Desentralisasi Fiskal Landasan Teori

commit to user bantuan, dan dorongan kepada daerah agar dalam melaksanakan otonomi dapat dilakukan secara efisien dan efektif Penjelasan UU No. 32 Th. 2004 tentang Pemerintahan Daerah Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan Daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dibidang politik luar negri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan dibidang lainnya yang akan ditetapkan dengan peraturan pemerintah otonomi nyata adalah Keleluasaan Daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah dibidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh, hidup, dan berkembang di daerah. Sedangkan otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh Daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar Daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Desentralisasi Fiskal

Desentralisasi fiskal secara singkat dapat diartikan sebagai suatu proses distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi commit to user kepada pemerintahan yang lebih rendah, untuk mendukung fungsi atau tugas pemerintahan dan pelayanan publik sesuai dengan banyaknya kewenangan bidang pemerintahan yang dilimpahkan. Saragih, 2003 Pelaksanaan desentralisasi fiskal harus didukung dengan dana perimbangan, dengan kata lain dana perimbangan merupakan faktor penting dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal. Dalam dana perimbangan terdapat tiga komponen penting yang mempunyai keterkaitan satu sama lainnya dalam proses implementasi otonomi daerah yaitu dana bagi hasil yang berfungsi sebagai penyeimbang fiskal antara pusat dan daerah dari pajak yang dibagi hasilkan. Sedangkan fungsi dana alokasi umum DAU sebagai pemerataan fiskal antar daerah di Indonesia. Fungsi dana alokasi khusus DAK adalah sebagai kebijakan yang bersifat darurat Saragih, 2003. Esensi dari kebijakan desentralisasi fiskal adalah dicapainya suatu keseimbangan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah dalam bentuk dana perimbangan. Dalam pelaksanaan otonomi atau desentralisasi, pemerintah daerah tentu tidak dapat hanya bergantung kepada transfer dana dari pusat melalui dana perimbangan. Di era otonomi, daerah mempunyai kesempatan atau keleluasaan untuk menggali sumber-sumber pendapatan daerah sendiri. Hal ini dapat dilakukan melalui kebijakan pajak daerah dan retribusi daerah Saragih, 2003 Menurut Halim 2001, ciri utama suatu daerah mampu melaksanakan otonomi adalah 1 kemampuan keuangan daerah, yang commit to user berarti daerah tersebut memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan mengguanakan keuangannya sendiri untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan; 2 Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, oleh karena itu, PAD harus menjadi sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Kedua ciri tersebut akan mempengaruhi pola hubungan antara pemerintah pusat dan daerah. Secara konseptual, pola hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah harus sesuai dengan kemampuan daerah dalam membiayai pelaksanaan pemerintahan. Oleh karena itu, untuk melihat kemampuan daerah dalam menjalankan otonomi daerah, salah satunya dapat diukur melalui kinerja keuangan daerah. Semakin tinggi derajat kemandirian suatu daerah menunjukkan bahwa daerah tersebut semakin mampu membiayai pengeluarannya sendiri tanpa bantuan dari pemerintah pusat. Apabila dipadukan dengan derajat desentralisasi fiskal yang digunakan untuk melihat kontribusi pendapatan asli daerah terhadap pendapatan daerah secara keseluruhan, maka akan terlihat kinerja keuangan daerah secara utuh. Secara umum, semakin tinggi kontribusi pendapatan asli daerah dan semakin tinggi kemampuan daerah untuk membiayai kemampuannya sendiri akan menunjukkan kinerja keuangan daerah yang positif. Dalam hal ini, kinerja keuangan positif dapat diartikan sebagai kemandirian commit to user keuangan daerah dalam membiayai kebutuhan daerah dan mendukung pelaksanaan otonomi daerah pada daerah tersebut.

3. Pendapatan Asli Daerah