kelarutan Al
3+
meningkat. Reaksi jenis ini meningkatkan jumlah Al
3+
dalam keadaan encer. Berikut ion yang dibentuk dalam larutan aluminium hidroksida pada pH
dibawah 5,5 : AlOH
2 +
, AlOH
2 +
, dan Al
3+
. Aluminium murni tidak stabil dalam proses oksidasi. Dalam keadaan
berhubungan dengan udara aluminium membentuk lapisan tipis oksida diats permukaan serta membentuk lapisan pelindung yang tahan terhadap korosi.
Aluminium oksida membentuk dua bentuk isomer α – Al
2
O
3
dan γ – Al
2
O
3
. Seiler,1994
2.2 Sejarah Aluminium
Aluminium ditemukan kira-kira sekitar 160 tahun yang lalu dan mulai diproduksi skala industri sekitar 90 tahun yang lalu. Berikut sejarah perkembangan
tentang penemuan aluminium 1.
Pada tahun 1782, seorang ilmuwan Prancis bernama Lavoiser telah menduga bahwa aluminium merupakan logam yang terkandung di dalam alumina,
2. Pada tahun 1807, ahli kimia Inggris bernama Humphrey Davy berhasil
memisahkan alumina secara elektrokimia logam dan yang diperoleh dari pengujian tersebut adalah aluminium,
3. Pada tahun 1821, biji sumber aluminium ditemukan di Prancis Selatan,
tepatnya di kota Lesbaux, yang dinamakan bauksit, 4.
Pada tahun 1825, ahli kimia Denmark, Orsted berhasil memisahkan aluminium murni dengan cara memanaskan aluminium chloride dengan kalium amalgam
dan kemudian memisahkan merkuri dengan cara destilasi,
Universitas Sumatera Utara
5. Pada tahun 1886, mahasiswa Oberlin College di Ohio, Amerika Serikat
bernama Charles Martin – Hall menemukan dengan cara melarutkan alumina Al2O3 dalam lelehan kliorit Na3AlF6 pada temperatur 960
O
C dalam bentuk kotak yang dilapisi logam karbon dan kemudian melewatkan arus
listrik melalui ruang tersebut. Cara ini dikenal dengan proses Hall – Heroult, karena ini terjadi pada tahun yang sama dengan seorang Prancis yang bernama
Paul Heroult, 6.
Pada tahun 1888, ahli kimia Jerman Karlf Josef Bayern menemukan cara memperoleh alumina dari bauksit secara pelarutan kimia. Sampai saat ini cara
Bayer masih digunakan untuk memproduksi alumina dari bauksit secara industry dan disebut dengan proses Bayer. Davis, Jr, 1993
2.3 Bahan Baku Aluminium
Untuk memproduksi aluminium diperlukan :
2.3.1 Bahan Baku Utama 2.3.1.1 Alumina
Adapun pembagian dari alumina berdasarkan ukuran partikelnya adalah : 1.
Alumina Sandy γ- Al
2
O
3
Alumina sandy banyak ditemukan di Amerika, yang berbentuk serbuk yang diproduksi pada pembakaran yang lebih rendah dari alumina floury. Alumina sandy
yang terbentuk digunakan pada tungku peleburan karena sifat dari alumina tersebut yang bergerak bebas dan tidak dipengaruhi oleh gaya dari luar.
2. Alumina floury α – Al
2
O
3
Universitas Sumatera Utara
Alumina floury banyak ditemukan di Eropa, dimana alumina jenis ini diperoleh melalui proses Bayer, selanjutnya diproses lagi untuk memperoleh
aluminium cair. Proses yang digunakan adalah Hall – Heroult, prinsip yang dipakai melalui reduksi alumina. Reduksi dilakukan secara elektrolisa terhadap alumina yang
dilarutkan dalam larutan elektrolit cair dan dialirkan arus listrik. Dengan mengalirkan arus listrik tersebut pada kedua elektroda anoda dan katoda maka akan terjadi proses
elektrolisa, sehingga terbentuk endapan aluminium cair pada katoda. Grjotheim, 1998
Alumina diperoleh dari bauksit melalui beberapa proses Bayer. Bauksit merupakan bahan baku Al yang terdiri dari Al
2
O
3
aluminium oksida dan memiliki kemurnian yang berbeda seperti besi oksida, aluminium silica dan titanium oksida.
Aluminium oksida Al
2
O
3
atau alumina biasanya beruba Kristal ion. Tetapi ion oksida O
-2
dipolarosasi oleh ion aluminium sehingga sebagian ikatannya bersifat kovalen. Aluminium oksida meleleh pada 2035
o
C. Zat ini tidak larut dalam air, stabil dan keras. Aluminium oksida adalah amfoter. Zat ini melarut dengan lambat dalam
asam encer maupun basa encer.
3.
Al
2
O
3 s
+ 6 H
+ aq
2 Al
3+ aq
+ 3 H
2
O
l 4.
Al
2
O
3 s
+ 2 OH
- aq
+ 3 H
2
O 2 AlOH
4 -
PT. INALUM tidak menghasilkan alumina sendiri tetapi diperoleh dari negara lain terutama dari negara Australia. Spesifikasi alumina yang diperlukan untuk
peleburan aluminium adalah :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Spesifikasi Alumina Item
Satuan Spesifikasi
Loss on Ignition 300-1000 C
1,00 maks SiO
2
0,03 maks Fe
2
O
3
0,03 maks TiO
2
0,005 maks Na
2
O 0,600 maks
CaO 0,060 maks
Al
2
O
3
98,40 min Spesific Surface Area
M
2
g 40-80
Particle Size + 100 mesh
12,0 maks + 150 mesh
25 min - 325 mesh
12,0 maks Angle of Refuse
Deg 30-34
PT. Inalum 2003
Universitas Sumatera Utara
2.3.1.2 Anoda
Anoda adalah elektroda bermuatan listrik positif. Jenis anoda yang dipakai adalah jenis anoda prebaked, anoda yang digunakan di seksi reduksi dibuat di gedung
karbon dengan bahan kokas dan hard pitch Dalam Proses elektrolisis reaksi yang dapat terjadi pada anoda adalah :
C
s
+ O
2 g
→ CO
2 g
C
s
+ CO
2 g
→ 2 CO
g
Jika potensial sel elektrolisis lebih besar dari 1,02 volt maka reaksi yang dapat terjadi adalah :
2 Al
2
O
3 sat
+ 3 C
s
→ 4 Al
l
+ 3 CO
2 g
Anoda karbon berfungsi sebagai reduktor dalam proses elektrolisis alumina. Anoda karbon diproduksi pada pabrik karbon Carbon Plant. Komposisi karbon
terdiri dari 60 kokas minyak, 15 hardpitch, dan 20 butt puntung anoda. Sifat- sifat anoda yang dipakai adalah :
1. Tahan terhadap perubahan panas heat shock sehingga sulit retak pada saat
beroperasi pada temperatur tinggi. 2.
Angka muai panas yang rendah agar anoda sulit terlepas dari tangkai anoda pada temperatur tinggi.
3. Konduktivitas panas tinggi agar segera mencapai temperatur tinggi pada
proses pemanasan baking.
Universitas Sumatera Utara
4. Konduktivitas listrik tinggi 0,0036 – 0,0091 ohm.cm agar aliran listrik
efektif. Bahan Baku Penunjang
2.3.1.3 Katoda
Katoda adalah elektroda bermuatan listrik negatif. Ditinjau dari bahan bakunya dan prose pembuatannya, katoda dibagi atas 4 jenis, yaitu :
1. Blok katoda Amorphous, bahan bakunya antrasit, dipanggang pada
suhu ± 1.200
o
C 2.
Blok katoda semi graphitic, bahan bakunya grafit, dipanggang pada suhu ± 1.200
o
C 3.
Blok katoda semi graphitic, bahan bakunya yang mengalami proses pemanasan sampai suhu ± 2.300
o
C 4.
Blok katoda graphitic, bahan bakunya kokas mengalami proses grafitasi suhu ± 3.000
o .
Jody, B. J., dkk, 1992 Reaksi yang dapat terjadi di sekitar katoda adalah dekomposisi ion AlF
4-
dari kriolit menjadi ion Al
3+
dan ion F
-
:
AlF
4-
→ Al
3+
+ 4F
-
Reaksi Al
3+
:
Al
3+
+ 3e → Al
l
Universitas Sumatera Utara
Dan reaksi antara natrium dari kriolit dengan Al :
Al
l
+ 3 Na
+
→ 3 Na + Al
3+
2.3.2 Bahan Baku Penunjang 2.3.2.1 Kriolit
Kriolit dapat mengandung CaF
2
dan AlF
3
yang dapat membentuk kriolit Na
3
AlF
6.
Sifat-sifat kriolit adalah : 1.
Konduktivitas listrik baik. 2.
Memiliki berat jenis yang rendah. 3.
Temperatur kristalisasi primer rendah. 4.
Stabil dalam keadaan cair. 5.
Dapat melarutkan alumina dalam jumlah besar. Untuk memperbaiki sifat- sifat kriolit tersebut, bath biasanya ditambah dengan
beberapa bahan tambahan seperti fluorida, alkil metal, AlF
3
dan CaF
2
.
2.3.2.2 Soda Abu Na
2
CO
3
Soda abu berfungsi memperkuat struktur katoda dan dinding samping agar sulit tererosi. Lapisan dinding samping dengan Na
2
CO
3
dilakukan pada tahap transisi untuk membantu proses pembentukan kerak samping. Selain mencegah erosi oleh bath, soda
abu berfungsi sebagai isolasi termal.
Tabel 2.2. Spesifikasi Soda Abu Na
2
CO
3
Universitas Sumatera Utara
Komposisi Loss on
Ignitation LOI
Fe
2
O
3
NaCl Insoluble
water Na
2
CO
3
App. Density
grcm
3
Unit
Kemurnian 1,0 max
0,01max 0,5 max
0,2 max 99,0 min
1,0 min PT. Inalum 2003
2.3.2.3 Aluminium Fluorida AlF
3
Aluminium fluorida berfungsi menjaga keasaman bath dan merupakan bahan yang dituangkan secara manual jika kelebihan AlF
3
kurang didalam bath. Spesifikasi AlF
3
yang digunakan oleh PT INALUM adalah:
Tabel 2.1. Spesifikasi AlF3 Item
Unit Spesifikasi
AlF
3
93 minimal SiO
2
0,25 maksimal P
2
O
5
0,02 maksimal Fe
2
O
3
0,07 maksimal Moisture Water Content
0,35 maksimal
Universitas Sumatera Utara
Loss on Ignitation 300-1000
o
C 0,85 maksimal
Bulk density gramcc
0,7 minimal Particle Size Tyler Mesh
Typical + 150 mesh
25-60 + 200 mesh
50-75
+ 320 mesh 75
inimal PT Inalum, 2009
2.4 Aliran Proses Pembuatan Aluminium 2.4.1 Diagram Alir Bahan Baku
Bahan-bahan untuk keperluan produksi Aluminium pertama sekali didatangkan melalui pelabuhan. Bahan-bahan tersebut adalah alumina, kokas, hard
pitch. Alumina akan dimasukkan ke silo alumina alumina silo, kokas kedalam silo kokas coke silo, pitch kedalam pitch storage house. Pemasukan bahan-bahan
tersebut menggunakan ban berjalan belt conveyer. Alumina yang berada didalam silo alumina kemudian kemudian dibawa ke dry
scrubber system untuk direaksikan dengan gas HF yang berasal dari pot. Hasil dari reaksi ini adalah reacted alumina yang akan dimasukkan kedalam hopper pot dengan
menggunakan Anode Changing Crane ACC. Dari hopper pot, reacted alumina akan dimasukkan kedalam tungku reduksi.
Kokas yang ada dalam silo kokas akan bercampur dengan butt puntung anoda dan mengalami pemanasan. Kemudian dicampur dengan hard pitch yang
Universitas Sumatera Utara
berfungsi sebagai perekat binder. Campuran ketiga bahan ini akan dicetak menggunakan Shaking Machine di Anode Green Plant dan selanjutnya mengalami
pemanggangan pada baking furnace. Hasilnya adalah blok anoda anode block di Pabrik Pemanggangan Anoda Anode Baking Plant.
Blok-blok anoda kemudian akan dipasangi tangkai anode assembly di Anode Baking Plant. Anoda tersebut kemudian akan dikirimkan ke Pabrik Reduksi
Reduction Plant untuk keperluan proses elektrolisis alumina menjadi aluminium. Setelah + 28 hari anoda diganti dan sisa-sisa anoda butt dibersihkan. Butt ini
kemudian akan dihancurkan dan dimasukkan ke silo butt. Butt kemudian dipakai kembali recycle sebagai bahan pembuatan anoda bersama kokas dan pitch.
Pada tungku reduksi akan terjadi proses elektrolisis alumina. Proses ini akan menghasilkan gas HF yang akan dialirkan ke dry scrubber system untuk bereaksi
dengan alumina dan dibersihkan lalu dibuang melalui cerobong gas cleaning system. Aluminium cair molten yang dihasilkan dibawa ke Pencetakan Casting Shop
menggunakan Metal Transport Car MTC. Di casting shop aluminium cair dimasukkan kedalam holding furnace, lalu dituang ke mesin pencetakan casting
machine untuk dicetak menjadi ingot aluminium dengan berat masing-masing ingot seberat 50 lbs 22,7 kg.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. Laju Aliran Material 2.6.2 Fasilitas Utama di Gas Cleaning
2.4.2.1 Fresh Alumina Handling System Sistem ini menangani penyimpanan fresh alumina di dalam silo alumina dan
pengirimannya ke dry scrubbing system. Banyaknya alumina yang dikirimkan diukur dengan flowmeter.
1. Dry Scrubbing System
Sistem ini berfungsi menyaring debu dan mengadsorbsi gas fluoride yang berasal dari pot reduksi. Fresh alumina dari silo, dialirkan melalui air slide kedalam
reactor dan direaksikan dengan gas buang dari pot reduksi. Gas dihisap dari pot reduksi dengan menggunakan main exhaust fan. Debu dan alumina yang bereaksi ini
Universitas Sumatera Utara
kemudian disaring di dalam bag filter. Udara yang sudah bersih dibuang ke atmosfer melalui exhaust stack.
Untuk menjaga tekanan di dalam bag filter stabil, alumina dan debu yang menempel di kain bag filter perlu dihembus secara periodic dengan udara bertekanan
rendah yang diatur melalui damper. Udara ini berasal dari reverse flow fan. Alumina yang jatuh kemudian ditampung didalam hopper bag filter, dialirkan dan
disirkulasikan kembali kedalam reactor untuk bereaksi kembali dengan gas buang. Dengan cara demikian, kontak antara gas buang dengan alumina di dalam reactor
lebih efektif. Setelah reaksi adsorpsi selesai melalui sistem overflow, alumina dari hopper bag filter dikeluarkan dan dialirkan memakai air slide menuju bin reacted
alumina.
2. Reacted Alumina Handling System
Sistem ini menangani penyimpanan sementara reacted alumina di bin reacted alumina. Reacted alumina kemudian dialirkan menuju Bath Material Mixing Centre
BMMC untuk dicampur dengan material bath. Campuran alumina dan material bath kemudian disimpan sementara di day-bin melalui belt conveyer. Campuran ini
selanjutnya digunakan di pot reduksi sebagai bahan baku.
2.7 Reaksi Elektrolisis Reaksi Utama Elektrolisis Alumina