DUKUN, JAM PE DAN TUMBUHAN OBAT (Studi Etnomedisin dan Pengetahuan Lokal Pada Marga Sungkai Bunga Mayang, Lampung)

(1)

DUKUN, JAMPE DAN TUMBUHAN OBAT (Studi Etnomedisin dan Pengetahuan Lokal Pada Masyarakat Sungkai Bunga Mayang, Lampung)

Oleh

DODY DWI WIJAYA (0916011033)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA SOSIOLOGI

Pada Jurusan Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

(The study etnomedisin and knowledge local on Marga Sungkai Bunga Mayang, Lampung)

By:

Dody Dwi Wijaya

This research aims to study the practice of traditional medicine conducted on Community Interest and Sungkai Bunga Mayang also to examine the local knowledge of Community Interest in Mayang Sungkai utilization of medicinal plants and traditional medicine. Public Interest community is Sungkai Bunga Mayang that still uses traditional healing techniques with the use of medicinal plants as well as spiritual science. The theory that explores the research is concerned with the theory of Sociology of health concepts in the Etnomedicine approach. This research uses qualitative research methods. Data collection method using interviews, observation, data documentation. Data analysis techniques with the reduction of the data, the presentation of data, conclusion and withdrawal. In practice Sungkai Bunga Mayang public interest is still using services a traditional healertherapist ( batra ) in life. Batra also use their method of treatment the method is in the public interest is Sungkai Bunga Mayang treatment spiritual, using a method of treatment therapy bryophyte herbs and also therapeutic massage traditional methods. Public interest is Sungkai Bunga Mayang have knowledge of traditional medicine either of handling, tufted herbs used in healing, processing plants to make efficacious his way into medicine. This research result showed that folk medicine that exists in society Sungkai Bunga Mayang had been appropriated treatment that in current where the days of modern is still in use traditional medicine by way. People being heterogeneous into a acculturation that creates a medicine adapted to current levels, certainly remain with using means folk medicine who developed and also used. Anciently folk medicine is the treatment of the principal ones because of the absence of a medical treatment conventional, but the changes it is now the treatment of conventional into the treatment of which is ultimate, and folk medicine into the treatment of a companion.

Keywords: Etnomedicine, sick, healthy, a quacksalver, adaptation, medicinal herbs


(3)

DUKUN, DAN TUMBUHAN OBAT (Studi Etnomedisin dan Pengetahuan Lokal Pada Marga Sungkai Bunga Mayang, Lampung)

By:

Dody Dwi Wijaya

Penelitian ini bertujuan Untuk mengkaji praktek pengobatan tradisional yang dilakukan pada masyarakat sungkai Bunga Mayang dan juga untuk mengkaji pengetahuan lokal masyarakat Sungkai Bunga Mayang dalam pemanfaatan tumbuhan obat dan pengobatan tardisional. Mayarakat Sungkai Bunga Mayang adalah masyarakat yang masih menggunakan tehnik pengobatan tradisional dengan penggunaan tumbuhan obat dan juga ilmu spiritual. Teori yang menggali penelitian ini adalah teori yang bersangkutan dengan Sosiologi Kesehatan dengan konsep-konsep dalam pendekatan Etnomedisin. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Pengumpulan data menggunakan metode wawancara, observasi, data dokumentasi. Tehnik analisa data dengan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Pada prakteknya masyarakat Sungkai Bunga Mayang ternyata masih menggunakan jasa seorang pengobat tradisional (Batra) dalam kehidupanya. Batra juga menggunakan metode pengobatan masing-masing, metode yang ada pada masyarakat Sungkai Bunga Mayang adalah pengobatan yang menggunakan metode pengobatan Spiritual, terapi tumbuhan herbal dan juga metode terapi urut tradisional. Masyarakat Sungkai Bunga Mayang ternayata memiliki pengetahuan tentang pengobatan Tradisional, baik dari penanganan, jenis tumbuhan yang digunakan dalam penyembuhan, cara pengolahan tumbuhan nya agar berkhasiat menjadi obat. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pengobatan tradisional yang ada pada Masyarakat Sungkai Bunga Mayang telah disesuaikan pengobatan itu secara kekinian dimana zaman yang modern ini masih digunakan pengobatan dengan cara Tradisional. Masyarakat yang Heterogen menjadi sebuah akulturasi yang menciptakan sebuah pengobatan yang disesuaikan dengan keadaan sekarang, tentunya tetap dengan menggunakan cara pengobatan tradisional yang dikembangkan dan juga digunakan. Dahulunya pengobatan tradisional adalah pengobatan yang utama karena belum adanya pengobatan medis konvensional, namun perubahan yang nampak sekarang pengobatan konvensional menjadi pengobatan yang utama, dan pengobatan tradisional menjadi pengobatan pendamping.


(4)

(5)

(6)

(7)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memberikan sebuah keberuntungan tersendiri bagi masyarakat lokalnya. Tanah yang subur memberikan kehidupan dengan sumber daya alam yang sangat melimpah. Keanekaragaman budaya dari masyarakat Indonesia menjadikan sebuah negara yang mampu hidup berdampingan dalam perbedaan-perbedaan yang ada, yakni dalam Kebinekaan.

Menurut Koentjaraningrat (2002:144) mendefinisikan masyarakat sebagai berikut:

“masyarakat adalah memang sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau istilah ilmiah saling berinteraksi. Satu kesatuan manusia dapat mempunyai sarana-prasarana melalui apa warga-warganya dapat saling berinteraksi”.

Berbicara tentang masyarakat, banyak hal yang dapat di kaji dalam Sosiologi, baik perilaku dan juga dinamika kehidupan manusia. Masyarakat dalam hidupnya pasti mengalami kendala dan perlu beradaptasi dengan lingkungan, selalu berupaya memenuhi kebutuhan hidupnya dengan bekerja. Dalam proses pemenuhan kebutuhan biasanya individu akan mengalami sakit. Dimana sakit itu sendiri tidak di inginkan kehadiranya karena dapat mengganggu aktifitas sosial masyarakat.


(8)

Sejak zaman dahulu masyarakat umum telah mengenal sakit dengan berbagai gejala yang dapat dirasakan oleh individu. dimana sakit dianggap sebagai hambatan bagi manusia, karena dengan sakit dapat mengganggu aktifitas manusia. Pada saat orang mengira bahwa dirinya sakit, maka orang akan mencoba mengurangi atau mengontrol gejala tersebut dengan pengobatan sendiri.

Disini terdapat dua konsep dan pengertian yang berbeda yaitu „sakit‟, dan

„penyakit‟. Menurut David Filed dalam Fauzi Muzaham (1995:179) Yakni

sebagai berikut:

“Istilah sakit (illness) dimaksudkan sebagai suatu perasaan pribadi seseorang yang merasakan kesehatannya terganggu, yang tampak dari keluhan sakit yang dirasakan, seperti tidak enak badan dan sebagainya. Istilah penyakit (disease) penyakit dimaksud sebagai suatu konsepsi medis menyangkut suatu keadaan tubuh yang tidak normal karena sebab-sebab tertentu yang dapat diketahui dari tanda-tanda dan gejalanya oleh para ahli. Dengan demikian ada kemungkinan seseorang dinyatakan dalam keadaan sakit tanpa mengidap suatu penyakit atau sebaliknya, ia mengidap suatu penyakit tanpa merasa dirinya dalam keadaan

sakit”.

Pendapat lain dikemukakan oleh Suchman dalam Fauzi Muzaham (1995:45) menjelaskan tentang dimensi gejala yang menjadi pertanda adanya ketidak beresan dalam diri seseorang (sakit), antara lain:

1. Adanya rasa sakit, kurang enak badan atau sesuatu yang tidak biasa di alami

2. Pengetahuan seseorang tentang gejala tersebut mendorong membuat penafsiran penafsiran yang berakibat pada penyakit serta gannguan terhadap fungsi sosial nya

3. Perasaan terhadap gejala tersebut berupa rasa takut atau cemas.

Keadaan sakit atau penyakit yang diperoleh masyarakat dapat bersumber dari banyak hal baik dari diri sendiri ataupun gangguan dari luar yang sifatnya gaib.


(9)

Sakit dapat terjadi karena keadaan tubuh yang tidak seimbang atau mengalami gangguan, sakit juga dapat terjadi karena gangguan dari luar yang sifatnya intervensi dari dunia gaib yang dilakukan oleh tukang sihir. Ada dua sistem dimana sakit dapat di derita oleh individu menurut Foster dan Anderson (1986:63-64) antara lain:

1. Sistem medis Personalistik

Sistem personalistik adalah suatu sitem dimana penyakit disebabkan oleh intervensi dari suatu agen yang aktif yang dapat berupa mahluk supra natural (mahluk gaib), mahluk yang bukan manusia (roh jahat) maupun mahluk manusia ( tukang sihir). Orang sakit adalah korbannya, objek dari agresi atau hukuman yang ditujukan khusus kepadanya untuk alasan yang khusus bagi dirinya saja.

2. Sistem medis Naturalistik

Dalam sistem naturalistik, penyakit dijelaskan dengan istilah sistemik yang bukan pribadi. Sistem ini mengakui adanya suatu model keseimbangan, sehat terjadi karena unsur-unsur yang seimbang dalam tubuh, seperti panas, dingin dan juga cairan tubuh (humor atau do sha), yin dan yang, berada dalam keadaan seimbang menurut usia dan kondisi individu dalam lingkungan alamiah dan lingkungan sosial nya. Apabila kesimbangan ini terganggu, maka hasilnya adalah timbulnya penyakit.

Disini sakit juga dapat dikatakan sebagai gangguan dimana sakit yang mengakibatkan terganggunya aktifitas sosial. Dengan keadaan yang demikian masyarakat membutuhkan penanganan dan juga tindakan yang dapat menghilangkan (penyembuhan) sakit atau penyakit, dengan memahami gejala dan juga tanda-tanda dari sakit yang dirasakan. maka masyarakat mencoba mengolah sendiri obat untuk mengobati sakit yang diderita.


(10)

Pendekatan dalam Sosiologi terhadap perilaku sakit umumnya dipusatkan pada masalah pengertian mengenai gejala-gejala penyakit serta tindakan yang dianggap tepat sesuai dengan nilai dan norma pada masyarakat tertentu.

Sebelum mengenal dokter dalam dunia medis, masyarakat tradisional telah lebih dulu memilki cara tersendiri dalam melakukan penyembuhan. Dulu masyarakat sudah mengenal Dukun, Tabib, Sensei dan juga pengobat tradisional lainya yang kebanyakan menggunakan cara tradisional dengan meramu tumbuhan obat sampai dengan penggunaan jampi-jampi (do‟a-do‟a) terhadap roh leluhur dalam memperoleh kesembuhan.

Praktek yang dilakukan dalam penanganan sakit biasanya masyarakat banyak memanfaatkan sumber daya alam (SDA) yang ada, seperti tumbuhan dan hewan. Dimualai dari pengalaman pribadi, ada pula cara yang diperoleh dari warisan (turun temurun). Pemanfaatan SDA dalam proses pengobatan ini berkaitan dengan lingkungan manusia, dimana masyarakat memanfaatkan lingkungan alam sekitar sebagai sumber material pengobatan. Ini dapat dibuktikan dengan adanya sistem pengobatan tradisional yang menggunakan tumbuhan obat (herbalis).

Menurut penjelasan Koentjaraningrat dalam Rusdi Muhtar (1994), bagi Indonesia kepedulian terhadap lingkungan sudah ada sejak zaman dahulu. Adanya pandangan bahwa manusia sebaiknya menyelaraskan diri dengan alam sekitarnya membuktikan betapa kebudayaan sudah mengatur perilaku manusia dalam hubungan dengan lingkungan.


(11)

Pendapat tersebut dapat menunjukan bahwa budaya masyarakat telah mengatur hubungan manusia dengan lingkungan, diharapakan sebuah keselarasan agar manusia tetap dapat merasakan nikmat dari alam tanpa merusak alam dengan selalu menjaga kelestarian alam sekitarnya.

Pada dunia modern sekarang, banyak masyarakat menggunakan jasa pengobatan modern, dengan pergi ke dokter apabila mereka sakit. Pusat-pusat pelayanan kesehatanpun sekarang sudah banyak ditemui, jadi masyarakat mulai beralih menggunakan pengobatan modern. Hal ini juga di iringi dengan perkembangan ilmu kedokteran, dimana sekarang terjadi perbaikan dan peningkatan fasilitas kesehatan.

Pada kenyataan di lapangan tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat indonesia masih belum sepenuhnya meniggalkan cara-cara tradisional dalam menanggapi sakit dan juga penyakit. Tidak hanya dalam menyikapi sakit, masyarakat indonesia juga masih mempercayai tahayul yang masih ada di masyarakat. Dengan demikian dunia pengobatan tradisional belum di tinggalkan, dan sekarang pengobatan alternatif tradisional digunakan kembali sebagai alasan bahwa pengobatan modern memilki efek samping karena menggunkan zat kimia. Herbalis tradisional mulai dikembangkan dan juga menjadi pilihan masyarakat selain berobat dengan ahli medis seperti dokter dan ahli medis lainya, (back to nature). Begitu pula yang terjadi pada masyarakat lampung.

Masyarakat Lampung sejak zaman dahulu juga sudah mengenal tentang cara-cara, penanganan dan juga tindakan tentang sakit dan penyakit. Ada pengobat tradisional yang menggunakan tumbuhan obat sebagai media. Ada juga sebagai


(12)

pengobat tardisional yang memadukan antara penggunakan tumbuhan obat dan sistem pengobatan spiritual. Ada dukun beranak yang membantu dalam proses persalinan bagi ibu melahirkan.

Pendapat Koenjtaraningrat (1990:264) memandang kelompok etnik sebagai berikut:

“kelompok etnik (ethnic group) atau suku bangsa adalah kelompok orang yang

terikat kesadaran dan jadi diri (identity) akan “kesatuan kebudayaan”, persamaan

gagasan, pola pikir, sistem konseptualisasi dan makna yang mendasari dan diungkapkan dalam tatacara kehidupan memepersatukan orang dalam kelompok etnik, dan ciri-ciri ke-etnikan itu menandai kekhasannya”.

Masyarakat Lampung asli pada awalnya hidup bergantung dengan alam, melakukan sistem ladang berpindah. Berladang dilakukan dengan mengolah lahan belukar menjadi lahan produktif dengan memperhatikan kelestarian alam. Ladang berpindah dilakukan karena pada saat itu kawasan Lampung masih belum terjangkau keseluruhan sehingga memungkinkan bila membuka belukar untuk dijadikan lahan perladangan. Ngumo adalah istilah yang ada pada masyarakat untuk menyebut sistem ladang berpindah. Kedekatan masyarakat Lampung dengan alam ternyata dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dalam memenuhi kebutuhan dasar dan juga kebutuhan akan kesehatan. Mereka menggunakan banyak macam-macam tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat herbal yang alami. Karena zaman dulu belum ada dokter jadi masyarakat Lampung harus beradaptasi dengan lingkungan alam sekitar agar dapat bertahan hidup.


(13)

Masyarakat Lampung yang hidup pada zaman sekarang masih ada yang mempertahankan cara dan tehnik pengobatan tradisional, terutama bagi masyarakat Lampung, yakni Masyarakat Sungkai Bunga Mayang.

Sejarah penamaan Sungkai Bunga Mayang adalah sebagai berikut:

Awal disebut SUNGKAI, disebabkan Nenek Moyang suku Sungkai masuk melewati pinggiran Way Sungkai. Terkadang kelompok suku Lampung Sungkai ini disebut juga Lampung Bunga Mayang, sebab kelompok suku Lampung Sungkai ada di marga Bunga Mayang atau satu-satunya marga milik mereka adalah marga Bunga Mayang, (Sayuti Ibrahim, 2010).

Masyarakat Sungkai Bunga Mayang sekarang mendiami daerah administratif yang masuk dalam Kabupaten Lampung Utara. Kearifan lokal yang masih di pertahan oleh masyarakat Sungkai Bunga Mayang yang masih ada merupakan sebuah potensi sosial yang semestinya dapat di kembangkan dan juga di berdayakan.

Menurut pandangan Ahimsa (2007:158-161) kearifan lokal adalah:

Kaearifan lokal adalah perangkat pengetahuan pada suatu guyuban (komunitas) baik yang berasal dari generasi-generasi lampau maupum dari pengalaman yang berhubungan dengan lingkungan dan guyuban lain untuk meyelesaikan masalah dan kesulitan yang dihadapi.

Kepercayaan akan tahayul dan pantangan bagi masyarakat Sungkai Bunga Mayang sebagian masih digunakan, seperti ketika seorang ibu sedang hamil, maka diharuskan pada saat bepergian membawa sebuah gunting. Tahayul dan pantangan seperti ini masih di pegang.


(14)

Belum lagi bagaimana masyarakat Sungkai Bunga Mayang dalam memaknai sehat dan sakit. Sehat dapat dikaitkan dengan perlindungan dari roh leluhur, sakit pula dapat dikaitkan dengan gangguan dari roh jahat dari luar. Sehat juga dapat dimaknai dengan sederhana karena memang tubuh sedang dalam keadaan yang baik secara fungsinya, sakit juga dapat dimaknai dengan keadaan tubuh yang memang sedang sakit atau mengidap penyakit. Dalam hal ini masyarakat Sungkai Bunga Mayang mempunyai penanganan tersendiri dalam menanggapi masalah sakit. Praktik penyembuhan yang dilakukan di sesuaikan dengan gejala dan tanda-tanda yang timbul dari sakit.

Kehidupan yang masih kental dengan hal mistis membuat masyarakat Sungkai Bunga Mayang percaya akan pengobatan menggunakan ilmu supranatural, biasanya bila sakitnya tak wajar maka pergi ke seorang dukun, dengan harapan mendapat jawaban atas penyebab sakit dan tetntunya kesembuhan yang paling utama.

Belum lagi masalah persalinan ibu melahirkan, dulu belum ada tenaga medis seperti bidan dan dokter, maka etnis lokal itu datang ke dukun beranak bila ada anggota keluarga yang sudah masuk masa melahirkan. Hal itulah yang memang ada dari zaman dahulu dan tentunya itu yang dapat membantu mereka yang secara turun temurun dan masih digunakan.

perdukunan dan juga tumbuhan obat yang digunakan masyarakat Sungkai Bunga Mayang menjadi hal menarik untuk di teliti sebagai bentuk kearifan lokal. Selain itu juga penelitian yang serupa belum pernah dilakukan khususnya di Provinsi


(15)

Lampung, dan masyarakat Sungkai Bunga Mayang mennjadi fokus tempat penelitian ini.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah penelitian ini dapat di rumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana praktek pengobatan tradisional pada masyarakat Sungkai Bungan Mayang?

2. Bagaimana pengetahuan lokal tentang pemanfaatan tumbuhan obat dalam pengobatan tradisional pada masyarakat Sungkai Bunga Mayang?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengkaji praktek pengobatan tardisional yang dilakukan pada masyarakat sungkai Bunga Mayang.

2. Untuk mengkaji pengetahuan lokal masyarakat Sungkai Bunga Mayang dalam pemanfaatan tumbuhan obat dan pengobatan tardisional.


(16)

1.4Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Adapun manfaat yang di dapat dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai pengetahuan baru yang dapat dijadikan referensi bagi masyarakat umum, khususnya masyarakat lampung, dalam mengetahui praktek pengobatan tardisional pada masyarakat Sungkai Bunga Mayang.

2. Sebagai pengetahuan bagi akademisi di lingkungan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmi Politik, khususnya dalam bidang Sosiologi Kesehatan dan Sosiologi Budaya, dan juga disiplin ilmu sosial yang bergerak di bidang Etnomedisin.

2. Manfaat paraktis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber pengetahuan tentang Etnomedisin. Yang nantinya dapat digunakan sebagai referensi baru dalam dunia kesehatan medis, sebagai bentuk pengobatan dampingan ( alternatif).


(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Etnosains, Etnoekologi dan Etnomedisin

Etnosains sebagai sebuah pengetahuan yang terakumulasi dari pengalaman masing-masing etnik, bukan sebagai bentuk fisik. Kajian etnosain lebih kepada kajian perilaku manusia terhadap lingkungan yang berupa benda yang di pandang melalui aspek budaya dan persepsi masyarakat lokal dengan menggunakan bahasa lokal.

Pendapat lain dikemukakan oleh W.H Goodenough dalam Ahimsa (1964) tentang definisi konsep Etnosains, yakni:

“Konsep etnosains mengacu pada paradigma kebudayaan yang menyatakan

bahwa kebudayaan tidak berwujud fisik tapi berupa pengetahuan yang ada pada manah manusia. Etnosains banyak mengkaji klasifikasi untuk mengetahui struktur yang digunakan untuk mengatur lingkungan dan apa yang dianggap penting oleh suatu etnik, penduduk suatu kebudayaan. Setiap suku bangsa membuat klasisfikasi yang beda atas lingkungan nya dan hal ini tercermin pula pada kata-kata atau leksikonyang mengacu benda, hal, kegiatan bahkan juga struktur sintaksis yang diperlukan untuk memprensentasikan pengalaman yang berbeda,

unik”.

Etnoekologi dapat diartikan sebagai upaya manusia dalam beradaptasi dengan lingkungan, cara manusia menggunakan lingkungan dan juga keselarasan hidup sosial dengan lingkungan alam manusia.


(18)

Pendapat lain dikemukakan oleh Ahimsa (2007) tentang pengertian kosep Etnoekologi adalah:

“Etnoekologi menelaah cara-cara masyarakat tradisional memakai ekologi dan hidup selaras dengan lingkungan alam dan sosialnya. Kehidupan masyarakat tradisional pada umumnya amat dekat dengan alam, dan manusia mengamati alam dengan baik, mengenal karakteristiknya sehingga mereka tahu bagaimana

menanggapinya”.

Jadi apa yang disediakan alam sejogjanya dapat dimanfaatkan manusia dalam memenuhi kehidupan manusia, tanpa merusak dan tetap menjaga kelestarian alam.

Etnomedisin adalah kajian tentang kesehatan dan juga pemeliharaan kesehatan pada masyarakat tradisional menyangkut tradisi dan juga kepercayaan yang dianut masyarakat lokal atau etnis lokal. Praktek pengobatan secara tardisional yang masih dilakukan dengan mengunakan tumbuhan obat, doa-doa, mantra, tarian atau upacara dan juga praktek-praktek yang lainya yang cenderung masih dilakukan pada masyarakat tradisional.

Dari jabaran umum diatas dapat di spesifikasikan lagi bahwa Etnomedisin menurut Ahimsa (2007) adalah:

“Etnomedisin hubungan dengan kesehatan dan pemeliharaan kesehatan. Topik

dapat menyangkut jenis-jenis sakit dan penyakit dan penangananya secara tradisional dengan menggunnakan tanaman obat, dengan doa, mantra, tarian dan upacara, atau dengan praktek tradisonal lainya”.


(19)

Etnomedisin merupakan praktek medis tradisional yang tidak berasal dari medis modern. Etnomedisin tumbuh dan berkembang dari pengetahuan setiap suku dalam memahami penyakit dan makna kesehatan. Pemahaman akan penyakit ataupun teori tentang penyakit tentunya berbeda di setiap suku. Hal ini dikarenakan latar belakang kebudayaan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki setiap suku tersebut berbeda dalam memahami penyakit, terutama dalam mengobati penyakit.

2.2. Sehat dan Sakit

Pengertian konsep sehat memiliki arti yang berbeda bila dipandang melalui kacamata medis dan juga kacamata budaya. Sehat menurut pandangan medis lebih kearah rasional dan juga ilmiah secara ilmu kedokteran. Tubuh yang sehat adalah ketika kedaannya sedang fit, berfungsi secara normal dari organnya dan juga tanpa adanya gangguan ataupun rasa sakit yang dirasakan. Sedangkan sehat secara budaya adalah lebih kepada dimana seseorang dapat beraktifitas dengan lancar dan baik setiap hari nya.

Dengan itu maka merujuk pada pengertian sehat yang ada menurut UU No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa:

“Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur – unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan”.


(20)

Konsep “Sehat” dapat diinterpretasikan orang berbeda-beda, berdasarkan komunitas. Sebagaimana dikatakan bahwa Masyarakat Sungkai Bunga Mayang terdiri dari keaneka ragaman kebudayaan, maka secara kongkrit akan mewujudkan perbedaan pemahaman terhadap konsep sehat, sebagaimana yang yang dikemukakan oleh Djekky (2001:8) adalah sebagai berikut:

1. Konsep sehat dilihat dari segi jasmani yaitu dimensi sehat yang paling nyata karena perhatiannya pada fungsi mekanistik tubuh;

2. Konsep sehat dilihat dari segi mental, yaitu kemampuan berpikir dengan jernih dan koheren. Istilah mental dibedakan dengan emosional dan sosial walaupun ada hubungan yang dekat diantara ketiganya;

3. Konsep sehat dilihat dari segi emosional yaitu kemampuan untuk

mengenal emosi seperti takut, kenikmatan, kedukaan, dan kemarahan, dan untuk mengekspresikan emosi-emosi secara cepat;

4. Konsep sehat dilihat dari segi sosial berarti kemampuan untuk membuat dan mempertahankan hubungan dengan orang lain;

5. Konsep sehat dilihat dari aspek spiritual yaitu berkaitan dengan

kepercayaan dan praktek keagamaan, berkaitan dengan perbuatan baik, secara pribadi, prinsip-prinsip tingkah laku, dan cara mencapai kedamaian dan merasa damai dalam kesendirian;

6. Konsep sehat dilihat dari segi societal, yaitu berkaitan dengan kesehatan padatingkat individual yang terjadi karena kondisi-kondisi sosial, politik, ekonomi dan budaya yang melingkupi individu tersebut. Adalah tidak

mungkin menjadi sehat dalam masyarakat yang “sakit” yang tidak dapat

menyediakan sumber-sumber untuk pemenuhan kebutuhan dasar dan emosional. (Djekky, 2001:8)

Tidak hanya konsep sehat yang mengalami perbedaan dalam pengertianya tetapi sakit juga demikian. Sakit menurut medis dan sakit menurut budaya memilki perbedaan dalam pendefinisianya.

Sakit menurut pandangan budaya adalah gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas kerja/kegiatannya terganggu. Walaupun seseorang sakit (istilah sehari -hari) seperti masuk angin, pilek, tetapi bila ia tidak terganggu untuk melaksanakan kegiatannya, maka ia di anggap tidak sakit.


(21)

Sedangkan sakit menurut pandangan medis adalah ketika ada gangguan fungsi dari organ tubuh yang tidak bekerja secara baik, dan biasanya menimbulkan rasa sakit sesuai dengan gejala dan juga rasa sakit yang timbul.

Sakit dapat diinterpretasikan secara berbeda berdasarkan pengetahuan secara ilmiah dan dapat dilihat berdasarkan pengetahuan secara budaya dari masing-masing penyandang kebudayaannya. Hal ini berarti dapat dilihat berdasarkan pemahaman Secara konseptual dapat disajikan bagaimana sakit dilihat.

yang dikutib dari Djekky (2001: 15) dalam A.E. Dumatubun (2002) sebagai berikut :

“Secara ilmiah penyakit (disease) diartikan sebagai gangguan fungsi fisiologis dari suatu organisme sebagai akibat terjadi infeksi atau tekanan dari lingkungan, jadi penyakit itu bersifat obyektif. Sebaliknya sakit (illness) adalah penilaian individu terhadap pengalaman menderita suatu penyakit. Fenomena subyektif ini ditandai dengan perasaan tidak enak. Umumnya masyarakat tradisional memandang seseorang sebagai sakit, jika orang itu kehilangan nafsu makannya atau gairah kerjanya, tidak dapat lagi menjalankan tugasnya sehari-hari secara optimal atau kehilangan kekuatannya sehingga harus tinggal di tempat tidur”.

Sedangkan sakit dapat dilihat berdasarkan pemahaman konsep kebudayaan masyarakat penyandang kebudayaannya sebagaimana dikemukakan Foster dan Anderson (1986) menemukan konsep penyakit (disease) pada masyarakat tradisional yang mereka telusuri di kepustakaan-kepustakaan mengenai etnomedisin, bahwa konsep penyakit masyarakat non barat, dibagi atas dua kategori umum yaitu:

(1) Personalistik, munculnya penyakit (illness) disebabkan oleh intervensi dari suatu agen yang aktif, yang dapat berupa mahluk supranatural (mahluk gaib atau dewa), mahluk yang bukan manusia (hantu, roh leluhur, atau roh jahat) maupun mahluk manusia (tukang sihir, tukang tenung).


(22)

(2) Naturalistik, penyakit (illness) dijelaskan dengan istilah-istilah yang sistematik dan bukan pribadi. Naturalistik mengakui adanya suatu model keseimbangan, sehat terjadi karena unsur-unsur yang tetap dalam tubuh seperti panas, dingin, cairan tubuh berada dalam keadaan seimbang menurut usia dan kondisi individu dalam lingkungan alamiah dan lingkungan sosialnya, apabila keseimbangan terganggu, maka hasilnya adalah penyakit.

Jadi dapat disimpulkan bahwa sakit adalah sebuah gangguan yang diterima tubuh karena dalam keadaan yang kurang baik, fungsi organ tubuh yang kurang baik, dan juga keadaan lingkungan yang tidak mendukung sehingga seseorang dapat sakit.

2.3. Dokter dan Dukun

Dokter dan dukun adalah sebutan bagi pengobat, hanya saja keduanya memilki perbedaan secara pengetahaun dan juga periode kegunaannya, dokter muncul pada masa modern, sedangkan dukun lebih kepada pengobat tradisional yang sudah ada sejak zaman dahulu.

Dokter dapat diartikan adalah seorang yang ahli dalam bidang kesehatan yang ilmunya diperoleh melalui pendidikan tinggi. Dokter lebih memakai metode ilmiah dalam pengobatan dan juga lebih percaya kepada ilmu kedokteran dan juga teknologi kesehatan yang ada pada zaman sekarang.

Pendapat lain disampaikan oleh Lalu Guntur Payasan (2011) tentang definisi Dokter, menyatakan bahwa:

“Dokter adalah orang yang memiliki kewenangan dan izin sebagaimana mestinya untuk melakukan pelayanan kesehatan, khususnya memeriksa dan mengobati penyakit dan dilakukan menurut hukum dalam pelayanan kesehatan”.


(23)

Sedangkan dukun diartikan sebagai pelaku pengobat pada masyarakat tradisional yang metode pengobatanya masih tradisional, masih menggunakan tumbuhan obat, menggunakan mantra dan jampe, dan juga menggunakan bantuan ilmu supranatural. Ilmu yang diperoleh seorang dukun biasanya dari berguru dan juga ada yang diperoleh dari keturunan. Tentunya seorang dukun juga sudah dipercaya oleh masyarakat sebagai pengobat.

Pendapat lain dikemukakan oleh Rina Anggorodi (2009:9) tentang definisi dukun adalah sebagai berikut:

“Dukun, yaitu orang yang dianggap mempunyai kepandaian magis sehingga dapat memberi pengobatan ataupun nasehat dengan menghubungi alam gaib (mahluk-mahluk halus), atau mereka yang melakukan white magic dan black magic untuk maksud baik dan maksud jahat”.

1.4.Jampe dan Mantra

Jampe adalah istilah lokal sebutan bagi mantra. Jampe atau mantra sifatnya sama yakni sebuah sebutan doa-doa yang dibacakan oleh pemantra atau dukun yang disampaikan pada roh atau jin yang membantu dukun melalui ilmu supranatural. Pnegucapan jampe biasanya menggunakan bahasa lokal, ada pula yang menggunakan bahasa arab ataupun bahasa-bahasa lainya. Yang mengerti arti dari ucapan doa nya adalah sipemantra saja.

Jampe tidak bisa di ucapkan oleh sembarang orang karena hanya orang-orang tertentu yang boleh mengucapkanya. Tidak semua dukun mau memberikan


(24)

mantra atau jampe-jampe nya ke sembarang orang, karena bila itu terjadi yang di takutkan adalah efek dari jampe yang di ucapkan dapat mencelakai orang yang membacanya.

Pendapat lain dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1981:177) tentang definisi mantra yakni sebagai berikut:

“Mantra adalah unsur penting dalam ilmu gaib (magic). Mantra dapat berupa kata

dan suara yang dianggap memilki kesaktian, mantra adalah ucapan lisan yang sarat dengan rima dan irama yang mengandung doa dan kekuatan gaib, bertujuan untuk mendatangklan keselamatan, keunggulan, keberhasilan. Dan ada juga yang

mendatangkan kecelakaan atau penyakit yang berbahaya”.

2.5. Pengobatan Tradisional

Pengobatan tradisional adalah sebuah pengobatan alternatif yang masih menggunkan tumbuhan obat, kekuatan magis, ilmu supranatural dan juga doa-doa. Pengobatan tradisional sebagai bentuk pengobatan alternatif yang digunakan masyarakat apabila pengobatan medis tidak dirasakan khasiat dan kesembuhannya.

Pengobatan tradisonal banyak menggunakan metode pengobatan, ada yang menggunakan cara di pijat, akupuntur dan juga cara pengobatan luar lainya, adapula pengobatan tradisional yang menggunakan bahan-bahan yang telaha tersedia di alam sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit. Beberapa metode pengobatan tradisional dapat di kategorikan sebagai berikut:


(25)

1. Metode Akupuntur

Praktik akupuntur adalah berdasarkan teori meridian. Menurut teori ini darah bersikulasi dalam tubuh melalui sistem saluran yang disebut meridian, dan menghubungkan organ-organ internal dengan organ-organ eksternal adatu jaringan. Dengan merangsang titii-titik tertentu pada permukaan tubuh yang terletak pada jalur meridian dengan menggunakan jarum akupuntur maka darah bisa diatur, dan dengan demikian penyakit yang mengganggu bisa disingkirkan. (Iwan Hadibroto & Syamsir Alam. 2006).

2. Metode Pijat

Pijat adalah erapi yang bersifat holistk. Manfat pijat terasa pada tubuh, pikiran dan jiwa. Pijat melancarkan peredaran darah dan aliran getah bening. Efek langsung yang bersifat mekanis dengan tekanan secara berirama dan gerakan-gerakan yang digunakan secara dramatis dapat meningkatkan tingkat aliran darah. Rangsangan yang ditimbulkan dari reseptor saraf juga mengakibatkan pembuluh darah melebar secara reflek. Dan ini melancarakan aliran darah yang sangat berpengaruh bagi kesehatan.

3. Metode Terapi Herbal

Terapi herbal juga sering disebut sebagai herbais atau pengobata botanikal, adalah penggunaan herbal untuk kemampuan terapi atau pengobatannya. Yang disebut herbal adalah tanaman atau bagian tanaman yang memilki


(26)

nilai disebabkan kwalitas pengobatan, aromatik atau rasanya. Tanaman herbal menghasilkan dan mengandung berbagai unsur kimia yang berpengaruh terhadap tubuh. Bahan-bahan yang berasal dari tanaman tetap menjadi dasar dan proporsi yang cukup besar bagi obat-obatan komersial, yang kini digunakan untuk pengobatan penyakit, jantung, tekanan darah tinggi, nyeri, asma, dan penyakt-penyakit lainya.

4. Metode Ilmu Ghaib

metode pengobatanya masih tradisional, masih menggunakan tumbuhan obat, menggunakan mantra dan jampe, dan juga menggunakan bantuan ilmu supranatural (magis). Ilmu yang diperoleh seorang dukun biasanya dari berguru dan juga ada yang diperoleh dari keturunan. Tentunya seorang dukun juga sudah dipercaya oleh masyarakat sebagai pengobat.

2.6. Tumbuhan Obat

Tumbuhan obat adalah segala macam jenis tumbuhan yang memiliki manfaat medis yang bersifat herbal. Penggunaan tumbuhan obat sesuai dengan kebutuhan, bisa daun, batang, buah, akar, kulih batang, getah dan juga bagian lain dari tumbuhan, dimana bagian tersebut dianggap memilkik khasiat.

2.7. Pengetahuan

Pengetahuan adalah suatu hal yang diketahui oleh seseorang tentang sesuatu, dimana pengetahuan itu diperoleh dari belajar, informasi dan juga pengalaman seseorang terkait sesuatu. Pengetahuan belum dilakukan sebuah bentuk bentuk


(27)

pengujian terhadapnya. Berbeda lagi dengan ilmu pengetahuan dimana sudah teruji secara ilmiah.

2.8. Masyarakat Sungkai Bunga Mayang

Masyarakat Sungkai sekarang mendiami wilayah Kabupaten Lampung Utara, yang terbagi dalam beberapa kecamatan. Ada Sungkai selatan, sungkai Utara, Sungkai Tengah, Sungkai Barat, Hulu Sungkai, Muara sungkai. Dari enam kecamatan tersebut empat diantaranya adalah pemekaran dari kecamatan utama sebelum pemekaran yakni kecamatan Sungkai Selatan dan Sungkai Utara.

Pendapat lain disampaikan oleh Prof. H. Hilman Hadikusuma, S.H. (1989:190-191) beliau membuat pembagian Daftar nama-nama marga, perserikatan adat, dialek bahasa, daerah Kecamatan/Kabupaten di Lampung, berikut tentang masyarakat Sungkai Bunga Mayang:

“Marga Sungkai Bunga Mayang adalah bagian dari Lampung Pepadun. Menurut pembagian wilayah berdasakan adminsitrasi adat Sunkai Bunga Mayang terletak di Kabupaten lampung Utara yang terbagi dalam dua kecamatan yakni Sungkai Utara dan Sungkai Selatan, dialek bahasa yang digunakan adalah Api. (pembagian Marga Sebelum Tahun 1952)”.

1.9.Tinjauan Kearifan Lokal, Perilaku dan Juga Adaptasi Ekologi

Hidup manusia selalu erat kaitannya dengan budaya, sebuah produk budaya tercipta dari sebuah akumulasi pengalaman manusia dalam beradaptasi dan menyesuaikan diri yang menjadi sebuah perialku dan menjadi kebiasaan. Dengan


(28)

kata lain wujud dari produk budaya menjadi sebuah kerifan lokal bagi masyarakat itu sendiri.

Ahimsa-Putra (1995) mendefinisikan kearifan lokal adalah perangkat pengetahuan dan praktekpraktek pada suatu komunitas – baik yang berasal dari generasi -generasi sebelumnya maupun dari pengalamanya berhubungan dengan lingkungan dan masyarakat lainnya – untuk menyelesaikan secara baik dan benar persoalan dan/atau kesulitan yang dihadapi, yang memiliki kekuatan seperti hukum maupun tidak.

merujuk pendapat lain tentang kerifan lokal, antara lain:

Menurut Ridwan (2010:2) kearifan lokal atau sering disebut local wisdom dapat dipahami sebagai usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu. Selanjutnya dikatakan bahwa wisdom dipahami sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan akal pikirannya dalam bertindak atau bersikap sebagai hasil penilaian terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi.

Penelitian ini ingin mengkaji kearifan lokal yangada pada masyarakat Sungkai Bunga Mayang tentang pengobatan tradisional berbasis etnis. Masyarakat sungkai sebagai etnis lokal tentunya memiliki kearifan lokal yang harus dipertahankan sebagai bentuk pelestarian.

Secara Antropologis, keberadaan manusia sejak awal keberadaannya, berkembang dan mampu beradaptasi dengan lingkungan alam sekitarnya, dikarenakan manusia memiliki sistem akal dan sistem naluri atau insting yang mampu menangkap fenomena alam dan menyikapinya secara adaptif sehingga

menciptakan “kebudayaan” sebagai “sistem adaptasi” yang mereka ciptakan

dalam kaitannya menjaga eksistensi hubungan dengan alam sekitarnya(Daeng, 2008).

Oleh sebab itu, kemudian dikenal suatu konsep bahwa terdapat kaitan erat antara manusia, alam dan kebudayaan sebagai suatu relasi triangulasi kebudayaan. Dalam hal mana bahwa manusia menciptakan kebudayaannya untuk menanggulangi keadaan yang terjadi dalam lingkungan alamnya atau sebaliknya bahwa alam membentuk kebudayaan dari manusia yang hidup dalam lingkungan alam tersebut (Brue, 2007).


(29)

Sebuah perilaku manusia dalam hidup membuat dan memaksa manusia agar beradaptasi dengan alam lingkungan, dimana sebuah simbiosis yang saling menguntungkan akan tercipta, dimana manusia mengambil manfaat dari alam untuk memenuhi kebutuhan dan alam juga dapat dijaga kelestarian nya oleh manusia agar tetap memberikan manfaat.

Semua bentuk perubahan diupayakan sebagai sebuah bentuk bertahan hidup agar keberlangsungan nya tetap terjaga dalam jagka panjang. Adaptasi masyaraat dapat diartikan sebagai proses penyesuaian diri yang dilakukan sekelompok orang yang mempunyai tujuan bersama semua demi kesesuaian dengan kondisi lingkungan.

Penyesuaian masyarakat dengan lingkungan sosial dapat ditandai dengan perubahan yang terjadi dalam suatu masyarakat atau respon terhadap suatu kebudayaan. Penyesuaian tersebut dipandang secara positif dengan menggunkan pemikiran, perasaan dan juga kehendak, dimana manusia hidup dengan sesamanya untuk menyempurnakan dan memperluas sikap dan tindakan agar terpenuhinya kebutuhan dan juga tercapainya kedamaian dengan lingkungan nya. Dengan demikian menurut (Soerjono Soekanto, 2006) berikut tentang adaptasi atau penyesuaian diri manusia dengan lingkungan:

“suatu masyarakat sebenarnya merupakan sistem Adaptif, karena masyarakat merupakan wadah untuk memenuhi pelbagai kepentingan dan untuk bertahan”.

Dalam sosiologi lingkungan konsep ekologi sangat popular digunakan, dimana sebuah kehidupan masyarakat bergantung pada ekologi itu sendiri. Banyak para


(30)

ahli sosiologi lingkungan yang terfokus pada masalah manusia dengan ekologi. Salah satunya adalah sebuah hubungan simbiosis antara manusia dengan alam lingkungan manusia. Dalam kenyataan nya masyarakat pedesaan lah yang banyak memanfaatkan alam atau ekologi sebagai media bertahan hidup. Masyarakat desa yang menganut sistem masyarakat organis lebih peka terhadap ekologi, hal ini dikarenakan masyarakat organis atau masyarakat desa ketergantungan dengan alam masih sangat tinggi (Anita Rahma Putri, 2013).

2.10. Kerangka Pikir

Keadaan masyarakat indonesia yang kaya akan budaya, maka membuat Indonesia menjadi sebuah negara yang begitu multikultural.

Warisan-warisan budaya terdahulu yang masih digunakan oleh sebagian masyarakat yang cenderung masih terisolir (masyarakat Tradisional) sekarang menjadi daya tarik untuk di tonjolkan dan menjadi potensi lokal bagi daerah masing-masing.

Sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia sudah mengalami sakit, dengan demikian perlu sebuah formulasi untuk menangani dan menanggulangi sakit. Dengan pengalaman dan juga turun-temurun warisan budaya yang diterima oleh penerus dapat di praktekan sebuah kearifan lokal dalam bidang kesehatan pada masyarakat tradisional. Dengan proses belajar dan juga pengalaman yang diperoleh ternyata pengobatan yang di peroleh manjur dan dapat menyembuhkan sakit dan penyakit bagi masyarakat yang menderita sakit.


(31)

Keadaan sekarang yang semakin modern membuat sedikit demi sedikit pengobatan tradisional di lupakan. Dengan kemajuan teknologi kesehatan membuat masyarakat beralih ke dunia medis yang ilmiah. Tapi tidak secara keseluruhan hal ini terjadi karena tidak semua masyarakat meniggalkan pengobatan tradisional, terutama bagi etnis lokal yang mendiami suatu wilayah yang belum terjangkau dengan fasilitas kesehatan yang lengkap.

Disini khusus nya etnis lokal pada masyarakat Lampung, yakni masyarakat Sungkai Bunga Mayang ternyata masih menggunakan pengobatan tradisional. Masih menggunkan jasa dukun dan tabib dengan sistem obat-obatan herbal yang berasal dari tumbuhan obat. Dengan memanfaatkan lingkungan (SDA) sumber daya alam sekitar masyarakat dapat meramu sendiri kebutuhan akan obat-obatan. Hal ini karena masyarakat Sungkai Bunga Mayang adalah masyarakat yang hidup berdampingan dengan alam, maka tidak heran apabila dapat menggunakan secara maksimal alam yang ada dalam memenuhi kebutuhan akan kesehatan tanpa merusak dan terus menjaga kelestarian lingkungan.


(32)

2.11. Skema Kerangka Pikir

MASYARAKAT SAKIT

Hidup Masyarakat Lampung Marga Sungkai Bunga Mayang

Bergantung Pada Alam

membutuhkan penaganan dan pengobatan

Beradaptasi Dengan Memanfaatkan Alam

Akumulasi Pengalaman (Pengetahuan Tentang Pengobatan Tardisional)

PRAKTEK PENGOBATAN:

1. DUKUN

2. PENGGUNAAN TUMBUHAN


(33)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kwalitatif. Metode ini dipilih karena untuk mengungkap dan mengkaji hal-hal yang tidak dapat diukur dengan alat ukur atau satuan angka. Memerlukan kajian mendalam dengan melakukan wawancara dan pengamatan langsung dilapangan. Jadi begitu sangat relevan apabila metode yang digunakan adalah metode kwalitatif, karena untuk memahami fenomena terkait dengan pengobatan tradisional, bagaimana praktek pengobatan yang dilakukan, mengungkap pengetahuan lokal tentang pengobatan tradisional dan juga bagaimana pemanfaatan tumbuhan obat dalam pengobatan tradisional yang dilakukan oleh masyarakat Sungkai Bunga Mayang.

3.2. Fokus Penelitian

Fokus dalam penelitian ini adalah analisis kearifan lokal pada etnis Marga Sungkai Bunga Mayang dalam penanganan sakit yang mengunakan metode pengobatan tardisonal lokal dengan menggunakan tumbuhan obat, dan pengobatan spiritual. Kearifan lokal disini adalah sebuah bentuk budaya pada etnis lokal yang masih digunakan atau dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari dimasyarakat. Kearifa lokal yang dapat digali dengan maksimal seperti dalam bidang kesehatan yakni dalam pengobatan tradisonal sepertinya mampu menjadi


(34)

alternatif dalam memperoleh kesembuhan bagi yang sakit. Alternatif penggunaan pengobatan spiritual dan obat herbal yang berbasis tumbuhan lokal dengan sebutan dan penamaan lokal merupakan hal yang menarik dan menjadi ciri khas bagi etnis lokal tersebut.

Dalam fokus penelitian ini peneliti ingin mengalisis, bagaimana praktek pengobtan tradisional yang dilakuakn dan bagaimana juga pemanfaatan tumbuhan obat dalam pengobatan tradisional.

Pada kenyataan nya bahwa masyarakat umum tidak hanya menggunakan jasa kesehatan dari seorang dokter, bidan atau mantri, tapi masyarakat juga masih menggunkan pengobatan alternatif dalam memperoleh kesembuhan yang di inginkan. Dengan demikian kearifan lokal yang dapat digali nantinya akan memberikan sumbangsih bagi kemajuan dunia kesehatan dengan tetap memepertahan kan dan menggunakan pengobatan alternatif.

3.3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di masyarakat Sungkai Bunga Mayang sebagai etnis lokal asli yang mendiami wilayah tertentu. Alasan dipilihnya lokasi ini bukan berdasarkan batas wilayah administratif tapi dipilih berdasarkan batas wilayah secara budaya yakni terfokus dengan etnis bermarga tertentu. Masyarakat Sungkai Bunga Mayang cenderung dipilih karena:

1. Masyarakat Sungkai Bunga Mayang masih mempraktekan cara pengobatan tradisional.


(35)

2. Masih adanya pengobat tradisional yang asli masyarakat Sungkai Bunga Mayang

3. Lokasi juga masih terdapat banyak perkebunan dan belukar sehingga memungkinkan ditemukanya tumbuhan obat yang masih digunakan.

3.4. Informan Penelitian

Dalam penentuan informan pada suatu penelitian biasanya harus memenuhi kriteria penentuan informan, hal ini menjadi harus karena kebutuhan akan data sangat diperlukan, jadi dalam pemilihanya harus benar-benar diperhatiakn agar data yang diperoleh bisa mewakili data. Dalam penelitian ini informan dipilih secara sengaja (purposive sampling), demi kebutuhan data dengan kriteria yang sudah ditentukan.

Menurut sanafiah Faisal (1990:45) mengatakan bahwa hendaknya informan memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Mereka yang menguasai dan memahami sesuatu melalui proses enkulturasi, sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui tetapi juga di hayatinya

2. Mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat dalam kegiatan yang tengah di teliti

3. Mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk dimintai informasi 4. Mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil “ke

emasanya” semdiri

5. Mereka yang pada mulanya tergolong “cukup asing” dengan peneliti sehingga lebih menggairahkan untuk dijadikan semacam guru atau narasumber.

Berdasarkan kriteria tersebut maka informan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


(36)

1. Informan adalah masyarakat asli bermarga Sungkai Bunga Mayang yang masih melakukan pengobatan tradisional

2. Informan mengerti dan menguasai tentang pengobatan tradisional

3. Informan berpengalaman dalam pengobatan tradisional, baik masyarakat umum yang tau ataupun dukun yang sudah lama melakukan praktek pengobatan

4. Informan bersedia meluangkan waktu untuk diwawancarai.

Cara pemilihan informan ini dilakukan berdasarkan pertimbangan kebutuhan akan data yang lengkap. Pemilihan juga dilakukan dengan menerima rekomendasi dari masyarakat siapa yang lebih bisa dan memilki informasi terkait hasil penelitian nanti.

3.5. Teknik Pengumpulan data

1. Wawancara Mendalam

Wawancara yaitu teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data melalui percakapan langsung dengan para informan yang berkaitan dengan masalah penelitian. Wawancara mendalam akan dilakukan dengan pedoman wawancara, yaitu berupa pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pada informan. Hal ini dimaksudkan agar pertanyaan yang diajukan kepada informan terarah tanpa mengurangi kebebasan dalam mengembangkan pertanyaan serta suasana tetap terjaga agar kesan dialogis dan informal.


(37)

2. Observasi

Teknik observasi digunakan untuk mengumpulkan data melalui pengamatan dan pencatatan langsung tentang objek yang menjadi topik kajian dalam penelitian ini.

Penggunaan teknik observasi ini dimaksud untuk mengungkap fenomena yang tidak terungkap pada wawancara. Teknik obervasi juga digunkan karena dapat mendukung data yang diperoleh melalui wawancara, sehingga dapat diketahui apakah data yang diberikan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

3. Data dokumentasi

Teknik ini dilakukan untuk mengumpulkan data langsung dari lapangan dengan bentuk gambar atau foto mengenai keadaan sekitar lokasi penelitian. Data dokumentasi juga berupa gambar tentang fenomena atau juga proses yang nampak yang dapat di ambil dengan teknik foto.

3.6. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunkan dalam penelitian ini adalah anilisis kwalitatif, dengan tahapan sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, di cari tema dan polanya. Dengan demikian data yang direduksi akan memberikan gambaran yang


(38)

lebih jelas, dan mempermudah penliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencari bila diperlukan.

2. Penyajian data (Display Data)

Penyajian data dilakukan dalam uraian singkat, data disajikan dalam teks yang bersifat naratif. Dikatakan Miles dan Huberman (dalam Sugiyono,2008:249) bahwa yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kwalitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.

3. Penarikan kesimpulan

Langkah terakhir yang dilakukan dalam analisis data adalah penarikan kesimpulan, sehingga hasil wawancara dengan informan dapat ditarik kesimpulanya sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian. Pada tahap ini data yang telah di hubungkan satu dengan lainya sesuai dengan konfigurasi ditarik suatu kesimpulan dari data tersebut.


(39)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dan analisis pada bab-bab sebelum nya, maka akan ditarik kesimpulan, dimana kesimpulan dalam penelitian ini akan diuraikan sebagai berikut:

1. Pada prakteknya masyarakat Sungkai Bunga Mayang ternyata masih menggunakan jasa seorang dukun (Batra) dalam kehidupanya. Jasa pengobatan seorang Batra masih sangat dibutuhkan, yang berobat keBatra adalah mereka yang sudah putus asa dengan pengobatan medis modern yang tidak menampakan hasil yang baik. Masing-masing Batra juga menggunkan metode pengobatan masing-masing, dan yang ada pada masyarakat Sungkai Bunga Mayang adalah pengobatan yang menggunakan metode pengobatan Spiritual, terapi tumbuhan herbal dan juga metode terapi urut tradisional.

2. Masyarakat Sungkai Bunga Mayang ternayata memiliki pengetahuan tentang pengobatan Tradisional, baik dari penanganan, jenis tumbuhan yang digunakan dalam penyembuhan, cara pengolahan tumbuhan nya agar berkhasiat menjadi obat. Pengetahuan ini diperoleh secara turun-temurun dan juga melalui penyebarluasan informasi dari mulut-kemulut. Selain masyarakat tahu tentang penggunaan nya masyarakat juga masih


(40)

menggunakan tumbuhan obat sebagai media, dan berobat ke Batra sebagai pengobatan alternatif.

6.2. Saran

Berdasarkan informasi yang telah diungkapkan dalam pembahasan maka peneliti juga merumuskan beberapa saran bagi pemerintah, masyarakat dan juga bagi orang yang ingin melakukan penelitian lanjutan, berikut beberapa saran yang dapat diuraikan:

1. Saran bagi Pemerintah, karena pengobatan tradisional adalah sebuah kearifan lokal yang perlu dilestarikan maka disini harus ada andil pemerintah sebagai pemegang kebijakan (DepKes) melakukan penelitian lanjutan dan merumuskan pengobatan tradisional adalah alternatif yang dianjurkan, khusus nya pemerintah daerah.

2. Saran bagi masyarakat Sungkai Bunga Mayang, pelestarian kearifan lokal ini tidak hanya dilakukan oleh satu pihak saja, tapi harus secara bersama-sama, selain dilestarikan dengan digunakan tapi juga lakukan sebuah bentuk sensus obat kampung, agar ada sebuah bentuk fisik sebagai bentuk dokumen bagi masyarakat Sungkai Bunga Mayang.

3. Saran untuk penelitian lanjutan, karena penelitian ini adalah penelitian aspek budaya, maka pendekatan emosional harus dilakukan, karena tidak semua masyarakat mau memberikan informasi yang di inginkan.


(41)

DAFTAR PUSTAKA

Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. PT. Rineka Cipta, Jakarta. Fauzi Muzaham. 1995. Sosiologi Kesehatan.Universitas Indonesia (UI-Press),

Jakarta.

Foster dan Anderson. 1986. Antropologi Kesehatan. Universitas Indonesia (UI- Press), Jakarta.

Rusdi Muchtar.1994. Manusia dan Lingkungan. Jurnal No.4, 1994

Fauzi Muzaham.1995. Memperkenalkan Sosiologi Kesehatan. Universitas Indonesia, Jakarta.

Ahimsa-Putra, Heddy Shri.2007. Etnosains: Paradigma Fenomenologis untuk Revitalisasi Kearifan Lokal. Yogyakarta:LPPM UGM.

Rina Anggorodi. 2009. Makara Kesehatan, Vol. 13, No. 1, Juni 2009. Universitas Indonesia, Depok.

Djoht, Djekky R. 2001 “Kebudayaan, Penyakit dan Kesehatan di Papua dalam

Perspektif Antropologi Kesehatan” dalam Buletin Populasi Papua, Vol. II. No.4 November 2001. Jayapura. PSK-UNCEN

A.E. Dumatubun. 2002. KEBUDAYAAN, KESEHATAN ORANG PAPUA

DALAM PERSPEKTIF ANTROPOLOGI KESEHATAN”, Antropolgi Papua,

Volume 1. No. 1, Agustus 2002. Universitas Cendrawasi.

Iwan Hadibroto & Syamsir Alam. 2006. Seluk Beluk Pengobatan Alternatif dan Komplementer. VITAHEALTH. PT Bhuana Ilmu Populer, Jakarta.

Faisal, Sanafiah. 1990. Format-format Penelitian Sosial. Rineka Cipta. Jakarta. Hilman Hadikusuma. 1989. Masyarakat dan Adat Budaya Lampung.

Mandar Maju. Bandung.

BPS Lampung Utara. 2011. Lampung Utara Dalam Angka. Lampung

Paradigma sehat. Departemen Kesehatan RI, 1998 BPS Lampung. 2011. Lampung Dalam Angka. Lampung


(42)

Ahimsa-Putra, Hedi Shri. 1995. “Bahasa, Sastra dan Kearifan Lokal di

Indonesia”. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Budaya, UGM.

Ridwan, Nurma Ali. 2010. “Landasan KeilmuanKearifan Lokal”. http://

www.nusantaraonline.com.

Daeng, H.J. 2008. Manusia, Kebudayaan dan Lingkungan Tinjauan Antropologis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bruce, M. 2007. Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan. Penerjemah: Setiawan B, Dwita Hadi Rami. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali Press. Jakarta.

Anita Rahma Putri. 2013. Sosiologi Pedesaan. ( cintasejarahislam.blogspot.com /2013/07sosiologipedesaan.html). Diakses pada 24 februari 2013, pukul 15.13 WIB.

Lalu Guntur Payasan. 2011. Definisi Dokter,

(http://danialprasko.blogspot.com/2011/04/definisi-dokter.html). Diakses Pada Tanggal 19 Februari 2013, pukul 18:15 WIB.

Sayuti Ibrahim. 2010. Asal-usul Gekhal Masing-masing Kelompok Suku

Lampung,

(http//pubianartikel.blogspot.com/2010/10/asal-usul-gekhal-masing-masing-kelompok-suku-lampung.html) diakses Pada Tanggal 19 Februari 2013, Pukul 20:20 WIB.


(43)

Judul Penelitian : Dukun, Jampe dan Tumbuhan Obat ( Studi Etnomedisin dan Pengetahuan Lokal pada Masyarakat Sungkai Bunga Mayang )

Lokasi Penelitian : Lampung Utara, pada Masyarakat Lampung Yang Bermarga Sungkai Bunga Mayang .

I. Identitas Informan

1. Nama :

2. Jenis Kelamin :

3. Umur :

4. Alamat :

II. Dukun/ Batra (pertanyaan):

1. Kemampuan mengobati diperoleh darimana? 2. Sejak kapan mulai praktek mengobati?

3. Metode pengobatan apa yang digunakan dalam praktek? 4. Sakit dan penyakit apa saja yang bisa diobati?

5. Media apasaja yang digunakan dala mengobati? 6. Tumbuhna obat apa saja yang digunakan?

7. Bagaimana cara mengolah tumbuhan sehingga berkhasiat menjadi obat?

III.Masyarakat (pertanyaan):

1. Kalau sedang menderita sakit/penyakit biasanya berobat kemana? 2. Kalau ke Dukun, bagaimana pengobatanya?

3. Tumbuhan obat apa saja yang bapak/ibu ketahui yang masih digunakan sebagai obat?

4. Bagaimana cara pengolahan tumbuhan sehingga berkhasiat menjadi obat? 5. Tau dari mana informasi tentang penggunaan tumbuhan obat?


(1)

selanjutnya, dan mencari bila diperlukan.

2. Penyajian data (Display Data)

Penyajian data dilakukan dalam uraian singkat, data disajikan dalam teks yang bersifat naratif. Dikatakan Miles dan Huberman (dalam Sugiyono,2008:249) bahwa yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kwalitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.

3. Penarikan kesimpulan

Langkah terakhir yang dilakukan dalam analisis data adalah penarikan kesimpulan, sehingga hasil wawancara dengan informan dapat ditarik kesimpulanya sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian. Pada tahap ini data yang telah di hubungkan satu dengan lainya sesuai dengan konfigurasi ditarik suatu kesimpulan dari data tersebut.


(2)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dan analisis pada bab-bab sebelum nya, maka akan ditarik kesimpulan, dimana kesimpulan dalam penelitian ini akan diuraikan sebagai berikut:

1. Pada prakteknya masyarakat Sungkai Bunga Mayang ternyata masih menggunakan jasa seorang dukun (Batra) dalam kehidupanya. Jasa pengobatan seorang Batra masih sangat dibutuhkan, yang berobat keBatra adalah mereka yang sudah putus asa dengan pengobatan medis modern yang tidak menampakan hasil yang baik. Masing-masing Batra juga menggunkan metode pengobatan masing-masing, dan yang ada pada masyarakat Sungkai Bunga Mayang adalah pengobatan yang menggunakan metode pengobatan Spiritual, terapi tumbuhan herbal dan juga metode terapi urut tradisional.

2. Masyarakat Sungkai Bunga Mayang ternayata memiliki pengetahuan tentang pengobatan Tradisional, baik dari penanganan, jenis tumbuhan yang digunakan dalam penyembuhan, cara pengolahan tumbuhan nya agar berkhasiat menjadi obat. Pengetahuan ini diperoleh secara turun-temurun dan juga melalui penyebarluasan informasi dari mulut-kemulut. Selain masyarakat tahu tentang penggunaan nya masyarakat juga masih


(3)

pengobatan alternatif.

6.2. Saran

Berdasarkan informasi yang telah diungkapkan dalam pembahasan maka peneliti juga merumuskan beberapa saran bagi pemerintah, masyarakat dan juga bagi orang yang ingin melakukan penelitian lanjutan, berikut beberapa saran yang dapat diuraikan:

1. Saran bagi Pemerintah, karena pengobatan tradisional adalah sebuah kearifan lokal yang perlu dilestarikan maka disini harus ada andil pemerintah sebagai pemegang kebijakan (DepKes) melakukan penelitian lanjutan dan merumuskan pengobatan tradisional adalah alternatif yang dianjurkan, khusus nya pemerintah daerah.

2. Saran bagi masyarakat Sungkai Bunga Mayang, pelestarian kearifan lokal ini tidak hanya dilakukan oleh satu pihak saja, tapi harus secara bersama-sama, selain dilestarikan dengan digunakan tapi juga lakukan sebuah bentuk sensus obat kampung, agar ada sebuah bentuk fisik sebagai bentuk dokumen bagi masyarakat Sungkai Bunga Mayang.

3. Saran untuk penelitian lanjutan, karena penelitian ini adalah penelitian aspek budaya, maka pendekatan emosional harus dilakukan, karena tidak semua masyarakat mau memberikan informasi yang di inginkan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. PT. Rineka Cipta, Jakarta. Fauzi Muzaham. 1995. Sosiologi Kesehatan.Universitas Indonesia (UI-Press),

Jakarta.

Foster dan Anderson. 1986. Antropologi Kesehatan. Universitas Indonesia (UI- Press), Jakarta.

Rusdi Muchtar.1994. Manusia dan Lingkungan. Jurnal No.4, 1994

Fauzi Muzaham.1995. Memperkenalkan Sosiologi Kesehatan. Universitas Indonesia, Jakarta.

Ahimsa-Putra, Heddy Shri.2007. Etnosains: Paradigma Fenomenologis untuk Revitalisasi Kearifan Lokal. Yogyakarta:LPPM UGM.

Rina Anggorodi. 2009. Makara Kesehatan, Vol. 13, No. 1, Juni 2009. Universitas Indonesia, Depok.

Djoht, Djekky R. 2001 “Kebudayaan, Penyakit dan Kesehatan di Papua dalam

Perspektif Antropologi Kesehatan” dalam Buletin Populasi Papua, Vol. II. No.4 November 2001. Jayapura. PSK-UNCEN

A.E. Dumatubun. 2002. KEBUDAYAAN, KESEHATAN ORANG PAPUA

DALAM PERSPEKTIF ANTROPOLOGI KESEHATAN”, Antropolgi Papua,

Volume 1. No. 1, Agustus 2002. Universitas Cendrawasi.

Iwan Hadibroto & Syamsir Alam. 2006. Seluk Beluk Pengobatan Alternatif dan Komplementer. VITAHEALTH. PT Bhuana Ilmu Populer, Jakarta.

Faisal, Sanafiah. 1990. Format-format Penelitian Sosial. Rineka Cipta. Jakarta. Hilman Hadikusuma. 1989. Masyarakat dan Adat Budaya Lampung.

Mandar Maju. Bandung.

BPS Lampung Utara. 2011. Lampung Utara Dalam Angka. Lampung

Paradigma sehat. Departemen Kesehatan RI, 1998 BPS Lampung. 2011. Lampung Dalam Angka. Lampung


(5)

Indonesia”. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Budaya, UGM.

Ridwan, Nurma Ali. 2010. “Landasan KeilmuanKearifan Lokal”. http://

www.nusantaraonline.com.

Daeng, H.J. 2008. Manusia, Kebudayaan dan Lingkungan Tinjauan Antropologis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bruce, M. 2007. Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan. Penerjemah: Setiawan B, Dwita Hadi Rami. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali Press. Jakarta.

Anita Rahma Putri. 2013. Sosiologi Pedesaan. ( cintasejarahislam.blogspot.com /2013/07sosiologipedesaan.html). Diakses pada 24 februari 2013, pukul 15.13 WIB.

Lalu Guntur Payasan. 2011. Definisi Dokter, (http://danialprasko.blogspot.com/2011/04/definisi-dokter.html). Diakses Pada Tanggal 19 Februari 2013, pukul 18:15 WIB.

Sayuti Ibrahim. 2010. Asal-usul Gekhal Masing-masing Kelompok Suku Lampung, (http//pubianartikel.blogspot.com/2010/10/asal-usul-gekhal-masing-masing-kelompok-suku-lampung.html) diakses Pada Tanggal 19 Februari 2013, Pukul 20:20 WIB.


(6)

Judul Penelitian : Dukun, Jampe dan Tumbuhan Obat ( Studi Etnomedisin dan Pengetahuan Lokal pada Masyarakat Sungkai Bunga Mayang )

Lokasi Penelitian : Lampung Utara, pada Masyarakat Lampung Yang Bermarga Sungkai Bunga Mayang .

I. Identitas Informan

1. Nama :

2. Jenis Kelamin :

3. Umur :

4. Alamat :

II. Dukun/ Batra (pertanyaan):

1. Kemampuan mengobati diperoleh darimana? 2. Sejak kapan mulai praktek mengobati?

3. Metode pengobatan apa yang digunakan dalam praktek? 4. Sakit dan penyakit apa saja yang bisa diobati?

5. Media apasaja yang digunakan dala mengobati? 6. Tumbuhna obat apa saja yang digunakan?

7. Bagaimana cara mengolah tumbuhan sehingga berkhasiat menjadi obat? III.Masyarakat (pertanyaan):

1. Kalau sedang menderita sakit/penyakit biasanya berobat kemana? 2. Kalau ke Dukun, bagaimana pengobatanya?

3. Tumbuhan obat apa saja yang bapak/ibu ketahui yang masih digunakan sebagai obat?

4. Bagaimana cara pengolahan tumbuhan sehingga berkhasiat menjadi obat? 5. Tau dari mana informasi tentang penggunaan tumbuhan obat?