BAB II PEMBAHASAN
Teknologi HP merupakan alat komunikasi, seperti hal telepon rumah. Tetapi lebih praktis dibandingkan telepon rumah, sehigga menjadi
pilihan bagi kalangan elit politik, birokrasi , bisnisman, swastawan, dan kalangan atas lainya. HP dipergunakan untuk hal-hal pelayanan, transaksi
bisnis dan promosi. Perkembangan teknologi semakin meningkat, fungsi HP semakin meluas bukan hanya sebagai alat komunikasi, tetapi juga
dipergunakan dalam urusan lain seperti; SMS, MP3, Vidio, Kamera, Recoard, sehingga HP menjadi Multimedia. Siapa tak tertarik olehnya?
Keberhasilan HP menggerogoti pikiran orang, tak disadari imperialisme budaya pun merajalela. kini HP adalah sakunya anak didik. Hampir semua
anak didik mengantongi HP. Mereka merasa PD dengan HP dan seolah - olah menyatakan dirinya “saya orang modern, saya orang teknologi”.
Budaya tradisional semakin jauh ketinggalan oleh gaya hidup mewah.
A. ETIKA
Etika oleh filsafat Yunani besar Aristoteles 384-322 s,M sudah dipakai untuk menunjuk filsafat moral. Secara etimologi berarti adat,
kebiasaan. Untuk kasus di atas pengertian etika secara etimologi nampaknya belum cukup, maka ada penjelasan lain yang lebih
koperensif tentang pengertian etika yaitu: 1. Nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya, 2. Kumpulan asas atau nilai moral kode etik,
3. ilmu tentang yang baik atau buruk K.Bertens, 2005, hal 4-6.
Kalau berorientasi pada teori belajar hakikat belajar adalah adanya perubahan tingkah laku. Pengalaman siswa bagian dari proses
pembelajaran, kemampuan menggunakan HP juga bagian dari pembelajaran. Tetapi perubahan tingkah laku atau prilaku yang
bagaimana yang diinginkan dalam pendidikan?. Untuk menjawabnya
7
adalah etika, etika moral sorang siswa. Jadi tujuan pendidikan atau pembelajaran yang dimaksud adalah perubahan tingkah laku yang
beretika.
B. ETIKA ANAK DIDIK DI ERA TEKNOLOGI SAAT INI
Dalam hal integritas kesiswaan, ada gejala-gejala kesenjangan. Anak didik yang membawa HP cendrung bersifat individualisme,
mereka bergaual atau bercakap-cakap bukan dengan teman disampingnya, melaian orang yang diluar lingkungan belajarnya
dengan sarana SMS HP-nya. Karena HP barang mahal sehingga dapat dimaklumi bila ada keengganan meminjamkan pada temannya. Prilaku
seperti ini berlangsung terus menerus, maka mulai muncul sikap-sikap egois dan pamer di antara anak didik yang membawa HP.
Bagi anak didik yang tidak membawa HP merasa terasing di lingkungan sekolah bahkan merasa asing di kelasnya sendiri. Sekali
dua kali dipinjamkam untuknya, selanjutnya tak heran muncul perasaa malu, apalagi tidak bisa mengoperasikan. Siswa yang tidak punya HP
harus beradaptasi, agar tidak kena seleksi dilngkungan kelasnya, caranya “menuntut kepada orang tua agar dibelikan HP”.
Integritas semakin melemah dan kesenjangan pergaulan akibat Teknologi semakin besar walupun tidak muncul dipermukaan teori
konflik laten Di dalam ruang belajar di kelas sadar atau tidak sadar, sengaja atau bukan sengaja, sering suara HP berdering mengusik
ketenang dan keseriuasan belajar. Hanya dengan sepatah dua patah kata “maaf pak saya lupa mematikan” seorang guru tidak bias berbuat
apa - apa, tertindas oleh teknologi. Tidak kalah menariknya untuk diungkapkan tentang prilaku siswa dalam ruangan kelas ketika mata
pelajaran Matematika, Kimia atau Fisika, HP semuanya keluar dari kantong atau tasnya hanya untuk menjumlahkan, mengurangkan atau
mengalikan bilangan-bilangan sederhana dalam contoh soal perhitungan yang diberikan oleh guru.
8
Tentu ini gejala buruk bagi perkembangan nalar atau logika berpikir siswa. Tidak percaya dengan pikirannya, lambat menggunakan
pikiran atau nalar dan bahkan faktor malas orat-oret karena lebih praktis dengan HP. Yang lebih memprihatinkan menjawab soal ulangan
dengan bantuan teman lewat SMS. Sikap dalam berinteraksi dengan guru seakan-akan tidak ada perbedaan, rasa hormat hanya prilaku
yang bersifat semu bahkan cendrung bersifat subyektif. Mereka hanya menunjukan hormatnya ketika mereka perlu menghadap. Terkadang
acuh tak acuh dengan guru yang ada disampingnya, sibuk memainkan HP.
Guru tidak gila hormat, tetapi hormat kepada guru adalah bagian dari etika siswa Konsep Guru Pengajian, dan juga terdapat dalam
Manawa Dharmasastra, pasal 71 dan 72 Mengingat kecanggihan HP sebagai multimedia, menyetel lagu-lagu, menjadi ngetren di saat saat
istiharat, di sana-sini terdengar alunan musik dari HP-HP. Dan tidak menutup kemungkinan ada siswa yang mojok memutar pornografi dan
luput dari pantauan guru. Siswa jarang mendiskusikan mata pelajaran yang telah diikuti dan tak peduli hasil ulangan kecil, karena
kebanggaan telah bergeser dari prestasi ke modernisasi. Pendek kata HP dikalangan siswa dalam lingkungan pendidikan seperti penyedap
makanan nikmat, merangsang keinginan, tetapi tak disadari meracuni etika dan moralitas siswa.
Etika kesiswaan mengalami degradasi dari dalam dirinya sendiri, dan abrasi dari lingkungan sosialnya. Pendidikan dihadapkan
pada masalah dimana ruang dan waktu tak mungkin dirubah. Motivasi belajar siswa tak menentu, datang kesekolah untuk apa dan untuk
siapa? Pertannyan ini mungkin tak akan pernah terjawab dengan benar oleh siswa maksudnya tidak sesuai dengan tujuan Pendidikan seperti
tercantum dalam konsep wawasan Wyata Mandala. Apakah mungkin dikeluarkam larangan membawa HP bagi siswa?. Masyarakat akan
menuding institusi ini tidak mengenal Teknologi, bahkan mungkin saja orang tua akan demo dengan alasan yang sama. Lalu bagaimana?.
9
Dan salah siapa?. Kalau dicermati dari masing-masing komponen, sekolah, siswa, orang tua, maka semua benar. Tapi yang perlu disadari
sebagai penekanan adalah teknologi silahkan jalan, tetapi hendaknya dibarengi dengan nilai-nilai, moralitas etika. Perlukah Anak-Anak
Memiliki Handphone?
C. POSISI HANDPHONE DALAM MASYARAKAT