Barium Heksaferit Terdoping Tembaga Sebagai Katalis Elektrohidrodeklorinasi Tetrakloroetilena

BARIUM HEKSAFERIT TERDOPING TEMBAGA SEBAGAI
KATALIS ELEKTROHIDRODEKLORINASI
TETRAKLOROETILENA

VICKY OKTRIVIANI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Barium Heksaferit
Terdoping Tembaga sebagai Katalis Elektrohidrodeklorinasi Tetrakloroetilena
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Vicky Oktriviani
NIM G44100073

ABSTRAK
VICKY OKTRIVIANI. Barium Heksaferit Terdoping Tembaga sebagai Katalis
Elektrohidrodeklorinasi Tetrakloroetilena. Dibimbing oleh MOHAMMAD
KHOTIB dan KOMAR SUTRIAH.
Metode elektrohidrodeklorinasi dapat digunakan untuk mendegradasi
organoklorin yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia seperti
tetrakloroetilena. Dalam metode ini, digunakan katalis berupa barium heksaferit
terdoping tembaga, Ba1-xCuxFe12O19 dengan x = 0.0 dan 0.4. Katalis disintesis
dengan kopresipitasi pada suhu 5–10 °C menggunakan NaOH sebagai pengendap
kemudian dikalsinasi selama 4 jam pada suhu 750 °C. Analisis fase dan analisis
gugus fungsi menunjukkan bahwa katalis telah berhasil disintesis, tetapi masih
mengandung pengotor, yaitu NaCl. Barium heksaferit tanpa dan dengan doping
tembaga mampu mendegradasi tetrakloroetilena hingga 67% dan 72% pada
kondisi tegangan 10–14 V dan waktu elektrolisis 30–60 menit.

Kata kunci: barium heksaferit, elektrohidrodeklorinasi, tembaga, tetrakloroetilena

ABSTRACT
VICKY OKTRIVIANI. Barium Hexaferrite Doped by Copper as Catalyst for
Electrohydrodeclorination of Tetrachloroethylene. Supervised by MOHAMMAD
KHOTIB and KOMAR SUTRIAH.
Electrohydrodechlorination method can be used to degrade organochlorines
that are harmful to the environment and human health such as
tetrachlororethylene. In this method, copper doped by barium hexaferrite, Ba1xCuxFe12O19 with x = 0.0 and 0.4 were used as catalyst. The catalysts were
synthesized by coprecipitation at 5–10 °C using NaOH as precipitant and then
calcined for 4 hours at 750 °C. Phase analysis and functional group analysis
showed that the catalysts has been successfully synthesized, but it still contain
NaCl as impurities. Barium hexaferrite without and with copper doping could
degrade tetrachloroethylene up to 67% and 72% at 10–14 V and electrolysis time
of 30–60 minutes.
Keywords: barium hexaferrite, copper, electrohydrodechlorination,
perchloroethylene

BARIUM HEKSAFERIT TERDOPING TEMBAGA SEBAGAI
KATALIS ELEKTROHIDRODEKLORINASI

TETRAKLOROETILENA

VICKY OKTRIVIANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini yang berjudul Barium Heksaferit
Terdoping Tembaga sebagai Katalis Elektrohidrodeklorinasi Tetrakloroetilena

berhasil diselesaikan. Penelitian dilaksanakan sejak bulan April hingga November
2014 di Laboratorium Terpadu Institut Pertanian Bogor (LT IPB), Baranangsiang,
Bogor dan Departemen Fisika IPB, Dramaga, Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada bapak Mohammad Khotib, MSi
selaku pembimbing pertama dan bapak Dr Komar Sutriah, MS selaku
pembimbing kedua atas segala arahan dan dukungannya. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada ayah Sudiyo, ibu Margiyati, mas Heru dan mba Rina
serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Penghargaan penulis
sampaikan kepada kepala dan seluruh staf LT IPB atas segala fasilitas dan
kemudahan yang diberikan selama melakukan penelitian. Selain itu, penulis
menyampaikan terima kasih kepada rekan-rekan satu laboratorium (Miranti,
Lesya, Awal, Yunita, Aski, Alfi, Nita, Maul, Iqbal, Faisal, Asnan) serta Nurul,
Asri, Cempaka, Eva, Lestari, Muhana, Ami, dan Nurulita atas semua bantuan dan
motivasi yang diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2015
Vicky Oktriviani

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

METODE

2


Bahan

2

Alat

2

Prosedur Penelitian

2

HASIL DAN PEMBAHASAN

4

BHF-Cux

4


Pencirian BHF-Cux

5

Uji Kinerja BHF-Cux

7

SIMPULAN DAN SARAN

9

Simpulan

9

Saran

9


DAFTAR PUSTAKA

9

LAMPIRAN

11

RIWAYAT HIDUP

16

DAFTAR TABEL
1 Komposisi bahan untuk sintesis BHF-Cux
2 Rancangan percobaan uji kinerja BHF-Cux

3
4

DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4

Hasil sintesis BHF-Cux
Difraktogram BHF-Cu0.4
Spektrum BHF-Cux
Persentase keberhasilan degradasi menggunakan elektroda BHF-Cu0.0
( ) dan BHF-Cu0.4 ( )

4
5
7
8

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

4
5
6

Diagram alir penelitian
Perhitungan data komposisi bahan untuk sintesis BHF-Cux
Data identifikasi fase pada difraktogram BHF-Cu0.4
Perhitungan hasil analisis Cu pada BHF-Cux
Perhitungan kadar NaCl BHF-Cux
Perhitungan data uji kinerja

11
11
12
13
14
15

PENDAHULUAN
Organoklorin merupakan polutan yang tidak hanya berbahaya bagi

lingkungan melainkan juga bagi kesehatan manusia. Tetrakloroetilena atau
perchloroethylene (PCE) merupakan salah satu senyawa organoklorin yang paling
sering ditemukan di tanah dan air tanah dikarenakan penggunaannya yang luas
diantaranya dalam industri dry cleaning, pengolahan tekstil, dan pembersihan
minyak pada logam (Amir 2012; USEPA 2012). Senyawa ini bersifat
karsinogenik terhadap manusia dan hewan (Amir 2012). PCE dapat terabsorpsi
secara cepat ke dalam aliran darah melalui mulut maupun pernapasan, bahkan
dapat melalui kulit baik dalam bentuk cairan maupun uap. Selain itu sifatnya yang
persisten di lingkungan membuat degradasinya membutuhkan waktu yang lama
(Amir 2012).
Beberapa metode telah dikembangkan untuk mengatasi permasalahan
organoklorin ini. Metode konvensional yang telah digunakan ialah biodegradasi,
insinerasi, dan adsorpsi oleh karbon aktif. Namun, metode-metode tersebut kurang
efektif. Biodegradasi memerlukan waktu yang lama serta tidak praktis, insinerasi
membutuhkan biaya tinggi dan menghasilkan produk yang lebih berbahaya bagi
lingkungan, sedangkan penyerapan dengan karbon aktif hanya memindahkan
kontaminan sehingga menyebabkan karbon menjadi limbah by-product (Munoz et
al. 2013). Selain metode konvensional tersebut, saat ini banyak metode oksidatif
yang mengarah pada pembentukan dioksin dan karbon dioksida yang
berkontribusi dalam pemanasan global (Marta et al. 2009).
Metode reduksi merupakan metode yang dapat diandalkan untuk mengatasi
organoklorin. Metode ini menghasilkan produk akhir yang memiliki toksisitas
lebih rendah. Hidrodeklorinasi katalitik merupakan suatu metode reduksi untuk
mendegradasi organoklorin dengan cara mereduksi senyawa organoklorin
menggunakan suatu donor elektron, misalnya hidrogen (Angeles-Wedler et al.
2010). Satu atau lebih atom Cl pada senyawa organoklorin akan digantikan oleh
hidrogen. Katalis yang umumnya digunakan ialah logam-logam yang memiliki
kemampuan untuk mengadsorbsi hidrogen. Namun, katalis tersebut seringkali
mengalami deaktivasi oleh produk hasil deklorinasi dan terjadi korosi logam
(Huang et al. 2014)
Metode tersebut dalam perkembangannya dipadukan dengan proses
elektrokimia, sehingga menghasilkan metode elektrohidrodeklorinasi. Prinsip
metode ini ialah hidrogen yang dihasilkan dari proses elektrolisis air dimanfaatkan
sebagai agen pereduksi organoklorin. Hidrogen akan teradsorb pada permukaan
katalis yang berada di katode.
Barium heksaferit (BHF) diduga mampu digunakan sebagai katode karena
dapat mengadsorbsi hidrogen. Selain itu, barium heksaferit tidak dapat dioksidasi
lagi sehingga katalis tidak akan mengalami korosi. Hal ini akan memperpanjang
daya tahan katalis untuk digunakan. Barium heksaferit didoping tembaga dengan
tujuan untuk meningkatkan kemampuan hidrodeklorinasi karena tembaga
merupakan suatu logam transisi yang telah banyak diteliti dan terbukti efektif
untuk mendeklorinasi organoklorin.

2
Penelitian ini bertujuan mendapatkan BHF terdoping tembaga (Ba1xCuxFe12O19 atau BHF-Cux) dan penciriannya serta uji kinerja bahan tersebut
sebagai katalis elektrohidrodeklorinasi terhadap PCE.

METODE
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah BaCl2•2H2O,
FeCl3•6H2O, Cu(NO3)2•3H2O (BDH), NaOH, HCl, PCE (BDH), lem karbon
(Anders Products), Tween-80 (Merck), n-heptana, indikator campuran, NaCl,
HNO3, Hg(NO3)2, dan akuades.

Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan gelas,
elektoda karbon, pengaduk magnet, plat penangas, oven, penyaring vakum, tanur,
neraca analitik, perangkat lunak MDI Jade 6.5, sumber daya GPS-1850 D (GW
Instek), difraksi sinar-X atau X-Ray Diffraction (XRD), spektrofotometer
inframerah transform fourier atau Fourier Transform Infrared (FTIR) IR prestige21 (Shimadzu), spektrofotometer serapan atom (SSA) AA 6300 (Shimadzu), dan
kromatografi gas (KG) GC-17A (Shimadzu).

Prosedur Penelitian
Penelitian dilaksanakan dalam beberapa tahap, yakni sintesis BHF dan BHF
terdoping tembaga, pencirian menggunakan instrumen FTIR, XRD, dan SSA,
serta uji kinerja bahan tersebut dalam mendegradasi PCE. Diagram alir penelitian
ditunjukkan pada Lampiran 1.

Sintesis
Sintesis BHF-Cux (Ba1-xCuxFe12O19) (Modifikasi Kwak et al. 2012)
Barium heksaferit terdoping tembaga disintesis menggunakan metode
kopresipitasi dengan tembaga (x), yakni 0.0 dan 0.4. Mula-mula, BaCl2•2H2O,
Cu(NO3)2•3H2O, dan FeCl3•6H2O ditimbang secara stoikiometri (Tabel 1 dan
Lampiran 2) kemudian dilarutkan dalam 80 mL HCl 0.6 M. Setelah semua bahan
larut, larutan ini ditambahkan tetes demi tetes ke dalam 300 mL larutan NaOH 1.5
M sambil diaduk menggunakan pengaduk magnet dan suhunya dijaga 5–10 °C.
Setelah selesai ditambahkan, larutan tetap diaduk selama 30 menit. Endapan
diperoleh menggunakan penyaring vakum lalu dikeringkan pada suhu kamar.
Endapan yang telah kering dikalsinasi menggunakan tanur pada suhu 750 °C
selama 4 jam.

3
Tabel 1 Komposisi bahan untuk sintesis BHF-Cux
Produk
BHF-Cu0.0
BHF-Cu0.4

Bobot bahan yang dibutuhkan (gram)
BaCl2•2H2O
Cu(NO3)2•3H2O
FeCl3•6H2O
2.1977
0.0000
29.1866
1.3546
0.8932
29.9828

Pencirian
Analisis Fase
Hasil sintesis ditempatkan pada spesimen holder dan dipayar pada rentang
sudut difraksi 2 dari 10°–52.2° dengan laju 3°/menit. Sumber radiasi yang
digunakan ialah CuKα (λ = 1.54056 Å). Difraktogram yang diperoleh kemudian
dianalisis menggunakan perangkat lunak MDI Jade 6.5.
Analisis Gugus Fungsi
Sebanyak 0.02 gram hasil sintesis dan 0.1 gram KBr ditimbang lalu digerus
menggunakan mortar hingga homogen. Campuran tersebut kemudian diukur
menggunakan spektrofotometer FTIR pada bilangan gelombang 400–4000 cm-1.
Analisis Tembaga
Hasil sintesis ditimbang sebanyak 0.1 gram kemudian ditambahkan 5 mL
HNO3 pekat dan 10 mL HCl pekat. Setelah itu, campuran ini dipanaskan hingga
larut. Larutan disaring ke dalam labu takar 100 mL lalu ditera menggunakan
akuades. Pengukuran dilakukan menggunakan SSA pada panjang gelombang
maksimum 324.8 nm.
Analisis Klorida (APHA et al. 1999)
Sebanyak 1 gram hasil sintesis dicuci dengan 100 mL akuades, kemudian
dilakukan 10 kali pengenceran. Sebanyak 10 mL dari masing-masing larutan yang
telah diencerkan ditambahkan 3 tetes indikator campuran hingga warnanya
berubah menjadi ungu, lalu ditambahkan 1–2 tetes larutan HNO3 0.01 N hingga
berubah menjadi warna kuning. Larutan kemudian dititrasi dengan Hg(NO3)2
hingga larutan berubah menjadi warna ungu (triplo). Selain itu juga dilakukan
standardisasi Hg(NO3)2 menggunakan larutan NaCl sebanyak tiga kali ulangan.

Uji Kinerja Katalis
Sebanyak 1 gram hasil sintesis dan 4 gram lem karbon ditimbang, kemudian
keduanya diaduk hingga homogen. Setelah tercampur merata, bahan dibentuk
menjadi elektrode berbentuk tabung berukuran panjang 5.5 cm dengan diameter
0.5 cm. Elektrode tersebut dan elektrode karbon kemudian dihubungkan ke
sumber daya serta dicelupkan dalam larutan PCE 0.1% yang telah ditambahkan 2
tetes surfaktan tween-80. Selama perlakuan uji kinerja, larutan diaduk
menggunakan pengaduk magnet. Elektrolisis dilakukan menggunakan dua
parameter, yaitu tegangan (10 dan 14 V) serta waktu elektrolisis (30 dan 60 menit).
Rancangan percobaaan uji kinerja ditunjukkan pada Tabel 2.

4
Tabel 2 Rancangan percobaan uji kinerja BHF-Cux
Percobaan
1
2
3
4
5
6
7
8

Elektrode BHF-Cu
0.0
0.0
0.0
0.0
0.4
0.4
0.4
0.4

Waktu elektrolisis
30
60
30
60
30
60
30
60

Tegangan
10
10
14
14
10
10
14
14

Larutan hasil elektrolisis kemudian diekstraksi menggunakan n-heptana.
Fase organik yang diperoleh setelah ekstraksi dianalisis menggunakan KG dengan
kondisi:
Detektor
: ionisasi nyala
Volume sampel : 1 ηL
Suhu injektor : 200 °C
Suhu detektor : 200 °C
Suhu kolom
: temperatur terprogram
Kolom
: rtx-1
Fase gerak
: N2
Laju alir
: 0.88 mL/min

HASIL DAN PEMBAHASAN
BHF-Cux
BHF dan produk dopingnya dari hasil sintesis berbentuk serbuk berwarna
cokelat tua seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Hal ini sesuai dengan penelitian
Kwak et al. (2012) yang menyatakan bahwa hasil sintesisnya berwarna cokelat tua.
Modifikasi yang dilakukan dari penelitian Kwak et al. (2012) ialah penambahan
doping logam transisi, yaitu tembaga.

Gambar 1 Hasil sintesis BHF-Cux

5
BHF-Cux disintesis menggunakan metode kopresipitasi. Metode ini
memiliki prosedur yang sederhana dan tidak memerlukan suhu tinggi apabila
dibandingkan dengan metode sintesis solid state yang membutuhkan perlakuan
panas hingga lebih dari 1200 °C (Kwak et al. 2012). Selain itu, menurut Ersson
(2003) metode kopresipitasi seringkali menghasilkan material yang sangat
homogen dan memiliki luas permukaan yang besar.
Prinsip dari metode ini ialah pengendapan lebih dari satu substansi yang
diendapkan secara bersama-sama oleh suatu agen pengendap. Pengendap yang
digunakan dalam penelitian ini ialah NaOH. Agar dapat bereaksi dengan optimum,
penambahan larutan dilakukan tetes demi tetes disertai pengadukan yang konstan.
Suhu yang rendah menyebabkan pengendapan lebih mudah terjadi meskipun laju
reaksinya menurun.
Kwak et al. (2012) menyatakan bahwa suhu presipitasi dapat mempengaruhi
suhu yang diperlukan untuk kalsinasi. Penelitiannya menunjukkan apabila suhu
yang digunakan untuk presipitasi 0 °C, BHF sudah dapat terbentuk pada suhu
kalsinasi 600 °C, berbeda ketika suhu presipitasinya 50 °C, BHF terbentuk pada
suhu 750 °C. Pada penelitian ini, untuk memperbesar kemungkinan terbentuknya
BHF-Cux dilakukan presipitasi pada suhu berkisar 5–10 °C dan suhu kalsinasi
sebesar 750 °C.

Pencirian BHF-Cux
Pola difraksi sinar-X dari BHF-Cu0.4 ditunjukkan pada Gambar 2.
Difraktogram dianalisis menggunakan perangkat lunak MDI Jade 6.5 dan
menunjukkan kecocokan dengan Joint Committee on Powder Diffraction
Standards (JCPDS) nomor 27-1029. Puncak-puncak pada sudut difraksi 30.435°,
31.797°, 32.258°, 34.204°, 35.277°, 37.182°, 40.478°, dan 42.564° menandakan
terbentuknya BHF. Akan tetapi terdapat tiga puncak asing, yaitu pada sudut
difraksi 27.486°, 37.927°, dan 45.540°. Setelah dianalisis menggunakan perangkat
lunak yang sama, diketahui bahwa ketiga puncak tersebut merupakan pengotor
berupa garam NaCl (JCPDS nomor 05-0628). Data identifikasi dapat dilihat pada
Lampiran 3.

Gambar 2 Difraktogram BHF-Cu0.4

6
Selain kedua fase tersebut, tidak ditemukan fase lain. Untuk memastikan
keberadaan Cu, dilakukan analisis kadar Cu menggunakan SSA. Hasil analisis
menunjukkan bahwa kadar Cu pada BHF-Cu0.4 sebesar 1.14% sedangkan untuk
BHF-Cu0.0 sebesar 0.01% (Lampiran 4). Hal ini menandakan bahwa terdapat Cu
dalam hasil sintesis BHF-Cu0.4 meskipun tidak terdeteksi menggunakan XRD.
Analisis klorida dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kadar pengotor
yang terdapat pada hasil sintesis. Analisis ini dilakukan secara kuantitatif
menggunakan titrimetri (merkuri nitrat). Prinsip dari metode ini ialah ion klorida
akan terikat dengan ion merkuri membentuk merkuri (II) klorida. Kelebihan ion
merkuri akan membentuk kompleks berwarna ungu dengan difenilkarbazon
(APHA et al. 1999). Hasil analisis menunjukkan NaCl yang terkandung dalam
hasil sintesis cukup tinggi, yakni di dalam BHF-Cu0.0 sebesar 28.97% dan pada
BHF-Cu0.4 sebesar 32.81%. Perhitungan data dapat dilihat pada Lampiran 5.
Garam NaCl diduga ikut terendapkan pada saat proses kopresipitasi.
Menurut Nilpairach dan Udomkichdaecha (2006) garam NaCl ini dapat
dihilangkan dengan proses pencucian berulang hingga tidak ada klorida yang
dapat terdeteksi. Pendeteksian klorida dapat dilakukan secara kualitatif
menggunakan larutan AgNO3 10% b/v.
Pencirian gugus fungsi juga dilakukan menggunakan spektrofotometer FTIR.
Spektrum FTIR BHF-Cux ditunjukkan pada Gambar 3. Gugus Ba-O dicirikan
dengan munculnya pita serapan pada 895 cm-1 (Kanagenasan et al. 2010). Pita
serapan pada rentang 532–551 cm-1 dan 455–464 cm-1 menunjukkan terbentuknya
heksaferit (Fe-O) (Kanagenasan et al. 2010; Chauhan et al. 2013). Namun, hasil
sintesis BHF-Cu0.4 tidak menunjukkan puncak serapan pada rentang tersebut. Hal
ini diduga karena adanya substitusi logam yang menyebabkan pita serapan
melebar. Menurut Salvi dan Joshi (2009) BHF yang tersubstitusi logam
menunjukkan pita serapan yang lebih lebar pada rentang 435–590 cm-1
dikarenakan distribusi acak oleh kation.
Selain ketiga pita serapan penciri (895 cm-1, rentang 532–551 cm-1 dan 455–
464 cm-1), terdapat pita serapan lain, yaitu pita yang lebar pada rentang 2931–
3421 cm-1 serta di sekitar bilangan gelombang 1600 cm-1 yang menunjukkan
adanya gugus -OH (Pavia et al. 2009). Shi et al. (2012) menyatakan bahwa
terdeteksinya gugus -OH menandakan bahwa pada permukaan sampel terdapat
gugus -OH. Penelitiannya menunjukkan pita serapan -OH masih terdeteksi
meskipun setelah pemanasan hingga suhu 900 °C. Selain itu, keberadaan gugus
-OH diduga juga dikarenakan adanya pengotor NaCl yang bersifat higroskopik.

7
BHF-Cu0.0
BHF-Cu0.4

Fe-O

OH
Ba-O

Gambar 3 Spektrum BHF-Cux

Uji Kinerja BHF-Cux
BHF-Cux yang berupa serbuk dibuat menjadi elektrode berbentuk tabung.
Namun, BHF merupakan suatu bahan yang tidak konduktif. Oleh karena itu,
diperlukan suatu bahan konduktif untuk dipadukan dengan hasil sintesis sehingga
elektrode dapat dialiri listrik. Lem karbon dipilih sebagai bahan konduktor
sekaligus perekat dalam pembuatan elektode.
Elektrode hasil sintesis dijadikan sebagai katode sesuai prinsip elektrolisis
dimana nantinya akan terjadi proses reduksi dan elektrode karbon digunakan
sebagai anode. Kedua elektrode ini kemudian dihubungkan dengan sumber daya
dengan kondisi percobaan diatur 10 dan 14 V untuk tegangan serta waktu
pengujian diatur 30 dan 60 menit.
PCE dilarutkan dalam medium air dengan konsentrasi larutan 0.1% v/v atau
setara dengan 0.163 g/100 mL. PCE memiliki kelarutan yang rendah di dalam air,
yaitu 0.15 g/100 mL. Oleh karena itu, ditambahkan surfaktan non-ionik tween-80
untuk meningkatkan kelarutan PCE dalam air. Breton-Deval et al. (2010)
menyatakan tween-80 memiliki solubilitas yang tinggi dalam melarutkan PCE,
yakni 0.1532 g/100 mL dalam 0.08 g/100 mL tween-80. Di samping itu, telah
dilaporkan bahwa tween-80 memiliki toksisitas yang rendah terhadap beberapa
mikroorganisme sehingga surfaktan ini tidak berbahaya apabila digunakan di
lingkungan.
Setelah elektrolisis berlangsung, sampel diekstraksi dengan n-heptana
kemudian fase organiknya dianalisis menggunakan KG. Hasil analisis
menunjukkan sebanyak 60.78–71.86% PCE telah berhasil didegradasi (Lampiran
6). Hasil ini sudah cukup baik meskipun belum mampu mendegradasi 100% PCE

8
seperti pada penelitian Willinger et al. (2009) menggunakan katalis Pt/Rh dengan
penambahan gas H2.
Gambar 4 memperlihatkan bahwa meskipun BHF-Cu0.4 menunjukkan nilai
yang lebih tinggi hampir di setiap kondisi namun perbedaannya tidak signifikan
dengan BHF tanpa doping. Apabila dilihat dari parameter tegangan dan waktu
elektrolisis, tidak ada perbedaan yang signifikan pula. Diduga perbedaan waktu
yang hanya 30–60 menit belum memperlihatkan pengaruh terhadap degradasi
PCE. Penambahan waktu elektrolisis diduga mampu meningkatkan degradasi
karena akan memberikan kesempatan untuk PCE dan hidrogen teradsorb pada
katalis. Penelitian Xu dan Gao (2007) menunjukkan bahwa karbon tetraklorida
dapat didegradasi sebanyak lebih dari 60% pada 1 jam pertama menggunakan
katalis Fe-Cu, kemudian pada jam ke-2 sebanyak 36.02% dan setelah 3 jam,
karbon tetraklorida berhasil terdegrasi 100%.

80

Degradasi (%)

70
60
50
40
30
20
10
0
[30,10]
[30,14]
[60,10]
[60,14]
Parameter pengujian [Waktu (menit), Tegangan (V)]
Gambar 4 Persentase keberhasilan degradasi menggunakan elektroda BHF-Cu0.0
( ) dan BHF-Cu0.4 ( )
Reaksi yang terjadi dalam proses elektrohidrodeklorinasi ialah sebagai
berikut:

Hidrogen hasil elektrolisis air akan teradsorb pada permukaan elektrode. PCE juga
akan teradsorb pada permukaan elektrode dengan bantuan surfaktan. Pada
permukaan elektrode terjadi proses hidrodeklorinasi, yaitu atom Cl pada
organoklorin digantikan posisinya oleh atom hidrogen. Lalu, hidrogen yang masih
teradsorpsi akan terdesorpsi dari elektrode (Wang dan Lu 2014).

9

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Sintesis BHF dan dopingnya telah berhasil dilakukan menggunakan
kopresipitasi, dibuktikan dengan pencirian XRD dan spektrofotometer FTIR.
Produk masih mengandung pengotor NaCl. PCE terdegradasi sebesar 60.78–
71.86% menggunakan BHF dan dopingnya pada kondisi tegangan 10–14 V dan
waktu elektrolisis 30–60 menit.

Saran
Perlu dilakukan penambahan pencirian sampel untuk melihat morfologi
sampel. Selain itu, diperlukan suatu metode yang lebih baik pada saat
pembentukan elektrode sehingga elektrode yang dihasilkan lebih homogen.

DAFTAR PUSTAKA
Amir

AB. 2012. Enhancement
of
reductive dechlorination of
tetrachloroethylenene by iron reductants with cobalamin (III) [disertasi].
Daejeon (KR): Korea Advance Institute of Science and Technology.
Angeles-Wedler D, Mackenzie K, Kopinke FD. 2010. Palladium-catalyzed
hydrodechlorination for water remediation: catalyst deactivation and
regeneration. Internatl J Civil Environment Engineer 2(1):49-52.
[APHA; AWWA; WEF] American Public Health Association; American Water
Works Association; Water Environment Federation (US). 1999. Standard
methods for the examination of water and wastewater, 21st Ed. Washington
DC (US): APHA
Breton-Deval L, Moreno-Medina CU, Fava F, Rios-Leal E, Poggi-Varaldo HM.
2010. Effect of tween 80 on solubilization of perchloroethylene. J
Biotec :559. doi:10.1016/j.jbiotec.2010.10.021
Chauhan CC, Jotania RB, Jotania KR. 2013. Structural properties of cobalt
substituted barium hexaferrite nanoparticles prepared by a thermal treatment
method. Nanosystems: Phy, Chem, Math 4(3):363-369.
Ersson A. 2003. Materials for high-temperature catalytic combustion. [disertasi]
Stockholm (SE): Royal Institute of Technology.
Huang B, Lei C, Wei C, Zeng G. 2014. Chlorinated volatile organic compounds
(Cl-VOCs) in environment-sources, potential to human health impacts, and
current
remediation
technologies.
J
Envint
71:118-138.
http://dx.doi.org/10.1016/j.envint.2014.06.013
Kanagenasan S, Jesurani S, Velmurugan R, Kumar C, Kalaivani T. 2010.
Magnetic hysteresis property of Barium hexaferrite using D-fructose as a
fuel. J Materials Sci Engineer 4(9):88-92.

10
Kwak JY, Lee CS, Kim D, Kim YI. 2012. Characteristics of barium hexaferrite
nanoparticles prepared by temperature-controlled chemical coprecipitation. J
Korean Chem Society 56(5):609-616. doi: 10.5012/jkes.2012.56.5.609
Marta Legawiec-Jarzyna, Juszczyk W, Bonarowska M, Kaszkur Z, Kepinski L,
Kowalczyk Z, Karpinski Z. 2009. Hydrodechlorination of CCl4 on Pt–
Au/Al2O3 catalysts. Top Catal 52:1037–1043. doi: 10.1007/s11244-0099258-5.
Munoz M, Pedro ZM, Casas JA, Rodriguez JJ. 2013. Chlorophenols breakdown
by a sequential hydrodechlorination-oxidation treatment with a magnetic PdFe/-Al2O3 catalyst. J Watres 3070-3080. doi: 10.1016/j.watres.2013.03.024
Nilpairach S dan Udomkichdaecha W. 2006. Coercivity of the co-precipitated
prepared hexaferrites, BaFe12-2xCoxSnxO19. J Korean Phy Society 48(5):939945.
Pavia DL, Lampman GM, Kriz GS, Vyvyan JR. 2009. Introduction to
Spectroscopy. Belmont (US): Brooks/Cole.
Salvi SV dan Joshi VH. 2009. Effect of dopants on barium hexaferrite. Indian J of
Pure Applied Phy 47:277-281
Shi X, Pu Y, Liu D. 2012. Preparation of magnetic barium ferrite powders by
microwave hydrothermal method. J Ceramic Process Res 13(2):414-417.
[USEPA] United State Environmental Protection Agency. 2012. Toxicological
Review of Tetrachloroethylene (Perchloroethylene). Washington (US):
USEPA.
Wang Y dan Lu X. 2014. Study on the effect of electrochemical dechlorination
reduction of hexachlorobenzene using different chatodes. J Analytic
Methods in Chem 1-6. http://dx.doi.org/10.1155/2014/371510
Willinger M, Rupp E, Barbaris B, Gao S, Arnold R Betterton E, Saez AE. 2009.
Thermocatalytic destruction of gas-phase perchloroethylrnr using propane as
a hydrogen source. J Hazard Mater. 167(1-3):770-776. doi:
10.1016/j.jhazmat.2009.01.059
Xu dan Gao. 2007. Dechlorination of carbon tetrachloride by the catalyzed Fe-Cu.
JESC 19(7):792-799.

11
Lampiran 1 Diagram alir penelitian
BaCl2.2H2O + FeCl3.6H2O + Cu(NO3)2.3H2O
sintesis dengan metode kopresipitasi
BHF-Cux

uji kinerja

pencirian

Persentase
Degradasi
PCE

XRD

FTIR

Difraktogram

Spektrum IR

AAS
Kadar Cu

Lampiran 2 Perhitungan data komposisi bahan untuk sintesis BHF-Cux
Produk
BHF-Cu0.0
BHF-Cu0.4

Bobot bahan yang dibutuhkan (gram)
BaCl2•2H2O
Cu(NO3)2•3H2O
FeCl3•6H2O
2.1977
0.0000
29.1866
1.3546
0.8932
29.9828

Persamaan reaksi
(1- x) Ba2+ + 12 Fe3+ + x Cu2+ + 38 OH- → Ba1-xCuxFe12O19 + 19 H2O

Contoh perhitungan (BHF-Cu0.4)


Bobot produk yang diinginkan (BHF-Cu0.4) = 10 gram
Mr BaFe12O19 = 1081.9400
Mol BaFe12O19 =
Mol BaFe12O19 =
Mol BaFe12O19 =



2

9

8 94

92

Bobot BaCl2•2H2O yang dibutuhkan
Mr BaCl2•2H2O = 244.2600
Mol BaCl2•2H2O = koefisisen reaksi BaCl2•2H2O × mol BHF-Cu0.4
Mol BaCl2•2H2O = 0.6 × 0.0092 mol
Mol BaCl2= 0.0055 mol
Bobot BaCl2•2H2O yang dibutuhkan
= (Mol × Mr) BaCl2•2H2O
= 0.0055 mol × 224.2600
= 1.3546 gram

12
lanjutan Lampiran 2
 Bobot FeCl3•6H2O yang dibutuhkan
Mr FeCl3•6H2O = 270.3300
Mol FeCl3•6H2O = koefisisen reaksi FeCl3•6H2O × mol BHF-Cu0.4
= 12 × 0.0092 mol
= 0.1109 mol
Bobot FeCl3•6H2O yang dibutuhkan
= (Mol × Mr) FeCl3•6H2O
= 0.1109 mol × 270.3300
= 29.9828 gram


Bobot Cu(NO3)2•3H2O yang dibutuhkan
Mr Cu(NO3)2•3H2O = 241.6000
Mol Cu(NO3)2•3H2O = koefisisen reaksi Cu(NO3)2•3H2O × mol BHF-Cu0.4
= 0.4 × 0.0092 mol
Mol FeCl3•6H= 0.0037 mol
Bobot Cu(NO3)2•3H2O yang dibutuhkan = (Mol × Mr) Cu(NO3)2•3H2O
= 0.0037 mol × 241.6000
= 0.8932 gram

Lampiran 3 Data identifikasi fase pada difraktogram BHF-Cu0.4
Hasil Percobaan
Instensitas
2 (°) Intensitas
(%)

Fase

Intensitas
(%)

2 (°)

27.486

28

13.30

NaCl

13.00

27.334

30.435

27

12.80

BaFe12O19

56.00

30.272

31.797

211

100.00

NaCl

100.00

31.692

32.358

34

16.10

BaFe12O19

100.00

32.172

34.204

61

28.90

BaFe12O19

88.00

34.061

35.277

18

8.50

BaFe12O19

7.00

35.365

37.182

27

12.80

BaFe12O19

45.00

37.120

40.478

18

8.50

BaFe12O19

31.00

40.301

42.564

13

6.20

BaFe12O19

25.00

42.401

45.54

133

63.00

NaCl

55.00

45.449

Acuan

Acuan
PDF#050628
PDF#271029
PDF#050628
PDF#271029
PDF#271029
PDF#271029
PDF#271029
PDF#271029
PDF#271029
PDF#050628

13
Lampiran 4 Perhitungan hasil analisis Cu pada BHF-Cux

Absorbans terkoreksi

Larutan
Blangko
Standar 1
Standar 2
Standar 3
Standar 4
Standar 5
Standar 6
Standar 7

a

Konsentrasi (mg/L)
0.0000
0.0100
0.0250
0.0500
0.1000
0.2000
0.4000
0.6000

Absorbans terukur
0.0005
0.0032
0.0072
0.0137
0.0264
0.0523
0.1005
0.1507

Absorbans terkoreksi
0.0000
0.0027
0.0067
0.0132
0.0259
0.0518
0.1000
0.1502

0,1600
0,1400
0,1200
0,1000
0,0800
0,0600
y = 0,2493x + 0,0008
0,0400
R² = 0,9999
0,0200
0,0000
0,0000 0,1000 0,2000 0,3000 0,4000 0,5000 0,6000 0,7000
Konsentrasi (mg/L)

Produk

Bobot produk
ditimbang (gram)

Absorbans

[Cu]
(mg/L)

Kadar Cu (%)

BHF-Cu0.0
BHF-Cu0.4

0.1188
0.1015

0.0392
0.0585

0.1540
11.5742a

0.01
1.14

faktor pengenceran 50

Contoh perhitungan
Absorbans terkoreksi (Standar 1 tembaga) = absorbans terukur - absorbans blanko
= 0.0032 - 0.0005
= 0.0027
y = 0.2943x + 0.0008
y = Absorbans sampel
x = Konsentrasi sampel
Konsentrasi Cu pada BHF-Cu0.4

=

8

2943
585 -

8

=
5
2943
=11.5742 mg/L

14
lanjutan Lampiran 4
[

Kadar Cu percobaan =

]

=
4

=

(
(
5

Lampiran 5 Perhitungan kadar NaCl BHF-Cux
Data standardisasi merkuri nitrat
Volume (mL)
Ulangan
NaCl Hg(NO3)2 terpakai
1
5.00
4.60
2
5.00
4.50
3
5.00
4.70
Rerata
bobot NaCl yang harus ditimbang

[Hg(NO3)2] N
0.0179
0.0183
0.0175
0.0179

=
46

bobot NaCl yang ditimbang
[NaCl] =

58 5

=
5
= 0.0427 gram
= 0.0482 gram

482

=
58 5
= 0.1648 N

5

Contoh perhitungan (Ulangan 1)
[Hg(NO3)2] =
5

H

3 2

=
46
= 0.0179 N

648

Data analisis klorida BHF-Cu0.0
Volume (mL)
Ulangan
Sampel Hg(NO3)2 terpakai
1
10.00
2.70
2
10.00
2.80
3
10.00
2.80
Rerata

[NaCl] (mg/L)
2827.1051
2931.8127
2931.8127
2896.9102

Kandungan NaCl
(%)
28.27
29.32
29.32
28.97

15
lanjutan Lampiran 5
Data analisis klorida BHF-Cu0.4
Volume (mL)
Ulangan
Sampel Hg(NO3)2 terpakai
1
10.00
3.20
2
10.00
3.20
3
10.00
3.00
Rerata

[NaCl] (mg/L)

Kandungan NaCl
(%)

3350.6431
3350.6431
3141.2279
3280.8380

33.51
33.51
31.41
32.81

Contoh perhitungan (BHF-Cu0.4, ulangan 1)
H
[NaCl] =
32

58 5

79

=
35 5
= 3350.6431 mg/L
= 0.3351 g/100 mL
335
Kandungan NaCl
=

3 2

H

3 2

3545

3545

= 33.51%

Lampiran 6 Perhitungan data uji kinerja
Waktu,
Luas
BHF-Cu
Tegangan
Area
30,10
0.0
18941
0.4
20895
30,14
0.0
19693
0.4
16220
60,10
0.0
19998
0.4
14995
60,14
0.0
17727
0.4
16693

Waktu
retensi
8.357
8.433
8.377
8.435
8.353
8.443
8.370
8.428

[PCE tersisa]
(% v/v)
0.0355
0.0392
0.0370
0.0304
0.0375
0.0281
0.0333
0.0313

[PCE terdegradasi] Keberhasilan
(% v/v)
(%)
0.0645
64.45
0.0608
60.78
0.0630
63.04
0.0696
69.56
0.0625
62.47
0.0719
71.86
0.0667
66.73
0.0687
68.67

Contoh perhitungan (Elektrode BHF-Cu0.0 pada kondisi waktu elektrolisis 30
menit dan tegangan 10 V)
[PCE tersisa] =
894

=
5328
=0.0355% v/v
[PCE terdegradasi]

= (0.1 – 0.0355)% v/v
= 0.0642% v/v

keberhasilan degradasi (%)

=
= 64.17%

]

16

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 22 Oktober 1993 dari pasangan
Sudiyo dan Margiyati. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan SMP selama dua tahun di SMP Negeri 252
Jakarta (program akselerasi). Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 71
Jakarta dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian
Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di
Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Kimia B
dan asisten praktikum Kimia Fisik Layanan departemen ITP pada semester genap
tahun ajaran 2013/2014. Penulis juga pernah aktif sebagai Bendahara Departemen
Komunikasi dan Informasi Ikatan Mahasiswa Kimia (Imasika) IPB pada tahun
ajaran 2011/2012. Bulan Juli–Agustus 2013 penulis melaksanakan praktik
lapangan di Instalasi Kimia Fisika Zat Padat, B3, dan Instrumen Balai Besar
Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKLPP) Jakarta
dengan judul Verifikasi Metode Penentuan Tembaga dalam Air Limbah
Menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom Nyala.