Optimation of N-acetylglucosamine Production from Chitin by Aspergillus rugulosus 501 Fermentation .

OPTIMASI PRODUKSI N-ASETILGLUKOSAMINA
DARI KITIN MELALUI FERMENTASI OLEH
Aspergillus rugulosus 501

FITRI WULANDARI

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

ABSTRAK
FITRI WULANDARI. Optimasi Produksi N-asetilglukosamina dari Kitin melalui
Fermentasi oleh Aspergillus rugulosus 501. Dibimbing oleh DJAROT
SASONGKO HAMI SENO dan IWAN SASKIAWAN.
Hidrolisis kitin menjadi N-asetilglukosamina (GlcNAc) secara kimiawi
menggunakan asam pekat seperti asam klorida diketahui kurang ramah
lingkungan dan sulit dikontrol. Alternatif untuk mengatasi hal tersebut adalah
hidrolisis secara enzimatik dengan memanfaatkan enzim kitinase. Penelitian
bertujuan mencari kondisi optimum produksi GlcNAc dari kitin secara enzimatik

menggunakan enzim kitinase dari kapang A. rugulosus 501 (1% v/v) melalui
fermentasi. Kitin difermentasi menggunakan A. rugulosus 501 dalam medium
produksi GlcNAc dengan pengaruh pH awal media (4, 5, 6, 7) dan sumber
nitrogen (bacto pepton, ekstrak khamir, amonium sulfat, dan urea). Pengambilan
sampel dilakukan pada hari ke-0, 5, 6, 7, 8, 9, 10 dan diukur dengan metode
Reissig. Senyawa GlcNAc diikat oleh kalium tetraborat kemudian ditambahkan
reagent p-dimetilaminobenzaldehida (DMAB) dan serapan diukur pada panjang
gelombang 584 nm. Senyawa GlcNAc yang diperoleh dari fermentasi dipekatkan
dengan evaporator dan freeze dryer. Konsentrasi GlcNAc yang diperoleh sangat
rendah. Produksi GlcNAc diperoleh optimal (2,228 μg/mL) pada media dengan
pH awal 4 and sumber nitrogen urea pada hari ke-10.

ABSTRACT
FITRI WULANDARI. Optimation of N-acetylglucosamine Production from
Chitin by Aspergillus rugulosus 501 Fermentation . Under the direction of
DJAROT SASONGKO HAMI SENO and IWAN SASKIAWAN.
Chemical hydrolysis of chitin into N-acetyl-glucosamine (GlcNAc) using
strong acid such as HCl will damage environment and hard. Enzymatic hydrolysis
using chitinase is an alternative method to overcome such problems. Fermentation
was done by A. rugulosus 501 (1% v/v) using GlcNAc production medium with

variation initial pH (4, 5, 6, and 7) and nitrogen source (bacto peptone, yeast
extract, ammonium sulphate, and urea). Samples were to be at day 0; 5; 6; 7; 8; 9
10 and measured using Reissig method. Chemical of GlcNAc tied by calium
tetraborat then added reagent p-dimetilaminobenzaldehida (DMAB) and
absorbtion measured at 584 nm wave. The obtained GlcNAc were to be
concentrated using evaporator and freeze dryer. The results showed that GlcNAc
concentration obtained was very low. The optimal production (2,228 μg/mL) were
observed at the initial pH 4 and urea as nitrogen source at day 10.

OPTIMASI PRODUKSI N-ASETILGLUKOSAMINA
DARI KITIN MELALUI FERMENTASI OLEH
Aspergillus rugulosus 501

FITRI WULANDARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia


DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

Judul Skripsi
Nama
NIM

:Optimasi Produksi N-asetilglukosamina dari Kitin melalui
Fermentasi oleh Aspergillus rugulosus 501
: Fitri Wulandari
: G84050430

Disetujui
Komisi pembimbing

Dr. Iwan Saskiawan
Anggota


Drs. Djarot Sasongko HS, M.S.
Ketua

Diketahui

Dr. drh. Hasim, DEA
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis menyelesaikan dengan baik penelitian
dan penulisan karya ilmiah yang berjudul Optimasi Produksi N-asetilglukosamina
dari Kitin melalui Fermentasi oleh Aspergillus rugulosus 501. Karya ilmiah ini
ditulis berdasarkan penelitian yang dilaksanakan di Laboratorium Biokimia
Mikrob, Bidang Mikrobiologi, Pusat Penelitian Biologi LIPI-Bogor selama
kurang lebih 5 bulan yaitu pada bulan Februari sampai Juni 2009 sebagai
prasyarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Departemen Biokimia, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Proses menuju keberhasilan yang harus dilalui penulis selama penelitian dan
penyusunan karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena
itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Drs. Djarot Sasongko HS, M.S. dan
Dr. Iwan Saskiawan selaku pembimbing atas segala kesabaran dan keikhlasan
dalam memberikan bimbingan, arahan, dan masukan bagi penulis. Ucapan terima
kasih penulis sampaikan pada Bu Nunuk, Bu Kesi, Teh Ninuk, Teh Neng, Teh
Rini, Suri, Rini, dan Santi atas motivasi, masukan, dan bantuannya selama
penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu, kedua
adikku (Devi dan Dewi), dan Dian Nurdiansyah atas segala dukungan dan doa
bagi penulis serta kepada teman-teman Biokimia 42 atas segala motivasi dan
bantuannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2009

Fitri Wulandari

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Klaten, Jawa Tengah pada tanggal 15 Mei 1987 dari

ayahanda Suwandi dan ibunda Tukinem. Penulis merupakan anak pertama dari
tiga bersaudara.
Tahun 2005 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Cawas, Klaten dan lolos
seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis
memilih Bidang Biomolekul, Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan
Community of Research and Education in Biochemistry (CREBs) pada tahun
2006-2007 menjabat sebagai staf subbidang Mikrobiologi, organisasi daerah
Keluarga Mahasiswa Klaten (KMK) pada tahun 2006 menjabat sebagai anggota
Bidang Infokom, tahun 2007 menjabat sebagai Sekretaris II dan tahun 2008
menjabat sebagai Bendahara I. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum
mata kuliah Biokimia Umum S1 Departemen Biologi dan BDP pada tahun 2008.
Penulis melakukan Praktik Lapangan di Laboratorium Biokimia Mikrob, Bidang
Mikrobiologi, Pusat Penelitian Biologi LIPI-Bogor dari bulan Juli sampai Agustus
2008 dengan judul Optimasi Produksi N-asetilglukosamina dari Kitin melalui
Fermentasi oleh Aspergillus rugulosus 501 dan Streptomyces sp..

DAFTAR ISI
Halaman

viii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………..
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………..

viii

PENDAHULUAN …………………………………………………………..

1

TINJAUAN PUSTAKA
Kitin ………………………………………………………………........
Kitinase ………………………………………………………………...
N-asetilglukosamina …………………………………………………...
Aspergillus rugulosus 501 ……………………………………………..

1
2
3
3


BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat …………………………………………………………
Metode Penelitian ……………………………………………………...

4
4

HASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi GlcNAc ………………………………………………………
Hasil Optimasi …………………………………………………………
Pemekatan Konsentrasi GlcNAc dari Hasil Fermentasi …………….....

5
6
8

SIMPULAN DAN SARAN ………………………………………………….
Simpulan …………………………………………………………….....
Saran …………………………………………………………………...


9
9
9

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………..

9

LAMPIRAN ………………………………………………………………….

12

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Struktur kitin dan kitosan …………………………………………………..
2
2 Mekanisme pemotongan eksokitinase dan endokitinase ...............................

3


3 Struktur kimia GlcNAc …………………………………………………….

3

4 Kapang A. rugulosus 501 …………………………………………………..

4

5 Media kitin untuk produksi GlcNAc ……………………………………….

5

6 Pengaruh pH pada produksi GlcNAc ………………………………………

6

7 Penurunan pH media kitin selama fermentasi dengan pengaruh pH awal …

6


8 Pengaruh sumber N pada produksi GlcNAc ……………………………….

7

9 Penurunan pH media kitin selama fermentasi ……………………………...

8

10 Ekstrak fermentasi kitin oleh A. rugulosus 501 …………………………..

8

11 Panjang gelombang maksimum dengan metode Reissig ………………....

9

12 Hasil analisis HPLC ……………………………………………………………..

9

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Produksi GlcNAc dari kitin melalui fermentasi semi padat ………………... 13
2 Analisis kuantitatif GlcNAc dengan metode Reissig (1955) ……………….. 14
3 Pembuatan reagent dan pereaksi yang digunakan dalam penelitian ………... 15
4 Kurva standar GlcNAc ……………………………………………………...

15

5 Pengaruh pH pada produksi GlcNAc melalui fermentasi semi padat ………

16

6 Pengaruh sumber N pada produksi GlcNAc melalui fermentasi semi padat..

20

7 Contoh perhitungan …………………………………………………………

23

8 Penurunan pH media selama fermentasi pada optimasi pH ……………………

24

9 Penurunan pH media selama fermentasi pada optimasi sumber N …………

24

10 Analisis statistik (output progam SAS) ……………………………………

24

1

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara penghasil
udang terbesar ketiga di dunia dan setiap
tahunnya dihasilkan sekitar 0.08 juta ton
udang. Limbah yang dihasilkan dalam
konsumsi udang sebagai bahan pangan
berkisar 30-70% dari berat udang (Setyahadi
2006). Salah satu bentuk pemanfaatan limbah
udang adalah diolah menjadi kitin dan
kitosan.
Kitin yang terkandung dalam
Crustaceae berada dalam kadar yang cukup
tinggi berkisar 20-60% tergantung spesies,
sedangkan kulit udang mengandung 14-35%
kitin. Limbah yang mengandung kitin di
Indonesia dihasilkan sekitar 56.200 ton/tahun
(DKP 2000).
Kitin merupakan homopolimer dari β-1,4
N-asetil-D-glukosamina
(GlcNAc)
dan
polimer terbanyak kedua di alam setelah
selulosa. Kitin dapat didegradasi menjadi
monomernya yaitu N-asetilglukosamina
(GlcNAc).
N-asetilglukosamina
dapat
dimanfaatkan sebagai antipenuaan, pengawet,
dan antibiotik (Yurnaliza 2002).
Pada umumnya GlcNAc diperoleh secara
kimiawi
dengan
menghidrolisis
kitin
menggunakan asam pekat seperti asam
klorida (HCl). Akan tetapi metode ini kurang
ramah lingkungan karena bahan kimia yang
digunakan untuk menghasilkan GlcNAc
sangat banyak. Selain itu GlcNAc yang
dihasilkan juga sangat sedikit (kurang dari
65%) dan sulit dikontrol (Sashiwa et al.
2002). Saat ini telah berkembang penelitian
yang mensintesis GlcNAc dari kitin secara
enzimatik menggunakan beberapa enzim
seperti enzim kitinase (Sashiwa et al. 2002)
dan lisozim (Aiba 2009).
Salah
satu
mikroorganisme
yang
menghasilkan
enzim
kitinase
adalah
Aspergillus rugulosus 501. Yurnaliza (2002)
menyatakan bahwa kitinase pada jamur
memiliki
aktivitas
eksokitinase
dan
endokitinase sehingga mampu mendegradasi
kitin secepat pembentukan kitin itu sendiri. A.
rugulosus 501 sendiri memiliki aktivitas
kitinase secara eksokitinase.
Penelitian ini bertujuan mencari kondisi
optimum produksi GlcNAc dari kitin secara
enzimatik menggunakan enzim kitinase dari
kapang A. rugulosus 501 melalui fermentasi
substrat semi padat. Produksi GlcNAc dapat
diperoleh secara optimal melalui rekayasa
substrat untuk memacu pertumbuhan jamur
A. rugulosus 501.
Hipotesis penelitian adalah media kitin
dengan penambahan sumber N yang

difermentasi oleh A. rugulosus 501 dapat
menghasilkan GlcNAc secara maksimum.
Hasil penelitian diharapkan dapat memberi
alternatif kepada masyarakat untuk mengolah
kitin menjadi produk yang bernilai tinggi
dengan cara yang mudah dan murah,
sehingga pencemaran lingkungan oleh kulit
udang dapat ditangani secara cepat dan
efektif.

TINJAUAN PUSTAKA
Kitin
Kitin merupakan aminoglukoprotein yang
tersusun atas residu glikoprotein yaitu Nasetilglukosamina (GlcNAc) seperti terlihat
pada Gambar 1 (Piza 1999).
Kitin
merupakan polimer kedua terbesar di alam
setelah selulosa atau biopolimer yang
mengandung nitrogen (N) terbanyak yang ada
di alam. Senyawa ini banyak terdapat di
cangkang pada udang dan kepiting, siput,
serangga, cacing, dan beberapa dinding sel
jamur dan alga. Kitin berbentuk padat
berwarna putih dan memiliki sifat tidak larut
dalam air dan pelarut organik. Akan tetapi,
kitin larut dalam asam pekat seperti asam
sulfat, asam nitrit, asam fosfat, dan asam
fotmiat anhidrat dan dapat terurai dengan
adanya enzim (Yurnaliza 2002; Pasaribu
2004; Setyahadi 2006).
Polimer ini memiliki tiga bentuk
polimorfik yaitu α-kitin, β-kitin, dan γ-kitin.
Ketiganya memiliki perbedaan yang terletak
pada orientasi rantai polisakarida. Pada αkitin, rantai-rantai polimer tersusun secara
antiparalel. Pada umumnya, kitin jenis ini
banyak terdapat pada jamur dan arthropoda,
β-kitin memiliki rantai-rantai polimer yang
tersusun secara paralel dan reaktifitasnya
relatif tinggi. Kitin tipe γ-kitin tersusun atas
tiga rantai, dua rantai tersusun secara paralel
dan satu rantai lainnya tersusun secara
antiparalel (Peter 2005).
Sebagai salah satu negara pengekspor
udang,
Indonesia
memiliki
peluang
memproduksi kitin. Dengan volume ekspor
udang (kupas dan tanpa kepala) sekitar 90
ribu ton setiap tahunnya, tersedia kulit udang
(kering) sebanyak 12 ribu ton. Ekspor
kepiting (umumnya kaleng) sekitar 4000 ton
per tahun juga berpotensi menghasilkan kulit
sebagai limbah sebanyak 1000 ton per
tahun.Kedua limbah tersebut berpotensi
diolah menjadi kitin, dengan produksi sekitar
1700 ton per tahun (DKP 2000).

2

Sebaran
ketersediaan
kulit
udang
mencakup pantura Jawa, Sumetera Utara,
Lampung, Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tenggara,
Sulawesi
Tengah,
dan
Kalimantan Timur. Limbah udang yang
dihasilkan di Indonesia sekitar 40-60%
dengan estimasi kandungan kitin 15% dari
limbah tersebut. Tersebarnya bahan baku
(kulit udang atau kulit kepiting kering)
merupakah salah satu kendala yang harus
diatasi (Setyahadi 2006).
Kitin dapat dihasilkan dari kulit udang
secara enzimatik, kimiawi, dan gabungan dari
enzimatik dan kimiawi. Proses kimiawi
diperoleh dengan menghilangkan mineral
menggunakan
asam
dan
dilanjutkan
penghilangan protein menggunakan alkali
yang dipanaskan. Proses enzimatik yaitu
dilakukan menggunakan reaksi enzimatik.
Proses ini merupakan pilihan yang ideal
karena ramah lingkungan dan prosesnya
mudah dikontrol. Sedangkan proses kimiawi
dan enzimatik biasanya digunakan untuk
mengkonversi kitin menjadi kitosan (Wibowo
2006).
Beberapa peranan penting kitin dalam
dunia bioteknologi dan industri yaitu dapat
digunakan dalam industri kertas, fiber, tekstil,
kosmetik, obat-obatan pada beberapa
penyakit seperti obesitas dan hiperlipidemia,
pangan, gizi, dan film. Selain itu, kitin juga
sebagai sumber N-asetilglukosamina yang
dimanfaatkan
sebagai
antibiotik
dan
pengawet (Peter 2005;Yurnaliza 2002).

Gambar 1 Struktur kitin (atas) dan kitosan
(bawah) (Piza 1999).
Kitinase
Kitinase sering disebut sebagai poli (1,4-β
[2-asetamido-2-deoksi-glukosaminide]

glikano hidrolase, merupakan enzim yang
mendegradasi kitin menjadi monomernya
yaitu N-asetilglukosamina. Enzim kitinase
menghidrolisis ikatan β-1,4-asetamido-2deoksi-D-glikosida. Jenis-jenis bakteri yang
dapat menghasilkan enzim kitinase adalah
Vibrio parahaemaluticus, Flavobacterium
indolthecium,
Serratia
marcencens,
Enterobacter liquefaciens, Bacillus cereus,
Klebsiella sp., dan Micrococcus colpogenes.
Sedangkan jenis-jenis jamur yang dapat
menghasilkan
enzim
kitinase
adalah
Mortierella sp, Mucor subtillisimum,
Aspergillus fumigtus, Trichoderma viridae,
dan Aspergillus sp. 501 (Yurnaliza 2002;
Widhyastuti et al. 2006).
Enzim kitinase menurut Sahai&Manocha
(1993) dibagi menjadi tiga tipe antara lain
endokitinase, eksokitinase, dan β-1,4-Nasetilglukosamidase.
Endokitinase
merupakan enzim yang memotong secara
acak ikatan β-1,4 pada bagian internal kitin
dengan produk akhir oligomer pendek Nasetilglukosamina. Eksokitinase merupakan
enzim yang mengkatalisis secara aktif
pembebasan unit-unit diasetilkhitobiosa tanpa
terbentuk monosakarida dan oligosakarida.
Pemotongan hanya terjadi pada bagian
nonreduksi dan lebih teratur (tidak secara
acak). Enzim ini sering juga disebut
khitobiosidase. Mekanisme pemotongan
endokitinase dan eksokitinase diperlihatkan
pada Gambar 2. Sedangkan β-1,4-Nasetilglukosamidase merupakan enzim yang
memotong kitin menjadi monomernya yaitu
N-asetilglukosamina.
Kitinase dalam mikroorganisme dapat
dihambat secara kompetitif oleh beberapa
senyawa. Peter (2005) menuliskan bahwa
kitinase dihambat oleh alosamidin dan
beberapa senyawa selain gula. Argifin dan
Argadin menghambat kitinase serangga
Lucilia
cuprina.
Yurnaliza
(2002)
melaporkan bahwa N-asetilglukosamina dan
glukosa menghambat sintetis kitinase pada
Trichoderma harzianumm.
Enzim ini memiliki beberapa peranan
penting dalam kehidupan manusia. Kitinase
dilaporkan dapat dimanfaatkan dalam
industri gula antara lain sebagai pengendali
hama dan penyakit pada tanaman tebu. Enzim
ini juga dapat diaplikasikan dalam pertanian
yaitu melindungi tanaman dari hama dan
penyakit, industri makanan, biokontrol larva
nyamuk, preparasi protoplas, produksi sel
tunggal, dan bioteknologi dalam produksi
kitooligosakarida dan N-asetilglukosamina
(Peter 2005).

3

Enzim kitinase

nase

cepat oleh eksokitinase menjadi GlcNAc
(Sashiwa et al. 2002).

Gambar 3 Struktur kimia GlcNAc
(Aiba 2009).
Aspergillus rugulosus 501

Gambar

2

Mekanisme
pemotongan
eksokitinase dan endokitinase
(Sahai&Manoca 1993).

N-asetilglukosamina
N-asetilglukosamina
(GlcNAc)
merupakan monomer dari kitin yang
memiliki rumus molekul C6H15NO6 yang
berisi campuran murni 6.9 % nitrogen dengan
struktur kimia yang sama dengan selulosa
yang diganti oleh suatu unit asetil amino
(CH3COONH2) (Pasaribu 2004). Struktur
kimia GlcNAc dapat dilihat pada Gambar 3.
Pada umumnya GlcNAc berbentuk bubuk
putih dengan rasa manis dan memiliki fungsi
sebagai bioregulator. GlcNAc mendapat
perhatian besar dalam osteoarthritis dan
digunakan sebagai pengganti gula (Sashiwa
et al. 2002). Selain itu, monosakarida ini
dapat dimanfaatkan untuk kecantikan kulit,
meningkatkan daya ingat, dan mengontrol
fungsi usus dengan memacu perkembangan
Bifidobakterium yang menguntungkan bagi
tubuh manusia (Aiba 2009). Di alam,
GlcNAc
dimanfaatkan
mikroorganisme
sebagai sumber karbon dan nitrogen
(Yurnaliza 2002).
Senyawa GlcNAc pada umumnya
dihasilkan melalui hidrolisis asam (HCl) dari
kitin. Produksi GlcNAc paling bagus
dihasilkan dari hidrolisis β-kitin. Produksi
GlcNAc dari kitin harus melewati dua tahap.
Pada awalnya kitin dipecah secara perlahan
oleh endokitinase menjadi oligosakarida.
Selanjutnya, oligosakarida dipecah secara

Aspergillus digolongkan dalam kapang
lendir yang merupakan mikroorganisme yang
heterogen (Pelczar&Chan 1986). Kapang A
.rugulosus 501 merupakan koleksi dari
laboratorium Koleksi Kultur Mikrob Bidang
Mikrobiologi Puslit Biologi LIPI. Kapang ini
dapat diisolasi dari tanah, kayu yang lapuk,
dan lingkungan yang berair. Namun kapang
ini paling banyak dijumpai di dalam tanah. Di
dalam tanah, mikroorganisme ini berperan
sebagai pengurai bahan-bahan organik dan
membantu membentuk bongkahan tanah.
Bahan-bahan organik yang mampu diuraikan
adalah selulosa, hemiselulosa, tepung, inulin,
kitin, dan tanin (Rao 1994).
Di alam, A. rugulosus 501 hidup secara
aerob dengan kadar oksigen yang tinggi.
Sedangkan pada kelembaban tanah yang
terlalu tinggi jumlahnya menurun. Jamur ini
dapat tumbuh dalam
medium yang
diasamkan (pH 5.0) dan kaya akan sumber
karbon seperti monosakarida (glukosa) dan
polisakarida (amilase).
Menurut Sutrisno (1998), A. rugulosus
501 digolongkan ke dalam kerajaan Jamur,
divisi Mycophyta, kelas Eumycetes, sub kelas
Ascomycetes, ordo Plectuscales, famili
Aspergilaceae, genus Aspergillus, dan
species A. rugulosus 501. Ciri-ciri spesifik
kapang ini adalah memiliki rata-rata
pertumbuhan 3 hari. Spora A. rugulosus 501
berbentuk bulat dengan diameter 0.5-1 μm
dan bereproduksi secara aseksual dengan
membentuk spora. Pada Gambar 4 terlihat
spora A. rugulosus 501 berwarna biru
kehijauan (Wulandari 2008). Beberapa
spesies Aspergillus dapat tumbuh baik pada
suhu 37ºC tapi terdapat juga yang tumbuh
pada suhu 28°C (Fardiaz 1992).

4

Kapang A. rugulosus 501 merupakan
spesies jamur yang memiliki aktivitas
kitinase dari beberapa spesies dalam genus
Aspergillus (Widhyastuti et al. 2006).
Rattanakit et.al (2002) melakukan penelitian
menggunakan ekstrak enzim kitinase dari
isolat Aspergillus sp. untuk mendegradasi
kitin
menjadi N-asetilglukosamina dan
menghasilkan 33% N-asetilglukosamina.
Pada umumnya, spesies Aspergillus yang
bersifat patogen dapat menyebabkan infeksi,
alergi, dan keracunan. Penyakit yang
disebabkan oleh Aspergillus dikenal dengan
nama Aspergillosis. Rabie et al. (1976)
melaporkan bahwa Aspergillus rugulosus
menghasilkan sterigmatosistin yaitu suatu
senyawa yang bersifat karsinogenik pada
hewan seperti ayam.

Gambar 4 Kapang A. rugulosus 501.

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan pada
penelitian ini adalah kitin udang berasal dari
PT Vital House Cirebon, kentang, dekstrosa,
KH2PO4, MgSO 4.7H2O, agar bakteriologis,
bakto pepton, ekstrak khamir, amonium
sulfat, urea, p-dimetilaminobenzaldehida
(DMAB), asam asetat glasial, kalium
tetraborat, akuades, HCl 10 N, tween 80,
H2SO4 20%, etanol, asetonitril, standar Nasetilglukosamina, dan akuades. Sedangkan
kultur yang digunakan adalah A. rugulosus
501 dari koleksi laboratorium Koleksi Kultur
Mikrob Bidang Mikrobiologi Puslit Biologi
LIPI.
Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat
gelas, tip steril, alumunium foil, mikropipet,
ose, kertas pH, tabung vial (ependorf), sudip,
loop, plastik tahan panas, tabung film, dan
bunsen, inkubator shaker, inkubator, High
Performance
Liquid
Chromatography
(HPLC), batang pengaduk, vorteks, lemari
pendingin, pH meter, indikator pH, laminar
air flow hood, sentrifuse mikro, freezer,
neraca analitik, Hot Air Rapid Drying Oven,

autoklaf, freeze dryer, evaporator,
spektrofotometer UV-Vis.

dan

Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui enam
tahap, antara lain peremajaan kultur, produksi
GlcNAc,
optimasi
GlcNAc,
analisis
kuantitatif GlcNAc dengan metode Reissig,
analisis kualitatif GlcNAc, dan pemekatan
GlcNAc sehingga diperoleh konsentrasi
GlcNAc tinggi.
Peremajaan Kultur (Hadioetomo 1993)
Kapang
(Aspergillus
sp.
501)
ditumbuhkan dalam media agar miring
Potato Dextrose Agar (PDA). Kemudian
hasil peremajaan diinkubasi pada suhu 28ºC
selama 2-3 hari. Untuk pemanenan spora,
sebanyak 3 mL akuades steril yang
ditambahkan tween sebanyak 0.1% (v/v)
(Rattanakit et al. 2002) dimasukan ke dalam
kultur pada agar miring. Spora dikorek
dengan ose dan diencerkan dengan akuades
steril yang ditambahkan tween hingga
mencapai nilai OD 0,5. Pengukuran OD
dilakukan menggunakan spektrofotometer
UV-Vis pada λ 600 nm.
Produksi GlcNAc
Produksi N-asetilglukosamina dilakukan
melalui proses fermentasi semi padat.
Sebanyak 2% (v/v) kultur A. rugulosus 501
diinokulasikan ke dalam 50 mL media kitin
yanga terdiri atas kitin 2% (b/v),
KH2PO4.3H2O 0,1 % (b/v), MgSO4.7H2O 0.
0,5 % (b/v), sumber nitrogen 0.1% (b/v)
(Wang et al. 2002), glukosa 2% (b/v), dan
akuades. Kemudian media kitin diinkubasi
pada inkubator shaker pada suhu ruang
(28°C) selama 10 hari dengan pengambilan
sampel pada hari ke- 0, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10.
(Wulandari 2008). Hasil produksi GlcNAc
kemudian
dipekatkan
konsentrasinya
menggunakan evaporator pada suhu 50ºC dan
freeze dryer.
Optimasi Produksi GlcNAc
Optimasi meliputi penentuan pH dan
sumber nitrogen. Media yang digunakan
adalah media berdasarkan Wang (2002)
dengan modifikasi pada pH awal media dan
sumber nitrogen. Pengaruh pH diberikan
pada kisaran pH 4 sampai pH 7 pada media
kitin dan nilai pH disesuaikan menggunakan
HCl 1 N. Pengaruh penambahan sumber
nitrogen pada media kitin dilakukan dengan
mengganti sumber nitrogen dengan sumber

5

nitrogen lain, diantaranya urea, amonium
sulfat, bakto pepton, dan ekstrak khamir.
Analisis Kuantitatif GlcNAc dengan
metode Reissig et al. (1955)
Sampel yang diambil pada hari ke-0, 5, 6,
7, 8, 9, dan 10 disentrifuse pada kecepatan
10.000 g selama 5 menit. Supernatan
sebanyak 0,25 mL dipisahkan kemudian
ditambahkan kalium tetraborat pH 9,1
sebanyak 0,05 mL untuk mengikat GlcNAc.
Larutan direndam dalam air mendidih selama
3 menit untuk mempercepat reaksi
pengikatan antara kalium tetraborat dengan
GlcNAc. Setelah dingin, ditambahkan
reagent
p-dimetilaminobenzaldehida
(DMAB) sebanyak 1,25 mL lalu dengan
segera diinkubasi pada suhu 37ºC selama 20
menit. Selanjutnya, absorban diukur dengan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 584 nm. Untuk kurva standar,
konsentrasi standar GlcNAc yang digunakan
adalah 10, 20, 30, 40, 50, dan 60 μg/mL.
Analisis Kualitatif GlcNAc
Kandungan GlcNac dalam sampel
dianalisis dengan HPLC (Shimadzu model
LC20AB) menggunakan kolom C18. Fase
gerak yang digunakan adalah asetonitril:air
(70:30, v/v) dengan rata-rata aliran 1
mL/menit dan suhu ruang (Kuk et al. 2005).
Produk diidentifikasi menggunakan detektor
UV pada panjang gelombang 230 nm.
Pemekatan Konsentrasi GlcNAc
Pemekatan konsentrasi GlcNAc yang
diperoleh
dari
fermentasi
dilakukan
menggunakan dua alat yaitu evaporator dan
freeze dryer. Ekstrak ferementasi sebanyak
kurang lebih 500 mL dievaporator pada suhu
50°C selama kurang lebih 2 jam hingga
diperoleh volume akhir 10 mL. Pemekatan
menggunakan freeze dryer, sampel dibekukan
terlebih dahulu pada suhu -40°C, setelah itu
dalam keadaan vakum, sampel dikering
bekukan pada tekanan 0,1 atm hingga hampir
seluruh H2O hilang dan sampel menjadi
serbuk basah.
Analisis Statistik
Analisis statistik yang digunakan adalah
rancangan
acak
kelompok
(RAK)
(Mattjik&Sumertajaya 2002). Model linier
yang digunakan adalah
Yij = µ + τi + βj + εij
keterangan:
i = sumber nitrogen; j = waktu inkubasi;
Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i

dan kelompok ke-j
µ = rataan umum
τi= pengaruh perlakuan ke-i
βj= pengaruh kelompok ke-j
εij= pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan
kelompok ke-j.
Data yang diperoleh dianalisis dengan uji
Duncan pada tingkat kepercayaan 95% dan
taraf 0,05. Analisis data dilakukan dengan
program SAS.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi GlcNAc
Produksi GlcNAc dalam penelitian ini
dilakukan dengan metode fermentasi substrat
semi padat. Kapang A. rugulosus 501 yang
diinokulasikan dalam media kitin diharapkan
mampu mendegradasi kitin menjadi GlcNAc
yang larut dalam ekstrak dari hasil
fermentasi. Jumlah A. rugulosus 501 yang
diinokulasikan ke dalam media kitin
sebanyak 1% (v/v). Media kitin (Gambar 5)
yang digunakan dalam penelitian ini terdiri
atas kitin yang masih berbentuk lembaran,
KH2PO4, MgSO4. 7H2O, glukosa, dan
berbagai sumber nitrogen organik dan
anorganik. Lembaran kitin dalam penelitian
ini berfungsi sebagai substrat fermentasi semi
padat. KH2PO4 dan MgSO4. 7H2O berfungsi
sebagai sumber mineral yaitu kalium (K),
magnesium (Mg), dan belerang (S), makro
elemen, dan buffer pH. Glukosa berfungsi
sebagai sumber karbon dan energi untuk
pertumbuhan mikroorganisme. Komposisi
dalam media kitin ini bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi bagi kapang A.
rugulosus 501. Semakin baik pertumbuhan A.
rugulosus 501, maka semakin banyak enzim
kitinase yang dihasilkan dan produksi
GlcNAc juga semakin banyak.

Gambar 5 Media kitin untuk produksi
GlcNAc.

6

Media kitin yang telah diinokulasi kapang
A. rugulosus 501 kemudian diinkubasi
selama 10 hari (Wulandari 2009). Lamanya
inkubasi ini disebabkan karena kitin masih
berbentuk
lembaran
sehingga
untuk
menghidrolisis kitin menjadi GlcNAc
membutuhkan waktu yang lama. Suhu
inkubasi yang digunakan adalah suhu ruang
yang merupakan suhu paling baik untuk A.
rugulosus 501 memproduksi enzim kitinase.
Setelah 10 hari inkubasi, media kitin yang
telah diinokulasi A. rugulosus 501 tampak
jernih yang menunjukkan bahwa kitin telah
dihidrolisis menjadi GlcNAc.

Selama
proses
fermentasi
terjadi
penurunan nilai pH pada media. Penurunan
pH dapat dilihat pada Gambar 7. Inkubasi
selama 5 hari seluruh media cenderung
mengalami penurunan pH menjadi pH 3,0
dan stabil hingga hari ke-10. Hal ini
disebabkan adanya aktivitas ekstraseluler
pada sel A. rugulosus 501 yang mengeluarkan
senyawa-senyawa asam selama pertumbuhan
seperti asam piruvat dan asam asetat.
(Pelczar&Chan 1986).

Hasil Optimasi
Pengaruh pH Awal Media Kitin pada
Produksi GlcNAc
Optimasi pH awal media kitin dilakukan
untuk memproduksi GlcNAc antara lain pH
4,0; 5,0; 6,0; 7,0. Optimasi pH ini
dimaksudkan untuk memacu pertumbuhan A.
rugulosus
501
sehingga
mampu
menghidrolisis kitin menjadi GlcNAc dengan
enzim kitinase yang dihasilkan. Optimasi pH
pada media dapat dilihat pada Gambar 6.
Produksi GlcNAc tertinggi terjadi pada media
kitin yang memiliki pH awal 4,0 yaitu 1,669
μg/mL pada hari ke-8, diiukuti pH 5,0; 6,0;
dan 7,0. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Rattanakit et al. (2002) bahwa
produksi
GlcNAc
tertinggi
melalui
fermentasi substrat padat dengan ekstrak
enzim dari Aspergillus sp. antara lain
berturut-turut pH 4,0; 5,0; 6,0; 7,0. Produksi
GlcNAc tertinggi terjadi pada pH 4,0
disebabkan pada media pH 4,0 merupakan
nilai pH yang baik untuk pertumbuhan A.
rugulosus 501. Selain itu, Yurnaliza (2002)
menyatakan bahwa kitinase bersifat aktif
pada pH asam.

Gambar 6 Pengaruh pH pada produksi
GlcNAc. (♦) pH 4, (■) pH 5,
(▲) pH 6, (x) pH 7.

Gambar 7 Penurunan pH media kitin selama
fermentasi dengan pengaruh pH
awal. (♦) pH 4, (■) pH 5, (▲) pH
6, (x) pH 7.
Pengaruh Sumber Nitrogen (N) pada
Produksi GlcNAc
Nitrogen diperlukan untuk pembentukan
protoplasma dan dinding sel. Sumber N dapat
berasal dari pepton, ekstrak khamir, urea,
amonium nitrat, polipepton, dan amonium
sulfat. Konsentrasi sumber N dalam media
perlu diperhatikan. Kadar nitrogen yang
terlalu
tinggi
akan
menyebabkan
perbandingan C dan N menjadi lebih kecil
sehingga A. rugulosus 501 tidak dapat
tumbuh dengan baik (Widhyastuti et al.
2008).
Penelitian ini menentukan pengaruh
sumber nitrogen dalam produksi GlcNAc
(Gambar 8). Sumber N yang digunakan
antara lain bakto pepton, amonium sulfat,
urea, dan ekstrak khamir. Produksi GlcNAc
tertinggi diperoleh pada media dengan
sumber N urea yaitu 2,228 μg/mL pada hari
ke-10. Produksi GlcNAc pada media dengan
sumber N urea meningkat pada hari ke-6,
kemudian menurun pada hari ke-7 dan
meningkat kembali pada hari ke-8 hingga
mencapai maksimal pada ke-10. Hal ini juga
terjadi pada media dengan sumber N ekstrak
khamir dan bakto pepton. Bakto pepton dan
ekstrak khamir merupakan sumber N organik

7

yang baik untuk produksi enzim kitinase
(Souza et al. 2004; Widhyastuti et al. 2008).
Urea merupakan sumber N anorganik
yang bagus untuk pertumbuhan dan produksi
enzim kitinase dari A. rugulosus 501
sehingga GlcNAc yang dihasilkan juga
tinggi. Sedangkan ekstrak khamir dan bakto
pepton merupakan sumber N organik yang
baik untuk produksi enzim kitinase.
Widhyastuti et al. (2008) melaporkan bahwa
aktivitas kitinase A. rugulosus 501 tertinggi
diperoleh pada media yang mengandung
polipepton (7,602 x 10-2 U/mL) dan urea
(7,558 x 10-2 U/mL).
Berbeda dengan sumber N lainnya,
amonium sulfat yang merupakan sumber N
anorganik memperlihatkan produksi GlcNAc
paling rendah.
Meskipun
mengalami
peningkatan produksi GlcNAc pada hari ke6, namun pada hari ke-7 mengalami
penurunan drastis dan meningkat yang cukup
tidak berarti pada hari ke-8 dan tetap stabil
sampai hari ke-10. Kecilnya produksi
GlcNAc pada media yang mengandung
amonium sulfat disebabkan amonium sulfat
dapat membebaskan amonia yang bersifat
toksik
sehingga
dapat
menghambat
pertumbuhan A. rugulosus 501.
Amonium sulfat digunakan sebagai
sumber N karena memiliki kelarutan yang
tinggi, harga murah dan tidak mempengaruhi
struktur protein. Namun amonium sulfat tidak
bersifat sebagai larutan penyangga dan dapat
membebaskan
amonia
sehingga
memungkinkan terjadinya penambahan pH
(Suhartono 1989 di dalam Nuraida et al.
2005). Nuraida et al. (2005) melaporkan
bahwa yield biomassa Aspergillus sp. pada
media yang mengandung amonium sulfat
memiliki kisaran yang kecil dibandingkan
yield biomassa Aspergillus sp. pada media
yang mengandung pepton dan ekstrak
khamir. Semakin meningkat konsentrasi
amonium sulfat dalam media, yield biomassa
Aspergillus sp. yang dihasilkan semakin
kecil.
Selama proses fermentasi, media dengan
berbagai sumber N cenderung mengalami
penurunan pH menjadi pH 3,0 dan stabil
hingga hari ke-10. Penurunan pH ini
disebabkan adanya penambahan glukosa
sebagai sumber karbon dalam media kitin.
Jenkins di dalam Desniar (2004) menyatakan
bahwa jika sumber karbon yang paling besar
di dalam kultur medium adalah suatu
karbohidrat maka pH akan turun selama
pertumbuhan di bawah kondisi aerob.
Mikroorganisme menghasilkan senyawa

metabolisme seperti asam piruvat dan asam
asetat dengan adanya gula berlebih. Asam
organik jika berdisosiasi dalam air akan
menghasilkan H+ yang dapat menurunkan
pH cairan kultivasi. Media dengan sumber N
urea pada hari ke-9 cenderung mengalami
peningkatan pH hingga hari ke-10 (Gambar
9). Peningkatan pH ini disebabkan oleh
penggunaan urea sebagai sumber N akan
menyebabkan
terakumulasinya
alkalin
sebagai hasil metabolisme urea.
Media kitin tanpa sumber N digunakan
sebagai kontrol dalam produksi GlcNAc.
Kitin
memiliki
rumus
empiris
C6H6CNHCOCH3 dan berisi campuran murni
6,9% nitrogen (Pasaribu 2004). Hal ini
menyebabkan kitin dapat digunakan sebagai
sumber C dan N sehingga tanpa adanya
penambahan sumber N, A. rugulosus 501
bisa tumbuh dengan baik dan menghasilkan
enzim kitinase. Hal ini terbukti dalam media
tersebut menghasilkan GlcNAc dengan
jumlah yang cukup tinggi.
Berdasarkan analisis statistik, perlakuan
sumber N dan kelompok waktu berbeda nyata
terhadap produksi GlcNAc dengan tingkat
kepercayaan 0,05. Hal ini menunjukan bahwa
sumber N dan waktu inkubasi mempengaruhi
produksi GlcNAc. Hasil uji Duncan
menunjukan sumber N urea dan amonium
sulfat memiliki perbedaan yang signifikan.
Sumber N ekstrak khamir, bakto pepton, dan
media tanpa sumber N tidak memiliki
perbedaan pengaruh yang signifikan terhadap
produksi GlcNAc.

Gambar 8 Pengaruh sumber N pada produksi
GlcNAc. (♦) bacto pepton, (■)
ekstrak khamir, (▲) amonium
sulfat, (x) urea, (*) tanpa sumber
N.

8

(a)

Gambar 9 Penurunan pH media kitin selama
fermentasi. (♦) bacto pepton, (■)
ekstrak khamir, (▲) amonium
sulfat, (x) urea, (*) tanpa sumber
N.
Pemekatan Konsentrasi GlcNAc dari Hasil
Fermentasi
Senyawa GlcNAc yang diperoleh dari
fermentasi dapat dikumpulkan dengan
memekatkan konsentarsi GlcNAc. Proses
pemekatan pada umumnya dilakukan dengan
ultrafiltrasi. Tujuan pemekatan konsentrasi
ini adalah untuk memudahkan isolasi
GlcNAc dari ekstrak fermentasi. Aiba (2009)
melakukan isolasi GlcNAc melalui presipitasi
menggunakan etanol absolut diperoleh 43%
GlcNAc. Setthakaset (2008) dengan cara
yang sama diperoleh 65% GlcNAc.
Konsentrasi optimum GlcNAc yang
dihasilkan dalam penelitian ini sangat rendah
yaitu 2,228 μg/mL. Hasil ini lebih rendah dari
produksi GlcNAc yang diperoleh melalui
metode kimia yaitu di bawah 65% (Sashiwa
et.al 2002). Rendahnya konsentrasi ini
disebabkan oleh sulitnya enzim kitinase
menghidrolisis ikatan β (1-4) glikosidik pada
kitin yang masih berupa lembaran. Untuk
memperoleh konsentrasi GlcNAc yang lebih
tinggi maka dilakukan proses pemekatan
konsentrasi GlcNAc. Dalam penelitian ini
konsentrasi
GlcNAc
dipekatkan
menggunakan evaporator dan freeze dryer.
Evaporator adalah alat yang digunakan
untuk meningkatkan konsentrasi dengan
menghilangkan pelarut (H2O) melalui proses
evaporasi. Hasil pemekatan yang diperoleh
berupa larutan kental berwarna coklat
kekuningan. Freeze dryer merupakan alat
yang dapat memekatkan konsentrasi GlcNAc
melalui proses perubahan wujud dari padat
menjadi uap (sublimasi) pada suhu dan
tekanan yang sangat rendah (-40°C, 0,1 atm).
Hasil pemekatan dari freeze dryer diperoleh
berupa serbuk berwarna coklat dan setelah
dilarutkan menggunakan buffer diperoleh
larutan berwarna kuning pekat (Gambar 10).

(b)

(c)
(d)
Gambar 10 Ekstrak fermentasi kitin oleh A.
rugulosus 501. (a) Sebelum
dipekatkan; (b) Hasil pemekatan
evaporator; (c) Hasil pemekatan
freeze dryer; dan (d) Hasil
pemekatan
freeze
dryer
dilarutkan buffer asetat.
Analisis dengan metode Reissig (1955)
pada λ 584 nm menunjukan OD larutan
setelah dipekatkan 0,126 sedangkan sebelum
dipekatkan 0,33. Akan tetapi, ekstrak
fermentasi
yang
dipekatkan
setelah
ditambahkan kalium tetraborat dan DMAB
menghasilkan warna kuning coklat. Hal ini
menyebabkan
panjang
gelombang
maksimum sampel dalam metode Reissig
berubah (Gambar 11).
Standar GlcNAc memiliki panjang
gelombang maksimum 584 nm. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan
Reissig et al. (1955). Ekstrak fermentasi
yang dipekatkan dengan evaporator tidak
menunjukan puncak sebagai panjang
gelombang maksimum. Hal ini juga terjadi
pada ekstrak yang dipekatkan menggunakan
freeze dryer.
Warna coklat yang dihasilkan dari proses
pemekatan merupakan hasil samping dari
fermentasi kitin oleh A. rugulosus 501.
Selama fermentasi kapang A. rugulosus 501
tidak hanya melepaskan enzim kitinase tetapi
juga senyawa lain sebagai hasil metabolisme
berupa asam-asam organik (Pelczar&Chan
1986). Dimungkinkan hasil samping yang
diproduksi A .rugulosus 501 lebih banyak
dibanding GlcNAc, sehingga konsentrasi
GlcNAc sulit dianalisis dengan metode
Reissig. Kemungkinan lainnya adalah
sebagian besar kitin masih dihidrolisis dalam
bentuk oligomer dan belum terhidrolisis
sempurna menjadi GlcNAc.

9

1.260

(a)

(a)
1.217

1.450

(b)
(b)

Gambar 12 Hasil analisis HPLC. (a) Standar
GlcNAc 1000 ppm; (b) Sampel
hasil fermentasi.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Produksi tertinggi GlcNAc (2,228 μg/mL)
dari kitin melalui fermentasi substrat semi
padat diperoleh pada media yang memiliki
pH awal 4,0 dan sumber N urea pada hari ke10.
(c)
Gambar 11 Panjang gelombang maksimum
dengan metode Reissig. (a)
Standar GlcNAc; (b) Hasil
pemekatan evaporator; (c) Hasil
pemekatan freeze dryer.
Banyaknya hasil samping dari fermentasi
ini juga terlihat pada analisis menggunakan
HPLC (Gambar 12). Hasil analisis HPLC
menunjukkan adanya puncak yang memiliki
waktu retensi (Rt) sama dengan standar
GlcNAc yaitu 1,2. Ini menunjukkan adanya
GlcNAc dalam ekstrak fermentasi. Namun
selain puncak tersebut, juga terdapat puncak
yang berdekatan dengan puncak GlcNAc
dengan Rt 1,4. Puncak ini merupakan
oligomer hasil hidrolisis dari kitin selama
fermentasi.

Saran
Perlu adanya penambahan substrat
fermentasi seperti dedak untuk memacu
pertumbuhan kapang A. rugulosus 501,
sehingga
konsentrasi
GlcNAc
dapat
ditingkatkan. Produksi GlcNAc dengan
metode ini kurang efektif karena GlcNAc
yang dihasilkan
masih sangat rendah,
sehingga perlu dicari metode lain yang lebih
efektif.

DAFTAR PUSTAKA
Aiba S. 2009. Chemical and enzymatic
modification of chitin and chitosan
towards functional materials. [Laporan
Penelitian]. Ibaraki: Environmentally
Degradable Polymer Research Group,

10

Institute for Biological Resources and
Functions-AIST.

and Environmental Microbiology 33:
1023-1025.

DKP [Departemen Kelautan dan Perikanan].
2000. Statistik Data Perikanan.Jakarta:
Departemen Kelautan dan Perikanan.

Rao NS. 1994. Mikroorganisme Tanah dan
Pertumbuhan Tanaman. Herwati
Susilo;penerjemah. Jakarta: UI Press.
Terjemahan dari: Soil Microoganisms
and Plant Growth.

Desniar. 2004. Pemanfaatan tetes tebu
(Molases) dan urea sebagai sumber
karbon dan nitrogen dalam produksi
alginat yang dihasilkan oleh bakteri
Pseudomonas aeruginosa. Buletin
Teknologi Hasil Perikanan 7:26-36.
Fardiaz S. 1992. Mikribiologi Pangan I.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Hadioetomo RS. 1993. Mikrobiologi Dasar
dalam Praktek. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Kuk et al. 2005. Production of N-acetyl-β-Dglucosamine
from
chitin
by
Aeromonas sp. GJ-18 crude enzyme.
Appl Microbiol Biotechnol 68: 384389.
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2002.
Perancangan Percobaan. Bogor: IPB
Press.
Nuraida L, Sugiyono, Didah N, Nurheni SP.
2005. Produksi lipase Aspergillus sp.
dengan teknik imobilisasi. [Laporan
Penelitian]. Bogor: IPB Press.
Pasaribu N. 2004. Berbagai ragam
pemanfaatan
polimer.
http://library.usu.ac.id/download/ft/tki
mia-nurhaida.pdf [28 Juni 2008].
Pelczar MJ, Chan ECS. 1986. Dasar-dasar
Mikrobiologi. Hadioetomo RS, Imas
T, Tjitrosomo SS, Angka SL,
penerjemah. Jakarta : UI press.
Terjemahan dari : Elements of
Microbiology.
Peter MG. 2005. Chitin and chitosan from
animal sources. Di dalam: Steinbuchel
A
dan
SK
Rhee,
editor.
Polysacharides and Polyamides in the
Food
Industry.
Volume
ke-1.
Wernheim: Wiley-VCH.
Piza FAT, Siloto AP, Carvalho CV, Franco
TT. 1999. Production, characterization
and purification of chitosanase from
Bacillus cereus. Braz. J. Chem. Eng
16 : 185-192.
Rabie CJ, Steyn M, Schalkwyk van GC.
1976. New species of Aspergillus
producing sterigmatocystin. Applied

Rattanakit N et al. 2002. Saccharification of
chitin using solid-state culture of
Aspergillus sp. S1-13 with shellfish
waste as a substrate. Journal of
Bioscience and Bioengineering 95:
391-396.
Reissig JL, Strominger JL, Leloir FA. 1955.
A modified colorimetric method for
the estimation of N-acetylamino
sugars. J. Biol. Chem 217:959-966.
Sahai AS, Manocha MS. 1993. Chitinases of
fungi and plants: their involvement in
morphogenesis and host-parasite
interaction. FEMS Microbiolology
11:317-338.
Sashiwa H et al. 2002. Production of Nacetyl-D-glucosamine from α-chitin
by crude enzymes from Aeromonas
hydrophyla H-2330. Carbohydrate
Research 337:761-763.
Setthakaset P, Rath P, Anawat A, Mongkol S.
2008. Preparation of N-acetyl-Dglucosamine using enzyme from
Aspergillus sp.. Journal of Metals,
Materials and Minerals 18: 53-57.
Setyahadi S. 2006. Pengembangan produksi
kitin secara mikrobiologi. Di dalam:
Prospek Produksi dan Aplikasi Kitinkitosan sebagai Bahan Alami dalam
Membangun Kesehatan Masyarakat
dan Menjamin Keamanan Produk.
Prosiding Seminar Nasional Kitin
Kitosan; Bogor, Mei 2006. Bogor:
Departemen Teknologi Hasil Perairan.
hlm 33-51.
Souza RF, Soares RMA, Nascimento RP,
Coelho RRR, Gomes RC. 2004. Effect
of different carbon sources on
endochitinase
production
by
Colletotrichum
gloeosporioides.
Current Microbiology 51: 16-21.
Sutrisno B. 1998. Taksonomi Tumbuhan
untuk Farmasi. Jakarta: Fakultas
Farmasi, Universitas Pancasila.
Wang SL, Shih IL, Liang TW, Wang CH.
2002. Purification and characterization

11

of
two
antifungal
chitinases
extracellularly produced by Bacillus
amyloliquefaciens V656 in a shrimp
and crab shell powder medium.
Journal of Agricultural and Food
Chemistry 50: 2241-2248.
Wibowo S. 2006. Produksi kitin kitosan
secara komersial. Di dalam: Prospek
Produksi dan Aplikasi Kitin-kitosan
sebagai
Bahan
Alami
dalam
Membangun Kesehatan Masyarakat
dan Menjamin Keamanan Produk.
Prosiding Seminar Nasional Kitin
Kitosan; Bogor, Mei 2006. Bogor:
Departemen
Teknologi
Hasil
Perairan.hlm 33-51.
Widhyastuti N et al. 2006. Studi potensi
Aktinomisetes untuk produksi enzim
kitinase guna menunjang industri
farmasi. [Laporan Teknik 2006].
Bogor: Bidang Mikrobiologi, Pusat
Penelitian Biologi-LIPI.
Widhyastuti N, Kasirah, Ninu Setianingrum.
2008. Produksi kitinase Aspergillus
rugulosus 501 pada media cair.
[Laporan Teknik 2008]. Bogor:
Bidang Mikrobiologi, Pusat Penelitian
Biologi-LIPI.
Wulandari F. 2008. Optimasi produksi Nasetilglukosamina dari kitin melalui
fermentasi oleh Aspergillus rugulosus
501 dan Streptomyces sp. [Laporan
Praktik Lapangan]. Bogor: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Pertanian Bogor.
Yurnaliza. 2002. Senyawa kitin dan kajian
aktivitas
enzim
mikrobial
pendegradasinya.http://library.usu.ac.i
d/download/fmipa/BiologiYurnaliza.p
df [08 Juli 2008].

LAMPIRAN

13

Lampiran 1 Produksi GlcNAc dari kitin melalui fermentasi semi padat

Peremajaan mikrob

Produksi GlcNAc melalui fermentasi
substrat semi padat
Perlakuan pada
media

Pengaruh pH:
- pH 4
- pH 5
- pH 6
- pH 7

Sumber N:
- Ekstrak khamir
- Bakto pepton
- Amonium sulfat
- urea

Analisis GlcNAc
- Metode Reissig 1955
- HPLC

Pemekatan konsentrasi GlcNAc
- rotary evaporator
- fresh dryer

14

Lampiran 2 Analisis kuantitatif GlcNAc dengan metode Reissig (1955)

0,5 mL sampel
(sampling hari ke5,6,7,8,9, dan 10)

sentrifus

0,25 mL
supernatan

0,05 mL
kalium
tetraborat

Diinkubasi dalam air
mendidih (3 menit)

didinginkan

1,25 mL reagent
p-dimetilaminobenzaldehida
(DmAB)

Inkubasi 37°C
20 menit

Spektrofotometer
λ584 nm

15

Lampiran 3 Pembuatan reagent dan pereaksi yang digunakan dalam penelitian
Kalium tetraborat
Sebanyak 2,444 gram serbuk kalium tetraborat ditambahkan 20 mL akuades
kemudian ditambahkan larutan KOH 0,5 N untuk menaikan pH dan larutan asam
borat 1 N untuk menurunkan pH sampai mencapai nilai pH 9,1
DMAB (p-dimetilaminobenzaldehida)
Sebanyak 1 gram serbuk DMAB ditambahkan 1,25 mL HCl 10 N dan 8,75 mL
asam asetat di dalam botol gelap. Sedangkan reagent DMAB untuk analisis
terdiri atas 1 mL DMAB induk ditambahkan 9 mL asam asetat glasial.

Lampiran 4 Kurva standar GlcNAc

no.
1
2
3
4
5
6
7
8

konsentrasi
µg
(0,25ml)
0
2,5
5
7,5
10
12,5
15
20

Persamaan:
y = 0,014393 + 0,054957x
r = 0,9988

serapan
0
0,151
0,298
0,428
0,592
0,696
0,821
1,048

16

Lampiran 5 Pengaruh pH pada produksi GlcNAc melalui fermentasi semi padat
Hari ke-0
Sampel Ulangan Serapan
1
pH4
0,009
2
pH 4
0,01

[GlcNAc]
µg/mL

[GlcNAc]
terkoreksi

0

0

0

0

pH 4

3

0,009

0

0

pH 5

1

0,012

0

0

pH 5

2

0,019

0,083832

0,335326

pH 5

3

0,019

0,083832

0,335326

pH 6

1

0,019

0,083832

0,335326

pH 6

2

0,023

0,156616

0,626462

pH 6

3

0,019

0,083832

0,335326

pH 7

1

0,011

0

0

pH 7

2

0,008

0

0

pH 7

3

0,01

0

0

Hari ke-5
Sampel Ulangan Serapan

[GlcNAc]
µg/mL

[GlcNAc]
terkoreksi

pH4

1

0,02

0,102028

pH 4

2

0,014

0

pH 4

3

0,019

0,083832

0,335326

pH 5

1

0,019

0,083832

0,335326

pH 5

2

0,019

0,083832

0,335326

pH 5

3

0,019

0,083832

0,335326

pH 6

1

0,019

0,083832

0,335326

pH 6

2

0,02

0,102028

0,40811

pH 6

3

0,022

0,13842

0,553678

pH 7

1

0,02

0,102028

0,40811

pH 7

2

0,023

0,156616

0,626462

pH 7

3

0,02

0,102028

0,40811

Rata-rata
0

0,223551

0,432372

0

Rata-rata

0,40811
0

0,247812

0,335326

0,432372

0,40811

17

Lampiran 5 (lanjutan)
Hari ke-6
Sampel Ulangan

Serapan

[GlcNAc]
µg/mL

[GlcNAc]
terkoreksi

pH4

1

0,031

0,302184

1,208734

pH 4

2

0,018

0,065636

0,262542

pH 4

3

0,021

0,120224

0,480894

pH 5

1

0,02

0,102028

0,40811

pH 5

2

0,02

0,102028

0,40811

pH 5

3

0,021

0,120224

0,480894

pH 6

1

0,021

0,120224

0,480894

pH 6

2

0,022

0,13842

0,553678

pH 6

3

0,022

0,13842

0,553678

pH 7

1

0,022

0,13842

0,553678

pH 7

2

0,021

0,120224

0,480894

pH 7

3

0,021

0,120224

0,480894

Serapan

[GlcNAc]
µg/mL

[GlcNAc]
terkoreksi

Hari ke-7
Sampel

Ulangan

pH4

1

0,019

0,083832

0,335326

pH 4

2

0,02

0,102028

0,40811

pH 4

3

0,022

0,13842

0,553678

pH 5

1

0,018

0,065636

0,262542

pH 5

2

0,018

0,065636

0,262542

pH 5

3

0,018

0,065636

0,262542

pH 6

1

0,02

0,102028

0,40811

pH 6

2

0,02

0,102028

0,40811

pH 6

3

0,019

0,083832

0,335326

pH 7

1

0,018

0,065636

0,262542

pH 7

2

0,013

0

0

pH 7

3

0,014

0

0

Rata-rata
0,650724

0,432372

0,529417

0,553678

Rata-rata
0,432372

0,262542

0,383849

0,262542

18

Lampiran 5 (lanjutan)
Hari ke-8
Sampel

Ulangan

pH4

1

pH 4

2

pH 4

Serapan

[GlcNAc]
µg/mL

[GlcNAc]
terkoreksi

0,029

0,265792

1,063166

0,023

0,156616

0,626462

3

0,06

0,829867

3,31947

pH 5

1

0,026

0,211204

0,844814

pH 5

2

0,027

0,2294

0,917598

pH 5

3

0,026

0,211204

0,844814

pH 6

1

0,027

0,2294

0,917598

pH 6

2

0,021

0,120224

0,480894

pH 6

3

0,021

0,120224

0,480894

pH 7

1

0,018

0,065636

0,262542

pH 7

2

0,018

0,065636

0,262542

pH 7

3

0,016

0,029244

0,116974

Hari ke-9
Sampel

ulangan

Serapan

[GlcNAc]
µg/mL

[GlcNAc]
terkoreksi

pH4

1

0,025

0,193008

0,77203

pH 4

2

0,024

0,174812

0,699246

pH 4

3

0,032

0,32038

1,281518

pH 5

1

0,029

0,265792

1,063166

pH 5

2

0,026

0,211204

0,844814

pH 5

3

0,031

0,302184

1,208734

pH 6

1

0,029

0,265792

1,063166

pH 6

2

0,024

0,174812

0,699246

pH 6

3

0,021

0,120224

0,480894

pH 7

1

0,019

0,083832

0,335326

pH 7

2

0,017

0,04744

0,189758

pH 7

3

0,019

0,083832

0,335326

Rata-rata
1,669699

0,869075

0,626462

0,262542

Rata-rata
0,917598

1,038905

0,747769

0,335326

19

Lampiran 5 (lanjutan)
Hari ke-10
Sampel
Ulangan Serapan
[GlcNAc]µg/mL

[GlcNAc]
terkoreksi

0,023

0,156616

0,626462

0,018

0,065636

0,262542

3

0,026

0,211204

0,844814

pH 5

1

0,021

0,120224

0,480894

pH 5

2

0,019

0,083832

0,335326

pH 5

3

0,021

0,120224

0,480894

pH 6

1

0,023

0,156616

0,626462

pH 6

2

0,021

0,120224

0,480894

pH 6

3

0,019

0,083832

0,335326

pH 7

1

0,024

0,174812

0,699246

pH 7

2

0,021

0,120224

0,480894

pH 7

3

0,017

0,04744

0,189758

pH4

1

pH 4

2

pH 4

Rata-rata
0,57794

0,432372

0,480894

0,699246

20

Lampiran 6 Pengaruh sumber N pada produksi GlcNAc melalui fermentasi semi
padat
Hari ke-0
sumber N

ulangan
1
bakto pepton
2
3
1
ekstrak khamir
2
3
1
amonium sulfat
2
3
1
urea
2
3
1
tanpa sumber N
2
3

serapan
0,014
0,006
0,006
0,01
0,009
0,009
0,013
0,01
0,008
0,007
0,008
0,005
0,003
0,005
0,004

[GlcNAc]
µg/mL
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

[GlcNAc]
terkoreksi
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

serapan
0,027
0,02
0,022
0,021
0,019
0,025
0,022
0,02
0,019
0,036
0,034
0,037
0,023
0,021
0,022

[GlcNAc]
µg/mL
0,2294
0,102028
0,13842
0,120224
0,083832
0,193008
0,13842
0,102028
0,083832
0,393164
0,356772
0,41136
0,156616
0,120224
0,13842

[GlcNAc]
terkoreksi
0,917598128
0,408110