THE DIFFERENCES OF LAMPUNG LANGUAGE VOCABULARY LEARNING ACHIEVEMENTS BETWEEN USING DEEP DIALOGUE/CRITICAL THINKING LEARNING AND LEARNING INTEREST AT UNDERGRADUATE STUDENTS OF INDONESIA LANGUAGE AND LITERATURE OF FACULTY OF TEACHER TRAINING AND EDUCATION I

(1)

ABSTRACT

THE DIFFERENCES OF LAMPUNG LANGUAGE VOCABULARY LEARNING ACHIEVEMENTS BETWEEN USING DEEP DIALOGUE/CRITICAL THINKING LEARNING AND LEARNING

INTEREST AT UNDERGRADUATE STUDENTS OF INDONESIA LANGUAGE AND LITERATURE OF FACULTY OF TEACHER

TRAINING AND EDUCATION IN LAMPUNG UNIVERSITY By:

A. Effendi Sanusi

The objectives of this research were to analyze (1) the interaction between used learning models and learning interest to vocabulary learning achievement of Lam-pungnese language (VLAL); (2) the differences of VLAL of Indonesian Language and Literature (ILL) students in Faculty of Teacher Training and Education (FTTE) of Lampung University between using Deep Dialogue/Critical Thinking (DD/CT) in Lampungnese language and DD/CT in Indonesian language; (3) the differences of VLAL on students using DD/CT in Lampungnese language and DD/CT in Indonesian language between those students with high interest and low interest learning.

This research used experiment method with 2 x 2 factorial design. Population was all 2010 undergraduate student of Faculty of Teacher Training and Education (FTTE) of Lampung University. Data of Lampungnese language learning interest were collected using a questionnaire consisting of 17 items, and 50 problems of multiple choice test was used to collect data of vocabulary learning achievement of Lampungnese language.

The results showed that there was an interaction between Lampungnese language learning interest and used learning model to VLAL; (2) students’ VLALs who used DD/CT in Lampungnese language were higher than those in Indonesian language; (3) students’ VLALs with high interest in DD/CT learning with Lam-pungnese language were higher than those with Indonesian language; (4) students’ VLALs with low interest in DD/CT learning with Lampungnese language were equal to those with Indonesian language.

Keywords: DD/CT learning, Lampungnese language vocabulary learning achievement


(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pemeliharaan Kebudayaan Lampung mengemukakan bahwa bahasa dan aksara Lampung seba-gai unsur kekayaan budaya wajib dikembangkan (Pasal 7). Pelestarian bahasa dan aksara Lampung dilakukan antara lain melalui pembelajaran bahasa dan aksara Lampung mulai jenjang kanak-kanak, sekolah dasar, dan sekolah menengah (Pa-sal 8).

Jauh sebelum peraturan daerah tersebut ditetapkan, sejak tahun 1990 di beberapa sekolah jenjang pendidikan dasar yang ada di Provinsi Lampung, bahasa Lam-pung telah dijadikan salah satu mata pelajaran untuk mengisi program muatan lo-kal. Bahkan, sejak tahun 1979 di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Univer-sitas Lampung (FKIP Unila), Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, bahasa Lampung telah dijadikan salah satu mata kuliah yang wajib ditempuh oleh mahasiswa strata-1 (S-1) dengan bo-bot tiga satuan kredit semester.

Idealnya, setelah mengikuti pembelajaran bahasa Lampung selama beberapa tahun di pendidikan dasar dan mengikuti perkuliahan selama 1 semester dengan bobot 3 satuan kredit semester di perguruan tinggi, mahasiswa memiliki keterampilan


(3)

berbahasa Lampung. Akan tetapi, kenyataan menunjukkan bahwa hingga saat ini prestasi belajar bahasa Lampung mahasiswa Program S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Unila tergolong rendah. Pada semester ganjil tahun aka-demik 2011/2012 perkuliahan bahasa Lampung diikuti oleh 94 mahasiswa. Dari 94 mahasiswa itu terdapat 32 mahasiswa atau 34,04 % yang belum mencapai standar ketuntasan belajar minimal C. Nilai akhir yang diperoleh mahasiswa adalah sebagai berikut: nilai A = 14 atau 14,89 %, nilai B = 18 atau 19,15 %, nilai C = 30 atau 31,91 %, nilai D = 24 atau 25,53 %, dan nilai E = 8 atau 8,51 %.

Prestasi belajar bahasa Lampung dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya penguasaan kosakata, minat belajar, strategi pembelajaran, media pembelajaran, serta bentuk soal yang digunakan dalam evaluasi. Faktor-faktor ini merupakan suatu sistem yang saling terkait antara faktor yang satu dan faktor yang lain. Jika ada faktor yang diabaikan, proses pembelajaran tidak akan berlangsung dengan baik yang pada akhirnya prestasi belajar mahasiswa akan rendah.

Kosakata memiliki peranan yang sangat vital dalam keterampilan berbahasa. Jika penguasaan kosakata mahasiswa tidak memadai, ia tidak dapat mengomunikasi-kan pikiran dan idenya dengan baik seperti yang diinginmengomunikasi-kan, baik lisan maupun tulisan. Ia tidak bisa mengutarakan dengan baik sesuatu yang ingin disampaikan saat berbicara atau menulis. Dia tidak akan mampu membaca teks, baik yang berupa bahan ajar maupun yang ada di surat kabar dan sebagainya. Bahkan, ia tidak akan dapat memahami siaran yang dipancarkan melalui radio maupun tele-visi. Demikan juga kemampuan dalam menyimak dan membaca akan terkendala oleh penguasaan kosakata yang terbatas. Memiliki kosakata yang memadai


(4)

me-rupakan modal untuk kelancaran berkomunikasi. Jika bahasa diibaratkan tubuh, tatabahasa merupakan tulang yang membentuk rangka, kosakata merupakan da-ging yang membuat tubuh mempunyai bentuk.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa mahasiswa tidak akan dapat ber-komunikasi dalam bahasa Lampung dengan baik kalau penguasaan kosakatanya tidak memadai. Ketidakmampuan sebagian besar mahasiswa untuk berkomunikasi dalam bahasa Lampung salah satu faktor penyebabnya adalah kurangnya pengua-saan kosakata.

Dengan memiliki penguasaan kosakata bahasa Lampung, banyak manfaat yang bisa diperoleh, seperti kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Lampung, dapat menggali nilai-nilai yang bermanfaat bagi kehidupan yang ditulis dalam bahasa Lampung, dan kelak setelah menjadi guru dapat dijadikan bahasa bantu dalam menunjang prestasi belajar bahasa dan sastra Indonesia peserta didik.

Penguasaan kosakata diperoleh melalui belajar. Berbicara tentang belajar, erat kaitannya dengan minat belajar. Minat belajar merupakan salah satu aspek psikis yang dapat mendorong pencapaian tujuan belajar. Seseorang yang memiliki minat terhadap suatu objek, cenderung untuk memberikan perhatian atau merasa senang pada objek tersebut. Minat belajar bahasa Lampung mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses pembelajaran dan prestasi belajar bahasa Lampung. Dengan adanya minat belajar yang tinggi, akan timbul perasaan senang untuk belajar bahasa Lampung dan untuk memperoleh prestasi belajar bahasa Lampung yang maksimal.


(5)

Demikian pula halnya dengan strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran yang digunakan merupakan salah satu penentu keberhasilan proses pembelajaran. Bela-jar akan lebih bermakna jika pebelaBela-jar mengalami apa yang dipelaBela-jari. Pembela-jaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang (Depdiknas, 2006:1). Fenomena pembelajaran yang berkembang di lapangan selama ini masih banyak dosen yang mengajar hanya sekadar menyelesaikan materi tanpa memikirkan apakah yang diberikan itu ber-makna atau ada keterkaitan dengan dunia nyata. Akibatnya, materi yang disampai-kan tidak ada yang terinternalisasi dalam diri mahasiswa, lewat tanpa meninggal-kan bekas apa pun di kepala.

Strategi pembelajaran yang dapat digunakan agar materi yang dibahas bermakna atau ada keterkaitan dengan dunia nyata sangat banyak, di antaranya adalah Deep Dialogue (DD)/Critical Thinking (CT). Pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking terpusat pada mahasiswa, dosen hanya berfungsi sebagai fasilitator. Da-lam pembelajaran ini, interaksi yang terjadi bersifat multiarah: antarmahasiswa dalam kelompok, antarkelompok, dan antara mahasiswa dengan dosen. Dengan demikian, setiap mahasiswa dapat belajar untuk menemukan sendiri pengetahuan yang dituntut dari mereka tanpa dijejali dosen.

Dalam upaya meningkatkan prestasi belajar kosakata bahasa Lampung, perlu dilakukan penelitian. Dari penelitian itu dapat diketahui letak-letak kelemahan pembelajaran. Dengan diketahuinya letak-letak kelemahan itu, prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa dapat ditingkatkan.


(6)

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis (1) interaksi antara strategi pembelajaran yang digunakan dan minat belajar bahasa Lampung terha-dap prestasi belajar kosakata bahasa Lampung, (2) perbedaan prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa Program S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Unila yang dalam pembelajarannya menggunakan Deep Dialo-gue/Critical Thinking berbahasa Lampung dan berbahasa Indonesia, dan (3) per-bedaan prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa Program S-1 Pen-didikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Unila yang dalam pembelajarannya menggunakan Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Lampung dan berbaha-sa Indonesia antara yang memiliki minat belajar tinggi dan yang memiliki minat belajar rendah.

Secara teoretis, penelitian ini mengembangkan konsep, teori, prinsip, dan prosedur teknologi pendidikan untuk meningkatkan prestasi belajar bahasa Lampung maha-siswa. Di samping itu, hasil penelitian ini berguna bagi dosen bahasa pada umum-nya, khususnya berguna bagi dosen bahasa Lampung dalam upaya meningkatkan prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, dapat diidentifikasi masalah-masalah sbb. 1) Perbedaan prestasi belajar kosakata bahasa Lampung antara penggunaan pem- belajaran Deep Dialogue/Critical Thinking serta minat belajar.

2) Perbedaan prestasi belajar kosakata bahasa Lampung antara penggunaan media berteknologi modern (slide projektor dan LCD projektor) dan media konven- sional serta minat belajar.


(7)

3) Perbedaan prestasi belajar kosakata bahasa Lampung yang dalam evaluasinya menggunakan tes esai dan yang menggunakan tes pilihan berganda serta minat belajar.

1.3 Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada butir pertama dari identifikasi masalah di atas, yakni tentang perbedaan prestasi belajar kosakata bahasa Lampung antara penggunaan pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking serta minat belajar. Strategi pem-belajaran dan minat belajar sebagai variabel bebas, prestasi belajar kosakata baha-sa Lampung sebagai variabel terikat.

1.4 Perumusan Masalah

Masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.

1) Adakah interaksi antara minat belajar dan strategi pembelajaran yang diguna- kan terhadap prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa?

2) Apakah prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa yang dalam pembelajarannya menggunakan Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Lampung lebih tinggi daripada prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa yang dalam pembelajarannya menggunakan Deep Dialogue/Criti- cal Thinking berbahasa Indonesia?

3) Apakah prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa yang memiliki minat belajar tinggi dalam pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking ber- bahasa Lampung lebih tinggi daripada prestasi belajar kosakata bahasa Lam-


(8)

pung mahasiswa yang memiliki minat belajar tinggi dalam pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Indonesia?

4) Apakah prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa yang memiliki minat belajar rendah dalam pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Lampung lebih rendah daripada prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa yang memiliki minat belajar rendah dalam pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Indonesia?

1.5 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis hal-hal berikut. 1) Interaksi antara minat belajar dan strategi pembelajaran yang digunakan ter- hadap prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa.

2) Perbedaan prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa yang dalam pembelajarannya menggunakan Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Lampung dan prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa yang da- lam pembelajarannya menggunakan Deep Dialogue/Critical Thinking ber- bahasa Indonesia.

3) Perbedaan prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa yang memi- liki minat belajar tinggi dalam pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Lampung dan prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa yang memiliki minat belajar tinggi dalam pembelajaran Deep Dialogue/Criti- cal Thinking berbahasa Indonesia.


(9)

4) Perbedaan prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa yang memi- liki minat belajar rendah dalam pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Lampung dan prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa yang memiliki minat belajar rendah dalam pembelajaran Deep Dialogue/Criti- cal Thinking berbahasa Indonesia.

1.6 Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini terdiri atas dua macam: kegunaan teoretis dan kegunaan praktis.

1.6.1 Kegunaan Teoretis

Secara teoretis, penelitian ini mengembangkan konsep, teori, prinsip, dan prosedur teknologi pendidikan untuk meningkatkan prestasi belajar bahasa Lampung maha-siswa.

1.6.2 Kegunaan Praktis

Bagi mahasiswa: memperoleh pengalaman pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking. Bagi dosen: memperoleh gambaran mengenai pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Lampung dan pembelajaran Deep Dialo-gue/Critical Thinking berbahasa Indonesia.


(10)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Teori Belajar dan Pembelajaran

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, teori berarti (1) pendapat yang dikemu-kakan sebagai suatu keterangan mengenai suatu peristiwa (kejadian dsb.), (2) asas-asas dan hukum-hukum umum yang menjadi dasar suatu kesenian atau ilmu pengetahuan, dan (3) pendapat tentang cara-cara dan aturan-aturan untuk melaku-kan sesuatu (Pusat Bahasa, 2006:1253). Dengan demikian, teori berarti rancangan gagasan untuk memprediksi dan menjelaskan fenomena-fenomena. Salah satu fe- nomena itu adalah belajar dan pembelajaran yang terjadi dalam dunia pendidikan.

Dalam kehidupan sehari-hari sering dijumpai penggunaan istilah belajar seperti belajar menulis, belajar matematika, belajar menari, dan belajar komputer. Bah-kan, sering dijumpai penggunaan istilah belajar yang sifatnya lebih umum seperti belajar hidup mandiri, belajar menghargai waktu, belajar bermasyarakat, dan bela-jar mengendalikan diri. Istilah belabela-jar akrab dengan kehidupan sehari-hari. Bela-jar merupakan kegiatan yang terjadi pada semua orang tanpa mengenal batas usia dan berlangsung seumur hidup (Sanusi, 2010:33).

Belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku akibat interaksi individu dengan lingkungan. Individu dapat dikatakan telah mengalami proses belajar


(11)

mes-kipun pada dirinya hanya ada perubahan dalam kecenderungan perilaku (De Cecco & Crawford dalam Ali, 2000:14). Perubahan perilaku tersebut mencakup pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan sikap yang dapat maupun tidak da-pat diamati. Perilaku yang dada-pat diamati disebut penampilan (behavioral perfor-mance), sedangkan yang tidak dapat diamati disebut kecenderungan perilaku (be-havioral tendency). Penampilan yang dimaksud dapat berupa kemampuan menje-laskan, menyebutkan, atau melakukan suatu perbuatan.

Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah usaha yang dilaku-kan seseorang secara sengaja melalui interaksi dengan sumber belajar. Hasil ke-giatan belajar berupa perubahan perilaku yang relatif permanen pada diri orang yang belajar. Sebagai pertanda bahwa seseorang telah melakukan proses belajar adalah terjadi perubahan perilaku pada diri orang tersebut. Perubahan sebagai ha-sil kegiatan belajar dapat berkenaan dengan aspek kognitif (pengetahuan), psiko-motor (keterampilan), maupun afektif (nilai dan sikap).

Proses belajar yang berkulitas dan relevan tidak terjadi dengan sendirinya, melain-kan perlu direncanamelain-kan. Belajar merupamelain-kan kegiatan aktif pebelajar dalam mem-bangun makna atau pemahaman sehingga diperlukan dorongan kepada pebelajar dalam membangun gagasan. Oleh karena itu, diperlukan penciptaan lingkungan yang mendorong prakarsa, motivasi, dan tanggung jawab pebelajar untuk belajar sepanjang hayat. Pembelajaran yang melibatkan seluruh indera akan lebih ber-makna dibandingkan dengan satu indera saja (Dryden, G. dan Jeannette V, 2002:195). Hal ini akan memunculkan kreativitas untuk menyelesaikan masalah dengan cara-cara baru dan tidak terpaku pada satu cara saja.


(12)

Kegiatan belajar sering dikaitkan dengan kegiatan mengajar. Dalam percakapan sehari-hari sering terdengar istilah “belajar-mengajar” menjadi satu kesatuan. Ke-dua kegiatan tersebut berkaitan erat. Namun, apakah itu berarti bahwa agar terjadi kegiatan belajar harus selalu ada orang yang mengajar? Benarkah bahwa setiap kegiatan mengajar pasti selalu menghasilkan kegiatan belajar? Jawabannya “be-lum tentu”. Artinya, dalam setiap kegiatan belajar tidak harus selalu ada orang yang mengajar.

Kegiatan belajar bisa saja terjadi walaupun tidak ada kegiatan mengajar. Begitu pula sebaliknya, kegiatan mengajar tidak selalu menghasilkan kegiatan belajar. Ketika guru menjelaskan pelajaran di depan kelas, misalnya, memang terjadi kegiatan mengajar. Akan tetapi, dalam kegiatan itu tidak ada jaminan bahwa telah terjadi kegiatan belajar pada siswa yang diajar. Kegiatan mengajar dikatakan berhasil jika dapat mengakibatkan atau menghasilkan kegiatan belajar pada diri siswa. Jadi, hakikat mengajar adalah usaha guru untuk membuat siswa belajar. Dengan kata lain, mengajar merupakan upaya menciptakan kondisi agar terjadi kegiatan belajar (Sanusi, 2010:34).

Mengajar tidak selalu bermakna ‘kegiatan menyajikan materi pelajaran’. Menyaji-kan materi pelajaran memang merupaMenyaji-kan bagian dari kegiatan mengajar, tetapi bukanlah satu-satunya. Masih banyak cara lain yang dapat dilakukan guru untuk membuat siswa belajar. Peran yang seharusnya dilakukan guru adalah mengusaha-kan agar setiap siswa dapat berinteraksi secara aktif dengan berbagai sumber bela-jar. Guru hanya merupakan salah satu (bukan satu-satunya) sumber belajar bagi siswa. Selain guru, masih banyak sumber belajar yang lain.


(13)

Ada perbedaan yang prinsip antara teori belajar dan teori pembelajaran. Teori belajar adalah deskriptif karena tujuan utamanya memeriksa proses belajar, se-dangkan teori pembelajaran adalah preskriptif karena tujuan utamanya mene-tapkan metode pembelajaran yang optimal (Bruner dalam Budiningsih, 2005:11). Teori belajar lebih fokus pada bagaimana peserta didik belajar sehingga ber-hubungan dengan variabel-variabel yang menentukan hasil belajar. Dalam teori belajar, kondisi dan metode pembelajaran merupakan variabel bebas dan hasil pembelajaran sebagai variabel tergantung. Dengan demikian, dalam pengem-bangan teori belajar, variabel yang diamati adalah hasil belajar sebagai efek dari interaksi antara metode dan kondisi.

Teori pembelajaran adalah goal oriented artinya teori pembelajaran dimaksudkan untuk mencapai tujuan (Reigeluth dalam Budiningsih, 2005:12). Oleh karena itu, variabel yang diamati dalam teori pembelajaran adalah metode yang optimal un-tuk mencapai tujuan. Hasil pembelajaran yang diamati dalam pengembangan teori pembelajaran adalah hasil pembelajaran yang diinginkan (desired outcomes) yang telah ditetapkan lebih dulu. Dengan demikian, teori pembelajaran berisi seperang-kat preskriptif guna mengoptimalkan hasil pembelajaran yang diinginkan di ba-wah kondisi tertentu.

Teori belajar dikelompokkan menjadi dua: teori sebelum abad ke-20 dan teori belajar abad ke-20. Yang termasuk teori belajar sebelum abad ke-20 adalah teori disiplin mental, teori pengembangan alamiah, dan teori apersepsi. Teori belajar sebelum abad ke-20 dikembangkan berdasarkan pemikiran filosofis atau spekula-tif, tanpa dilandasi eksperimen. Teori belajar abad ke-20 dibagi menjadi dua, yaitu


(14)

teori belajar perilaku (behavioristik) dan teori belajar Gestalt-field. Teori belajar perilaku (behavioristik) berlandaskan pada stimulus-respons, sedangkan teori belajar Gestalt-field berlandaskan pada segi kognitif (Ali, 2000:20).

Teori belajar perilaku (behavioristik) di antaranya Teori Classical Conditioning oleh Ivan Petrovich Pavlov dan didukung oleh John Broades Watson, Teori Law Of Effect oleh Edward Lee Thorndike dengan pendukungnya Clark Hull, serta Teori Operant Conditioning oleh Burrhus Frederic Skinner (Herpratiwi, 2009:1— 15). Teori belajar Gestalt-field (teori belajar kognitif) meliputi teori belajar pema-haman konsep oleh Jerome Bruner, teori belajar bermakna oleh Ausubel, teori Hierarki belajar oleh Gagne, dan teori perkembangan oleh Piaget (Herpratiwi, 2009:23—31). Teori Piaget biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar Piaget berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Teori Piaget sangat berkaitan dengan teori belajar konstruktivis-tik. Pandangan konstruktivisme berakar pada teori struktur genetik Piaget.

Menurut filsafat konstruktivisme, siswa memahami dunianya dengan cara meng-hubungkan pengetahuan dan pengalaman dengan apa yang sedang dipelajari. Me-reka membangun makna ketika guru memberikan permasalahan yang relevan, mendorong inkuiri, menyusun kegiatan pembelajaran dari konsep-konsep utama, menghargai sudut pandang siswa, dan menilai hasil belajar siswa. Kondisi belajar yang sesuai dengan filosofi kontruktivisme antara lain: (1) diskusi yang menye-diakan kesempatan agar semua peserta didik mau mengungkapkan gagasan, (2) pengujian dan penelitian sederhana, (3) demonstrasi dan peragaan prosedur


(15)

ilmi-ah, dan (4) kegiatan praktis lain yang memberi peluang peserta didik untuk mem-pertanyakan, memodifikasi, dan mempertajam gagasannya. Dengan demikian, agar peran dan tugas guru dapat berjalan optimal, guru perlu banyak berinteraksi dengan siswa untuk mengetahui apa yang sudah mereka ketahui. Guru kontruk-tivisme tidak pernah akan membenarkan ajarannya dengan mengklaim bahwa ”ini satu-satunya yang benar”. Di dalam sains mereka tidak dapat berkata lebih dari-pada “ini adalah jalan terbaik untuk situasi ini, ini adalah jalan terefektif untuk soal ini sekarang”.

2.1.2 Kosakata Bahasa Lampung

Bahasa Lampung merupakan salah satu bahasa daerah yang ada di Nusantara yang terdapat di Provinsi Lampung. Bahasa Lampung terdiri atas dua dialek, yakni dialek O dan dialek A. Bahasa Lampung dialek O meliputi Abung dan Menggala. Bahasa Lampung dialek A meliputi Waikanan, Sungkai, Melinting, Pubian, Pesi-sir, dan Pemanggilan Jelema Daya.

Berdasarkan kategorinya, kosakata bahasa Lampung dapat dibedakan atas lima jenis: verba, nomina (termasuk di dalamnya pronomina dan numeralia), adjektiva, adverbia, dan kata tugas (Sanusi, 2006:31).

2.1.3 Prestasi Belajar

Prestasi adalah hasil yang telah dicapai: dilakukan, dikerjakan, dsb. (Pusat Baha-sa, 2006:910). Dengan demikian, prestasi belajar berarti kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar. Dengan kata lain, prestasi belajar adalah perubahan tingkah laku yang dimiliki siswa setelah


(16)

mengi-kuti kegiatan pembelajaran. Muhibbin (2004:11) mengemukakan bahwa prestasi belajar merupakan taraf keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes menge-nai sejumlah materi pelajaran tertentu.

Prestasi belajar dapat dikelompokkan dalam lima kategori: (1) Intelektual (intel-lectual skill) yaitu kemampuan untuk berhubungan dengan lingkungan hidup dan dirinya sendiri dalam bentuk representasi, khususnya konsep dan berbagai lam-bang/simbol, (2) Strategi kognitif (cognitive strategy) yaitu kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses internal indivi-du dalam belajar, mengingat, dan berpikir, (3) Informasi verbal (verbal informati-on) yaitu pengetahuan seseorang yang dapat diungkapkan dalam bentuk bahasa lisan dan tulisan, (4) Keterampilan motorik (motor skill) meliputi kemampuan me-lakukan suatu rangkaian gerak-gerik jasmani dalam urutan tertentu dengan meng-adakan koordinasi seluruh anggota badan secara terpadu, dan (5) Sikap (attitude) yaitu kemampuan intelektual untuk mengetahui tingkah laku seseorang dan di-dasari oleh emosi kepercayaan serta faktor intelektual (Winkel dalam Sudjana, 2001:23).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah perubahan tingkah laku yang dicapai mahasiswa sebagai hasil belajar yang meliputi tiga ra-nah yaitu rara-nah kognitif, afektif, dan psikomotor yang dinyatakan dalam bentuk angka atau skor.


(17)

2.1.4 Pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking

Deep dialogue (dialog mendalam) dapat diartikan sebagai percakapan antara dua orang atau lebih yang diwujudkan dalam hubungan interpersonal, saling keter-bukaan, jujur, dan mengandalkan kebaikan; ciritical thinking (berpikir kritis) ada-lah kegiatan berpikir yang dilakukan dengan mengoperasikan potensi intelektual untuk menganalisis, membuat pertimbangan, dan mengambil keputusan secara tepat dan melaksanakannya secara benar (Untari, 2007:1).

Pada bagian lain, Untari (2007:2) mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis Deep Dialogue/Critical Thinking (DD/CT) mengakses paham konstruktivis de-ngan menekankan adanya dialog mendalam dan berpikir kritis. Elemen-elemen dalam menerapkan konstruktivisme meliputi: (1) menghidupkan pengetahuan arti-nya pengetahuan sebelumarti-nya harus dijadikan pertimbangan dalam membelajarkan materi baru; (2) memperoleh pengetahuan dalam arti perolehan tambahan penge-tahuan harus dilakukan secara menyeluruh, bukan berupa paket-paket kecil. Hal ini dapat dianalogikan belajar berenang, peserta didik harus mempraktekkannya, setelah paham akan proses berenang, dosen dapat membelajarkan secara individu-al tentang berbagai gerakan dan gaya berenang; (3) memahami pengetahuan ini berarti peserta didik harus menggali, menemukan dan menguji semua pengetahu-an baru ypengetahu-ang diperoleh. Mereka perlu mendiskusikpengetahu-an dengpengetahu-an dosennya dengpengetahu-an teman, saling membelajarkan, saling mengkritik, serta membantu lainnya mem-perbaiki susunan perolehan pengetahuan yang dibelajarkan; (4) menggunakan pengetahuan artinya peserta didik memperoleh kesempatan memperluas wawasan, menyaring pengetahuan dengan menggunakan berbagai cara dalam bentuk peme-cahan masalah; (5) refleksi pengetahuan yang diperoleh.


(18)

Pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking lebih terpusat pada mahasiswa. Interaksi yang terjadi bersifat multiarah: antarmahasiswa dalam kelompok, antar-kelompok, dan antara mahasiswa dengan dosen. Dengan demikian, setiap maha-siswa dapat belajar untuk menemukan sendiri pengetahuan yang dituntut dari mereka tanpa dijejali dosen.

Menurut Global Dialogue Institute (GDI), Deep Dialogue/Critical Thinking bu-kanlah pendekatan baru, tetapi telah diadaptasikan dari berbagai metode yang ada. Oleh karena itu, DD/CT bisa menggunakan semua metode pembelajaran yang ada sebelumnya seperti belajar aktif atau keterampilan proses. DD/CT dalam pem-belajaran dikonsentrasikan dalam mendapatkan pengetahuan dan pengalaman melalui dialog secara mendalam dan berpikir kritis, tidak saja menekankan ke-aktifan peserta didik pada aspek fisik, tetapi juga aspek intelektual, sosial, mental, emosional, dan spiritual (GDI, 2001:2).

Untari (2007:18) mengemukakan rambu-rambu penerapan pembelajaran DD/CT sebagai berikut.

1) Kegiatan awal

Dalam mengawali pembelajaran dimulai dengan salam, mengemukakan tujuan pembelajaran/standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan dicapai, ke- mudian menggunakan elemen dinamika kelompok untuk membangun komuni- tas, yang bertujuan mempersiapkan peserta didik berkonsentrasi sebelum mengikuti pembelajaran.

2) Kegiatan Inti


(19)

an. Adapun tahap-tahap yang dilalui sebagai berikut. Tahap pertama, dosen melaksanakan kegiatan menggali informasi dengan memperbanyak brain stor- ming dan diskusi dengan mengajukan pertanyaan kompleks untuk menciptakan kondisi dialog mendalam dan berpikir kritis. Pada tahap ini, peserta didik di- latih sekaligus diberi pengalaman melalui proses usaha menemukan informasi, konsep, atau pengertian yang diperlukan dengan mengoptimalkan dialog men- dalam dan berpikir kritis antarsesama. Setiap perbedaan pendapat, pandangan, dan pemikiran merupakan hal yang patut dikomunikasikan dengan tetap meng- hormati eksistensi masing-masing peserta dialog sehingga dalam diri peserta didik tertanam rasa menerima dan menghomati perbedaan, toleransi, empati, dan terbuka. Dalam kegiatan ini, konsep dan definisi tidak diberikan oleh do- sen, tetapi digali oleh peserta didik. Tujuan kegiatan ini adalah (1) memotivasi dan menumbuhkan kesadaran bahwa antara dosen-peserta didik sama-sama belajar. Dosen hanyalah salah satu sumber, peserta didik dan sumber–sumber lain ada di samping dosen; (2) memberi bukti pada peserta didik bahwa ke- mampuan menyusun definisi atau pengertian dari konsep yang bermutu dapat dilakukan oleh peserta didik, tidak kalah bermutunya dengan yang diberikan dosen; (3) memberi pengalaman belajar menuju ketuntatasan belajar bermakna, bukan ketuntasan materi saja. Selanjutnya, dilaksanakan cooperative learning untuk memecahkan permasalahan yang diberikan dosen. Penerapan coopera- tive learning dapat dengan teknik pelaporan ataupun Jigsaw dan STAD (Stu- dent Teams Achievement Division).

Tahap kedua, merupakan tahap umpan balik. Apa pun perolehan belajar pe- serta didik merupakan upaya maksimal mereka. Oleh sebab itu, dosen harus


(20)

mengakui dan memberi penghargaan. Selanjutnya, dilakukan klarifikasi atau penajaman atas temuan peserta didik terarah pada kompetensi dan materi po- kok yang dibelajarkan. Umpan balik dosen dimaksudkan sebagai penegasan fungsi dialog mendalam yang bermuara pada pelaksanaan evaluasi pemahaman peserta didik. Tahap ini sekaligus sebagai bukti bahwa dosen bukan sumber yang “tahu segalanya”; antarpeserta didik dan dosen terjadi saling belajar dan saling membelajarkan.

3) Kegiatan akhir

Tahap ini merupakan tahap pengambilan simpulan dari semua yang telah di- belajarkan, sekaligus penghargaan atas segala aktivitas peserta didik. Di sam- ping itu, pada tahap ini dilakukan penilaian hasil belajar.

2.1.5 Minat Belajar

Minat merupakan kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu; minat timbul karena adanya kebutuhan terhadap sesuatu itu. Hal ini sejalan dengan pendapat Sardiman (2006:76) yang mengatakan bahwa minat merupakan kecenderungan jiwa seseorang kepada sesuatu (yang biasanya disertai perasaan senang) karena ada kepentingan dengan sesuatu itu. Slameto (2005:15) mengatakan bahwa minat adalah kecenderungan jiwa yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang aktivitas atau kegiatan. Seseorang yang berminat terhadap suatu aktivitas akan memperhatikan aktivitas itu secara konsisten dengan rasa senang. Minat merupa-kan salah satu aspek psikis manusia yang dapat mendorong untuk mencapai tuju-an. Seseorang yang memiliki minat terhadap suatu objek, cenderung untuk mem-berikan perhatian atau merasa senang pada objek tersebut. Sebagai suatu aspek


(21)

kejiwaan, minat berfungsi sebagai pendorong dalam berbuat sesuatu yang akan terlihat pada indikator dorongan dari dalam: rasa senang, memberi perhatian, dan berperan serta dalam kegiatan.

Dari beberapa kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa minat belajar adalah suatu keinginan atau kemauan belajar yang disertai perhatian dan keaktifan yang di-sengaja yang akhirnya melahirkan rasa senang dalam perubahan tingkah laku, baik berupa pengetahuan, sikap, maupun keterampilan.

Minat dalam belajar berfungsi sebagai motivating force yaitu sebagai kekuatan yang mendorong siswa untuk belajar. Siswa yang berminat pada pelajaran akan terdorong untuk tekun belajar, berbeda dengan siswa yang sikapnya hanya me-nerima pelajaran. Mereka hanya tergerak untuk mau belajar, tetapi sulit untuk terus tekun karena tidak ada pendorongnya. Oleh sebab itu, untuk memperoleh hasil yang baik dalam belajar, seorang siswa harus mempunyai minat terhadap pelajaran sehingga akan mendorongnya untuk terus belajar.

2.1.6 Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian yang berkenaan dengan penerapan pembelajaran Deep Dialogue/Criti-cal Thinking pernah dilakukan oleh beberapa mahasiswa dan dosen. Pertama, Sri Untari (dosen Jurusan PPKn, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Ma-lang) pada tahun 2007 mengadakan penelitian dengan judul ”Penerapan Pembela-jaran Deep Dialogue Critical Thinking dalam PKn untuk Meningkatkan Aktivitas, Kreativitas, dan Rasa Senang Siswa SD Sriwedari Malang”. Kedua, Feryana Da-mayanti (mahasiswa Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri


(22)

Semarang) pada tahun 2010 mengadakan penelitian dengan judul “Studi Kompa-rasi Hasil Belajar IPS Sejarah Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Temanggung antara yang Diajar dengan Pendekatan Deep Dialogue/Critical Thinking dan Pendekatan Kooperatif Model Think-Pair-Share. Ketiga, Kelibay Arafa (mahasiswa Jurusan Kependidikan Sekolah Dasar dan Prasekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan, Univer-sitas Negeri Malang) mengadakan penelitian dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Deep Dialogue untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pkn Siswa Kelas V Plinggisan I Kraton, Kabupaten Pasuruan”.

Penelitian Sri Untari memperoleh simpulan sebagai berikut. (1) Aktivitas belajar siswa menunjukkan peningkatan selama mengikuti pembelajaran bervariatif de-ngan pendekatan Deep Dialogue/Critical Thinking. Hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa usulan agar model pembelajaran ini terus dikembangkan tidak saja pada mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), tetapi juga mata kuliah lainnya. Mereka sangat antusias dalam mengikuti diskusi, membangun komunitas, dan juga dalam tanya jawab. (2) Kreativitas siswa menunjukkan pe-ningkatan yang ditunjukkan dengan gaya belajarnya yang semula datang, duduk, catat, dan hafal menjadi mengamati, mengidentifikasi, membandingkan, mengana-lisis, menyanyi, bermain peran, menulis, bertanya, berdialog, dan kreatifitas lain-nya, seperti mengusulkan model membangun komunitas yang mampu menghi-langkan kejenuhan, mendatangkan kegembiraan sekaligus relevan dengan topik yang sedang dibicarakan. (3) Rasa senang dalam belajar-mengajar. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dengan pendekatan Deep Dialogue/Critical Thinking dapat meningkatkan interaksi belajar-mengajar, tidak saja antara siswa dengan siswa, tetapi antara siswa dengan kelompok siswa, antara kelompok


(23)

de-ngan kelompok, dan antara siswa dede-ngan dosen sehingga interaksi yang terjadi multiarah. Di samping itu, peningkatan kemampuan siswa untuk membuat laporan diskusi dan aktifitas berdiskusi (evaluasi proses), kalau ini dipupuk terus maka siswa akan mampu bersikap dan berperilaku positif sebagai wujud berkembang-nya wawasan kebangsaan mereka (Sumber: http://lemlit.um.ac.id/wpcontent/up-loads/2009/07/Jurnal Juni-2007.pdf).

Penelitian Feryana Damayanti memperoleh simpulan bahwa hasil belajar IPS Se-jarah dengan pendekataan deep dialogue/critical thinking lebih baik dibandingkan dengan pendekatan kooperatif model think-pair-share. Hasil analisis menunjuk-kan (1) rata-rata hasil belajar IPS Sejarah siswa yang diajar dengan menggunamenunjuk-kan pendekatan deep dialogue/critical thinking adalah 78,54, (2) hasil belajar IPS Sejarah siswa yang diajar dengan pendekatan kooperatif model think-pair-share

adalah 75,46, dan (3) pada uji hipotesis diperoleh t hitung 2,564 > t tabel=1,67 yang berarti ada perbedaan yang signifikan hasil belajar antara kelas yang diajar dengan pendekatan deep dialogue/critical thinking dan pendekataan kooperatif model think-pair-share (Sumber: http://lib.unnes.ac.id/8602/1/11305a.pdf).

Penelitian Kelibay Arafa memperoleh simpulan bahwa penerapan model pembela-jaran Deep Dialog pada mata pelapembela-jaran Pkn materi pokok Keputusan Bersama di kelas VA SDN Plinggisan I memberikan peningkatan hasil belajar. Hasil belajar yang diperoleh siswa dari Siklus I ke siklus II mengalami peningkatan dari rata-rata kelas sebesar 61,09 % meningkat menjadi 62,39 %, dan meningkat lagi menjadi 85,12 %. Hasil belajar siswa mengalami peningkatan dan mencapai target


(24)

yang ditetapkan setelah pembelajaran Deep Dialog diterapkan (Sumber: http: //library.um.ac.id/ptk/index.php?mod=detail&id=43489)

2.2 Kerangka Berpikir

Prestasi belajar kosakata bahasa Lampung dipengaruhi oleh berbagai faktor, di an-taranya adalah minat belajar dan strategi pembelajaran yang digunakan. Minat belajar merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi usaha yang di-lakukan seseorang. Minat belajar yang tinggi akan menimbulkan usaha yang gigih dan tidak mudah putusasa dalam menghadapi tantangan. Jika mahasiswa me-miliki minat belajar tinggi, diduga prestasi belajar kosakatanya akan tinggi pula. Pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Indonesia membuat ke-terlibatan mahasiswa dalam menggunakan bahasa Lampung menjadi kurang mak-simal. Sebaliknya, pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Lampung membuat keterlibatan mahasiswa dalam menggunakan bahasa Lampung bisa maksimal. Diduga prestasi belajar kosakata bahasa Lampung yang dalam pembelajarannya menggunakan Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Lam-pung akan lebih baik.

2.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, dirumuskan hipotesis penelitian sbb. 1) Ada interaksi antara minat belajar dan pembelajaran DD/CT yang digunakan terhadap prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa.

2) Prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa yang dalam pembelajar- annya menggunakan Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Lampung


(25)

lebih tinggi daripada prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa yang dalam pembelajarannya menggunakan Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Indonesia.

3) Prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa yang memiliki minat tinggi dalam pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Lam- pung lebih tinggi daripada prestasi belajar kosakata bahasa Lampung maha- siswa yang memiliki minat tinggi dalam pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Indonesia.

4) Prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa yang memiliki minat rendah dalam pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Indo- nesia lebih rendah daripada prestasi belajar kosakata bahasa Lampung maha- siswa yang memiliki minat rendah dalam pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Lampung.


(26)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa yang dalam pem-belajarannya menggunakan Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Lampung (X1) dan prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa yang dalam pem-belajarannya menggunakan Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Indonesia (X2) serta memperhatikan minat belajar bahasa Lampung tinggi (X3) dan minat belajar bahasa Lampung rendah (X4). Desain penelitian yang digunakan adalah desain faktorial 2 x 2 seperti dikemukakan pada Tabel 1.

Tabel 1

Desain Faktorial 2 x 2

Pembelajaran DDCT Minat Belajar Berbahasa Lampung

(X1)

Berbahasa Indonesia (X2)

Tinggi (X3) X1 X3 X2 X3

Rendah (X4) X1 X4 X2 X4

Keterangan:

X1 X3 Kelompok mahasiswa yang dalam pembelajarannya menggunakan Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Lampung dan minat belajar bahasa Lampungnya tinggi.

X2 X3 Kelompok mahasiswa yang dalam pembelajarannya menggunakan Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Indonesia dan minat belajar bahasa Lampungnya tinggi.


(27)

X1 X4 Kelompok mahasiswa yang dalam pembelajarannya menggunakan Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Lampung dan minat belajar bahasa Lampungnya rendah.

X2 X4 Kelompok mahasiswa yang dalam pembelajarannya menggunakan Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Indonesia dan minat belajar bahasa Lampungnya rendah.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lam-pung pada semester ganjil tahun akademik 2012/2013.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah seluruh mahasiswa Program Strata-1 Pendidikan Baha-sa dan Sastra Indonesia FKIP Unila Angkatan 2010 yang mengambil perkuliahan Bahasa Lampung pada semester ganjil tahun akademik 2012/2013. Populasi ber-jumlah 68 mahasiswa yang terdiri atas dua kelas: kelas A = 34 dan kelas B = 34.

Dari populasi sebanyak 2 kelas, ditentukan 1 kelas sebagai kelas eksperimen dan 1 kelas sebagai kelas kontrol. Dari undian yang dilakukan, terpilih kelas A sebagai kelas eksperimen (pembelajaran menggunakan Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Lampung) dan kelas B sebagai kelas kontrol (pembelajaran mengguna-kan Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Indonesia). Selanjutnya, untuk menentukan sampel, masing-masing kelas diberi angket yang berkenaan dengan minat belajar bahasa Lampung.

Penentuan sampel berdasarkan atas median skor total minat belajar bahasa Lam-pung. Mahasiswa yang skor total minat belajar bahasa Lampungnya ≥ median


(28)

dikelompokkan ke dalam sampel dengan minat belajar bahasa Lampung tinggi dan mahasiswa yang skor totalnya di bawah median dikelompokkan ke dalam sampel dengan minat belajar bahasa Lampung rendah (hasil analisis dicantumkan di Lampiran 4). Berdasarkan hasil analisis di Lampiran 4, diperoleh distribusi sampel pada masing-masing sel seperti terlihat pada Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2

Distribusi Sampel pada Masing-Masing Sel Pembelajaran DDCT

Minat Belajar Berbahasa Lampung Berbahasa Indonesia Jumlah

Tinggi 18 21 39

Rendah 16 13 29

Jumlah 34 34 68

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data minat belajar bahasa Lampung digunakan instrumen mi-nat belajar berbentuk angket. Sebelum digunakan, instrumen diujicobakan di luar sampel untuk mengetahui validitas dan reliabilitas instrumen tersebut. Soal yang dikemukakan dalam uji coba berjumlah 20, diujicobakan pada 30 responden. Ha-sil uji coba dianalisis dengan menggunakan program SPSS. Dari haHa-sil analisis, 3 soal dinyatakan gugur sehingga soal yang digunakan untuk menjaring data hanya 17 soal. Hasil analisis dicantumkan pada Lampiran 3.

Untuk memperoleh data prestasi belajar kosakata bahasa Lampung digunakan instrumen bentuk tes pilihan berganda dengan lima alternatif jawaban (ABCDE). Sebelum digunakan, instrumen diujicobakan di luar sampel untuk mengetahui validitas dan reliabilitas instrumen tersebut. Soal yang diujicobakan berjumlah 75


(29)

buah, diujicobakan pada 40 responden. Hasil uji coba dianalisis dengan meng-gunakan program Anates. Soal yang digunakan untuk mengumpulkan data ber-jumlah 50 butir: soal yang signifikansi koefisien korelasinya  0,304 (batas sig-nifikansi koefisien korelasi menurut program Anates dengan jumlah sampel = 40 dan α = 0,05). Hasil analisis dicantumkan pada Lampiran 3.

3.5 Definisi Konseptual dan Definisi Operasional Variabel 3.5.1 Prestasi Belajar

3.5.1.1 Definisi Konseptual

Prestasi belajar adalah perubahan tingkah laku yang dicapai mahasiswa sebagai hasil belajar. Prestasi belajar dapat dikelompokkan dalam lima kategori: (1) Inte-lektual (intellectual skill) yaitu kemampuan untuk berhubungan dengan lingkung-an hidup dlingkung-an dirinya sendiri dalam bentuk representasi, khususnya konsep dlingkung-an berbagai lambang/simbol, (2) Strategi kognitif (cognitive strategy) yaitu kemam-puan untuk memecahkan masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses internal individu dalam belajar, mengingat, dan berpikir, (3) Informasi verbal (verbal information) yaitu pengetahuan seseorang yang dapat diungkapkan dalam bentuk bahasa lisan dan tulisan, (4) Keterampilan motorik (motor skill) meliputi kemampuan melakukan suatu rangkaian gerak-gerik jasmani dalam urutan ter-tentu dengan mengadakan koordinasi seluruh anggota badan secara terpadu, dan (5) Sikap (attitude) yaitu kemampuan intelektual untuk mengetahui tingkah laku seseorang dan didasari oleh emosi kepercayaan serta faktor intelektual.


(30)

3.5.1.2 Definisi Operasional

Prestasi belajar kosakata bahasa Lampung yang dimaksud dalam penelitian ini adalah skor tes akhir yang diperoleh mahasiswa setelah mengikuti pembelajaran kosakata bahasa Lampung, baik yang pembelajarannya menggunakan Deep Dia-logue/Critical Thinking berbahasa Lampung maupun yang menggunakan Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Indonesia.

3.5.2 Minat Belajar 3.5.2.1 Definisi Konseptual

Minat belajar adalah suatu keinginan atau kemauan belajar yang disertai perhatian dan keaktifan yang disengaja yang akhirnya melahirkan rasa senang dalam per-ubahan tingkah laku, baik berupa pengetahuan, sikap, maupun keterampilan.

3.5.2.2 Definisi Operasional

Minat belajar bahasa Lampung adalah skor yang diperoleh mahasiswa dari angket tentang minat belajar bahasa Lampung sejumlah 17 butir, dengan indikator: per-hatian/intensitas belajar, kesenangan belajar, buku/catatan, dan frekuensi belajar.

Pengelompokan minat belajar bahasa Lampung (tinggi—rendah) didasarkan atas median skor total. Mahasiswa yang skor total minat belajar bahasa Lampungnya ≥ median dikelompokkan ke dalam sampel dengan minat belajar bahasa Lampung tinggi dan mahasiswa yang skor totalnya di bawah median dikelompokkan ke dalam sampel dengan minat belajar bahasa Lampung rendah.


(31)

3.6 Kisi-Kisi Instrumen

Kisi-kisi instrumen Penguasaan Kosakata Bahasa Lampung dikemukakan pada Tabel 3 dan Kisi-Kisi Instrumen Minat Belajar Bahasa Lampung dikemukakan pada Tabel 4 di bawah ini.

Tabel 3 Kisi-Kisi Instrumen

Penguasaan Kosakata Bahasa Lampung

Indikator Nomor pada Instrumen Jumlah

Soal

Jumlah Skor 1. Verba 1 8 15 22 29 35 6 12 2. Nomina 2 9 16 23 30 36 41 46 8 16 3. Pronomina 3 10 17 24 31 37 42 7 14

4. Numeralia 4 11 18 25 4 8

5. Adjektiva 5 12 19 26 32 38 43 47 50 9 18 6. Adverbia 6 13 20 27 33 39 44 48 8 16 7. Kata Tugas 7 14 21 28 34 40 45 49 8 16 Jumlah = 50 100

Tabel 4 Kisi-Kisi Instrumen Minat Belajar Bahasa Lampung

Indikator Nomor pada Instrumen Jumlah

Perhatian/Intensitas Belajar 1 5 6 13 17 5 Kesenangan Belajar 2 4 12 14 15 16 6

Buku/Catatan 3 8 11 3

Frekuensi Belajar 7 9 10 3

Jumlah = 17

3.7 Kalibrasi Instrumen

Instrumen penelitian disusun dengan berpedoman pada kisi-kisi instrumen. Se-belum digunakan, baik instrumen Penguasaan Kosakata Bahasa Lampung maupun instrumen Minat Belajar Bahasa Lampung diujicobakan pada sejumlah responden


(32)

di luar sampel. Kalibrasi dilakukan untuk menentukan validitas dan reliabilitas instrumen tersebut. Untuk instrumen Penguasaan Kosakata Bahasa Lampung, kalibrasi dilakukan dengan menggunakan program Anates Pilihan Ganda Versi 4.0.9. Untuk instrumen Minat Belajar Bahasa Lampung, kalibrasi dilakukan dengan menggunakan program SPSS.

3.8 Teknik Analisis Data

Data dianalisis dengan tahap-tahap sebagai berikut: (1) deskripsi data, (2) uji persyaratan analisis, dan (3) pengujian hipotesis.

3.8.1 Deskripsi Data

Deskripsi data meliputi data kemampuan awal, data minat belajar, dan data pres-tasi belajar kosakata bahasa Lampung, baik data di kelas eksperimen maupun data di kelas kontrol.

3.8.2 Uji Persyaratan Analisis

Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, dilakukan uji persyaratan analisis yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas.

3.8.2.1 Uji Normalitas

Untuk mengetahui normal atau tidaknya sebaran data, dilakukan uji normalitas. Data hasil penelitian yang diuji normalitasnya terdiri atas empat kelompok: (1) kelompok mahasiswa yang dalam pembelajarannya menggunakan Deep Dialo-gue/Critical Thinking berbahasa Lampung dan minat belajar bahasa Lampungnya tinggi, (2) kelompok mahasiswa yang dalam pembelajarannya menggunakan Deep Dialogue/CriticalThinking berbahasa Lampung dan minat belajar bahasa


(33)

Lam-pungnya rendah, (3) kelompok mahasiswa yang dalam pembelajarannya meng-gunakan Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Indonesia dan minat belajar bahasa Lampungnya tinggi, dan (4) kelompok mahasiswa yang dalam pembela-jarannya menggunakan Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Indonesia dan minat belajar bahasa Lampungnya rendah.

Teknik yang digunakan untuk menguji normalitas adalah program SPSS 16.0 for windows: uji Kolmogorov Smirnov. Pengambilan keputusan pada Kolmogorov Smirnov berpedoman pada ketentuan berikut. Jika nilai signifikansi (sig.) < 0,05, artinya data bukan berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Sebaliknya, jika nilai signifikansi (sig.) > 0,05, berarti data berasal dari populasi yang ber-distribusi normal. Uji Normalitas yang dilakukan memperoleh hasil sebagaimana dicantumkan pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil Uji Normalitas

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. DDCT Bhs Lamp 1 0,198 13 0,175 0,879 13 0,069 DDCT Bhs Lamp 2 0,202 13 0,148 0,867 13 0,047 DDCT Bhs Ind 1 0,192 13 0,200* 0,937 13 0,416 DDCT Bhs Ind 2 0,205 13 0,139 0,927 13 0,310 a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance

Hasil uji normalitas yang dikemukakan pada Tabel 5 menunjukkan bahwa signi-fikansi DDCT Bahasa Lampung 1 = 0,175, DDCT Bahasa Lampung 2 = 0,148, DDCT Bahasa Indonesia 1 = 0,200, dan DDCT Bahasa Indonesia 2 = 0,139. Nilai


(34)

signifikansi yang diperoleh dari keempat kelompok sampel tersebut > 0,05. Ini berarti bahwa keempat kelompok sampel tersebut berasal dari populasi yang ber-distribusi normal. Jika digambarkan dalam bentuk grafik, sebaran data mem-bentuk garis lurus seperti terlihat pada gambar 1—4 di bawah ini.

Gambar 1: Plot distribusi data prestasi belajar kosakata bahasa Lampung maha- siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan DDCT berbahasa Lampung dan minat belajar bahasa Lampungnya tinggi

Gambar 2: Plot distribusi data prestasi belajar kosakata bahasa Lampung maha- siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan DDCT berbahasa Lampung dan minat belajar bahasa Lampungnya rendah


(35)

Gambar 3: Plot distribusi data prestasi belajar kosakata bahasa Lampung maha- siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan DDCT berbahasa Indonesia dan minat belajar bahasa Lampungnya tinggi

Gambar 4: Plot distribusi data prestasi belajar kosakata bahasa Lampung maha- siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan DDCT berbahasa Indonesia dan minat belajar bahasa Lampungnya rendah


(36)

3.8.2.2 Uji Homogenitas

Uji homogenitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah kelompok data sampel berasal dari populasi yang memiliki variansi yang homogen (sama) atau tidak. Teknik yang digunakan untuk menguji homogenitas adalah program SPSS 16.0 for windows: test of homogeneity of variances dengan uji levene statistic. Peng-ambilan keputusan berpedoman pada ketentuan berikut. Jika nilai signifikansi (sig.) < 0,05, artinya data tidak memiliki variansi yang homogen (tidak sama) dan jika nilai signifikansi (sig.) > 0,05, berarti data memiliki variansi yang homogen. Hasil uji homogenitas dikemukakan pada Tabel 6.

Tabel 6

Hasil Uji Homogenitas Varians Prestasi Kosakata Bahasa Lampung

Levene Statistic df1 df2 Sig.

0,830 3 55 0,483

Hasil uji homogenitas yang dikemukakan pada Tabel 6 menunjukkan nilai Leve-ne Statistic = 0,830 dan nilai signifikansi = 0,483. Nilai signifikansi sebesar 0,483 > 0,05. Ini berarti bahwa sampel memiliki varians yang homogen.

Pengujian persyaratan analisis memperoleh hasil bahwa sampel berasal dari popu-lasi yang berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen. Dengan demi-kian, persyaratan dalam pengujian statistik parametrik terpenuhi.


(37)

3.9 Hipotesis Statistik

Hipotesis statistik penelitian ini adalah sebagai berikut.

Hipotesis 1

H0: Tidak ada interaksi antara minat belajar bahasa Lampung dan pembelajaran yang digunakan terhadap prestasi belajar kosakata bahasa Lampung maha- siswa.

H1: Ada interaksi antara minat belajar bahasa Lampung dan pembelajaran yang digunakan terhadap prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa.

Hipotesis Statistik H0: A * B = 0 H1: A * B ≠ 0

A = Pembelajaran DDCT Berbahasa Lampung atau DDCT Berbahasa Indo- nesia pada siswa dengan minat belajar bahasa Lampung tinggi/rendah. B = Prestasi belajar kosakata bahasa Lampung

Kriteria Uji:

Jika nilai signifikansi interaksi pembelajaran * minat belajar bahasa Lampung < 0,05, H0 ditolak. Dalam hal selain itu, H0 diterima.

Hipotesis 2

H0: Prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa yang dalam pembela- jarannya menggunakan Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Lampung sama dengan prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa yang da-


(38)

lam pembelajarannya menggunakan Deep Dialogue/Critical Thinking ber- bahasa Indonesia.

H1: Prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa yang dalam pembela- jarannya menggunakan Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Lampung lebih tinggi daripada prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa yang dalam pembelajarannya menggunakan Deep Dialogue/Critical Thin- king berbahasa Indonesia.

Hipotesis Statistik H0:  X1 =  X2 H1:  X1 >  X2

 X1 Skor rata-rata mahasiswa yang dalam pembelajarannya menggunakan Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Lampung.

 X2 Skor rata-rata mahasiswa yang dalam pembelajarannya menggunakan Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Indonesia.

Kriteria Uji:

H0 ditolak jika nilai signifikansi < 0,05. Berarti ada perbedaan yang signifikan antara pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Lampung dan pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Indonesia.

Hipotesis 3

H0: Prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa yang memiliki minat tinggi dalam pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Lam- pung sama dengan prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa


(39)

yang memiliki minat tinggi dalam pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Indonesia.

H1: Prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa yang memiliki minat tinggi dalam pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Lam- pung lebih tinggi daripada prestasi belajar kosakata bahasa Lampung maha- siswa yang memiliki minat tinggi dalam pembelajaran Deep Dialogue/Criti- cal Thinking berbahasa Indonesia.

Hipotesis Statistik H0:  X1 X3 =  X2 X3 H1:  X1 X3 >  X2 X3

X1 X3 Skor rata-rata mahasiswa yang dalam pembelajarannya menggunakan Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Lampung dan minat bela- jar bahasa Lampungnya tinggi.

X2 X3 Skor rata-rata mahasiswa yang dalam pembelajarannya menggunakan Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Indonesia dan minat bela- jar bahasa Lampungnya tinggi.

Kriteria Uji:

H0 ditolak jika nilai signifikansi (2-tailed) < 0,025. Berarti, prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa yang memiliki minat tinggi dalam pem- belajaran Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Lampung lebih tinggi daripada prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa yang memiliki minat tinggi dalam pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Indonesia.


(40)

Hipotesis 4

H0: Prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa yang memiliki minat rendah dalam pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Indo- nesia sama dengan prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa yang memiliki minat rendah dalam pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Lampung.

H1: Prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa yang memiliki minat rendah dalam pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Indo- nesia lebih rendah daripada prestasi belajar kosakata bahasa Lampung maha- siswa yang memiliki minat rendah dalam pembelajaran Deep Dialogue/Criti- cal Thinking berbahasa Lampung.

Hipotesis Statistik H0:  X1 X4 =  X2 X4 H1:  X1 X4 >  X2 X4

X1 X4 Skor rata-rata mahasiswa yang dalam pembelajarannya menggunakan Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Indonesia dan minat bela- jar bahasa Lampungnya rendah.

X2 X4 Skor rata-rata mahasiswa yang dalam pembelajarannya menggunakan Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Lampung dan minat bela- jar bahasa Lampungnya rendah.

Kriteria Uji:

Jika nilai signifikansi (2-tailed) < 0,025, H0 ditolak. Berarti, prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa yang memiliki minat rendah dalam


(41)

pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Indonesia lebih rendah daripada prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa yang memiliki minat rendah dalam pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Lampung.


(42)

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data, penelitian ini memperoleh empat simpulan. 1) Ada interaksi antara minat belajar bahasa Lampung dan pembelajaran yang digunakan terhadap prestasi belajar kosakata bahasa Lampung. Ini berarti ada pengaruh minat belajar bahasa Lampung dan pembelajaran Deep Dialogue/ Critical Thinking terhadap prestasi belajar kosakata bahasa Lampung maha- siswa.

2) Prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa yang dalam pembela- jarannya menggunakan Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Lampung lebih tinggi daripada prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa yang dalam pembelajarannya menggunakan Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Indonesia. Ini berarti prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa yang dibelajarkan dengan Deep Dialogue/Critical Thinking ber- bahasa Lampung akan lebih baik daripada prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa yang dalam pembelajarannya menggunakan Deep Dialo- gue/Critical Thinking berbahasa Indonesia.

3) Prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa yang memiliki minat tinggi dalam pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Lam-


(43)

pung lebih tinggi daripada prestasi belajar kosakata bahasa Lampung maha- siswa yang memiliki minat tinggi dalam pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Indonesia. Ini berarti mahasiswa yang memiliki minat belajar bahasa Lampung tinggi akan lebih baik prestasi belajar kosakata baha- sa Lampungnya jika dibelajarkan dengan pembelajaran Deep Dialogue/Criti- cal Thinking berbahasa Lampung.

4) Prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa yang memiliki minat rendah dalam pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Lam- pung sama dengan prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa yang memiliki minat rendah dalam pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Indonesia. Ini berarti prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa yang memiliki minat belajar bahasa Lampung rendah, dibelajarkan dengan Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa lampung maupun dengan Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Indonesia akan menghasilkan prestasi belajar kosakata bahasa Lampung yang sama saja.

5.2 Implikasi

Implikasi dari simpulan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Agar prestasi belajar kosakata bahasa Lampung mahasiswa meningkat, dalam pembelajaran bahasa Lampung, dosen perlu mempertimbangkan strategi pem- belajaran yang digunakan. Banyak strategi pembelajaran yang dapat digunakan untuk mendorong mahasiswa memahami kosakata bahasa Lampung, satu di antaranya adalah Deep Dialogue/Critical Thinking.


(44)

2) Agar minat belajar bahasa Lampung mahasiswa meningkat, strategi pembela- jaran yang digunakan hendaklah yang interaktif, variatif, dan inovatif; pem- belajaran yang memungkinkan mahasiswa berekspresi dalam bahasa Lampung, baik secara lisan maupun tulisan.

3) Dosen yang mengampu mata kuliah bahasa Lampung sebaiknya melaksanakan pembelajaran dengan bahasa Lampung. Mahasiswa belajar bahasa secara ko- munikatif, tidak semata-mata dijejali dengan teori-teori kebahasaan yang cen- derung membosankan. Mahasiswa belajar berkomunikasi di kelas bersama teman-temannya tentang tema tertentu dalam suasana santai dan wajar seperti berkomunikasi sehari-hari secara aktif.

4) Simpulan keempat penelitian ini adalah prestasi belajar kosakata bahasa Lam- pung mahasiswa yang memiliki minat rendah dalam pembelajaran Deep Dialo- gue/Critical Thinking berbahasa Lampung sama dengan prestasi belajar kosa- kata bahasa Lampung mahasiswa yang memiliki minat rendah dalam pem- belajaran Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Indonesia. Implikasi dari simpulan itu, dosen yang mengampu mata kuliah bahasa Lampung perlu meningkatkan minat belajar bahasa Lampung mahasiswa agar prestasi belajar kosakata bahasa Lampungnya bisa lebih baik.

5.3 Saran

Berdasarkan simpulan penelitian, diajukan saran-saran sebagai berikut.

1) Dosen pengampu mata kuliah bahasa Lampung seyogianya menggunakan stra- tegi pembelajaran yang dapat memberi peluang sebanyak mungkin kepada


(45)

mahasiswa untuk berlatih menggunakan bahasa Lampung. Satu di antara stra- tegi pembelajaran tersebut adalah Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Lampung.

2) Pada umumnya, mahasiswa menyenangi lagu. Untuk menumbuhkan minat belajar bahasa Lampung mahasiswa dan untuk memperluas perbendaharaan kosakata bahasa Lampung mereka, lagu-lagu Lampung bisa dijadikan salah satu media pembelajaran. Dengan adanya rasa ketertarikan ini, mahasiswa akan berminat untuk mengikuti pembelajaran, bersemangat untuk belajar, dan tidak merasa jenuh. Dengan demikian, diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar bahasa Lampung mahasiswa.


(46)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, H.M. 2000. Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Al- gensindo

Arafa, Kelibay. 2010. “Penerapan Model Pembelajaran Deep Dialogue untuk Me- ningkatkan Hasil Belajar Pkn Siswa Kelas V Plinggisan I Kraton, Kabu- paten Pasuruan”. http: //library.um.ac.id/ptk/index.php?mod=detail&id= 43489).

Budiningsih, C.A. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Depdiknas. 2006. Pengembangan Model Pembelajaran yang Efektif. Jakarta: Di- rektorat Pembinaan SMP, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Dryden, G. dan Jeannette V. 2002. Revolusi Cara Belajar (The Learning Revolu- tion): Belajar akan Efektif Kalau Anda dalam Keadaan “Fun” Bagian I: Keajaiban Pikiran. Penerjemah: Ahmad Baiquni. Bandung: Kaifa Dantes, Nyoman. 2001. ”Teori-Teori Belajar, Teori-Teori Instruksional, dan Model-Model Pembelajaran”. Kumpulan Makalah STKIP Singaraja. Depdiknas. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur, Balitbang Depdiknas

DePorter, B. 2002. Quantum Teaching: Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang Kelas. Penerjemah: Ary Nilandari. Edisi 1. Cetakan ke-10. Ban- dung: Kaifa

Damayanti, Feryana. 2010. “Studi Komparasi Hasil Belajar IPS Sejarah Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Temanggung antara yang Diajar dengan Pende- katan Deep Dialogue/Critical Thinking dan Pendekatan Kooperatif Model Think-Pair-Share”. http://lib.unnes.ac.id/8602/1/11305a.pdf).

Gagne Robert M. 2002. Essential og Learning for Instructioan. Terjemahan Abdillah Hanafi dan Abdul Manan. Surabaya: Usaha Nasional.

Global Dialogue Institute. 2001. Deep Dialogue/Critical Thinking as Instructional Approach. Disajikan pada TOT Pendidikan Anak Seutuhnya di Malang 1—11 Juli 2001.


(47)

Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Universitas Diponegoro.

Herpratiwi. 2009. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Hardjana. 2004. Kiat Sukses di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Kanisius.

Joyce, Bruce, Marsha Weil, and Emily Calhoun. 2009. Model of Teaching. New York: Pearson.

Miarso, Yusufhadi. 2007. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Pus- tekkom Diknas bekerja sama dengan Prenada Media.

Prawiradilaga, Dewi Salma dan Eveline Siregar. 2007. Mozaik Teknologi Pen- didikan. Jakarta: UNJ bekerja sama dengan Kencana Prenada Media Group.

Prawiradilaga, Dewi Salma. 2008. Prinsip Disain Pembelajaran. Jakarta: UNJ bekerja sama dengan Kencana Prenada Media Group.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2007 tentang Pedoman Peles- tarian dan Pengembangan Adat Istiadat dan Nilai Sosial Budaya Masya- rakat.

Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pemeliharaan Kebudayaan Lampung.

Pusat Bahasa. 2006. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Rivers, Wilga M. 2003. Interactive Language Teaching. Cambridge: University Press.

Rosyada, Dede. 2007. Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah Model Pe- libatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: Kencana. Seels, Barbara B. dan Rita C. Richey. 2004. Teknologi Pembelajaran: Definisi dan Kawasannya (Terjemahan). Jakarta: Ikatan Profesi Teknologi Pendidik- an Indonesia.

Senge, Peter M. 2002. Buku Pegangan Disiplin Kelima: Strategi dan Alat-Alat untuk Membangun Organisasi Pembelajaran (Edisi Bahasa Indonesia). Batam: Interaksara.

Sadia, I W. 2006. ”Model Pembelajaran Konstruktivistik (Suatu Model Pembela- jaran Berdasarkan Paradigma Konstruktivisme)”. Materi Perkuliahan Lan- dasan Pembelajaran. PPS Undiksha Singaraja


(48)

Slameto. 2005. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rine- ka Cipta.

Sanusi, A. Effendi et al. 2000. “Tata Bahasa Lampung Dialek Pubian”. Jakarta: Laporan Penelitian Pusat Bahasa.

Sanusi, A. Effendi. 2000. “Fonologi Bahasa Lampung”. Bandar Lampung: Buku Ajar FKIP Unila.

---. 2003. “Morfologi Bahasa Lampung”. Bandar Lampung: Buku Ajar FKIP Unila.

---. 2004. Penilaian Pengajaran Bahasa dan Sastra. Bandar Lam- pung: Gunung Pesagi.

---. 2006. “Tata-Bahasa Bahasa Lampung”. Bandar Lampung: Buku Ajar FKIP Unila.

---. 2010. “Pembelajaran dan Telaah Sumber Belajar Bahasa dan Sastra Indonesia”. Bandar Lampung: Buku Ajar FKIP Unila

---. 2011. “Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesia”. Bandar Lampung: Buku Ajar FKIP Unila.

Sudjana, Nana. 2001. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Re- maja Rosdakarya.

Sardiman, A.M. 2006. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja- wali.

Tarigan, Henry Guntur. 2003. Strategi Pengajaran dan Pembelajaran Bahasa. Bandung: Angkasa.

Tilaar, H.A.R. 2004. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta.

Untari, Sri. 2002. Pendekatan Deep Dialogue/Critical Thinking. Jakarta: Dirjen- dikdasmen, PPPG IPS dan PMP.

---. 2007. Pembelajaran Inovatif Berbasis Deep Dialogue/Critical Thinking. http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/12/pembelajaran- inovatif-berbasis-deep-dialoguecritical-thinking/.

---2007a. Penerapan Pembelajaran Deep Dialogue Critical Thin- king dalam PKn untuk Meningkatkan Aktivitas, Kreativitas, dan Rasa Se- nang Siswa SD Sriwedari Malang. http://lemlit.um.ac.id/wpcontent/uploads/ 2009/07/Jurnal Juni-2007.pdf).


(49)

UPT Pelayanan Pendidikan Unila. 2005. Pedoman Penulisan GBPP, SAP, dan Bahan Ajar. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Universitas Lampung. 2008. Format Penulisan Karya Ilmiah. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Uno, B. Hamzah. 2011. Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.


(1)

2) Agar minat belajar bahasa Lampung mahasiswa meningkat, strategi pembela- jaran yang digunakan hendaklah yang interaktif, variatif, dan inovatif; pem- belajaran yang memungkinkan mahasiswa berekspresi dalam bahasa Lampung, baik secara lisan maupun tulisan.

3) Dosen yang mengampu mata kuliah bahasa Lampung sebaiknya melaksanakan pembelajaran dengan bahasa Lampung. Mahasiswa belajar bahasa secara ko- munikatif, tidak semata-mata dijejali dengan teori-teori kebahasaan yang cen- derung membosankan. Mahasiswa belajar berkomunikasi di kelas bersama teman-temannya tentang tema tertentu dalam suasana santai dan wajar seperti berkomunikasi sehari-hari secara aktif.

4) Simpulan keempat penelitian ini adalah prestasi belajar kosakata bahasa Lam- pung mahasiswa yang memiliki minat rendah dalam pembelajaran Deep Dialo- gue/Critical Thinking berbahasa Lampung sama dengan prestasi belajar kosa- kata bahasa Lampung mahasiswa yang memiliki minat rendah dalam pem- belajaran Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Indonesia. Implikasi dari simpulan itu, dosen yang mengampu mata kuliah bahasa Lampung perlu meningkatkan minat belajar bahasa Lampung mahasiswa agar prestasi belajar kosakata bahasa Lampungnya bisa lebih baik.

5.3 Saran

Berdasarkan simpulan penelitian, diajukan saran-saran sebagai berikut.

1) Dosen pengampu mata kuliah bahasa Lampung seyogianya menggunakan stra- tegi pembelajaran yang dapat memberi peluang sebanyak mungkin kepada


(2)

62

mahasiswa untuk berlatih menggunakan bahasa Lampung. Satu di antara stra- tegi pembelajaran tersebut adalah Deep Dialogue/Critical Thinking berbahasa Lampung.

2) Pada umumnya, mahasiswa menyenangi lagu. Untuk menumbuhkan minat belajar bahasa Lampung mahasiswa dan untuk memperluas perbendaharaan kosakata bahasa Lampung mereka, lagu-lagu Lampung bisa dijadikan salah satu media pembelajaran. Dengan adanya rasa ketertarikan ini, mahasiswa akan berminat untuk mengikuti pembelajaran, bersemangat untuk belajar, dan tidak merasa jenuh. Dengan demikian, diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar bahasa Lampung mahasiswa.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, H.M. 2000. Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Al- gensindo

Arafa, Kelibay. 2010. “Penerapan Model Pembelajaran Deep Dialogue untuk Me- ningkatkan Hasil Belajar Pkn Siswa Kelas V Plinggisan I Kraton, Kabu- paten Pasuruan”. http: //library.um.ac.id/ptk/index.php?mod=detail&id= 43489).

Budiningsih, C.A. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Depdiknas. 2006. Pengembangan Model Pembelajaran yang Efektif. Jakarta: Di- rektorat Pembinaan SMP, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Dryden, G. dan Jeannette V. 2002. Revolusi Cara Belajar (The Learning Revolu- tion): Belajar akan Efektif Kalau Anda dalam Keadaan “Fun” Bagian I: Keajaiban Pikiran. Penerjemah: Ahmad Baiquni. Bandung: Kaifa Dantes, Nyoman. 2001. ”Teori-Teori Belajar, Teori-Teori Instruksional, dan Model-Model Pembelajaran”. Kumpulan Makalah STKIP Singaraja. Depdiknas. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur, Balitbang Depdiknas

DePorter, B. 2002. Quantum Teaching: Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang Kelas. Penerjemah: Ary Nilandari. Edisi 1. Cetakan ke-10. Ban- dung: Kaifa

Damayanti, Feryana. 2010. “Studi Komparasi Hasil Belajar IPS Sejarah Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Temanggung antara yang Diajar dengan Pende- katan Deep Dialogue/Critical Thinking dan Pendekatan Kooperatif Model Think-Pair-Share”. http://lib.unnes.ac.id/8602/1/11305a.pdf).

Gagne Robert M. 2002. Essential og Learning for Instructioan. Terjemahan Abdillah Hanafi dan Abdul Manan. Surabaya: Usaha Nasional.

Global Dialogue Institute. 2001. Deep Dialogue/Critical Thinking as Instructional Approach. Disajikan pada TOT Pendidikan Anak Seutuhnya di Malang 1—11 Juli 2001.


(4)

64

Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Universitas Diponegoro.

Herpratiwi. 2009. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Hardjana. 2004. Kiat Sukses di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Kanisius.

Joyce, Bruce, Marsha Weil, and Emily Calhoun. 2009. Model of Teaching. New York: Pearson.

Miarso, Yusufhadi. 2007. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Pus- tekkom Diknas bekerja sama dengan Prenada Media.

Prawiradilaga, Dewi Salma dan Eveline Siregar. 2007. Mozaik Teknologi Pen- didikan. Jakarta: UNJ bekerja sama dengan Kencana Prenada Media Group.

Prawiradilaga, Dewi Salma. 2008. Prinsip Disain Pembelajaran. Jakarta: UNJ bekerja sama dengan Kencana Prenada Media Group.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2007 tentang Pedoman Peles- tarian dan Pengembangan Adat Istiadat dan Nilai Sosial Budaya Masya- rakat.

Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pemeliharaan Kebudayaan Lampung.

Pusat Bahasa. 2006. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Rivers, Wilga M. 2003. Interactive Language Teaching. Cambridge: University Press.

Rosyada, Dede. 2007. Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah Model Pe- libatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: Kencana. Seels, Barbara B. dan Rita C. Richey. 2004. Teknologi Pembelajaran: Definisi dan Kawasannya (Terjemahan). Jakarta: Ikatan Profesi Teknologi Pendidik- an Indonesia.

Senge, Peter M. 2002. Buku Pegangan Disiplin Kelima: Strategi dan Alat-Alat untuk Membangun Organisasi Pembelajaran (Edisi Bahasa Indonesia). Batam: Interaksara.

Sadia, I W. 2006. ”Model Pembelajaran Konstruktivistik (Suatu Model Pembela- jaran Berdasarkan Paradigma Konstruktivisme)”. Materi Perkuliahan Lan- dasan Pembelajaran. PPS Undiksha Singaraja


(5)

Slameto. 2005. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rine- ka Cipta.

Sanusi, A. Effendi et al. 2000. “Tata Bahasa Lampung Dialek Pubian”. Jakarta: Laporan Penelitian Pusat Bahasa.

Sanusi, A. Effendi. 2000. “Fonologi Bahasa Lampung”. Bandar Lampung: Buku Ajar FKIP Unila.

---. 2003. “Morfologi Bahasa Lampung”. Bandar Lampung: Buku Ajar FKIP Unila.

---. 2004. Penilaian Pengajaran Bahasa dan Sastra. Bandar Lam- pung: Gunung Pesagi.

---. 2006. “Tata-Bahasa Bahasa Lampung”. Bandar Lampung: Buku Ajar FKIP Unila.

---. 2010. “Pembelajaran dan Telaah Sumber Belajar Bahasa dan Sastra Indonesia”. Bandar Lampung: Buku Ajar FKIP Unila

---. 2011. “Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesia”. Bandar Lampung: Buku Ajar FKIP Unila.

Sudjana, Nana. 2001. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Re- maja Rosdakarya.

Sardiman, A.M. 2006. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja- wali.

Tarigan, Henry Guntur. 2003. Strategi Pengajaran dan Pembelajaran Bahasa. Bandung: Angkasa.

Tilaar, H.A.R. 2004. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta.

Untari, Sri. 2002. Pendekatan Deep Dialogue/Critical Thinking. Jakarta: Dirjen- dikdasmen, PPPG IPS dan PMP.

---. 2007. Pembelajaran Inovatif Berbasis Deep Dialogue/Critical Thinking. http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/12/pembelajaran- inovatif-berbasis-deep-dialoguecritical-thinking/.

---2007a. Penerapan Pembelajaran Deep Dialogue Critical Thin- king dalam PKn untuk Meningkatkan Aktivitas, Kreativitas, dan Rasa Se- nang Siswa SD Sriwedari Malang. http://lemlit.um.ac.id/wpcontent/uploads/ 2009/07/Jurnal Juni-2007.pdf).


(6)

66

UPT Pelayanan Pendidikan Unila. 2005. Pedoman Penulisan GBPP, SAP, dan Bahan Ajar. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Universitas Lampung. 2008. Format Penulisan Karya Ilmiah. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Uno, B. Hamzah. 2011. Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.


Dokumen yang terkait

THE DIFFERENCES OF LAMPUNG LANGUAGE VOCABULARY LEARNING ACHIEVEMENTS BETWEEN USING DEEP DIALOGUE/CRITICAL THINKING LEARNING AND LEARNING INTEREST AT UNDERGRADUATE STUDENTS OF INDONESIA LANGUAGE AND LITERATURE OF FACULTY OF TEACHER TRAINING AND EDUCATION I

0 12 49

THE CORRELATION BETWEEN LANGUAGE LEARNING STRATEGIES OF READING AND STUDENTS’ ACHIEVEMENT IN READING ENGLISH AND INDONESIA AT THIRD YEAR STUDENTS OF SMAN 1 TERBANGGI BESAR

0 3 57

THE USE OF VOCABULARY LEARNING STRATEGIES AND VOCABULARY SIZE OF THE SECOND GRADE STUDENTS AT MAN 1 BANDAR LAMPUNG

2 10 54

THE IMPLEMENTATION OF CLINICAL SUPERVISION MODELS TOWARDS THE LANGUAGE TEACHING AND LEARNING

0 0 10

STATE ISLAMIC INSTITUTE OF PALANGKA RAYA FACULTY OF TEACHER TRAINING AND EDUCATION LANGUAGE EDUCATION DEPARTMENT STUDY PROGRAM OF ENGLISH EDUCATION 2015

0 0 17

THE STATE ISLAMIC INSTITUTE OF PALANGKA RAYA FACULTY OF TEACHER TRAINING AND EDUCATION LANGUAGE EDUCATION DEPARTMENT STUDY PROGRAM OF ENGLISH EDUCATION 1437 H2015 M

0 0 25

PALANGKA RAYA STATE ISLAMIC INSTITUTE FACULTY OF TARBIYAH AND TEACHERS TRAINING DEPARTMENT OF THE LANGUAGE EDUCATION STUDY PROGRAM OF THE ENGLISH EDUCATION 1436H2015M

0 0 20

By MUHAMMAD PATJRIANUR SRN. 1201120813 STATE ISLAMIC INSTITUTE OF PALANGKA RAYA FACULTY OF EDUCATION AND TEACHER TRAINING DEPARTMENT OF LANGUAGE EDUCATION ENGLISH EDUCATION STUDY PROGRAM

0 0 23

STATE ISLAMIC INSTITUTE OF PALANGKA RAYA FACULTY OF TEACHER TRAINING AND EDUCATION LANGUAGE EDUCATION DEPARTMENT STUDY PROGRAM OF ENGLISH EDUCATION 1337 H 2016 M

0 0 21

BY PUTRI RAFA SALIHAH NIM 1301120843 STATE ISLAMIC INSTITUTE OF PALANGKA RAYA FACULTY OF TEACHER TRAINING AND EDUCATION DEPARTMENT OF LANGUAGE EDUCATION STUDY PROGRAM OF ENGLISH EDUCATION

0 0 119