Dampak Aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin terhadap Kesejahteran Rumah Tangga Gurandil

i

DAMPAK AKTIVITAS PERTAMBANGAN EMAS
TANPA IZIN TERHADAP KESEJAHTERAAN
RUMAH TANGGA GURANDIL

WIRA FUJI ASTUTI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Aktivitas
Pertambangan Emas Tanpa Izin terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Gurandil

adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2015

Wira Fuji Astuti
NIM I34110055

iii

ABSTRAK
WIRA FUJI ASTUTI. Dampak Aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin
terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Gurandil. Di bawah bimbingan
IVANOVICH AGUSTA dan MAHMUDI SIWI
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara faktor-faktor

pendorong munculnya gurandil dengan aktivitas yang dilakukan oleh gurandil
dalam melakukan penambangan emas tanpa izin dan hubungannya dengan
kesejahteraan rumah tangga dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman.
Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif, yaitu
penggunaan instrumen berupa kuesioner, dan didukung data kualitatif dengan
metode wawancara mendalam, observasi partisipatif, dan penelusuran dokumen.
Hasil penelitian ini memaparkan bahwa faktor pendorong munculnya gurandil
berhubungan dengan tingkat aktivitas gurandil dalam melakukan penambangan
emas tanpa izin. Faktor yang sangat mempengaruhi tingginya aktivitas gurandil
adalah faktor ekonomi karena rendahnya tingkat pendapatan yang diperoleh untuk
memenuhi kebutuhan keluarga. Faktor lain yang mempengaruhi aktivitas gurandil
adalah faktor hukum dan faktor sosial. Tingkat aktivitas gurandil dikategorikan
sesuai dengan karakteristik gurandil yaitu gurandil cetek, gurandil biasa, dan
gurandil tong. Aktivitas gurandil dalam melakukan penambangan emas tanpa izin
paling tinggi adalah gurandil cetek. Berdasarkan aktivitas gurandil tersebut
diperoleh hubungan dengan tingkat kesejahteraan rumah tangga gurandil yang
dilihat dari kondisi fisik bangunan tempat tinggal, tingkat kesehatan, tingkat
pendidikan, tingkat pendapatan, dan tingkat pengeluaran.
Kata kunci: aktivitas gurandil, faktor-faktor pendorong, tingkat kesejahteraan


ABSTRACT
WIRA FUJI ASTUTI. The Impact of the Activities of Illegal Mining for
Household
Welfare
Gurandil.
Under
the
guidance
of
IVANOVICH AGUSTA and MAHMUDI SIWI
This study aimed to analyze relationship between factors which are stimulated
emergence of gurandil with activities undertaken by gurandil in doing illegal gold
mining, and its relationship with welfare of households, by using Spearman rank
correlation test. This research was conducted using quantitative research
approach, namely use of instruments such as questionnaires, and qualitative data
supported by in-depth interviews, participant observation and document analysis.
Results of this study explain that the factors stimulates the emergence gurandil
are associated with the level of activity in the gold mining without permission.
Factors that influence intensity of gurandil's activity is economic factors, because
of low level of earned income to meet family needs. Another factor that affects

activity of gurandil is legal factors and social factors. Gurandil activity levels are
categorized according to the characteristics, namely gurandil shallow, regular
gurandil, and gurandil barrel. Gurandil activity in gold mining without
permission is gurandil shallow highest. Based on the obtained relationship
gurandil activity by household welfare level gurandil is seen from physical
condition of residential buildings, level of health, education level, income level,
and level of expenditure.
Keywords:, driving factors of gurandil, gurandil activity, level of welfare

iii

DAMPAK AKTIVITAS PERTAMBANGAN EMAS
TANPA IZIN TERHADAP KESEJAHTERAAN
RUMAH TANGGA GURANDIL

WIRA FUJI ASTUTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

iii

Judul Skripsi
Nama
NIM

: Dampak Aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin terhadap
Kesejahteran Rumah Tangga Gurandil
: Wira Fuji Astuti
: I34110055


Disetujui oleh

Dr Ivanovich Agusta, SP, MSi
Dosen Pembimbing I

Mahmudi Siwi, SP, MSi
Dosen Pembimbing II

Diketahui

Dr Ir Siti Amanah, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus: _______________

PRAKATA

Untaian puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan
Semesta Alam yang memberikan nikmat jasmani dan rohani serta waktu yang
bermanfaat bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Dampak Aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin terhadap Kesejahteraan
Rumah Tangga Gurandil“ dapat diselesaikan tanpa hambatan dan masalah yang
berarti. Pujian dan sholawat senantiasa penulis sampaikan kepada Rasulullah
SAW, keluarga beliau, dan para sahabat hingga tabi’in dan pengikutnya hingga
hari akhir.
Penghargaan dan terimakasih penulis sampaikan untuk Bapak Enkon
Sukondi sebagai kepala desa, Bapak Ahmad Rifai sebagai sekretaris Desa Pangkal
Jaya, keluarga Ibu Neng dan Bapak Adang, perangkat Desa Pangkal Jaya dan
seluruh masyarakat Desa Pangkal Jaya yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk melakukan penelitian di daerah tersebut dan telah
memberikan kemudahan bagi penulis sehingga terselesaikannya skripsi ini.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Dr Ivanovich Agusta, SP,
MSi dan Mahmudi Siwi, SP, MSi sebagai dosen pembimbing yang senantiasa
memberikan saran, kritik, dan motivasi selama proses penulisan skripsi ini.
Penulis juga menyampaikan hormat dan terimakasih kepada Ibu Masneti dan
Bapak Asril orang tua tercinta, kakak, dan adik tersayang serta semua keluarga
yang selalu berdoa dan senantiasa melimpahkan kasih sayangnya untuk penulis.
Terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Ir Fredian Tonny Nasdian, MS dan
Bapak Martua Sihaloho, SP, MSi sebagai penguji dalam sidang skripsi yang telah
banyak memberikan masukan kepada penulis serta Bapak Dr Sofyan Sjaf, MSi

selaku dosen penguji petik yang telah melakukan pengkoreksian pada sistematika dan
tata cara penulisan yang baik.
Tidak lupa terimakasih juga penulis sampaikan kepada Anita Pertiwi, Dwi
Tasya Liandra sebagai sahabat yang selalu memberikan dukungan dan semangat
layaknya keluarga, Ikatan Pelajar Mahasiswa Minang khususnya angkatan 48,
Ikatan Mahasiswa Serambi Mekah dan Pagaruyung serta temen-temen satu
bimbingan Desi Rosita, Nashrul Latif dan Ami Kusuma Handayani yang saling
menyemangati satu sama lain. Dan juga ucapan terimakasih kepada keluarga
besar SKPM terutama untuk temen-temen seperjuangan SKPM 48 atas semangat
dan kebersamaan selama ini serta semua pihak yang telah memberikan dukungan
sehingga terselesaikannya skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua
pihak.

Bogor, Mei 2015

Wira Fuji Astuti

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah Penelitian
Tujuan Penelitian
Kegunaan Penelitian
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Pengertian Pertambangan
Pertambangan Emas Tanpa Izin (Peti)
Dampak Aktivitas Pertambangan
Dampak Aspek Sosial-Ekonomi
Kesejahteraan
Kerangka Pemikiran
Hipotesis
Definisi Operasional
PENDEKATAN LAPANGAN
Metode Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian

Teknik Pemilihan Responden dan Informan
Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Kondisi Geografis dan Lingkungan
Kondisi Demografi dan Ekonomi Sosial Budaya
Kondisi Sarana dan Prasarana
Kondisi Sosial Budaya
FAKTOR PENDORONG MUNCULNYA PENAMBANG EMAS TANPA
IZIN (GURANDIL)
Karakteristik Responden
Faktor Sosial
Faktor Hukum
Faktor Ekonomi
AKTIVITAS PERTAMBANGAN EMAS TANPA IZIN (GURANDIL)
Identifikasi Tingkat Aktivitas Gurandil di Desa Pangkal Jaya
Tingkat Aktivitas Penambang Gurandil Cetek (Kecil)
Tingkat Aktivitas Penambang Gurandil Biasa
Tingkat Aktivitas Penambang Gurandil Tong
KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA GURANDIL

Tingkat Kesejahteraan Penambang Gurandil Cetek
Tingkat Kesejahteraan Penambang Gurandil Biasa
Tingkat Kesejahteraan Penambang Gurandil Tong

viii
x
xiii
xiv
1
1
3
4
4
5
5
5
6
7
8
9
10
11
12
19
19
19
19
20
21
23
23
24
27
28
29
29
31
33
35
39
39
40
42
44
49
49
56
61

ix

HUBUNGAN FAKTOR PENDORONG, TINGKAT AKTIVITAS DAN
KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA GURANDIL
Hubungan Faktor Pendorong dan Aktivitas Gurandil
Hubungan Tingkat Aktivitas dengan Tingkat Kesejahteraan Rumah
Tangga Gurandil
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

69
69
70
73
73
74
75
91

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

20
21
22
23
24

25

Definisi operasional faktor-faktor pendorong
Definisi operasional aktivitas gurandil
Definisi operasional tingkat kesejahteraan
Pemilihan informan
Teknik pengumpulan data dan jenis data
Jumlah dan persentase luas lahan menurut jenis pemanfaatan di
Desa Pangkal Jaya tahun 2013
Jumlah penduduk Desa Pangkal Jaya tahun 2011-2014
Jumlah dan persentase penduduk Desa Pangkal Jaya menurut
jenis kelamin tahun 2014
Data penduduk yang tersebar menurut RW/Dusun
Jumlah dan persentase penduduk menurut jenis pekerjaan di
Desa Pangkal Jaya tahun 2013
Jumlah penduduk menurut umur di Desa Pangkal Jaya tahun 2014
Jumlah dan persentase penduduk menurut tingkat pendidikan di
Desa Pangkal Jaya tahun 2013
Sarana dan prasarana pendidikan di Desa Pangkal Jaya tahun 2013
Sarana dan prasarana peribadatan Desa Pangkal Jaya tahun 2013
Kondisi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PKMS) Di
Desa Pangkal Jaya tahun 2013
Jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan kategori
umur di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan tingkat
pendidikan di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan luas lahan
yang dimiliki di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan tingkat
pengetahuan tentang hukum pertambangan di Desa Pangkal Jaya
tahun 2015
Jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan tingkat
pendapatan sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek
berdasarkan status kepemilikan rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek
berdasarkan jenis lantai rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek
berdasarkan jenis dinding rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek
berdasarkan sumber air minum rumah tangga di Desa Pangkal Jaya
tahun 2015
Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek
berdasarkan fasilitas MCK rumah tangga di Desa Pangkal Jaya
tahun 2015

12
13
15
20
21
23
24
24
25
26
26
27
27
28
28
29
30
30

34
37
49
50
50

51

51

xi

26
27
28

29
30
31
32

33

34

35
36
37
38
39
40

41

42

43
44
45

Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek
berdasarkan tingkat kesehatan di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek
berdasarkan tempat berobat di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek
berdasarkan kepemilikan alat transportasi di Desa Pangkal Jaya
tahun 2015
Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa
berdasarkan status kepemilikan rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa
berdasarkan jenis lantai rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa
berdasarkan jenis dinding rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa
berdasarkan sumber air minum rumah tangga di Desa Pangkal Jaya
tahun 2015
Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa
berdasarkan fasilitas MCK rumah tangga di Desa Pangkal Jaya
tahun 2015
Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa
berdasarkan kepemilikan alat transportasi di Desa Pangkal Jaya
tahun 2015
Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa
berdasarkan tingkat kesehatan di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa
berdasarkan tempat berobat di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong
berdasarkan status kepemilikan rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong
berdasarkan jenis lantai rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong
berdasarkan jenis dinding rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong
berdasarkan sumber air minum rumah tangga di Desa Pangkal Jaya
tahun 2015
Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong
berdasarkan fasilitas MCK rumah tangga di Desa Pangkal Jaya
tahun 2015
Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong
berdasarkan kepemilikan alat transportasi di Desa Pangkal Jaya
tahun 2015
Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong
berdasarkan tingkat kesehatan di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong
berdasarkan tempat berobat di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Uji kolerasi Rank Sperman faktor –faktor pendorong munculnya
gurandil dan tingkat aktivitas gurandil (gurandil cetek, biasa, dan tong)

52
52

53
56
56
57

57

57

58
58
58
61
62
62

63

63

63
64
64
70

xii

Uji korelasi Rank Spearman tingkat aktivitas gurandil dengan
tingkat kesejahteraan rumah tangga sebelum menjadi gurandil di
Desa Pangkal Jaya
47 Uji korelasi Rank Spearman tingkat aktivitas gurandil dengan
tingkat kesejahteraan rumah tangga sesudah menjadi gurandil di Desa
Pangkal Jaya
46

71

72

DAFTAR GAMBAR
1
2

3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Kerangka Pemikiran
Grafik jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan
tingkat pengetahuan tentang hukum pertambangan di Desa Pangkal
Jaya tahun 2015
Grafik jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan
pendapatan sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Bangunan rumah gurandil cetek
Bangunan rumah gurandil tong
Grafik jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan
tingkat keselamatan kerja di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Grafik jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan
tingkat keselamatan kerja di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Grafik jumlah pendapatan sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal
Jaya tahun 2015
Grafik jumlah pendapatan sesudah menjadi gurandil di Desa Pangkal
Jaya tahun 2015
Grafik jumlah pengeluaran sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal
Jaya tahun 2015
Grafik jumlah pengeluaran sesudah menjadi gurandil di Desa Pangkal
Jaya tahun 2015
Grafik jumlah pendapatan sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal
Jaya tahun 2015
Grafik jumlah pendapatan sesudah menjadi gurandil di Desa Pangkal
Jaya tahun 2015
Grafik jumlah pengeluaran sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal
Jaya tahun 2015.
Grafik jumlah pengeluaran sesudah menjadi gurandil di Desa Pangkal
Jaya tahun 2015
Grafik jumlah pendapatan sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal
Jaya tahun 2015
Grafik jumlah pendapatan sesudah menjadi gurandil di Desa Pangkal
Jaya tahun 2015
Grafik jumlah pengeluaran sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal
Jaya tahun 2015
Grafik jumlah pengeluaran sesudah menjadi gurandil di Desa Pangkal
Jaya tahun 2015

11

33
36
41
44
45
46
53
54
55
55
59
59
60
61
65
65
66
67

DAFTAR LAMPIRAN
1 Sketsa lokasi penelitian
2 Jadwal penelitian
3 Uji Reliabilitas
4 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman
5 Deskripsi statistik pengeluaran sebelum menjadi gurandil cetek
di Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dalam
satu tahun terakhir
6 Deskripsi statistik pengeluaran sesudah menjadi gurandil Cetek
di Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dalam
satu tahun terakhir
7 Deskripsi statistik pengeluaran sebelum menjadi gurandil biasa
di Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dalam
satu tahun terakhir
8 Deskripsi statistik pengeluaran sesudah menjadi gurandil biasa
di Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dalam
satu tahun terakhir
9 Deskripsi statistik pengeluaran sebelum menjadi gurandil tong
di Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dalam
satu tahun terakhir
10 Deskripsi statistik pengeluaran sesudah menjadi gurandil tong
di Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dalam
satu tahun terakhir
11 Dokumentasi Penelitian

81
82
83
83

84

85

86

87

88

89
90

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sebagai salah satu sektor industri dalam tatanan ekonomi global, industri
pertambangan memiliki posisi dominan dalam pembangunan sosial ekonomi
negara maju dan berkembang. Hadirnya sektor industri memberikan dampak
positif maupun negatif bagi masyarakat. Tanpa menampik dampak positifnya,
dampak negatif dalam ranah sosial, ekonomi, lingkungan, politik, dan budaya
yang ditimbulkan sektor industri ini lebih banyak. Dampak negatif tersebut
cenderung membesar di negara-negara berkembang atau di negara-negara yang
menghadapi kendala ketidakefektifan sistem pemerintahan, ketiadaan regulasi
(perundangan) yang memadai serta tingginya gejolak sosial-politik (Kristanto
2004). Pembangunan yang sedang dilaksanakan oleh pemerintah bukan sematamata berorientasi pada pembangunan fisik saja melainkan lebih jauh dimaksudkan
untuk pembangunan manusia Indonesia seutuhnya lahir dan batin menuju
peningkatan taraf hidup rakyat Indonesia yang adil dan makmur sejahtera. Sesuai
pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 yaitu ”Bumi, air dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dipergunakan sebesarbesarnya untuk kemakmuran rakyat”. Oleh karena itu, pemerintah berusaha
memanfaatkan sumber tenaga, sumber alam dan teknologi untuk pertumbuhan
pembangunan ekonomi Indonesia.
Pengelolaan dan penguasaan sumber daya alam telah dibangun melalui
semangat UUD 1945 Pasal 33 dengan tujuan utama adalah untuk sebesar besarnya
kemakmuran bagi rakyat Indonesia. Amanat UUD 1945 ini merupakan landasan
pembentukan kebijakan pertambangan yakni Undang-Undang Nomor 11 Tahun
1967 tentang Pokok Pertambangan Mineral dan Batubara yang kemudian diganti
dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara. Menurut Saleng (2007), dibentuknya Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara merupakan konsekuensi dari
lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah
Kabupaten/Kota dan Provinsi sebagai Daerah Otonom.
Pemerintah di samping meningkatkan sektor pertanian dalam usahanya
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, juga menggalakkan industri baik industri
kecil, industri menengah dan juga industri besar, untuk menciptakan lapangan
kerja baik di sektor formal maupun informal. Industri menempati posisi sentral
dalam ekonomi masyarakat modern dan merupakan motor penggerak yang
memberikan dasar bagi peningkatan kemakmuran dan mobilitas perorangan yang
belum pernah terjadi sebelumnya pada sebagian besar penduduk dunia. Industri
sangat esensial untuk memperluas landasan pembangunan dan memenuhi
kebutuhan masyarakat yang terus meningkat. Banyak kebutuhan umat manusia
hanya dapat dipenuhi oleh barang dan jasa yang disediakan dari sektor industri.

2

Pembinaan dan penyiapan masyarakat menjadi masyarakat industri, hanya
dimungkinkan oleh pengetahuan yang luas dan mendalam tentang perubahan perubahan yang terjadi dalam masyarakat tersebut. Namun lebih dari itu, industri
membutuhkan kesiapan sosial budaya dari masyarakat untuk menerima,
mendukung serta melestarikan keberadaan fisik suatu industri di tengah
masyarakat bahkan justru kesiapan sosial budaya ini merupakan faktor penting
dalam penunjang lajunya proses industri dalam suatu masyarakat.
Industri tambang mineral dan migas dapat berkembang sangat pesat
karena kebutuhan dan permintaan atas mineral dan energi yang terus meningkat
bersamaan dengan pertumbuhan jumlah penduduk serta kesejahteraan. Namun di
balik peningkatan tersebut, terdapat dua permasalahan besar yang dihadapi
industri yaitu pertama cadangan sumber alam semakin menipis dan kedua
resistensi masyarakat khusus nya masyarakat lokal semakin meningkat yang
terungkap dari kasus konflik antaran korporasi dengan komunitas lokal, baik
diakibatkan oleh praktik tambang sendiri mapun berbentuk konflik kepentingan.
Oleh sebab itu, dibalik pesatnya perkembangan industri tambang dan migas,
kedudukan korporasi sangat rentan terhadap tekanan utamanya dari kalangan civil
society karena persepsi umum melihat praktik industri tersebut lebih banyak
memberikan dampak negatif daripada positifnya terhadap lingkungan sekitar,
secara fisik maupun sosial (Prayogo 2011)
Hadirnya industri pertambangan di daerah Bogor menimbulkan daya tarik
tersendiri bagi pencari kerja baik dari dalam maupun dari luar daerah
pertambangan, sehingga akan menimbulkan masyarakat yang majemuk. Dengan
adanya masyarakat tersebut, berbagai macam budaya dan prilaku akan
berpengaruh kepada kehidupan baik pada kondisi sosial maupun kondisi ekonomi.
Sebelum adanya industri mata pencarian mayarakat adalah di bidang pertanian.
Seiring berkembangnya industri yang masuk ke pedesaan perlahan lahan budaya
bertani mulai luntur dan masyarakat lebih tertarik untuk bekerja di industri. Akan
tetapi, untuk masuk ke ranah industri masyarakat juga harus bersaing satu sama
lain agar terserap oleh industri. Persaingan yang ada yaitu persaingan dalam hal
keterampilan (skill) dan juga pengetahuan masyarakat pada bidang pekerjaan yang
menuntut kedua hal tersebut. Hal ini terjadi saat perusahaan mengambil karyawan
dari luar daerah, jika ada orang lokal biasanya perusahaan hanya memposisikan
mereka sebagai satpam atau pembantu saat survei lapangan. Dikarenakan
kebanyakan masyarakat asli daerah tersebut masih berpendidikan rendah dan
minim dalam kemampuan.
Desa Pangkal Jaya merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan
Nanggung, Kabupaten Bogor yang berbatasan langsung dengan PT. Antam
(Persero) Tbk UBPE Pongkor. Selain di bidang pertanian, masyarakat Desa
Pangkal Jaya pada umumnya bekerja sebagai penambang emas tanpa izin atau
yang dikenal dengan penambang gurandil/tikus. Sebelum beroperasinya
perusahaan pertambangan di daerah gunung pongkor, penambang gurandil telah
ada dengan jumlah yang sangat sedikit. Akan tetapi, fenomena peti (penambang
gurandil) marak sekitar tahun 1998 akibat faktor daya tarik harga emas yang
mencapai angka Rp 100 000 per gram, di samping karena krisis ekonomi dan
pengangguran yang melonjak. Diperkirakan ada sekitar 3 000 hingga 8 000
gurandil yang beroperasi di Pongkor. Sekitar 70% dari jumlah ini adalah
pendatang dari Cikotok, Salopa, Tasikmalaya, Sukabumi, Bogor, Rangkasbitung,

3

Bengkulu, Kalimantan, dan Nusa Tenggara Timur, sementara hanya 30% saja
yang berasal dari Desa Bantar Karet dan Desa Cisarua1. Pada saat ini harga emas
yang di tambang dan diolah dengan cara sederhana mencapai Rp 12 500 000/ons.
Hal tersebut dapat memicu tingginya aktivitas masyarakat untuk melakukan
penambangan gurandil.
Dampak yang yang diakibatkan oleh kegiatan tersebut diperkirakan lebih
besar dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan besar di bidang pertambangan,
karena kegiatan penambangan liar dilakukan dengan menggunakan peralatan
tradisional yang menyebabkan korban jiwa pada saat melakukan proses
penambangan. Dari uraian diatas, maka perlu dikaji sejauhmana dampak
aktivitas pertambangan emas tanpa izin terhadap tingkat kesejahteraan
masyarakat gurandil?
Masalah Penelitian
Berdirinya perusahaan pertambangan dapat memberikan dampak positif
maupun negatif terhadap sosial dan ekonomi masyarakat sekitar dan nantinya
akan menghadirkan sebuah kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh
masyarakat. Kegiatan pertambangan tersebut ada yang memiliki izin dan tidak
memiliki izin. Namun, sebagian besar masyarakat dalam melakukan kegiatan
pertambangan tidak memiliki ijin dari pihak atau instansi manapun yang terkait.
Menurut beberapa literatur dengan pandangan-pandangan yang berbeda,
keberadaan perusahaan memberikan dampak yang positif, seperti yang
dikemukakan Ismono (2010) menyatakan keberadaan perusahaan pertambangan
belum tentu memberikan dampak yang positif terhadap masyarakat. Selain itu
kegiatan penambangan tanpa izin pada suatu wilayah dapat memberikan dampak
yang signifikan terhadap kondisi sosial-ekonomi masyarakat. Munculnya para
penambang liar atau tanpa izin disebabkan oleh adanya berbagai faktor pendorong
seperti faktor sosial, faktor ekonomi, faktor hukum dan faktor-faktor lainnya.
Oleh karena itu, menjadi penting bagi peneliti untuk mengkaji sejauhmana
faktor pendorong munculnya gurandil berhubungan dengan tingkat aktivitas
gurandil untuk melakukan pertambangan tanpa izin?
Masyarakat yang tidak terserap oleh perusahaan pertambangan besar
memilih bekerja sebagai penambang liar. Pertambangan emas tanpa izin ini bagi
sebagian masyarakat menjadi tumpuan hidup, karena dapat menghasilkan
pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan pada sektor pertanian. Akan tetapi
pekerjaan tersebut belum tentu menjadikan hidup masyarakat sejahtera. Taraf
hidup atau tingkat kesejahteraan masyarakat adalah perubahan kondisi ekonomi
masyarakat yang diukur dengan tingkat pendidikan, bentuk bangunan rumah, dan
kesanggupan untuk memenuhi kebutuhan primer, sekunder maupun tersier.
Berdasarkan tingkat pendidikan, Paryono (2005) menyatakan bahwa semenjak
beroperasinya kegiatan pertambangan, pendapatan masyarakat dari sektor
pertanian lebih rendah dibandingkan dengan sektor non pertanian. Desa Pangkal
Jaya merupakan salah satu desa yang berbatasan langsung dengan daerah
1

Artikel menelusuri jejak gurandil di tambang emas pongkor 2011 diunduh dari http://fatullahtambangemas.blogspot.com/2011/03/menyusuri-jejak-gurandil-di-tambang.html

4

pertambangan emas. Akan tetapi dalam kegiatannya, masyarakat lokal belum
begitu terlibat. Oleh karena itu, menjadi penting bagi peneliti untuk mengkaji
sejauhmana aktivitas sebagai penambang tanpa izin berhubungan dengan
tingkat kesejahteraan rumah tangga gurandil?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian secara umum adalah untuk menganalisis sejauhmana
dampak kegiatan pertambangan tanpa izin terhadap tingkat kesejahteraan
masyarakat gurandil di Desa Pangkal Jaya, Kecamatan Nanggung, Kabupaten
Bogor. Kemudian tujuan khususnya ialah menjawab pertanyaan permaasalahan,
yakni:
1. Menganalisis hubungan antara faktor pendorong munculnya gurandil
berhubungan dengan tingkat aktivitas gurandil untuk melakukan
pertambangan tanpa izin.
2. Menganalisis hubungan antara aktivitas sebagai penambang tanpa izin
(gurandil) dan tingkat kesejahteraan rumah tangga gurandil
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa manfaat antara lain untuk:
1. Akademisi, yaitu memberikan tambahan khasanah pengetahuan mengenai
dampak yang ditimbulkan baik itu positif maupun negatif oleh keberadaan
perusahaan pertambangan dan aktivitas pertambangan emas tanpa izin serta
membuka realitas pikiran bagi mahasiswa dalam menanggapi permasalahan
tersebut
2. Masyarakat, untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari aktivitas
pertambangan tanpa izin terhadap kehidupan sosial-ekonomi masyarakat dan
membantu masyarakat dalam menyikapi dampak tersebut khususnya para
gurandil
3. Pemerintah dan Perusahaan, diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan
pertimbangan dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan
peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar lokasi pertambangan yang
dapat memberikan dampak positif dan negatif terhadap kelangsungan hidup
masyarakat dan pemerintah memperhatikan kepentingan masyarakat dalam
pengambilan keputusan dan kebijakan. Perusahaan agar lebih respect terhadap
masyarakat dan lebih memperhatikan kondisi sekitar perusahaan baik
lingkungan maupun sosial dan dalam menghadapi permasalahanpermasalahan yang dirasakan oleh masyarakat.

PENDEKATAN TEORITIS
Bab ini menjelaskan mengenai berbagai pustaka yang dirujuk dalam
melakukan penelitian. Pustaka-pustaka tersebut diambil dari berbagai sumber
seperti buku, peraturan pemerintah, maupun hasil-hasil penelitian. Selain itu, bab
ini juga menjelaskan mengenai kerangka penelitian beserta dengan hipotesis
penelitian, dan definisi operasional dari masing-masing variabel yang dihitung.
Tinjauan Pustaka
Pengertian Pertambangan
Berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Republik
Indonesia Nomor 24 Tahun 2012, Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam
rangka penguasaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan
penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi penambangan,
pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang.
Sedangkan Penambangan adalah bagian kegiatan Usaha Pertambangan untuk
memproduksi mineral dan/ atau batubara dan mineral ikutannya. Pertambangan
adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian, penambangan
(penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian (mineral,
batubara, panas bumi, migas). Menurut UU No. 11 Tahun 1967, bahan tambang
tergolong menjadi 3 jenis, yakni: Golongan A (yang disebut sebagai bahan
strategis), Golongan B (bahan vital), dan Golongan C (bahan tidak strategis dan
tidak vital). Bahan Golongan A merupakan barang yang penting bagi pertahanan,
keamanan dan strategis untuk menjamin perekonomian negara dan sebagian besar
hanya diizinkan untuk dimiliki oleh pihak pemerintah, contohnya minyak,
uranium dan plutonium. Sementara, Bahan Golongan B dapat menjamin hayat
hidup orang banyak, contohnya emas, perak, besi dan tembaga. Bahan Golongan
C adalah bahan yang tidak dianggap langsung mempengaruhi hayat hidup orang
banyak, contohnya garam, pasir, marmer, batu kapur dan asbes.
Hasil penelitian Risal et al (2013) menyatakan bahwa terdapat sejumlah
unsur yang sudah pasti melekat pada pertambangan, yakni adanya tindakan
penghancuran/pengrusakan, kebohongan, mitos, dan keuntungan untuk segelintir
orang tertentu (orang kaya). Selanjutnya Risal et al (2013) menyatakan objek dari
usaha pertambangan adalah sumber daya alam yang tak terbaharukan (nonrenewable), dimana dalam pengelolaan dan pemanfaatannya dibutuhkan
pendekatan manajemen ruangan yang ditangani secara holistik dan integratif
dengan memperhatikan empat aspek pokok yaitu, aspek pertumbuhan (growth),
aspek pemerataan (equity), aspek lingkungan (environment), dan aspek
konservasi (conservation). Manan dan Saleng (2004) dalam Siregar (2009) juga
menyatakan bagaimana peran kegiatan pertambangan. Pertambangan memiliki
peran yang strategis dan kontribusi besar terhadap pembangunan daerah.
Beroperasinya kegiatan pertambangan di suatu daerah, komunitas baru akan
terbentuk sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru di wilayah beroperasinya
pertambangan. Komunitas baru tersebut akan memberikan pengaruh terhadap
perekonomian daerah setempat, sebab masyarakat pencari kerja dan pelaku

6

ekonomi akan tertarik ke wilayah pertumbuhan yang baru dan menyebabkan jasajasa lainnya akan tumbuh, baik jasa yang terkait langsung maupun tidak langsung
dengan kegiatan pertambangan.
Pertambangan Emas Tanpa Izin (Peti)
Kegiatan Peti adalah usaha pertambangan yang dilakukan oleh
perorangan, sekelompok orang atau perusahaan/yayasan berbadan hukum yang
dalam operasinya tidak memiliki izin dari instansi pemerintah pusat atau daerah
sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Ngadiran, Santoso dan
Purwoko (2002) persolan-persoalan kegiatan pertambangan emas tanpa izin
diantaranya:
a. Keselamatan kerja kurang terjamin karena para penambang dalam
pengolahan bijih emas menggunakan bahan kimia beracun seperti sianida
dan merkuri
b. Modal kerja ditanggung oleh seorang pemilik lubang atau pemilik mesin.
Cara patungan diupayakan diantara penambang sekalipun jumlahnya
sangat terbatas. Apabila modal tetap saja belum mencukupi, para
penambang sering sekali terpaksa hutang karena tidak ada bank yang mau
memberikan kredit
c. Para penambang bekerja dengan teknik yang sederhana yang dipelajari
secara tradisional dan turun-temurun, sehingga tidak terjadi inovasi.
Sumantri dan Herman (2007) dalam Wibisono (2008) menyatakan bahwa
faktor pendorong kehadiran Peti dapat dikelompokkan menjadi:
1. Faktor sosial, yaitu kegiatan Peti merupakan kegiatan yang sudah menjadi
pekerjaan turunan karena dilakukan secara turun-temurun oleh masyarakat
setempat; terdapatnya hubungan yang kurang harmonis antara
pertambangan resmi atau berizin dengan masyarakat setempat; dan
terjadinya penafsiran keliru tentang reformasi yang diartikan sebagai
kebebasan tanpa batas.
2. Faktor hukum, yaitu ketidaktahuan masyarakat terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku di bidang pertambangan; kelemahan
peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan, yang diantara lain
tercermin dalam kekurangberpihakan kepada kepentingan masyarakat luas
dan tidak adanya teguran terhadap pertambangan resmi atau berizin yang
tidak memanfaatkan wilayah usahanya (lahan tidur); serta terjadinya
kelemahan dalam penegakan hukum dan pengawasan.
3. Faktor ekonomi disebabkan oleh keterbatasan lapangan kerja dan
kesempatan berusaha yang sesuai dengan tingkat keahlian atau
keterampilan masyarakat bawah; kemiskinan dalam berbagai hal, yakni
miskin secara ekonomi, pengetahuan, dan keterampilan; keberadaan pihak
ketiga yang memanfaatkan kemiskinan untuk tujuan tertentu, yaitu
penyandang dana (cukong), beking (oknum aparat) dan LSM; krisis
ekonomi berkepanjangan yang melahirkan pengangguran terutama dari
kalangan masyarakat bawah.

7

Dampak Aktivitas Pertambangan
Soemarwoto (2005) mendefinisikan dampak sebagai suatu perubahan yang
terjadi sebagai akibat suatu aktivitas di mana aktivitas tersebut dapat bersifat
alamiah, baik kimia, fisik, dan biologi. Lebih lanjut didefinisikan dampak
pembangunan terhadap lingkungan adalah perbedaan antara kondisi lingkungan
sebelum ada pembangunan dan yang diperkirakan akan ada setelah ada
pembangunan. Pembangunan yang dimaksud termasuk kegiatan penambangan
batubara yang dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan secara umum.
Dampak penambangan berarti perubahan lingkungan yang disebabkan oleh
kegiatan usaha eksploitasi baik perubahan sosial, ekonomi, budaya, kesehatan
maupun lingkungan alam. Dampak penambangan bisa positif bila perubahan yang
ditimbulkannya menguntungkan dan negatif jika merugikan, mencemari, dan
merusak lingkungan hidup. Dampak yang diakibatkan oleh penambangan menjadi
penting bila terjadi perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar. Adapun
kriteria dampak penting, yaitu: (1) jumlah manusia yang akan kena dampak, (2)
luas wilayah penyebaran dampak, (3) intensitas dan lamanya dampak
berlangsung, (4) banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak, (5) sifat
komulatif dampak, dan (6) berbalik (reversible) atau tidak berbalik (irreversible)
dampak.
Seperti kebijakan di Kalimantan Timur sejak tahun 2002 hingga tahun
2011 lalu, terdapat sedikitnya 1 271 izin pertambangan di Kalimantan Timur
yang menjadikan produsen batubara nomor 1 di Indonesia, dengan hampir 61%
batubara dihasilkan dengan mengeruk bumi Kalimantan Timur. Tetapi sangat
ironis bahwa provinsi terluas ke dua di Indonesia ini, bahkan tak mampu
memenuhi kebutuhan pangan mandiri penduduknya yang tumbuh 3.7% per tahun
(Risal et al 2013).
Kristanto (2004) menjelaskan dampak adalah setiap perubahan yang
terjadi dalam lingkungan akibat adanya aktivitas manusia. Disini tidak disebutkan
karena adanya proyek, karena proyek sering diartikan sebagai bangunan fisik saja,
sedangkan banyak proyek yang bangunan fisiknya relatif kecil atau tidak ada,
tetapi dampaknya besar. Jadi yang menjadi objek pembahasan bukan saja dampak
proyek terhadap lingkungan, melainkan juga dampak lingkungan terhadap proyek.
Menurut Salim (2007) setiap kegiatan pembangunan di bidang pertambangan
pasti menimbulkan dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif dari
kegiatan pembangunan di bidang pertambangan adalah:
1. Memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi
nasional;
2. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD);
3. Menampung tenaga kerja, terutama masyarakat lingkar tambang;
4. Meningkatkan ekonomi masyarakat lingkar tambang;
5. Meningkatkan usaha mikro masyarakat lingkar tambang;
6. Meningkatkan kualitas SDM masyarakat lingkar tambang; dan
7. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat lingkar tambang.
Dampak negatif dari pembangunan di bidang pertambangan adalah:
1. Kehancuran lingkungan hidup;
2. Penderitaan masyarakat adat;
3. Menurunnya kualitas hidup penduduk lokal;
4. Meningkatnya kekerasan terhadap perempuan;

8

5. Kehancuran ekologi pulau-pulau; dan
6. Terjadi pelanggaran HAM pada kuasa pertambangan
Selain itu, kegiatan Peti juga memberikan dampak baik itu dampak positif
maupun dampak negatif terhadap aspek ekologi dan sosial-ekonomi kepada
masyarakat lokal. Kegiatan Peti pada umumnya tidak ramah lingkungan, karena
hanya mengejar kepentingan dalam waktu singkat seperti halnya bagaimana untuk
mendapatkan uang. Hal ini disebabkan oleh minimnya kesadaran untuk tetap
melestarikan lingkungan. Tidak hanya kerusakan lingkungan yang ditimbukan
oleh kegiatan Peti tetapi juga menelan korban jiwa yang jumlahnya lebih besar
dibandingkan perusahaan pertambangan. Berdasarkan aspek sosial ekonomi,
kegiatan Peti diharapkan dapat memberikan manfaat tidak hanya terhadap
pembangunan tetapi juga terhadap masyarakat lokal yang berada di sekitar lokasi
penambangan. Dalam skala makro, Peti dilihat sebagai bahaya dan ancaman bagi
investasi pertambangan di Indonesia. Namun, dalam skala mikro penambangan
emas dapat digolongkan sebagai salah satu gerakan “ekonomi kreatif” yang
memenuhi kebutuhan hidup rakyat kecil. Mereka berusaha menggali dan
menemukan butiran emas demi perbaikan hidup ekonomi para penambang. Setiap
hari mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup seperti berbelanja, membayar uang
sekolah anak, berobat, membeli kendaraan bermotor dan meniti masa depan yang
lebih baik (Willybrodus, dan Chang (2012).
Selanjutnya, Willybrodus, dan Chang (2012) terdapat beberapa dilema
dalam kegiatan pertambangan emas. Pertama, adanya desakan kebutuhan hidup
(keterpaksaan hidup) rakyat kecil dan perolehan izin pemerintah untuk
menambang emas di kawasan Mandor. Menambang emas analog dengan
berspekulasi dalam sebuah dunia usaha. Tidak semua penambang emas
berpenghasilan tinggi. Sebelum beroperasi, penambang lokal harus memiliki
mesin dompeng (gelundungan) bermutu baik, yang berharga sekitar Rp 20 000
000,00. Biaya operasi harian terkadang mencapai Rp 500 000,00 – Rp 1 000
000,00. Modal usaha pertambangan rakyat tidak kecil dan modal ini tidak dengan
sendirinya segera kembali. Terkadang dalam sehari penghasilan maksimal mereka
mencapai Rp 10 000 000,00. Terkadang mereka sangat sulit mencapai target yang
diharapkan. Kedua, bukan mustahil bahwa seorang penambang emas tanpa izin
ditangkap dan diproses secara hukum, walaupun para penambang memiliki antena
khusus kalau ada petugas keamanan akan merazia penambang emas tanpa izin.
Walaupun ketenangan dan kenyamanan kerja para penambang rakyat masih
belum terjamin, para penambang rakyat tetap mengadu untung di tengah ketidakpastian hidup ekonomi, sosial dan politik dewasa ini. Semua kegiatan
penambangan terhenti kalau keadaan cuaca buruk, seperti hujan dan banjir
melanda kawasan pertambangan.
Dampak Aspek Sosial-Ekonomi
Dampak sosial ekonomi merupakan dampak aktivitas pertambangan pada
aspek sosial ekonomi yang dapat bersifat positif dan negatif. Dampak positif
akibat aktivitas pertambangan diantaranya adalah terjadinya peningkatan
Pendapatan Asli Daerah (PAD), terciptanya lapangan pekerjaan, dan peningkatan
ekonomi bagi masyarakat di sekitar wilayah pertambangan sedangkan dampak
negatif dari adanya aktivitas pertambangan adalah terjadinya penurunan
pendapatan bagi masyarakat yang bergerak di sektor pertanian, karena

9

menurunnya kualitas lahan yang digunakan. Hasil penelitian Budimanta (2007)
menunjukkan bahwa aktivitas penambangan di daerah Bangka Belitung
memberikan berbagai dampak positif dan negatif pada kehidupan warga. Dampak
positif diantaranya adalah meningkatnya penghasilan devisa bagi negara,
terciptanya lapangan pekerjaan. Selain itu, adanya perbaikan infrastruktur seperti
akses jalan ke Penagan dari Pangkal Pinang menjadi semakin mudah dan kondisi
jalanan semakin baik. Waktu tempuh menjadi semakin efisien dibandingkan
sebelumnya yang membutuhkan waktu hingga dua hari bagi para pejalan kaki.
Pada aspek ekonomi, pendapatan yang diperoleh warga menjadi semakin
meningkat. Hal ini terlihat dari adanya kemampuan warga untuk mendirikan
rumah permanen yang terbuat dari bahan bata dan semen, dibandingkan kondisi
sebelumnya yang hanya terbuat dari kayu penyangga.
Pertambangan Emas Tanpa Izin (Peti) bagi sebagian masyarakat dapat
menjadi tumpuan hidup, karena dapat menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi
dibandingkan pada sektor pertanian. Selain itu, kegiatan Peti dapat dilakukan oleh
semua tingkatan pendidikan, baik itu tinggi maupun rendah karena kegiatan Peti
ini tidak perlu dimiliki latar belakang pendidikan sebab para penambang dapat
belajar dari pengalaman mereka dengan cara melihat dan meniru kegiatan yang
dilakukan rekannya dilapangan2
Masuknya sebuah industri dalam suatu wilayah dapat berpengaruh terhadap
pergerakan penduduk, seperti halnya dapat memicu terjadi migrasi penduduk.
Dijelaskan oleh Rusli (2012) migrasi adalah suatu bentuk gerak penduduk
geografis, spasial atau teritorial antara unit-unit geografis yang melibatkan
perubahan tempat tinggal yaitu dari tempat asal ke tempat tujuan. Seseorang
melakukan migrasi apabila ia melakukan pindah tempat tinggal secara permanen
atau relatif permanen dengan menempuh jarak minimal tertentu atau pindah dari
satu geografis ke geografis lainya. Banyak faktor melatarbelakangi seseorang
melakukan migrasi seperti halnya adalah dalam memperoleh pekerjaan.
Kesejahteraan
Kesejahteraan merupakan sebuah konsep yang digunakan untuk mengukur
keadaan seseorang pada kondisi tertentu pada wilayah tertentu. Persatuan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberi batasan kesejahteraan sosial sebagai
kegiatan-kegiatan yang terorganisasi yang bertujuan untuk membantu individu
atau masyarakat guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan
meningkatkan kesejahteraan selaras dengan kepentingan keluarga dan masyarakat.
Kesejahteraan sosial pada intinya mencakup tiga konsepsi yaitu: Pertama kondisi
kehidupan atau keadaan sejahtera yakni terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan
jasmaniah, rohaniah, dan sosial. Kedua institusi, arena atau bidang kegiatan yang
melibatkan lembaga kesejahteraan sosial dan berbagai profesi kemanusiaan yang
menyelenggarakan usaha kesejahteraan sosial dan pelayanan sosial. Dan ketiga
aktivitas, yakni kegiatan-kegiatan atau usaha yang terorganisir untuk mencapai
kondisi sejahtera (Suharto 2005).
Konsep kesejahteraan yang ideal dikemukakan oleh BPS (2005), bahwa
ada tujuh indikator yang digunakan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan antara
2

http://repository.upi.edu/operator/upload/s_sej_044043_chapter5.pdf[diunduh pada tanggal 25
Desember 2014]

10

lain: pendapatan, konsumsi atau pengeluatan keluarga, fasilitas tempat tinggal,
kesehatan keluarga, kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, kemudahan
mendapatkan fasilitas transportasi, dan kemudahan mendapat akses pendidikan.
1. Pendapatan adalah penghasilan tetap yang diperoleh dalam satu bulan
yang merupakan pemasukan untuk pemenuhan kebutuhan hidup.
2. Konsumsi atau pengeluaran keluarga adalah jumlah biaya yang
dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
3. Fasilitas tempat tinggal yang dapat diukur dari luas lantai rumah,
penerangan, jenis alas/lantai rumah, kondisi MCK, kondisi bangunan,
atap, sumber air. Kondisi dan kualitas rumah yang ditempati dapat
menunjukkan keadaan sosial ekonomi rumah tangga.
4. Kesehatan anggota keluarga merupakan indikator kebebasan dari penyakit.
Salah satu indikator yang digunakan untuk menentukan derajat kesehatan
penduduk adalah dengan melihat kondisi keluhan kesehatannya.
5. Akses terhadap layanan kesehatan merupakan kemudahan responden
dalam menjangkau dan memperoleh fasilitas untuk kesehatan seperti
JAMKESMAS dan lain-lain.
6. Akses terhadap pendidikan merupakan kemudahan responden dalam
memperoleh jenjang pendidikan yang baik dan tinggi.
7. Kepemilikan alat transportasi merupakan jenis alat transportasi yang
dimiliki responden untuk mempermudah akses ke berbagai tempat.
Berdasarkan pengertian dari para ahli di atas, dapat digambarkan bahwa
pendapatan, kesehatan, pendidikan, akses transportasi, kepentingan dan kebutuhan
keluarga serta masyarakat merupakan tolak ukur atau indikator untuk mengukur
dan menentukan tingkat kesejahteraan masyarakat.
Kerangka Pemikiran
Berdirinya perusahaan pertambangan emas akan memberikan pengaruh,
baik itu positif maupun negatif. Terlihat dari keberadaan perusahaan
pertambangan tersebut dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap tingkat
pendapatan daerah. Keberadaan perusahaan bukan hanya dirasakan oleh
pemerintah daerah akan tetapi juga pada masyarakat sekitar perusahaan
beroperasi, yang mana masyarakat disini adalah aktor utama yang dapat langsung
merasakan dampaknya. Perusahan pertambangan besar atau perusahaan legal akan
mendorong munculnya para penambang liar atau penambang tanpa izin yang
diakibatkan tidak terserapnya tenaga kerja dari kalangan pribumi. Berbagai faktor
pendorong seperti faktor sosial, faktor hukum, dan faktor ekonomi yang
disebabkan oleh keterbatasan lapangan kerja dan kesempatan berusaha yang
sesuai dengan tingkat keahlian atau keterampilan masyarakat bawah.
Faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi tingkat aktivitas masyarakat
untuk melakukan pertambangan tanpa izin. Tingkat aktivitas dapat dilihat dari
lama bekerja, frekuensi bekerja, tingkat modal kerja, dan tingkat keselamatan
kerja. Dari indikator terebut dapat dilihat sejauh mana aktivitas masyarakat
penambangan liar dengan menggunakan teknik-teknik sederhana dan secara
tradisional. Dalam kerangka analisis juga dijelaskan pembukaan pertambangan
mempengaruhi masyarakat untuk menjadi penambang liar yang juga memberikan
dampak positif dan negatif baik dalam bidang sosial maupun ekonomi. Yang

11

dilihat dari tingkat pendidikan, keselamatan kerja, peluang kerja, tingkat
kesehatan dan lain lain. Dijelaskan juga bagaimana tingkat pendidikan dapat
mempengaruhi perolehan pendapatan. Semakin tinggi tingkat pendidikannya akan
mempengaruhi tingkat pendapatan. Semakin tinggi pendidikan juga akan
mempengaruhi kesempatan atau peluang kerja di sektor pertambangan secara
legal. Hal ini akhirnya sangat mempengaruhi kesejahteraan masyarakat terutama
masyarakat lokal. Tingkat kesejahteraan dapat diukur dari tingkat pendidikan,
tingkat kesehatan, tingkat perubahan luas lantai, tingkat perubahan jenis lantai,
tingkat perubahan sumber penerangan rumah tangga, tingkat perubahan fasilitas
MCK, tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, perubahan peluang kerja, tingkat
konsumsi pangan rumah tangga, tingkat perubahan fasilitas transportasi.
X1 Tingkat
Faktor
Pendorong
x1.1 Tingkat faktor
sosial
x1.2 Tingkat faktor
hukum
x1.3 Tingkat faktor
ekonomi

X2 Tingkat
Aktivitas
Pertambangan
Tanpa Izin
x2.1 Lama bekerja
x2.2 Frekuensi
bekerja
x2.3 Tingkat modal
kerja
x2.4 Tingkat
keselamatan
kerja
x2.5 Tingkat migrasi

Y Tingkat
Kesejahteraan
Y1 Tingkat perubahan luas
lantai
Y2 Tingkat perubahan
jenis lantai
Y3 Tingkat perubahan
sumber penerangan
rumah tangga
Y4 Tingkat perubahan
fasilitas MCK
Y5 Tingkat perubahan
fasilitas transportasi
Y6 Tingkat kesehatan
Y7 Tingkat pendapatan
Y8 Tingkat pengeluaran
Y9 Tingkat pendidikan

Keterangan:
: Hubungan
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis penelitian disajikan
sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan antara faktor pendorong munculnya gurandil dengan
dengan tingkat aktivitas gurandil.
2. Terdapat hubungan antara tingkat aktivitas gurandil dengan tingkat
kesejahteraan rumah tangga gurandil.

12

Definisi Operasional
Faktor Pendorong Kehadiran PETI
Pertambangan emas adalah proses atau teknik yang digunakan untuk
mengambil emas dari dalam tanah. Beroperasinya kegiatan pertambangan di suatu
daerah, komunitas baru akan terbentuk sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru
di wilayah beroperasinya pertambangan. Komunitas baru tersebut akan
memberikan pengaruh terhadap perekonomian daerah setempat, sebab masyarakat
pencari kerja dan pelaku ekonomi akan tertarik ke wilayah pertumbuhan yang
baru dan menyebabkan jasa-jasa lainnya akan tumbuh, baik jasa yang terkait
langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan pertambangan. Ada berbagai
faktor-faktor pendorong hadirnya pertambangan tanpa izin yang dilakukan oleh
sebuah institusi atau kelompok maupun perorangan yang didorong karena adanya
faktor sosial, faktor hukum, faktor ekonomi.
Tabel 1 Definisi operasional faktor-faktor pendorong
No
Variabel
Definisi Operasional
Indikator
1.

Tingkat
hubungan
antar pihak

Suatu kapasitas
individu dalam
menjalin interaksi
antar pihak untuk
meningkatkan
kerjasama

2.

Tingkat
ketidaktahuan
masyarakat
tentang
hukum
Tingkat
kelemahan
undangundang

Suatu pemahaman
responden terhadap
regulasi atau
peraturan yang
berlaku

3.

4.

Tingkat
kemampuan
kerja

Kekurangberpihakan
kepada kepenti