Karakterisasi Magnet Komposit Barium Heksaferit Dengan Penambahan FeB Sebagai Matrik dan Silicone Rubber Sebagai Filler

(1)

LAMPIRAN 1

Gambar Peralatan dan Bahan Penelitian

1. Bahan

Aditif FeB Serbuk BaFe12O19

Silicone Rubber RTV 683

2. Peralatan


(2)

Ayakan 200 mesh Spatula

Mesin Ayakan Neraca Digital


(3)

Jar-Mill pada HEM High Energy Milling (HEM)

Cawan Keramik Oven


(4)

Piknometer Toluen

VSM (Vibrating Sample Magnetometer) XRD (X-Ray Diffraction)


(5)

LAMPIRAN 2

Perhitungan True Density Sampel

1. Perhitugan densitas serbuk sampel uji sebelum dikalsinasi.

Dimana: m1 = massa piknometer kosong

m2 = massa piknometer + aquades

m3 = massa piknometer + serbuk

m4 = massa piknometer + serbuk + aquades

Tabel 1. Data perhitungan true density sampel sebelum kalsinasi

BaFe12O19 100 %wt

m1 m2 m3 m4 True Density

14.09 23.80 15.09 24.59 4.74 14.09 23.80 15.09 24.60 4.98 14.09 23.80 15.09 24.60 4.98

Nilai rata-rata 4.90

BaFe12O19 : FeB = 97:3 (% wt)

m1 m2 m3 m4 True Density

14.09 23.80 15.09 24.60 4.98 14.09 23.81 15.09 24.61 4.98 14.09 23.81 15.08 24.60 4.93

Nilai rata-rata 4.96

BaFe12O19 : FeB = 95:5 (%wt)

m1 m2 m3 m4 True Density

14.09 23.81 14.59 24.21 4.98 14.09 23.81 14.60 24.22 5.08 14.09 23.81 14.59 24.21 4.98

Nilai rata-rata 5.018233333

BaFe12O19 : FeB = 93:7 (%wt)

m1 m2 m3 m4 True Density

14.09 23.81 14.59 24.21 4.98 14.09 23.80 14.60 24.21 5.08 14.09 23.80 14.60 24.21 5.08


(6)

LAMPIRAN 3


(7)

(8)

(9)

LAMPIRAN 4

Hasil Pengukuran XRD

a) Barium Heksaferit


(10)

LAMPIRAN 5


(11)

LAMPIRAN 6


(12)

DAFTAR PUSTAKA

A, Jiles.D.1998. Introduction Ti magnetism and magnectic material, 2ndEd. London and New York: Chapman and Hall.

A.Karokaro, Suharpiyu, M. Febri, Mujamilah, E. Yulianti, S. Purwanto, Ridwan, Sudirman. 2002. Aplikasi Resin Poliester dan Epoksi dalam

Pengembangan Regid Banded Magnet. Jurnal Materi Indonesia vol.3 No.2. Tanggerang: Puslitbang Iptek Bahan (P3IB) BATAN

Asy’ari, Hasyim. 2008. Pengaruh Polutan Industri Terhadap Kinerja Mekanis Bahan Isolasi Resin Berpengisi Silicone Rubber dan Rice Husk Ash (Abu Sekam Padi). Jurnal Penelitian Sains & Teknologi. 9 (1): 98.

Azom.com The A to Z of Materials.

http://www.azom.com/properties.aspx?ArticleID=920. [11 Maret 2016, 11.10 WIB]

B.K.Hadi. 2000. Mekanika Struktur Komposit. Departemen Pendidikan Nasional Cullity, B, D, 1972. Introduction to Magnetic Material. Addison –Wesley

Publishing Company, Inc, USA

D, Seri, 2013. Pengaruh Komposisi Cuo Terhadap Penyerap Gelombang Mikro Pada Pembuatan Magnet Barium Heksaferit (Bafe12-x CuxO19).

[Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara. Program Sarjana S-1. Jurusan FMIPA Fisika.

Fathurohman, Ade. 2011. Pembuatan Fleksibel Magnet Permanen

(BaO.6F2O3) dan Karakterisasinya.(Studi Kasus di Lembaga Ilmu

Penelitian Indonesia, Jakarta). [Skripsi]. Lampung: Universitas Lampung, Lampung. Program Sarjana S-1.

Keller et al. 2007. A Self-Healing Poly(dimethyl siloxane) Elastomer. Advanced Functional Materials. 17: 2399–2404.

Lih-Jiun Yu, Sahrim Hj. Ahmad, Ing Kong, Sivanesan Appadu & Moayad Husein Flaifel. 2012. Sifat Magnet, Mikrostruktur dan Morfologi Komposit Getah AsliTermoplastik Berpengisi Ferit NiZn/MwNT(Magnetic Properties, Microstructure and Morphology of Thermoplastic Natural Rubber Composite Reinforced with NiZn Ferrite/MwNT). Sains Malaysiana 41(4): 453-458.

Liquid RTV silicone rubber mold releasing agent RTV-2silicone rubber,

http://saitu.en.alibaba.com/product/1032930398218687024/professional supply_mold_making_silicone_rubber_Liquid_rtv_2_silicone.html. [21 Juli 2013, 10.51 WIB]


(13)

Manaf, A, 2013. Intensive Course on Magnetism and Magnetic Materials. In Press.

Mokhtar, N., Abdullah, M. Hj, & Ahmad, S. Hj. 2012. Structural and Magnetic Properties of Type-M Barium Ferrite – Thermoplastic Natural Rubber Nanocomposites. Sains Malaysiana 41(9)(2012): 1125–1131

Moulson A.J. and J.M. Herbert. 1985. Electroceramics: Materials, Properties and Applications, Chapman and Hall. London-New York.

Nurmaulita, 2010. Pengaruh Orientasi Serat Sabut Kelapa dengan Resin Polyester terhadap Karateristik Papan Lembaran. [Tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara. Program Pasca Sarjana. Jurusan FMIPA Fisika. Product Information Silastic 94-595 Liquid Silicone Rubber,

http://www.uniqueelectronics.com/NEWLY%20UPDATED%20SPECS/ 4-595.pdf . [11 Maret 2016, 11.00 WIB]

Sianipar, Tabitaria. M. 2015. Pengaruh Temperatur Sintering terhadap Sifat Fisis dan Mikrostruktur Dari Bafe12O19 dengan Aditi Al2O3. [Skripsi]. Medan:

Universitas Sumatera Utara. Program Sarjana S-1. Jurusan FMIPA Fisika.

Simanjuntak, Theresya, 2014. Pengaruh Temperatur Heat Treatment dan holding Time Terhadap Sifat Fisis, Mikrostruktur Dan Sifat Magnet Permanen bonded NdFeB. [Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Program Sarjana S-1. Jurusan FMIPA Fisika.

Simbolon, Silviana, 2013. Pengaruh Komposisi Doping Ion Mn Pada Pembuatan Magnet Barium Heksaferit (Bafe12-XMnxO19) Sebagai

Penyerap Gelombang Mikro. [Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara. Program Sarjana S-1. Jurusan FMIPA Fisika.

Sudirman, Ridwan, Mujamillah, S.Budiman, F.E.Putri. 2002. Studi Elastoferit Berbasis Etil Vinil Asetat (EVA) dan Elastomer Termoplastik (ETP) dan Pengujian Sifat Mekanik, Struktur Mikrodan Magnetiknya. Jurnal Sains Materi Indonesia Vol.3 No.2. Tangerang: Puslitbang Iptek Bahan (P31B)

Stuart, Barbara H. 2003. Polymer Analysis. John Wiley & Sons, Ltd. England Syukri . 1999 . Kimia Dasar . Jilid 2 . Jakarta : UI Press.

Tubitak. 2011. A simple synthesis route for high quality BaFe12O19


(14)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Magnet, Pusat Penelitian Fisika-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PPF-LIPI) Kawasan PUSPITEK Serpong, Tangerang Selatan.

3.1.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Februari 2016 – 27 Mei 2016

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Peralatan yamg digunakan pada penelitian ini adalah : 1) Mortar dan Alu

Berfungsi sebagai alat untuk menghaluskan sampel 2) Palu

Berfungsi sebagai alat untuk menghancurkan sampel (FeB) yang masih berbentuk bongkahan.

3) Chamber dan Besi

Berfungsi sebagai alat untuk menghaluskan bongkahan FeB 4) Spatula

Berfungsi sebagai alat untuk mengambil sampel yang berbentuk serbuk

5) Ayakan 200 mesh

Berfungsi sebagai alat untuk mengayak sampel yang telah dihaluskan hingga berukuran 200 mesh (<74 m)

6) Plastik Sampel

Berfungsi sebagai tempat menyimpan sampel yang akan digunakan


(15)

7) Neraca Digital

Berfungsi sebagai alat untuk menimbang massa sampel yang diperlukan

8) Hair-Dryer

Berfungsi sebagai alat untuk mengeringkan peralatan yang telah dibersihkan

9) Gelas Ukur

Berfungsi sebagai alat untuk mengukur volume aquades yang akan digunakan saat mengukur true density sampel.

10) Planetary Ball Milling (PBM)

Berfungsi sebagai alat untuk menghaluskan bahan baku BaFe12O19 dan alat untuk mencampur bahan baku dengan

aditif FeB

11) High-Energy Milling (HEM)

Berfungsi sebagai alat untuk menghaluskan (wet milling) aditif FeB

12) Cawan Keramik

Berfungsi sebagai wadah aditif FeB setelah wet milling. 13) Oven

Berfungsi sebagai alat untuk mengeringkan dan menghilangkan kandungan air pada aditif FeB.

14) Desicator (vacum)

Berfungsi sebagai tempat menyimpan aditif FeB agar tidak teroksidasi dengan udara (oksigen).

15) Piknometer

Berfungsi sebagai alat untuk mengukur true density sampel yang digunakan dalam penelitian.

16) Peralatan Archimedes

Berfungsi sebagai alat untuk mengukur bulk density 17) Vibrating Sample Magnetizer (VSM 250 Electromagnetic)

Berfungsi sebagai alat untuk mengetahui sifat magnetik sampel .


(16)

18) Thermolyne Furnace High Temperature

Berfungsi sebagai alat untuk kalsinasi sampel dengan suhu 900oC

19) X-Ray Diffraction (XRD)

Berfungsi sebagai alat untuk mengidentifikasi fasa dan kandungan yang terdapat pada sampel

20) Sample Holder

Berfungsi sebagai tempat untuk preparasi serbuk yang akan diuji VSM.

21) Bata

Berfungsi sebagai wadah sampel untuk proses kalsinasi.

3.2.2 Bahan

Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a) Serbuk BaFe12O19

Berfungsi sebagai bahan baku dalam pembuatan sampel penelitian

b) Serbuk FeB

Berfungsi sebagai aditif dalam pembuatan sampel penelitian c) Silicone Rubber

Berfungsi sebagai filler yang akan ditambahkan dengan bahan magnet BaFe12O19 dengan FeB

d) Toluene

Berfungsi sebagai cairan yang ditambahkan pada aditif saat proses wet milling dan menghindari proses oksidasi pada sampel.

e) Aquades

Berfungsi sebagai cairan yang digunakan pada pengujian true


(17)

3.3 Diagram Alir Penelitian

Diagram alir penelitian yang akan dilakukan adalah :

Serbuk BaFe12O19 Serbuk FeB

Pencampuran (HEM) (100:0 ; 97:3 ; 95:5 ; 93:7) %wt

Dry Milling (Planetary Ball Mill)

Wet Milling (High Energy Milling)

Kalsinasi 900ºC

Karakterisasi: - True Density - DTA/TG

Serbuk A, B, C, dan D dicampur dengan Silicone Rubber (80:20 ; 70:30 ; 60:40 ; 50:50) %wt

Karakterisasi: - XRD - VSM

Cetak

Pengeringan (Suhu Kamar)

Karakterisasi: · Bulk Density

· VSM

· Uji Tarik Dimana:

A = (100:0) %wt B = (97:3) %wt C = (95:5) %wt D = (93:7) %wt


(18)

3.4 Preparasi Sampel

3.4.1 Milling BaFe12O19

Proses milling merupakan suatu proses pembentukan sampel pada metode matalurgi serbuk dengan cara menghaluskan serbuk menggunakan PBM. Serbuk BaFe12O19 ditimbang sebanyak 115 gram

menggunakan neraca digital, lalu serbuk di milling menggunakan

Planetary Ball Mill (PBM). Perbandingan massa bola-bola keramik

dengan massa sampel ialah 1 : 5, dengan kecepatan milling 11,5 rpm dan waktu 24 jam.

3.4.2 Milling FeB

Sebelum dilakukan proses milling pada sampel, bongkahan FeB dipecahkan menggunakan palu lalu dihaluskan menggunakan mortar dan alu. Untuk mendapatkan ukuran serbuk 200 mesh, FeB digerus menggunakan mortar dan alu, kemudian diayak menggunakan ayakan 200 mesh. Selanjutnya FeB ditimbang sebanyak 10 gram menggunakan neraca digital. Proses wet milling pada aditif FeB dilakukan menggunakan High Energy Milling (HEM) menggunakan cairan tambahan berupa aquades. Penambahan toluene bertujuan untuk menghindari proses oksidasi pada sampel. Proses milling dilakukan selama 1 jam dengan perbandingan massa bola-bola keramik dengan massa sampel 1:5. Setelah di milling, FeB dikeringkan di dalam oven pada suhu 85oC selama 16 jam untuk menghilangkan kandungan

aquades yang telah bercampur dengan aditif FeB.

3.5 Mixing

Mixing atau pencampuran bahan baku BaFe12O19 dan aditif FeB dilakukan

menggunakan Planetary Ball Mill (PBM) selama 1 jam, dengan perbandingan massa bola-bola keramik dan massa sampel ialah 1:5. Adapun uraian pencampuran sampel dapat dilihat paada Tabel 3.1


(19)

Tabel 3.1 Matriks komposisi sampel BaFe12O19 dan FeB

Sampel

Komposisi BaFe12O19 (%) FeB (%)

BaFe12O19

(×10-3 kg)

FeB (×10-3 kg)

1 97 3 145 4,5

2 95 5 142,5 7,5

3 93 7 139,5 10,5

Serbuk BaFe12O19 dan aditif FeB yang telah dicampur menggunakan

Planetary Ball Mill (PBM) merupakan matrik yang akan dicampur dengan silicone rubber dengan perbandingan massa masing- masing (80:20, 70:30,

60:40, 50:50) %berat dengan cara pengadukan kedua sampel pada sebuah

beaker glass.

3.6 Uji Sifat Fisis 3.6.1 True Density

Pengujian true density merupakan karakterisasi sifat fisis untuk mengetahui kerapatan serbuk dari sampel.Sampel yang diuji meliputi serbuk BaFe12O19,

serbuk FeB, dan komposisi serbuk BaFe12O19 ditambah FeB.Pengujian true

density dilakukan menggunakan piknometer dengan cairan aquades.

Langkah – langkah pengujian true density ialah sebagai berikut :

1. Disiapkan bahan dan peralatan, antara lain : piknometer, aquades, spatula, kertas, tissue, neraca digital, dan hair dryer.

2. Dinyalakan neraca digital, kemudian tekan tombol Re-Zero dan dipastikan terbaca angka 0.

3. Ditimbang massa piknometer kosong (m1) dan massa picknometer

yang telah diisi penuh dengan aquades (m2).

4. Dimasukkan massa serbuk (1 gram) ke dalam piknometer kosong, kemudian ditimbang massa piknometer yang telah berisi serbuk (m3).

5. Dimasukkan aquades atau toluene ke dalam piknometer yang telah berisi serbuk hingga penuh, kemudian ditimbang massanya (m4).


(20)

6. Diukur suhu ruangan (T = 25oC) kemudian dicari densitas aquades (ρ0) sesuai dengan Datasheet.

7. Dihitung nilai true density serbuk dengan persamaan:

฀฀ ฀฀฀฀฀฀฀฀ (3.1) Keterangan: m1 = massa piknometer kosong

m2 = massa piknometer + aquades

m3 = massa piknometer + serbuk

m4 = massa piknometer + serbuk + aquades

3.6.2 Bulk Density

Nilai densitas suatu sampel adalah ukuran kepadatan dari suatu sampel yang dapat dihasilkan dari beberapa cara. Salah satu metode yang paling sederhana adalah bulk density, yaitu dengan menggunakan prinsip

archimedes dengan aquades sebagai medianya. Langkah kerja untuk

menentukan besarnya densitas (kg/m3) suatu sampel yaitu sebagai berikut. 1. Menimbang massa sampel diudara sebagai massa kering sampel (mk)

2. Menyiapkan aquades, beaker glass, neraca digital dan kawat

penimbang sampel di dalam air

3. Tuangkan aquades kira-kira ¾ dari volume beaker glass 4. Letakkan kawat dan tiang penyangga di atas beaker glass

5. Kalibrasi neraca setelah kawat dan tiang penyangga diletakkan diatas neraca.

6. Mencelupkan sampel ke dalam beaker glass yang berisi air selama 3 menit, sebagai massa basah sampel dalam air (mb)

7. Menghitung densitas sampel dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

฀฀

฀฀ ฀฀ ฀฀฀฀฀฀฀฀ (3.2)

Keterangan: mk = massa pellet kering


(21)

3.6.3 DTA/TG (Differential Thermal Analysis/Thermo Gravimetri) Analisis termal dilakukan untuk mengetahui karakteristik termal dari sampel secara fisis berdasarkan sifat termodinamika sampel uji baik meliputi reaksi eksotermis dan endotermis yang dialami. Karakteristik termal memegang peranan penting terhadap sifat suatu bahan karena berkaitan erat dengan struktur dalam bahan itu sendiri. Bahan bila dipanaskan akan terjadi perubahan struktur yang mengakibatkan adanya perubahan dalam kapasitas panas atau energi termal bahan tersebut. DTA (Differential Thermal Analysis) merupakan perlakuan ketika suatu bahan diuji dengan variasi suhunya. TG (Thermo Gravimetri) bertujuan untuk mendeteksi efek yang melibatkan perubahan massa seiring dengan perubahan suhu yang diberikan. Hasil uji DTA/TG akan menjadi referensi bagi suhu kalsinasi dan sintering yang akan dilakukan pada sampel.

3.7 Kalsinasi

Pada penelitian ini dilakukan kalsinasi pada suhu 900oC. Proses kalsinasi dilakukan menggunakan alat Thermolyne dengan waktu penahanan (holding

time) selama 2 jam. Kenaikan suhu pada proses ini ialah 10oC tiap menit. Skema kalsinasi untuk keseluruhan waktu yang diperlukan pada proses kalsinansi 900oC diperlihatkan pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Skema kalsinasi pada T = 900oC

0 57 117 147 267 354

25 600 900

Suhu

(

C)


(22)

Pada Gambar 3.2 Thermolyne awalnya berada pada suhu kamar yaitu 25°C dinaikkan hingga suhu 600°C memerlukan waktu sebanyak 57 menit. Sebelum dinaikkan pada suhu 900°C pada suhu 600°C ditahan selama 1 jam kemudian dinaikkan 900°C lalu ditahan selama 2 jam.

3.8 Uji Mikrostuktur

3.8.1 XRD (X-Ray Diffraction)

Difraksi sinar X atau X-ray diffraction adalah suatu metode analisa yang digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam material dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta untuk mendapatkan ukuran partikel. Difraksi sinar X ini digunakan untuk mengetahui beberapa informasi,diantaranya :

1. Pengukuran jarak rata-rata antara lapisan atau baris atom. 2. Penentuan kristal tunggal

3. Penentuan struktur kristal dari material yang tidak diketahui 4. Mengukur bentuk, ukuran, dan tegangan dalam dari kristal kecil Adapun langkah-langkah dari pengujian ini adalah :

1. Disiapkan sampel yang akan diuji 2. Diletakkan sampel diatas preparat

3. Dimasukkan preparat ke dalam XRD kemudian ditutup rapat 4. Disiapkan software pendukung untuk pengoperasian XRD

5. Sinar X-Ray ditembakkan pada sampel dan hasil puncak-puncak kristal terbentuk akan terlihat pada layar monitor

6. Puncak kristal terbentuk akan dianalisis menggunakan software Match3

3.9 Uji Sifat Magnet

3.9.1 VSM (Vibrating Sample Magnetometer)

VSM digunakan untuk melihat sifat magnet dari sampel. Hasil pengukuran yang didapat dari pengujian ini yaitu nilai koersivitas (HC), remanensi ( r),


(23)

histeresis dari sampel yang diuji. Adapun langkah-langkah dalam pengujian ini adalah :

1. Disiapkan sampel yang akan diuji

2. Ditimbang sampel yang akan diuji sebanyak 50 mg, lalu sampel dimasukkan ke dalam kapsul dan diletakkan di dalam sample holder yang berupa gabus.

3. Agar sampel kering dan mengeras, diteteskan power glue secukupnya

4. Setelah sampel kering, kapsul yang telah berisi sampel dimasukkan ke dalam alat penguji pada VSM.

5. Lalu disiapkan software untuk mendukung pengujian pada VSM dan diberi medan magnet luar (Hext) pada sampel tersebut untuk

mendapatkan hasil pengujian sifat magnet dari sampel.

3.10 Uji Sifat Mekanik 3.10.1 Uji Tarik

Uji tarik adalah salah satu uji stress-strain mekanik yang bertujuan mengetahui kekuatan bahan terhadap gaya tarik. Dengan melakukan uji tarik kita mengetahui bagaimana bahan tersebut bereaksi terhadap tenaga tarikan dan mengetahui sejauh mana material bertambah panjang. Bila kita terus menarik suatu bahan sampai putus, kita akan mendapatkan profil tarikan yang lengkap berupa kurva. Kurva ini menunjukkan hubungan antara gaya tarikan dengan perubahan panjang. Pada pengujian ini bahan yang akan diuji, dikeringkan pada cetakan bentuk lembaran dengan tinggi 2 mm lalu cetakan lembaran yang telah kering dicetak seperti dumb bell dengan spesifikasi cetakan mengacu pada ASTM D412 tipe D. Spesimen yang telah dibentuk berdasarkan standar yang telah ditetapkan pada sisi atas ditahan pada tiang penyangga dan sisi yang bawah disambungkan pada sebuah wadah yang akan menahan beban yang akan diberikan dari luar. Setiap penambahan beban, pertambahan panjang spesimen akan dicatat hingga pada beban maksimum spesimen akan patah.


(24)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Telah dilakukan penambahan FeB terhadap magnet permanen Barium Heksaferit dengan konsentrasi FeB sebesar 3, 5, dan 7 % berat. Pencampuran serbuk menggunakan Planetary Ball Mill (PBM) selama 1 jam dengan metode mechanical alloying dan dikalsinasi pada suhu 900°C. Kemudian serbuk BaFe12O19-FeB yang telah dikalsinasi dicampur dengan bahan polimer

silicone rubber sebesar 20, 30, 40, dan 50 % berat untuk membuat sebuah

magnet komposit permanen berbentuk pelet. Efek yang diamati dalam penelitian ini adalah sifat fisis dan magnetik dari Barium heksaferit setelah penambahan FeB serta sifat fisis, magnetik, dan mekanik magnet komposit BaFe12O19-FeB dengan silicone rubber sebagai filler. Beberapa karakterisasi

yang dilakukan meliputi: analisa DTA/TG (Differential Thermal Analysis/

Thermo Gravimetric), pengukuran densitas (true density dan bulk density),

analisa struktur mikro dengan menggunakan X-Ray Diffraction (XRD) sifat magnetik: kurva loop hysteresis menggunakan Vibrating Sample Magnetometer (VSM), dan pengujian kekuatan tarik.

4.1 Analisa DTA/TG Setelah Mixing

Analisa Differential Thermal Analysis/ Thermo Gravimetric (DTA/TG) dilakukan setelah setelah proses mixing serbuk BaFe12O19 dan FeB

menggunakan Planetary Ball Mill (PBM) selama 1 jam. Hasil analisa DTA/TG dapat dilihat pada Gambar 4.1.


(25)

Gambar 4.1 Kurva DTA/TG dari serbuk 97% BaFe12O19 : 3% FeB

Berdasarkan Gambar 4.1 diperoleh informasi kurva DTA/TG. Kurva TG

menunjukkan jumlah perubahan massa yang hilang (∆m), dan kurva DTA menunjukkan proses eksotermis dan endotermis. Pada kurva TG perubahan massa

yang hilang terbesar berada pada suhu 700°C dengan ∆m= 0,3450 mg. Pada kurva

DTA antara suhu 700°C - 900°C terdapat proses endotermis yang terlihat kecil, dimana endotermis merupakan tanda perubahan fasa ataupun dekomposisi perubahan struktur kristal yang diikuti menurunnya massa pada grafik TG.

Hal ini juga dapat terlihat pula dari hasil pola XRD Barium Heksaferit pada Gambar 4.4. Dengan suhu kalsinasi 900°C, BaFe12O19 membentuk fasa baru yaitu

Fe2O3. Oleh sebab itu brdasarkan hasil analisa DTA/TG suhu kalsinansi untuk

sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah suhu 900°C.

4.2Hasil Pengukuran True Density

Hasil pengukuran true density serbuk Barium Heksaferit tehadap penambahan FeB sebesar 0, 3, 5, dan 7 %berat sebelum dan setelah kalsinasi diperlihatkan pada Gambar 4.2 dan Tabel 4.1.

0 200 400 600 800 1000

-0,3 -0,2 -0,1 0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 TG DTA

Temperature (C)

 m ( mg ) Heat flow (m W) -20 0 20 40 60 80 100 120


(26)

Gambar 4.2 Grafik hubungan penambahan FeB sebesar 0, 3, 5, dan 7% berat terhadap true density sebelum dan setelah kalsinasi

Pada Gambar 4.2 dapat dilihat nilai true density serbuk Barium Heksaferit dengan penambahan FeB sebesar 0%, 3%, 5%, dan 7% berat sebelum kalsinasi meningkat, sedangkan nilai true density setelah kalsinasi dengan suhu 900°C menurun. Nilai masing-masing true density sebelum dan setelah kalsinasi terlihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Data hasil pengukuran densitas serbuk Barium Heksaferit dengan penambahan FeB sebesar 0%, 3%, 5%, dan 7% berat sebelum dan setelah kalsinasi

FeB (%wt) True density sebelum kalsinasi (×10-3 kg/m3)

True density setelah

kalsinasi (×10-3 kg/m3)

0 4,90 4,59

3 4,96 4,13

5 5,01 3,91

7 5,05 3,34

0

1

2

3

4

5

6

0

2

4

6

8

T rue D ens ity ( × 10

-3 k

g/m

3 )

FeB (%berat)

True density sebelum kalsinasi

True density setelah kalsinasi


(27)

Dari Gambar 4.2 dan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa nilai true density maksimum serbuk Barium Heksaferit sebelum kalsinasi diperoleh pada serbuk Barium Heksaferit dengan penambahan 7% berat FeB dengan nilai 5,05×10-3 kg/m3. Adanya penambahan FeB mempengaruhi nilai true density serbuk campuran setelah di milling semakin meningkat, hal ini disebabkan nilai densitas FeB (6,73×10-3 kg/m3) yang lebih besar dibandingkan nilai densitas Barium Heksaferit (5,3×10-3 kg/m3). Berbanding terbalik dengan nilai true

density serbuk sebelum kalsinasi, nilai true density serbuk Barium Heksaferit

dengan penambahan FeB setelah kalsinasi cenderung menurun. Nilai true

density maksimum serbuk Barium Heksaferit setelah kalsinasi diperoleh pada

sampel tanpa penambahan FeB (Barium Heksaferit murni) dengan nilai 4,59×10-3 kg/m3. Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa dengan penambahan FeB dan kalsinasi pada suhu 900°C menurunkan nilai densitas serbuk, hal ini disebabkan terbentuknya fasa baru setelah proses kalsinasi yang memiliki densitas yang lebih kecil dari nilai densitas Barium Heksaferit dan FeB hal ini dapat dilihat pula pada hasil analisa XRD serbuk pada Gambar 4.4, yaitu terbentuknya fasa hematit (Fe2O3). Dimana nilai densitas serbuk

hematit (4,5×10-3 kg/m3) adalah lebih kecil dari densitas Barium Heksaferit (5,3×10-3 kg/m3).

4.3Hasil Pengujian Struktur Kristal

Analisa struktur kristal dan fasa pada sampel uji dengan menggunakan XRD (X-Ray Diffraction) dilakukan untuk mengetahui fasa yang terbentuk dari serbuk Barium Heksaferit setelah dicampur dengan FeB sebanyak 3% berat dengan metode mechanical aloying setelah dikalsinasi pada suhu 900°C, puncak (peak) tertinggi dari hasil Diffractometer (XRD) dan struktur kristal yang terbentuk dalam serbuk sampel uji. Sumber yang digunakan yang digunakan untuk pengukuran XRD adalah CuKα dengan panjang gelombang 1,5406.

Berdasarkan hasil pengukuran true density setelah kalsinasi, nilai optimum berada pada penambahan FeB sebesar 3% berat. Oleh sebab itu sampel yang


(28)

dianalisa XRD adalah serbuk Barium Heksaferit dengan penambahan FeB sebesar 3% berat.

Sebelum dilakukan pencampuran kedua serbuk barium Heksaferit dan FeB, untuk mengetahui fasa awal serbuk maka dilakukan pengamatan fasa-fasa menggunakan X-Ray Diffractometer (XRD) untuk menganalisa struktur kristal pada masing-masing bahan serbuk Barium Heksaferit dan FeB. Hasil XRD untuk ferro boron (FeB), Barium Heksaferit murni, dan Barium Heksaferit dengan penambahan FeB diperlihatkan pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Grafik pola difraksi XRD: (a). Ferro Boron (FeB) (b).Barium Heksaferit (c). 97% BaFe12O19 : 3% FeB

10 20 30 40 50 60 70 80 90

 

 

2()

(a).100% FeB

Intens

itas

(a.u)

FeB

(b). 100% BaFe12O19

(c). 97% BaFe12O19 : 3% FeB

BaFe12O19 Fe2O3


(29)

Gambar 4.3 bagian (a) merupakan pola XRD ferro boron (FeB) yang memiliki fasa tunggal ferro boron (FeB). Ferro Boron memiliki struktur kristal orthorombic dan mempunyai parameter kisi a = b = c = 90°C dengan nilai a = 4,0641Å, b = 5,5240 Å, dan c = 2,9462 Å pada bidang hkl: (101), (111), (021), (210), (130), dan (320).

Dari Gambar 4.3 (b) dapat dilihat pola XRD 100%wt BaFe12O19 terdapat

dua fasa yaitu BaFe12O19 (Barium Heksaferit) sebagai fasa mayoritas dan

Fe2O3 (hematit) merupakan fasa minoritas yang terdapat pada sudut 35,64°.

Dari tabel Hanawalt fasa BaFe12O19 mempunyai strutur kristal heksagonal

dengan parameter kisi a = b ≠ c dengan nilai a = 5,892 Å, c = 23,183 Å dan volume sel 696,406 Å3. Fasa Fe2O3 mempunyai struktur kristal

trigonal-heksagonal (rombohedral axes) dengan parameter kisi a = b = 5.0356 Å, c = 13.7489 Å.

Pada Gambar 4.3 (c) dapat dilihat hasil XRD sampel BaFe12O19 dengan

penambahan 3% berat FeB terdapat fasa Barium Heksaferit dan hematit. Pada penambahan 3% berat FeB fasa hematit dan intensitas tiap – tiap puncak kristal cenderung meningkat. Hal ini disebabkan penambahan FeB menyebabkan unsur Fe semakin banyak, dan teroksidasi ketika diberi perlakuan suhu tinggi sehingga membentuk fasa baru yaitu Fe2O3.Dan boron

(B) yang hanya berkisar 17-20% pada paduan logam FeB berdifusi meningkatkan intensitas puncak-puncak fasa Barium Heksaferit.

Semakin banyaknya terbentuk fasa hematit pada pencampuran serbuk Barium Heksaferit dan FeB ini akan mempengaruhi sifat magnet dari sampel yang dapat dilihat pada hasil VSM yang ditampilkan Gambar 4.5.

4.4Hasil Pengujian Bulk Density

Hasil pengukuran bulk density untuk magnet komposit Barium Heksaferit dengan penambahan FeB sebagai matrik dan filler silicone rubber diperlihatkaln pada Tabel 4.2.


(30)

Tabel 4.2 Data Hasil Pengujian Bulk Density

Keterangan: A, B, C, dan D adalah perbandingan BaFe12O19 : FeB dimana:

A = (100 :0) %berat; B = (97:3) %berat; C = (95:5) %berat; D = (93:7) %berat

Dari Tabel 4.2 dapat dilihat nilai densitas maksimum berada pada 20% wt silicone

rubber dengan nilai 2,251×10-3 kg/cm3dan nilai densitas minimum pada komposisi 50%berat dengan nilai 1,518×10-3 kg/cm3. Dari Tabel 4.2 dapat digambarkan grafik hubungan penambahan silicone rubber terhadap nilai bulk density Barium Heksaferit-FeB seperti ditunjukkan pada Gambar 4.5.

Gambar 4.4 Grafik hubungan antara penambahan silicone rubber terhadap nilai bulk

density Barium Heksaferit-FeB [Keterangan: A, B, C, dan D adalah perbandingan

20 30 40 50

1,5 1,6 1,7 1,8 1,9 2,0 2,1 2,2 2,3

Bulk Den

sity

(g

/cm

)

Silicone Rubber (% wt)

A B C D Massa Silicone Rubber (%berat)

Bulk Density (×10-3 kg/cm3)

A B C D

20 1,917 2,228 2,251 2,027

30 1,779 1,785 2,054 1,929

40 1,668 1,712 1,856 1,828


(31)

BaFe12O19 : FeB dimana, A = (100 :0) %berat; B = (97:3) %berat; C = (95:5)

%berat; D = (93:7) %berat]

Berdasarkan hasil pengukuran nilai bulk sensity maka ditampilkan plot nilai densitas sampel terhadap variasi komposisi filler silicone rubber seperti ditunjukkan pada Gambar 4.4. Secara umum penggunaan filler polimer pada pembuatan magnet berbasis komposit terhadap nilai densitas sampel memiliki kecenderungan untuk semakin menurun sebanding dengan peningkatan komposisi polimer yang dipakai. Densitas awal silicone rubber yang digunakan sebesar 0,8 ×10-3 kg/m³. Dalam Gambar 4.4 terlihat bahwa densitas tertinggi dihasilkan dari sampel magnet komposit yang menggunakan 20% berat filler silicone rubber. Penurunan nilai densitas pada sampel yang menggunakan filler silicone rubber cenderung bergerak semakin melambat pada komposisi polimer yang lebih tinggi. Dengan demikian tingkat homogenitas pencampuran antara bahan magnetik dan polimer harus mendapat perhatian penting untuk menjaga keseragaman sampel magnet komposit BaFe12O19 tersebut. Penurunan nilai densitas sampel diperkirakan memiliki

pengaruh terhadap penurunan sifat magnetik seperti yang akan dibahas selanjutnya. Dan sama seperti nilai hasil pengukuran true density setelah kalsinasi, nilai bulk density magnet komposit dengan matrik Barium Heksaferit cenderung semakin menurun dengan bertambahnya penambahan FeB.

4.5Hasil Pengujian Sifat Magnet

Sifat kemagnetan Barium Heksaferit (BaFe21O19) dapat diidentifikasi dengan

pengujian VSM (Vibrating Sample Magnetometer). Sifat kemagnetan suatu bahan dapat diketahui dari kurva yaitu besarnya magnetisasi saturasi ( s),

magnetisasi remanansi ( r), dan koersivitas (Hc). Hasil pengujian VSM serbuk

Barium Heksaferit dengan penambahan 3% berat FeB dan magnet komposit Barium Heksaferit dengan penambahan 20% Silicone Rubber


(32)

Gambar 4.5 Kurva Histeresis bahan (a). Barium Heksaferit dengan penambahan 3% FeB dengan suhu kalsinasi 900°C (b). Magnet komposit Barium Heksaferit-3%FeB dengan penambahan 20% Silicone Rubber

Dari Gambar 4.5 (a) dapat dilihat bahwa terjadi penyempitan kurva histerisis pada BaFe12O19 dengan penambahan 3 %berat FeB akibat pengaruh nilai

koersitvitas yang kecil. Berbanding terbalik dengan hasil VSM serbuknya pada Gambar 4.5 (b) terlihat pelebaran kurva histerisis magnet komposit akibat nilai koersivitas yang lebih besar tetapi nilai remanansinya kecil. Berdasarkan Gambar 4.5 maka dapat diperoleh nilai sifat kemagnetan bahan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Data Hasil Pengujian VSM serbuk Barium Heksaferit dengan penambahan 3%berat FeB dan magnet komposit BaFe12O19-FeB dengan

penambahan 20 %berat silicone rubber Sampel uji (% berat) σs (×4π.10-7 Wb.m/kg) σr (×4π.10-7 Wb.m/kg) jHc

฀฀A/m) Bhmax ฀฀฀฀J/m3)

97 %BaFe12O19 : 3%

FeB 41,41 23,35 0,53 0,19

80%(BaFe12O19 +FeB) :

20% SiR 35,84 18,63 2,85 0,06

-20000 -10000 0 10000 20000

-40 -20 0 20 40

 (Wb.mkg)

Hext(1/4 A/m)

(a) (b)


(33)

Pada Tabel 4.3 nilai remanensi ( r) dan nilai koersivitas (jHc) masing-masing

23,35×4π.10-7 Wb.m/kg dan 0,53×A/m. Pada penelitian ini, dengan penambahan FeB, nilai koersivitas dan magnetisasi remanen yang dihasilkan semakin kecil bila dibandingkan dengan Barium Heksaferit murni yang memiliki nilai koersivitas 1,99×A/m (Nowosielski,dkk. 2007). Berdasarkan hasil XRD pada Gambar 4.5, penambahan FeB menghasilkan fasa baru Fe2O3 yang jumlahnya lebih banyak.

Seperti diketahui Fe2O3 bersifat anti ferromagnetik sehingga mempengaruhi nilai

medan koersivitas serbuk Barium Heksaferit yang bersifat ferrimagnetik dan merupakan jenis hard magnet.

Dari Tabel 4.3 juga dapat dilihat bahwa dengan penambahan silicone rubber terjadi peningkatan nilai medan koersitvitas sebesar 2,85×A/m, bila dibandingkangkan dengan nilai koersivitas serbuk BaFe12O19 dengan penambahan

FeB yang memiliki nilai lebih kecil yaitu 0,53×

A/m. Akan tetapi berbanding

terbalik dengan nilai koersivitasnya, besar magnetisasi remanasi ( r), magnetisasi

saturasi ( s) dan energi produk (Bhmax) magnet komposit dengan filler silicone

rubber jauh lebih kecil dibandingkan dengan hasil dari nilai serbuknya. Hal ini

menunjukkan bahwa nilai koersivitas yang tinggi pada penambahan silicone rubber diperlukan medan magnet luar yang besar untuk memagnetisasi bahan karena sifat

silicone rubber yang bersifat paramagnetik sehingga lebih banyak domain magnetik

untuk disearahkan.

4.6Hasil Pengujian Kekuatan Tarik

Pengujian kekuatan dilakukan dengan metode pembebanan pada salah satu ujung spesimen dan bagian yang lainnya ditahan pada penyangga untuk mendapatkan nilai kuat tarik (modulus young) sesuai standar ASTM D412 tipe D. Hasil dari pengujian yang telah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 4.4.


(34)

Tabel 4.4 Hasil Pengujian Kekuatan Tarik Silicone Rubber (%berat) Tegangan (MPa) Regangan (∆L/L0)

Modulus Young (MPa)

100 1,71 1,09 1,42

50 1,01 0,78 1,22

20 0,60 0,48 0,99

Dari Tabel 4.4 dapat dilihat nilai tegangan silicone rubber sebesar 1,71 Mpa. Ketika serbuk Barium Heksaferit + FeB diberi penambahan silicone rubber sebesar 50% dan 20% berat besar tegangan menjadi berkurang dari nilai tegangan silicone rubber 100% yaitu 1,01 MPa dan 0,60 MPa.

Nilai tegangan dan regangan diperoleh dengan menggunakan persamaan 2.5 dan 2.6, dimana panjang awal setiap sampel uji sebesar L0 =

33×10-3m. Ketika diberi beban, untuk sampel uji 100% silicone rubber panjang bertambah hingga 69×10-3 m. Sehingga diperoleh nilai selisih pertambahan panjang sebesar, ∆L = 36. Hasil bagi ∆L dan L0 merupakan nilai

regangan sampel uji.

Dari nilai Tabel 4.4 dapat diperoleh grafik hubungan nilai kekuatan tarik terhadap penambahan silicone rubber serta hubungan regangan dan tegangan pengujian tarik masing masing sampel uji yang dapat dilihat pada Gambar 4.6.

Gambar 4.6. Grafik hubungan regangan dan tegangan pada komposisi silicone

rubber 100%, 50%, dan 20% dengan matrik Barium Heksaferit

0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2

0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,4 1,6 1,8

Regangan (L/L0)

Te ga ng an (M pa

) 100% SiR

70% SiR 20% SiR


(35)

Hasil analisis dari uji kekuatan tarik dapat dilihat pada Gambar 4.6 bahwa semakin besar penggunaan filler silicone rubber maka tegangan dan regangan akan semakin besar, demikian juga nilai modulus elastisitasnya. Pada komposisi silicone rubber murni nilai modulus young sebesar 1,42 MPa. Setelah dicampur matrik Barium Heksaferit banyaknya komposisi silicone

rubber yang digunakan sebesar 50 %berat nilai modulus young berkurang

menjadi 1,22 MPa dan pada komposisi matrik 20 %berat nilai modulus young semakin lebih kecil menjadi 0,99 MPa. Nilai modulus young ini, bergantung pada besar nilai regangan dan tegangan. Besar nilai regangan ditentukan pada besarnya penambahan beban (F = m g) yang dibagi dengan luas penampang sampel. Luas penamapang sampel untuk uji kekuatan tarik untuk setiap spesimen 6×10-6 m2. Besar nilai F untuk uji kekuatan tarik ini tergantung pada seberapa kuat sampel uji ditarik sampai putus. Nilai regangan diperoleh dari penambahan panjang sampel tersebut sampai titik patah atau putus dibagi dengan panjang awal. Panjang awal (L0) dari semua sampel adalah 3,3 ×10-3


(36)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pengukuran true density serbuk Barium Heksaferit dengan penambahan FeB 0, 3, 5, dan 7 %berat setelah proses mixing menunjukkan bahwa true density serbuk Barium Heksaferit meningkat dengan penambahan FeB 0, 3, 5, dan 7 %berat dengan nilai masing – masing 4,90; 4,96; 5,01; dan 5,05 (×10-3 kg/m3). Berbanding terbalik dengan nilai true density sebelum dikalsinasi, nilai true density serbuk Barium Heksaferit dengan penambahan FeB 0, 3, 5, dan 7 %berat setelah kalsinasi suhu 900°C meningkat dengan nilai masing – masing 4,59; 4,13;3,91; dan 3;34 (×10-3 kg/m3).

2. Penambahan FeB pada serbuk Barium Heksaferit dengan suhu kalsinasi 900°C meningkatkan jumlah fasa Fe2O3 sehingga

menghasilkan nilai remanansi, saturasi, dan koersivitas dengan nilai yang diperoleh masing – masing r = 23,35×4π.10-7 Wb.m/kg, s =

41,41×4π.10-7 Wb.m/kg, dan jHc= 0,53×A/m.

3. Telah berhasil dilakukan pembuatan magnet komposit permanen dengan matrik BaFe12O19+FeB dan silicone rubber sebagai filler

dengan nilai koersivitas magnet jHc = 2,85×A/m yang lebih besar dari serbuk BaFe12O19+FeB. Tetapi memiliki nilai remanansi atau

saturasi yang lebih kecil dengan nilai r = 18,63 ×4π.10-7 Wb.m/kg

dan s = 35,84 ×4π.10-7 Wb.m/kg.

4. Berdasarkan hasil pengujian kuat tarik magnet komposit diperoleh pada komposisi silicone rubber 20%berat nilai kekuatan tarik sebesar 0,99 MPa dan pada komposisi 50%berat nilai kuat tarik magnet komposit meningkat menjadi 1,22MPa.


(37)

5.2Saran

1. Untuk mengurangi fasa pengotor hematit sebaiknya suhu kalsinasi ditingkatkan karena hematit dapat mempengaruhi sifat magnetik serbuk Barium Heksaferit.

2. Diperlukan teknik pencetakan dengan tekanan yang lebih konstan pada pembuatan magnet komposit agar membentuk campuran magnet komposit yang memiliki sifat magnetik yang merata di setiap titiknya. 3. Untuk mengetahui keadaan mikrostruktur magnet komposit sebaiknya

dilakukan pengujian SEM umtuk melihat ikatan yang terbentuk di dalam bahan magnet.

4. Untuk mendukung nilai kekuatan uji tarik magnet komposit sebaiknya dilakukan pengujian mekanik lainnya seperti uji kekerasan bahan.


(38)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Magnet

Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan untuk industri otomotif dan lainnya. Sebuah magnet terdiri atas magnet-magnet kecil yang memiliki arah yang sama (tersusun teratur), magnet- magnet kecil ini disebut magnet elementer. Pada logam yang bukan magnet, magnet elementernya mempunyai arah sembarangan (tidak teratur) sehingga efeknya saling meniadakan, yang mengakibatkan tidak adanya kutub-kutub magnet pada ujung logam. Setiap magnet memiliki dua kutub, yaitu: utara dan selatan. Kutub magnet adalah daerah yang berada pada ujung-ujung magnet dengan kekuatan magnet yang paling besar berada pada kutub-kutubnya (Siregar, Seri D. 2013).

Magnet dapat menarik benda lain, beberapa benda bahkan tertarik lebih kuat dari yang lain, yaitu bahan logam. Namun tidak semua logam mempunyai daya tarik yang sama terhadap magnet. Besi dan baja adalah dua contoh materi yang mempunyai daya tarik yang tinggi oleh magnet. Sedangkan oksigen cair adalah contoh materi yang mempunyai daya tarik yang rendah oleh magnet. Satuan intensitas magnet menurut sistem metrik Satuan Internasional (SI) adalah Tesla dan SI unit untuk total fluks magnetik adalah weber (1 weber/m2 = 1 tesla) yang mempengaruhi luasan satu meter persegi (Theresya, 2014).

2.2 Pengertian Medan Magnet

Medan magnet adalah daerah disekitar magnet yang masih merasakan adanya gaya magnet. Jika sebatang magnet diletakkan dalam suatu ruang, maka terjadi perubahan dalam ruang ini yaitu dalam setiap titik dalam ruang akan terdapat medan magnetik. Arah medan magnetik di suatu titik didefenisikan sebagai arah yang ditunjukkan oleh kutub utara jarum kompas ketika ditempatkan pada titik tersebut.


(39)

2.2.1 Momen Magnetik

Bila terdapat dua buah kutub magnet yang berlawanan +m dan –m terpisah sejauh l, maka besarnya momen magnetiknya (⃑⃑ ) adalah:

⃑⃑ = mlrˆ (2.1)

dengan ⃑⃑ adalah sebuah vektor dalam arah vektor unit rˆ berarah dari kutub negatif ke kutub positif. Arah momen magnetik dari atom bahan non magnetik adalah acak sehingga momen magnetik resultannya menjadi nol. Sebaliknya di dalam bahan-bahan magnetik, arah momen magnetik atom-atom bahan itu teratur sehingga momen magnetik resultan tidak nol. Momen magnet mempunyai satuan dalam cgs adalah gauss.cm3 atau emu dan dalam SI mempunyai satuan A.m2

2.2.2 Induksi Magnetik

Definisi induksi magnet, Induksi magnet adalah kuat medan magnet akibat adanya arus listrik yang mengalir dalam konduktor. Adanya kuat medan magnetic disekitar konduktor berarus listrik diselidiki pertama kali oleh Hans Christian (Denmark, 1774 –1851). Jika jarum kompas diletakkan sejajar dengan konduktor itu dialiri arus listrik.Bila arah arus dibalik, maka penyimpangannya juga berbalik. Suatu bahan magnetik yang diletakkan dalam medan luar ⃑⃑ ’ akan menghasilkan medan tersendiri ⃑⃑ ’yang menigkatkan nilai total medan magnetic bahan tersebut. Induksi magnetik yang didefinisikan sebagai medan total bahan ditulis sebagai :

⃑ ⃑⃑ + ⃑⃑ ’ (2.2) Hubungan medan sekunder = 4⃑⃑ , satuan dalam cgs adalah gauss, sedangkan dalam geofisika eksplorasi dipakai satuan gamma (g) dan dalam SI adalah tesla (T) atau nanoTesla (nT).

2.2.3 Kuat Medan Magnetik

Kuat medan magnetik disuatu titik adalah gaya magnetik yang dialami tiap satu-satuan kuat kutub magnet utara disuatu titik yang berada didalam medan magnetik magnet lain. Kuat medan magnetik yang disebabkan oleh arus listrik disebut dengan induksi magnetik.Kuat medan magnet pada suatu titik yang


(40)

berjarak r dari m1 didefinisikan sebagai gaya persatuan kuat kutub magnet, dapat dituliskan sebagai:

⃑⃑

(oersted) (2.3)

Dengan :

F = Gaya (Newton)

⃑⃑ = Kuat medan magnet luar (Gauss)

m1,m2 = Kuat kutub magnet 1 dan 2 (Ampere meter)

r1,r2 = Jarak titik ke kutub magnet

µ = Permeabilitas ruang hampa (4 x 10-7 H/m)/udara (1 H/m) (Afza,Erini. 2011).

2.3 Macam – Macam Magnet

Berdasarkan sifat kemagnetannya magnet dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

2.3.1 Magnet Permanen

Suatu magnet permanen harus mampu menghasilkan fluks magnet yang tinggi dari suatu volume magnet tertentu, stabilitas magnetik yang baik terhadap efek temperatur dan waktu, serta memiliki ketahanan yang tinggi terhadap pengaruh demagnetisasi. Pada prinsipnya, suatu magnet permanen haruslah memiliki karakteristik minimal dengan sifat kemagnetan remanen, Br dan koersivitas intrinsik, Hc serta temperatur Curie, Tc yang tinggi. (Azwar Manaf, 2013)

2.3.2 Magnet Remanen

Magnet remanen adalah suatu bahan yang hanya dapat menghasilkan medan magnet yang bersifat sementara. Medan magnet remanen dihasilkan dengan cara mengalirkan arus listrik atau digosok dengan magnet alam secara berulang-ulang. Bila suatu bahan pengantar dialiri arus listrik, besarnya medan magnet yang dihasilkan tergantung pada besar arus listrik yang dialirkan. Medan magnet remanen yang digunakan dalam praktek kebanyakan dihasilkan oleh arus dalam kumparan yang berinti besi. Agar medan magnet yang dihasilkan cukup kuat, kumparan diisi dengan besi atau bahan sejenis besi dan sistem ini dinamakan electromagnet. Keuntungan electromagnet adalah bahwa


(41)

kemagnetannya dapat dibuat sangat kuat, tergantung dengan arus yang dialirkan. Dan kemagnetannya dapat dihilangkan dengan memutuskan arus listriknya. (Afza, Erini. 2011).

2.4 Klasifikasi Material Magnetik

Material magnetik adalah material yang mempunyai sifat magnetik. Sifat magnetik adalah fenomena suatu bahan menarik atau menolak material lain yang berada di dekatnya. Berdasarkan nilai suseptibilitas material magnetik dibedakan menjadi 3 yaitu diamagnetik, paramagnetik, dan ferromagnetik (Theresya, 2014).

2.4.1 Diamagnetik

Bahan diamagnetik merupakan bahan yang memiliki nilai suseptibilitas negatif dan sangat kecil. Sifat diamagnetik ditemukan oleh Faraday pada tahun 1846 ketika sekeping bismuth ditolak oleh kedua kutub magnet, hal ini memperlihatkan bahwa medan induksi dari magnet tersebut menginduksi momen magnetik pada bismuth pada arah berlawan dengan medan induksi pada magnet (Tipler, 1991).

Bahan diamagnetik tidak mempunyai momen dipol magnet permanen. Jika bahan diamagnetik dibalik diberi medan magnet luar, maka elektron-elektron dalam atom akan berubah gerakannya sedemikian hingga menghasilkan resultan medan magnet atomis yang arahnya berlawanan. Sifat diamagnetik bahan ditimbulkan oleh gerak orbital elektron sehingga semua bahan bersifat diamagnetik karena atomnya mempunyai elektron orbital. Bahan dapat bersifat magnet apabila susunan atom dalam bahan tersebut mempunyai spin elektron yang tidak berpasangan. Dalam bahan diamagnetik hampir semua spin elektron berpasangan, akibatnya bahan ini tidak menarik garis gaya. Permeabilitas bahan diamagnetik adalah < 0 dan susepbtibilitas magnetiknya < 0. Contoh bahan diamagnetik yaitu bismut, perak, emas, tembaga dan seng. ( J.D. Kraus, 1998).

2.4.2 Paramagnetik

Material paramagnetik mempunyai nilai suseptibilitas positif di mana magnetisasi M paralel dengan medan luar. Material yang termasuk dalam paramagnetik adalah


(42)

logam transisi dan ion logam tanah jarang (rare-earth ions). Ion-ion ini mempunyai kulit atom yang tidak terisi penuh yang berisi momen magnet permanen. Momen magnet permanen terjadi karena adanya gerak orbital dan elektron (Theresya, 2014).

Setiap elektron berperilaku seperti magnet kecil yang pada medan magnet memiliki salah satu orientasi yaitu searah atau berlawanan arah dengan medan magnet tergantung dengan arah spin elektron. Ketika tidak ada medan luar orientasi momen magnet acak, tetapi ketika medan luar diterapkan maka orientasi momen magnetik sebagian mengarah ke medan luar.

Gambar 2.1 Orientasi momen magnetik bahan paramagnetik (a) Tanpa adanya medan luar, (b) Dengan adanya medan luar (Theresya, 2014)

Dalam bahan ini hanya sedikit spin elektron yang tidak berpasangan, sehingga bahan ini sedikit menarik garis-garis gaya. Dalam bahan paramagnetik, medan B yang dihasilkan akan lebih besar dibanding dengan nilainya dalam hampa udara. Suseptibilitas magnet dari bahan paramagnetik adalah positif dan berada dalam rentang 10-5 sampai 10-3 m3/Kg, sedangkan permeabilitasnya

adalah > 0.Contoh bahan paramagnetik : alumunium, magnesium dan wolfram

(Theresya, 2014). 2.4.3 Ferromagnetik

Ferromagnetik merupakan bahan yang memiliki nilai suseptibilitas magnetik positif yang sangat tinggi. Dalam bahan ini sejumlah kecil medan magnetik luar dapat menyebabkanderajat penyearahan yang tinggi pada momen dipol magnetik atomnya. Dalam beberapa kasus, penyearahan ini dapat bertahan sekalipun medan kemagnetannya telah hilang. Hal ini terjadi karena momen dipol


(43)

magnetik atom dari bahan – bahan ferromagnetik ini mengarahkan gaya-gaya yang kuat pada atom disebelahnya. Sehingga dalam daerah ruang yang sempit, momen ini disearahkan satu sama lain sekalipun medan luarnya tidak ada lagi. Daerah ruang tempat momen dipol magnetik yang disearahkan ini disebut daerah magnetik. Dalam daerah ini, semua momen magnetik disearahkan, tetapi arah penyearahnya beragam dari daerah sehingga momen magnetik total dari kepingan mikroskopi bahan ferromagnetik ini adalah nol dalam keadaan normal (Tipler, 1991).

2.5 Material Magnet Lunak dan Magnet Keras

Material magnetik diklasifikasikan menjadi dua yaitu material magnetik lemah atau soft magnetic materials maupun material magnetik kuat atau hard magneticmaterials. Penggolongan ini berdasarkan kekuatan medan koersifnya dimana soft magnetic atau material magnetik lemah memiliki medan koersif yang lemah sedangkan material magnetik kuat atau hard magnetic materials memiliki medan koersif yang kuat. Hal ini lebih jelas digambarkan dengan diagram histerisis atau hysteresis loop sebagai loop.

Gambar 2.2 Histeris material magnet (a) Material lunak, (b) Material keras

Gambar 2.2 menunjukkan kurva histeresis untuk material magnetic lunak pada bagian (a) dan material magnetik keras pada bagian (b). H merupakan medan magnetik yang diperlukan untuk menginduksi medan berkekuatan B dalam


(44)

material. Setelah medan H ditiadakan, dalam specimen tersisa magnetisme residual Br, yang disebut residual remanen, dan diperlukan medan magnet Hc yang disebut gaya koersif, yang harus diterapkan dalam arah berlawanan untuk meniadakannya. Magnet lunak mudah dimagnetisasi serta mudah pula mengalami demagnetisasi, seperti tampak pada Gambar 2.2 Nilai H yang rendah sudah memadai untuk menginduksi medan B yang kuat dalam logam, dan diperlukan medan Hc yang kecil untuk menghilangkannya. Magnet keras adalah material yang sulit dimagnetisasi dan sulit di demagnetisasi. Karena hasil kali medan magnet (A/m) dan induksi (V.det/m2) merupakan energi per satuan volume, luas daerah hasil integrasi di dalam loop histerisis adalah sama dengan energi yang diperlukan untuk satu siklus magnetisasi mulai dari 0 sampai +H hingga –H sampai 0. energi yang dibutuhkan magnet lunak dapat dapat diabaikan; medan magnet keras memerlukan energi lebih banyak sehingga pada kondisi-ruang, demagnetisasi dapat diabaikan. Dikatakan, magnetisasi permanen (Afza, Erini. 2011).

2.6 Magnet Komposit

Pengertian magnet komposit terdiri dari dua bahan yang berbeda yang digabung atau dicampur secara makroskopis. Pada umumnya magnet komposit terdiri dari dua unsur, yaitu serbuk bahan magnet dan bahan pengikat serbuk yang disebut matrik. Magnet komposit ini dibuat dengan pencampuran serbuk bahan magnet dengan pengikat bahan bukan magnet, seperti semen portland, polimer, dengan komposisi yang diinginkan didalam alat pencampur (Karokaro, 2002).

Pada serbuk magnet inilah yang akan menentukan karakterisasi dari magnet komposit, seperti sifat kekerasan, kekuatan serta sifat mekanik yang lainnya. Sedangkan jumlah elemen serbuk magnet didalam komposit akan sangat menentukan kekuatan medan magnet dari magnet komposit, karena banyak sedikitnya bahan pengikatnya akan mempengaruhi sifat magnet (LihJiun Yu, 2012).

Pada magnet komposit, sifat-sifat struktur yang dibentuknya masih terlihat jelas. Pada magnet komposit dapat dibuat menjadi rigid atau elastis,


(45)

tergantung pada bahan campuran yang digunakan. Sifat-sifat yang dapat diatur oleh perbandingan campuran adalah kekuatan dan kedap air. Apabila bahan campuran pada magnet komposit yang bersifat elastis seperti karet alam, maka akan didapatkan magnet komposit yang bersifat elastis(Sudirman, 2002).

Pada dasarnya magnet komposit yang memiliki sifat rigit mempunyai kelebihan dalam sifat mekaniknya yang tidak mudah pecah, sedangkan magnet komposit yang memiliki sifat elastis mempunyai kelebihan dalam sikap mekaniknya adalah memiliki kekuatan tarik yang tinggi. Dimana keunggulan yang dimiliki oleh magnet komposit adalah pengabunggan dari sifat-sifat unggul masing-masing pembentuknya(Hadi, 2000).

Dengan sifat ferit yang dimiliki, menunjukkan bahwa sifat struktural dan magnetik nanocomposites tergantung pada baik isi ferit dan komposisi karet alam atau plastik di nanocomposites. Semua nanocomposites menunjukkan pertukaran bias seperti fenomena yang dihasilkan dari kopling pertukaran berputar pada antarmuka antara daerah inti magnet ferit dan keteraturan permukaan wilayah nanopartikel (Mokhtar, 2012)

2.7 Magnet Permanen Ferrit

Magnet permanen ferrit juga dikenal sebagai magnet keramik dikembangkan pada tahun 1950-an sebagai suatu hasil dari teori Stoner –Wohlfarth yang mengindikasikan bahwa koersivitas dari sistem pada partikel bidang tunggal sebanding terhadap anisotropi. Magnet ferrit yang banyak dipakai yaitu Barium Ferrit BaO.6(Fe2O3) disamping SrO.6(Fe2O3) dan PbO.6 (Fe2O3).

Magnet Ferrit mempunyai sifat mekanik yang kuat dan tidak mudah terkorosi. Disamping itu magnet ferrit mempunyai koersivitas yang tinggi dengan tingkat kestabilan yang tinggi terhadap pengaruh medan luar serta temperatur (Culity, 1972).

2.7.1 Barium Heksaferit

Barium Heksaferit merupakan magnet keramik yang banyak digunakan dalam berbagai aplikasi. Barium Heksaferit memiliki beberapa keunggulan antara lain ketersediaan bahan bakunya yang melimpah dan pembuatannya yang relatif


(46)

mudah. Barium Heksaferit dapat disintesis dengan beberapa metode seperti kristalisasi gas, presipitasi hidrotermal, sol-gel, aerosol, pemanduan mekanik dan kopresipitasi (Tubitak,2011).

Magnet keramik yang merupakan magnet permanen mempunyai struktur

Hexagonal close-packed. Dalam hal ini bahan yang sering digunakan adalah

Barium Heksaferit (BaO.6Fe2O3). Dapat juga barium digantikan bahan yang menyerupai (segolongan) dengannya, yaitu seperti stronsium (Ade Fathurohman, 2011).

Material magnet oksida BaO(6Fe2O3) merupakan jenis keramik yang

banyak dijumpai disamping material magnet lain, seperti SrO.6(Fe2O3) dan

PbO.6(Fe2O3). Pengembangan material BaFe12O19 (M-type feritte hexagonal)

sebagai bahan magnetik sangat dibutuhkan dalam berbagai bidang aplikasi, karena memiliki karakteristik : temperatur Curie yang relative tinggi, nilai koersifitas, saturasi magnetik dan anisotropi magnetik tinggi pula serta stabilitas kimia yang sangat baik (Simbolon, Silviana, 2013).

Salah satu aplikasi material magnet permanen barium heksaferit yang menjadi perhatian saat ini adalah sebagai alat penyerap gelombang mikro (RAM). Hal ini karena sifat listrik dan magnetik dari material ferrimagnetik ini sangat mendukung dalam aplikasi tersebut, yaitu memiliki permeabilitas dan resistivitas yang tinggi. Material oksida magnet tersebut memiliki sifat mekanik yang sangat kuat dan tidak mudah terkorosi. Namun material tersebut sangat rentan terhadap proses perlakuan panas sehingga mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dan memiliki dampak negatif terhadap sifat kemagnetan, tetapi proses ini tidak dapat dihindarkan dalam proses metalurgi serbuk untuk membuat magnet menjadi kuat dan dapat dimanfaatkan dalam teknologi (Simbolon, Silviana, 2013).

Barium heksferit BaO.6Fe2O3 yang memiliki parameter kisi a = 5,8920

Angstrom, dan c = 23,1830 Angstrom memiliki srtuktrur kristal yang sama seperti namanya yaitu struktur heksagonal. Gambar struktur kristal barium heksaferit BaO.6Fe2O3 diperlihatkan pada Gambar 2.3


(47)

Gambar 2.3 Struktur kristal heksagonal BaO.6Fe2O3 [Moulson A.J, et all., 1985].

2.8 Unsur Pemadu Pada Aditif Ferro Boron 2.8.1 Besi (Fe)

Besi adalah unsur kimia dengan simbol Fe (dari bahasa Latin: zat besi). Dan nomor atom 26 Ini merupakan logam dalam transisi deret pertama. Besi merupakan logam transisi yang paling banyak dipakai karena relatif melimpah dibumi. Ini adalah massa elemen paling umum di Bumi, membentuk banyak inti luar dan dalam bumi.


(48)

Besi juga diketahui sebagai unsur yang paling banyak membentuk dibumi, yaitu kira-kira 4,7 – 5 % pada kerak bumi. Kebanyakan besi terdapat dalam batuan dan tanah sebagai oksidasi besi, seperti oksida besi magnetit( Fe3O4). Dari mineral-

mineral bijih besi magnetite adalah mineral dengan kandungan Fe paling tinggi, terdapat dalam jumlah kecil. Sementara hematite merupakan mineral bijih utama yang dibutuhkan dalam industri besi.(Syukri, 1999).

Tabel 2.1 Informasi Dasar Unsur Besi/Iron

Nama Unsur Besi

Simbol Fe

Nomor Atom 26

Massa Atom 55.548g/mol Titik Didih 3143 K Titik Lebur 1811 K Struktur Kristal BCC

Warna Perak keabu-abuan

Konfigurasi Elektron [Ar] 3d6 4s2

2.8.2 Boron (B)

Boron merupakan unsur yang sangat keras dan menunjukkan sifat semikonduktor, dan sangat tahan terhadap panas. Boron dalam bentuk kristal yang sangat reaktif. Boron adalah unsur golongan 13 dengan nomor atom lima. Boron memiliki sifat diantara logam dan nonlogam (Semimetalik). Boron juga merupakan unsur metaloid dan banyak ditemukan dalam biji borax. Unsur ini tidak pernah ditemukan dialam bebas.


(49)

Tabel 2.2 Informasi Dasar Unsur Boron Nama Unsur Boron

Simbol B

Nomor Atom 5

Massa Atom 10.811 g/mol Titik Didih 4200 K Titik Lebur 2349 K Struktur Kristal Trigonal

Warna Hitam

Konfigurasi Elektron [He] 2s22p1

2.9 Sillicone Rubber

Silicone rubber (SiR) adalah bahan yang tahan terhadap temperatur tinggi, yang

biasanya digunakan untuk isolasi kabel dan bahan isolator tegangan tinggi. Sifat fisik bahan ini dapat diperbaiki dengan mencampurkan bahan pengisi seperti pasirsilika. Silicone rubber aman digunakan pada temperatur -55º sampai 200º C. Bahan ini memiliki hambatan yang baik terhadap ozone, korona, air, dan memiliki ketahanan yang baik terhadap alkohol, garam, dan minyak.(Asy’ari, 2008)

Silicone rubber merupakan elastomer (sama halnya dengan material karet)

polimer berupa silikon, dimana silikon tersebut mengandung karbon, hidrogen, dan oksigen. Karet silikon banyak digunakan dalam industri dan beberapa formulasi. Karet silikon biasanya terdiri dari satu atau dua bagian polimer dan berisi pengisi untuk meningkatkan sifat atau mengurangi biaya. Karena sifat-sifat kemudahan pembuatan dan pembentukan, karet silikon dapat ditemukan dalam berbagai macam produk, termasuk aplikasi otomotif, memasak, bahan pengembang, dan penyimpanan produk (seperti penyimpan makanan, pakaian olahraga, alas kaki, elektronik, peralatan medis dan implan), dan dalam perbaikan rumah serta perangkat keras dengan produk seperti silikon sealants.

Struktur kimia sillicone rubber yang terdiri dari suatu punggung silikon yang lebih fleksibel dibandingkan polimer lainnya. Jarak ikatan Si – O sekitar 1,64°A yang lebih panjang dibandingkan jarak ikatan C–C sekitar 1,5ºA yang banyak ditemukan pada polimer organik. Kemudian susunan ikatan Si–O–Si


(50)

(180° – ฀) – 143º lebih terbuka dibandingkan dengan ikatan tetrahedral biasa (~110°) yang berperan untuk meningkatkan keseimbangan, dengan demikian rantai mampu melakukan suatu bentuk yang rapat ketika dalam keadaan tergulung acak, dan rantai silikon yang terdapat gugus metil mampu meluruskan sendiri untuk bersekutu menghasilkan hidrofobik pada permukaannya. Silicone rubber memiliki sifat isolasi sangat baik seperti loss tangen (tan 3 – 3 x 103), konstanta

dielektrik, r = 2 – 4, tahanan jenis ρ = 1015 Ωm dalam keadaan tanpa bahan

pengisi, tahanan terhadap cahaya pada daerah ฀ > 300 nm gugus metilnya menyerap sinar dan stabil hingga suhu ≈ 250°C dengan mempertahankan sifat kenyalnya pada suhu rendah karena memiliki temperatur transisi gelas sampai 120°C (stabilitas termalnya panjang). Namun, dalam kaitan ini kekuatan mekanik silicone rubber tanpa bahan pengisi memiliki kekuatan yang rendah karena gaya antar molekulnya yang rendah. Untuk meningkatkan kekuatan tarik dan kekerasan, dapat ditambah bahan silika. Sedangkan untuk meningkatkan ketahanan erosi dan keretakan (tracking) dapat dikombinasikan dengan bahan pengisi dan jenis aluminatrihydrate. Dibandingkan dengan karet organik, karet silikon memiliki kekuatan tarik yang sangat rendah. Bahan silikon ini juga sangat sensitif terhadap kelelahandari beban siklik. Karet silikon merupakan bahan yang sangat inert dan tidak bereaksi dengan sebagian besar bahan kimia (Keller et al., 2007). Sifat-sifat fisik dan mekanik silicone rubber dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3.Sifat Fisik dan Mekanik Silicone Rubber Densitas (g/cm3)*1 0,8

T (℃)*2 -55 – 200

Kuat tarik (MPa)*3 4,4 – 9 Kuat tekan (MPa)*4 10 – 30 Hardness Vickers (VHN)*5 15

Sumber:*1Stuart, 2003;*2Asy’ari, 2008;*3Product Information Silastic 94-595 Liquid Silicone Rubber, 2002;*4Azom.com The A to Z of Materials, 2013;

*5


(51)

Selama proses pembuatan silicone rubber, panas sangat diperlukan untuk vulkanisir (mengatur dan memperbaiki) silikon ke dalam bentuk seperti karet. Hal ini biasanya dilakukan dalam dua proses pada titik pembuatan ke dalam bentuk yang diinginkan. Dalam hal ini dapat dilakukan proses injeksi (injection molded). Pada suhu ekstrim, kekuatan tarik, elongasi, kekuatan sobek, dan kompresi dapat jauh lebih unggul daripada karet konvensional, meskipun relatif lebih rendah untuk bahan lainnya, sedangkan karet silikon merupakan salah satu pilihan jenis elastomer untuk lingkungan yang ekstrim (Keller et al., 2007).

2.10 Karakterisasi Material Magnet

Untuk mengetahui sifat-sifat dan kemampuan suatu material maka perlu dilakukan pengujian dan analisis. Beberapa jenis pengujian dan analisis yang dibahas untuk keperluan penelitian ini antara lain : pengujian sifat fisis (densitas(true density dan bulk density)), analisa struktur dan ukuran diameter partikel menggunakan OM (Optical Microscope),analisa struktur kristal menggunakan alat uji XRD (X-Ray Diffraction), analisis sifat magnet dari mateial menggunakan VSM (Vibrating Sample Magnetometer), analisa perubahan fasa sampel bila diberi suhu tinggi menggunakan DTA/TG (Diferential Thermal

Analysis/Thermogravimetric Analysis) dan pengujian kuat tarik sampel komposit

yang dicampur dengan silicone rubber. 2.10.1 Densitas

Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material atau densitas didefenisikan sebagai massa per satuan volum. Jika suatu bahan yang materialnya

homogen bermassa m memiliki volume v, densitasnya ρ adalah: (kg/m3

). Secara umum, densitas suatu bahan tergantung pada faktor lingkungan seperti suhu dan tekanan (Siregar, Seri D. 2013).

Dalam pelaksanaannya kadang-kadang sampel yang diukur mempunyai ukuran bentuk yang tidak teratur sehingga untuk menentukan volumenya menjadi sulit, akibatnya nilai kerapatan yang diperoleh tidak akurat. Untuk menentukan rapat massa (bulk density) dari suatu bahan mengacu pada standar (ASTM C373).


(52)

Oleh karena itu untuk menghitung nilai densitas suatu material yang memiliki bentuk yang tidak teratur (bulk density) digunakan metode Archimedes yang persamaannya sebagai berikut:

฀฀

฀฀ ฀฀ ฀฀฀฀`

(2.4) Dimana :

ρ = Densitas sampel (kg/m³) ρair = Densitas air (kg/m³)

mk = Massa sampel setelah kering (kg)

mb = Massa sampel setelah direndam 3 menit di dalam aquades (kg) 2.10.2 XRD (X-Ray Diffraction)

Sinar X merupakan gelombang elektromagnetik yang dapat digunakan untuk mengetahui struktur kristal dan fasa suatu dengan sudut datang sebesar ,maka sebagian sinar dihamburkan oleh bidang atom dalam kristal. Berkas sinar x yang dihamburkan dalam arah-arah tertentu akan menghasilkan puncak-puncak difraksi yang dapat diamati dengan peralatan X-Ray Diffraction (Cullity,1978).

Fenomena interaksi dan difraksi sudah dikenal pada ilmu optik. Standart pengujian laboratorium fisika adalah untuk menentukan jarak antara dua gelombang dengan mengetahui panjang gelombang sinar, dengan mengukur sudut berkas sinar yang terdifraksi. Pengujian ini merupakan aplikasi langsung dari pemakaian sinar-X untuk menentukan jarak antar atom adalam kristal.


(53)

Gambar 2.6 Difraksi Bidang Atom

Gambar 2.6 menunjukkan suatu berkas sinar X dengan panjang gelombang jatuh pada sudut θ pada sekumpulan bidang atom berjarak d. Sinar yang dipantulkan dengan sudut θ hanya dapat yang berdekatan, dan menempuhkan jarak sesuai dengan perbedaan kisi yaitu sama dengan panjang gelombang n

. Menurut syarat terjadinya difraksi, beda lintasan merupakan kelipatan bilangan

bulat dari panjang, sehingga hal tersebut dirumuskan W.L.Brag dengan :

n = 2d sinθ (2.4)

n = orde difraksi (n = bilangan bulat)

= panjang sinar –X gelombang (m)

d = jarak antar bidang (m) θ = sudut difraksi (o

)

Untuk mengetahui fasa dan struktur material yang diamati dapat dilakukan dengan cara sederhana, yaitu dengan cara membandingkan nilai d yang terukur dengan nilai d pada data standart. Data d standart dapat diperoleh melalui Joint Commitee

On Powder Difraction Standart (JCPDS) atau dengan metode Hanawalt file.

(Cullity,1978)

2.10.3 VSM (Vibrating Sample Magnetometer)

Vibrating Sample Magnetometer (VSM) merupakan salah satu jenis peralatan

yang digunakan untuk mempelajari sifat magnetik bahan. Dengan alat ini akan dapat diperoleh informasi mengenai besaran – besaran sifat magnetik sebagai akibat perubahan medan magnet luar yang digambarkan dalan kurva histeresis, sifat magnetik bahan sebagai akibat perubahan suhu, dan sifat-sifat magnetik sebagai fungsi sudut pengukuran atau kondisi anisotropik bahan.


(54)

Gambar 2.7 Peralatan VSM (Vibrating Sample Magnetometer) (P2F LIPI) Salah satu keistimewaan VSM adalah merupakan vibratorelektrodinamik yang dikontrol menggunakan arus balik. Sampel dimagnetisasi dengan medan magnet homogen. Jika sampel bersifat magnetik, maka medan magnet akan memagnetisasi sampel dengan meluruskan domain magnet. Momen dipol magnet sampel akan menciptakan medan magnet di sekitar sampel, yang biasa disebut magnetic stray field. Ketika sampel bergetar, magnetic stray field dapat ditangkap oleh coil. Medan magnet tersebar tersebut akan menginduksi medan listrik dalam coil yang sebanding dengan momen magnetik sampel. Semakin besar momen magnetik, maka akan menginduksi arus yang semakin besar. Dengan mengukur arus sebagai fungsi medan magnet luar, suhu maupun orientasi sampel, berbagai sifat magnetik bahan dapat dipelajari. Dalam penelitian ini, nilai magnetisasi diukur selain untuk mengetahui kemampuan magnetik nanosfer yang dihasilkan juga untuk mendapatkan informasi komposisi nanosfer. Karakterisasi sifat magnetik dengan VSM, data yang diperoleh dari karakterisasi sifat magnet berupa kurva histeresis dengan sumbu x merupakan medan magnet yang menginduksi sampel dalam satuan Tesla dan sumbu y merupakan magnetisasi sampel dalam satuan emu/gram. (Thresya,2014)

2.10.4 Pengujian Kuat Tarik (Tensile Strength)

Uji tarik adalah salah satu uji tegangan-regangan mekanik yang bertujuan mengetahui kekuatan bahan terhadap gaya tarik. Dengan melakukan uji tarik kita mengetahui bagaimana bahan tersebut bereaksi terhadap tenaga tarikan dan mengetahui sejauh mana material bertambah panjang. Bila kita terus menarik suatu bahan sampai putus, kita akan mendapatkan profil tarikan yang lengkap berupa kurva. Kurva ini menunjukkan hubungan antara gaya tarikan dengan perubahan panjang. Bentuk sampel uji secara umum digambarkan seperti Gambar 2.8 berikut :


(55)

Gambar 2.8 Uji tarik ASTM D 412 Tipe D

Pengujian dilakukan sampai sampel uji patah, maka pada saat yang sama diamati pertambahan panjang yang dialami sampel uji. Kekuatan tarik diukur dari besarnya beban maksimum (Fmaks) yang digunakan untuk memutuskan atau

mematahkan spesimen bahan dengan luas awal A0. Umumnya kekuatan tarik

polimer lebih rendah dari baja 70 MPa. Hasil pengujian adalah grafik beban versus perpanjangan (elongasi). Tegangan ( ) :

฀฀฀฀฀ (2.5)

Fmaks = Beban yang diberikan arah tegak lurus terhadap penampang spesimen (N)

A0 = Luas penampang mula-mula spesimen sebelum diberikan pembebanan (m2)

= Enginering Stress (Nm-2

)

Regangan ( ):

฀฀

(2.6)

= Enginering Strain

= Panjang mula-mula spesimen sebelum pembebanan Δl = Pertambahan panjang

Hubungan antara tegangan dan regangan dirumuskan:

(2.7)

E = Modulus Elastisitas atau Modulus Young (Nm-2)

= Enginering Stress (Nm-2

) = Enginering Strain

2.10.5 DTA/TG (Differential Thermal Analysis/Thermo Gravimetric) DTA merupakan salah satu metode analisis termal untuk mengukur perubahan kandungan panas (entalpi) suatu material terhadap suhu. Pada analisis DTA sampel dan pembanding diberikan kalor dengan jumlah yang tetap. Pada saat sampel mengalami perubahan termal, maka akan terjadi penyerapan atau


(56)

pembebasan panas, maka akan terjadi perubahan suhu. Perbedaan suhu sampel dan pembanding diukur secara kontinu seiring dengan waktu

∆T = Tsampel - Tpembanding (2.8)

Kurva yang didapat merupakan plot antara suhu dengan perubahan panas. Pada proses endotermik (penyerapan panas) maka akan menyebabkan kurva membelok ke bawak (membentuk lembah), sedangkan pada proses eksotermik (pembebasan panas) akan menyebabkan kurva membentuk puncak (Daniels, 1973)

Analisis TG berdasarkan pengukuran perubahan berat suatu material jika temperatur dinaikkan secar linear. Hasil yang didapat berupa kurva termogram temperatur dengan perubahan berat atau persen berat. Pengukuran dengan TGA umumnya digunakan untuk mengetahui suhu optimum pengeringan zat pada analisa gravimetri. Selain itu, analisis dengan TGA juga digunakan untuk memperkirakan reaksi dekomposisi yang berlangsung selama pemanasan. Pada penelitian ini, analisis DTA/TG digunakan untuk menentukan suhu kalsinasi serta ttransformasifasa pada hasil mixing (Daniels, 1973).


(57)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Magnet menjadi salah satu material yang kadang luput dari perhatian orang, akan tetapi apabila diperhatikan lebih lanjut, ternyata magnet telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari manusia sejak lama. Sebagai salah satu contoh adalah penggunaan speaker sebagai pengeras suara, alat ini menggunakan magnet sebagai salah satu komponen utamanya, dan tak dapat dipungkiri bahwa alat ini sudah ada sejak dulu sampai pengembangannya yang begitu pesat sekarang. Contoh lainnya adalah penggunaan magnet sebagai komponen pada telepon seluler sebagai alat penerima sinyal/receiver yang memungkinkan kita bisa berkomunikasi dimana saja. Dua contoh ini sudah bisa menjadi contoh yang menunjukkan kedekatan manusia dengan magnet.

Dalam perkembangannya, terdapat dua macam jenis magnet, yaitu soft magnet dan hard magnet/magnet permanen. Soft magnet memiliki koersifitas dan remanensi yang rendah, sedangkan pada hard magnet memiliki nilai koersifitas dan remanensi yang tinggi. Baik soft magnet ataupun hard magnet memiliki aplikasi yang berbeda-beda, tergantung pada penggunaannya. Magnet yang akan dibahas pada laporan ini adalah magnet barium ferit (Kharismayanti, 2013).

Barium ferit banyak diaplikasikan untuk magnet permanen. Magnet ini dikenal memiliki sifat yang bagus, memang tidak sebagus magnet yang berbahan dasar NdFeB, dan SmCo yang memiliki sifat yang sangat bagus. Barium ferit banyak digunakan karena harganya yang murah, berbeda dengan magnet yang berbahan dasar NdFeB, dan SmCo yang harganya di pasaran sangat mahal, karena tergolong material rare-earth. Selain murah magnet barium ferit dikenal karena sifat materialnya yang cukup baik. Barium ferit memiliki koersifitas dan remanensi yang cukup tinggi, koersifitas yang tinggi karena sifat anisotropi magnet yang tinggi. Selain itu barium ferit memiliki nilai temperatur Curie yang baik, sehingga sangat bagus untuk dibuat menjadi magnet permanen. Sifat lain yang menjadi keunggulan barium ferit yaitu memiliki ketahanan terhadap korosi


(58)

dan memiliki sifat kimia yang stabil (Afza Erini, 2001)

Sejalan dengan perkembangan magnet permanen BaFe12O19, telah

dikembangkan pembuatan magnet komposit berbasis material yang sama. Magnet komposit ini bersifat mudah dibentuk dengan pengerjaan yang sederhana sehingga menghasilkan produk yang lebih inovatif, memiliki daya saing, serta memiliki keunggulan dalam sifat mekaniknya jika dibandingkan dengan bahan magnet keramik yang cenderung mudah patah. Bahan magnet komposit umumnya diaplikasikan pada alat-alat yang memiliki sifat magnetik yang kurang tinggi seperti alat listrik rumah tangga dan mainan anak-anak. Berkembangnya industri mainan dan makin tingginya pemakaian alat listrik rumah tangga memberikan peluang yang baik pada pengembangan dan produksi magnet bonded. Magnet komposit ini dibuat dari bahan magnet yang dicampur atau diikat dengan bahan pengikat bukan magnet, seperti bahan polimer (Yulianti, 2005).

Untuk memenuhi kebutuhan magnet permanen, dalam penelitian ini akan dilakukan pembuatan magnet komposit dengan mencampurkan bahan serbuk magnet Barium Heksaferrit (BaFe12O19) yang telah disintesis dengan FeB lalu

dicampur dengan silicone rubber, karena mempunyai sifat yang mudah dibentuk. Dari pembuatan magnet komposit ini diharapkan didapatkan sifat yang lebih unggulan dalam sifat mekaniknya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah sebelumnya, maka penulis merumuskan beberapa halyang menjadi masalah dalam penelitian ini, diantaranya: 1. Bagaimana hubungan penambahan bahan polimer silicone rubber terhadap

sifat fisis dan magnetik campuran Barium Heksaferit dengan FeB?

2. Bagaimana pengaruh nilai atau hasil DTA/TG (Differential Thermal

Analysis/ Thermalgravimetric Analysis) densitas, XRD (X-Ray Diffraction), VSM (Vibrating Sample Magnetometer) dan uji tarik magnet

Barium Heksaferit yang dicampur FeB dan ditambahkan silicone rubber sebagai filler?


(1)

CHARACTERIZATION OF MAGNET COMPOSITE BARIUM

HEKSAFERRITE WITH FeB ADDITION AS MATRIX AND

SILICONE RUBBER AS FILLER

ABSTRACT

Fabrication of composite magnet material based on Barium Heksaferit with the addition FeB and silicone rubber as filler has been successfully prepared. The raw materials Barium Heksaferit and FeB separately milled by using Planetary Ball Mill (PBM) for 24 hours and High Energy Milling (HEM) for 1 hour and then mixed by using PBM with composition ratio BaFe12O19: FeB are 97: 3, 95: 5,

and 93: 7 %weight. The powder has mixed calcined at 900 °C, then added silicone rubber 20, 30, 40, and 50% weight as filler composite materials. The caracterization of materials are the microstructure (XRD), bulk density, magnetic properties (VSM), and the tensile test. The XRD results showed the addition of FeB increasing phases of hematite (Fe2O3). The results show the highest bulk

density value in the addition of 20% weight of silicone rubber is 2.251 ×10

-3

kg/m3 and coercivity value, jHC = 2,85× A/m and young modulus value is 0.99

MPa. The results were obtained permanent magnet composites are durable because has a high coercivity.

Keywords: Composite magnet, Barium Heksaferit, ferro boron, silicone rubber, characterization


(2)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Persetujuan i

Lembar Pengesahan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak vi

Abstract vii

Daftar Isi viii

Daftar Tabel x

Daftar Gambar xi

Daftar Lampiran xii

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang 1

1.2Rumusan Masalah 2

1.3Batasan Masalah 3

1.4Tujuan Penelitian 3

1.5Manfaat Penelitian 3

1.6Tempat Penelitian 3

1.7Sistematika Penelitian 4 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Magnet 5

2.2 Pengertian Medan Magnet 5

2.2.1 Momen Magnetik 6

2.2.2 Induksi Magnetik 6 2.2.3 Kuat Medan Magnetik 6

2.3 Macam-macam Magnet 7

2.3.1 Magnet Permanen 7

2.3.2 Magnet Remanen 7

2.4 Klasifikasi material Magnetik 8

2.4.1 Diamagnetik 8

2.4.2 Paramagnetik 8


(3)

2.10.3 VSM (Vibrating Sample Magnetometer) 20 2.10.4 Pengujian Kekuatan Tarik (Tensile Strength) 21 2.10.5 DTA/TG (Differential Thermal Analysis/ 22

Thermo Gravimetric BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 24 3.2 Alat dan Bahan Penelitian 24

3.2.1 Alat 24

3.2.2 Bahan 26

3.3 Diagram Alir Penelitian 27

3.4 Preparasi Sampel 28

3.4.1 Milling BaFe12O19 28

3.4.2 Milling FeB 28

3.5 Mixing 28

3.6 Uji Sifat Fisis 29

3.6.1 True Density 29

3.6.2 Bulk Density 30

3.6.3 DTA/TG 30

3.7 Kalsinasi 31

3.8 Uji Mikrostruktur 32

3.8.1 XRD (X-Ray Diffraction) 32

3.9 Uji Sifat Magnet 32

3.9.1 VSM (Vibrating Sample Magnetometer) 32

3.10 Uji Sifat Mekanik 33

3.10.1 Uji Tarik 33

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisa DTA/TG Setelah Mixing 34 4.2 Hasil Pengukuran True Density 35 4.3 Hasil Pengujian Struktur Kristal 37 4.4 Hasil Pengujian Bulk Density 39 4.5 Hasil Pengujian Sifat Magnet 42 4.6 Hasil Pengujian Kekuatan Tarik 45 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 46

5.2 Saran 47

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(4)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Informasi Dasar Unsur Besi/Iron 15 Tabel 2.2 Informasi Dasar Unsur Boron 16 Tabel 2.3 Sifat Fisik dan Mekanik Silicone Rubber 17 Tabel 3.1 Matriks komposisi sampel BaFe12O19 dan FeB 29

Tabel 4.1 Data hasil pengukuran densitas serbuk 36 Tabel 4.2 Data Hasil Pengujian Bulk Density 40 Tabel 4.3 Data Hasil Pengujian VSM 44 Tabel 4.4 Hasil Pengujian Kekuatan Tarik 45


(5)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Orientasi momen magnetik bahan paramagnetik 6 Gambar 2.2 Histeresis material magnet 10 Gambar 2.3 Struktur kristal BaO.6Fe2O3 14

Gambar 2.4 Struktur Atom Unsur Besi 14 Gambar 2.5 Strukur Atom Unsur Boron 15 Gambar 2.6 Difraksi Bidang Atom 19 Gambar 2.7 Peralatan VSM (Vibrating Sample Magnetometer) 21 Gambar 2.8 Uji tarik ASTM D 412 Tipe D 22 Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 27 Gambar 3.2 Skema kalsinasi pada T = 900oC 31 Gambar 4.1 Kurva DTA/TG dari serbuk 97% BaFe12O19 : 3% FeB 35

Gambar 4.2 Grafik hubungan penambahan FeB sebesar 0, 3, 5, dan 36 7%wt terhadap true density sebelum dan setelah kalsinasi Gambar 4.3 Grafik pola difraksi XRD 38 Gambar 4.4 Grafik hubungan antara penambahan silicone rubber 40

terhadap nilai bulk density Barium Heksaferit-FeB dari hasil XRD

Gambar 4.5. Kurva Histeresis 42 Gambar 4.6. Grafik hubungan regangan dan tegangan pada komposisi 44

silicone rubber 100%, 50%, dan 20% dengan matrik


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Gambar Peralatan dan Bahan Penelitian Lampiran 2. Perhitungan True Density Sampel Lampiran 3. Hasil Pengukuran DTA/TG Lampiran 4. Hasil Pengukuran XRD

Lampiran 5. Hasil Pengukuran VSM Serbuk Lampiran 6. Hasil Pengukuran VSM Pelet