Penitentiary

Class IIA Tanjung Gusta, Medan. The samples were 79 prisoners at the Woman Penitentiary Class IIA Tanjung Gusta, Medan, taken by using accidental sampling technique. The data were gathered by distributing questionnaires. The result of the research showed that 67 respondents (84.8%) had high spirituality. Based on the characteristics, it was found that 75 respondents (94.9%) had good relationship with God, 75 respondents (94.9%) had relationship with themselves, 66 respondents (83.5%) had relationship with other people, and 56 respondents

(70.9%) had relationship with nature. It is recommended that prisoners’

spirituality at the Woman Penitentiary Class IIA Tanjung Gusta, Medan, should be maintained by performing positive activities such as mutual praying, family visits, and gymnastics which involve all people in the Penitentiary.


(14)

ABSTRAK

Pelaku tindak kriminal yang mendapat proses hukum disebut narapidana. Status sebagai narapidana akan mengakibatkan seseorang kehilangan kebebasan, kehilangan waktu dengan keluarga dan lingkungan, serta mengalami tekanan atau kesulitan selama berada dalam Lembaga Pamasyarakatan. Spiritualitas dapat dapat menjadi sumber dukungan, kekuatan dan sumber koping individu yang sedang menghadapi masalah ataupun tekanan. Desain penelitian ini adalah deskriptif bertujuan untuk menggambarkan tingkat spiritualitas narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan. Responden pada penelitian adalah narapidana yang sedang menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan berjumlah 79 dengan teknik pengambilan sampel accidental sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan tingkat spiritualitas narapidana mayoritas tinggi yaitu 67 responden (84,8%). Tingkat spiritualitas narapidana berdasarkan karakteristik spiritualitas mayoritas juga tinggi yaitu hubungan dengan Tuhan sebanyak 75 responden (94,9%), hubungan dengan diri-sendiri sebanyak 75 responden (94,9), hubungan dengan orang lain sebanyak 66 responden (83,5%), dan hubungan dengan alam sebanyak 56 responden (70,9%). Rekomendasi diharapkan spiritualitas narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan tetap dipertahankan dengan tetap mengadakan kegiatan-kegiatan positif seperti kegiatan beribadah bersama, kunjungan keluarga dan kegiatan senam yang melibatkan semua aspek dalam Lembaga Pemasyarakatan.

Kata kunci : Spiritualitas, Narapidana, Lembaga Pemasyarakatan Tahun : 2014/2015


(15)

University of Sumatera Utara Academic Year : 2014-2015

ABSTRACT

A perpetrator of criminal act who is sentenced is called a prisoner. The status of a prisoner will cause him to lose freedom, to lose time with family and neighborhood, and to undergo stress or difficulties during his imprisonment. Spirituality can be the source of support, strength, and coping for a person who is undergoing problems and stress. The research used descriptive method which was

aimed to describe the level of prisoners’ spirituality at the Woman Penitentiary

Class IIA Tanjung Gusta, Medan. The samples were 79 prisoners at the Woman Penitentiary Class IIA Tanjung Gusta, Medan, taken by using accidental sampling technique. The data were gathered by distributing questionnaires. The result of the research showed that 67 respondents (84.8%) had high spirituality. Based on the characteristics, it was found that 75 respondents (94.9%) had good relationship with God, 75 respondents (94.9%) had relationship with themselves, 66 respondents (83.5%) had relationship with other people, and 56 respondents

(70.9%) had relationship with nature. It is recommended that prisoners’

spirituality at the Woman Penitentiary Class IIA Tanjung Gusta, Medan, should be maintained by performing positive activities such as mutual praying, family visits, and gymnastics which involve all people in the Penitentiary.


(16)

1. Latar belakang

Secara yuridis pengertian kejahatan adalah suatu perbuatan tingkah laku manusia yang bertentangan dengan undang-undang (Hamdan, 2005). Banyak faktor yang dapat memicu terjadinya tindak kejahatan namun yang menjadi faktor penyebab utama tejadinya tindak kejahatan adalah faktor ekonomi, misalnya: tidak mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari, sulit mempunyai pekerjaan karena pendidikan yang kurang, dan menjadikan narkotika sebagai sumber kehidupan seperti menjadi pengedar narkoba (Frinaldi, 2012).

Data Badan Pusat Statistik (2012) menjabarkan bahwa dari data registrasi Polri kejadian kejahatan di Indonesia selama tahun 2010-2012 cenderung berfluktuasi. Jumlah kejadian kejahatan atau crime total dari sekitar 332.490 kasus pada tahun 2010 meningkat menjadi sekitar 347.605 kasus pada tahun 2011 namun pada tahun 2012 menurun menjadi sekitar 341.159 kasus. Badan Pusat Statistik juga mencatat jumlah kejahatan di Medan yaitu pada tahun 2010 sebanyak 33.227 kasus dan jumlah ini meningkat pada tahun 2011 menjadi 37.610 kasus sedangkan pada tahun 2012 mengalami penurunan menjadi 33.250 kasus.

Tindak kriminalitas tidak hanya dilakukan oleh laki-laki tetapi juga oleh wanita. Data Badan Pusat Statistik tahun 2012 menunjukkan persentase tindak kriminalitas yang dilakukan wanita seperti pencurian 4%, penipuan 24%,


(17)

penggelapan 20,5%, pembunuhan 4%, penculikan 4%, penganiayaan 4%, dan kejahatan terhadap anak 4,5%.

Setiap pelaku kejahatan akan menjalani hukuman atau pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan. Berdasarkan Depkumham RI pada Oktober 2014, jumlah penghuni Lembaga Pemasyarakatan adalah 384.537 orang dengan jumlah tahanan 152.442 orang dan jumlah narapidana 232.095 orang. Jumlah kapasitas narapidana dan tahanan yang dapat ditampung Lembaga Pemasyarakatan sendiri adalah 109.011 orang sehingga terjadi over kapasitas sebanyak 147 %.

Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan sekarang menampung sebanyak 489 orang dengan rincian 120 tahanan dan 369 narapidana sehingga terjadi over kapasitas sebanyak 320 % karena Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gusta hanya dapat menampung 150 orang (Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan, November 2014).

Jumlah narapidana yang melebihi kapasitas dalam sel atau over capasity akan mengakibatkan narapidana mendapat kondisi makanan yang berada dibawah standar, fasilitas kesehatan yang sangat minim serta waktu besuk yang sangat terbatas, dimana dapat memicu perkelahian diantara narapidana karena narapidana saling mengejek atau diantara para narapidana saling mencuri makanan (Wilson, 2005). Hensley, Tewksbury, & Castle (2003) juga menyatakan bahwa kekerasan dan pelecehan seksual juga berkembang dalam penjara.

Cooke, Baldwin, & Howison (2008) menegaskan bahwa narapidana yang menjalani hukuman di dalam Lembaga Pemasyarakatan akan mengalami


(18)

perubahan pengalaman hidup seperti, (a) kehilangan keyakinan pada diri sendiri seperti penurunan rasa percaya diri, merasa putus asa, dan kebingungan dengan kondisi yang dialami, (b) kehilangan aktivitas dengan keluarga dekat seperti suami dan anak, kerabat, dan teman, (c) kehilangan kebebasan untuk melakukan kegiatan keagamaan ataupun kegiatan berinteraksi dengan lingkungan.

Crewley & Sparks (2006) juga menyatakan bahwa masalah juga timbul dari dalam diri narapidana seperti kehilangan peran, ketakutan menjalani rezim penjara, kehilangan identitas yang terhormat, serta ketakutan meninggal di dalam penjara.

Narapidana wanita dan pria mempunyai hak dan kewajiban yang sama namun keadaan psikologis wanita dan pria berbeda. Butterfield (2003 dalam Liwarti, 2013) menyatakan bahwa narapidana wanita diyakini lebih rentan mengalami mengalami mental illness dari pada pria. Ardila (2013) juga menyatakan bahwa narapidana wanita sering mengalami permasalahan psikologis seperti depresi, kecemasan, phobia dan anti-sosial personality karena tidak menerima keadaan dirinya dan status narapidana yang disandangnya menimbulkan stigma yang negatif dalam masyarakat.

Berdasarkan survey yang dilakukan peneliti pada bulan November 2014 Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan mempunyai beberapa program pembinaan misalnya kegiatan kerohanian yang dilakukan tiap minggunya, program yang menunjang keterampilan narapidana seperti memasak, menjahit dan salon. Pada Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung


(19)

Gusta Medan juga memfasilitasi narapidana dengan ruangan khusus untuk bertemu dengan keluarga.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada 2 orang pegawai bahwa terdapat narapidana yang pernah melakukan percobaan bunuh diri selain itu juga terdapat beberapa narapidana yang tidak pernah dikunjungi oleh keluarga dan bahkan diceraikan oleh suami saat narapidana berada dalam Lembaga Pemasyarakatan.

Peristiwa-peristiwa tidak nyaman yang dialami narapidana akan mempengaruhi spiritualitas narapidana. Papalia, et al (2009) menyatakan individu dengan tingkat spiritualitas tinggi memiliki sikap yang lebih baik, merasa puas dalam hidup, lebih sedikit mengalami pengalaman traumatik dan lebih sedikit mengalami kesepian.

Orang yang memaknai hidup lebih baik memiliki spiritualitas yang lebih tinggi dan mengalami kesejahteraan yang lebih tinggi maka kecenderungan psikopatologinya rendah dan spiritualitas sangat efektif untuk menekan angka bunuh diri (Garroute et al 2003). Selain itu, spiritiualitas dalam hal kasih sayang, keyakinan pada Tuhan, pandangan yang positif dapat menjadikan kesehatan yang lebih baik dan menciptakan perasaan yang lebih baik (Campell, Yoon, & Johnstone, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Liwarti (2013) tentang “Hubungan Pengalaman Spiritual dengan Psichological well being pada Penghuni Lembaga Pemasyrakatan” menyatakan adanya hubungan yang positif antara


(20)

pengalaman spiritual dengan psichological well being meliputi aspek otonomi, penguasaan lingkungan, perkembangan personal, hubungan yang baik dengan orang lain, tujuan hidup, dan penerimaan diri dengan tingkat korelasi yang paling tinggi adalah penguasaan lingkungan.

Berdasarkan latarbelakang tersebut diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul “Tingkat Spiritualitas Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan”.

2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana tingkat spiritualitas narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan?

3. Tujuan Penelitian 3.1.Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah “Mengidentifikasi tingkat spiritualitas narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan”.

3.2.Tujuan Khusus

3.2.1. Mengidentifikasi hubungan dengan Tuhan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan


(21)

3.2.2. Mengidentifikasi hubungan dengan diri sendiri narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan

3.2.3. Mengidentifikasi hubungan dengan orang lain narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan

3.2.4. Mengidentifikasi hubungan dengan alam narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan

4. Manfaat Penelitian

4.1. Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi tambahan bagi institusi pendidikan keperawatan untuk diintegrasikan pada materi perkuliahan khusus sehingga dapat memperkaya atau memperluas pengetahuan mahasiswa terutama dalam hal spiritualitas narapidana.

4.2. Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi tambahan terhadapa pelayanan keperawatan terutama keperawatan komunitas agar memingkatkan spiritualitas pada komunitas narapidana.

4.3.Penelitian keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan dasar untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan spiritualitas.


(22)

4.4.Lembaga pemasayarakatan

Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi tambahan bagi lembaga pemasyarakatan wanita tentang kondisi spiritualitas para narapiadana sehingga dapat memenuhi kebutuhan spiritualitas para narapidana selama masa tahanan.


(23)

1. Spiritualitas

1.1. Defenisi Spiritualitas

Miller (1995 dalam Young, Caroline dan Cyndie Koopsen, 2007) menyatakan bahwa spiritualitas merupakan daya semangat, prinsip hidup, atau hakikat eksistensi manusia, yang meresapi hidup dan diungkapkan serta dialami dalam tali temali hubungan antara diri sendiri, sesama, alam, dan Allah atau sumber hidup karena dibentuk melalui pengalaman kultural, spiritualitas merupakan pengalaman manusia yang universal.

Farren et al (1989 dalam Potter & Perry, 2005) mengungkapkan defenisi fungsional spiritualitas adalah “komitmen tertinggi individu” yang merupakan prinsip yang paling komprehensif dari perintah, atau nilai final yaitu arguman yang sangat kuat yang diberikan untuk pilihan yang dibuat dalam hidup kita.

Spiritualitas merupakan sesuatu yang dipercayai oleh seseorang dalam hubungannya dengan kekuatan yang lebih tinggi (Tuhan), yang menimbulkan suatu kebutuhan serta kecintaan terhadap adanya Tuhan, dan permohonan maaf atas segala kesalahan yang pernah diperbuat (Asmadi, 2008).

Kebutuhan spiritualitas merupakan kebutuhan untuk memaafkan, mengasihi, kepercayaan berhubungan dengan Tuhan (didefinisikan secara personal) dan memaknai kehidupan dalam mengasihi, memaafkan,


(24)

berpengharapan, dan kepercayaan diri dan kepada orang lain (Carson, 1989 dalam Kozier, Erb, Blais &Wilkinson, 1995).

Stoll (1989 dalam Hamid, 2009) menguraikan bahwa spiritualitas sebagai konsep dua dimensi, yaitu dimensi vertikal dan dimensi horizontal. Dimensi vertikal adalah hubungan dengan Tuhan atau Yang Maha Tinggi yang menuntun kehidupan seseorang. Dimensi horizontal adalah hubungan seseorang dengan diri sendiri, dengan orang lain, dan dengan lingkungan terdapat hubungan yang terus-menerus antara kedua dimensi tersebut.

1.2. Karakteristik Spiritualitas

Karakteristik spiritualitas mencakup hal-hal sebagai berikut : 1.2.1. Hubungan dengan Tuhan.

Spiritualitas mengenai hubungan dengan Tuhan dapat diungkapkan secara agamais maupun non-agamais melalui kegiatan sembahyang/ berdoa/ meditasi, partisipasi perlengkapan keagamaan atau juga artikel-artikel keagamaan, dan melalui kegiatan bersatu dengan alam (Hamid,2009).

Kegiatan berdoa merupakan suatu kebutuhan rohaniah yang diperlukan manusia dalam menjalani kehidupan yang dapat menentramkan jiwa manusia, terlebih lagi pada saat terjadi kesusahan, bencana atau malapetaka. Individu yang menjadi aktifitas berdoa sebagai bagian dalam hidupnya akan senantiasa mempunyai semangat hidup dan sikap mental


(25)

positif sehingga dapat menjalani kehidupan yang lebih baik (Shohib, 2013).

1.2.2. Hubungan dengan orang lain

Spiritualitas mencakup hubungan dengan orang lain dapat dikatakan harmonis dan tidak harmonis. Hubungan dengan orang lain harmonis atau mendukung jika memiliki waktu untuk berbagi pengetahuan dan memiliki hubungan secara timbal balik atau dapat berbagi sumber, dapat mengasuh anak, orang tua, orang sakit, serta dapat memberikan penguatan tentang kehidupan dan kematian melalui kegiatan saling mengunjungi, berbagi foto dan kegiatan melayat.

Hubungan dengan orang lain tidak harmonis ditunjukkan dengan adanya konflik dengan orang lain. Ketidakharmonisan ini timbul karena adanya pergesekan atau perselisihan dan keterbatasan waktu bertemu (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995).

1.2.3. Hubungan dengan diri sendiri

Spiritualitas dapat diungkapkan melalui hubungan dengan diri sendiri yaitu dengan mengetahui kekuatan dalam diri sendiri berhubungan dengan pengetahuan diri, meliputi: siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya, dan sikap yang mencakup percaya pada diri sendiri, percaya pada kehidupan,/ masa depan, mempunyai ketenangan pikiran, dan harmoni/keselarasan dengan diri sendiri (Hamid, 2008). Kebutuhan spiritualitas yang bersumber dari dalam diri individu sendiri meliputi


(26)

kepercayaan, harapan, dan makna dalam kehidupan (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995).

Fowler (1974 dalam Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995), Kepercayaan (faith) mendeskripsikan bahwa kepercayaan dapat dimiliki oleh orang yang religius dan tidak religius. Kepercayaan memberikan makna kehidupan pada seseorang dan memberikan kekuatan pada seseorang ketika menghadapi masa yang sulit.

Harapan (hope) didefinisikan sebagai keyakinan pasti bahwa hasrat atau keinginan akan tercapai. Harapan merupakan keyakinan bahwa semua hal akan lebih baik terutama bagi individu yang sedang mengalami penyakit parah dan sedang dalam kondisi yang sangat sulit dalam kehidupannya (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995). Stotland (1969, dalam Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995), juga mengatakan bahwa tanpa harapan, individu sering merasa putus asa, tanpa gairah, dan merasa hampir mati.

Makna kehidupan dapat menjadikan seseorang individu merasa berharga dan berarti serta memiliki perasaan dekat dengan Tuhan, orang lain, dan alam sekitar, dimana individu merasa hidupnya terarah, memiliki masa depan, dan menerima kasih sayang dari orang lain disekitarnya (Pulchalski, 2004; Kozier, et al, 1995).


(27)

1.2.4. Hubungan dengan alam

Spiritualitas yang mencakup keharmonisan hubungan dengan alam dapat dicapai dengan sikap menghargai alam yaitu memiliki pengetahuan tentang pohon, margasatwa, dan iklim serta dapat berinteraksi dengan alam atau lingkungan melalui kegiatan bertanam, berjalan-jalan di lingkungan luar dan mempunyai sikap melindungi alam (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995).

1.3. Dimensi Spiritualitas

Dimensi spiritual berusaha untuk seimbang dengan dunia luar, berusaha untuk memahami tentang hal yang tidak terbatas dan terkhusus pada hal- hal yang menjadi sumber kekuatan ketika seseorang menghadapi stres emosional, penyakit fisik, atau kematian (Kozier, Erb, Blais &Wilkinsn, 1995).

Pengambaran tentang dimensi spiritual terdapat pada beberapa versi. Mickey at el ( 1995 dalam Kozier, Erb, Blais &Wilkinsn, 1995) mendeskripsikan dimensi spiritual menjadi dua hal yaitu: dimensi agama dan dimensi esensial. Dimensi esensial berfokus pada tujuan dan makna hidup sedangkan dimensi agama berfokus pada hubungan dengan Tuhan atau kekuatan yang lebih tinggi.

Stoll (1989 dalam Hamid, 2009) juga menguraikan dimensi spiritualitas menjadi 2 konsep, yaitu dimensi vertikal dan dimensi horizontal. Dimensi vertikal adalah hubungan dengan Tuhan atau Yang Maha Tinggi yang menuntun kehidupan seseorang. Dimensi horizontal adalah hubungan


(28)

seseorang dengan diri sendiri, dengan orang lain, dan dengan lingkungan terdapat hubungan yang terus-menerus antara kedua dimensi tersebut.

Studi literatur Elkins dkk (1988 dalam Nurtjahjanti, 2013) menguraikan dimensi spiritualitas adalah sebagai berikut : dimensi transenden (kepercayaan/ belief) dalam perspektif keagamaan, dimensi makna dan tujuan hidup (keyakinan bahwa hidup itu penuh makna dan orang akan memiliki eksistensi jika memiliki tujuan hidup), dimensi misi hidup (perasaan bertanggung jawab terhadap hidup), dimensi kesucian hidup (perasaan khidmad, takzim dan kagum), dimensi kepuasan spiritual, dimensi altuarisme (perasaan bersaudara dan tersentuh pada perasaan orang lain), dimensi idealisme (pengaktualisasian diri pada seluruh aspek kehidupan), dan dimensi kesadaran akan adanya penderitaan yang dimana dapat membuat individu serius pada kehidupannya.

1.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas

Taylor, Lillis & Le Mone (1997), dan Craven & Himle (1996 dalam hamid 2009), membagi faktor penting yang dapat mempengaruhi spiritualitas adalah sebagai berikut :

1.4.1.Tahap Perkembangan

Berdasarkan hasil penelitian terhadap anak-anak dengan empat agama yang berbeda ditemukan bahwa mereka mempunyai persepsi tentang Tuhan dan bentuk sembahyang yang berbeda menurut usia, seks, agama, dan kepribadian anak. Liwarti (2013) menyatakan bahwa


(29)

spiritualitas wanita lebih tinggi dari pria, hal ini dikarenakan wanita lebih cenderung memiliki ketertarikan pada kegiatan-kegiatan keagamaan. Musgrave, Catherine F, et al (2002) juga menyakatan bahwa spiritualitas sangat bermanfaat bagi kesehatan dan kesejahteraan wanita terkait pencegahan, perilaku sehat ataupun koping wanita dalam mengahadapi masalah.

1.4.2. Keluarga

Peran orangtua sangat menentukan perkembangan spiritualitas anak. Yang penting bukan apa yang diajarkan oleh orang kepada anaknya tentang Tuhan, tetapi apa yang anak pelajari mengenai Tuhan, kehidupan, dan diri sendiri dari perilaku orang tua mereka. Oleh karena keluarga merupakan lingkungan terdekat dan pengalaman pertama anak dalam mempersepsikan kehidupan didunia, pandangan anak pada umumnya diwarnai oleh pengalaman mereka dalam berhubungan dengan orang tua dan saudaranya.

1.4.3. Latar Belakang Budaya dan etnik

Sikap, keyakinan, dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan sosial budaya. Pada umumnya, seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual keluarga. Anak belajar pentingnya menjalankan kegiatan agama, termasuk nilai normal dari hubungan keluarga dan peran serta dalam berbagai bentuk kegiatan keagamaan. Perlu diperhatikan apa


(30)

pun tradisi agama atau sistem kepercayaan yang dianut individu, tetap saja pengalaman spiritual adalah hal unik bagi tiap individu.

1.4.4. Pengalaman hidup sebelumnya

Pengalaman hidup, baik yang positif maupun pengalaman negatif dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang. Sebaliknya, juga dipengaruhi oleh bagaimana seseorang mengartikan secara spiritual kejadian atau pengalaman tersebut. Sebagai contoh, jika dua orang wanita yang percaya bahwa Tuhan mencintai umatnya, kehilangan anak mereka karena kecelakaan. Salah satu dari mereka akan bereaksi dengan mempertanyakan keberadaan Tuhan dan tidak mau lagi sembahyang. Sebaliknya wanita yang satu terus menerus berdoa dan meminta Tuhan membantunya untuk mengerti dan menerima kehilangan anaknya.

Begitu pula pengalaman hidup yang menyenangkan sekalipun, seperti pernikahan, pelantikan kelulusan, kenaikan pangkat atau jabatan dapat menimbulkan perasaan bersyukur kepada Tuhan, tetapi ada juga yang merasa tidak perlu mensyukurinya. Peristiwa dalam kehidupan sering dianggap sebagai suatu cobaan yang diberikan Tuhan kepada manusia untuk menguji kekuatan imannya. Pada saat ini, kebutuhan spiritual dan kemampuan koping untuk memenuhinya.


(31)

1.4.5. Krisis dan Perubahan

Perubahan dalam kehidupan dan krisis yang dihadapi tersebut merupakan pengalaman spiritual selain juga pengalaman yang bersifat fisik dan emosional.

Krisis dapat berhubungan dengan perubahan patofisiologi, terapi/pengobatan yang perlukan, atau situasi yang mempengaruhi seseorang.

1.4.6. Terpisah dari ikatan spiritual

Seseorang yang merasa terisolasi dalam satu ruangan dan kehilangan kebebasan pribadinya dan sistem dukungan sosial akan membuat individu merasa tiadak aman. Kebiasaan hidup sehari-hari juga berubah, antara lain, tidak dapat menghadiri acara resmi, mengikuti kegiatan keagamaan, atau tidak dapat berkumpul denga keluarga atau teman dekat yang biasa memberi dukungan setiap saat diinginkan. Terpisah dari ikatan spiritual dapat beresiko terjadinya perubahan fungsi spiritualnya.


(32)

Tabel 1. Ekspresi Kebutuhan Spiritual yang Adaptif dan Maladaptif

Kebutuhan Tanda Pola atau Perilaku Adaptif

Tanda Pola atau Perilaku Maladaptif

Rasa percaya -rasa percaya terhadap diri sendiri dan kesabaran

-menerima bahwa yang lain akan mampu memenuhi kebutuhan -Rasa percaya terhadap

kehidupan walaupun terasa berat

-Keterbukaan terhadap Tuhan

-Merasa tidak nyaman dengan kesadarn diri -Mudah tertipu

-Ketidakmampuan untuk terbuka dengan orang lain

-Merasa bahwa hanya orang tertentu dan tempat tertentu yang aman

-Mengharapkan orang tidak berbuat baik dan tidak tergantung

-Ingin kebutuhan dipenuhi segera, tidak dapat menunggu

-Tidak terbuka kepada Tuhan

-Takut terhadap maksud Tuhan

Kemauan memberi maaf -Menerima diri sendiri dan orang lain dapat berbuat salah

-Tidak mendakwa dan berprasangka buruk -Memaafkan diri sendiri -Memberi maaf orang

lain -Menerima

pengamnpunan Tuhan -Pandangan yang

realistik terhada masa lalu

- Merasa Tuhan sebagai suatu penghukum - Merasa bahwa maaf

hanya diberikan berdasarkan perilaku - Tidak mampu

menerima diri sendiri - Menyalah diri sendiri

atau orang lain

Mencintai dan keterikatan

-Mengekpresikan

perasaan dicintai oleh orang lain dan Tuhan -Mampu menerima

bantuan

-Menerima diri sendiri

-Takut untuk bergantung pada orang lain

-Cemas berpisah dengan keluarga

-Menolak diri sendiri atau angkuh


(33)

Tabel. 1 Lanjutan

Kebutuhan Tanda Pola atau Perilaku Adaptif

Tanda Pola atau Perilaku Maladaptif

Mencari kebaikan dari orang lain

-Tidak mempunyai hubungan rasa cinta dengan Tuhan

-Merasa bergantung dan hubungan bersifat magis dengan Tuhan -Merasa jauh dari Tuhan Keyakinan -Ketergantungan pada

anugrah Tuhan

-Termotivasi untuk tumbuh

-Mengekspresikan

kebutuhan untuk memasuki kehidupan dan/atau memahami wawasan yang lebih luas

-Mengekspresikan kebutuhan ritual -Mengekspresikan

kebutuhan untuk merasa berbagi keyakinan

-Mengekspresikan perasaan ambivalen terhadap Tuhan

-Tidak percaya pada kekuasaan Tuhan -Merasa terisolasi dari

kepercayaan masyarakat sekitar -Merasa pahit, frustasi,

dan marah pada Tuhan -Nilai keyakinan dan

tujuan hidup yang tidak jelas

-Konflik nalai

-Tidak mempunyai komitmen

Kreativitas dan harapan -Meminta informasi tentang kondisi

-Membicrakan

kondisinya secara realistik

-Mencari cara untuk mengekspresikan diri - Mencari kenyaman

batin daripada fisik -Mengekspresikan

harapan tentang masa depan

-Terbuka terhadap kemungkinan

mendapatkan kematian

-Mengekspresikan perasaan takut kehilangan kendali -Mengekspresikan

kebosanan

-Tidak mempunyai visi alternatif yang tidak memungkinkan

-Putus asa

-Tidak dapat menolong atau menerima diri sendiri

-Tidak dapat menikmati apapun


(34)

Tabel 1. Lanjutan

Kebutuhan Tanda Pola atau Perilaku Adaptif

Tanda Pola atau Perilaku Maladaptif

Arti dan Tujuan -Mengekspresikan kepuasan hidup

-Menjalan kehidupan sesuai dengan sistem nilai

-Menerima menggunakan

penderitaan sebagai cara untuk memahami diri sendiri

-Mengekspresikan arti kehidupan/kematian -Mengekspresikan

komitmen dan orientasi hidup

-Jelas tentang apa yang penting

-Mengekspresikan tidak ada untuk bertahan -Tidak dapat menerima

arti penderitaan yang dialami

-Tidak dapat merumuskan tujuan dan mencapai tujuan

-Penyalahgunaan obat/alkohol

Bersyukur -Merasa bersyukur -Merasakan anugrah

yang dilimpahkan Tuhan

-Merasakan harmoni dan utuh

- Mencemaskan masa lalu dan yang akan datang

- Berointasi pada pencapaian/

produktivitas

- Terpusat pada penyesalan

- Membicarakan tentang berbuat lebih baik/ mencoba lebih keras - Selalu ingin sempurna

2. Narapidana

2.1. Konsep narapidana

Narapidana merupakan orang hukuman atau orang yang sedang menjalani hukuman karena tindak pidana (Kamus Besar Bahasa Indonesia).


(35)

Berdasarkan Undang-Undang No.12 tahun 1995 tentang kemasyarakatan, narapidana merupakan terpidana (seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap) yang menjalani hukuman hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan. Narapidana wanita merupakan terpidana yang menjalani hukuman di Lembaga Pemasyakatan wanita.

2.2.Hak dan Kewajiban Narapidana

Dalam suatu proses peradilan narapidana, narapidana masih mempunyai beberapa hak yaitu:

2.2.1. Hak untuk mendapat pembinaan atau penghukuman yang manusiawi sesuai dengan pancasila, UUD 1945, dan ide mengenai pemasyarakatan.

2.2.2. Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan yang merugikan/ menimbulkan penderitaan mental, fisik, sosial.

2.2.3. Hak untuk tetap dapat berhubungan dengan orang, keluarga sebagai mana ditentukan dalam pasal 14 UU No.12 tahun 1995 tentang lembaga pemasyarakatan adalah (a) Melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan; (b) Mendapat perawatan jasmani maupun rohani; (c) Mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan; (d) Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak; (e) Menyampaikan keluhan; (f) Mendapatkan bahan bacaan dan media; (g) Menerima kunjungan keluarga; (h)


(36)

Mendapatkan pengurangan masa menjalani pidana (remisi); (i) berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga; (j) Mendapat pembebasan bersyarat; (k) Mendapat cuti menjelang bebas; (l) Mendapat kewajiban mengikuti program pembinaan; (m) Mendapatkan jaminan keselamatan dan keterlibatan.

Kewajiban narapidana ditetapkan pada Undang- Undang No.12 Tahun 1995 tentang pemasyrakatan pasal 15 yaitu :

2.2.1. Narapidana wajib mengikuti secara tertib program pembinaan dan kegiatan tertentu.

2.2.2. Ketentuan mengenai program pembinaan sebagaimana dimaksud dalam (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

3. Spiritualitas Narapidana

Narapidana merupakan orang yang menjalani hukuman hilang kemerdekaan akibat tindak pidana yang diperbuat. Hilang kemerdekaan berarti tidak memiliki kebebasan untuk melakukan aktivitas atau kegiatan.

Narapidana yang menjalani hukuman akan mengalami perubahan pengalaman hidup seperti, (a) kehilangan keyakinan pada diri sendiri seperti penurunan rasa percaya diri, merasa putus asa, dan kebingungan dengan kondisi yang dialami, (b) kehilangan aktivitas dengan keluarga dekat seperti suami dan anak, kerabat, dan teman, (c) kehilangan kebebasan untuk melakukan kegiatan keagamaan ataupun kegiatan berinteraksi dengan lingkungan ( Cooke, Badwin, &


(37)

Howison, 2008). Perubahan- perubahan pengalaman hidup tersebut mencakup karakteristik spiritualitas yang mempengaruhi tingkat spiritualitas.


(38)

1. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual dalam penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan tingkat spiritualitas narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan. Penilaian tingkat spiritualitas tersebut dapat dilakukan berdasarkan cakupan karakteristik spiritualitas yaitu hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan orang lain, dan hubungan dengan alam (Hamid, 2009).

Berdasarkan pemaparan tersebut maka peneliti menetapkan kerangka konseptual sebagai berikut :

Skema 1. Kerangka Konsep penelitian spiritualitas pada narapidana wanita

Tinggi

Rendah Tingkat spiritualitas pada

narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan

 Hubungan dengan Tuhan

 Hubungan dengan diri sendiri

 Hubungan dengan orang lain


(39)

2. Defenisi Konseptual 2.1. Spiritualitas

Defenisi Konseptual : spiritualitas adalah daya semangat, prinsip hidup, atau hakikat eksistensi manusia, yang meresapi hidup dan diungkapkan serta dialami dalam tali temali hubungan antara diri sendiri, sesama, alam, dan Tuhan atau sumber hidup karena dibentuk melalui pengalaman kultural, spiritualitas merupakan pengalaman manusia yang universal.

2.2.Defenisi Operasional

No Variabel Defensi Operasional

Alat Ukur Hasil Ukur Skala 1 Tingkat

spiritualitas Narapidana wanita Nilai- nilai keyakinan wanita dewasa yang menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan

Kuesioner, Tingkat spiritualitas tinggi= 51-80 Tingkat spiritualitas rendah= 20-50 Ordinal a. Hubungan dengan Tuhan Keyakinan yang berhubungan dengan Sang pencipta yang diungkap melalui kegiatan berdoa, bermeditasi, dan kelengkapan dengan keagamaan.

Kuesioner, terdiri dari 5 pernyataan (No.1, 2, 3, 4, 5) dengan nilai maksimum= 20 nilai minimal=5 Tinggi = 13-20 Rendah = 5-12 Ordinal


(40)

No Variabel Defensi Operasional

Alat Ukur Hasil Ukur Skala b. Hubungan

dengan diri sendiri

Keyakinan yang bersumber dari diri sendiri yang meliputi sikap percaya diri, mempunyai harapan tentang masa depan, dan mengetahui tujuan dan makna hidup.

Kuesioner, terdiri dari 5 pernyataan (No. 6, 7, 8, 9,10) dengan nilai maksimal =20 nilai minimal=5 Tinggi = 13-20 Rendah = 5-12 Ordinal c. Hubungan dengan orang lain Keadaan berhubungan dengan orang lain karena adanya kasih, kepercayaan, hubungan timbal balik dengan saling berbagi pengetahuan dan adanya waktu untuk saling berbagi Kuesioner, terdiri dari 5 pernyataan (No. 11, 12, 13, 14, 15) dengan nilai maksimal= 20 nilai minimal=5 Tinggi = 13-20 Rendah = 5-12 Ordinal d. Hubungan dengan alam Kebisaan berinteraksi dengan lingkungan yang ditunjukkan dengan tindakan menikmati alam, merawat, melindungi, dan menjaga alam sekitar, serta memiliki rasa nyaman dengan lingkungan Kuesioner, terdiri dari 5 pernyataan (No. 16, 17, 18, 19, 20) dengan nilai maksimal = 20 nilai minimal=5 Tinggi = 13-20 Rendah = 5-12 Ordinal


(41)

(42)

1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat spiritualitas pada narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan.

2. Populasi, sampel dan Teknik Sampling 2.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah narapidana wanita yaitu dewasa wanita dengan usia 18 tahun ke atas yang menjalani pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan yang sebanyak 367 orang (Data Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan, 21 November 2014).

2.2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang akan diteliti dengan maksud menggeneralisasikan hasil penelitian sampel (Arikunto, 2010). Pada penelitian ini yang menjadi sampel adalah narapidana wanita yang menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan.


(43)

n= 78,5 orang ( dibulatkan menjadi 79 orang) Dimana : n= Jumlah sampel

N= jumlah populasi

d= tingkat kepercayaan yang diinginkan untuk setiap populasi (1%, 5%, 10%)

Berdasarkan rumus didapatkan jumlah sampel sebanyak 79 orang. 2.3. Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini pada adalah accidental sampling. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil responden yang kebetulan ada atau tersedia ditempat penelitian dan sesuai dengan konteks penelitian (Notoatmodjo, 2010).

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan. Alasan peneliti menetapkan lokasi penelitian ini adalah:

3.1. Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan merupakan tempat pembinaan terbesar bagi narapidana di wilayah Sumatera Utara.


(44)

3.2. Penelitian mengenai spiritual narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan belum pernah dilakukan.

3.3. Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan merupakan Lembaga Pemasyarakatan yang pemenuhan kebutuhan spiritualitas masih hanya sekedar hubungan dengan Tuhan.

Waktu penelitian yang ditetapkan peneliti adalah bulan Maret 2015.

4. Pertimbangan Etik Penelitian

Penelitian ini dilakukan setelah proposal penelitian diterima dan disetujui oleh Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara serta telah lulus uji etik oleh Komisi Etik penelitian kesehatan Fakultas Keperawatan USU. Langkah-langkah penelitian mulai dari pertimbangan etik penelitian yang meliputi: peneliti memberi kebebasan pada responden untuk menentukan apakah bersedia atau tidak mengikuti kegiatan penelitian (self determination) bila responden tidak bersedia menjadi responden maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghargai hak-hak responden, bagi responden yang bersedia maka peneliti akan memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan dan mafaat penelitian serta meminta responden untuk menandatangani lembar persetujuan penelitian disertai judul penelitian (informed consent).

Penelitian dilakukan dengan rahasia, untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, maka peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar


(45)

penelitian tetapi hanya menuliskan inisial nama (anomity). Penelitian ini tidak akan menyakiti responden meliputi aspek biologis, psikologis, sosial dan spiritual (mal-efficience). Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti sebagai kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian (confidentiality). Selama proses pengumpulan data peneliti akan tetap menghargai dan menghormati responden (respect), tidak membeda-bedakan responden dan memberikan perlakuan yang sama bagi semua responden (justice). Peneliti akan tetap mendampingi selama responden mengisi lembar kuesioner (fidelity) dan memberikan penjelasan jika ada hal yang kurang dimengerti oleh responden (beneficence). Setelah data dikumpulkan, semua data-data akan dimusnahkan untuk menjaga kerahasiaan informasi dari responden (Hidayat, 2007).

5. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini berupa kuesioner yang terdiri dari dua bagian yaitu kuesioner data demografi (KDD) dan kuesioner spiritualitas (KS).

5.1. Kuesioner Data Demografi

Kuesioner tentang data demografi adalah aspek data tentang responden meliputi inisial nama, usia, status perkawinan, agama, suku, tingkat pendidikan, pekerjaan, Lama vonis, lama menjalani vonis dan riwayat penyakit. Biodata ini diisi pada bagian yang telah disediakan pada lembar kuesioner.


(46)

5.2. Kuesioner Spiritualitas

Kuesioner spiritualitas disusun oleh peneliti sendiri berdasarkan tinjauan pustaka. Kuesioner spiritual terdiri dari 20 pernyataan dengan pernyataan mengenai hubungan dengan Tuhan sebanyak 5 pernyataan (No. 1, 2, 3, 4, 5), hubungan dengan diri sendiri sebanyak 5 pernyataan (No. 6, 7, 8, 9,10), hubungan dengan orang lain sebanyak 5 pernyataan (No. 11, 12, 13, 14, 15), dan hubungan dengan lingkungan sebanyak 4 pernyataan (No. 16, 17, 18, 19, 20). Jenis pernyataan tertutup sehingga responden hanya memberikan jawaban berupa tanda checklist (√) pada jawaban yang tersedia. Skala pengukuran data yang digunakan adalah skala Likert dengan empat pilihan jawaban tertutup yaitu tidak pernah, jarang, sering, dan selalu.

6. Validitas dan Reabilitas Instrumen 6.1. Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kesahihan suatu intrumen. Sebuah intrumen dikatakan valid apabila dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Penelitian ini menggunakan uji validitas dengan memenuhi unsur penting dengan menentukan validitas pengukuran intrumen yaitu : relevansi isi, instrumen disesuaikan dengan tujuan penelitian agar dapat mengukur objek dengan jelas. Pada penelitian ini akan dilakukan penyesuaian instrumen penelitian sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu relevan pada sasaran subjek dan cara


(47)

pengukuran melalui instrumen yang disusun sesuai dengan tinjauan pustaka (Arikunto, 2010).

Instrumen penelitian berupa kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini telah divalidasi oleh Dosen Fakultas Keperawatan yang memiliki kesesuaian bidang dengan judul penelitian dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yakni Ibu Wardiyah Daulay, S.kep, Ns, M.Kep dan Ibu Nunung F. Sitepu, S.Kep, Ns, MNS.

Nilai validitas instrumen dapat dikatakan valid jika nilai yang diperoleh dari ahli dibagi nilai maksimum instrumen lebih besar dari 0,7. Instrumen penelitian ini dinyatakan valid dengan nilai validasi 0,94. Hasil validasi instrumen yaitu pada validasi pertama 19 item pernyataan bernilai 4 (item sudah relevan) dan 1 item yaitu item nomor 10 bernilai 3 (item perlu sedikit revisi agar relevan) sehingga nilai validasi instrumen adalah 0,98 dan pada validasi kedua 17 item pernyataan bernilai 4 (item sudah relevan) dan 3 item yaitu item nomor 4, 11, 12 bernilai 3 (item perlu sedikit revisi agar relevan) sehingga nilai validasi instrumen adalah 0,96.

6.2. Reliabilitas

Sebagai pemeriksaan pendahuluan sebelum melakukan penelitian, dilakukan suatu uji tentang kesamaan hasil apabila pengukuran dilaksanakan pada orang yang berbeda atau waktu yang berbeda ( Setiadi, 2007). Uji Reliabilitas instrumen bertujuan untuk mengetahui seberapa besar derajat alat ukur dapat mengukur secara konsisten objek yang akan diukur. Alat ukur yang


(48)

baik adalah alat ukur yang memberikan hasil yang relatif sama bila digunakan beberapa kali pada kelompok sampel yang sama.

Uji reliabilitas ini dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A wanita Tanjung Gusta Medan terhadap 20 orang responden yang tidak termasuk dalam jumlah sampel penelitian dengan menggunakan metode uji Cronbach’s Alpha untuk Kuesioner Spiritualitas.

Suatu instrumen dapat dikatakan reliabel jika koefisiennya reliabilitasnya memiliki nilai yang lebih besar dari 0,7 (Arikunto, 2010). Jawaban dari responden diolah menggunakan komputerisasi. Hasil uji reliabilitas kuesioner didapatkan nilai 0,927 maka keseluruhan instrumen layak digunakan.

7. Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data dimulai setelah proses administrasi selesai dilakukan, dimulai dari mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi pendidikan (Fakultas Keperawatan USU) yang sebelumnya telah disetujui oleh dosen pembimbing skripsi, setelah mendapat surat izin penelitian dari pihak Fakultas Keperawatan USU peneliti mengajukan permohonan izin penelitian kepada Kepala Kementrian Hukum dan HAM Cabang Medan Sumatera Utara untuk meneliti di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan. Surat permohonan penelitian diberikan kepada bagian Sekretariat Kementrian Hukum dan HAM Kantor Wilayah Sumatera Utara untuk dilakukan


(49)

pertimbangan persetujuan penelitian. Penelitian dapat dilakukan apabila telah menerima balasan surat berisi syarat dan ketentuan penelitian. Surat balasan kemudian dikirim ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan untuk diberikan persetujuan.

Proses pengumpulan data dimulai dari proses administrasi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan. Pertama peneliti mendapat izin dari Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan kemudian dari Kepala Bagian Tata Usaha. Pada saat penelitian, peneliti berada di tempat berkumpulnya narapidana sering mengisi waktu luang dan peneliti diberi kebebasan untuk menemui calon responden yang datang ke tempat peneliti. Langkah awal penelitian adalah dengan memperkenalkan diri secara singkat sesuai dengan peraturan, menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian, serta menekankan bahwa penelitian ini tidak merugikan ataupun menyakiti responden. Proses selanjutnya adalah meminta persetujuan dari responden dengan memberikan responden Informed consent untuk dipertimbangkan. Jika responden tidak bersedia, maka peneliti tidak boleh memaksa, namun jika responden bersedia maka responden diberi lembar kuesioner dan alat tulis serta diminta untuk mendatangani lembar informed consent. Tahap berikutnya adalah petunjuk pengisian kuesioner dan memberikan kesempatan kepada responden untuk bertanya jika ada hal yang tidak dimengerti. Bagi peneliti yang kesulitan membaca peneliti membantu membacakan isi


(50)

kuesioner. Kuesioner dan alat tulis dikumpulkan kembali setelah responden selesai mengisi kuesioner.

8. Analisa Data

8.1. Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan dilakukan pengolahan data dengan tahapan-tahapan Setiadi (2007):

8.1.1. Editing yaitu melakukan pemeriksaan kelengkapan, kejelasan, dan kesesuaian dari data yang telah diperoleh.

8.1.2. Coding yaitu mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari para responden dalam kategori dengan memberi kode berbentuk angka pada masing-masing jawaban.

8.1.3. Processing yaitu melakukan pemprosesan data agar dapat dianalisa dengan cara melakukan entry data daftar pertanyaan yang telah dilengkapi dengan pengkodean dan selanjutnya dilakukan proses data dalam komputer.

8.1.4. Cleaning yaitu melakukan pembersihan data apabila terdapat kesalahan pada saat melakukan pemasukan data.

Penilaian tingkat spiritualitas narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan dikategorikan yaitu tinggi dan rendah dengan penilaian selalu (skor 4), sering (skor 3), jarang (skor 2), dan tidak pernah (skor 1). Perhitungan data dikategorikan rumus statistik:

Panjang kelas = rentang kelas = 60 = 30 Banyak kelas 2


(51)

Dimana P menyatakan panjang kelas, spirititulitas narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan yaitu nilai terendah 20 dan nilai tertinggi 80 sehingga rentang kelas yaitu 30 dengan banyak kelas yaitu 2. Dengan demikian tingkat spiritualitas narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan berikut:

Tinggi = 51-80

Rendah = 20-50

8.2. Analisa Data

Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif yaitu suatu prosedur pengolahan data dengan menggambarkan dan meringkas data dalam bentuk tabel (Setiadi, 2007). Data demografi dan spiritual disajikan dalam bentuk tabel yaitu distribusi frekuensi dan persentase.


(52)

1. Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini menggambarkan tentang tingkat spiritualitas pada narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan. Pengumpulan data dilakukan pada 79 responden yaitu Narapidana yang menjalani hukuman Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A wanita Tanjung Gusta Medan pada tanggal 08 April sampai dengan tanggal 30 April 2015.

1.1.Data Demografi Responden

Responden pada penelitian ini adalah narapidana wanita yang menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan dengan jumlah responden sebanyak 79. Data demografi pada penelitian meliputi : usia, status perkawinan, agama, suku, tingkat pendidikan, pekerjaan, vonis, lama menjalani vonis dan riwayat penyakit.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden berada dalam tahap dewasa awal atau berusia 19-40 tahun yaitu sebanyak 57 (72,2%). Mayoritas responden telah menikah dengan jumlah 36 (45,6%), beragama Islam sebanyak 70 (88,6%) dan suku jawa sebanyak 32 (40,5%). Berdasarkan tingkat pendidikan dan pekerjaan, mayoritas responden memiliki tingkat pendidikan SMA sebanyak 37 (46,8%) dan mayoritas responden bekerja sebagai ibu rumah tangga atau pembantu rumah tangga sebanyak 40 (50,6%).


(53)

Lama vonis yang diterima responden mayoritas diatas 5 tahun dengan jumlah 51 (64,6%) dan mayoritas responden menjalani vonis selama dibawah 2 tahun sebanyak 56 (70,9%). Mayoritas responden tidak memliki riwayat penyakit sebanyak 52 (65,8%).

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase data demografi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan (n=79)

Karakteristik Frekuensi (f) Persentase (%) Usia

Dewasa awal (19-40 tahun) Dewasa tengah (41-60 tahun) Dewasa akhir ( 60 keatas) Mean 34, 47 SD 8,7

Status perkawinan Menikah Belum menikah Janda Agama Islam K. Protestan Khatolik Hindu Budha Suku Batak Jawa Melayu Aceh

Lain-lain (Padang, Tionghoa)

57 22 0 36 11 32 70 7 1 0 1 22 32 7 6 12 72,2 27,8 0 45,6 13,9 40,5 88,6 8,9 1,3 0 1,3 27,8 40,5 8,9 7,6 15,2


(54)

Tabel 5.1 lanjutan

Karakteristik Frekuensi(f) Persentase (%)

Tingkat Pendidikan SD SMP SMA Sarjana Pekerjaan Petani PNS Pegawai swasta Wiraswasta DLL ( IRT, PRT)

Vonis

Dibawah 5 tahun Diatas 5 tahun Lama menjalani vonis Dibawah 2 tahun Diatas 2 tahun Riwayat Penyakit Ada Tidak ada 10 29 37 3 4 0 0 35 40 28 51 56 23 27 52 12,7 36,7 46,8 3,8 5,1 0 0 44,3 50,6 35,4 64,6 70,9 29,1 34,2 65,8

1.2 Spiritualitas Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Tanjung Gusta Medan

Spiritualitas narapidana di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A wanita Tanjung Gusta Medan dikategorikan menjadi 2 yaitu tinggi dan rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas tingkat spiritualitas narapidana di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A wanita Tanjung Gusta Medan 84,8% tinggi.


(55)

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi dan persentase spiritualitas narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan (N=79)

Tingkat Spiritualitas Frekuensi (f) Persentase (%) Tinggi Rendah 67 12 84,8 15,2

1.2.1 Spiritualitas narapidana di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A wanita Tanjung Gusta Medan berdasarkan karakteristik Spiritualitas.

Hasil penelitian menujukkan bahwa mayoritas spiritualitas narapidana di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A wanita Tanjung Gusta Medan berada pada tingkat tinggi dengan persentase paling tinggi yaitu hubungan dengan diri sendiri (94,9%) dan hubungan dengan Tuhan (94,9%).

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi dan persentase tingkat spiritualitas narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan berdasarkan karakteristik spiritualitas (n=79)

Karakteristik spiritualitas Frekuensi (f) Persentase (%) Hubungan dengan Tuhan

Tinggi Rendah

Hubungan dengan diri sendiri Tinggi

Rendah

Hubungan dengan orang lain Tinggi

Rendah

Hubungan dengan alam Tinggi Rendah 75 4 75 4 66 13 56 23 94,9 5,1 94,9 5,1 83,5 16,5 70,9 29,1


(56)

2. Pembahasan

2.1. Tingkat Spiritualitas Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan

Hasil penelitian yang telah dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan menunjukkan bahwa mayoritas responden berada pada tingkat spiritualitas tinggi (84,8%). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Annisa, dkk (2011) pada 37 narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Palembang yang menyatakan bahwa sebanyak 16 narapidana (43,2%) memiliki tingkat spiritualitas tinggi, 21 narapidana (56,8%) memiliki tingkat spiritualitas sedang dan tidak ada narapidana yang memiliki tingkat spiritualitas yang rendah. Spiritualitas dapat menjadi sumber koping dan sumber kekuatan bagi individu yang mengalami kesedihan, kesepian, dan kehilangan serta dapat mengurangi stress dalam kehidupannya ( Koenig, et al, 1998 dalam Liwarti, 2013). Smith, et al dalam Lewia (2007) juga menegaskan bahwa spiritualitas dapat menjadi bentuk dukungan sosial yang mencegah kerusakan konsep diri seseorang, mencegah peningkatan tekanan dari lingkungan dan dapat menjadi sumber strategi pada problem-solving. Berdasarkan hal tersebut penulis berasumsi bahwa narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan menggunakan spiritualitas sebagai sumber koping dan sumber kekuatan untuk menjalani kehidupan terutama selama dalam proses masa hukuman.


(57)

Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan sesuai dengan hak dan kewajiban narapidana berdasarkan UU No. 12 tahun 1995 juga mengadakan kegiatan-kegiatan yang dapat mempengaruhi spiritualitas narapidana. Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain mengadakan pengajian dipimpin oleh Ustad bagi yang beragama Islam dan kebaktian bagi yang beragama Kristen didampingi oleh pelayan gereja setiap harinya dan kegiatan senam bersama antara petugas dan narapidana tanpa membeda-bedakan satu sama lain. Kebijakan lain yang dilaksanakan lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan adalah dengan memfasilitasi ruangan yang cukup nyaman bagi narapidana yang dikunjungi keluarga dan menyediakan sarana prasarana yang dapat dimanfaatkan narapidana untuk mengisi waktu seperti perpustakaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh responden memiliki agama dan kepercayaan masing-masing. Potter & Perry (2005) menyatakan Agama sangat dapat membantu perkembangan spiritualitas seseorang. Hal ini dipertegas dengan pendapat Musgrave, Catherine F, et al (2002) yang menyatakan bahwa keagamaan dan spiritualitas secara bersama- sama dapat memberikan gambaran tentang makna kehidupan dan menjadi sumber koping dalam menghadapi masalah. Samyak (2012) juga menyatakan bahwa kegiatan dari komunitas keagamaan sangat efektif untuk mengurangi depresi, mengurangi kecemasan, dan memberikan dampak yang positif. Berdasarkan hasil penelitian didapat mayoritas responden beragama Islam sebanyak 70


(58)

(88,6%). Penelitian Fajriyah (2013) tentang peran agama Islam dalam narapidana muslim di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Sidoarjo mengemukakan bahwa agama Islam memiliki peran pada kehidupan narapidana,setelah mengikuti ajaran agama Islam secara detail para narapidana mampu membentuk diri sendiri supaya memiliki akhlak yang lebih baik. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Kakstein dan Tower (2009) yang menyatakan bahwa wanita lebih cenderung memliki ketertarikan pada kegiatan-kegiatan keagamaan ataupun spiritual. Usia juga sangat mempengaruhi tingkat spiritualitas narapidana di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A wanita Tanjung Gusta Medan yang mayoritas merupakan kelompok usia 19-40 tahun atau berada pada tahap dewasa awal sebanyak 57 orang (72,2%). Hal ini diperkuat dengan pendapat Fowler & Keen (1985) yang mengatakan bahwa pada tahap dewasa awal individu mengembangkan pemaknaan secara personal terhadap simbol-simbol dari agama, keyakinan atau keimanan, pada tahap ini individu juga mulai membentuk kemandirian dalam hal komitmen, gaya hidup, dan sikap serta dalam tahap perkembangan identitas diri dan membedakan pandangan dunia dengan yang lainnya. Penulis berasumsi bahwa tingginya spiritualitas narapidana di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A wanita Tanjung Gusta Medan sangat dipengaruhi oleh agama dan usia narapidana.

Spiritualitas juga dapat dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan budaya yang berkontribusi pada sikap, keyakinan, dan nilai individu (Taylor,


(59)

Lillis & Le Mone (1997), dan Craven & Himle (1996) dalam Hamid, 2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden merupakan suka jawa (40,5%). Suku jawa memiliki karakter hidup bersahabat, bergotong royong, memiliki rasa berterimah kasih, saling berbagi dan memiliki kerakter mengampuni serta menerima segala sesuatu sebagai takdirnya sehingga dengan karakter tersebut suku jawa dapat hidup dengan bahagia (Wijayanti dan Nurwianti, 2010). Faktor- faktor lain yang juga dapat mempengaruhi spiritualitas narapidana di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A wanita Tanjung Gusta Medan adalah status pernikahan, tingkat pendidikan, pekerjaan, lama vonis, lama menjalani vonis dan ada atau tidaknya riwayat penyakit.

2.2 Karakteristik Spiritualitas : Hubungan dengan Tuhan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan.

Hubungan dengan Tuhan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A wanita Tanjung Gusta Medan mayoritas tinggi (94,9%). Kebanyakan orang yang sedang berada dalam kodisi stress atau sedang menghadapi masalah dalam kehidupannya akan mengingat TuhanNya serta menambah pengalaman spiritualitasnya (koenig et al, 1988 dalam Liwarti, 2013). Hal ini sesuai dengan penelitian Bastiar (2012) tentang Proses kualitas hidup narapidana yang mendapat vonis hukuman mati di lembaga pemasyarakatan kelas I Surabaya yang menemukan bahwa keyakinan dan keberserahan diri terhadap Tuhan membuat intropeksi diri menjadi individu yang lebih baik pada narapidana dan memampukan untuk memiliki sikap berpikir positif dalam


(60)

memasrahkan diri dan yakin dengan kuasa Tuhan sehingga dapat menjalani dinamika kehidupan di Lembaga Pemasyarakatan. Hal ini juga ditunjukkan dengan jawaban responden yang mayoritas menyatakan selalu percaya dengan bantuan Tuhan mampu melewati masa-masa sulit ketika menjalani hukuman (67,1%). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa mayoritas responden menyatakan selalu berdoa/ sembahyang/ mediatasi untuk mendapatkan ketenangan (50,6%). Hal ini sejalan dengan pendapat Piedmont (2001) menyatakan bahwa dengan berdoa individu dapat mengambil hikmah atas kejadian yang dialami individu dan mampu menerima kondisi yang dijalani sehingga mampu bangkit dari keterpurukan. Shohib (2013) juga menegaskan bahwa kegiatan berdoa dapat menetramkan jiwa manusia terlebih lagi pada saat terjadi kesusahan sehingga mempunyai semangat hidup dan sikap mental positif menjalani kehidupan yang lebih baik. Hasil penelitian juga menunjukkan hal yang berbeda yaitu adanya responden yang menyatakan tidak pernah (6,3%) meningkatkan ibadah dengan membaca kitab suci dan tidak pernah (7,6%) mengikuti kegiatan keagamaan. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat sodhi et al (2014) yang menyatakan bahwa ketika mengalami kesulitan atau kesusahan individu dapat merasa kecewa dan tidak stabil dalam hubungan dengan Tuhan sehingga mengabaikan aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan yang dapat meningkatkan keterikatan hubungan dengan Tuhan.


(61)

2.3 Karakteristik Spiritualitas : Hubungan dengan Diri Sendiri Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan dengan diri sendiri narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta berada pada tingkat tinggi (94,9%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Alim (2012) tentang kebermaknaan hidup narapidana wanita yang menyatakan mayoritas narapidana berada pada level sedang, hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar narapidana mampu memaknai kehidupannya, mempunyai tujuan hidup yang jelas, mampu menemukan kebahagian walaupun berada dalam Lembaga Pemasyarakatan, dan berpandangan positif terhadap segala yang terjadi dalam kehidupannya. Pulchalski (2004) dan Kozier, et al (1995) juga menyatakan bahwa makna kehidupan dapat menjadikan individu merasa berharga dan berarti serta memiliki perasaan yang dekat dengan Tuhan, orang lain, dan alam sekitar, dimana individu akan merasa terarah, memiliki keyakinan akan masa depan yang baik, dan menerima kasih sayang dari orang lain disekitarnya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang mana mayoritas responden menyatakan selalu percaya akan memiliki masa depan yang baik walaupun sedang menjalani hukuman (73,4%) dan selalu memiliki pandangan bahwa kesulitaan yang dialami ketika menjalani hukuman merupakan pengalaman yang positif untuk menjalani hidup yang lebih baik (55,7%). Ardila (2013) dalam


(62)

penelitiannya tentang penerimaan diri narapidana juga mengatakan bahwa narapidana wanita pada umumnya memiliki penerimaan diri yang baik dikarenakan wanita memiliki social skill yang membuat narapidana wanita dapat menjadikan pengalaman yang negatif menjadi pelajaran yang positif dalam hidupnya.

2.4 Karakteristik spiritualitas : Hubungan dengan Orang Lain Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A wanita Tanjung Gusta Medan.

Hasil penelitian hubungan dengan orang lain narapidana di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A wanita Tanjung Gusta Medan mayoritas berada pada tingkat tinggi (83,5%). Kozier, Erb, Blais & Wilkinson (1995) menyatakan hubungan dengan orang lain dikatakan baik jika memiliki waktu untuk berbagi pengetahuan, memiliki hubungan timbal balik atau dapat berbagi sumber, serta dapat memberikan penguatan tentang kehidupan. Jung, L,M dan Jaehee Yi (2009) juga menambahkan bahwa dukungan sosial memberikan pengaruh penting dalam hubungan spiritualitas. Berdasarkan hasil penelitian mayoritas sumber dukungan sosial responden berasal dari sesama narapidana, hal ini dapat ditinjau dari jawaban responden yang menyatakan bahwa responden selalu membina hubungan yang baik dengan teman sekamar (74,7%) dan responden (46,8%) juga selalu berbagi cerita dengan orang disekitarnya yang dipercaya dapat membimbing. Hal ini semakin diperkuatkan dengan pernyataan Bierstedt (dalam Sunarto, 2004) yang menyakatan eratnya


(63)

hubungan kelompok kemasyarakatan disebabkan karena adanya kesadaran persamaan diantara anggota kelompok, salah satunya adalah persamaan nasib atau pengalaman hidup. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa responden menyatakan tidak pernah (12,7%) dan jarang (26,6%) mendapat penguatan untuk menjalani kehidupan ketika keluarga/ kerabat/ teman mengunjungi. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Nusuantari (2007) tentang hubungan dukungan sosial dengan tingkat stress narapidana di Rumah Tahanan Situbondo yang menemukan bahwa 95,7% keefektifan sumber dukungan sosial narapidana berasal dari orang lain disekitar narapidana tersebut bukan dari keluarga. Bukhori (2012) juga menyatakan bahwa kurangnya dukungan keluarga pada narapidana disebabkan karena adanya keluarga yang mengabaikan setiap keluhan dan pemarsalahan narapidana atau bahkan tidak pernah mendapat kunjungan dari keluarga. Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa responden menyatakan tidak pernah (10,1%) dan jarang (19%) merasa nyaman ketika keluarga datang mengunjungi. Oleh karena itu, penulis berasumsi bahwa hubungan dengan orang lain pada narapidana lebih didominasi oleh sesama narapidana. Hal ini disebabkan karena narapidana lebih memiliki banyak waktu untuk berbagi dan adanya hubungan timbal balik akibat persamaan pengalaman diantara narapidana tersebut. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa mayoritas narapidana memiliki sikap mau memaafkan ataupun meminta maaf ketika terjadi perselisihan diantara narapidana (59,5). Kozier, Erb, Blais & Wilkinson


(64)

(1995) menyatakan bahwa hubungan dengan dengan orang lain dapat dieksperesikan melalui kasih sayang dan sikap saling mengampuni (forgiveness).

2.5. Karakteristik spiritualitas : Hubungan dengan Alam Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan.

Hubungan dengan alam dikatakan harmonis bila memiliki sikap menghargai alam, berinteraksi dengan alam atau lingkungan melalui kegiatan bertanam, berjalan-jalan di lingkungan dan mempunyai sikap melindungi alam (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson ,1995). Berdasarkan hasil penelitian mayoritas spiritualitas narapidana ditinjau dari hubungan dengan alam berada tingkat tinggi (70,9%) dan mayoritas narapidana menyatakan bahwa narapidana selalu menjaga dan melindungi lingkungan sekitar (57,0%) dan berjalan-jalan mengelilingi Lembaga Pemasyarakatan sambil menikmati lingkungan (50,6%). Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Puchalski (2004) yang menyatakan bahwa kegiatan menikmati alam seperti berjalan-jalan menikmati alam dapat menyelaraskan hubungan antara jasmani dan rohani sehingga timbul perasaan kesenangan dan kepuasan dalam kebutuhan spiritualitas. Hal yang bertentangan juga didapat dari pernyataan responden yaitu mengenai menyediakan waktu untuk merawat tanaman dan hewan peliharaan, mayoritas narapidana menyatakan tidak pernah (46,8%) dan menyatakan jarang (21,5%).


(65)

narapidana memiliki tugas masing-masing sesuai yang ditetapkan pegawai Lembaga Pemasyarakatan, salah satunya adalah merawat tanaman dan hewan peliharaan dan setiap narapidana wajib melakukan tugasnya sesuai dengan yang ditetapkan Lembaga Pemasyarakatan.


(66)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tingkat Spiritualitas Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan 84,8% memiliki spiritualitas yang tinggi. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa spiritualitas narapidana berdasarkan kerakteristik spiritualitas mayoritas berada pada tingkat tinggi yaitu hubungan dengan Tuhan 94,9%, hubungan dengan diri sendiri 94,9%, hubungan dengan orang lain 83,5% dan hubungan dengan alam 70,9%.

2. Saran

2.1 Penelitian Keperawatan

Penelitian spiritualitas akan lebih menarik jika desain penelitian adalah kualitatif untuk mengetahui ilmu yang berkembang mengenai spiritualitas. Penelitian selanjutnya akan sangat bermanfaat bagi petugas kesehatan jika penelitian selanjutnya meneliti mengenai gambaran pemenuhan kebutuhan spiritualitas narapidana.

2.2Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan kepada calon perawat maupun perawat jiwa komunitas mengenai komunitas-komunitas yang


(67)

membutuhkan pelayanan keperawatan sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan secara holistik dan komperehensif sesuai dengan kondisi dan kebutuhan komunitas tersebut.

2.3Lembaga Pemasyarakatan

Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi tambahan bagi Lembaga Pemasyarakatan mengenai kebutuhan narapidana selama menjalani hukuman. Penulis juga menyarankan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan tetap mempertahankan tingkat spiritualitas narapidana yang mayoritas berada pada tingkat tinggi dengan mengadakan kegiatan-kegiatan positif seperti kegiatan-kegiatan beribadah bersama.

2.4 Keterbatasan Peneliti

2.4.1. Penelitian ini akan lebih baik jika menggunakan instrumen penelitian yaitu: wawancara agar data yang didapatkan lebih akurat dan mewakili keadaan yang sebenarnya.

2.4.2. Peneliti berasumsi bahwa instrumen kurang mewakili keadaan yang sebenarnya dikarenakan semua pernyataan pada instrumen merupakan pernyataan positf.


(68)

DAFTAR PUSTAKA

Annisa, dkk. (2011). Hubungan Tingkat Spiritualitas dengan Pemenuhan

Kebutuhan Seksual Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Palembang Tahun 2013. Diunduh tanggal 1 Juli 2015, dari

http://ejournal.uin-suka.ac.id/index.php/psikologi/article/view/139. Alim, S. (2012). Pengaruh Religiusitas Terhadap Kebermaknaan Hidup

Narapidana di Lembaga Permasyarakatan Wanita Kelas IIA Malang. Diunduh tanggal 1 Juli 2015, dari

http://lib.uin-malang.ac.id/?mod=th_detail&id=08410035.

Ardila, F. (2013). Penerimaan Diri Napi. Jurnal psikologi kepribadian dan Sosial, 2 (1) .

http://journal.unair.ac.id/filerPDF/Fauziya%20Ardilla%20Ringkasan.pdf. Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:

Rineka Cipta.

Badan Pusat Statistik. (2012). ringkasan eksekutif statistik kriminal 2012 i katalog bps: 4401002 badan pusat statistik. Diunduh tanggal 20 Oktober 2014, dari

http://www.bps.go.id/hasil_publikasi/stat_kriminal_2012/files/search/search text.xml.

Bastiar, E. (2012). Proses Kualitas Hidup Narapidana Yang Mendapatkan Vonis Hukuman Mati di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Surabaya. Diunduh tanggal 30 Juni 2015, dari

http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2 &ved=0CCEQFjAB&url=http%3A%2F%2Fpsikologi.ub.ac.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2013%2F10%2Fjurnal-Skripsi.pdf .

Bukhori, B. (2012). Hubungan Kebermaknaan Hidup dan Dukungan Sosial Keluarga dengan Kesehatan Mental Narapidana (studi kasus nara pidana kota semarang). Diunduh tanggal 1 Juli 2015, dari

http://eprints.walisongo.ac.id/2087/1/Baidi_Bukhori-Kebermaknaan_Hidup.pdf.

Campbell, J. D., Yoon, D. P., & Johnstone, B. (2010). Determining relationships between physical health and spiritual experience, religious practices, and congregational support in a heterogeneous medical sample. Journal of Religion and Health ,49 (1), 4-11. http:// www.springerlink.metapres.com.


(69)

Cooke, D. J., Pamela J Baldwin & Jaqueline Howison. (2008). Menyingkap Dunia Gelap Penjara. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Crawley, E., & Sparks, R. (2006). Is there life after imprisonment? How elderly men talk about. Criminology & Criminal Justice, 6 (1) 63-C82.

Dirjen Pemasyarakatan Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia. (2014). Data Terakhir Jumlah Penghuni Perkanwil. Diunduh tanggal 14 Oktober 2014, dari http://smslap.ditjenpas.go.id/public/grl/current/monthly.

Fowler & Keen. (1985). Kepercayaan bersifat universal. http://www.natn.org.uk/results.asp diunduh tanggal 30 Juni 2015.

Garroute, M. E., Goldberg, J., Beals, J., Herrel, R., & Manson, M. S. (2003). Spirituality and attempted suicide among American Indians.Social Science & Medicine, 56, 1571–1579.

Hamdan, M. (2005). Tindak Pidana Suap & Money Politics. Medan: Pustaka Bangsa Press.

Hamid, A. (2009). Bunga Rampai Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa.Jakarta: EGC.

Hensley, C., Tewksbury, R., & Castle, T. (2003). Characteristics of prison sexual assault targets in male oklahoma. Journal of Interpersonal Violence, 18 (6), 595-606.

Jung-Won Lim & Jaehee Yi. (2009). The Effect Of Religiosity, spirituality, and Social Support on Quality of Life: A Comparasion Between Korean American and Korean Breast and Gynecologi Cancer Survivors. Diakses dari http://search.proquest.com pada tanggal 30 Juni 2015.

Kozier, B., Erb, G., & Blais, K. (1995).Fundamental of Nursing: Concept, Process,and Practice. (5thed) California: Wesley Publishing Company. Kozier, B., Erb, G., & Blais, K. (2005).Fundamental of Nursing: Concept,

Process,and Practice. (7thed) California: Wesley Publishing Company. Liwarti, U. (2013). Hubungan pengalaman spiritual dengan psychological well

being pada penghuni lembaga pemasyarakatan. Jurnal sains dan praktik psikologi, 1(1), 78-88.

Musgrave, catherine F, at al. (2002). Spirituality and Health for Women of Color. American Journal of Public Health, 92, 557-600.

Nursalam. (2011). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan Edisi 2: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen penelitian. Jakarta: Salemba Medika.


(70)

Nurtjahjanti, H. (2010). Spiritualitas kerja sebagai ekspresi keinginan diri

karyawan untuk mencari makna dan tujuan hidup Dalam organisasi. Jurnal Psikologi UNDIP, 7 (10).

Potter, Patricia A, & Perry, A.G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4, Volume 1. Alih Bahasa: Yasmin Asih, dkk. Jakarta: EGC.

Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2009). Human Development (penterjemah Brian Marwensdy). Jakarta: Salemba Humanika.

Samyak, Makwana. (2012). Impact of Spirituality on Mental Health. Indian journal of Positive Psychology, 3, 242-244.

Setiadi. ( 2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Soewaryo, yenny. (2013). Hubungan Dukungan Sosial dengan Tingkat Stres pada Narapidana di Rumah Tahanan Situbondo. Diunduh tanggal 3 Juli 2015, dari

http://www.researchgate.net/publication/50342926_hubungan_dukungan_so sial_dengan_tingkat_stres_pada_narapidana_di_rumah_tahanan_situbondo. Sunarto, K. (2004). Pengantar Sosiologi Edisi Revisi. Jakarta: Lembaga Penerbit

Fak, E UI.

Undang-undang No.12 Tahun 1995 Tentang pemasyarakatan. Diunduh tanggal 15 Oktober 2014 dari http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_12_95.htm.

Wilson. (2005). Dunia di Balik Jeruji. Yogyakarta: Resist Book.

Young, Caroline & Cyndie, Koopsen. (2007). Spiritualitas, kesehatan dan Penyembuhan. Medan: Bina Media Perintis.

Yuniardi, S & Dayakisni, T. (2004). Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Departemen Pendidikan Nasional: Balai Pustaka.


(71)

(72)

LAMPIRAN 2

Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Nama saya adalah Jernita Efriyati Togatorop/ NIM.111101080, mahasiswi Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, Medan. Saat ini saya sedang melakukan penelitian tentang “Tingkat Spiritualitas Narapidana wanita di Lapas kelas II A wanita Tanjung Gusta Medan”. Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Adapun tujuan saya melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui Tingkat Spiritualitas Narapidana Wanita di Lapas kelas II A wanita Tanjung Gusta Medan Penelitian ini dilakukan selama 1 bulan yaitu mulai bulan Maret sampai April. Jika ada hal yang kurang dipahami dalam mengisi kuesioner ini, Ibu boleh bertanya kepada peneliti.

Berdasarkan hal diatas, saya mengharapkan kesediaan Ibu untuk berpartisipasi dalam penelitian ini dimana penelitian ini tidak akan memberi dampak yang membahayakan. Ibu bersedia, silahkan menandatangani lembar persetujuan ini sebagai bukti kesukarelaan Ibu. Semua informasi yang Ibu berikan akan dirahasiakan dan hanya akan dipergunakan dalam penelitian ini. Atas partisipasi Ibu, saya mengucapakan terimakasih.

Medan, april 2015 Responden


(73)

Lampiran 3

LEMBAR KUESIONER DATA DEMOGRAFI

Judul penelitian : Tingkat Spiritualitas Narapidana di Lapas Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan.

Petunjuk pengisian :

1. Ibu bersedia mengisi seluruh pertanyaan yang ada.

2. Berilah tanda checklist (√) pada tempat yang disediakan dan isilah

titik-titik jika ada pertanyaan yang harus dijawab. 3. Setiap pertanyaan dengan satu jawaban.

4. Jawablah pertayaan ini dengan sejujurnya dan saya akan menjamin kerahasiaan atas jawaban yang Ibu berikan.

5. Bila ada yang kurang dimengerti dapat ditanyakan pada peneliti. Kuesioner data demografi.

Inisial nama :

Usia :

Status perkawinan : 1. ( ) Menikah 2. ( ) Belum menikah 3. ( ) Janda

Agama : 1. ( ) Muslim

2. ( ) Protestan 3. ( ) Khatolik 4. ( ) Hindu 5. ( ) Budha Suku : 1. ( ) Batak

2. ( ) Jawa 3. ( ) Melayu 4. ( ) Aceh


(1)

96


(2)

97


(3)

98


(4)

99


(5)

100


(6)

101