Pengembangan Produk Dadih Susu Sapi

PENGEMBANGAN PRODUK DADIH SUSU SAPI

AFIF TUNGGUL PRADIPTA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengembangan Produk
Dadih Susu Sapi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013

Afif Tunggul Pradipta
NIM F34090129

ABSTRAK
AFIF TUNGGUL PRADIPTA. Pengembangan Produk Dadih Susu Sapi.
Dibimbing oleh ERLIZA HAMBALI dan AJI HERMAWAN.
Keterbatasan susu kerbau sebagai bahan baku dan kurang higienisnya proses
produksi menjadi beberapa faktor penghambat dalam proses penerimaan dadih
tradisional. Pembuatan dadih dengan bahan baku susu sapi menggunakan bakteri
asam laktat (BAL) spesifik sebagai starter-nya merupakan salah satu solusi untuk
mengatasi hambatan-hambatan tersebut. Hasil iterasi uji hedonik menunjukkan
bahwa formula dengan perbandingan L. casei dengan B. longum sebesar 1:5 (3%),
penggunaan bahan pengental berupa tepung maizena sebesar 8%, serta tambahan
perisa sejumlah 25%, merupakan dadih susu sapi dengan formula terbaik.
Formula tersebut menunjukkan nilai pH, total asam tertitrasi, kadar air/total
padatan, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, serta kadar karbohidrat berturutturut sebesar 4,46, 1,52%, 72,13% / 27,87%, 0,75%, 4,75%, 3,83%, serta 18,54%,
sementara untuk total BAL sebesar 2,6 x108 – 3 x 109 CFU/ml. Berdasarkan
takaran saji dadih susu sapi yaitu 125 gr/cup, maka diperoleh % AKG untuk
lemak dan protein masing-masing sebesar 8%, sedangkan untuk karbohidrat serta
kalori masing-masing sebesar 7%. Penentuan kapasitas produksi diasumsikan

berdasarkan target pasar 0,5% dari Total Available Market. Mengacu kepada
kapasitas produksi, takaran saji, serta asumsi-asumsi yang menghasilkan biaya
tenaga kerja, biaya overhead, dan biaya bahan baku, maka didapatkan Biaya
Produksi dadih susu sapi sebesar Rp 2.928,-/cup.
Kata kunci : Dadih, Susu Sapi, Formula, Biaya Produksi.

ABSTRACT
AFIF TUNGGUL PRADIPTA. Cow Milk Dadih Product Development.
Supervised by ERLIZA HAMBALI and AJI HERMAWAN.
The limitedness of buffalo milk as raw material and lack of hygiene in
production process become several factors that inhibit the acceptance of
traditional dadih. Dadih production by using cow milk as raw material and
specific lactic acid bacteria (LAB) is one of the solution to overcome these
obstacles. Iteration hedonic test results indicated that formula with ratio between L.
casei & B. longum of 1:5 (3%), 8% usage of cornstarch as thickening agent, and
25% usage of flavouring agent, are the best formula of cow milk dadih. The best
formula showed that pH value, total acid, water content/total solid, ash content, fat
content, protein content, and carbohydrate content, respectively for 4,46, 1,52%,
72,13% / 27,87%, 0,75%, 4,75%, 3,83%, and 18,54%, while for total LAB as big
as 2,6 x108 – 3 x 109 CFU/ml. Based on cow milk dadih servings : 125gr/cup,

obtained that % Recommended Dietary Allowances (RDA) for fat and protein are
similar by 8%, whereas for carbohydrates and calories, similar by 7%. The
determination of production capacity was assumed based on the target market that
is 0,5% of Total Available Market. Refers to production capacity, serving size,
labor costs, overhead costs, and the raw material costs, the production cost of cow
milk dadih was Rp 2.928,-/cup.
Key words : Dadih, Cow Milk, Formula, Production Cost.

©Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

PENGEMBANGAN PRODUK DADIH SUSU SAPI

AFIF TUNGGUL PRADIPTA


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judu\ Skripsi: Pengembangan Produk Dadih Susu Sapi
Nama
: AfifTunggul Pradipta
NIM
: F34090129

D isetujui oleh


Dr Ir Aji Hermawan, MM
Pembimbing II

Prof Dr Erliza Hambali
Pembimbing I

Ketua Departemen

Tanggal Lulus: (

)

Judul Skripsi : Pengembangan Produk Dadih Susu Sapi
Nama
: Afif Tunggul Pradipta
NIM
: F34090129

Disetujui oleh


Prof Dr Erliza Hambali
Pembimbing I

Dr Ir Aji Hermawan, MM
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen

Tanggal Lulus: (

)

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia
dan rahmat-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penulis mengambil
tema Technopreneurship, dengan judul skripsi Pengembangan Produk Dadih Susu

Sapi yang telah dilakukan dari bulan Mei hingga September 2013.
Ucapan terimakasih serta penghargaan penulis ucapkan kepada
1. Ibu Prof Dr Erliza Hambali dan Bapak Dr Ir Aji Hermawan, MM selaku
dosen pembimbing atas perhatian dan bimbingannya selama ini.
2. Ibu Dr Endang Warsiki, STP, MSi selaku dosen penguji atas masukan
dan arahannya dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Ibu Sri Usmiati selaku peneliti Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pascapanen Pertanian Cimanggu atas bantuannya selama
ini.
4. Bapak Yudi selaku teknisi laboratorium mikrobiologi Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Cimanggu atas
bantuannya selama ini.
5. Ayahanda Dr Ir Agus Nurudin dan Ibunda Ir Tinuk A Damayanti serta
Meutia Septiani SE atas doa, dukungan dan perhatiannya selama ini.
6. Keluarga besar TIN 46 atas kenangan manisnya selama ini.
7. Seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013


Afif Tunggul Pradipta

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Tujuan Penelitian

2

METODE

2

Waktu dan Tempat Penelitian

2

Bahan dan Alat

2

Metodologi Penelitian


3

HASIL DAN PEMBAHASAN

8

Hasil Pengujian Masalah (Test The Problem)

8

Identifikasi Formula Dadih Susu Sapi Terbaik

8

Analisis Mutu Dadih Susu Sapi Terpilih

15

Identifikasi Nutrisi Produk


16

Analisis Biaya Produksi

19

SIMPULAN DAN SARAN

24

Simpulan

24

Saran

25

DAFTAR PUSTAKA

25

LAMPIRAN

27

RIWAYAT HIDUP

34

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Perbandingan biaya kebutuhan bahan pengental
Kandungan proksimat dadih susu sapi
Persentase AKG dadih susu sapi
Variabel asumsi
Perincian kebutuhan investasi
Proses produksi pengolahan kultur/starter dadih
Proses produksi pengolahan produk dadih susu sapi
Komposisi modal kerja (biaya overhead & biaya produksi)
Perhitungan Biaya Produksi

13
17
17
19
20
22
22
23
24

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Diagram metode pengembangan produk dadih susu sapi
Diagram alir pembuatan dadih susu sapi versi awal
Grafik uji hedonik 1
Grafik uji hedonik 2 (dadih plain)
Grafik uji hedonik 2 (dadih rasa)
Grafik uji hedonik 3 (dadih plain)
Grafik uji hedonik 3 (dadih rasa)
Grafik uji hedonik 4

3
5
9
10
10
11
12
14

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Metode analisis
Hasil uji hedonik terhadap formulasi 1
Hasil uji lanjut Duncan terhadap formulasi 2
Hasil uji lanjut Duncan terhadap formulasi 3
Hasil uji lanjut Duncan terhadap formulasi 4

27
30
31
32
33

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Dadih merupakan susu fermentasi asli dari daerah Sumatera Barat berwarna
putih dengan konsistensi agak kental menyerupai tahu. Dadih secara tradisional
dibuat dari susu kerbau yang ditempatkan dalam bambu dan ditutup dengan daun
pisang yang dilayukan, dan dibiarkan terfermentasi secara alamiah pada suhu
ruang selama 48 jam (Sughita 1995). Fermentasi terjadi dengan mengandalkan
mikroba yang ada di alam atau tanpa menggunakan starter tambahan (Rahman et
al. 1992). Mikroba yang diisolasi dari dadih diperkirakan berasal dari daun pisang
sebagai penutup wadah bambu, susu kerbau, dan wadah bambu itu sendiri pada
saat disiapkan (Naiola 1995).
Keterbatasan susu kerbau yang diproduksi di Indonesia, menyebabkan dadih
sulit untuk berkembang dalam hal skala produksinya. Umur simpan dan
kurangnya penerimaan konsumen juga merupakan faktor penghambat terhadap
proses edukasi masyarakat terhadap minuman susu fermentasi tradisional ini.
Kedua faktor tersebut disebabkan oleh kurang higienis serta tidak terkontrolnya
mikroba yang digunakan dalam proses pembuatan dadih tradisional. Hal tersebut
membuat dadih tradisional tidak dapat diproduksi secara konstan, terutama dalam
segi aroma, rasa, warna, tekstur, serta umur simpan yang relatif singkat.
Pembuatan dadih susu sapi dengan Lactobacillus casei dan Bifidobacterium
longum merupakan salah satu alternatif solusi untuk mengatasi hambatanhambatan tersebut, dengan cara mensubstitusi bahan baku, merubah metode
proses sehingga lebih aseptik, serta menggunakan bakteri asam laktat spesifik,
agar dadih tersebut dapat lebih mudah diterima konsumen.
Metode dalam pengembangan produk ini merupakan metode action
research (penelitian tindakan). Menurut Madya (2006), metode action research
merupakan penelitian yang bertujuan untuk memperbaiki suatu permasalahan
dengan melakukan tindakan yang didasari pada umpan balik (feedback) dan bukti
(evidence) dari responden yang diuji, serta evaluasi atas aksi sebelumnya dan
situasi yang terjadi pada saat ini. Hal tersebut yang menjadikan pengembangan
produk akan lebih mudah dilakukan, jika dibandingkan dengan menggunakan
metode penelitian konvensional yang bersifat subyektif terhadap peneliti dan
cenderung menerka-nerka dalam membuat formulasi produk. Metode action
research yang sifatnya obyektif terhadap responden, akan banyak membantu
dalam memberikan data terkini yang akurat mengenai permasalahan dan
kebutuhan yang dialami responden untuk dijadikan sebagai dasar dalam
melakukan formulasi produk. Responden tentunya akan lebih cepat dalam
menerima dadih susu sapi yang diujikan kepada mereka, karena dadih susu sapi
tersebut diformulasikan sesuai dengan permasalahan dan kebutuhan yang dialami
oleh responden.
Penelitian terdahulu yang sebelumnya telah dilakukan oleh Suprihanto
(2009) dan Setiawan (2010) dapat dijadikan sebagai awalan dalam pengembangan
produk ini, terutama dalam aspek penggunaan rasio kultur terbaik dalam membuat
dadih susu sapi. Penelitian yang dilakukan Suprihanto (2009) menyebutkan bahwa
dadih dengan rasio kultur terbaik dalam uji hedonik yang dilakukan terhadap

2
responden, merupakan kultur dengan perbandingan 2:1 antara Latobacillus casei
dengan Bifidobacterium longum dalam aspek warna, rasa, aroma, dan penerimaan
umum. Rasio tersebut juga memiliki ketahanan yang baik dalam uji ketahanan
dalam garam empedu dan pH rendah. Berbeda halnya dengan penelitian Setiawan
(2010) yang menyebutkan bahwa rasio kultur terbaik adalah 1:5 antara L. casei
dengan B. longum dalam berbagai aspek yang kurang lebih sama dengan yang
diperoleh Suprihanto (2009). Meskipun kedua rasio kultur tersebut disebut
sebagai rasio kultur terbaik, tingkat penerimaan responden (konsumen) terhadap
keduanya dalam uji hedonik terbilang masih cukup rendah terutama dalam aspek
rasa. Pengembangan produk dadih susu sapi ini akan dilakukan dengan
membandingkan kedua rasio kultur tersebut dengan beberapa rasio kultur lainnya,
agar didapatkan rasio kultur yang paling diterima oleh responden/ calon
konsumen.

Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan, tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Mendapatkan penerimaan panelis/responden terhadap dadih susu sapi
dari produk model awal hingga produk model yang diterima oleh
responden, dengan menggunakan metode action research.
2. Mendapatkan formula dadih susu sapi terbaik berdasarkan komentar dan
saran dari responden.
3. Mendapatkan standar mutu, Angka Kecukupan Gizi, serta Biaya
Produksi dari formula dadih susu sapi terbaik.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium DIT, Laboratorium Bioindustri,
serta Laboratorium Instrumen, Kampus IPB Dramaga Bogor mulai dari bulan Juni
2013 hingga September 2013.

Bahan dan Alat
Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini yaitu susu sapi
pasteurisasi, susu skim bubuk dan cair, yeast extract, Carboxymethyl Cellulose
(CMC), de Mann Rogosa Sharpe Broth (MRSB), de Mann Rogosa Sharpe Agar
(MRSA), kultur BAL (Lactobacillus casei & Bifidobacterium longum) dari hasil
isolasi dadih susu kerbau yang dilakukan Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pascapanen Pertanian, akuades, dan alkohol 70%, sedangkan

3
peralatan yang digunakan yaitu autoklaf, refrigerator, bunsen, inkubator, neraca
analitik, mixer, dan alat-alat gelas.

Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan metode
action research. Metode action research adalah suatu bentuk penelitian yang
langkah-langkahnya meliputi perencanaan (planning) berupa pengujian masalah
dan penentuan formula dadih susu sapi model awal, pelaksanaan (acting) berupa
pembuatan dadih susu sapi versi awal, pengamatan (monitoring) dan
refleksi/penilaian (reflecting) berupa tes konsumen/uji organoleptik, seperti yang
tampak pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram metode pengembangan produk dadih susu sapi

4
Pengujian Masalah (Test The Problem)
Tahap perencanaan pengembangan produk didasari oleh hasil dari pengujian
masalah yang dimiliki oleh calon konsumen. Pengujian masalah dilakukan dengan
memilih 30 responden yang dianggap sebagai segmen konsumen dadih susu sapi
(pria dan wanita usia 10-60 tahun), serta membuat pertanyaan untuk melakukan
wawancara terhadap 30 responden tersebut. Masalah yang diperoleh dari
responden tersebut mendasari perencanaan proses pengembangan produk ini.
Penentuan Formula Dadih Susu Sapi Model Awal (Tahap Perencanaan)
Penentuan formula diawali dengan pemilihan jenis bakteri yang dianggap
mampu menghasilkan dadih dari susu sapi dengan tingkat penerimaan uji hedonik
tertinggi. Mikroorganisme yang digunakan pada penelitian ini adalah L. casei dan
B. longum. Penggunaan kedua jenis bakteri ini berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Suprihanto (2009). Berdasarkan penilaian yang diberikan para
panelis dalam penelitian Suprihanto (2009), secara umum dadih yang
mendapatkan rataan nilai tertinggi adalah dadih susu sapi yang menggunakan
formula starter L. casei dan B. longum dengan rasio 2:1. Rataan nilai tinggi yang
diperoleh formula starter kedua bakteri tersebut berasal dari tingkat kesukaan
panelis terhadap warna, aroma, dan rasa dari dadih yang dihasilkan. Oleh karena
itu, metode proses yang dipilih juga merupakan metode yang diterapkan oleh
Suprihanto (2009) agar dadih susu sapi yang dihasilkan sesuai dengan formula
starter bakteri yang digunakan. Metode tersebut dapat dilihat pada Gambar 2 dan
akan dijelaskan pada Subbab Pembuatan Dadih Susu Sapi Versi Awal.
Aspek lainnya yang mampu mempengaruhi kualitas dari susu fermentasi,
khususnya dadih susu sapi, merupakan pemilihan kemasan yang akan digunakan
untuk membantu meningkatkan umur simpan dari produk tersebut. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Sari (2009), dadih susu sapi yang dikemas dalam
cup plastik pp mempunyai daya tahan hingga 24 hari jika disimpan pada suhu
dingin (refrigerator) dan hingga 8 hari pada suhu ruang. Keunggulan lainnya dari
kemasan ini berupa tingkat kemudahan mengkonsumsi dadih susu sapi di
dalamnya.

5

Gambar 2 Diagram alir pembuatan dadih susu sapi versi awal (Suprihanto 2009)

6
Pembuatan Dadih Susu Sapi Versi Awal (Tahap Pelaksanaan)
Persiapan dan Perbanyakan Kultur BAL
Persiapan kultur bakteri asam laktat dilakukan dengan menyiapkan 3 ml
masing-masing kultur BAL (Lactobacillus casei & Bifidobacterium longum) dari
biakan MRSB yang berjumlah 10 ml. Perbanyakan kultur BAL dilakukan dengan
menyiapkan media MRSB yang disterilkan menggunakan autoklaf, lalu
dilanjutkan dengan formulasi kultur sebesar 30%, sehingga kultur BAL sebanyak
3 ml diinokulasikan secara aseptis pada media MRSB steril sebanyak 7 ml
kemudian diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 370C.
Kultur Kerja BAL pada Media Susu
Kultur yang telah diperbanyak diinokulasikan 30% ke dalam media susu
sapi skim cair, dengan penambahan 1% ekstrak yeast yang sudah disterilkan
(kultur induk). Kultur yang telah diinokulasi secara aseptis diinkubasikan selama
24 jam pada suhu 370C. Hasil kultur induk tersebut kemudian diambil sebanyak
3% (dari susu steril yang digunakan untuk kultur kerja) untuk diinokulasikan ke
dalam media susu sapi skim steril dan diinkubasikan selama 24 jam pada suhu
370C (kultur kerja).
Penggunaan Persentase Kultur Kerja BAL Sebanyak 3%
Penggunaan persentase starter BAL pada penelitian ini dilakukan dengan
membuat dadih susu sapi yang ditambahkan dua jenis starter BAL sebanyak 3%,
dengan rasio 2:1 untuk Lactobacillus casei : Bifidobacterium longum. Penggunaan
rasio tersebut sesuai dengan hasil penelitian Suprihanto (2009) seperti yang telah
disebutkan sebelumnya.
Toning
Proses dilakukan dengan menyusutkan susu sapi hingga ¼ bagian dengan
cara dipanaskan pada rentang suhu 60-730C selama kurang lebih 1 jam. Toning
berfungsi untuk meningkatkan total padatan pada susu sapi sehingga menyerupai
susu kerbau, serta berfungsi untuk mematikan mikroorganisme patogen dalam
susu tersebut.
Homogenisasi
Homogenisasi dilakukan untuk menghomogenkan CMC dan susu skim
dengan susu sapi yang berfungsi untuk mengefisienkan proses toning, agar proses
peningkatan total padatan pada susu sapi lebih cepat diperoleh. Proses ini
dilakukan dengan menggunakan mixer.
Fermentasi dalam Cup
Fermentasi dilakukan dalam kemasan cup plastik PP sebanyak 150 ml dan
difermentasi pada suhu ruang (270C) selama 48 jam. Penggunaan cup plastik PP
berfungsi untuk meningkatkan umur simpan, sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Sari (2009).

7
Tes Konsumen (Tahap Pengamatan dan Penilaian)/Uji Organoleptik
(Soekarto 1985)
Uji organoleptik berupa uji hedonik dan uji pembanding terhadap minimal
30 orang responden atau panelis tidak terlatih dijadikan sebagai acuan untuk
melakukan pengamatan dan penilaian terhadap penerimaan dadih susu sapi model
awal. Uji hedonik dilakukan dengan 5 (lima) skala hedonik, yaitu sangat suka (5),
suka (4), netral (3), tidak suka (2), dan sangat tidak suka (1). Parameter yang
diujikan meliputi atribut, warna, aroma, tekstur, rasa, dan keseluruhan (overall).
Data hasil uji organoleptik dianalisis secara statistik menggunakan analisis ragam
(ANOVA) dengan uji lanjut Duncan. Uji kesukaan akan dilakukan terhadap setiap
formula dadih susu sapi yang dihasilkan. Pengujian organoleptik akan terus
dilakukan hingga hasil pengujian menunjukkan formula dadih susu sapi terbaru
dapat diterima dengan baik oleh panelis/responden. Tes konsumen berfungsi
untuk mendapatkan tingkat penerimaan dadih susu sapi yang telah dibuat, serta
yang berguna sebagai acuan dalam melakukan formulasi dadih susu sapi
selanjutnya.

Analisis Mutu Dadih Susu Sapi
Dadih susu sapi dengan formula yang dinilai telah diterima oleh
konsumen/responden akan dianalisis sifat kimia dan aspek mikrobiologisnya
melalui analisis berupa nilai pH, total asam tertitrasi, serta total bakteri asam
laktat. Prosedur analisis tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1.

Identifikasi Nutrisi Produk
Identifikasi nutrisi produk (Nutrition Fact) yang dilakukan berupa uji
proksimat produk, yaitu uji protein, kadar lemak, kadar air/ total padatan, kadar
abu, kadar karbohidrat dan uji AKG (Angka Kelengkapan Gizi). Prosedur analisis
identifikasi nutrisi produk dapat dilihat pada Lampiran 1.

Analisis Biaya Produksi
Perhitungan finansial dilakukan untuk menentukan Biaya Produksi sehingga
dapat ditentukan harga jual produk yang tepat sebelum dipasarkan. Perhitungan
finansial dilakukan dengan merinci biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan
biaya overhead, sesuai dengan asumsi kapasitas produksi per waktu yang
dibutuhkan dalam setahun. Asumsi kapasitas produksi tersebut dilakukan
berdasarkan target yang ingin diraih dari Total Available Market (TAM) dari susu
fermentasi. Ketiga rincian biaya tersebut akan menunjukkan total biaya yang
dibutuhkan dalam setahun, sehingga Biaya Produksi akan didapatkan dengan
melakukan pembagian antara total biaya dengan kapasitas produksi yang
dihasilkan dalam setahun.

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pengujian Masalah (Test The Problem)
Berdasarkan 30 responden yang dianggap sebagai segmen konsumen dadih
susu sapi, kebanyakan responden di usia remaja (10-15 tahun) lebih menyukai
makanan dan minuman dengan rasa manis, sedangkan responden berusia 45 tahun
ke atas cenderung sulit merubah kebiasaan pola makan mereka dan tidak terlalu
memikirkan untuk memiliki tubuh yang ideal. Hal tersebut merubah segmen
konsumen dadih susu sapi yang sebelumnya berusia 10-60 tahun, menjadi berusia
16-45 tahun. Permasalahan yang sering muncul dari kebanyakan responden adalah
nyeri lambung atau diare apabila mengkonsumsi yoghurt secara berlebih dan rasa
asam yoghurt yang juga berlebihan. Selain disebabkan oleh konsumsi berlebih
dan rasa asam tersebut, penyebab diare saat mengkonsumsi yoghurt juga dapat
disebabkan karena probiotik dalam yoghurt yang kurang cocok dalam sistem
pencernaan responden. Wapodo (2004) menyebutkan bahwa probiotik galur lokal
Indonesia lebih mampu beradaptasi bagi tubuh orang Indonesia serta mampu
menekan jumlah bakteri yang tidak diinginkan. Hal ini yang mendasari
pengembangan produk dadih susu sapi akan dibuat dari probiotik galur lokal yang
diisolasi langsung dari dadih tradisional. Pengurangan rasa asam berlebih menjadi
rasa yang cenderung agak asam/agak manis juga akan dilakukan bersamaan
dengan penentuan takaran saji yang dianggap tepat oleh responden (berkisar
antara 100-150 mL).
Masalah lain yang muncul dari responden yang ingin memiliki tubuh ideal,
namun masih terkendala pola makan berlebih atau gizi yang tidak seimbang dari
makanan yang mereka konsumsi, terutama bagi responden dengan aktivitas padat
yang tidak sempat memilah makanan yang baik untuk kesehatannya. Responden
menyebutkan bahwa dengan mengkonsumsi yoghurt dalam bentuk cair masih
belum mampu menekan nafsu makan mereka karena tidak mengenyangkan,
sehingga pola makan berlebih masih belum dapat diatasi. Hal tersebut menjadikan
yoghurt sebagai makanan sekunder atau tersier bagi responden. Solusi untuk
masalah tersebut adalah menawarkan dadih susu sapi dengan tekstur padat,
sehingga diharapkan mampu mengenyangkan dan dianggap sebagai makanan diet
yang dikonsumsi sehari-hari dan mampu menjaga berat tubuh ideal.
Identifikasi Formula Dadih Susu Sapi Terbaik
Proses identifikasi formula terbaik dilakukan dengan membuat dadih susu
sapi menggunakan beberapa jenis formula, baik berdasarkan hasil penelitian
sebelumnya maupun berdasarkan trial and error. Pembuatan dadih susu sapi
pertama dilakukan dengan menggunakan formula terbaik menurut hasil penelitian
Suprihanto (2009). Suprihanto (2009) menyebutkan bahwa dadih susu sapi terbaik
dihasilkan dengan menggunakan perbandingan kultur bakteri antara Lactobacillus
casei dan Bifidobacterium longum sebesar 2:1. Formula tersebut digunakan untuk
membuat dadih susu sapi pertama dan dilakukan sedikit modifikasi proses pada
suhu fermentasi dadih tersebut. Fermentasi dadih yang dilakukan Suprihanto
(2009), dilakukan pada suhu ruang (270C) dimodifikasi menjadi 370C. Tujuan

9
diubahnya suhu fermentasi ini adalah untuk mengoptimalkan kinerja kultur
bakteri dalam melakukan fermentasi susu tersebut. Widodo (2003) menyebutkan
bahwa Lactobacillus casei tumbuh optimum pada suhu 370C, sama halnya dengan
suhu optimum Bifidobacterium longum yang menurut Shah (2007) berkisar antara
37-410C. Hasil uji hedonik pertama dapat dilihat pada Gambar 3 berikut.

Gambar 3 Grafik uji hedonik 1
Gambar 3 menunjukkan bahwa modifikasi proses terhadap suhu fermentasi
seharusnya tidak dilakukan. Hal tersebut berdasarkan tingkat kesukaan responden
yang sangat minim karena nilai yang ditunjukkan hanya berkisar antara sangat
tidak suka dan tidak suka terhadap kelima parameter yang diujikan seperti yang
dapat dilihat pada Lampiran 2. Modifikasi suhu fermentasi justru menghasilkan
dadih susu sapi yang over fermented/wheying off. Kesalahan tersebut disebabkan
karena semakin optimalnya suhu fermentasi maka susu sapi yang difermentasi
tersebut juga semakin cepat terfermentasi. Hal ini menjelaskan bahwa dadih susu
sapi tersebut seharusnya sudah dipanen sebelum 48 jam fermentasi, tidak seperti
penelitian yang dilakukan oleh Suprihanto (2009) yang menggunakan suhu ruang.
Pembuatan dadih susu sapi dengan formula hasil penelitian Suprihanto (2009)
belum dapat dianggap tidak diterima oleh panelis, karena faktor yang
menyebabkan dadih tersebut over fermented/wheying off adalah adanya suhu
fermentasi yang tidak sesuai.
Pembuatan dadih susu sapi selanjutnya dilakukan dengan merujuk kepada
formula hasil penelitian Suprihanto (2009) dan Setiawan (2010), serta beberapa
formula acak lainnya. Formula tersebut terdiri dari rasio antara kultur
Lactobacillus casei dan Bifidobacterium lingum sebesar 2:1 (Suprihanto 2009),
1:5 (Setiawan 2010), 1:2, 5:1, dan 1:1. Pemilihan rasio 1:2, 5:1, dan 1:1 dilakukan
agar perbedaan antara satu rasio kultur dengan rasio kultur lainnya cukup
signifikan, sehingga dadih yang dihasilkan juga dapat lebih mudah dibedakan
parameter hedoniknya oleh para responden. Kelima formula tersebut diterapkan
masing-masing pada dadih plain dan dadih rasa yang menggunakan sirup
strawberry sebagai penambah rasanya sejumlah 5% dari dadih tersebut. Uji
hedonik kedua dilakukan terhadap kelima hasil formulasi yang hasilnya dapat

10
dilihat pada Gambar 4 untuk uji hedonik terhadap dadih plain dan Gambar 5
untuk uji hedonik terhadap dadih rasa.

Gambar 4 Grafik uji hedonik 2 (dadih plain)

Gambar 5 Grafik uji hedonik 2 (dadih rasa)
Hasil uji hedonik secara keseluruhan menunjukkan bahwa dadih plain
dengan formula terbaik ditunjukkan oleh formula kultur 5:1 dari lima aspek yang
diujikan, serta berbeda nyata terhadap formula lainnya. Hal sebaliknya justru
ditunjukkan oleh dadih strawberry yang menunjukkan bahwa formula dadih
strawberry terbaik dihasilkan oleh formula yang merupakan hasil dari penelitian
Setiawan (2010), yaitu kultur dengan rasio 1:5, yang berbeda nyata dengan
seluruh formula lainnya dari empat aspek yang diujikan, selain aspek tekstur yang

11
tidak berbeda nyata dengan rasio kultur 1:1. Hasil uji tersebut dapat dilihat pada
Lampiran 3.
Merujuk kepada hasil uji hedonik kedua tersebut, maka formula terpilih
untuk dadih plain yaitu dengan rasio L. casei : B. longum sebesar 5:1 dan untuk
dadih rasa sebesar 1:5. Penambahan essence berupa essence mint dan sirup
fruktosa diberikan kepada dadih plain untuk mengurangi aroma amis serta
aftertaste pahit yang selalu timbul saat responden menguji dadih plain tersebut.
Dadih plain kembali dibuat menggunakan formula terpilih untuk membandingkan
kadar penambahan sirup fruktosa yang paling disukai oleh panelis, yaitu dengan
kadar 1%, 2%, 3%, 4% (v/v). Penambahan essence disama-ratakan sebanyak dua
tetes untuk masing-masing kadar sirup fruktosa yang diberikan.
Perlakuan juga dilakukan terhadap masing-masing dadih rasa berupa
penambahan sirup fruktosa dengan kadar 1%, 2%, 3%, 4%, dan 5% (v/v), namun
menggunakan formula terpilihnya sendiri yaitu 1:5. Penambahan essence mint
tidak dilakukan karena aroma amis yang dihasilkan oleh dadih dapat ditutupi oleh
aroma yang dihasilkan oleh sirup strawberry yang diberikan. Hasil uji hedonik 3
dapat dilihat pada Gambar 6 untuk uji hedonik terhadap dadih plain dan Gambar 7
untuk uji hedonik terhadap dadih rasa.

Gambar 6 Grafik uji hedonik 3 (dadih plain)

12

Gambar 7 Grafik uji hedonik 3 (dadih rasa)
Uji hedonik menunjukkan bahwa kadar sirup fruktosa yang paling disukai
pada parameter warna, aroma, dan overall dari dadih plain adalah sebesar 2%.
Parameter tekstur dan rasa yang paling disukai oleh respoden merupakan dadih
plain dengan kadar fruktosa sebesar 3%. Hasil tersebut masih belum mewakili
tingkat kesukaan responden terhadap dadih plain terutama pada parameter aroma
dan rasa. Hal ini dikarenakan meskipun diperoleh hasil yang mampu
menunjukkan formula mana yang terbaik, tingkat penerimaan responden terhadap
aroma masih tergolong netral/biasa saja sedangkan tingkat penerimaan responden
terhadap rasa masih tergolong tidak suka. Tingkat penerimaan yang rendah
terhadap aroma dan rasa tersebut kemungkinan besar diakibatkan oleh
penggunaan essence mint yang tidak sesuai dengan susu fermentasi, khususnya
dadih. Responden menyebutkan bahwa aroma dan rasa dari essence mint yang
dihasilkan terlalu kuat, sehingga aroma dan rasa dadih plain itu sendiri tidak dapat
teridentifikasi atau diuji. Hasil uji hedonik secara keseluruhan menunjukkan
bahwa dadih plain dengan masing-masing kadar sirup fruktosa saling berbeda
nyata satu sama lain, seperti yang ditunjukkan pada Lampiran 4.
Uji hedonik terhadap dadih rasa menunjukkan bahwa dadih rasa yang
paling disukai dari kelima parameter yang diujikan merupakan dadih rasa dengan
kadar fruktosa sebesar 5%. Hal ini menunjukkan bahwa para responden memang
lebih menyukai susu fermentasi (dadih) dengan kadar gula yang tinggi, atau
memiliki rasa agak asam atau agak manis seperti hasil pengujian masalah yang
telah disebutkan sebelumnya. Hasil uji hedonik menunjukkan bahwa dadih rasa
dengan masing-masing kadar fruktosa saling berbeda nyata satu sama lain. Masih
terdapatnya aftertaste pahit baik dari dadih plain serta dadih rasa yang telah
ditambahkan sirup fruktosa, menjadi kendala terbesar dalam proses penerimaan
dadih oleh responden.
Pembuatan dadih berikutnya dilakukan dengan menggunakan rasio antara
Lactobacillus casei dengan Bifidobacterium Longum sebesar 1:5 baik dalam
pembuatan dadih rasa maupun dadih plain. Hal ini dilakukan karena dengan

13
berbedanya rasio kultur dinilai kurang efektif dalam pembuatan dadih, serta rentan
terjadinya kesalahan penggunaan rasio kultur. Rasio 1:5 dipilih karena rasio ini
hanya setingkat di bawah rasio 5:1 untuk pembuatan dadih plain dalam sebagian
besar aspek yang diujikan pada uji hedonik, serta merupakan rasio terbaik pada
dadih rasa. Lain halnya dengan rasio kultur 5:1 yang hanya menjadi formula
terbaik pada dadih plain, namun menjadi formula terburuk untuk dadih rasa dari
kelima aspek yang diujikan dalam uji hedonik.
Kendala terbesar berupa aftertaste pahit yang masih terdapat pada dadih
yang telah ditambahkan fruktosa, menjadi alasan dilakukannya formulasi
selanjutnya. Formulasi ini tidak menyangkut pada aspek kultur bakteri, melainkan
dari aspek bahan pengental susu yang digunakan. CMC dan susu skim bubuk
yang digunakan dinilai menjadi penyebab adanya aftertaste pahit yang digunakan.
Kedua bahan pengental yang digunakan baik pada penelitian Suprihanto (2009)
maupun Setiawan (2010) ini juga dinilai menjadi bahan baku yang cukup tinggi
harganya. Bahan pengental yang digunakan untuk mensubtitusi CMC dan susu
skim adalah tepung maizena. Formulasi selanjutnya dilakukan untuk mengetahui
rasio penggunaan tepung maizena yang tepat agar memiliki kemampuan
mengentalkan susu yang sama seperti CMC dan susu skim bubuk. Rasio
penggunaan tepung maizena awal sebesar 4%, merujuk kepada penggunaan CMC
sebesar 1% dan susu skim bubuk sebesar 3%. Penggunaan tepung maizena dengan
rasio tersebut ternyata tidak mampu menghasilkan susu dengan tingkat kekentalan
yang sama dengan susu yang dikentalkan oleh CMC dan susu skim bubuk.
Penambahan rasio penggunaan tepung maizena dilakukan pada rasio 6%, 8%, dan
10% (b/v), yang menunjukkan bahwa rasio sebesar 8% merupakan rasio terbaik.
Rasio 8% disebut sebagai rasio penggunaan tepung maizena terbaik karena rasio
tersebut menghasilkan susu dengan konsistensi yang kurang lebih sama dengan
konsistensi yang dihasilkan oleh CMC dengan rasio 1%. Formula dadih dengan
menggunakan bahan pengental berupa tepung maizena tersebut juga terbukti
mampu menghilangkan aftertaste pahit yang sebelumnya timbul akibat
penggunaan CMC dan susu skim bubuk. Penggunaan tepung maizena sebagai
bahan substitusi CMC dan susu skim bubuk juga terbukti mampu mengurangi
biaya bahan baku yang akan dihitung dalam Biaya Produksi, meskipun rasio
tepung maizena yang digunakan jauh lebih besar dibandingkan rasio penggunaan
CMC dan susu skim bubuk. Perbandingan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1
berikut.
Tabel 1 Perbandingan biaya kebutuhan bahan pengental
Formulasi
1
2

Bahan Baku

Harga/100 gr Kebutuhan/produksi (1L) Biaya/produksi Total Biaya

CMC
Rp
Susu skim bubuk Rp
Tepung Maizena Rp

15.000
9.000
1.260

10 gr
30 gr
80 gr

Rp
Rp
Rp

1.500
2.700
1.008

Rp 4.200
Rp 1.008

Formulasi dilanjutkan dengan penentuan rasio perisa pasta (blueberry &
strawberry). Perisa pasta ini akan mensubtitusi sirup yang sebelumnya digunakan
untuk memberikan rasa pada dadih. Alasan disubtitusinya sirup ini dikarenakan
sirup tidak mampu mempertahankan warnanya pada waktu yang lama setelah
ditambahkan pada dadih, sehingga hanya mampu mempertahankan aspek rasanya

14
saja. Harga yang juga lebih mahal dibandingkan perisa pasta menjadi salah satu
faktor lain yang dijadikan sebagai alasan proses subtitusi sirup tersebut.
Dadih rasa akan dilakukan uji hedonik kembali dengan menggunakan rasio
perisa pasta sebesar 75%, 50%, 25%, dan 12,5 % (v/v). Hasil uji hedonik keempat
dapat dilihat pada Gambar 8 sebagai berikut.

Gambar 8 Grafik uji hedonik 4
Uji hedonik menunjukkan bahwa rasio perisa pasta yang paling disukai dari
aspek warna, tekstur, rasa, dan nilai secara menyeluruh (overall), adalah rasio
pasta sebesar 25% yang berbeda nyata dengan rasio penggunaan perisa pasta
lainnya. Lain halnya dengan aspek aroma yang menunjukkan bahwa rasio perisa
pasta terbaik merupakan rasio penggunaan pasta sebesar 75%. Hal ini disebabkan
semakin besar rasio perisa pasta yang digunakan, maka aroma dari perisa pasta
tersebut juga semakin kuat. Faktor tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar
responden lebih menyukai aroma perisa pasta yang kuat dibandingkan dengan
aroma yang muncul dari dadih itu sendiri. Terlepas dari hal tersebut, rasio perisa
pasta terpilih tetap rasio pasta dengan penggunaan sebesar 25%, karena rasio
tersebut juga mampu menghasilkan penilaian yang baik oleh para responden pada
aspek aroma. Hasil uji hedonik dapat dilihat pada Lampiran 5.
Hasil uji hedonik keempat ini dianggap sebagai hasil akhir dari proses
formulasi dadih untuk konsumen. Formula dadih susu sapi terpilih setelah
dilakukan iterasi sebanyak 3 kali merupakan dadih susu sapi dengan formula L.
casei : B. longum sejumlah 1:5, menggunakan pengental berupa tepung maizena
sebesar 8% dari susu yang digunakan, serta menggunakan perisa pasta dengan
rasio 25% tanpa adanya penambahan fruktosa. Penambahan fruktosa tidak
dilakukan karena terbukti tidak mampu untuk menghilangkan aftertaste pahit
yang ditimbulkan oleh CMC. Ditentukannya hasil uji hedonik tersebut sebagai
hasil akhir, dikarenakan rata-rata dari kelima aspek hedonik yang diujikan
menunjukkan nilai yang hampir menyentuh angka 4 atau dengan tingkat kesukaan
“suka” terutama pada aspek rasa yang agak manis/agak asam. Selain karena aspek

15
tersebut, kesukaan terhadap tekstur yang kental/padat juga berada di kisaran nilai
sebesar 3,5 yang berarti responden sudah cukup menyukai tekstur yang
ditawarkan oleh dadih susu sapi. Pengujian lanjutan berupa karakteristik fisikokimia dari dadih susu sapi sebagai standar Quality Control, serta analisis biaya
produksi untuk menentukan Biaya Produksi sudah dapat dilakukan.

Analisis Mutu Dadih Susu Sapi Terpilih
Nilai pH
Perubahan nilai pH yang terjadi pada dadih susu sapi terpilih merupakan
bukti dari adanya aktivitas bakteri asam laktat yang ada dalam produk tersebut.
Semakin lama waktu fermentasi yang dilakukan terhadap susu fermentasi, maka
nilai pH dari susu fermentasi tersebut juga semakin rendah. Hal tersebut
disebabkan karena semakin lama waktu fermentasi berlangsung, maka semakin
banyak laktosa dan kasein yang diubah menjadi asam laktat. Miskiyah dan
Usmiati (2011) menyebutkan bahwa komponen susu yang paling berperan dalam
fermentasi adalah laktosa dan kasein yang terdapat dalam susu. Laktosa
digunakan sebagai sumber energi dan karbon yang nantinya akan diubah oleh
BAL menjadi asam laktat. Asam laktat tersebut menyebabkan keasaman dadih
susu sapi meningkat atau pH-nya menurun.
Hasil analisis menunjukkan bahwa pengukuran nilai pH yang dilakukan
secara duplo memiliki nilai rata-rata sebesar 4,46. Kisaran nilai pH tersebut masih
memenuhi standar SNI yogurt yang menyebutkan nilai pH minimal untuk yogurt
sebesar 3,4 dan dadih susu kerbau sebesar 4,1 (Yudoamijoyo et al. 1983). Nilai
tersebut menunjukkan bahwa dadih susu sapi terpilih memiliki nilai pH yang
sesuai dengan SNI.
Total Asam Tertitrasi
Sama halnya dengan nilai pH, total asam tertitrasi merupakan sifat kimia
dari produk susu fermentasi yang sangat dipengaruhi oleh adanya aktivitas bakteri
asam laktat di dalam susu fermentasi tersebut. Perbedaan yang paling mendasar
dari total asam dengan nilai pH adalah nilainya yang berbanding terbalik satu
sama lain. Apabila nilai pH menurun yang menunjukkan bahwa semakin asam
susu fermentasi tersebut, maka total asam justru semakin meningkat. Total asam
tertitrasi dipengaruhi oleh banyaknya asam laktat di dalam suatu produk susu
fermentasi, sehingga apabila semakin banyak asam laktat di dalamnya maka total
asam juga semakin meningkat.
Menurut BSN (1992), SNI untuk total asam dari yogurt adalah berkisar
antara 0,5% hingga 2% , sedangkan SNI untuk dadih sampai saat ini belum ada.
Apabila merujuk kepada total asam dadih tradisional yang memiliki nilai sebesar
1,42% (Sughita 1995), maka total asam dari dadih susu sapi terpilih masih cukup
berbeda dengan dadih tradisional. Nilai total asam tertitrasi dari dadih susu sapi
terpilih memiliki nilai rata-rata sebesar 1,52%. Kesalahan tampak terjadi pada
hasil tersebut karena nilai pH dan total asam tertitrasi dari dadih susu sapi terpilih
sama-sama lebih besar dibandingkan nilai pH dan total asam tertitrasi dari dadih
tradisional. Berdasarkan teori yang sebelumnya telah disebutkan bahwa nilai pH
berbanding terbalik dengan nilai total asam tertitrasi, maka seharusnya total asam

16
dari dadih susu sapi terpilih lebih rendah daripada total asam dadih tradisional.
Kesalahan ini mungkin disebabkan dari kesalahan saat pembuatan alkohol netral
yang cenderung masih bersifat asam saat digunakan untuk melarutkan sampel
dadih susu sapi, sehingga asam yang berada pada alkohol tersebut ikut terhitung
bersama dengan asam yang berasal dari dadih susu sapi. Terlepas dari hal tersebut,
nilai total asam dari dadih susu sapi terpilih tersebut masih sesuai dengan SNI
untuk yogurt yang berkisar antara 0,5% hingga 2%.
Total BAL
Penambahan BAL pada dadih susu sapi bertujuan untuk membuat dadih
susu sapi tersebut sebagai minuman probiotik, bukan hanya sebagai susu
fermentasi saja. Probiotik merupakan suplemen pangan yang berasal dari mikroba
hidup. Mikroba hidup tersebut berfungsi membantu kesehatan inangnya dalam
memperbaiki komposisi mikroba usus. Bakteri asam laktat yang bersifat probiotik
ini banyak digunakan sebagai suplemen pangan dengan berbagai manfaat
kesehatan (Susanti et al. 2007). Pengukuran total BAL sangat penting untuk
menentukan dadih susu sapi terpilih ini merupakan minuman probiotik atau bukan.
Untuk menentukan hal tersebut, dadih susu sapi harus mengandung setidaknya
mikroba probiotik sebanyak 106-108 CFU/ml atau 108-1010 CFU/gr (preparat
kering) (Suryono 2003). Total BAL yang ada pada dadih susu sapi terpilih setelah
disimpan selama 7 hari dalam cup plastik pp berjumlah 108-109 CFU/ml. Hal
tersebut menunjukkan bahwa dadih susu sapi tersebut dapat dikategorikan sebagai
minuman probiotik yang memiliki berbagai manfaat seperti produk probiotik
lainnya.
Jumlah serta pertumbuhan BAL yang terdapat dalam dadih dipengaruhi oleh
kandungan gizi, suhu, air, dan tersedianya oksigen selama proses fermentasi
(Buckel et al. 1987). Cup plastik pp yang digunakan sebagai bahan pengemas
selama proses fermentasi dan penyimpanan untuk dadih seperti yang dilakukan
oleh Sari (2009), sangat membantu dalam aspek mencegah terjadinya kematian
pada BAL. Menurut Miskiyah dan Broto (2011), cup plastik pp memiliki
permeabilitas rendah terhadap oksigen. Jumlah oksigen perlu dikurangi selama
proses fermentasi dan penyimpanan karena oksigen mampu menimbulkan
terbentuknya hidrogen peroksida. Hidrogen peroksida tersebut tidak mampu
dirombak oleh bakteri probiotik. Jumlah hidrogen peroksida yang terlalu banyak
dapat menimbulkan kematian sel. Semakin banyak oksigen dalam lingkungan
fermentasi ataupun penyimpanan dadih, maka semakin banyak pula BAL yang
mati akibat hidrogen peroksida yang terbentuk. Hal tersebut menjelaskan bahwa
jumlah BAL dalam dadih susu sapi akan lebih banyak apabila disimpan dan
difermentasi dalam cup plastik pp, karena tingkat kematian BAL dapat ditekan
menggunakan bahan kemasan ini.

Identifikasi Nutrisi Produk
Berikut hasil pengujian untuk analisis proksimat yang tampak pada Tabel 2
dan % AKG (Angka Kecukupan Gizi) yang tampak pada Tabel 3 untuk produk
dadih susu sapi yang telah terpilih.

17
Tabel 2 Kandungan proksimat dadih susu sapi

No
1
2
3
4
5

Kandungan
Kadar Air
Kadar Abu
Kadar Lemak
Kadar Protein
Kadar Karbohidrat

%
72,13
0,75
4,75
3,83
18,54

Tabel 3. Persentase AKG dadih susu sapi (takaran saji = 125gr)

Jumlah Zat Gizi/
Takaran Saji
Lemak
4,75gr/100gr
6 gr
Protein
3,83 gr/100gr
5 gr
Karbohidrat 18,54gr/100gr
23 gr
Kalori
132 kkal/100gr
160 kkal
Keterangan
: *(Hardinsyah et al. 2013)
Zat Gizi

Komposisi

Standar
AKG*
68 gr
57 gr
307 gr
2150 kkal

%AKG
8
8
7
7

Kadar Air dan Total Padatan
Ketersediaan air dalam suatu bahan pangan (kadar air) tidak
menggambarkan secara langsung ketersediaan air yang bisa digunakan oleh
mikroorganisme (Garbut 1997), meskipun air merupakan kebutuhan esensial bagi
setiap mikroorganisme untuk kelangsungan fungsi selulernya (Budiman 2004).
Hasil pengujian terhadap kadar air menunjukkan bahwa dadih susu sapi terpilih
memiliki kadar air sebesar 72,13%, sementara total padatannya sebesar 27,87%.
Jumlah ini terpaut sangat jauh bila dibandingkan dengan total padatan dadih
tradisional yang bernilai 19,49% (Hosono 1992). Faktor tersebut yang
menyebabkan dadih susu sapi terpilih ini tidak mampu diukur viskositasnya
apabila menggunakan alat berupa Viskosimeter Brookfield. Jumlah kadar air yang
terlalu rendah serta total padatan yang terlalu tinggi ini mungkin disebabkan
tingginya jumlah bahan pengental yang digunakan, meskipun proses evaporasi
yang dilakukan hanya menguapkan 25% dari jumlah susu yang digunakan (v/v).
Kadar Abu
Rataan kadar abu yang diperoleh dari dadih susu sapi terpilih yang diuji
bernilai 0,75%. Jumlah ini relatif kecil bila dibandingkan dengan komponen
nutrisi lainnya. Hal ini disebabkan abu yang terdiri dari mineral di dalamnya
bukan suatu komponen yang penting untuk digunakan dalam proses metabolisme
mikroba. Jumlah abu tersebut menunjukkan bahwa abu yang terkandung dalam
dadih susu sapi terpilih ini lebih banyak dipengaruhi oleh kadar abu dari susu sapi
yang digunakan sebagai bahan baku. Faktor lainnya yang berpengaruh terhadap
kadar abu dalam dadih susu sapi ini adalah adanya proses pemekatan atau
pengentalan (toning) yang menyebabkan kadar abu dadih susu sapi lebih besar
dibandingkan dengan kadar abu susu yang sebesar 0,7% (Rahman et al. 1992).
Tingginya kadar abu juga disebabkan oleh dekomposisi komponen organik yang
mengikat unsur mineral oleh starter itu sendiri (Sanni et al. 1999).

18
Kadar Lemak
Hasil pengujian kadar lemak menunjukkan bahwa jumlah kadar lemak di
dalam dadih susu sapi terpilih sebesar 4,75%. Nilai ini sangat jauh berbeda jika
dibandingkan dengan hasil penelitian terhadap dadih tradisional yang bernilai
9,05% (Hosono 1992). Hal ini sangat mungkin terjadi karena perbedaan bahan
baku yang digunakan antara dadih susu sapi dengan dadih tradisional. Susu sapi
yang digunakan sebagai bahan baku produksi dadih susu sapi memiliki kadar
lemak sebesar 3,90% sebelum dilakukan proses evaporasi, sedangkan susu kerbau
yang digunakan sebagai bahan baku produksi dadih tradisional memiliki kadar
lemak yang jauh lebih tinggi yaitu 7,40% (Buckle et al. 1987). Taufik (2004)
menyebutkan bahwa proses evaporasi susu sapi yang mengakibatkan tingginya
total padatan produk dapat membantu dalam proses peningkatan kadar lemak.
Meskipun proses evaporasi tersebut bertujuan untuk merekayasa susu sapi hingga
menyerupai susu kerbau dalam hal peningkatan total padatan dan kadar lemaknya,
namun telah terbukti bahwa proses tersebut hanya efektif dalam peningkatan total
padatannya saja. Kadar lemak susu sapi yang terlalu rendah bila dibandingkan
kadar lemak susu kerbau menjadi faktor utama dalam perbedaan yang signifikan
antara kadar lemak dadih susu sapi dengan dadih tradisional tersebut.
Kadar Protein
Pengujian kadar protein terhadap dadih susu sapi terpillih menunjukkan
bahwa kadar protein dari dadih susu sapi tersebut memiliki kadar sebesar 3,83%,
tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan kadar protein dadih tradisional yang
sebesar 4,30% (Hosono 1992). Meskipun kadar protein masing-masing bahan
baku berupa susu sapi dan susu kerbau berturut-turut adalah 3,40% dan 4,74%
(Buckle et al. 1987), perbedaan tersebut bisa ditekan dengan melakukan proses
evaporasi. Terbukti berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Budiman (2004),
menunjukkan bahwa proses evaporasi mampu meningkatkan kadar protein susu
sebesar 29% dari kadar protein susu sebelum di evaporasi. Perbedaan kadar
protein antara kedua jenis dadih tersebut juga tidak terpaut jauh disebabkan oleh
perbedaan kadar protein antara susu sapi dengan susu kerbau hanya sebesar 28%,
tidak seperti perbedaan kadar lemak antara kedua susu tersebut yang memiliki
persentase perbedaan sebesar 47%.
Kadar Karbohidrat
Kadar karbohidrat dadih susu sapi terpilih diperoleh dengan metode
carbohydrate by difference. Kadar karbohidrat yang diperoleh dengan metode ini
sangat dipengaruhi oleh besarnya kadar air, kadar protein, kadar abu, dan kadar
lemak dadih. Perubahan yang terjadi pada keempat aspek mutu tersebut akan
mempengaruhi besarnya kadar karbohidrat (Sari 2009). Hasil perhitungan kadar
karbohidrat menunjukkan bahwa dadih susu sapi terpilih mengandung karbohidrat
sebesar 18,54%. Hal tersebut menunjukkan bahwa aspek mutu yang lain tergolong
cukup rendah, sehingga kadar karbohidrat yang dihitung menggunakan metode
carbohydrate by difference ini menghasilkan nilai yang cukup tinggi. Perhitungan
tersebut dinilai belum cukup akurat karena tidak dilakukan analisis secara kimiawi
terhadap dadih susu sapi tersebut. Meskipun dinilai kurang akurat, nilai tersebut
tidak dapat sepenuhnya dianggap salah. Penggunaan tepung maizena sebagai
bahan pengental dapat menjadi faktor utama penyebab tingginya kadar

19
karbohidrat di dalam dadih susu sapi. Tepung maizena yang mengandung 85%
karbohidrat (Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Provinsi DIY 2012),
setidaknya mampu meningkatkan karbohidrat dalam dadih susu sapi sebesar 6,8%
dari jumlah tepung yang digunakan untuk mengentalkan susu tersebut sebesar 8%.
Terlepas dari faktor tepung maizena tersebut, besarnya kadar karbohidrat tersebut
juga bisa disebabkan faktor kadar karbohidrat dalam bahan baku (4,80%) (Buckle
et al. 1987), serta hasil metabolisme starter bakteri yang memecah karbohidrat
(laktosa) tersebut menjadi monosakarida dalam jumlah besar.

Analisis Biaya Produksi
Dalam memenuhi target pasar sebesar 0,5% dari Total Available Market
(TAM) produk susu fermentasi di Indonesia yang mencapai 84 juta liter per tahun,
maka diperlukan produksi dadih susu sapi sebesar 420 ribu liter setiap tahun-nya.
Berdasarkan target tersebut, maka terdapat beberapa asumsi yang perlu ditentukan
dalam Tabel 4 sebagai berikut.
Tabel 4 Variabel asumsi

Deskripsi

Detail

Unit

Keterangan

Dadih Susu Sapi

Susu (Basis Produksi)
Tepung Maizena
Starter Dadih
Perisa Pasta
Susu Segar
Tepung Maizena
Perisa
Kemasan Box
Kemasan Cup
Bahan Bakar
Listrik untuk Industri
Dadih Susu Sapi
Dadih Susu Sapi
Usia Proyek
Kapasitas Produksi per Hari
Rendemen Susu Padat
Jumlah Hari Kerja
Kapasitas Produksi per Bulan

%
%
%
%
Rp/lt
Rp/kg
Rp/kg
Rp/pcs
Rp/pcs
Rp/kg
Rp/kwh
gr/cup
Rp/cup
tahun
lt/hari
%
hari/bulan
lt/bulan

100%
8%
3%
25%
7.000
12.600
26.000
1.050
1.000
6.000
500
125
6.000
10
2.000
75%
20
40.000

Harga Beli

Unit Packing Set
Unit Price Set
Asumsi Bisnis
Asumsi Proses

Asumsi proses menunjukkan bahwa dengan kapasitas produksi berbasis
jumlah bahan baku sebesar 40.000 liter per bulan, maka dalam satu tahun
produksi mampu memenuhi target yang sebelumnya telah ditentukan. Asumsiasumsi selanjutnya akan dirinci dalam Tabel 5.

20
Tabel 5 Perincian kebutuhan investasi
Nilai Total Nilai Sisa
(Rp Juta) (Rp Juta)

No

Komponen

Jumlah

Satuan

1

Biaya Pra-investasi
1. Perizinan
2. Amdal
3. Studi Kelayakan

2
1
1

paket
paket
paket

5
1
10
16

m2
m2

675
4.500
5.175

743
2.250
2.993

paket
paket

10
5
15

1
1
1,5

unit
unit
unit
unit
unit
unit
unit
unit
unit
unit
ml

37,5
200
60
50
21
56,7
1,9
14
35
5
0,2
481,3

3,75
20
6
5
2
5,7
0,19
1
4
0,5
0,02
48,16

unit
unit
paket
unit
paket

15
2
5
0,38
1
23,18

2
0
1
0,04
0
2,32

unit

240
240
5.950,48
595
6.545,52

48
48
3.092,48

2

3

4

5

6

Total
Tanah dan Bangunan
1. Tanah
4500
2. Bangunan
3000
Total
Fasilitas Penunjang
1. Instalasi Listrik
1
2. Instalasi Air
1
Total
Mesin dan Peralata