PEMODELAN GEOLISTRIK 2D DIPOLE-DIPOLE UNTUK PENYELIDIKAN LAPISAN TANAH PENYEBAB AMBLESAN DAN LONGSORAN DI DESA HATTA BAKAUHENI LAMPUNG SELATAN

(1)

ABSTRAK

PEMODELAN GEOLISTRIK 2D DIPOLE-DIPOLE UNTUK PENYELIDIKAN LAPISAN TANAH PENYEBAB AMBLESAN DAN LONGSORAN DI DESA HATTA BAKAUHENI LAMPUNG SELATAN

Oleh

DINA SEPTI ANGGREINI

Amblesan dan longsoran sering terjadi di Jalan lintas Sumatera (Jalinsum) di kilometer 79/80 KM Desa Hatta, Kecamatan Bakauheni, Kabupaten Lampung Selatan disebabkan karena gorong-gorong yang ada di jalan lintas Sumatera sudah tua dan tertutup dan letak jalan yang banyak terdapat lembah yang digenangi air dan curah hujan yang tinggi. Telah dilakukan pengukuran menggunakan metode geolistrik tahanan jenis 2D dilokasi Desa Hatta-Bakauheni dan model geologi perlapisan untuk mengetahui jenis-jenis gerakan tanah (tanah longsor) agar dapat mengestimasi (menduga) penyebab, cara pencegahan dan penanggulangan tanah longsor dan ambelasan. Perlapisan di daerah penelitian terdiri dari 3 lapisan, bahan penutup jalan yang sudah mengalami perkerasan, lapisan konduktif dan lapisan batuan dasar. Lapisan-lapisan pada lintasan di daerah penelitian tersebut diduga merupakan batuan campuran yang telah dikeraskan, batupasir tufan dan batuan andesit. zona dengan resistivitas rendah dapat berpotensi sebagai zona slidingdan atau zona yang mudah ambles.


(2)

ABSTRACT

MODELING 2D GEOELECTRIC DIPOLE-DIPOLE

INVESTIGATIONLAYER FOR SOIL AND CAUSES SUBSIDENCE IN LANDSLIDES BAKAUHENI LAMPUNG SOUTH VILLAGE HATTA

by

DINA SEPTI ANGGREINI

Subsidence and avalanches are common in cross Jalan Sumatera (Jalinsum) at kilometer 79/80 KM Hatta Village, District Bakauheni, South Lampung regency due to the existing culverts in the causeway and old Sumatra where the roads are closed and there are many valleys flooded and high rainfall. Measurements have been performed using geoelectric resistivity method 2D-Bakauheni Hatta Village location and bedding geological model to determine the types of soil movement (landslides) in order to estimate (guess) the causes, prevention and mitigation of landslides and ambelasan. Bedding in the study area consists of three layers, cover material that has been experienced road pavement, the conductive layer and a layer of bedrock. Layers on the track in the study area is suspected to be a mixture of rock that has been hardened, Tufan sandstone and andesite rocks. zones with low resistivity can be potentially as sliding zone or zones are easy and subsidence.


(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Amblesan dan longsoran sering terjadi di Jalan lintas Sumatera (Jalinsum) di kilometer 79/80 KM Desa Hatta, Kecamatan Bakauheni, Kabupaten Lampung Selatan disebabkan karena gorong-gorong yang ada di jalan lintas Sumatera sudah tua dan tertutup. Selain itu, letak jalan yang banyak terdapat lembah yang digenangi air dan curah hujan yang tinggi. Sehingga badan jalan tidak kuat lagi karena bagian bawah terkikis oleh air.

Berdasarkan jenis batuan yang ada di Bakauheni seperti batuan Aluvium Bongkah, Kerikil, Pasir, Lanau, Lumpur dan Lempung (Qa), batuan Andesit, Lava Andesit dengan Kekar Lembar (Tpv), Tuf Berbatu Apung, Tuf Riolitik, Tuf Padu Tufit, Batuan Lempung Tufan, dan Batupasir Tufan (Qtl), maka jenis tanah yang ada di daerah Bakauheni merupakan batuan gunungapi. Tanah longsor diduga diakibatkan oleh hilangnya gaya kohesi yang seharusnya dimiliki oleh endapan gunung api yang tidak terkonsolidasi dan tidak terkompaksi. Salah satu penyebabnya ialah akibat tidak adanya vegetasi pepohonan yang memperkuat kohesi tanah di daerah tersebut.


(4)

Amblesnya jalan terjadi karena tanah terus bergerak ke bawah dan terlebih saat hujan turun, sisi barat jalan merupakan daerah genangan air yang tidak memiliki drainase baik, sehingga ketinggian air rata dengan bahu jalan, serta gorong-gorong jembatan sudah tersumbat, sehingga tidak berfungsi lagi untuk saluran pembuangan air, dan intensitas kendaraan berbeban berat cukup tinggi juga menjdi penyebab amblesan.

Metode geolistrik tahanan jenis digunakan untuk menganalisa kondisi perlapisan badan jalan penyebab amblesan. Pendekatatan metode ini didasarkan pada lapisan bawah bumi yang tersusun oleh batuan atau lapisan-lapisan dengan tahanan jenis berbeda. Adanya variasi tahanan jenis lapisan, dapat diamati dengan menginjeksikan arus listrik ke dalam bumi. Dengan diketahui lapisan batuan penyebabnya, maka diharapkan langkah teknis untuk penghentian amblesan dapat dilakukan secara tepat dan akurat.

Metoda Geolistrik tahanan jenis (2D) secara profiling digunakan untuk menggambarkan kondisi bawah permukaan bumi, termasuk menentukan bidang penyebab amblesan dan bidang gelincir (sliding) longsoran. Metoda ini mendeteksi sifat kelistrikan bumi dan sangat peka terhadap material yang mengandung air, karena memiliki sifat penghantar yang baik, sehingga sangat tepat apabila parameter tersebut yang berkaitan dengan parameter tahanannya diselidiki dengan menggunakan metode ini.


(5)

B. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam Penelitian ini adalah Pemodelan 2D geolistrik tahanan jenis dengan menggunakan metode konfigurasi Dipole-dipole dan model geologi perlapisan.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian adalah :

1. Mengetahui jenis batuan yang mengalami amblesan dan longsoran di KM 79/80 Desa Hatta- Bakauheni- Lampung Selatan.

2. Mengestimasi kedalaman dan ketebalan tanah yang rawan ambles dan longsor dengan metoda geolistrik 2D.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah :

1. Dapat mengestimasi (menduga) ketebalan dan kedalaman lapisan, struktur tanah yang terjadi pada daerah amblesan dan longsoran.

2. Mendapatkan informasi perlapisan batuan dalam tanah.

3. Dapat mengestimasi (menduga) penyebab, cara pencegahan dan penanggulangan tanah longsor dan amblesan.


(6)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil penelitian

Hasil pemodelan fisik menunjukkan bahwa konfigurasi elektroda yang sensitif terhadap perubahan tahanan jenis batuan untuk model longsoran adalah konfigurasi Dipole-dipole dan Wenner. Sehingga untuk selanjutnya digunakan konfigurasi ini. Hasil penelitian pengolahan data pengukuran di lintasan-lintasan diperoleh menggunakan software Res2Dinv ver 3,53g adalah informasi tahanan jenis sebenarnya secara lateral dan vertikal, dan softwaresurfer dapat memberikan gambaran secara spasial letak potensi bencana.

B. Pembahasan

Interpetasi lapisan tanah longsor didaerah penelitian dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Secara Kualitatif menjelaskan hasil sesuai dengan geologi dan secara kuantitatif menjelaskan dari permodelan res2dinv dan surfer dengan geologi.

Agar mempunyai pedoman atau acuan yang kuat di dalam melakukan interpretasi data hasil pengukuran geolistrik di desa Hatta-Bakauheni-Lampung Selatan, diperlukan data batuan desa Hatta. Data batuan tersebut diperoleh dengan melakukan pengukuran tahanan jenis batuan secara langsung pada badan jalan


(7)

yang terkena amblesan dan longsoran di jalan lintas Sumatera di kilometer 79/80 KM desa Hatta atau di tepi jalan yang dindingnya dapat dikenali susunan batuannya. Pengukuran ini dilakukan pada lokasi yang batuannya cukup representatif, baik jenis batuan maupun ketebalannya.

Hasil pemodelan 2D

Data hasil pengukuran kemudian diolah menggunakan Software Res2DInv

A. Bakauheni I ini terdiri dari 2 lintasan,yaitu : lintasan 1 dan 2 dengan menggunakan konfigurasi Dipole-Dipole. Pengukurannya dilakukan pada bulan Oktober 2010 dilokasi tempat terjadinya amblesan tanah di KM 79/80.


(8)

Gambar 21. Model 2D Tahanan jenis pada lintasan 2

a. Lintasan 1

Dari hasil pengolahan data di atas, bidang perlapisan bawah permukaan dapat dibedakan 3 lapisan. Perlapisan bawah permukaan terdiri dari 3 lapisan (L-1, L-2 dan L-3). Pada gambar di bawah ini merupakan hasil penafsiran untuk lintasan 1.


(9)

Gambar 23 . Penampang Geologi hasil interpretasi Tahanan jenis

Lintasan 1 memiliki kisaran tahanan jenis antara 7,37Ω sampai 1423 Ω . Lapisan 1 (L-1) pada gambar di atas merupakan lapisan penutup jalan yang padat dengan nilai tahanan jenis antara 70,3Ω sampai 316 Ω . Lapisan ini diperkirakan terdiri dari material pengerasan jalan yang terdiri dari aspal, batu dan pasir yang sudah dipadatkan. Lapisan 2 (L-2) merupakan zona konduktif sebagai pembawa air dengan nilai tahanan jenis rendah antara 7,37Ω sampai 33,2Ω . Lapisan ini diperkirakan terdiri dari pasir, batu pasir, dan batupasir tufan. Lapisan bawah (L-3) merupakan batuan dasar yang lebih keras, yang dapat merupakan tuf padu atau andesit.

Pada lintasan 1 yang merupakan Zona konduktif dengan tahanan jenis rendah (7,37 Ω sampai 316 Ω ) yang membentang sepanjang jalan, lapisan ini berada pada kedalaman mulai dari 19,7 sampai 37,4 dibawah permukaan. Zona ini sebagai batuan yang potensial sebagai zonasliding(longsor) dan amblesan. Zona konduktif ini dapat dengan mudah dialiri air. Ketika zona konduktif ini tidak ada saluran atau gorang-gorong, maka air akan menggerus kelapisan konduktif ini, sehingga mengakibatkan terjadinya lubang yang dapat membesar.


(10)

Penyebab terjadinya amblesan dan longsor di lintasan 1 adalah karena gorong-gorong yang ada dilapisan 2 mengalami kerusakan, faktor hujan juga menjadi salah satu penyebab terjadinya amblesan dan longsoran, Sehingga air yang mengalir dari lembah yang digenangi air terus mengikis bagian bawah badan jalan karena saluran air tersumbat. Tanah yang terus bergerak ke bawah yang menyebabkan penyusutan material di atas permukaan jalan, akibatnya terjadi amblesan, bentuk amblesan memanjang mencapai dua puluh meter, namun yang menjorok ke badan jalan sepanjang dua meter, sehingga menyisakan separuh badan jalan karena retakan terus melebar sampai tengah.

b. Lintasan 2

Dari hasil pengolahan data di atas, bidang perlapisan bawah permukaan dapat dibedakan 3 lapisan, Perlapisan bawah permukaan terdiri dari 3 lapisan (L-1, L-2 dan L-3). Pada gambar dibawah ini merupakan hasil penafsiran untuk lintasan 2.


(11)

Gambar 25. Penampang Geologi hasil interpretasi Tahanan jenis

Lintasan 2 memiliki kisaran tahanan jenis 3,39Ω sampai 1450Ω . Satuan batuan yang terdapat pada lintasan Bakauheni 1 line 2 ini adalah satuan batu lempung, pasir, tufan dan andesit. Lempung bersifat menghantarkan arus yang baik karena nilai resistivitasnya kecil. Lapisan 1 (L-1) pada gambar di atas merupakan lapisan penutup jalan yang padat dengan nilai tahanan jenis antara 45,5 Ω sampai 650Ω . Lapisan ini diperkirakan terdiri dari material pengerasan jalan yang terdiri dari aspal, batu dan pasir yang sudah dipadatkan. Lapisan 2 (L-2) merupakan zona konduktif sebagai pembawa air dengan nilai tahanan jenis rendah antara 3,39 sampai 610 Ω . Lapisan ini diperkirakan terdiri dari pasir, batupasir, dan batupasir tufan.


(12)

Lapisan bawah (L-3) merupakan batuan dasar yang lebih keras, yang dapat merupakan tuf padu atau andesit. Zona konduktif dengan tahanan jenis rendah (3,39 s.d 45,5Ω ) yang membentang sepanjang jalan pada kedalaman 13,1 sampai 32,3 di bawah permukaan. Zona ini sebagai batuan yang potensial sebagai zonasliding(longsor) dan amblesan.

Berdasarkan pada data geologi, batu pasir yang terdapat pada lokasi ini adalah batu pasir tufan, dan batu lempung yang terdapat pada lokasi ini adalah batu lempung tufan. Pada awalnya Lintasan 2 memang sangat rawan ambles, karena sebagian besar samping kiri dan kanan merupakan tebing-tebing curam yang selalu terkikis saat hujan turun. Penimbunan pada lintasan 2, jalan lintas Sumatera (jalinsum) Km 79 Dusun Panegolan, Desa Hatta, Kecamatan Bakauheni, Lampung Selatan tidak bertahan lama. Akibat hujan bekas longsor yang sudah ditimbun, terus mengalami penyusutan atau ambles. Semakin banyak air di sisi kanan, maka semakin kuat dorongannya dan kemungkinan penyusutan hasil timbunan makin banyak membuat badan jalan kembali bergelombang, karena tanah terus bergerak ke bawah mengakibatkan jalan menjadi longsor, akhirnya turun dan bergelombang.

B. Bakauheni II terdiri dari 3 lintasan, yaitu: Lintasan 3, 4, dan 5. Pengukuran dilakukan pada Oktober 2011 yang berlokasi kira-kira 10 Km dari Lokasi Bakauheni I, tepatnya di depan Kecamatan Bakauheni. Konfigurasi yang digunakan adalah konfigurasi Wenner.


(13)

Gambar 25 . Model 2D Tahanan jenis pada lintasan 3


(14)

Gambar 27 . Model 2D Tahanan jenis pada lintasan 5

a. Lintasan 3

Bakauheni II Lintasan 3 merupakan lintasan yang berjarak 10 KM dari Lokasi Pertama, tepatnya di dekat Kantor Camat Bakauheni. Lintasan 3 menggunakan konfigurasi Wenner. Secara detail, pada Lintasan 3 terdiri dari L1 dan L2.


(15)

Gambar 29. Penampang Geologi hasil interpretasi Tahanan jenis lintasan 3

Lintasan 3 memilki kisaran tahanan jenis 4,40 Ω sampai 3730 Ω Secara umum, perlapisan bawah permukaan di daerah ini terdiri dari tanah perkerasan badan jalan (L-1) dengan satuan batuan yang terdapat di lapisan paling atas didominasi oleh satuan batuan Tufan dengan tahanan jenis 207Ω sampai 1424 Ω dan satuan batuan andesit dari 1425 Ω sampai 3730 Ω , karena nilai resitivitasnya paling besar di atas 1000Ω .

Sedangkan (L-2) di lapisan paling bawah merupakan lapisan konduktif dengan satuan batu pasir dan pasir tufan atau bahkan pasir lepas yang belum menjadi batu dengan tahanan jenis 4,40 Ω sampai 79,1 Ω , berada pada kedalaman 23,8 sampai 28,8 . Pada lintasan 3, L2 merupakn Zona- konduktif , yaitu zona yang dapat menyerap air jika hujan. Jika airnya mengisi penuh pori-pori batu pasir ini, maka lapisan ini dapat menjadi media sliding. Selain itu batuan jenis ini mudah terbawa air, sehingga bagian lapisan yang ditinggalkannya membentuk rongga-rongga besar yang sewaktu-waktu dapat ambles.


(16)

Pada lintasan 3 ini jika terjadi hujan tanah akan terus bergerak ke bawah, sehingga akan mengakibatkan penyusutan pada material di atas permukaan. Pada lintasan 3 juga terdapat banyak lembah yang digenangi air, akan tetapi bahu jalan kanan-kirinya cukup kuat untuk menahan tanah.

b. Lintasan 4

Bakauheni 2 Lintasan 4 merupakan lintasan yang berjarak 10 KM dari Lokasi Pertama, tepatnya di dekat Kantor Camat Bakauheni. Lintasan 4 menggunakan konfigurasi Wenner. Secara detail, pada Lintasan 3 terdiri dari L1 dan L2.


(17)

Gambar 31. Penampang Geologi hasil interpretasi Tahanan jenis

Bakauheni II lintasan 4 memiliki kisaran tahanan jenis 32,7 Ω sampai 3725 Ω . L1 memberikan gambaran adanya lapisan tanah longsor ditunjukkan dengan tahanan jenis 32,7 Ω sampai 127 Ω . Lapisan ini berada pada kedalaman 1,50 sampai 14,9 , satuan batuan pada lapisan ini adalah satuan batupasir, batuan jenis ini mudah terbawa air, Zona-zona konduktif ini dapat menyerap air saat hujan. Jika airnya mengisi penuh pori-pori batu pasir ini, maka lapisan ini dapat menjadi mediasliding. sehingga bagian lapisan yang ditinggalkannya membentuk rongga-rongga besar yang sewaktu-waktu dapat ambles.

L2 Lintasan 4 ini dengan nilai tahanan jenis sangat besar yang didominasi oleh satuan batuan batu tufan dan andesit yang terdapat pada lapisan paling bawah, dengan nilai resistivitasnya, yaitu diatas 1000Ω . Pada lintasan 4 sudah dilakukan pengerukan pada tanah yang mengalami amblesan, dan pengeringan tanah timbunannya. Jika tanahnya kering, tanah akan padat dan penyusutan material tanah untuk menimbun bisa diminimalkan.


(18)

c. Lintasan 5

Bakauheni II Lintasan 5 merupakan lintasan yang berjarak 10 KM dari Lokasi Pertama, tepatnya di dekat Kantor Camat Bakauheni. Lintasan 5 menggunakan konfigurasi Wenner. Secara detail, pada Lintasan 3 terdiri dari L1, L2 dan L3.

Gambar 32 . Bidang Perlapisan pada Lintasan 5 berdasarkan nilai Tahanan jenis


(19)

Bakauheni II lintasan 5 memiliki kisaran tahanan jenis 39,2 Ω sampai 3744 Ω , lapisan pada lintasan 5 ini satuan batuan terlihat merata, L1 lapisan atas permukaan lintasan, yaitu satuan batupasir dengan nilai tahanan jenis 39,2 Ω sampai 300 Ω . L1 menunjukkan zona-zona konduktif yang ketebalannya lebih tebal dari pada lintasan 4. Lapisan ini terdiri dari batuan pasir, dan pasir tufan atau bahkan pasir lepas yang belum menjadi batu. Zona-zona konduktif ini dapat menyerap air jika hujan tiba. Jika airnya mengisi penuh pori-pori batupasir ini, maka lapisan ini dapat menjadi media sliding. Selain itu batuan jenis ini mudah terbawa air, sehingga bagian lapisan yang ditinggalkannya membentuk rongga-rongga besar yang sewaktu-waktu dapat ambles.

L2 satuan batu tufan dengan nilai resistivitas 531 Ω sampai 1952 Ω dan L3 satuan batuan batu andesit dengan resistivitas 1953 Ω sampai 3744 Ω . Pada lintasan 5 perbaikan jalan sudah telihat baik. Sudah dilakukan pengerukan dan gorong-gorong yang tersumbat telah diganti, pemasangan gorong-gorong itu membuat air yang menggenang dapat mengalir dengan lancar yang selama ini menyebabkan ambles, karena sirkulasi air tidak lancar. Setelah dilakukan pengerukan dan penimbunan, serta tanah sudah kering dan tidak basah lagi, maka dilakukan pengaspalan, lintasan 5 menjadi kuat karena diberikan penyangga pada sisi kanan dan kirinya.


(20)

Gambar 34. Lapisan konduktif yang tebal di sekitar amblesan KM 79/80 Bakauheni

Ketebalan lapisan konduktif relatif tebal, antara 2-7 m, seperti terlihat pada Gambar 35. Gambar 35 ini merupakan bidang perlapisan bawah permukaan di sekitar amblesan yang terjadi pada Februari 2010, yaitu pada KM 79/80 jalan Bakauheni. Penampang tahanan jenisnya ditunjukkan pada model 2D pada Lintasan 1 dan 2.


(21)

Perlapisan bawah permukaan di tempat longsoran, dekat Kantor Camat Bakauheni menunjukkan zona-zona konduktif yang relatif dari tebal di Lintasan 3 dan semakin menipis pada Lintasan 4 & 5. Lapisan ini terdiri dari batuan pasir, dan pasir tufan atau bahkan pasir lepas yang belum menjadi batu.

Zona-zona konduktif ini dapat menyerap air saat hujan. Jika airnya mengisi penuh pori-pori batu pasir ini, maka lapisan ini dapat menjadi media sliding. Selain itu batuan jenis ini mudah terbawa air, sehingga bagian lapisan yang ditinggalkannya membentuk rongga-rongga besar yang sewaktu-waktu dapat ambles.


(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Struktur Geologi

Sumatera terletak di sepanjang tepi Barat Daya Paparan Sunda, pada perpanjangan Lempeng Eurasia ke daratan Asia Tenggara dan merupakan bagian dari Busur Sunda. Kerak Samudera yang mengalasi Samudera Hindia dan sebagian Lempeng India-Australia, telah menunjam miring di sepanjang Parit Sunda di lepas pantai Barat Sumatera (Hamilton, 1979; Curray, 1979).

Sumatera dapat dibagi menjadi empat mandala tektonik yaitu : Lajur Akrasi atau Lajur Mentawai, Lajur Busur-Muka atau Lajur Bengkulu, Lajur Busur Magma atau Lajur Bengkulu, Lajur BusurBelakang atau Lajur Jambi Palembang. Lembar Tanjungkarang terletak di dalam Lajur Busur Magma, di sudut Timur Laut meluas ke Lajur belakang. Geologi Lembar Tanjungkarang mencangkup batuan malihan pra-Mesozoikum dan runtuhan batuan gunungapi dan sedimen Tersier-kuarter.

Secara umum daerah lembar Tanjungkarang dibagi menjadi tiga satuan morfologi, yaitu: dataran bergelombang di bagian Timur dan Timur Laut, pegunungan kasar di bagian Tengah dan Barat Daya, daerah pantai berbukit sampai datar. Daerah dataran bergelombang terdiri dari endapan vulkanoklastika Tersier dan Kuater dan alluvium dengan ketinggian beberapa puluh meter di atas muka laut. Pegunungan Bukit Barisan terdiri batuan alas beku dan malihan serta


(23)

batuan gunungapi muda. Lereng-lereng umumnya curam dengan ketingian antara 500-1.680 m diatas mukalaut. Daerah pantai bertopografi beraneka ragam dan seringkali terdiri dari perbukitan kasar, mencapai ketinggian 500 m di atas muka laut dan terdiri dari batuan gunungapi Tersier dan Kuarter serta batuan terobosan.


(24)

Bakauheni merupakan wilayah perbukitan yang terdiri atas endapan hasil kegiatan gunungapi. Selain G. Rajabasa dan G. Pra Rajabasa, juga ada beberapa jejak gunungapi purba lainnya. Keluarnya magma gunungapi tersebut difasilitasi oleh retaknya kulit bumi, oleh sebab itu bentuk lahan di wilayah Bakauheni diduga sebagai bentukan asal struktur, dan kini berkembang menjadi bentukan asal struktural gunung api.

Dengan menggunakan metoda inderaan jauh (citra landsat) untuk mengenali struktur geologi secara baik di wilayah Bakauheni, berhasil ditafsirkan bentuk lahan hasil kombinasi dari dua proses alam (struktur dan gunungapi) tersebut, yaitu : beberapa struktur sesar di wilayah Bakauheni dan terdapat kekar lembar, dengan arah umum antara U301°T-U330°T dan U130°T-U150°T sedangkan sebagian kecil berarah antara U15°T-U25°T dan U195°T-U205°T (Andra, A., dan Hartono, 1994).

B. Stratigrafi

Urutan Stratigrafi Lembar Tanjungkarang dapat dibagi menjadi tiga bagian : Pra-Tersier, Tersier dan Kuarter. Urutan Pra-Tersier : Batuan yang tersingkap adalah runtuhan batuan malihan derajat rendah-sedang, yang terdiri dari sekis, genes, pualam dan kuarsit, yang termasuk kompleks Gunungkasih. Urutan Tersier : Batuan yang tersingkap dilembar Tanjungkarang terdiri dari runtuhan batuan gunungapi busur dan benua dan sedimen yang diendapkan ditepi busur gunungapi, yang diendapkan bersama-sama secara luas, yaitu formasi-formasi sabu, campanng dan tarahan. Urutan Kuarter terdiri dari lava Plistosen, breksi dan


(25)

tuf bersusunan andesit-basal di lajur Barisan, Basal Sukadana celah di Lajur Palembang, endapan batu gamping terumbu dan sedimen alluvium Holosen.

Gambar 2. Peta Geologi Regional Lembar Tanjungkarang (Mangga, dkk. 1994)

Berdasarkan peta geologi regional Lembar Tanjungkarang, batuan yang tersingkap di daerah Bakauheni yang menjadi tempat daerah penelitian dikelompokkan kedalam Formasi Satuan Andesit yang berumur Pliosen dan Formasi Lampung yang berumur Plio-Plistosen. Formasi Satuan Aluvium tersebar terutama di sepanjang sungai utama di bagian timur Lembar. Formasi Satuan Andesit diendapkan dilingkungan terestrial, memperhatikan kekar lembar sangat kuat. Ditindih tak selaras oleh Formasi Lampung. Formasi Lampung diendapkan


(26)

di lingkungan terestrial-fluival, air payau. Menindih tak selaras satuan-satuan yang lebih tua dan ditindih tak selaras oleh endapan Kuarter.

Berdasarkan peta geologi Lembar Tanjungkarang, Stratigrafi pada daerah Bakauhueni yang terjadi amblesan dan longsoran terdapat jenis-jenis batuan Aluvium Bongkah, Kerikil, Pasir, Lanau, Lumpur dan Lempung (Qa), batuan Andesit, Lava Andesit dengan Kekar Lembar (Tpv), Tuf Berabtu Apung, Tuf Riolitik, Tuf Padu Tufit, Batuan Lempung Tufan, dan Batupasir Tufan(Qtl). Batuan-batuan tersebut terbentuk, karena berdekatan dengan Gunung Durian Payung (gunung api Neogen) (T. Suwarti, Amirudin, S. Gafoer, Sidarto, S. Andi Mangga, A. Andra, dan Hartono).

C. Litologi


(27)

KETERANGAN

ALUVIUM : Kerakal, kerikil, pasir, lempung, dan gambut.

FORMASI LAMPUNG : Tuf berbatuapung, Tuf riolitik, Tuf pada Tufit, batulempung, tufan dan batu pasir tufan.

ANDESIT : Lava Andesit dengan kekar lembar.

Berdasarkan peta Geologi Lembar Bakauheni, Ciri Litologinya batuan yang tersingkap di Bakahueni di daerah penelitian terdiri dari satuan batuan Aluvium, satuan batuan Andesit dan satuan Formasi Lampung.

a. Litologi Satuan Aluvium (Qa)

Bongkah, kerikil, pasir, lanau, lumpur dan lempung. b. Litologi Satuan Andesit (Tpv)

Lava bersusunan andesit. Andesit, kelabu tua-muda, keras, porifiritik, baik plagioklas dan amfibol-piroksen di dalam massa dasar andesit afanitik, singkapannya nisbi segar, terkekarkan kuat.

Lava Andesit : Tekstur halus-menengah, rona kelabu, topografi kasar menonjol, sejajar berkerapatan rendah.

c. Litologi Satuan Tuf Formasi Lampung (Qtl)

Tuf riolitik-dasit dan vulkanoklastika tufan, Tuf Berbatu apung, kelabu kekuningan sampai putih kelabu, berbutir sedang- kasar, terpilah buruk, terutama terdiri dari batuapung. Tuf berwarna putih sampai putih kecoklatan, riolitan,

Qa

QTl


(28)

Batu pasirtufan, putih kusam kekuningan,berbutir halus-sedang,terpilah buruk membundar tanggung, sebagai berbatu apung, agak lunak. Sering memperlihatkan struktur silang-siur, umumnya bersusunan dasit.


(29)

(30)

SANWANCANA

Assalamualaikum Wr.Wb

Alhamdulillah, Fuji syukur penulis panjatkan yang tidak pernah berhenti akan kehadirat Allah SWT, atas semua hidayah dan karunia yang selalu Allah berikan tanpa batas kepada penulis. Sehingga Skripsi ini dengan judul “ PEMODELAN GEOLISTRIK 2D DIPOLE-DIPOLE UNTUK PENYELIDIKAN LAPISAN TANAH PENYEBAB AMBLESAN DAN LONGSORAN DI DESA HATTA-BAKAUHENI LAMPUNG SELATAN ” akhirnya dapat terselesaikan. Penulis menyadari bahwa proses penelitian, dari penyusunan rancangan penelitian, pengambilan data sampai dengan penyusunan skripsi, sehingga dapat membuahkan hasil karya yang berupa skripsi ini, tidak akan berarti apapun tanpa bantuan dari berbagai pihak.

Selama Tugas akhir ini, tidak sedikit hambatan dan rintangan yang penulis hadapi. Terkadang penulis dapat menghadapinya sendiri, namun terkadang hambatan dan rintangan itu melampaui batas kemampuan penulis, sehingga penulis memerlukan bantuan orang lain. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:


(31)

1. Bapak Dr.Ahmad Zaenudin, M.T sebagai dosen pembimbing, yang selalu memberikan bimbingan, mengerti kekurangan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, membantu penulis dalam menyalesaikan tugas akhir, serta memberikan dorongan dan semangat kepada penulis.

2. Bapak Alimuddin Si.M.Si sebagai dosen pembimbing, yang selalu memberikan bimbingan, serta memberikan dorongan dan semangat kepada penulis.

3. Bapak Bagus Sapto Mulyatno, M.T sebagai dosen penguji, yang selalu memberikan bimbingan, memberikan kritik dan saran sehingga penulisan hasil penelitian ini sesuai dengan yang diharapkan, serta memberikan dorongan dan semangat kepada penulis.

4. Bapak Arif Surtono, S.Si., M.Si sebagai Pembimbing Akademik Mahasiswa.

5. Bapak Prof. Suharso, Ph.D selaku Dekan FMIPA.

6. Bapak Warsito, S.SI.,D.E.A.DR selaku Pembantu Dekan I. 7. Ibu Dra. Dwi Asmi, M.Si., Ph.D selaku Ketua Jurusan Fisika. 8. Ibu Sri Wahyu Suciyanti, M.Si selaku Seketaris Jurusan.

9. Kedua orang tua penulis yang selalu dengan tulus memberikan dan mencurahkan segalanya kepada penulis, yang tidak pernah putus memberikan doa, dukungan dan semangat kepada penulis. Terimakasih mama dan papa, Dina menyayangi kalian. Semoga kalian digolongkan Allah SWT sebagai kekasih-Nya dan ahli surga, serta selalu mendapatkan rahmat, kasih sayang dan ampunan atas segala dosa.


(32)

10. Kakak ku terkasih Teguh Yoga Kurniawan dan Emi yuliana jadilah panutan yang baik untuk adik-adik kalian, tuntunlah mereka dengan baik menuju kesuksesan, dan jadilah orang tua yang baik untuk keponakan ku “ Ghina Fanya Raihan”.

11. Adik ku tersayang Trisia Dian Agustina yang selalu menyayangi, dan mengerti aku, serta mengajarkan aku arti kedewasaan, sehingga aku ingin berusaha menjadi kakak yang baik.

12. Adik ku termanis Yogi Hendra Pratama yang selalu manja dan penurut, semoga selalu dilindungi oleh Allah SWT dan bisa membedakan mana yang baik dan buruk untuk massa depannya nanti.

13. Ikuk, Fitri, Poppy, Widya, Reny (sulis), Rovi, Herdi, Ade (wo), Angga (pesut), Nurhalimah (mami), Ulil Amri (papi), Nina , Dewi (Uwie Artha), Desri, Ersa, samsy (nko) dan lain-lain terimakasih karena sudah menemani hari-hari ku di Bandar Lampung. Tanpa kalian terasa sepi hari-hari ku. 14. Semua anak kosan Astrid, Safitri, dan Ayah Baihaki, terutama Nanda,

Santi (Winnie) dan Merry (olive),zilvia (via) terimakasih adik-adik ku. 15. Teman-teman angkatan 2006, Nindi, Ratna, Bastari, Dwi arso, Diah,

Ahmad, Kiki, putri, Isti, Ulil, Ridha, dan lain-lain. Terimakasih atas segala dukungan, bantuan, dan motivasi.

16. Kakak-kakak dan adik-adik tingkat semoga jalinan Silaturahmi kita semakin erat, terimakasih buat kakak tingkat kak Harry, Catur, Lisma ayu, Anggel, Benhard, Irfan (geo), Banu (geo), Zukhron (geo), Alfian (geo), Alfian (geo) dan lain-lain. Terimakasih atas segala dukungan, bantuan, dan motivasi dari kalian.


(33)

Akhir kata, tiada kesalahan yang tidak bisa dimaafkan, karena pada kenyataannya kehidupan di dunia ini tidak ada yang sempurna. Semoga apa yang diberikan dicatat oleh Allah SWT sebagai amal yang kelak diakhirat menambah berat amal timbangan. Demikian skripsi yang penulis susun ini, masih banyak kekurangan. Namun inilah hasil segenap kemampuan yang penuis dapat berikan dan semoga dapat menjadi bermanfaat bagi pembaca.

Bandar Lampung,

Penulis,


(34)

Kupersembahkan

Dengan Ketulusan hati dan segenap kemampuanku, disertai Ridho Allah untuk memenuhi harapan dan janji kepada mereka yang telah melahirkan, mendidik, dan mengasuhku papa dan mamaku tercinta yang dengan sabar mengiringi dan

mengantarkan aku untuk kehidupan dan harapan yang lebih baik Terimakasih mama dan papa walaupun sering Dina lakukan kesalahan yang membuat kalian kecewa dan menangis, dan selalu sulit dina ucapakan kata maaf tetapi didalam hati yang terdalam dina meminta maaf dan menyadari kesalahan dina, walaupun tidak pernah terucap kata maaf dari bibir ini, akan tetapi kalian

selalu mengerti untuk mememaafkan dan memaklumi. Teruntuk mama, terimakasih selalu menjaga disaat dina sakit, menemani dina disaat dina merasa

sendiri, dan menenangkan dina disaat dina merasa gelisah. Kasih sayang Papa dan mama adalah kekuatan dalam diri dan hidup Dina.

Untuk kakek dan nenekku tersayang yang selalu ada didalam kenanganku, tak akan pernah ku lupa didalam hidup ini bahwa aku pernah memiliki kalian.

Tidak lupa juga untuk semua keluarga besarku, adik-adikku dan kakakku, serta teman-temanku yang selalu memberikan doa tulus untukku.


(35)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 22 januari 1988 sebagai anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bambang Supriyono dan Supriyani.

Pendidikan di Taman Kanak-kanak Pertiwi, Sekolah Dasar Negeri 28, Sekolah Dasar Xaverius I, Sekolah Dasar Negeri Pengandonan kota Baturaja diselesaikan pada tahun 2000; Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Baturaja pada tahun 2003; dan Sekolah Menengah Umum Negeri 5 OKU Baturaja pada tahun 2006.

Tahun 2006 penulis diterima sebagai Mahasiswa Universitas Lampung pada Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam Program Studi Fisika melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN).

Penulis pernah melakukan Praktik Kerja Lapangan di BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA (BMG) STASIUN GEOFISIKA KLAS III KOTABUMI pada tahun 2009.


(36)

III. TEORI DASAR

A. Metode Geofisika

Secara umum metode Geofisika diaplikasikan untuk mengukur kontras fisik di dalam bumi. Dua jenis metode yang biasa digunakan untuk mengukur kontras fisik adalah metode aktif dan metode pasif. Metode aktif dilakukan dengan membangkitkan suatu sumber, misalnya metode Geolistrik dan metode seismik. Sebaliknya metode pasif dilakukan tanpa membangkitkan suatu sumber, misalnya metode Gravitasi dan metode Magnetik.

B. Metode Geolistrik

Geolistrik adalah salah satu metode dalam geofisika yang mempelajari sifat aliran listrik di dalam bumi. Pendekteksian di bawah permukaan meliputi pengukuran medan potensial, arus, dan elektromagnetik yang terjadi baik secara alamiah maupun akibat penginjeksian arus kedalam bumi. Metode geolistirk yang dikenal antara lain : metode Potensial diri (SP), Magnetulluric, Elektromagnetik,Induced Polarization(IP), Resistivitas (Tahanan jenis).

Pada metode geolistrik tahanan jenis, arus listrik diinjeksikan ke dalam bumi melalui dua elektroda arus (terletak diluar konfigurasi). Beda potensial yang terjadi diukur melalui dua elektroda potensial yang berada di dalam konfigurasi.


(37)

Dari hasil pengukuran arus dan beda potensial untuk setiap jarak elektroda tertentu, dapat dilakukan perhitungan untuk menentukan nilai tahanan jenis semu, sehingga didapatkan variasi harga tahanan jenis masing-masing lapisan di bawah titik ukur (titiksounding).

Umumnya, metode tahanan jenis ini hanya baik untuk eksplorasi dangkal, sekitar 100 m. Jika kedalaman lapisan lebih dari harga tersebut, informasi yang diperoleh kurang akurat, hal ini disebabkan melemahnya arus listrik untuk jarak bentangan yang semakin besar. Karena itu metode ini jarang digunakan untuk eksplorasi dalam, sebagai contoh, dalam eksplorasi minyak. Metode tahanan jenis ini lebih banyak digunakan dalamengineering geology(Loke, M. H., 1999)

C. Metode Geolistrik Tahanan Jenis

Dalam eksplorasi geofisika, metode geolistrik tahanan jenis merupakan metode geolistrik yang mepelajari sifat resistivitas (tahanan jenis) listrik dari lapisan batuan di dalam bumi. Berdasarkan pada tujuan penyelidikan, metode geolistrik tahanan jenis dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu:

1. Metoderesistivity mapping

Metode resistivity mapping merupakan metode resistiviti yang bertujuan untuk mempelajari variasi tahanan jenis lapisan bawah permukaan secara horizontal. Oleh karena itu, pada metode ini dipergunakan konfigurasi elektroda yang sama untuk semua titik pengamatan di permukaan bumi. Setelah itu baru dibuat kontur resistivitasnya.


(38)

2. Metoderesistivity sounding (drilling)

Metode resistivity sounding juga biasa dikenal sebagai resistivity drilling, resistivity probing dan lain-lain. Hal ini terjadi karena pada metode ini bertujuan untuk mempelajari variasi resistivitas batuan di bawah permukaan bumi secara vertikal.

Pada metode ini pengukuran pada suatu titik sounding dilakukan dengan jalan mengubah-ubah jarak elektroda. Pengubahan jarak elektroda ini dilakukan secara sembarang, tetapi dimulai dari jarak elektroda terkecil kemudian membesar secara gradual. Jarak elektroda ini sebanding dengan kedalaman lapisan batuan yang terdeteksi. Makin besar jarak elektroda tersebut, maka makin dalam lapisan batuan yang dapat diselidiki. Pembesaran jarak elektroda mungkin dilakukan, jika mempunyai suatu alat geolistrik yang memadai, alat geolistrik tersebut harus dapat menghasilkan arus listrik yang cukup besar atau kalau tidak alat tesebut harus cukup sensitif dalam mendeteksi beda potensial yang kecil sekali. Alat geolistrik yang baik adalah alat yang dapat menghasilkan arus listrik cukup besar dan mempunyai sensitifitas yang cukup tinggi.

Berdasarkan letak (konfigurasi) elektroda potensial dan elektroda arus, dikenali beberapa jenis konfigurasi metode tahanan jenis yaitu:

• Konfigurasi schlumberger • Konfigurasi wenner • Konfigurasi pole-dipole • Dan lain-lain

Masing-masing konfigurasi tersebut mempunyai keunggulan maupun kekurangan, sehingga suatu permaslahan mungkin lebih baik dilakukan dengan konfigurasi


(39)

tertentu, tetapi belum tentu permasalahan tersebut dapat dipecahkan dengan konfigurasi yang lain.

Tahanan jenis merupakan salah satu sifat fisis dari suatu material, dengan diketahuinya harga tahanan jenis maka dapat diketahui jenis materialnya. Hubungan antara panjang bentang elektroda dengan nilai resistivitas adalah berbanding terbalik sesuai dengan rumus resistivitas.

Metode tahanan jenis didasari oleh hukum Ohm, bertujuan mengetahui jenis pelapisan batuan didasarkan pada distribusi nilai resistivitas pada tiap lapisan. Dengan menginjeksikan arus melalui dua elektroda arus, maka beda potensial yang muncul dapat terukur dari elektroda potensial. Variasi harga tahanan jenis akan didapatkan, jika jarak antara masing-masing elektroda diubah, sesuai dengan konfigurasi alat yang dipakai (metode Dipole-dipole). Pada metode tahanan jenis diasumsikan bahwa bumi bersifat homogen isotropik, dimana nilai tahanan jenis yang terukur bukan merupakan harga sebenarnya akan tetapi merupakan nilai tahanan jenis semu (apparent Resistivity) (Arif, 1987).

D. Potensial di Sekitar Sumber Arus Listrik

1. Potensial di Sekitar Sumber Arus di Dalam Bumi

Misalkan pada kedalaman tertentu terdapat elektroda arus yang dibenamkan kedalam bumi. Elektroda ini dihubungkan dengan elektroda arus yang berada di permukaan dcngan jarak yang cukup jauh, sehingga pengaruhnya dapat diabaikan.


(40)

Elektroda arus dipandang sebagai titik sumber yang memancarkan arus listrik kesegala arah dalam medium bumi denagan tahan jenis, karena arus keluar secara radial membentuk luasan bola, maka: = 4 . (3.1)

Dan karena : = . , maka: = 4 ( ) (3.2)

= 4 =

4 =

4

Dan hambatan jenisnya: = (4 ) (3.3)

(Johannes, H., 1987).

Gambar 4. Potensial di sekitar sebuah sumber arus di dalam bumi (Maison, 2005)

2. Potensial di Sekitar Sebuah Arus di Permukaan Bumi

Apabila sumber arus di permukaan bumi, maka luasan arus yang dibentuk adalah luasan setengah bola. Hal ini dikarenakan udara di atas permukaan bumi dianggap memiliki konduktifitas yang sangat kecil atau nol, Sehingga potensialnya menjadi:


(41)

Dan hambatan jenisnya:

= (2 ) (3.5)

(Johannes, H., 1987).

Gambar 5. Potensial di Sekitar Sumber Arus di Permukaan Bumi (Maison, 2005)

3. Potensial di Sekitar Dua Sumber Arus di Permukaan Bumi

Apabila jarak antara dua elektroda tidak terlalu besar, potensial di setiap titik dekat permukaan akan dipengaruhi oleh kedua elektroda tersebut. Adapun potensial yang dihasilkan merupakan beda potensial pada dua titik pengukuran. Pada daerah dekat sumber arus C1 dan C2 terdapat perubahan potensial yang sangat drastis. Sedangkan di dekat titik pusat antara kedua sumber arus tersebut, gradien piotensial mengecil dan mendekati linier. Berdasarkan tinjauan tersebut, pengukuran potensial yang paling baik adalah pada titik di antara C1 dan C2. Arus pada kedua elektroda sama tapi berlawanan arah, sehingga :

1=2

1 1

2=2

1 1


(42)

Dan hambatan jenisnya:

= (3.7)

Dengan

= 2 (3.8)

Faktor ‘K’ tersebut merupakan faktor geometri yang besarnya tergantung pada konfigurasi elektroda yang digunakan.

E. Konfigurasi Metode Tahanan Jenis Dipole-dipole

Konfigurasi Dipole-dipole menggunakan prinsip bahwa arus yang disalurkan ke elektroda di tempatkan pada jarak tertentu dengan besaran tertentu juga, sehingga hal ini bisa dianggap bahwa arus yang digunakan tak berhingga jadi nilai resitivitasnya akan semakin bervariasi.

Konfigurasi Dipole-dipole ini merupakan konfigurasi yang paling sederhana. Pada konfigurasi Dipole-dipole ada empat elektroda, yaitu 2 elektroda arus dan 2 elektroda potensial,dimana masing-masing elektroda diberi jarak tertentu dan diubah / divariasi. Berikut ini adalah gambar konfigurasi Dipole-dipole.

Gambar 6. Konfigurasi Dipole-dipole na

a a

V I


(43)

Sehingga didapat :       + = BN AN BM AM K 1 1 1 1 2π

Terlebih dahulu kerjakan yang di dalam kurung :

) 2 3 ( 2 3 2 2 3 2 2 2 2 2 ) 2 )( ( 2 2 2 1 2 1 ) ( 2 2 1 1 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 3 3 2 3 3 3 2 3 2 3 3 3 2 3 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 n n n a a n a n na a n a n na a a n a n a n na a na a a n na a n na na a a n na na a a n na a na na a na a na na a na na a na na a na a na a na na a BN AN BM AM + + − = + + − = + + − = + + + − = + + − − − − + = + − + − = + − + − − = + −       + = + + + − − + = + − −

Kemudian masukkan hasilnya ke persamaanK:

) 2 )( 1 ( ) 2 3 ( ) 2 3 ( 1 ) 2 3 ( 2 2 ) 2 3 ( 2 2 2 2 3 2 3 2 3 + + − = + + − = + + − =     + + − = + + − = n n an n n an n n n a n n n a n n n a K π π π π π


(44)

Tanda (-) tidak berpengaruh karena faktor geometri bersifat harga mutlak. Sehingga diperoleh faktor geometri :

) 2 )( 1

( + +

= an n n

K π dengan n = 1,2,3,...,8. F. Konfigurasi Metode Tahanan Jenis Wenner

Konfigurasi Wenner digunaknan untuk mendapatkan profil dari permukaan lapangan, cara ini dikenal dengan teknikmapping.

Gambar 7. Konfigurasi Wenner

Faktor geometri untuk konfigurasi Wenner diturunkan menjadi : a

Kw =2π

Dan nilai tahanan jenisnya adalah :

I V a

= π ρ 2

G. Pengertian Tanah Longsor

Tanah longsor atau sering disebut gerakan tanah adalah suatu peristiwa geologi yang terjadi karena pergerakan massa batuan atau tanah dengan berbagai tipe dan jenis seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah. Tanah Longsor atau amblesan merupakan salah satu klasifikasi bencana geologi, yaitu: bencana yang


(45)

terjadi akibat proses geologi secara alamiah yang siklus kejadiannya, mulai dari skala beberapa tahun, hingga beberapa ratus bahkan jutaan tahun. Longsor sering terjadi tidak hanya akibat kondisi geologinya yang rawan, tetapi sering dipicu oleh aktivitas manusia.

Bencana longsor merupakan fenomena geologi dimana terjadi gerakan massa batuan, tanah yang menuruni lereng dan keluar dari lereng. Terjadinya gerakan massa batuan dan tanah tersebut dikarenakan akumulasi air yang terdapat di dalam tanah, sehingga bobot tanah menjadi besar. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air dapat berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah yang mengalami pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng. Untuk mengetahui karakteristik longsor, harus diketahui pula sifat-sifat fisik dan morfologi tanah (Karnawati 2005).

H. Penyebab Terjadinya Tanah Longsor

Indonesia yang berada pada iklim tropis sangat rentan sekali terhadap bahaya erosi longsor. Salah satu penyebab terjadinya longsor adalah tingginya intensitas curah hujan, di Indonesia yang memiliki iklim tropis intensitas curah hujannya besar. Kondisi ini mengakibatkan wilayah-wilayah di Indonesia sangat rawan akan bencana longsor.

Proses terjadinya tanah longsor yaitu: air yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang


(46)

di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng. Meskipun penyebab utama kejadian ini adalah gravitasi yang mempengaruhi suatu lereng yang curam, namun ada pula faktor-faktor lainnya yang turut berpengaruh yaitu : erosi yang disebabkan sungai-sungai atau gelombang laut yang menciptakan lereng-lereng yang terlalu curam.

Pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih besar dari pada gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan tanah. Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan. Gravitasi selalu mengakibatkan gaya tarik material penyusun lereng menuju bawah (hukum gravitasi). Friksi memberikan gaya perlawanan terhadap kecenderungan pergerakan akibat gravitasi; friksi = 0 berarti mudah sekali tergelincir Sudut lereng semakin besar, semakin besar pula kecenderungan material untuk bergerak ke bawah.

Faktor-faktor penyebab tanah longsor antara lain : hujan, lereng terjal, tanah yang kurang padat dan tebal, batuan yang kurang kuat, jenis tata lahan, getaran, susut muka air danau atau bendungan, adanya beban tambahan, pengikisan/erosi, adanya material timbunan pada tebing, bekas longsoran lama, adanya bidang diskontinuitas (bidang tidak sinambung), penggundulan hutan, daerah pembuangan sampah (ESDM, 2007).


(47)

Faktor pemicu utama kelongsoran tanah adalah air hujan. Tanah longsor banyak terjadi di perbukitan dengan ciri-ciri:

• Kecuraman lereng lebih dari 30 derajat,

• curah hujan tinggi, terdapat lapisan tebal (lebih dari 2 meter) menumpang di atas tanah/batuan yang lebih keras,

• tanah lereng terbuka yang dimanfaatkan sebagai permukiman, ladang, sawah atau kolam (Suseno, 2007).

I. Sifat-sifat Fisik Tanah 1. Lapisan Tanah

Lapisan tanah berkembang dari bawah ke atas, tahapannya merupakan lapisan lapisan sub horizontal yang merupakan derajat pelapukan. Setiap lapisan mempunyai sifat fisik, kimia dan biologi yang berbeda. Lapisan tanah berbeda dengan lapisan sedimen, karena tanah berada tidak jauh dari tempat terjadinya, sedangkan sedimen sudah tertransportasi oleh angin, air atau gletser dan di endapkan kembali (Pulmmer, 1982).

Tanah mempunyai jenis yang berbeda, diantaranya adalah pedocal dan laterit. Pedocal berarti tanah yang kaya akan calcium carbonate(calcite) yang dicirikan oleh akumulasi kalsium karbonat. Jenis tanah ini terdapat di daerah kering dan panas, padang rumput dan semak-semak. Dalam tanah pedocal tidak terjadi pelapukan kimia, sehingga mineral lempung yang terkandung sedikit. Laterit merupakan tanah yang terdapat di daerah equator dan tropis, berwarna merah bata. Pembentukan tanah dimana curah hujan tinggi dan suhu rata-rata panas dicirikan


(48)

2. Tekstur Tanah

Tanah terdiri dari butir-butir tanah berbagai ukuran. Bagian tanah yang berukuran lebih dari 2 mm sampai lebih kecil dari pedon disebut fragmen batuan (rock fragment) atau bahan kasar (kerikil sampai batu). Tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah dari fraksi tanah halus (< 2 mm).

3. Struktur Tanah

Struktur tanah merupakan gumpalan kecil dari butir-butir tanah. Gumpalan struktur ini terjadi karena butir-butir pasir, debu dan liat terikat satu sama lain oleh suatu perekat seperti bahan organik, oksida-oksida besi, dan lain-lain. Gumpalan-gumpalan kecil ini mempunyai bentuk, ukuran, dan ketahanan yang berbeda-beda. Di daerah curah hujan tinggi umumnya ditemukan struktur remah atau granuler di permukaan dan gumpal.

Zona labil merupakan suatu wilayah yang menunjukkan daerah itu mempunyai kondisi tanah yang terus bergeser, pergeseran tanah ini dapat terjadi karena longsor, peretakan tanah atau bisa juga daerah itu dilalui patahan bumi.

Geseran tanah yang sering terjadi adalah tanah longsor yang merupakan proses perpindahan massa tanah secara alami dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah. Longsoran umumnya terjadi jika tanah sudah tidak mampu menahan berat lapisan tanah di atasnya karena ada penambahan beban pada permukaan lereng dan berkurangnya daya ikat antar butiran tanah akibat tidak ada pohon keras (berakar tunggang).


(49)

J. Proses-proses Pergeseran Tanah 1. Kegagalan lereng

Gaya gravitasi yang selalu menarik ke bawah membuat lereng bukit dan gawir pegunungan rawan untuk runtuh. Slum adalah keruntuhan lereng dimana batuan atau regolith bergerak turun dan maju disertai gerak rotasional yang bergerak berlawanan dengan arah massa yang bergerak. kegagalan lereng secara mendadak yang mengakibatkan berpindahnya massa batuan yang relatif koheren dengan slumping, jatuh(falling), atau meluncur(sliding).

2.FallsdanSlides

Gerak pecahan batuan besar atau kecil yang terlepas dari batuan dasar dan jatuh bebas dinamakan rock fall. Biasanya terjadi pada tebing-tebing yang terjal, dimana material yang lepas tidak dapat tetap di tempatnya. Jika material yang bergerak masih agak koheren dan bergerak di atas permukaan suatu bidang disebut rock slides. Bidang luncurnya dapat berupa bidang rekahan, kekar atau bidang pelapisan yang sejajar dengan lereng.

3. Aliran(flow)

Aliran terjadi apabila material bergerak turun lereng sebagai cairan kental dengan cepat. Biasanya materialnya jenuh air. Yang sering terjadi adalah mud flow, aliran debris dengan banyak air dan partikel utamanya adalah partikel halus. Tipe gerak tanah ini terjadi di daerah dengan curah hujan tinggi seperti di Indonesia. aliran (flow) campuran sedimen, air, udara, dengan memperhatikan kecepatan dan konsentrasi sedimen yang mengalir.


(50)

4. Patahan

Patahan yaitu gerakan pada lapisan bumi yang sangat besar dan berlangsung yang dalam waktu yang sangat cepat, sehingga menyebabkan lapisan kulit bumi retak atau patah.

Bagian muka bumi yang mengalami patahan seperti graben dan horst. Horst adalah tanah naik, terjadi bila terjadi pengangkatan. Graben adalah tanah turun, terjadi bila blok batuan mengalami penurunan.

Ada beberapa jejak yang ditimbulkan oleh gesekan pada batuan diantaranya adalah gores garis atau slickensides, gesekan antara batuan yang keras, permukaannya menjadi halus dan licin disertai goresan-goresan pada bidang sesar. Kebanyakan gerak sesar menghancurkan batuan yang bergesekan menjadi berbagai ukuran tidak beraturan, membentuk breksi sesar atau fault breccia (Ristianto, 2007).

Berdasarkan pada klasifikasi Vernes dan Eckel dalam Ristianto (2007) maka gerakan tanah terdapat tujuh jenis gerakan, yaitu soil fall, rock fall, sand run, debris slide, earth flow, debris avalance dan bloock glide, sedangkan gerakan terbanyak adalah jenisdebris slide,merupakan 51,83% dari seluruh gerakan. Pada umumnya gerakan tanah terjadi pada daerah sekitar kontak ketidakselarasan antara satuan batu lempung dengan sisipan-sisipan batu pasir.


(51)

K. Jenis-jenis Tanah Longsor Ada 6 jenis tanah longsor, yaitu:

1. Longsoran Translasi

Longsoran translasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

Gambar 8. longsoran translasi 2. Longoran Rotasi

Longsoran rotasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk cekung.


(52)

Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu.

Gambar 10. Pergerakan blok 4. Runtuhan Batu

Runtuhan batu terjadi ketika sejum-lah besar batuan atau material lain bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga meng-gantung terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh dapat menyebabkan kerusakan yang parah.


(53)

5. Rayapan Tanah

Rayapan Tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat dikenali. Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah miring ke bawah.

Gambar 12. Rayapan tanah 6. Aliran Bahan Rombakan

Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air, dan jenis materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah dan mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa sampai ribuan meter seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunungapi. Aliran tanah ini dapat menelan korban cukup banyak.


(54)

Gambar 13. Aliran bahan rombakan

Jenis longsoran translasi dan rotasi paling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak memakan korban jiwa adalah aliran bahan rombakan.


(55)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Hasil pemodelan fisik menunjukkan bahwa konfigurasi elektroda yang sensitif terhadap perubahan tahanan jenis batuan untuk model longsoran adalah konfigurasi Dipole-dipole dan Wenner.

2. Perlapisan di daerah penelitian umumnya terdiri dari 3 lapisan, bahan penutup jalan yang sudah mengalami perkerasan, lapisan konduktif dan lapisan batuan dasar. Lapisan-lapisan pada lintasan di daerah penelitian tersebut diduga merupakan batuan campuran yang telah dikeraskan, batupasir tufan dan batuan andesit.

3. Zona dengan resistivitas rendah dapat berpotensi sebagai zona sliding dan atau zona yang mudah ambles. Lapisan ini terdiri dari batuan pasir, dan pasir tufan atau bahkan umumnya terdiri dari pasir lepas yang belum menjadi batu. Zona-zona konduktif ini dapat menyerap air jika hujan tiba. Jika airnya mengisi penuh pori-pori batupasir ini, maka lapisan ini dapat menjadi media sliding. Selain itu batuan jenis ini mudah terbawa air, sehingga bagian lapisan yang ditinggalkannya membentuk rongga-rongga besar yang sewaktu-waktu dapat ambles.


(56)

4. Lintasan 1 kedalaman mulai dari 1,03 m sampai 37,4 m dengan ketebalan 25 m. Lintasan 2 dengan kedalaman 13,1 m sampa 32,3 m dengan ketebalan 18 m dan 30 m. Lintasan 3 kedalaman 23,8 m sampai 28,8 m dengan ketebalan 16 m. Lintasan 4 kedalaman 1,50 m sampai 14,9 m dengan ketebalan 12 m. lintasan 5 kedalaman 1,50 m sampai 14,9 m dengan ketebalan 12 m. Sedimen yang belum terkompaksi dan berketebalan besar akan berpotensi rawan longsor.

5. Penyebab terjadinya amblesan dan longsoran pada daerah penelitian adalah karena gorong-gorongnya mengalami kerusakan, faktor hujan juga menjadi salah satu penyebab terjadinya amblesan dan longsoran, sehingga air yang mengalir dari lembah yang digenangi air terus mengikis bagian bawah badan jalan karena saluran air tersumbat.

B. Saran

Untuk memastikan ketebalan batuan ini perlu dilakukan pemetaan geolistrik tahanan jenis yang lebih baik lagi daripada penelitian sebelumnya, dengan melakukan penelitian pada 2 sisi badan jalan, yaitu sisi jalan yang mengalami longsor dan sisi jalan yang tidak mengalami longsor agar hasil survei lebih refrensentatif, sehingga zona-zona konduktif penyebab amblesan dapat dipetakan secara lebih baik lagi. Hal ini menjadi sangat penting karena jalan ini Jalan Lintas Sumatra sebagai sarana vital yang menghubungkan transportasi Jawa dengan Sumatra.


(1)

K. Jenis-jenis Tanah Longsor

Ada 6 jenis tanah longsor, yaitu: 1. Longsoran Translasi

Longsoran translasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

Gambar 8. longsoran translasi 2. Longoran Rotasi

Longsoran rotasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk cekung.


(2)

27 Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu.

Gambar 10. Pergerakan blok 4. Runtuhan Batu

Runtuhan batu terjadi ketika sejum-lah besar batuan atau material lain bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga meng-gantung terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh dapat menyebabkan kerusakan yang parah.


(3)

5. Rayapan Tanah

Rayapan Tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat dikenali. Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah miring ke bawah.

Gambar 12. Rayapan tanah 6. Aliran Bahan Rombakan

Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air, dan jenis materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah dan mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa sampai ribuan meter seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunungapi. Aliran tanah ini dapat menelan korban cukup banyak.


(4)

29 Gambar 13. Aliran bahan rombakan

Jenis longsoran translasi dan rotasi paling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak memakan korban jiwa adalah aliran bahan rombakan.


(5)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Hasil pemodelan fisik menunjukkan bahwa konfigurasi elektroda yang sensitif terhadap perubahan tahanan jenis batuan untuk model longsoran adalah konfigurasi Dipole-dipole dan Wenner.

2. Perlapisan di daerah penelitian umumnya terdiri dari 3 lapisan, bahan penutup jalan yang sudah mengalami perkerasan, lapisan konduktif dan lapisan batuan dasar. Lapisan-lapisan pada lintasan di daerah penelitian tersebut diduga merupakan batuan campuran yang telah dikeraskan, batupasir tufan dan batuan andesit.

3. Zona dengan resistivitas rendah dapat berpotensi sebagai zona sliding dan atau zona yang mudah ambles. Lapisan ini terdiri dari batuan pasir, dan pasir tufan atau bahkan umumnya terdiri dari pasir lepas yang belum menjadi batu. Zona-zona konduktif ini dapat menyerap air jika hujan tiba. Jika airnya mengisi penuh pori-pori batupasir ini, maka lapisan ini dapat menjadi media sliding. Selain itu batuan jenis ini mudah terbawa air,


(6)

4. Lintasan 1 kedalaman mulai dari 1,03 m sampai 37,4 m dengan ketebalan 25 m. Lintasan 2 dengan kedalaman 13,1 m sampa 32,3 m dengan ketebalan 18 m dan 30 m. Lintasan 3 kedalaman 23,8 m sampai 28,8 m dengan ketebalan 16 m. Lintasan 4 kedalaman 1,50 m sampai 14,9 m dengan ketebalan 12 m. lintasan 5 kedalaman 1,50 m sampai 14,9 m dengan ketebalan 12 m. Sedimen yang belum terkompaksi dan berketebalan besar akan berpotensi rawan longsor.

5. Penyebab terjadinya amblesan dan longsoran pada daerah penelitian adalah karena gorong-gorongnya mengalami kerusakan, faktor hujan juga menjadi salah satu penyebab terjadinya amblesan dan longsoran, sehingga air yang mengalir dari lembah yang digenangi air terus mengikis bagian bawah badan jalan karena saluran air tersumbat.

B. Saran

Untuk memastikan ketebalan batuan ini perlu dilakukan pemetaan geolistrik tahanan jenis yang lebih baik lagi daripada penelitian sebelumnya, dengan melakukan penelitian pada 2 sisi badan jalan, yaitu sisi jalan yang mengalami longsor dan sisi jalan yang tidak mengalami longsor agar hasil survei lebih refrensentatif, sehingga zona-zona konduktif penyebab amblesan dapat dipetakan secara lebih baik lagi. Hal ini menjadi sangat penting karena jalan ini Jalan Lintas Sumatra sebagai sarana vital yang menghubungkan transportasi Jawa dengan Sumatra.