Manusia Suci Kedua Belas Imam Kesepuluh Imam 'Ali al-Hadi As

Manusia Suci Kedua Belas Imam Kesepuluh Imam 'Ali al-Hadi As

Nama

: 'Ali

Gelar : al-Hadi atau an-Naqi Panggilan

: Abul Hasan

Nama Ayah : Muhammad Jawad Nama Ibu

: Sumanah Wiladah : di Suryah (Kota pinggiran

Madinah), pada hari Jum'at, 2 Rajab 212 H. Syahadah : Pada usia 42 tahun, di Samarra', pada hari Senin, 26 Jumadits Tsani 254 H; diracun oleh al-Mu'taz, Khalifah Abbasiyah.

Haram

: Samarra', Irak.

Imam Kesepuluh, seperti ayahandanya, juga mencapai tingkat Imâmah pada masa kecilnya. Imam Hadi berusia enam tahun ketika ayahnya Imam Jawad syahid. Setelah kematian Ma'mun, Mu'tasimin menggantikannya dan kemudian digantikan oleh Khalifah al-Wathiq. Pada lima tahun pertama rezim al-Watiq, Imam Hadi hidup dengan damai dan tentram. Setelah al-Watiq, al-Mutawakkil naik berkuasa. Karena terlalu sibuk mengurusi pemerintahan, al- Mutawakkil tidak memiliki waktu untuk mengusik Imam Hadi dan pengikutnya selama empat tahun. Tapi segera setelah dia bebas dari urusan-urusan kenegaraan, dia mulai menggangu Imam. Imam Hadi membaktikan dirinya dalam misi suci tabligh di Madinah dan kemudian mendapatkan orang-orang yang menerima seruannya juga memberikan bai'at serta pengakuan akan ilmu dan sifat-sifatnya. Reputasi

Imam „Ali al-Hadi As 181

Imam membangkitkan rasa cemburu dan dengki pada diri Mutawakkil.

Gubernur Madinah menulis surat kepada Mutawakkil bahwa Imam Hadi telah membuat manuver untuk melakukan kudeta melawan pemerintahan dan banyak Syiah memberikan bai'at sebagai tanda dukungan mereka kepadanya. Meskipun, terbakar oleh surat itu, Mutawakkil masih memilih jalan diplomasi dengan tidak menangkap Imam. Dengan pretensi, dia pura-pura mencintai Imam dan menaruh hormat kepadanya, dia berencana untuk memenjarakan Imam setelah mengundangnya ke istananya.

Sebelum memenjarakannya, dalam rangkaian surat- menyurat dengan Imam, dia menyatakan bahwa dia yakin terhadap pernyataan-pernyataan yang dibuat oleh Imam dan bersedia untuk menyelesaikan pertikaian dengan damai. Dia menulis surat kepada Imam bahwa setelah mengenal pribadi agung Imam, ilmu yang tidak ada bandingannya dan sifat- sifat yang tiada taranya, dia tidak sabar untuk mendapatkan kehormatan berjumpa dengan Imam, dan dengan hangat mengundang Imam ke Samarra'. Meskipun Imam tahu betul niat jahat Mutawakkil, ia mengantisipasi akibat-akibat fatal yang mungkin terjadi akibat menolak undangan tersebut, Imam dengan perasaan enggan meninggalkan Medinah. Akan tetapi setibanya di Samarra' dan Mutawakkil mengetahui tentang kedatangan Imam, namun dia tidak mengambil peduli akan hal tersebut. Ketika ditanya bahwa di mana Imam harus tinggal, dia memerintahkan bahwa Imam harus ditempatkan di penginapan pengemis, orang-orang miskin dan tuna wisma.

Mutawakkil yang merupakan musuh bebuyutan Ahlulbait, memindahkan Imam dari penginapan dan mempercayakan ia di bawah pengawasan seorang kasar berhati-baja Zurafah. Namun, atas rahmat Allah,

Peri Kehidupan 14 Manusia Suci 182

permusuhannya berlangsung singkat, berubah menjadi cinta dan bakti kepada Imam. Ketika Mutawakkil mengetahui hal ini, dia memindahkan Imam kepada seorang bengis yang lain bernama, Sa'id. Imam berada di dalam pengawasan ketat selama beberapa tahun, masa-masa ia disiksa secara kejam. Akan tetapi, meskipun berada dalam keadaan seperti ini, Imam tetap membaktikan dirinya setiap saat untuk beribadah kepada Allah. Penjaga penjara berkata bahwa Imam nampak seperti malaikat dalam raga manusia.

Ketika Fath bin Khandaq menjadi perdana menteri Mutawakkil, dia adalah seorang Syiah yang tidak dapat menahan diri atas penangkapan Imam. Dia berusaha untuk melepaskan Imam dari penjara dan mengatur tempat yang nyaman untuk Imam di sebuah tempat yang dibeli secara pribadi di Samarra'. Namun Mutawakkil tidak dapat menahan diri dari sikap permusuhannya dengan Imam dan dia menugaskan mata-mata untuk mengamati Imam dan relasi-relasinya. Namun, melalui segala usaha, harapannya dalam menciptakan beberapa kepalsuan untuk membuktikan gerakan-gerakan Imam terhadap dirinya tidak dapat terwujud.

Pada masa Mutawakkil, ada seorang wanita yang bernama Zainab yang mengklaim sebagai seorang keturunan Imam Husain. Mutawakkil mengadakan konfirmasi atas klaim Zainab kepada Imam. Imam berkata kepadanya: "Binatang buas terlarang untuk memakan daging keturunan Imam Husain. Untuk menguji kebenaran klaim ini, lemparkan wanita ini kepada binatang buas." Setelah mendengar rencana ini, Zainab mulai bergetar dan mengakui bahwa dia berkata dusta. Mutawakkil kemudian melemparkan Imam ke dalam sangkar binatang buas untuk menguji klaim ini. Mutawakkil sangat terkejut melihat

Imam „Ali al-Hadi As 183

kenyataan ini, dia menyaksikan binatang buas itu sujud di hadapan Imam.

Suatu waktu, kebetulan Mutawakkil menderita penyakit parah yang kemudian diberitahukan oleh dokternya bahwa penyakit yang dideritanya tidak dapat disembuhkan. Ketika Imam didatangi untuk mengobatinya, ia menuliskan sebuah resep yang mendatangkan kesembuhan spontan bagi Mutawakkil.

Suatu waktu Mutawakkil mendapat berita bahwa Imam sedang mengusung kekuatan untuk memberontak terhadap dirinya. Oleh karena itu, dia memerintahkan sebuah detasemen pasukan untuk menyerang tempat kediaman Imam. Ketika para lasykar memasuki rumah, mereka mendapatkan Imam sedang duduk di atas sebuah tikar dan sedang membaca al-Qur'an.

Tidak hanya Mutawakkil, tetapi juga penggantinya memiliki permusuhan yang sengit dengan Imam. Setelah kematian Mutawwakil, al-Mustansir, dan al-Mu'tazz membawa misi yang sama untuk mengadakan penjeraan terhadap keluarga Imam.

Al-Mu'tazz mengerti tekanan dan kebaktian yang tidak terkontrol dari orang-orang terhadap Imam, akhirnya ia menyusun rencana pembunuhan Imam. Al-Mu'tazz meracuni Imam melalui seorang duta yang dia tugaskan, sehingga dalam beberapa menit, Imam syahid. Syahadah Imam terjadi pada tanggal 2 Jumadits Tsani 254 H., dan shalat jenazah dilakukan oleh anaknya, Imam Hasan Askari. Imam pada akhir hayatnya berusia empat puluh dua tahun. Periode Imâmahnya berlangsung selama tiga puluh lima tahun. Ia dikebumikan di Samarra', Irak.

Peri Kehidupan 14 Manusia Suci 184