Latar Belakang PENERAPAN DIVERSI OLEH PENYIDIK DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA (Studi di Polres Malang Kota)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Republik Indonesia telah meratifikasi konvensi hak anak melalui Keppress No. 36 tahun 1990. Peratifikasian ini sebagai upaya negara untuk memberikan perlindungan terhadap anak. Dari berbagai isu yang ada dalam konvensi hak anak salah satunya yang sangat membutuhkan perhatian khusus adalah anak, anak yang memerlukan perlindungan khusus diantaranya anak yang berkonflik dengan hukum. Dalam hukum nasional perlindungan khusus anak yang berhadapan dengan hukum juga diatur dalam Undang-undang Perlindungan Anak No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 23 Tahun 2002 dan juga Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Perlindungan Anak merupakan pekerjaan penting yang harus terus dilakukan oleh seluruh unsur negara kita. Bentuk-bentuk perlindungan anak inipun dilakukan dari segala aspek, mulai pada pembinaan pada keluarga, kontrol sosial terhadap pergaulan anak, dan penanganan yang tepat melalui peraturan-peraturan yang baik yang dibuat oleh sebuah negara. Namun dalam perjalanan panjangnya hingga saat ini apa yang diamanatkan dalam undang-undang tersebut terkendala dengan sarana dan prasarana yang disediakan oleh Pemerintah, misalnya penjara khusus anak yang hanya ada di kota-kota besar. Hal ini tentu saja menyebabkan tidak terpenuhinya hak-hak anak sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang dan Konvensi Hak Anak tersebut. Selain itu kurangnya sosialisasi yang terpadu dan menyeluruhyang dilakukan kepada aparat penegak hukum termasuk kepolisian hingga ke jajaran paling bawah menyebabkan tidak efektifnya pemberian perlindungan hukum terhadap anak. Anak merupakan harapan orang tua, harapan bangsa dan negara yang akan melanjutkan tongkat estafet pembangunan serta memiliki peran strategis, mempunyai ciri atau sifat khusus yang akan menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Oleh karena itu, setiap anak harus mendapatkan pembinaan dari sejak dini, anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial. Terlebih lagi bahwa masa kanak-kanak merupakan periode penaburan benih, pendirian tiang pancang, pembuatan pondasi, yang dapat disebut juga sebagai periode pembentukan watak, kepribadian dan karakter diri seorang manusia, agar mereka kelak memiliki kekuatan dan kemampuan serta berdiri tegar dalam meniti kehidupan 1 Anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. 2 Sehingga kewajiban setiap masyarakat untuk memberikan perlindungan dalam rangka untuk kepentingan terbaik bagi anak. Pada hakikatnya anak tidak dapat melindungi diri 1 Maidin Gultom, 2008, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Bandung, Refika Aditama, hal. 1 2 Mukaddimah Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sendiri dari berbagai macam tindakan yang menimbulkan kerugian mental, fisik, sosial dalam berbagai bidang kehidupan dan penghidupan. Anak harus dibantu oleh orang lain dalam melindungi dirinya, mengingat situasi dan kondisinya, khususnya dalam pelaksanaan peradilan anak yang asing bagi dirinya. Anak perlu mendapat perlindungan dari kesalahan penerapan peraturan perundang-undangan yang diberlakukan terhadap dirinya, yang menimbulkan kerugian mental, fisik, dan sosial. 3 Salah satu persoalan yang sering muncul ke permukaan dalam kehidupan masyarakat ialah tentang kejahatan berupa pencurian. Ironisnya tindak pidana pencurian ini dilakukan oleh anak-anak yang merupakan generasi penerus bangsa di masa datang kelak. Perbuatan anak yang nyata- nyata bersifat “melawan hukum”, dirasakan sangat mengganggu kehidupan masyarakat. Akibatnya, kehidupan masyarakat menjadi resah, perasaan tidak aman bahkan menjadi ancaman bagi usaha mereka. Oleh karena itu perlunya perhatian terhadap usaha penanggulangan dan penanganannya, khususnya di bidang hukum pidana beserta hukum acaranya. Hal ini erat hubungannya dengan perlakuan khusus terhadap pelaku tindak pidana yang masih muda usianya, sebab adalah hak setiap anak untuk diperlakukan secara manusiawi, walaupun ia terlibat tindak pidana. Jika hal ini terjadinya, tentunya akan mempengaruhi sikap mentalnya, ia akan merasa sangat ketakutan, mengalami tekanan kejiwaan. Hal ini sangat 3 Ibid., hal. 2 merugikan kepentingan anak, jangan sampai nantinya setelah menjalani masa hukuman, anak menjadi bertambah kenakalannya. Oleh karena itu dalam menangani perkara anak terutama bagi petugas hukum diperlukan perhatian yang khusus, pemeriksaannya atau perlakuannya tidak dapat disamaratakan dengan orang dewasa. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat DPR membentuk suatu undang-undang yaitu Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dengan lahirnya Undang-Undang tersebut, tampak bahwa sesungguhnya pemerintah telah bertekad untuk mewujudkan suatu peradilan anak yang baik. Dengan demikian diharapkan anak yang terkena kasus pelanggaran hukum tidak dirugikan secara fisik maupun mental. Dalam hal ini Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hukum bagi anak dalam proses acara pidananya. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, maka diharapkan penanganan perkara anak sudah dibedakan dengan perkara orang dewasa demi perkembangan psikologis anak. Salah satu solusi yang dapat ditempuh dalam penanganan perkara tindak pidana anak adalah pendekatan restorative juctice, yang dilaksanakan dengan cara pengalihan diversi. Restorative justice merupakan proses penyelesaian yang dilakukan di luar sistem peradilan pidana Criminal Justice System dengan melibatkan korban, pelaku, keluarga korban dan pelaku, masyarakat serta pihak- pihak yang berkepentingan dengan suatu tindak pidana yang terjadi untuk mencapai kesepakatan dan penyelesaian. Restorative justice dianggap cara berfikirparadigma baru dalam memandang sebuah tindak kejahatan yang dilakukan oleh seorang. Polisi sebagai garda terdepan dalam penegakan hukum memiliki tanggung- jawab yang cukup besar untuk mensinergikan tugas dan wewenang Polri sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu bahwa Kepolisian Republik Indonesia memiliki tugas: 4 a. Memelihara Keamanan dan Ketertiban Masyarakat. b. Menegakkan Hukum. c. Memberikan Perlindungan, Pengayoman, dan Pelayanan Masyarakat. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya tersebut polisi harus senantiasa melihat kepentingan masyarakat. Salah satu tugas polisi yang sering mendapat sorotan masyarakat adalah penegakan hukum. Pada prakteknya penegakan hukum yang dilakukan oleh polisi senantiasa mengandung 2 dua pilihan. Pilihan pertama adalah penegakan hukum sebagaimana yang disyaratkan oleh undang-undang pada umumnya, dimana ada upaya paksa yang dilakukan oleh polisi untuk menegakkan hukum sesuai dengan hukum acara yang diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP. Sedangkan pilihan kedua 4 Undang- Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pasal 13 adalah tindakan yang lebih mengedepankan keyakinan yang ditekankan pada moral pribadi dan kewajiban hukum untuk memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat. Hal ini dikenal dengan nama diskresi. Tindakan tersebut diatur di dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP dan Undang- Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dimana polisi telah diberi kebebasan yang bertanggung-jawab untuk melaksanakan hal tersebut. Oleh karena itu penyidik, khususnya penyidik Satreskrim Polres Malang Kota dituntut mampu melakukan tindakan diversi dalam menangani perkara tindak pidana anak. Pengalihan proses peradilan anak atau yang disebut dengan diversi berguna untuk menghindari efek negatif dari proses-proses peradilan selanjutnya dalam administrasi peradilan anak, misalnya labelisasi akibat pernyataan bersalah maupun vonis hukuman. Keberadaan diversi berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak memang seharusnya dikedepankan oleh penyidik dalam hal penyidikan terhadap anak yang melakukan tindak pidana anak. Menurut ketentuan Pasal 1 poin 7 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak bahwa yang dimaksud Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Diversi wajib diupayakan oleh penyidik hal itu sesuai dengan ketentuan Pasal 7 subtansinya yaitu: 1 Pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara anak di pengadilan negeri wajib diupayakan diversi. 2 Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan: a. Diancam dengan pidana penjara di bawah 7 tujuh tahun; dan b. Bukan merupakan pengulangan tindak pidana. Dari hal-hal tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul PENERAPAN DIVERSI OLEH PENYIDIK DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA. Studi di Polres Malang Kota

B. Rumusan Masalah

Dokumen yang terkait

ANALISIS PENERAPAN DIVERSI TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN

9 48 63

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN TINDAK PIDANA PENCABULAN OLEH PENJAGA SEKOLAH PADA PROSES PENYIDIKAN (Studi pada Polres Kota Metro)

1 43 72

PENDAHULUAN PENERAPAN ASAS RESTORATIF JUSTICE DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN.

0 3 15

PENUTUP PENERAPAN ASAS RESTORATIF JUSTICE DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN.

0 3 4

SKRIPSI PERAN RESERSE DALAM PENYIDIKAN TERHADAP Peran Reserse Dalam Penyidikan Terhadap Tindak Pidana Pencurian Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Kasus di Polres Ngawi).

0 3 13

PENDAHULUAN Peran Reserse Dalam Penyidikan Terhadap Tindak Pidana Pencurian Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Kasus di Polres Ngawi).

1 8 16

PERAN RESERSE DALAM PENYIDIKAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK Peran Reserse Dalam Penyidikan Terhadap Tindak Pidana Pencurian Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Kasus di Polres Ngawi).

0 3 16

PENERAPAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA DALAM PROSES PENYIDIKAN (Studi Kasus di Polres Padang Pariaman).

0 1 6

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN TINDAK PIDANA PENCABULAN OLEH PENJAGA SEKOLAH PADA PROSES PENYIDIKAN (Studi pada polres Kota Metro)

0 0 11

BAB II KEWENANGAN PENYIDIK DALAM PROSES PENYIDIKAN PIDANA ANAK 2.1 Prosedur Penyidikan dalam Hukum Acara Pidana - Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Penyidik Anak yang Melakukan Tindak Kekerasan Terhadap Anak Pada Saat Proses Penyidikan Repository - UNAIR

0 0 24