Demografi berasal dari kata demos, artinya rakyat atau penduduk dan kata graphien, yang berarti mencitra, menulis, melukis atau gambaran tentang penduduk
pada suatu negara atau wilayah. Kamus Umum Bahasa Indonesia mengartikan demografi sebagai ilmu kependudukan yaitu ilmu tentang susunan, dan
pertumbuhan penduduk; ilmu yang memberikan uraian atau lukisan berupa statistik mengenai suatu bangsa dilihat dari sudut pandang sosial politik.
Dalam pengertian yang lebih luas, demografi juga memperhatikan berbagai karakteristik individu maupun kelompok, yang meliputi tingkat sosial, budaya dan
ekonomi. Karakteristik sosial dapat mencakup status keluarga, tempat lahir, tingkat pendidikan dan lain sebagainya. Karakteristik ekonomi meliputi antara lain
aktivitas ekonomi, jenis pekerjaan, dan pendapatan. Sedangkan aspek budaya berkaitan dengan persepsi, aspirasi dan harapan-harapan.
Faktor demografi meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pengalaman. Terdapat beberapa pendapat mengenai definisi faktor demografi, antara lain
menurut Wojowasito 2010 demografi adalah pengetahuan tentang susunan dan pertumbuhan penduduk. Faktor demografi yang mempengaruhi individu dalam
menggunakan komputer menurut Harrison dan Rainer 1992 ada tiga yaitu umur, jenis kelamin, dan pengalaman. Sedangkan menurut Rifa dan Gudono 1999
terdapat empat faktor demografi, yaitu umur, jenis kelamin, pendidikan dan pengalaman.
2.4 Auditor BPK RI
Menurut Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan pasal 6 ayat 1 dinyatakan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan Republik
Indonesia BPK RI bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang
mengelola keuangan negara. Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang
maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Pengelolaan Keuangan Negara adalah
keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan
pertanggungjawaban. Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif, dan profesional berdasarkan
standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara,
sedangkan pemeriksa adalah orang yang melaksanakan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara untuk dan atas nama BPK.
Sebagai lembaga yang bertugas melaksanakan fungsi audit, BPK RI telah memiliki standar audit tersendiri melalui Peraturan BPK RI nomor 1 Tahun 2007
tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara SPKN. SPKN adalah patokan untuk melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
yang memuat persyaratan profesional pemeriksa, mutu pelaksanaan pemeriksaan, dan persyaratan laporan pemeriksaan yang profesional sehingga pelaksanaan
pemeriksaan yang didasarkan pada Standar Pemeriksaan akan meningkatkan
kredibilitas informasi yang dilaporkan atau diperoleh dari entitas yang diperiksa melalui pengumpulan dan pengujian bukti secara obyektif.
Berdasarkan SPKN, Auditor BPK RI memiliki tanggung jawab sebagai berikut :
1. Pemeriksa secara profesional bertanggung jawab merencanakan dan
melaksanakan pemeriksaan untuk memenuhi tujuan pemeriksaan. 2.
Pemeriksa harus mengambil keputusan yang konsisten dengan kepentingan publik dalam melakukan pemeriksaan.
3. Untuk mempertahankan dan memperluas kepercayaan publik, pemeriksa harus
melaksanakan seluruh tanggung jawab profesionalnya dengan derajat integritas yang tertinggi.
4. Pelayanan dan kepercayaan publik harus lebih diutamakan di atas kepentingan
pribadi. Integritas dapat mencegah kebohongan dan pelanggaran prinsip tetapi tidak dapat menghilangkan kecerobohan dan perbedaan pendapat.
5. Pemeriksa harus obyektif dan bebas dari benturan kepentingan conflict of
interest dalam menjalankan tanggung jawab profesionalnya. Pemeriksa juga bertanggung jawab untuk mempertahankan independensi dalam sikap mental
independent in fact dan independensi dalam penampilan perilaku independent in appearance pada saat melaksanakan pemeriksaan.
6. Pemeriksa bertanggung jawab untuk menggunakan pertimbangan profesional
dalam menetapkan lingkup dan metodologi, menentukan pengujian dan
prosedur yang akan dilaksanakan, melaksanakan pemeriksaan, dan melaporkan hasilnya.
Auditor BPK RI dalam melaksanakan tugas pemeriksaan dan untuk menjamin kredibilitas hasil pemeriksaan harus mempedomani standar umum dalam
SPKN yaitu : 1.
Pemeriksa secara kolektif harus memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk melaksanakan tugas pemeriksaan.
2. Dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi
pemeriksa dan pemeriksa, harus bebas dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan pribadi, ekstern, dan organisasi yang dapat mempengaruhi
independensinya. 3.
Dalam pelaksanaan pemeriksaan serta penyusunan laporan hasil pemeriksaan, pemeriksa wajib menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan
seksama. 4.
Setiap organisasi pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan berdasarkan Standar Pemeriksaan harus memiliki sistem pengendalian mutu yang memadai,
dan sistem pengendalian mutu tersebut harus direviu oleh pihak lain yang kompeten pengendalian mutu ekstern.
Terkait dengan pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah maka auditor BPK RI wajib mematuhi standar pelaksanaan pemeriksaan keuangan
sebagai berikut : 1.
Pekerjaan harus direncanakan dengan sebaik-baiknya dan jika digunakan tenaga asisten harus disupervisi dengan semestinya.
2. Pemahaman yang memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk
merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.
3. Bukti audit yang kompeten harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan,
pengajuan pertanyaan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.
4. Pemeriksa harus mengkomunikasikan informasi yang berkaitan dengan sifat,
saat, lingkup pengujian, pelaporan yang direncanakan, dan tingkat keyakinan kepada manajemen entitas yang diperiksa dan atau pihak yang meminta
pemeriksaan. 5.
Pemeriksa harus mempertimbangkan hasil pemeriksaan sebelumnya serta tindak lanjut atas rekomendasi yang signifikan dan berkaitan dengan tujuan
pemeriksaan yang sedang dilaksanakan. 6.
Pemeriksa harus merancang pemeriksaan untuk memberikan keyakinan yang memadai guna mendeteksi salah saji material yang disebabkan oleh
ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh langsung dan material terhadap penyajian laporan keuangan.
7. Pemeriksa harus merencanakan dan melaksanakan prosedur pemeriksaan
untuk mengembangkan unsur-unsur temuan pemeriksaan. 8.
Pemeriksa harus mempersiapkan dan memelihara dokumentasi pemeriksaan dalam bentuk kertas kerja pemeriksaan.
2.5 Keyakinan Memadai Reasonable Assurance