Tinjauan tentang Perlindungan Hukum

a. Dapat diartikan sebagai “perlindungan untuk memperoleh jaminansantunan hukum atas penderitaan kerugian orang yang telah menjadi korban tindak pidana”, jadi identik dengan “penyantunan korban”. Bentuk santunan itu dapat berupa pemulihan nama baik rehabilitasi, pemulihan keseimbangan batin antara lain dengan pemaafan, pemberian ganti rugi restitusi, kompensasi, jaminansantunan kesejahteraan sosial, dan sebagainya. 17 Konsep perlindungan hukum terhadap korban kejahatan, terkandung pula beberapa asas hukum yang memerlukan perhatian, hal ini disebabkan dalam konteks hukum pidana, sebenarnya asas hukum harus mewarnai baik hukum pidana materiil, hukum pidana formil, maupun hukum pelaksanaan pidana, adapun asas-asas yang dimaksud sebagai berikut : 1. Asas Manfaat Artinya perlindungan korban tidak hanya ditujukan bagi tercapainya kemanfaatan baik materiil maupun spiritual bagi korban kejahatan, tetapi juga kemanfaatan bagi masyarakat secara luas, khususnya dalam upaya mengurangi jumlah tindak pidana serta menciptakan ketertiban masyarakat. 2. Asas Keadilan Artinya, penerapan asas keadilan dalam upaya melindungi korban kejahatan tidak bersifat mutlak karena hal ini dibatasi pula oleh rasa keadilan yang harus juga diberikan pada pelaku kejahatan. 3. Asas Keseimbangan Karena tujuan hukum di samping memberikan kepastian dan perlindungan terhadap kepentingan manusia, juga untuk memulihkan keseimbangan tatanan masyarakat yang terganggu menuju pada keadaan yang semula restitutio in integrum, asas keseimbangan memperoleh tempat yang penting dalam upaya pemulihan hak-hak korban. 17 Barda Nawawi Arief, Op.Cit, Hlm.61. 4. Asas Kepastian Hukum Asas ini dapat memberikan dasar pijakan hukum yang kuat bagi aparat penegak hukum pada saat melaksanakan tugasnya dalam upaya memberikan perlindungan hukum pada korban kejahatan. 18 Pasal 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban, disebutkan perlindungan saksi dan korban berdasarkan pada : 1. Penghargaan atas harkat dan martabat manusia, 2. Rasa aman, 3. Keadilan, 4. Tidak diskriminatif, 5. Kepastian hukum. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP lebih mengutamakan hak- hak tersangka terdakwa, namun demikian terdapat beberapa asas yang dapat dijadikan landasan perlindungan korban, misalnya : 1. Perlakuan yang sama di depan hukum. 2. Asas cepat, sederhana dan biaya ringan. 3. Peradilan yang bebas. 4. Peradilan terbuka untuk umum. 5. Ganti kerugian. 6. Keadilan dan kepastian hukum. 19 18 Dikdik. M. Arief Mansur, Op.Cit, Hlm 164. 19 Bambang Waluyo, Viktimologi Perlindungan Korban dan saksi, Sinar Grafika, Jakarta, 2011,hlm.36 Sebagai pihak yang mengalami penderitaan dan kerugian tentu korban mempunyai hak-hak yang dapat diperoleh sebagai seorang korban. Untuk mengetahui hak-hak korban secara yuridis dapat dilihat dalam Pasal 5 Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2006 yang menyebutkan beberapa hak korban dan saksi yaitu sebagai berikut : 1. Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya. 2. Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan. 3. Memberikan keterangan tanpa tekanan. 4. Mendapat penerjemah. 5. Bebas dari pertanyaan menjerat. 6. Mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus. 7. Mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan. 8. Mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan. 9. Mendapat identitas baru. 10. Mendapatkan tempat kediaman baru. 11. Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan. 12. Mendapat nasihat hukum. 13. Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan berakhir. Menurut Arif Gosita, hak-hak korban mencakup : 1. Mendapatkan ganti kerugian atas penderitaannya, pemberian ganti kerugian tersebut harus sesuai dengan kemampuan memberi ganti kerugian pihak pelaku dan taraf keterlibatan pihak korban dalam terjadinya kejahatan dan delikuensi tersebut; 2. Menolak restitusi untuk kepentingan pelaku, tidak mau diberi restitusi karena tidak memerlukannya; 3. Mendapatkan restitusikompensasi untuk ahli warisnya bila pihak korban meninggal dunia karena tindakan tersebut; 4. Mendapatkan pembinaan dan rehabilitasi; 5. Mendapat hak miliknya kembali; 6. Mendapatkan perlindungan dari ancaman pihak pelaku bila melapor dan menjadi saksi; 7. Mendapatkan bantuan penasihat hukum; 8. Mempergunakan upaya hukum rechtmidden. 20 Keseimbangan dari hak yang melekat, terdapat kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh korban, yaitu sebagai berikut : a. Tidak membuat korban dengan mengadakan pembalasan main hakim sendiri; b. Berpartisipasi dengan masyarakat mencegah perbuatan, dan korban lebih banyak lagi; c. Mencegah kehancuran si pembuat korban baik oleh diri sendiri maupun oleh orang lain; d. Ikut serta membina pembuat korban; e. Bersedia dibina atau membina diri sendiri untuk tidak menjadi korban lagi; f. Tidak menuntut kompensasi yang tidak sesuai dengan kemampuan pembuat korban; g. Memberi kesempatan kepada pembuat korban untuk memberi kompensasi pada pihak korban sesuai dengan kemampuan mencicil bertahapimbalan jasa; h. Menjadi saksi bila tidak membahayakan diri sendiri dan ada jaminan. 21 20 Arif Gosita, Op.Cit, hlm 34 21 Bambang Waluyo, Op.Cit, hlm 44-45

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya. 1 Metode pendekatan yang digunakan guna membahas permasalahan dalam panelitian ini yaitu pendekatan yuridis normatif dan dilengkapi dengan pendekatan yuridis empiris guna memperoleh suatu hasil penelitian yang benar dan objektif. Adapun penjelasan mengenai dua metode pendekatan penelitian yang digunakan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Pendekatan penelitian secara yuridis normatif merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka. Menurut Soerjono Soekanto, penelitan hukum normatif mencakup : a. Penelitian terhadap asas-asas hukum b. Penelitian terhadap sistematik hukum c. Peelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal d. Perbandingan hukum e. Sejarah hukum 2 1 Soerjono Soekanto, Op.Cit, hlm 43 2. Pendekatan secara yuridis empiris dilakukan melalui penelitian secara langsung terhadap objek penelitian dengan cara wawancara. Pendekatan penelitian yang digunaan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif yaitu menelaah masalah hukum sebagai kaidah yang dianggap sesuai dengan pendidikan hukum tertulis, pendekatan ini dilakukan melalui penelitian kepustakaan dengan cara mempelajari hal-hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas hukum, konsepsi, pandangan, serta peraturan-peraturan hukum yang berhubungan dengan perlindungan hukum terhadap korban amuk massa.

B. Sumber dan Jenis Data

Menurut Soerjono Soekanto, data adalah sekumpulan informasi yang dibutuhkan dalam pelaksanaan suatu penelitian yang berasal dari berbagai sumber, berdasarkan sumbernya, data terdiri dari data lapangan dan data kepustakaan. 3 Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Data Primer Data primer adalah data utama yang diperoleh secara langsung dari lapangan penelitian dengan melakukan wawancara kepada narasumber, yaitu Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Lampung Timur, Penyidik Polres Lampung Timur, dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung, untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penelitian. 2 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo Perkasa, Jakarta, 2004, hlm 15 3 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Op.Cit, hlm 15 2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari berbagai bahan hukum yang berhubungan dengan penelitian, data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat mengikat yang terdiri dari : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 jo Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. b. Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang bersifat menjelaskan bahan hukum primer yang meliputi literatur-literatur, makalah-makalah, dan lain-lain yang mempunyai relevansi dengan permasalahan yang sedang diteliti. c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yaitu meliputi kamus, ensiklopedia.