Klasifikasi Tanah Lahan Sawah Terassering di Desa Huta Hoatang Kecamatan Onan Runggu Berdasarkan Toposekuen

41

Lampiran 1: Lokasi Lahan Penelitian

41
Universitas Sumatera Utara

42

lampiran 2 : Foto Selama Kegiatan Penelitian

42
Universitas Sumatera Utara

39

DAFTAR PUSTAKA

Agus, F., Adimiharja, A., Harjowiegeno, S ., Muzakkir , A., Hartatik, W., 2004.
Tanah sawah dan teknologi pengelolaannya. Pusat penelitian dan
pengembangan pertanian department pertanian.

Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Cetakan Ketiga. Institut Pertanian
Bogor Press, Bogor.
Buringh, P. 1993. Pengantar pengajian tanah-tanah wilayah tropika dan sub
tropika.Diterjemahkan oleh T.Notohadiprawiro. Gajah Mada University
Press, Yogyakarta.
Darma, D., S. Yasin dan T. Masunaga. 2011. Nutrients movement characteristic
in terrace sawah occupied by cascade irrigation system in West Sumatra
Indonesia. J. of Ecology and the Natural Environment Vol. 3(4).139-148.
Darmawijaya, I. 1990. Klasifikasi Tanah, Dasar – dasar Teori Bagi Penelitian
Tanah dan Pelaksanaan Penelitian. UGM Press, Yogyakarta.
Forth, H,D., 1988. Fundamental of soil science Diterjemahkan oleh E Purbayanti
D.R. Lukito, dan Trimulastsih, 1991. Dasar-Dasar Ilmu Tanah , Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.
Grant, G. J. 1965. Soil characteristics associated with the wet cultivation of rice.
p.15-28. In IRRI (Ed.). The Mineral Nutrition of the Rice Plant. John
Hopkin Press, Baltimore, Maryland.
Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi dan Pedogenesis Tanah. Akademia Pressindo,
Jakarta.
Hardjowigeno, S. 2007. Ilmu Tanah. Akademia Pressindo, Jakarta.
Hardjowigeno S, Subagyo H, Rayes ML. 2004. Morfologi dan klasifikasi tanah

sawah. Tanah Sawah dan Teknologi Pengelolaannya. Bogor (ID): Pusat
Penelitian Tanah dan Agroklimat. hlm 1-36.
Hardjowigeno, S. dan M. L. Rayes. 2005. Tanah Sawah: Karakteristik, Kondisi,
dan Permasalahan Tanah Sawah di Indonesia. Bayumedia Publishing,
Malang Jawa Timur.

39
Universitas Sumatera Utara

40

Kustantini, D. 2014. Pentingnya Konservasi Tanah Pada Pengelolaan Kebun
Sumber Benih Kopi. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman
Perkebunan (BBPPTP). Surabaya.
Marpaung, P., 2015. Genesis dan Taksonomi Tanah, Practice Guide Book.
Laboratorium Mineralogi dan Klasifikasi Tanah, Departemen Ilmu Tanah,
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Rayes.M.L.,Subagyo H.,dan Hardjowigeno, S.2004. MOrfologi Dan Klasifikasi
Tanah Sawah.Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.
Bogor.

Rayes, M. L. 2006. Deskripsi Profil Tanah di Lapangan. Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya. Malang.
Prasetyo,H.H.,J. Sri Adinigsih, K. Subagyono, dan R.D.M. Simanungkalit. 2004.
Mineralogi, Kimia, dan Biologi Tanah Sawah. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Soil Survey Staff, 1975. Soil Taxonomy. Soil Conservation Service U.S.
Department of Agriculture, Wahington D.C, USA
Salim, E.H. 1998. Pengelolaan Tanah. Karya Tulis. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas
Pertanian Universitas Padjadjaran, Bandung.
Soil Survey Staff, 2014. Soil Taxonomy. Soil Conservation Service U.S.
Department of Agriculture, Wahington D.C, USA
Tan, K. H. 1968. The genesis and characteristics of paddy soils in Indonesia
Institute Pertanian Bogor.
Tan, K. H., 1998. Andosol. Kapita Selekta With Extended English Summary.
Program Studi Ilmu Tanah. Program Pasca Sarjana. USU. Medan
Tian-Ren. Y. 1985. Physical Chemistry of Paddy Soil in Relation to Soil Genesis
Science, Beijing

40
Universitas Sumatera Utara


24

BAHAN DAN METODE

Waktu Dan Tempat Percobaan
Survei ini di laksanakan di desa Huta Hotang Kecamatan Onan Runggu
Kabupaten Samosir Provinsi Sumatera Utara pada ketinggian ± 1300 meter diatas
permukaan laut yang di laksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2016.
Analisis tanah di lakukan di Laboratorium Socfindo.
Bahan dan alat
Bahan yang di gunakan pada penelitian ini adalah Sampel tanah yang
diambil dari setiap horison pada masing-masing profil tanah serta bahan-bahan
yang akan digunakan untuk analisis di laboratorium.
Peralatan yang di gunakan adalah GPS, meteran, klinometer buku Munsell
Soil Colour Chart, Buku Kunci Taksonomi Tanah 2014 (Keys to Soil Taxonomy
2014) kantong plastik kertas label cangkul, parang pisau pandu, spidol, alat tulis
serta peralatan laboratorium untuk analisis tanah.
Metode penelitian
Penelitian bersifat deskriptif dengan metode survei, dimulai dengan

melakukan survei pendahuluan (pra survey) untuk menentukan lokasi penelitian.
Selanjutnya dilakukan survei utama untuk pengamatan morfologi pada masingmasing profil yang di buka pada bagian atas, bagian tengah, dan bagian bawah
lahan. Pengamatan profil tanah berdasarkan dari buku pedoman petunjuk teknis
pengamatan tanah dari balai penelitian tanah (2004)
Data-data pengamatan bentang alam, topografi makro dan mikro serta
lingkungan sekitarnya meliputi vegetasi, penggunaan lahan, drainase, ketinggian

24
Universitas Sumatera Utara

25

tempat, dan letak geografis dimasukkan ke dalam formulir isian profil, selanjutnya
dideskripsikan.
Sampel tanah diambil pada setiap horison atau lapisan tanah untuk
dianalisis sifat fisik dan kimia tanah di laboratorium. Adapun data analisis
laboratoium yang akan di dapatkan adalah nilai Tekstur Tanah, pH (H2O), pH
(KCl), C-Organik, N-total, Fe-total, Al-dd, KTK, dan kejenuhan basa.
Kajian karakteristik fisik dan kimia tanah pada masing-masing profil di
setiap profil dilakukan untuk klasifikasi berdasarkan Buku Kunci Taksonomi

Tanah 2014 (Keys to Soil Taxonomy 2014). Klasifikasi yang akan lakukan adalah :
a. Epipedon
b. Horizon bawah penciri
c. Ordo tanah
d. Sub ordo
e. Great group
f. Sub group
Gambar 1 : Skema pembuatan profil

BARAT

TIMUR

Profil 1

112 m
Profil 2

90 m
1195 m dpl


Profil 3

1180 m dpl
1172 m dpl

25
Universitas Sumatera Utara

26

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengalian profil tanah di lakukan di desa Huta Hotang kecamatan Onan
runggu kabupaten samosir pada ketinggian meter 1172 sampai 1195 meter di
atas permukaan laut pengalian tanah sawah terrassering di buat pada tiga bagian
yaitu pada bagian atas , bagian tengah dan pada bagian bawah sawah terrasering
dan jarak antara profil tanah atas dengan profil tanah tengah adalah 112 m, jarak
antara profil tengah dengan profil bawah adalah 90 m. Penggunaan lahan sawah
pada daerah lokasi penelitian adalah lahan sawah yang di sawahkan satu kali

dalam setahun.
Pendeskripsian

terhadap

profil

tanah

dapat

dijadikan

sebagai

penggambaran dari tubuh tanah dan pada hakikatnya merupakan pengkajian
secara teliti terhadap horizon tanah. Penentuan horizon tanah didasarkan pada
jumlah

sifat


yang

dijadikan

sebagai

faktor

pembeda

seperti

warna,

tekstur,struktur, konsistensi, dan batas horizon. Adapun deskripsi dari ketiga
profil tanah tersebut disajikan pada Tabel 1, Table 3 dan Table 5.

26
Universitas Sumatera Utara


27

Tabel 1. Deskripsi profil P1 (Atas)
Lokasi

: Desa Huta Hotang , Kec. Onan Runggu, Kab. Samosir

Kode

: Profil 1 (Atas)

Koordinat

: N 495478.4
E 277123.2

Elevasi

:1195 m dpl


Kedalaman efektif

: 88 cm

Penggunaan Lahan

: Lahan Sawah tanaman padi

Epipedon

: Okrik,

Endopedon

: Kambik

Tanggal Pengamantan : 26 Mei 2016

27
Universitas Sumatera Utara

28

Horizon Kedalaman Sifat Morfologi
Gambar 2: Profil 1
Apg

0-65cm

Bg

65-97/117
cm

Cg

97/117118/134
cm

C

118/134150 cm

Gley (gley 1 6/10Y),
tekstur lempung berdebu ,
strktur
granular,
konsistensi
gembur,
perakaran
halus
dan
sedang banyak , batas
lapisan baur, terdapat
batu-batu kecil sampai
dengan sedang, karatan
tergolong biasa.
Gley (gley 1 6/10Y)
tekstur lempung berdebu,
struktur
granular,
konsistensi
teguh,
perakaran halus sedikit,
batas
lapisan
baur,
terdapat batu-batu kecil
sampai dengan sedang,
karatan tergolong biasa..
gley (gley 1
8/5 Y)
tekstur
lepung liat
berdebu, struktur pejal,
konsistensi
ekstrim
teguh,batas lapisan nyata,
proses iluviasi terlihat
jelas pada bagian bawah
horizon.
gley (gley 1 4/N) tektur
lempung
berdebu,
struktur pejal , konsistensi
ekstrim teguh .

28
Universitas Sumatera Utara

29

Table 2. Hasil Analisis Laboratorium Profil 1
Horison

Tekstur

Corganik

N

Ptotal

KTK

Al-dd

Fe total

KB

pH
H2O

pH
KCL

Apg

lempung
berdebu

0.39

0.12

87.3

10.41

0.06

1.2

71.7

5.11

4.37

BA

lempung
berdebu

0.31

0.14

89.1

12.48

0.34

1.09

70.9

6.58

5.88

Cg

lempung
liat
berdebu

0.46

0.04

915

12.08

0.06

1.25

76.9
9%

4.48

3.95

C

lempung
berdebu

0.5

0.04

1002
.6

11.27

1.23

1.47

90.4
2%

3.56

3.07

Dari hasil penelitian, didapati bahwa epipedon pada profil satu (teras atas)
tergolong epipedon okrik kerana memiliki value warna lebih besar dari 4 pada
saat lembab, selain itu lapisan ini juga mencakup horizon organik yang terlampau
tipis untuk memenuhi persyaratan epipedon histik atau folistik
Termasuk horizon bawah penciri (endopedon) kambik karena merupakan
horizon B yang mengalami alterasi, tidak memiliki kombinasi kondisi aquik di
dalam 50 cm dari permukaan tanah dan memiliki nilai value dan kroma yang
besar serta memiliki kandungan liat yang lebih tinggi berbanding lapisan yang
terletak di bawahnya atau lapisan yang berada di bawahnya

29
Universitas Sumatera Utara

30

Table 3. Deskripsi profil P2 (tengah)
Lokasi

: Desa Huta Hotang, Kec. Onan Runggu, Kab. Samosir

Kode

: Profil 2 (Tengah)

Koordinat

: N 495492.3
E 277045.5

Elevasi

:1180 mdpl

Kedalaman efektif

: 78 cm

Penggunaan Lahan

: Lahan Sawah Tanaman Padi

Epipedon

: Okrik,

Endopedon

:Kambik

Tanggal Pengamantan : 26 Mei 2016

30
Universitas Sumatera Utara

31

Gambar 3: Profil 2

Horizon kedalaman
Ap

A2p

Bg

B2g

Bc

Morfologi

0-18/20
cm

Gley (gley 1 5/10y ) tektur
lempung, struktur granular,
konsistensi lepas, perakaran
halus dan sedang banyak,
batas lapisan baur, terdapat
batu- batu kecil sedikit,
kadar karatan tergolong
biasa
18/20 –
gley (gley 1 4/10Y) tekstur
36/53 cm lempung, struktur granular,
konsistensi sangat gembur,
perakaran sedang sedikit ,
batas lapisan baur terdapat
batu-batu ukuran
kecil
sedikit,
kadar
karatan
tergolong biasa.
36/53 –
gley (gley1 7/5 gy) tektur
63/64 cm lempung, struktur granular,
konsistensi lepas. Perakaran
halus sedikit, batas lapisan
baur , terdapat batu-batu
kecil sampai dengan sedang
sedikit , kadar karatan
tergolong biasa.
63/64 –
gley (gley 1 6/10 Y ) tekstur
88/123 cm lempung
liat berdebu,
struktur granular konsistensi
lepas,
perakaran
halus
sedikit, batas lapisan ansur.
Terdapat batu-batu kecil
sedikit,
kadar
karatan
tergolong banyak
88/123 –
gley (gley 1 5/n ) tekstur
150 cm
lempung, struktur granular,
konsistensi teguh, batas
lapisan ansur, terdaat batubatu kecil sampai dengan
sedang,
kadar
karatan
tergolong banyak.

31
Universitas Sumatera Utara

32

Table 4. Hasil Analisis Laboratorium Profil 2
Horison

Tekstur

c-organik

N

p-total

KTK

Al-dd

Fetotal

KB

pH
H2O

pH
KCL

Apg

lempung

0.66

0.1

1023.7

7.8

0.11

0.96

83.7

5.11

4.55

Ap2g

lempung

0.58

0.09

1107.8

9.2

0.17

1.09

86.5

5.47

4.59

Bg

lempung

0.66

0.08

545.6

9.9

0.13

1.2

83.9

5.63

4.83

B2g

lempung
liat
berdebu

0.15

0.09

118.6

11.8

0.23

1.18

80.1

5.95

4.8

BCg

lempung

0.39

0.06

1013.9

11.1

0.02

1.14

82.5

6.15

5.12

Dari hasil penelitian, didapati bahwa epipedon pada profil satu (teras atas)
tergolong epipedon okrik kerana memiliki value warna lebih besar dari 4 pada
saat lembab, selain itu lapisan ini juga mencakup horizon organik yang terlampau
tipis untuk memenuhi persyaratan epipedon histik atau folistik
Termasuk horizon bawah penciri (endopedon) kambik karena merupakan
horizon B yang mengalami alterasi, tidak memiliki kombinasi kondisi aquik di
dalam 50 cm dari permukaan tanah dan memiliki nilai value dan kroma yang
besar serta memiliki kandungan liat yang lebih tinggi berbanding lapisan yang
terletak di bawahnya atau lapisan yang berada di bawahnya

32
Universitas Sumatera Utara

33

Table 5. Deskripsi profil (bawah)
Lokasi

: Desa Huta Hotang , Kec. Onan Runggu, Kab. Samosir

Kode

: Profil 3 (bawah)

Koordinat

: N 495582.9
E 277041.1

Elevasi

: 1172 mdpl

Kedalaman efektif

: 62cm

Penggunaan Lahan

: Lahan Sawah tanaman padi

Epipedon

: Okrik,

Endopedon

; Kambik

Tanggal Pengamantan : 26 Mei 2016

33
Universitas Sumatera Utara

34

Gambar 4: Profil 3

Horizon

Kedalaman

Apg

0-5/7 cm

gley (gley 1 4/10 y) tekstur
lempung berdebu, struktur
granular, konsistensi lepas,
perakaran
halus
sampai
dengan sedang banyak, batas
lapisan baur, terdapat karatan
yang tergolong sangat sedikit.

Ap2g

5/7-39/43
cm

Bg

39/3452/76 cm

gley (gley 1 4/10 Y) tekstur
lempung liat berdebu, struktur
granular, konsistensi lepas,
perakaran
halus
sampai
dengan sedang banyak, batas
lapisan baur, terdapat karatan
yang tergolong sedikit
gley (gley 1 5/10 y) tekstur
lempung liat berdebu, struktur
granular, konsistensi teguh,
perakara halus sedikit, batas
lapisan baur, terdapat karatan
yang tergolong biasa.

B2g

52/7679/90 cm

B3g

79/90 –
125/129
cm

B4g

1125/129150 cm

Morfologi

gley (gley 1 4/5 gy) tekstur
lempung
liat
berdebu,
struktur granular , konsistensi
sangat teguh , perakaran halus
sedikit, batas lapisan baur,
terdapat
karatan
yang
tergolong biasa.
gley (gley 1 6/10 gy) tekstur
lempung berliat, srtuktur
granular konsistensi teguh ,
batas lapisan baur, terdapat
karatan yang tergolong biasa.
gley (gley 1 5/10Y), tekstur
lempung liat berdebu, struktur
granular, konsistensi sangat
lekat, batas lapisan baur,
terdapat
karatan tergolong
biasa

34
Universitas Sumatera Utara

35

Tabel 6. Hasil analisis Laboratorium Profil 3

Horison
Apg
Ap2g
Bg
B2g
B3g
B4g

Tekstur
lempung
berdebu
lempung liat
berdebu
lempung liat
berdebu
lempung liat
berdebu
lempung
berliat
lempung liat
berdebu

c-organik

N

ptotal

KTK

Al-dd

Fetotal

1.32

0.12

83.12

11.83

0.04

1

0.6

0.13

89.42

13.46

0.11

1.18

0.15

0.09

88.96

14.17

0.32

1.29

0.5

0.08

90.77

15.3

0.04

1.36

0.15

0.06

88.04

12.43

0.02

1.09

0.39

0.06

83.03

14.86

0.17

0.98

KB
33.98
%
71.40
%
77.35
%
77.52
%
78.76
%
78.94
%

pH
H2O

pH
KCL

4.97

3.95

5.39

4.49

6.07

5.24

6.22

4.97

6.27

4.92

5.92

4.62

Dari hasil penelitian, didapati bahwa epipedon pada profil satu (teras atas)
tergolong epipedon okrik kerana memiliki value warna lebih besar dari 4 pada
saat lembab, selain itu lapisan ini juga mencakup horizon organik yang terlampau
tipis untuk memenuhi persyaratan epipedon histik atau folistik
Termasuk horizon bawah penciri (endopedon) kambik karena merupakan
horizon B yang mengalami alterasi, tidak memiliki kombinasi kondisi aquik di
dalam 50 cm dari permukaan tanah dan memiliki nilai value dan kroma yang
besar serta memiliki kandungan liat yang lebih tinggi berbanding lapisan yang
terletak di bawahnya atau lapisan yang berada di bawahnya

Pembahasan
Dari hasil penelitian pada ketiga profil tersebut memiliki epipedon dan
endopedon yang sama iyaitu epipedon okrik dan endopedon kambik. Dalam
menentukan klasifikasi tanah berdasarkan soil taxonomy usda 2014 epipedon

35
Universitas Sumatera Utara

36

dan endopedon merupakan sifat penciri dalam menentukan klasifikasi tanah.
Maka di peroleh ordo tanah Inceptisol.
Dari hasil data iklim maka di peroleh bahwa ketiga profil tersebut
memiliki rejim kelembapan Udik karena penampang profil tanah tidak kering di
sebarang bagiannya, selama 90 hari kumulatif yang merupakan salah satu
pembeda dalam menentukan subordo. Sehingga termasuk ordo Tanah Inceptisol
yang memiliki sifat subordo Udept
Dari hasil penelitian didapati bahwa pada ketiga profil tanah tersebut
termasuk dalam grup Eutrudept karena memiliki kejenuhan basa lebih dari 60
persent pada kedalaman antara 25-75 cm dari permukaan tanah.
Dari hasil penelitian didapati bahwa pada ketiga profil tanah tersebut
termasuk dalam sub-grup typic Eutrudept karena memiliki sifat grup Eutrudept
yang lain.
Hasil penelitian menunjukan bahwa tanah sawah yang di bentuk pada
lahan miring menggunakan terassering menunjukan adanya perbedaan tanah
secara morfologi. Ini dapat dilihat pada profil atas dapat di temukan horison C
pada kedalaman 97 cm sedangkan pada profil tengah dan bawah belum dijumpai
lapisan tersebut pada kedalaman yang sama.
Hasil penelitian juga menunjukan bahwa tanah sawah yang di bentuk pada
lahan miring menggunakan terassering pada lokasi penelitian menunjukkan
tingkat kedalaman lapisan horison B semakin dalam pada lahan yang berada di
bagian bawah lahan dan tidak terdapat pengulangan horison pada profil atas,
tengah dan bawah.

36
Universitas Sumatera Utara

37

Hasil penelitian menunjukan bahwa lahan sawah pada lokasi penelitian
tidak terdapat lapisan tapak baja pada profil tanah atas, tengah dan bawah yang
merupakan ciri khas dari tanah sawah. Penggunaan lahan yang kurang intensif
yakni satu kali dalam setahun dan pengolahan lahan yang masih manual sehingga
lapisan tapak baja tidak terbentuk hal ini sesuai dengan literature Grant (1965)
mengemukakan bahwa dengan pengolahan tanah sawah secara manual dengan
bajak, pada tanah bertekstur sedang, lapisan tapak bajak yang cukup berkembang,
dapat terbentuk dalam jangka waktu 200 tahun penyawahan.

37
Universitas Sumatera Utara

38

KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasrkan toposekuen tanah profil atas, profil tengah dan profil bawah
lahan sawah terassering:
1. Klasifikasi tanah sawah terassering pada ketiga profil atas tengah dan
bawah di peroleh ordo Inceptisol, sub ordo Udept, grup Eutrudept dan sub
grup Typic Eutrudept
2. Semakin menuruni lereng maka solum tanah sawah terassering semangkin
dalam.
3. Tidak terdapat lapisan tapak baja pada profil atas, tengah dan bawah.

Saran
Perlu dilakukan analisis mineral dan pengklasifikasian lebih lanjut sampai
tingkat famili dan seri sehingga data yang diperoleh lebih lengkap guna untuk
pengembangan sektor pertanian.

38
Universitas Sumatera Utara

4

TINJAUAN PUSTAKA

Toposekuen
Secara umum

kemiringan

lereng

menurut Hardjowigeno (1993)

berpengaruh terhadap ketebalan solum tanah, ketebalan bahan organik pada
horizon A, kandungan air tanah, warna tanah, tingkat perkembangan horizon itu
sendiri, reaksi tanah, serta sifat dari bahan induk.
Bentuk lereng merupakan wujud visual lereng pada suatu sekuen lereng.
Lereng biasanya terdiri dari bagian puncak (crest), cembung (convex), cekung
(voncave), dan kaki lereng (lower slope). Daerah puncak (crest) merupakan
daerah gerusan erosi yang paling tinggi dibandingkan dengan daerah dibawahnya,
demikian pula lereng tengah yang kadang cembung atau cekung mendapat
gerusan aliran permukaan relatif lebih besar dari puncaknya sendiri, sedangkan
kaki lereng merupakan daerah endapan (Salim, 1998).
Sedangkan dari sudut topografi mikro Tan (1998) menyatakan,
pengaruhnya sudah terasa pada perbedaan drainase, pencucian (run off) serta
tingkat erosi yang dihasilkan. Pada daerah tertinggi umumnya berdrainase baik
sedangkan pada daerah berdepresi memiliki drainase yang buruk dan lebih sering
basah.
Topografi (bentuk wilayah atau relief) suatu daerah dapat menghambat
atau mempercepat pengaruh iklim . di daerah yang datar atau mencekung di mana
air tidak mudah menghilag dari tanah atau mengenang, pengaruh iklim menjadi
tidak jelas dan terbentuklah tanah warna kelabu atau banyak mengandung karatan
sebagai akibat genangan air tersebut (Hardjowigeno, 2007)

4
Universitas Sumatera Utara

5

Topografi memodifikasi perkembangan profil tanah dalam tiga cara: (1)
dengan

mempengaruhi

banyaknya

presipitasi

yang

terserap

dan

yang

dipertahankan dalam tanah, jadi mempengaruhi perkembangan tanah; (2) dengan
mempengaruhi laju pembuangan tanah oleh erosi; (3) dengan mengarahkan
gerakan bahan dalam suspensi atau larutan atau dari satu daerah ke daerah lainnya
(Foth, 1994).
Daerah yang memiliki curah hujan tinggi, menyebabkan pergerakan air
pada suatu lereng menjadi tinggi pula sehingga dapat menghanyutkan partikel
partikel tanah. Proses penghancuran dan transportasi oleh air akan mengangkut
berbagai partikel-partikel tanah, bahan organik, unsur hara, dan bahan tanah
lainnya. Keadaan tersebut disebabkan oleh energi tumbuk butir-butir hujan,
intensitas hujan, dan penggerusan oleh aliran air pada permukaan tanah yang
memberikan pengaruh dalam proses pembentukan dan perkembangan tanah
(Arsyad, 2000).
Sifat- sifat tanah yang umumnya berhubungan dengan relief adala tebal
solum, tebal dan kandungan bahan organik horizon A. kandungan air tanah
(relative wetness), warna

tanah

tingkat

perkembangan horizon,

reaksi

tanah pH, kejenuhan basa, kandungan garam mudah larut dan lain-lain
(Hardjowigeno, 2007)
Perkembangan Tanah
Mohr dan Van Baren mengenal 5 tahap dalam perkembangan tanah di
daerah tropika: 1. Tahap awal–bahan induk yang tidak terkikis; 2. Tahap yuwana–
pengikisan telah dimulai, tetapi sebagian besar bahan aslinya belum terkikis; 3.
Tahap

dewasa–mineral

yang

mudah

terkikis

sebagian

besar

telah

5
Universitas Sumatera Utara

6

terombak,kandungan tanah liat telah meningkat dan kelembutannya dapat telihat
nyata; 4. Tahap tua–perombakan sampai pada tahap terakhir dan hanya
kebanyakan mineral yang paling resisten dapat bertahan; 5. Tahap akhir–
perkembangan tanah telah selesai dan tanah terkikis habis di bawah keadaan yang
berlaku (Foth, 1994).
Proses-proses perkembangan tanah yang menimbulkan ciri asasi terdiri
atas: (1) proses akumulasi bahan organik di permukaan bumi sambil membentuk
horison

O, antara lain termasuk proses yang menimbulkan ciri khas seperti

pembentukan humus, gambut; (2) proses elluviasi sambil membentuk horison A,
termasuk proses khas berupa antara lain pencucian basa, latosolisasi, podzolisasi;
(3) proses illuviasi sambil membentuk haorison B, terdiri atas proses khas seperti
antara lain akumulasi kapur, lempung (clay), besi, pembentukan ciri solonetz dan
lain-lain; (4) proses diferensiasi horison yang teratur, sebagai akibat proses-proses
(1), (2), dan (3) tersebut di atas (Darmawidjaya, 1990).
Perkembangan tanah adalah proses pembentukan tanah lanjut setelah
terbentuknya horison C, banyak cara untuk menentukan perkembangan tanah,
yaitu: (1) berdasarkan morfologi tanah, dinilai kelengkapan horison penyusun
morfologi tanah. Berikut ini urutan perkembangan tanah (yang awal lebih
berkembang dari yang dibelakangnya): A-E-Bt-C; A-Bt-C; A-Bw-C; A-C; C-R;
R. (2) berdasarkan nisbah SiO2-R2O3 (Al2O3+Fe2O3). Tanah dengan nisbah
lebih dari satu lebih berkembang daripada kurang dari satu. (3) berdasarkan
mineral primer, ditentukan mineral resisten yang dominan lebih berkembang
daripada yang didominasi mineral mudah melapuk. (4) berdasarkan mineral liat,
ditentukan jenis dan jumlah mineral liat penyusun tanah. Tingkat perkembangan

6
Universitas Sumatera Utara

7

tanah ditentukan berdasarkan susunan mineral liat yaitu tanah dengan mineral
gibsit > kaolinit > montmorillonit > alofan berarti

lebih

berkembang.

(Marpaung, 2015).
Lahan sawah
Tanah sawah adalah tanah yang di gunakan untuk bertanam padi sawah
baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija.
Istilah tanah sawah bukan merupakan istilah taksonomi, tetapi merupakan istilah
umum seperti halnya tanah hutan tanah perkebunan dan sebagainya. Tanah sawah
dapat berasal dari tanah kering dan di airi kemudian disawahkan atau dari tanah
rawa-rawa

yang

dikeringkan

dengan

membuat

saluran-saluran

drainase

(Prasetyo et al,2004).
Dalam semua tanah sawah terbentuk suatu lapisan bajak atau alas bajak
tipis. Lapisan ini merupakan suatu laisan mampat yang berdaya lulus air buruk
pada jeluk pengolahan tanah. Pada petak sawah yang di genangi di dataran
alluvial yang mempunyai muka air tanah tetap yang dangkal, seluruh tubuh tanah
berada dalam suatu taraf reduksi tertentu karena suasana anerob. Mungkin
terdapat beberapa bercak karat. Hanya 1 cm teratas dari tanah mungkin dapat
teroksidasi oleh oksigen sedikit yang ada dalam air genangan (Buring, 1993)
Tanah sawah (paddy soils) merupakan tanah yang dikelola sedemikian
rupa untuk budidaya tanaman padi sawah. Pengelolaan tanah ini meliputi : (i)
peralatan lahan dan pembuatan pematang, (ii) pelumpuran, tanah dicangkul dan
dihaluskan dalam jenuh air, (iii) penggenangan tanah dengan air setinggi 5 – 10
cm selama 4 – 5 bulan, (iv) drainase air dan pengeringan lahan pada saat panen

7
Universitas Sumatera Utara

8

dan (v) penggenangan kembali setelah interval waktu, sekitar beberapa minggu
hingga 8 bulan (Hardjowigeno dan Rayes, 2005).
Menurut (Agus, et al, 2004) faktor penting dalam proses pembentukan
profil tanah sawah adalah genangan air permukaan dan pengenangan serta
pengeringan yang bergantian. Proses pembantukan tanah sawah meliputi berbagai
proses yaitu (a) proses utama berupa pengaruh kondisi reduksi-oksidasi (redoks)
yang bergantian (b) penambahan dan pemindahan bahan kimia atau partikel tanah
dan (c) perubahan sifat fisik kimia dan morfologi tanah akibat penggenangan pada
tanah kering yang di sawahkan atau perbaikan drainase pada tanah rawa yang di
sawahkan.
Perubahan sifat tanah selanjutnya, terjadi akibat pelumpuran/pengolahan
tanah dalam keadaan tergenang dan penggenangan lapisan olah selama
pertumbuhan padi, sehingga terjadi proses pembasahan dari lapisan atas ke lapisan
bawah. Lama-kelamaan tanah dalam satu petak sawah akan mempunyai sifat
morfologi dan sifat-sifat tanah lain, yang mendekati kesamaan terutama pada
lapisan atas, atau bila sudah berumur ratusan tahun, pada seluruh solum tanah
(Hardjowigeno et al 2004).
Eluviasi dan illuviasi dari besi dan mangan bergantung pada status
reduksi–oksidasi dari setiap lapisan dan paling menentukan yaitu regim air. Air
irigasi menyebabkan proses reduksi pada lapisan paling bawah. Walau pun begitu
dari segi eluviasi dan illuviasi dari besi dan mangan, empat hal utama proses
pedogenesis dapat di identifikasi pada tanah sawah, penamaan Ag (singakatan A),
B, G, dan C horizon. Lapisan G juga disebabkan lapisan eluviasi oleh pergerakan
air tanah. Lapisan C akan tetap mempertahankan karakteristik yang mendasar

8
Universitas Sumatera Utara

9

dari tanah mineral. Di bagian atas horizon B berhubungan dengan horizon A,
tanah relative kurang padat karena adanya tekanan mekasnis oleh bajakan dan
bagian ini pada umumnya 10-20 cm. Akumulasi besi dan mangan pada horizon ini
sangat tidak tersusun sebagai solum utama dari horizon B (Tian-Ren, 1985).
Jenis tanah sawah adalah akibat persawahan yang menggenangi tanah
sawah untuk waktu yang agak lama. Faktor-faktor yang mempengaruhi tanah
sawah adalah (a) cuaca reduksi yang menyebabkan drainase buruk,pH rendah dan
ketersediaan bahan organic untuk diserap, (b) adanya sejumlah senyawa besi dan
mangan dan (c) kemampuan perkolasi ke bawah (Darmawidjaya, 1990).
Terassering
Terasering adalah

bangunan konservasi tanah dan air secara mekanis

yang dibuat untuk memperpendek panjang lereng dan atau memperkecil
kemiringan lereng dengan jalan penggalian dan pengurugan tanah melintang
lereng. Pembuatan terras adalah untuk mengubah permukaan tanah miring
menjadi bertingkat-tingkat untuk mengurangi kecepatan aliran permukaan dan
menahan serta menampungnya agar lebih banyak air yang meresap ke dalam
tanah melalui proses infiltrasi. Secara garis besar terasering adalah kondisi lereng
yang dibuat bertangga tangga yang dapat digunakan pada timbunan atau galian
yang tinggi dan berfungsi untuk:
1. Menambah stabilitas lereng
2. Memudahkan dalam perawatan (Konservasi Lereng)
3. Memperpanjang daerah resapan air
4. Memperpendek panjang lereng dan atau memperkecil kemiringan lereng
5. Mengurangi kecepatan aliran permukaan (run off)

9
Universitas Sumatera Utara

10

6. Dapat digunakan untuk landscaping
(Kustantini, 2014).
Sistem irigasi berulang (Cascade irrigation system) telah menjadi pilihan
utama untuk mengairi sejumlah besar teras sawah. Sistem irigasi berulang ini
menunjukkan aliran air terus menerus dari atas ke bawah teras yang melewati
bidang sawah. Karakteristik pergerakan unsur hara dipengaruhi oleh kualitas air
irigasi, kegiatan pengelolaan lahan dan kondisi cuaca. Berdasarkan pernyataan ini,
bagian atas dari sawah teras dapat diklasifikasikan sebagai areal pemurnian sawah
dan yang lebih rendah adalah areal pemakaian. Studi ini menemukan bahwa
jumlah sedimen dan kandungan hara serta debit dari lahan sawah dipengaruhi oleh
posisi teras, kualitas air irigasi dan jumlah pupuk kimia yang diaplikasikan ke
lahan.Teras atas yang langsung menerima air dari irigasi memiliki kecenderungan
untuk menjadi areal sawah murni dimana keseimbangan nutrisi (hara) pada posisi
teras ini kebanyakan bersifat negatif (Darma et al., 2011).
Klasifikasi tanah
Klasifiakasi tanah adalah pemilihan tanah yang di dasarkan pada sifatsifat tanah yang dimilikinya tanpa menghubungkannya dengan

tujuan

penggunaan tanah tersebut klasifikasi ini memberikan gambaran dasar terhadap
sifat-sifat fisik ,kimia dan mineral tanah yang di miliki masing-masing kelas yang
selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar untuk pengelolaan bagi pengguna
tanah (Hardjowigeno, 1993)
Dalam system klasifikasi tanah USDA (1975) dikenal 6 kategori yaitu :
Ordo, sub-ordo, great group sub group family dan seri. Empat kategori pertama
digolongkan kategori tinggi dan lainnya kategori rendah. Ciri dasar sebagai dasar

10
Universitas Sumatera Utara

11

utama dengan system klasifikasi ini adalah ada tindaknya horizon penciri yang
sangat membantu penempatan tanah dalam klasifiaksi (Soil Survey Staff, 1994).
Pencirian morfologi tanah dilakasanakan di lapangan ketika deskripsi
profil tanah telah di lakukan. Data yang di peroleh dari pendeskripsian profil di
lapangan antara lain warna, tekstur, konsistensi di samping itu juga di temukan
sifat-sifat mikromorfologi tanah antara lain karatan, batas horizon pemadasan dan
ketebalan lapisan .(Hardjowigeno, 1993).
Dalam klasifikasi tanah di kenal berbagai tingkat (kategori) klasifikasi
.Pada kategori tinggi tanah dibedakan secra garis besar kemudian pada kategori
berikutnya dibedakan lebih rinci. Jumlah sifat tanah pembeda semangkin
bertambah dengan semangkin rendahnya kategori , sehingga menyerupai pyramid.
Oleh karena itu pada kategori yang lebih rendah tidak hanya dibedakan
berdasarkan atas sifat pembeda pada kategori yang lebih tersebut tetapi juga
pembeda pada ketegori yang lebih tinggi (Hardjowigeno, 1993).
Berdasarkan system taksonomi tanah yang di terbitkan oleh usda (soil
survey staff, 1975) mempunyai 6 kategori dengan sifat-sifat factor pembeda mulai
dari kategori tertinggi ke kategori rendah:
Ordo

: faktor pembeda adalah ada tidaknya horizon penciri serta jenis
(sifat) dari horizon penciri tersebut

Subordo

: Faktor pembeda adalah keseragaman genetic. Misalnya ada
tidaknya sifat sifat tanah yang berhungan dengan pengaruh air,
rejim kelembapan, bahan induk utama, pengaruh vegetasi seperti
di tumjukkan oleh adanya sifat-sifat tanah tertentu, tingkat
pelapukan bahan organic.

11
Universitas Sumatera Utara

12

Grup

:Faktor pembedanya adalah kesamman jenis, tingkat perkembangan
dan susunan horizon , kejenuhan basa, rejim suhu da kelembapan
ada tidaknya lapisan-lapisan penciri lain.

Sub grup

: Faktor pembeda terdiri dari sifat – sifat grup (subgroup tipik),
sifat-sifat tanah peralihan ke grup lain subordo atau ordo, sifat-sifat
tanah peralihan ke bukan tanah.

Berdasarkan Key to Soil taxonomy 2014 terdapat 8 epipedon penciri yaitu :
A. Epipedon Mollik
Epipedon mollik mempunyai sifat perkembangan struktur tanah
cukup kuat, terletak di atas permukaan, mempunyai value warna≤
3.5 (lembab) dan kroma warna
≤ 3.5 (lembab), kejenuhan basa >
50%, kandungan C-organik > 0.6%, P2O5 < 250 ppm, dan n-value
< 0.7.
B. Epipedon Antropik
Epipedon antropik menunjukkan beberapa tanda-tanda adanya
gangguan manusia, dan memenuhi persyaratan mollik kecuali
P2O5 > 250 ppm.
C. Epipedon Umbrik
Epipedon umbrik mempunyai sifat perkembangan struktur tanah
cukup kuat, terletak di atas permukaan, mempunyai value warna≤
3.5 (lembab) dan kroma warna
≤ 3.5 (lembab), kejenuhan basa <
50%, kandungan C-organik > 0.6%, P2O5 < 250 ppm, dan n-value
< 0.7.

12
Universitas Sumatera Utara

13

D. Epipedon Folistik
Epipedon Folistik didefinisikan sebagai suatu lapisan (terdiri dari
satu horison atau lebih) yang jenuh air selama kurang dari 30 hari
kumulatif dan tahun-tahun normal (dan tidak ada didrainase).
Sebagian besar epipedon folistik tersusun dari bahan tanah organik.
E. Epipedon Histik
Epipedon Histik merupakam suatu lapisan yang dicirikan oleh
adanya saturasi (selama 30 hari atau lebih, secara kumulatif) dan
reduksi selama sebagian waktu dalam sebagian waktu dalam tahuntahun normal (dan telah drainase). Sebagian besar epipedon histik
tersusun dari bahan tanah organik.
F. Epipedon Okrik
Epipedon Okrik mempunyai tebal permukaan yang sangat tipis dan
kering, value dan kroma (lembab)
≥ 4. Epipedon okrik juga
mencakup horison-horison bahan organik yang terlampau tipis
untuk memenuhi persyaratan epipedon histik atau folistik.
G. Epipedon Plagen
Epipedon Plagen adalah suatu lapisan permukaan buatan manusia
setebal 50 cm atau lebih, yang telah terbentuk oleh pemupukan
(pupuk kandang) secara terus menerus dalam jangka waktu yang
lama. Biasanya epipedon plagen mengandung artifak seperti
pecahan-pecahan bata dan keramik pada seluruh kedalamannya.
Berdasarkan Keys to Soil Taxonomy 2014, terdapat 19 horison bawah
penciri yaitu :

13
Universitas Sumatera Utara

14

A. Horison Agrik
Horison Agrik adalah suatu horison iluvial yang telah terbentuk
akibat pengolahan tanah dan mengandung sejumlah debu, liat, dan
humus yang telah tereluviasi nyata.
B. Horison Argilik
Horison Argilik secara normal merupakan suatu horison bawah
permukaan dengan kandungan liat phylosilikat secara jelas lebih
tinggi. Terdapat selaput liat terorientasi pada permukaan pori di
mana pun dalam atau segera di bawah horison iluviasi. Horison
tersebut mempunyai sifat adanya gejala iluviasi liat, KTK tinggi (>
6 cmo/kg).
C. Horison Duripan
Horison Duripan merupakan horison yang memadas paling sedikit
setengahnya dengan perekat SiO2, dan tidak mudah hancur dengan
air atau HCl.
D. Horison Fragipan
Horison Fragipan mempunyai ketebalan 15 cm atau lebih adanya
tanda-tanda pedogenesis didalam horison serta perkembangan
struktur tanah lemah.
E. Horison Glosik
Horison Glosik terbentuk sebagai hasil degradasi suatu horison
argilik, kandik atau natrik dimana liat dan senyawa oksida besi
bebasnya telah dipindahkan.

14
Universitas Sumatera Utara

15

F. Horison Gipsik
Horison Gipsik adalah suatu horison iluvial yang senyawa gypsum
sekundernya telah terakumulasi dalam jumlah yang nyata, dimana
tebalnya lebih dari 15 cm.
G. Horison Kalsik
Horison Kalsik merupakan horison iluvial mempunyai akumulasi
kalsium karbonat sekunder atau karbonat yang lain dalam jumlah
yang cukup nyata.
H. Horison Kandik
Horison Kandik memiliki sifat adanya gejala iluviasi liat,
kandungan liat tinggi dan KTK rendah (