Klasifikasi Tanah Lahan Sawah Terassering di Desa Huta Hoatang Kecamatan Onan Runggu Berdasarkan Toposekuen

4

TINJAUAN PUSTAKA

Toposekuen
Secara umum

kemiringan

lereng

menurut Hardjowigeno (1993)

berpengaruh terhadap ketebalan solum tanah, ketebalan bahan organik pada
horizon A, kandungan air tanah, warna tanah, tingkat perkembangan horizon itu
sendiri, reaksi tanah, serta sifat dari bahan induk.
Bentuk lereng merupakan wujud visual lereng pada suatu sekuen lereng.
Lereng biasanya terdiri dari bagian puncak (crest), cembung (convex), cekung
(voncave), dan kaki lereng (lower slope). Daerah puncak (crest) merupakan
daerah gerusan erosi yang paling tinggi dibandingkan dengan daerah dibawahnya,
demikian pula lereng tengah yang kadang cembung atau cekung mendapat

gerusan aliran permukaan relatif lebih besar dari puncaknya sendiri, sedangkan
kaki lereng merupakan daerah endapan (Salim, 1998).
Sedangkan dari sudut topografi mikro Tan (1998) menyatakan,
pengaruhnya sudah terasa pada perbedaan drainase, pencucian (run off) serta
tingkat erosi yang dihasilkan. Pada daerah tertinggi umumnya berdrainase baik
sedangkan pada daerah berdepresi memiliki drainase yang buruk dan lebih sering
basah.
Topografi (bentuk wilayah atau relief) suatu daerah dapat menghambat
atau mempercepat pengaruh iklim . di daerah yang datar atau mencekung di mana
air tidak mudah menghilag dari tanah atau mengenang, pengaruh iklim menjadi
tidak jelas dan terbentuklah tanah warna kelabu atau banyak mengandung karatan
sebagai akibat genangan air tersebut (Hardjowigeno, 2007)

4
Universitas Sumatera Utara

5

Topografi memodifikasi perkembangan profil tanah dalam tiga cara: (1)
dengan


mempengaruhi

banyaknya

presipitasi

yang

terserap

dan

yang

dipertahankan dalam tanah, jadi mempengaruhi perkembangan tanah; (2) dengan
mempengaruhi laju pembuangan tanah oleh erosi; (3) dengan mengarahkan
gerakan bahan dalam suspensi atau larutan atau dari satu daerah ke daerah lainnya
(Foth, 1994).
Daerah yang memiliki curah hujan tinggi, menyebabkan pergerakan air

pada suatu lereng menjadi tinggi pula sehingga dapat menghanyutkan partikel
partikel tanah. Proses penghancuran dan transportasi oleh air akan mengangkut
berbagai partikel-partikel tanah, bahan organik, unsur hara, dan bahan tanah
lainnya. Keadaan tersebut disebabkan oleh energi tumbuk butir-butir hujan,
intensitas hujan, dan penggerusan oleh aliran air pada permukaan tanah yang
memberikan pengaruh dalam proses pembentukan dan perkembangan tanah
(Arsyad, 2000).
Sifat- sifat tanah yang umumnya berhubungan dengan relief adala tebal
solum, tebal dan kandungan bahan organik horizon A. kandungan air tanah
(relative wetness),

warna

tanah

tingkat

perkembangan

horizon,


reaksi

tanah pH, kejenuhan basa, kandungan garam mudah larut dan lain-lain
(Hardjowigeno, 2007)
Perkembangan Tanah
Mohr dan Van Baren mengenal 5 tahap dalam perkembangan tanah di
daerah tropika: 1. Tahap awal–bahan induk yang tidak terkikis; 2. Tahap yuwana–
pengikisan telah dimulai, tetapi sebagian besar bahan aslinya belum terkikis; 3.
Tahap

dewasa–mineral

yang

mudah

terkikis

sebagian


besar

telah

5
Universitas Sumatera Utara

6

terombak,kandungan tanah liat telah meningkat dan kelembutannya dapat telihat
nyata; 4. Tahap tua–perombakan sampai pada tahap terakhir dan hanya
kebanyakan mineral yang paling resisten dapat bertahan; 5. Tahap akhir–
perkembangan tanah telah selesai dan tanah terkikis habis di bawah keadaan yang
berlaku (Foth, 1994).
Proses-proses perkembangan tanah yang menimbulkan ciri asasi terdiri
atas: (1) proses akumulasi bahan organik di permukaan bumi sambil membentuk
horison

O, antara lain termasuk proses yang menimbulkan ciri khas seperti


pembentukan humus, gambut; (2) proses elluviasi sambil membentuk horison A,
termasuk proses khas berupa antara lain pencucian basa, latosolisasi, podzolisasi;
(3) proses illuviasi sambil membentuk haorison B, terdiri atas proses khas seperti
antara lain akumulasi kapur, lempung (clay), besi, pembentukan ciri solonetz dan
lain-lain; (4) proses diferensiasi horison yang teratur, sebagai akibat proses-proses
(1), (2), dan (3) tersebut di atas (Darmawidjaya, 1990).
Perkembangan tanah adalah proses pembentukan tanah lanjut setelah
terbentuknya horison C, banyak cara untuk menentukan perkembangan tanah,
yaitu: (1) berdasarkan morfologi tanah, dinilai kelengkapan horison penyusun
morfologi tanah. Berikut ini urutan perkembangan tanah (yang awal lebih
berkembang dari yang dibelakangnya): A-E-Bt-C; A-Bt-C; A-Bw-C; A-C; C-R;
R. (2) berdasarkan nisbah SiO2-R2O3 (Al2O3+Fe2O3). Tanah dengan nisbah
lebih dari satu lebih berkembang daripada kurang dari satu. (3) berdasarkan
mineral primer, ditentukan mineral resisten yang dominan lebih berkembang
daripada yang didominasi mineral mudah melapuk. (4) berdasarkan mineral liat,
ditentukan jenis dan jumlah mineral liat penyusun tanah. Tingkat perkembangan

6
Universitas Sumatera Utara


7

tanah ditentukan berdasarkan susunan mineral liat yaitu tanah dengan mineral
gibsit > kaolinit > montmorillonit > alofan berarti

lebih

berkembang.

(Marpaung, 2015).
Lahan sawah
Tanah sawah adalah tanah yang di gunakan untuk bertanam padi sawah
baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija.
Istilah tanah sawah bukan merupakan istilah taksonomi, tetapi merupakan istilah
umum seperti halnya tanah hutan tanah perkebunan dan sebagainya. Tanah sawah
dapat berasal dari tanah kering dan di airi kemudian disawahkan atau dari tanah
rawa-rawa

yang


dikeringkan

dengan

membuat

saluran-saluran

drainase

(Prasetyo et al,2004).
Dalam semua tanah sawah terbentuk suatu lapisan bajak atau alas bajak
tipis. Lapisan ini merupakan suatu laisan mampat yang berdaya lulus air buruk
pada jeluk pengolahan tanah. Pada petak sawah yang di genangi di dataran
alluvial yang mempunyai muka air tanah tetap yang dangkal, seluruh tubuh tanah
berada dalam suatu taraf reduksi tertentu karena suasana anerob. Mungkin
terdapat beberapa bercak karat. Hanya 1 cm teratas dari tanah mungkin dapat
teroksidasi oleh oksigen sedikit yang ada dalam air genangan (Buring, 1993)
Tanah sawah (paddy soils) merupakan tanah yang dikelola sedemikian

rupa untuk budidaya tanaman padi sawah. Pengelolaan tanah ini meliputi : (i)
peralatan lahan dan pembuatan pematang, (ii) pelumpuran, tanah dicangkul dan
dihaluskan dalam jenuh air, (iii) penggenangan tanah dengan air setinggi 5 – 10
cm selama 4 – 5 bulan, (iv) drainase air dan pengeringan lahan pada saat panen

7
Universitas Sumatera Utara

8

dan (v) penggenangan kembali setelah interval waktu, sekitar beberapa minggu
hingga 8 bulan (Hardjowigeno dan Rayes, 2005).
Menurut (Agus, et al, 2004) faktor penting dalam proses pembentukan
profil tanah sawah adalah genangan air permukaan dan pengenangan serta
pengeringan yang bergantian. Proses pembantukan tanah sawah meliputi berbagai
proses yaitu (a) proses utama berupa pengaruh kondisi reduksi-oksidasi (redoks)
yang bergantian (b) penambahan dan pemindahan bahan kimia atau partikel tanah
dan (c) perubahan sifat fisik kimia dan morfologi tanah akibat penggenangan pada
tanah kering yang di sawahkan atau perbaikan drainase pada tanah rawa yang di
sawahkan.

Perubahan sifat tanah selanjutnya, terjadi akibat pelumpuran/pengolahan
tanah dalam keadaan tergenang dan penggenangan lapisan olah selama
pertumbuhan padi, sehingga terjadi proses pembasahan dari lapisan atas ke lapisan
bawah. Lama-kelamaan tanah dalam satu petak sawah akan mempunyai sifat
morfologi dan sifat-sifat tanah lain, yang mendekati kesamaan terutama pada
lapisan atas, atau bila sudah berumur ratusan tahun, pada seluruh solum tanah
(Hardjowigeno et al 2004).
Eluviasi dan illuviasi dari besi dan mangan bergantung pada status
reduksi–oksidasi dari setiap lapisan dan paling menentukan yaitu regim air. Air
irigasi menyebabkan proses reduksi pada lapisan paling bawah. Walau pun begitu
dari segi eluviasi dan illuviasi dari besi dan mangan, empat hal utama proses
pedogenesis dapat di identifikasi pada tanah sawah, penamaan Ag (singakatan A),
B, G, dan C horizon. Lapisan G juga disebabkan lapisan eluviasi oleh pergerakan
air tanah. Lapisan C akan tetap mempertahankan karakteristik yang mendasar

8
Universitas Sumatera Utara

9


dari tanah mineral. Di bagian atas horizon B berhubungan dengan horizon A,
tanah relative kurang padat karena adanya tekanan mekasnis oleh bajakan dan
bagian ini pada umumnya 10-20 cm. Akumulasi besi dan mangan pada horizon ini
sangat tidak tersusun sebagai solum utama dari horizon B (Tian-Ren, 1985).
Jenis tanah sawah adalah akibat persawahan yang menggenangi tanah
sawah untuk waktu yang agak lama. Faktor-faktor yang mempengaruhi tanah
sawah adalah (a) cuaca reduksi yang menyebabkan drainase buruk,pH rendah dan
ketersediaan bahan organic untuk diserap, (b) adanya sejumlah senyawa besi dan
mangan dan (c) kemampuan perkolasi ke bawah (Darmawidjaya, 1990).
Terassering
Terasering adalah

bangunan konservasi tanah dan air secara mekanis

yang dibuat untuk memperpendek panjang lereng dan atau memperkecil
kemiringan lereng dengan jalan penggalian dan pengurugan tanah melintang
lereng. Pembuatan terras adalah untuk mengubah permukaan tanah miring
menjadi bertingkat-tingkat untuk mengurangi kecepatan aliran permukaan dan
menahan serta menampungnya agar lebih banyak air yang meresap ke dalam
tanah melalui proses infiltrasi. Secara garis besar terasering adalah kondisi lereng
yang dibuat bertangga tangga yang dapat digunakan pada timbunan atau galian
yang tinggi dan berfungsi untuk:
1. Menambah stabilitas lereng
2. Memudahkan dalam perawatan (Konservasi Lereng)
3. Memperpanjang daerah resapan air
4. Memperpendek panjang lereng dan atau memperkecil kemiringan lereng
5. Mengurangi kecepatan aliran permukaan (run off)

9
Universitas Sumatera Utara

10

6. Dapat digunakan untuk landscaping
(Kustantini, 2014).
Sistem irigasi berulang (Cascade irrigation system) telah menjadi pilihan
utama untuk mengairi sejumlah besar teras sawah. Sistem irigasi berulang ini
menunjukkan aliran air terus menerus dari atas ke bawah teras yang melewati
bidang sawah. Karakteristik pergerakan unsur hara dipengaruhi oleh kualitas air
irigasi, kegiatan pengelolaan lahan dan kondisi cuaca. Berdasarkan pernyataan ini,
bagian atas dari sawah teras dapat diklasifikasikan sebagai areal pemurnian sawah
dan yang lebih rendah adalah areal pemakaian. Studi ini menemukan bahwa
jumlah sedimen dan kandungan hara serta debit dari lahan sawah dipengaruhi oleh
posisi teras, kualitas air irigasi dan jumlah pupuk kimia yang diaplikasikan ke
lahan.Teras atas yang langsung menerima air dari irigasi memiliki kecenderungan
untuk menjadi areal sawah murni dimana keseimbangan nutrisi (hara) pada posisi
teras ini kebanyakan bersifat negatif (Darma et al., 2011).
Klasifikasi tanah
Klasifiakasi tanah adalah pemilihan tanah yang di dasarkan pada sifatsifat tanah yang dimilikinya tanpa menghubungkannya dengan

tujuan

penggunaan tanah tersebut klasifikasi ini memberikan gambaran dasar terhadap
sifat-sifat fisik ,kimia dan mineral tanah yang di miliki masing-masing kelas yang
selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar untuk pengelolaan bagi pengguna
tanah (Hardjowigeno, 1993)
Dalam system klasifikasi tanah USDA (1975) dikenal 6 kategori yaitu :
Ordo, sub-ordo, great group sub group family dan seri. Empat kategori pertama
digolongkan kategori tinggi dan lainnya kategori rendah. Ciri dasar sebagai dasar

10
Universitas Sumatera Utara

11

utama dengan system klasifikasi ini adalah ada tindaknya horizon penciri yang
sangat membantu penempatan tanah dalam klasifiaksi (Soil Survey Staff, 1994).
Pencirian morfologi tanah dilakasanakan di lapangan ketika deskripsi
profil tanah telah di lakukan. Data yang di peroleh dari pendeskripsian profil di
lapangan antara lain warna, tekstur, konsistensi di samping itu juga di temukan
sifat-sifat mikromorfologi tanah antara lain karatan, batas horizon pemadasan dan
ketebalan lapisan .(Hardjowigeno, 1993).
Dalam klasifikasi tanah di kenal berbagai tingkat (kategori) klasifikasi
.Pada kategori tinggi tanah dibedakan secra garis besar kemudian pada kategori
berikutnya dibedakan lebih rinci. Jumlah sifat tanah pembeda semangkin
bertambah dengan semangkin rendahnya kategori , sehingga menyerupai pyramid.
Oleh karena itu pada kategori yang lebih rendah tidak hanya dibedakan
berdasarkan atas sifat pembeda pada kategori yang lebih tersebut tetapi juga
pembeda pada ketegori yang lebih tinggi (Hardjowigeno, 1993).
Berdasarkan system taksonomi tanah yang di terbitkan oleh usda (soil
survey staff, 1975) mempunyai 6 kategori dengan sifat-sifat factor pembeda mulai
dari kategori tertinggi ke kategori rendah:
Ordo

: faktor pembeda adalah ada tidaknya horizon penciri serta jenis
(sifat) dari horizon penciri tersebut

Subordo

: Faktor pembeda adalah keseragaman genetic. Misalnya ada
tidaknya sifat sifat tanah yang berhungan dengan pengaruh air,
rejim kelembapan, bahan induk utama, pengaruh vegetasi seperti
di tumjukkan oleh adanya sifat-sifat tanah tertentu, tingkat
pelapukan bahan organic.

11
Universitas Sumatera Utara

12

Grup

:Faktor pembedanya adalah kesamman jenis, tingkat perkembangan
dan susunan horizon , kejenuhan basa, rejim suhu da kelembapan
ada tidaknya lapisan-lapisan penciri lain.

Sub grup

: Faktor pembeda terdiri dari sifat – sifat grup (subgroup tipik),
sifat-sifat tanah peralihan ke grup lain subordo atau ordo, sifat-sifat
tanah peralihan ke bukan tanah.

Berdasarkan Key to Soil taxonomy 2014 terdapat 8 epipedon penciri yaitu :
A. Epipedon Mollik
Epipedon mollik mempunyai sifat perkembangan struktur tanah
cukup kuat, terletak di atas permukaan, mempunyai value warna≤
3.5 (lembab) dan kroma warna
≤ 3.5 (lembab), kejenuhan basa >
50%, kandungan C-organik > 0.6%, P2O5 < 250 ppm, dan n-value
< 0.7.
B. Epipedon Antropik
Epipedon antropik menunjukkan beberapa tanda-tanda adanya
gangguan manusia, dan memenuhi persyaratan mollik kecuali
P2O5 > 250 ppm.
C. Epipedon Umbrik
Epipedon umbrik mempunyai sifat perkembangan struktur tanah
cukup kuat, terletak di atas permukaan, mempunyai value warna≤
3.5 (lembab) dan kroma warna
≤ 3.5 (lembab), kejenuhan basa <
50%, kandungan C-organik > 0.6%, P2O5 < 250 ppm, dan n-value
< 0.7.

12
Universitas Sumatera Utara

13

D. Epipedon Folistik
Epipedon Folistik didefinisikan sebagai suatu lapisan (terdiri dari
satu horison atau lebih) yang jenuh air selama kurang dari 30 hari
kumulatif dan tahun-tahun normal (dan tidak ada didrainase).
Sebagian besar epipedon folistik tersusun dari bahan tanah organik.
E. Epipedon Histik
Epipedon Histik merupakam suatu lapisan yang dicirikan oleh
adanya saturasi (selama 30 hari atau lebih, secara kumulatif) dan
reduksi selama sebagian waktu dalam sebagian waktu dalam tahuntahun normal (dan telah drainase). Sebagian besar epipedon histik
tersusun dari bahan tanah organik.
F. Epipedon Okrik
Epipedon Okrik mempunyai tebal permukaan yang sangat tipis dan
kering, value dan kroma (lembab)
≥ 4. Epipedon okrik juga
mencakup horison-horison bahan organik yang terlampau tipis
untuk memenuhi persyaratan epipedon histik atau folistik.
G. Epipedon Plagen
Epipedon Plagen adalah suatu lapisan permukaan buatan manusia
setebal 50 cm atau lebih, yang telah terbentuk oleh pemupukan
(pupuk kandang) secara terus menerus dalam jangka waktu yang
lama. Biasanya epipedon plagen mengandung artifak seperti
pecahan-pecahan bata dan keramik pada seluruh kedalamannya.
Berdasarkan Keys to Soil Taxonomy 2014, terdapat 19 horison bawah
penciri yaitu :

13
Universitas Sumatera Utara

14

A. Horison Agrik
Horison Agrik adalah suatu horison iluvial yang telah terbentuk
akibat pengolahan tanah dan mengandung sejumlah debu, liat, dan
humus yang telah tereluviasi nyata.
B. Horison Argilik
Horison Argilik secara normal merupakan suatu horison bawah
permukaan dengan kandungan liat phylosilikat secara jelas lebih
tinggi. Terdapat selaput liat terorientasi pada permukaan pori di
mana pun dalam atau segera di bawah horison iluviasi. Horison
tersebut mempunyai sifat adanya gejala iluviasi liat, KTK tinggi (>
6 cmo/kg).
C. Horison Duripan
Horison Duripan merupakan horison yang memadas paling sedikit
setengahnya dengan perekat SiO2, dan tidak mudah hancur dengan
air atau HCl.
D. Horison Fragipan
Horison Fragipan mempunyai ketebalan 15 cm atau lebih adanya
tanda-tanda pedogenesis didalam horison serta perkembangan
struktur tanah lemah.
E. Horison Glosik
Horison Glosik terbentuk sebagai hasil degradasi suatu horison
argilik, kandik atau natrik dimana liat dan senyawa oksida besi
bebasnya telah dipindahkan.

14
Universitas Sumatera Utara

15

F. Horison Gipsik
Horison Gipsik adalah suatu horison iluvial yang senyawa gypsum
sekundernya telah terakumulasi dalam jumlah yang nyata, dimana
tebalnya lebih dari 15 cm.
G. Horison Kalsik
Horison Kalsik merupakan horison iluvial mempunyai akumulasi
kalsium karbonat sekunder atau karbonat yang lain dalam jumlah
yang cukup nyata.
H. Horison Kandik
Horison Kandik memiliki sifat adanya gejala iluviasi liat,
kandungan liat tinggi dan KTK rendah (