Tinjauan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Penelitian analisis wacana yang serupa dengan penelitian ini pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Penelitian tersebut jika dibandingkan dengan penelitian ini merupakan penelitian yang dianggap sama, sehingga dapat digunakan sebagai tinjauan pustaka. Penelitian analisis wacana dalam jurnal ilmu bahasa dan sastra ditulis oleh Sofyan 2001a. Jurnal ilmiah yang berjudul “Pengaruh Manipulasi Fungsi Bahasa terhadap Kondisi Bahasa Indonesia Pendayagunaan Bahasa Indonesia sebagai Sarana Peredam Gejolak S osial di Era Orde Baru” menganalisis mengenai pembagian bahasa yang digunakan politisi dengan masyarakat. Dalam penelitiannya, Sofyan mengungkapkan terdapat pemanipulasian fungsi bahasa oleh kaum politisi dengan cara menciptakan eufimisme mengaburkan atau merancukan makna kata, dan menirukan gaya berbahasa seorang pemimpin oleh kaum di bawahnya. Eufimisme digunakan untuk menutupi makna sebenarnya dari kenyataan yang mengecewakan. Seperti kata potongan yang disamakan dengan sumbangan, kata korupsi disamakan dengan kesalahan prosedur, dan lain-lain. Perancuan makna kata digunakan agar masyarkat menjadi kebingungan dalam menafsirkan makna yang diucapkan kaum politisi. Kata demokrasi pancasila yang selalu digunakan untuk menjadi sarana pembelaan dan pembenaran dari setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah Orde Baru. Sedangkan selanjutnya gejolak kebahasaan yang terjadi pada masa Orde Baru ialah peniruan gaya berbahasa seorang pemimpin Presiden Soeharto oleh kaum di bawahnya. Kaum politisi bahkan masyarakat cenderung menirukan gaya bahasa Presiden Soeharto sepeti akhiran -kan diubah menjadi -ken. Hal tersebut mereka lakukan agar mereka seolah seberkuasa dan seberwibawa Presiden Soeharto. Penelitian lain yang terkait dengan penelitian ini adalah jurnal ilmu bahasa dan sastra yang ditulis oleh Sofyan 2001b yang merupakan kelanjutan dari penelitian yang sudah ditulis di atas berjudul “Bahasa dan Realitas Pergolakan Sosio-Politis: Kasus Bahasa Indonesia pada Era Orde Baru, Pergerakan Reformasi, dan Era Gus Dur ”. Dalam jurnal ini peneliti menguraikan kembali mengenai bahasa Indonesia pada Orde Baru seperti penggunaan eufimisme yang digunakan untuk menutupi kenyataan yang mengecewakan, perancuan makna agar masyarakat bingung menafsirkan makna kata yang diucapkan pemerintah Orde Baru, dan peniruan gaya berbahasa Presiden Soeharto oleh kaum di bawahnya. Pada pergerakan Reformasi 1998 terjadi peperangan simbol antara rakyat dengan pemerintah yang terlihat pada “Insiden Trisakti”. Pemerintah cenderung menggunakan simbol yang terkesan biasa dan cenderung tidak memojokkan rakyat, seperti menggunakan istilah kesalahan prosedur, pelaku aksi kerusuhan, dan kematian. Sedangkan rakyat sendiri menggunakan simbol-simbol yang terkesan tegas, memberi kesan istimewa terhadap aktivitas mahasiswa dan cenderung menyalahkan aparat, seperti tindakan sewenang-wenang aparat, perjuangan, dan gugurny bunga bangsa. Simbol-simbol yang digunakan masing- masing pihak tersebut digunakan untuk menyalahkan pihak lain karena yang terjadi pada saat itu Presiden Soeharto seolah-olah tidak tahu bahwa tuntutan reformasi adalah untuk menggulingkan dirinya menjadi presiden. Sedangkan bahasa Indonesia di era K.H Abdurrahman Wahid Gus Dur terjadi penghindaran gaya bahasa eufimisme, banyak ditemukan plesetan oleh Gus Dur ataupun lawan politiknya, perlawanan simbol yang terjadi secara kelembagaan ataupun individual dilakukan secara terang-terangan untuk mengkritik Gus Dur, dan menjelang jatuhnya Gus Dur sebagai presiden terjadi perang simbol yang sama namun berlawanan makna. Terdapat ungkapan yang sangat populer yakni gitu aja kok repot, yang merupakan ungkapan yang sering digunakan Gus Dur untuk menanggapi kritik dan sindiran terhadap dirinya. Penelitian lain yang juga serupa dengan kajian penelitian ini ditulis oleh Firmonasari 2007 yang dimuat dalam jurnal humaniora. Jurnal ilmiah yang berjudul “Wacana Politik Nicolas Sarkozy” menggunakan teori Lacanian, yakni teori yang menganalisis wacana sesuai dengan peranan manusia setiap harinya. Penelitian ini membahas tentang retorika kampanye Sarkozy calon Presiden Prancis, hasrat yang terdapat dalam wacana Sarkozy dan penggunaan metonomia dan metafora pada setiap wacana Sarkozy. Diungkapkan dalam penelitian tersebut Sarkozy selalu berusaha memberikan rasa aman kepada masyarakat Prancis dalam setiap pidato-pidatonya. Hasrat wacana politik Sarkozy berusaha mengajak masyarakat Prancis dengan membangkitkan dan memunculkan hasrat narsistik pasif dengan menggunakan kelemahan pribadi, dan menumbuhakan ingatan publik, serta membuat rasa aman masyarakat Prancis. Sarkozy juga sering menggunakan gaya bahasa metonomia dan metafora untuk melancaran strategi kampanyenya saat itu. Penelitian-penelitian yang sudah dijelaskan di atas serupa dengan penelitian ini. Penelitian yang berjudul “Analisis Wacana Joko Widodo Saat Pemilihan Presiden 2014 ” merupakan penelitian yang berobjek pada wacana yang disampaikan oleh Jokowi saat menjadi capres Republik Indonesia. Wacana tersebut berupa pidato dan debat capres saat masa kampanye. Analisis pragmatik dipilih untuk menjadi dasar teori penelitian ini sebab penelitian ini akan mengungkapkan diksi dan gaya bahasa serta maksud dan tujuan penggunaannya saat Jokowi berkampanye. Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya sebab secara spesifik penelitian ini membahas tentang bentuk wacana politik Jokowi dalam kurun waktu saat Jokowi berkampanye untuk menjadi presiden RI periode 2014-2019. Oleh sebab itu, dilihat dari objek penelitian, maupun permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya.

2.2 Landasan Teori